1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biji wijen

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biji wijen merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting karena
memiliki kandungan minyak sebesar 48%-55%. Selain itu, biji wijen dapat menjadi
sumber protein yang baik (sekitar 20%) karena komposisi asam amino yang unik dan
tidak biasa diantara protein pada tanaman oilseeds. Salah satu karakteristik utama
protein wijen adalah tinggi kandungan asam amino metionin dan triptofan
(Demirhan, dkk. 2010). Pemanfaatan biji wijen sebagai sumber minyak akan
menghasilkan bungkil wijen. Menurut Demirhan, dkk (2010) bungkil wijen masih
mengandung protein yang bisa mencapai 50%, tergantung metode ekstraksi yang
digunakan. Oleh karena kandungan proteinnya yang masih cukup tinggi tersebut
bungkil wijen banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Beberapa penelitian telah
melakukan proses isolasi dan hidrolisis protein bungkil wijen untuk memodifikasi
karakteristik fungsionalnya agar pemanfaatannya lebih luas. Protein yang telah
diisolasi ataupun dihidrolisis dapat dimanfaatkan baik dalam bidang pangan maupun
non pangan. Pemanfaatan protein dalam suatu produk harus memperhatikan sifat-sifat
fungsional dari protein tersebut.
Emulsifikasi merupakan salah satu sifat fungsional yang digunakan secara
luas dalam industri pangan. Beberapa makanan yang mengaplikasi sistem emulsi
misalnya mayonaise, sosis, salad dressing, mentega, margarin, dan sebagainya.
Protein dapat dimanfaatkan sebagai emulsifier alternatif selain surfaktan yang dibuat
1
dari lemak dan fospolipid. Hal ini disebabkan karena protein mempunyai gugus
hidrofilik dan hidrofobik yang dapat mengadsorb pada bagian antar permukaan
minyak-air, yang nantinya protein akan membentuk sebuah film yang akan
menstabilkan emulsi untuk lama waktu tertentu. Sifat emulsifikasi protein ini
tergantung pada struktur protein, yang dapat dimodifikasi dengan berbagai perlakuan.
Menurut Damodaran dan Paraf (1997), hidrolisis enzimatis dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan sifat pembentukan emulsi oleh protein. Hal ini dikarenakan selama
proses hidrolisis dihasilkan polipeptida dengan ukuran yang lebih kecil, yang
memiliki karakteristik struktur protein yang berbeda.
Pada penelitian ini dilakukan hidrolisis secara parsial dengan membatasi lama
waktu
hidrolisisnya
menggunakan
enzim
bromelain.
Rowan,
dkk
(1994)
mengemukakan bahwa bromelain merupakan enzim cysteine protease yang
mengkatalisis ikatan peptida pada sisi karbonil pada asam amino arginin, fenilalanin
atau tirosin. Meningkatnya jumlah gugus yang terionisasi (NH4+ dan COO-) dan
tereskposnya residu asam amino hidrofobik ke bagian permukaan akibat proses
hidrolisis, diharapkan dapat meningkatkan sifat fungsional hidrolisat protein dalam
hal ini indeks aktivitas emulsi dan indeks stabilitas emulsi.
Disamping itu, berat molekul hidrolisat protein merupakan salah satu faktor
yang penting dalam menghasilkan produk hidrolisat protein dengan sifat fungsional
yang diinginkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga dilakukan pemisahan
hidrolisat protein bungkil wijen sangrai berdasarkan berat molekul menggunakan
membran ultrafiltrasi. Teknologi membran memiliki beberapa kelebihan diantaranya;
merupakan teknologi yang sederhana, dapat dioperasikan pada suhu ruang dan
2
dilakukan secara kontinyu, serta tidak menggunakan bahan tambahan atau bahan
kimia (Osada dan Nagawa, 1992).
Beberapa penelitian mengenai proses hidrolisis hidrolisat protein wijen telah
dilakukan untuk mengetahui karakteristik fungsionalnya. Bandyopadhyay dan Ghosh
(2002) mengemukakan bahwa bungkil wijen yang dihidrolisis dengan enzim papain
meningkatkan sifat emulsifikasi dan kelarutan hidrolisat proteinnya. Demirhan, dkk
(2010) melakukan hidrolisis bungkil wijen menggunakan enzim alcalase. Intani
(2012) juga telah melakukan hidrolisis bungkil wijen sangrai dan menganalisis berat
molekul dengan metode SDS PAGE dan sifat fungsional dari hidrolisat protein yang
dihasilkan.
Penelitian mengenai kombinasi reaksi hidrolisis dan ultrafiltrasi terhadap
suatu protein juga telah banyak dilakukan. Jeon, dkk (1999); Aluko, dkk (2003) dan
Vandanjon (2008) melakukan penelitian mengenai fraksinasi menggunakan
ultrafiltrasi terhadap hidrolisat protein tulang ikan cod, biji qiunoa dan fillet ikan.
Namun belum ada informasi mengenai pengaruh reaksi hidrolisis dan pemisahan
hidrolisat protein bungkil wijen sangrai menggunakan membran ultrafiltrasi.
1.2 Rumusan Permasalahan
1.
Bagaimana pengaruh lama waktu hidrolisis terhadap derajat hidrolisis dan
distribusi berat molekul hidrolisat protein bungkil wijen sangrai?
2.
Bagaimana kelarutan protein dan sifat emulsifikasi (dalam hal ini indeks aktivitas
emulsi dan indeks stabilitas emulsi) dihubungkan dengan berat molekulnya.
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui derajat hidrolisis dan berat molekul hidrolisat protein bungkil wijen
sangrai yang diperoleh dengan berbagai lama waktu hidrolisis.
2.
Mengetahui kelarutan protein dan sifat emulsifikasi (dalam hal ini indeks
aktivitas emulsi dan indeks stabilitas emulsi) hidrolisat protein bungkil wijen
sangrai dan masing –masing fraksi proteinnya.
3.
Mengetahui hubungan antara berat molekul hidrolisat protein dengan sifat
fungsionalnya (dalam hal ini kelarutan protein, indeks aktivitas emulsi dan
indeks stabilitas emulsi).
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang sifat fungsional hidrolisat protein berdasarkan
berat molekulnya sehingga dapat digunakan lebih luas pada industri pangan maupun
non pangan.
4
Download