4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Identifikasi 2.1.1 Ikan sili (Mastacembelus erythrotaenia) Klasifikasi M. erythrotaenia menurut Bleeker (1850) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Synbranchiformes Subordo : Mastacembelodei Famili : Mastacembelidae Genus : Mastacembelus Spesies : M. erythrotaenia (Bleeker 1850) Ikan ini dikenal dengan nama fire eel, ukuran maksimum dapat mencapai 100 cm. Ikan ini memiliki 33 duri pada punggungnya. Bentuk tubuhnya pipih dengan variasi motif batik hitam, merah, dan strip kuning, tergantung pada umur dan kondisi lingkungan tempat hidup ikan sili. Ikan ini dapat ditemukan di daerah Kalimantan, Sumatera, India, Malaysia, Myanmar (Burma), Sri Lanka dan Thailand. Selain dimanfaatkan untuk konsumsi, ikan ini juga biasa dijadikan sebagai ikan hias. 2.1.2 Ikan baung (Hemibagrus fortis) Klasifikasi H. fortis menurut Popta (1904) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Famili : Bagridae Genus : Hemibagrus Spesies : H. fortis (Popta 1904) 5 Ikan Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan tropis di muara sungai sampai ke bagian hulu. Selain itu, ikan ini juga banyak ditemui di tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum, baung dinyatakan sebagai ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau, dan waduk. Ikan ini memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan bagian tulang tengkorak yang kasar dan bagian atas kepala tak tertutupi oleh kulit, serta sirip lemak yang berukuran sedang berada di belakang sirip punggung (dorsal). Baung bertubuh licin tanpa sisik di tubuhnya; dan serupa dengan lundu dan patin, baung memiliki tiga duri yang berbisa (patil), yakni pada sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip punggungnya Di Asia Tenggara, baung merupakan ikan konsumsi yang penting. Tekstur dagingnya berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari masyarakat. 2.1.3 Ikan toman (Channa micropeltes) Klasifikasi C. micropeltes menurut Cuvier (1831) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Channidae Genus : Channa Spesies : C. micropeltes (Cuvier 1831) Ikan ini dikenal dengan nama red snakehead. Toman adalah nama sejenis ikan buas dari suku ikan gabus (Channidae). Memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan ikan gabus, yakni berkepala besar dan bermulut besar serta bergigi runcing tajam. Tubuh bulat panjang seperti torpedo dengan ekor membulat. Ikan Toman dapat tumbuh besar mencapai panjang lebih dari satu meter dan menjadi spesies yang terbesar dalam sukunya. 6 Ikan Toman tersebar luas di Indonesia bagian barat seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau disekitarnya. Selain Indonesia, toman dapat ditemukan di Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam, India dan Myanmar. Toman biasa dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi karena testur dagingnya yang putih dan lembut. 2.1.4 Ikan haruan (Channa striatus) Klasifikasi C. striatus menurut Kottelat (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Channidae Genus : Channa Spesies : C. striatus (Kottelat 1993) Ikan Haruan memiliki bentuk morfologis mirip dengan ikan Toman, hanya saja berukuran lebih kecil. Ikan Haruan biasa hidup dalam air yang bertakung, tidak deras arusnya, dangkal dan berlumpur. Di Kalimantan Selatan terdapat hampir disemua jenis perairan umum (rawa monoton, rawa pasang surut, sungai kecil dan waduk). Habitat ikan ini di lahan basah Sungai Negara Kalimantan Selatan dan sungai-sungai kecil, danau dan rawa (Chairuddin, 1990). Penyebaran ikan ini berada di lingkungan Sunda, Sulawesi, Lesser Sunda, Maluku, India, Indocina, Srilangka, Philiphina dan China (Kottelat, et al 1993). 2.1.5. Ikan kehung (Channa lucius) Klasifikasi C. lucius menurut Cuvier (1831) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes 7 Famili : Channidae Genus : Channa Spesies : C. lucius (Cuvier 1831) Kehung (C. lucius) adalah sejenis ikan karnivora yang banyak terdapat di sungai-sungai hutan dan rawa gambut, dan kerap dijumpai di sungai dengan aliran airnya yang cukup deras, seperti sungai-sungai di pantai timur Sumatera tengah dan selatan, Kalimantan (Kapuas, Mahakam, Kayan, Sarawak bagian selatan) dan Jawa. Selain itu kehung tersebar di Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos (Sungai Mekong) dan Cina. Ikan ini termasuk ke dalam suku Channidae (keluarga ikan gabus). Panjang maksimum ikan dewasa dapat mencapai 360 mm. Ikan ini memiliki bentuk kepala bagian atas (belakang) agak mencembung, namun tak begitu kentara pada spesimen berukuran kecil. Dengan bercak-bercak besar di sisi tubuh dan garisgaris (pita) miring berwarna gelap di bagian perutnya. Sederetan gigi berbentuk taring terdapat pada langit-langit (vomer dan palatine) mulutnya, di antaranya terdapat gigi-gigi yang lebih kecil. Pangkal sirip dorsal dengan gurat sisi diantarai oleh 5½ deret sisik. Jari-jari (duri) lunak pada sirip dorsal (punggung) berjumlah 38-41 buah; pada sirip anal (dubur) 27-29 buah. Gurat sisi pada ikan dewasa antara 58-65 buah. 2.2 Ekosistem Rawa Perairan rawa merupakan salah satu ekosistem perairan umum yang pada permukaan tanahnya ditutupi oleh tumbuhan dan dicirikan dengan tebalnya lapisan tanah organik (gambut) dan kondisi fisik-kimiawi tanah tersebut mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Pada umumnya perairan rawa bersifat sangat asam sampai netral (nilai pH berkisar 3,5-7), dengan kandungan hara yang rendah (Welcomme 1979). Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang (Anonim 2008). Hutan rawa gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya 8 terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organik (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai besar (Valentina 2011). Gambar 1 Fisiografi Lahan Rawa Gambut. Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi, bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO 2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N 2O) (Anonim 2008). Kawasan perairan rawa di Indonesia cukup luas, yakni mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30%. Kawasan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga diperlukan perhatian lebih dalam pemanfaatannya (Anonim 2008). 9 Lahan gambut di Kalimantan umumnya terletak pada zona lahan rawa air tawar, dan sebagian pada zona lahan rawa pasang surut. Secara spesifik, lahan gambut menempati berbagai satuan fisiografi/landform, yaitu kubah gambut, cekungan dataran danau, rawa belakang sungai, cekungan sepanjang sungai besar termasuk oxbow lake atau meander sungai, dan dataran pantai. Dataran dan kubah gambut terbentang pada cekungan luas di antara sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hilir sungai hingga mencapai jarak 10-30 km (Anonim 2008). 2.3 Asam Lemak Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang panjang. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang menyebabkan kebanyakan lipida bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982). Berdasarkan kejenuhannya asam lemak terbagi menjadi dua macam, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dibagi menjadi dua, yaitu asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk. Perbedaan keduanya terletak pada ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh (Belitz dan Grosch 1986). Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) memiliki rantai pendek yang lurus tidak bercabang. Sedangkan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) memiliki rantai yang lebih panjang dan memiliki ikatan rangkap. Asam lemak tidak jenuh yang hanya memiliki satu ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid / MUFA) dan asam lemak yang memiliki dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acid / PUFA). Perbedaan ikatan kimia antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh menyebabkan terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Muchtadi et al. 1993). Berikut ini merupakan berbagai jenis asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) (O’keefe et al. 2002) : 10 1) Asam lemak n-3 (Omega-3) Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA), asam dokosaheksaenoat (DHA), dan asam α-linolenat yang membantu membentuk EPA dan DHA. Omega 3 umumnya berasal dari minyak ikan, terdiri atas rantai panjang dari asam linolenat, yang terbentuk ketika hewan mengkonsumsi tanaman yang kaya akan asam linolenat. a) Asam α-linolenat (18:3n-3) Asam lemak ini dihasilkan didalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12 dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji. b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3) Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (± 20-25% berat) walaupun tidak dihasilkan oleh ikan. Asam eikosapentaenoat berperan sebagai kompetitif inhibitor metabolism asam arakhidonat. c) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3) Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer minyak ikan (± 8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam linolenat terjadi melalui proses desaturasi atau elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3. Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh desaturasi Δ6 (kemungkinan enzim desaturasi Δ6) dan menghasilkan asam lemak lewat satu siklus β-oksidasi membentuk DHA. 2) Asam lemak n-6 (Omega-6) Bentuk umum asam lemak omega-6 adalah asam γ-linolenat. Omega-6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam lemak omega-6 : a) Asam linoleat (18:2n-6) Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun dapat 11 ditemukan beberapa cadangan makanan. Hewan tidak dapat memproduksi asam linoleat, namun makanannya kaya asam lemak, dan manusia mendapatkan asam linoleat dalam daging. Asam linoleat berperan sebagai prekursor untuk produksi asam lemak esensial arakhidonat. b) Asam γ-linolenat (18:3n-6) Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat. c) Dihomo-asam-γ-linolenat (20:3n-6) Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai prekursor pembentukan asam lemak esensial arakhidonat. d) Asam arakhidonat Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid. e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6) Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung dari asam arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan. 3) Asam lemak n-9 (Omega-9) Asam lemak omega 9 juga tergolong kedalam jenis asam lemak nonesensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan omega 9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting. a) Asam oleat (18:1n-9) Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi pada tumbuhan, hewan, dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian PUFA. b) Asam erukat (22:1n-9) Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam minyak lobak. Asam erukat merupakan produk elongasi asam oleat. 12 Fungsi asam lemak Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan membuat bahan-bahan lain misalnya hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah, dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Thoha 2004). Salah satu contoh asam lemak tidak jenuh adalah Omega 3. Asam lemak Omega 3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak yang merupakan kelompok Omega 3, contohnya α-linolenat (18:3; ALA), asam dokoheksaenoat (22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5; EPA). Struktur kimia dari DHA dan EPA dapat dilihat pada Gambar 1. COOH H3 C DHA H3 C COOH EPA Gambar 2 Struktur kimia rantai karbon DHA 22 dan EPA 20. Asam lemak n-3 DHA dan EPA yang merupakan kelompok Long-Chain Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam perkembangan otak dan fungsi penglihatan (Hornstra 2000 dalam Thoha 2004). Selain itu, DHA dan EPA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini (Chafetz 1990 dalam Thoha 2004). Asam lemak n-6 dan n-3 merupakan turunan asam lemak linoleat dan linolenat yang berperan sebagai asam lemak otak. Kedua asam prekursor masuk dalam proses elongasi dan desaturasi yang menghasilkan tiga bentuk asam lemak n-3 yaitu asam α-linolenat, EPA dan DHA (Elvevoll 2000 dalam Thoha 2004). Menurut Freeman dan Junge (2005), fungsi asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid, antara lain : 13 1) Memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler 2) Mengatur metabolisme kolesterol 3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis dalam tubuh 4) Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi 2.4 Kromatografi Gas Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas Chromatography (GC). Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan diantara dua fase, yaitu fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fase yang dipakai bersifat polar maka zat-zat yang bersifat nonpolar akan terpisah terlebih dahulu karena zat yang bersifat polar terikat kuat pada fase diamnya. Jika fase diam bersifat polar maka fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar, demikian pula sebaliknya. Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fase gerak dan fase diam (Adnan 1997). Larutan akan dianalisis dengan dimasukkan ke dalam mulut kolom. Komponen-komponen berdistribusi diantara dua fase. Penambahan fase gerak (eluen) mendesak pelarut yang mengandung bagian cuplikan turun ke bagian bawah kolom. Oleh karena perpindahan komponen hanya dapat terjadi dalam fase gerak, kecepatan rata-rata perpindahan suatu komponen tergantung pada waktu yang diperlukan dalam fase itu, ada komponen yang suka berada dalam fase diam dan ada komponen yang suka berada dalam fase gerak. Perbedaan sifat ini menyebabkan komponen-komponen campuran memisah. Bila suatu detektor yang peka terhadap komponen-komponen tersebut ditempatkan di ujung kolom dan sinyalnya diplot sebagai fungsi waktu (atau volume fase gerak yang ditambahkan) maka akan diperoleh sejumlah puncak. Plot ini disebut kromatogram yang berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Plot ini disebut kromatogram yang berguna untuk mengidentifikasi komponen cuplikan, sedang luas puncak merupakan ukuran kuantitatif tiap komponen (Adnan 1997). 14 Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, jika komponen yang jumlahnya banyak dengan mudah dapat dipisahkan dalam bentuk kromatogram yang dapat memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi juga identitasnya. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Adnan 1997). Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak mudah menguap, dapat juga dianalisis dengan kromatografi gas, dengan cara mengubahnya menjadi turunan-turunannya yang lebih mudah menguap dan stabil, misalnya asam lemak dapat diubah menjadi ester metilik atau metil ester melalui esterifikasi dengan BF dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa hidroksi dapat diasetilisasi, misalkan dengan asam asetat anhidrida dan piridin (Khopkar 1983). Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 3 Gas Chromatography (GC). Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan (McNair dan Bonelli 1988), antara lain : 1) Kecepatan Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas sebagai fase gerak mempunyai keuntungan, yaitu cepat tercapainya kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam dan kecepatan gas pembawa yang tinggi. 15 2) Resolusi (daya pisah) Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih yang hampir sama, karena kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif. 3) Analisis kualitatif Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat. 4) Kepekaan Kromatografi gas memiliki kepekaan tinggi. Keuntungan tambahan dari kepekaan yang tinggi adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk menganalisis secara lengkap. 5) Kesederhanaan Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah. 2.5 Logam Berat Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen sungai kemudian terikat dengan senyawa organik dan anorganik melalui absorpsi dan pembentukan kompleks. Faktor yang menyebabkan logam berat dikelompokkan kedalam bahan pencemar adalah karena logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pecemaran organik (Harahap 1991). Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme dengan tiga cara, yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit. Pengeluaran logam berat dari tubuh dan insang serta melalui isi perut dan urin (Bryan 1976). Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan (non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logamlogam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik (Widowati et al. 2008). 16 2.5.1 Timbal (Pb) Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukkan hemoglobin (Hb) di dalam tubuh manusia dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Widowati et al. 2008). Keracunan yang disebabkan oleh logam Pb dapat mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keracunan akut dapat mengakibatkan terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dan disertai diare. Keracunan yang kronis dapat menyebabkan anemia, sakit di sekitar perut serta dapat pula mengakibatkan kelumpuhan. Logam Pb dapat mempengaruhi kerja enzim atau fungsi protein (Hamidah 1980). Departemen Kesehatan Republik Indonesia membatasi Pb maksimum dalam makanan sebesar 4 ppm, sedangkan FAO sebesar 2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997). Dalam konsentrasi kecil, semua bahan pangan alami mengandung timbal dan dalam prosesing makanan mungkin konsentrasi timbal akan bertambah. Gejala keracunan timbal dapat menyebabkan kelumpuhan. Timbal di dalam tulang dapat mengganti kalsium sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Defisiensi kalsium, besi, seng, tembaga, dan fosfat akan meningkatkan penyerapan timbal oleh tubuh (Saeni 1997). 2.5.2 Kadmium (Cd) Keracunan Cd pada manusia bersifat kronis. Logam ini dapat merusak tulang, hati, dan ginjal. Logam Cd akan mempengaruhi proses metabolisme kalsium yang dapat menyebabkan gangguan tulang, rasa sakit pada tulang belakang dan kerapuhan pada tulang kaki sehingga penderita menjadi lemah. Logam Cd di dalam hati dan ginjal akan mengikat protein yang ada pada membran hati dan ginjal sehingga menimbulkan rasa sakit (Lauwerys 1983). 17 Keracunan kadmium dapat mengakibatkan efek yang kronik dan akut. Efek kronis dari keracunan kadmium biasanya mengakibatkan kerusakan pada ginjal, kerusakan pada sistem syaraf, dan sebagian renal tubules (Laws 1981). Batas aman logam berat Cd dalam makanan baik oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, FDR New Zealand serta FAO adalah sama yaitu 1 ppm, tetapi Australia menetapkan batas aman Cd pada makanan adalah 2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997) 2.6 Spektrofotometri Serapan Atom Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) atau spektrofotometri serapan atom merupakan suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi serapan emisi nyala. Spektroskopi serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidak tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atomatom yang tereksitasi (Nur 1989). Alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 4 Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom 18 akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan banyaknya cahaya (Chasteen 2007). Teknik spektroskopi serapan atom merupakan teknik yang paling spesifik karena garis spektrum serapan atom sangat sempit dan energi transisi elektron sangat unik untuk setiap unsur (Nur 1989). Waktu pengujian dengan instrumen AAS lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetrik dan titrimetri, karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan kemudian dimasukkan untuk dibakar (Chasteen 2007).