4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan

advertisement
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Identifikasi
2.1.1 Ikan sili (Mastacembelus erythrotaenia)
Klasifikasi M. erythrotaenia menurut Bleeker (1850) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Synbranchiformes
Subordo
: Mastacembelodei
Famili
: Mastacembelidae
Genus
: Mastacembelus
Spesies
: M. erythrotaenia (Bleeker 1850)
Ikan ini dikenal dengan nama fire eel, ukuran maksimum dapat mencapai
100 cm. Ikan ini memiliki 33 duri pada punggungnya. Bentuk tubuhnya pipih
dengan variasi motif batik hitam, merah, dan strip kuning, tergantung pada umur
dan kondisi lingkungan tempat hidup ikan sili. Ikan ini dapat ditemukan di daerah
Kalimantan, Sumatera, India, Malaysia, Myanmar (Burma), Sri Lanka dan
Thailand. Selain dimanfaatkan untuk konsumsi, ikan ini juga biasa dijadikan
sebagai ikan hias.
2.1.2 Ikan baung (Hemibagrus fortis)
Klasifikasi H. fortis menurut Popta (1904) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Siluriformes
Famili
: Bagridae
Genus
: Hemibagrus
Spesies
: H. fortis (Popta 1904)
5
Ikan Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan tropis di
muara sungai sampai ke bagian hulu. Selain itu, ikan ini juga banyak ditemui di
tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum, baung dinyatakan
sebagai ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau, dan
waduk.
Ikan ini memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan bagian
tulang tengkorak yang kasar dan bagian atas kepala tak tertutupi oleh kulit,
serta sirip lemak yang berukuran sedang berada di belakang sirip punggung
(dorsal). Baung bertubuh licin tanpa sisik di tubuhnya; dan serupa
dengan lundu dan patin, baung memiliki tiga duri yang berbisa (patil), yakni pada
sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip punggungnya
Di Asia Tenggara, baung merupakan ikan konsumsi yang penting. Tekstur
dagingnya berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat
digemari masyarakat.
2.1.3 Ikan toman (Channa micropeltes)
Klasifikasi C. micropeltes menurut Cuvier (1831) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Channidae
Genus
: Channa
Spesies
: C. micropeltes (Cuvier 1831)
Ikan ini dikenal dengan nama red snakehead. Toman adalah nama
sejenis ikan buas dari suku ikan gabus (Channidae). Memiliki bentuk tubuh yang
mirip dengan ikan gabus, yakni berkepala besar dan bermulut besar serta bergigi
runcing tajam. Tubuh bulat panjang seperti torpedo dengan ekor membulat. Ikan
Toman dapat tumbuh besar mencapai panjang lebih dari satu meter dan
menjadi spesies yang terbesar dalam sukunya.
6
Ikan Toman tersebar luas di Indonesia bagian barat seperti Sumatra, Jawa,
Kalimantan dan pulau-pulau disekitarnya. Selain Indonesia, toman dapat
ditemukan di Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam, India dan Myanmar. Toman
biasa dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi karena testur dagingnya yang putih dan
lembut.
2.1.4 Ikan haruan (Channa striatus)
Klasifikasi C. striatus menurut Kottelat (1993) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Channidae
Genus
: Channa
Spesies
: C. striatus (Kottelat 1993)
Ikan Haruan memiliki bentuk morfologis mirip dengan ikan Toman, hanya
saja berukuran lebih kecil. Ikan Haruan biasa hidup dalam air yang bertakung,
tidak deras arusnya, dangkal dan berlumpur.
Di Kalimantan Selatan terdapat hampir disemua jenis perairan umum (rawa
monoton, rawa pasang surut, sungai kecil dan waduk). Habitat ikan ini di lahan
basah Sungai Negara Kalimantan Selatan dan sungai-sungai kecil, danau dan rawa
(Chairuddin, 1990). Penyebaran ikan ini berada di lingkungan Sunda, Sulawesi,
Lesser Sunda, Maluku, India, Indocina, Srilangka, Philiphina dan China (Kottelat,
et al 1993).
2.1.5. Ikan kehung (Channa lucius)
Klasifikasi C. lucius menurut Cuvier (1831) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
7
Famili
: Channidae
Genus
: Channa
Spesies
: C. lucius (Cuvier 1831)
Kehung (C. lucius) adalah sejenis ikan karnivora yang banyak terdapat di
sungai-sungai hutan dan rawa gambut, dan kerap dijumpai di sungai dengan aliran
airnya yang cukup deras, seperti sungai-sungai di pantai timur Sumatera tengah
dan selatan, Kalimantan (Kapuas, Mahakam, Kayan, Sarawak bagian selatan) dan
Jawa. Selain itu kehung tersebar di Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos (Sungai
Mekong) dan Cina.
Ikan ini termasuk ke dalam suku Channidae (keluarga ikan gabus). Panjang
maksimum ikan dewasa dapat mencapai 360 mm. Ikan ini memiliki bentuk kepala
bagian atas (belakang) agak mencembung, namun tak begitu kentara pada
spesimen berukuran kecil. Dengan bercak-bercak besar di sisi tubuh dan garisgaris (pita) miring berwarna gelap di bagian perutnya. Sederetan gigi berbentuk
taring terdapat pada langit-langit (vomer dan palatine) mulutnya, di antaranya
terdapat gigi-gigi yang lebih kecil. Pangkal sirip dorsal dengan gurat sisi diantarai
oleh 5½ deret sisik. Jari-jari (duri) lunak pada sirip dorsal (punggung) berjumlah
38-41 buah; pada sirip anal (dubur) 27-29 buah. Gurat sisi pada ikan dewasa
antara 58-65 buah.
2.2 Ekosistem Rawa
Perairan rawa merupakan salah satu ekosistem perairan umum yang pada
permukaan tanahnya ditutupi oleh tumbuhan dan dicirikan dengan tebalnya
lapisan tanah organik (gambut) dan kondisi fisik-kimiawi tanah tersebut
mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Pada umumnya perairan
rawa bersifat sangat asam sampai netral (nilai pH berkisar 3,5-7), dengan
kandungan hara yang rendah (Welcomme 1979).
Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan
dan perairan. Lahan ini sepanjang tahun atau selama waktu yang panjang dalam
setahun selalu jenuh air (waterlogged) atau tergenang (Anonim 2008). Hutan rawa
gambut merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya
8
terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh
tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal
sebagai tanah gambut atau tanah organik (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini
membentuk kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai besar (Valentina
2011).
Gambar 1 Fisiografi Lahan Rawa Gambut.
Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan
fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas
yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika
ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin
sering terjadi, bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO 2, tetapi
juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N 2O)
(Anonim 2008).
Kawasan perairan rawa di Indonesia cukup luas, yakni mencapai 20,6 juta
ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa sebagian besar terdapat di
empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan
Papua 30%. Kawasan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi
kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga
diperlukan perhatian lebih dalam pemanfaatannya (Anonim 2008).
9
Lahan gambut di Kalimantan umumnya terletak pada zona lahan rawa air
tawar, dan sebagian pada zona lahan rawa pasang surut. Secara spesifik, lahan
gambut menempati berbagai satuan fisiografi/landform, yaitu kubah gambut,
cekungan dataran danau, rawa belakang sungai, cekungan sepanjang sungai besar
termasuk oxbow lake atau meander sungai, dan dataran pantai. Dataran dan kubah
gambut terbentang pada cekungan luas di antara sungai-sungai besar, dari dataran
pantai ke arah hilir sungai hingga mencapai jarak 10-30 km (Anonim 2008).
2.3 Asam Lemak
Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang
panjang. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai
atom karbon dari 4 sampai 24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung
hidrokarbon nonpolar yang panjang menyebabkan kebanyakan lipida bersifat
tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982).
Berdasarkan kejenuhannya asam lemak terbagi menjadi dua macam, yaitu asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dibagi menjadi
dua, yaitu asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk.
Perbedaan keduanya terletak pada ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak
tidak jenuh (Belitz dan Grosch 1986).
Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) memiliki rantai pendek yang lurus
tidak bercabang. Sedangkan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid)
memiliki rantai yang lebih panjang dan memiliki ikatan rangkap. Asam lemak
tidak jenuh yang hanya memiliki satu ikatan rangkap disebut asam lemak tidak
jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid / MUFA) dan asam lemak yang
memiliki dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acid / PUFA). Perbedaan ikatan kimia antara asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh menyebabkan terjadinya perbedaan sifat kimia
dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol
dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan
rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam darah (Muchtadi et al. 1993). Berikut ini merupakan berbagai
jenis asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) (O’keefe et al. 2002) :
10
1) Asam lemak n-3 (Omega-3)
Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),
asam dokosaheksaenoat (DHA), dan asam α-linolenat yang membantu
membentuk EPA dan DHA. Omega 3 umumnya berasal dari minyak ikan, terdiri
atas rantai panjang dari asam linolenat, yang terbentuk ketika hewan
mengkonsumsi tanaman yang kaya akan asam linolenat.
a) Asam α-linolenat (18:3n-3)
Asam lemak ini dihasilkan didalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12
dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari
dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada
daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.
b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)
Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada
hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah
produk primer asam lemak minyak ikan (± 20-25% berat) walaupun tidak
dihasilkan oleh ikan. Asam eikosapentaenoat berperan sebagai kompetitif
inhibitor metabolism asam arakhidonat.
c) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)
Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer
minyak ikan (± 8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam
linolenat terjadi melalui proses desaturasi atau elongasi α-linolenat menjadi
24:5n-3. Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh
desaturasi Δ6 (kemungkinan enzim desaturasi Δ6) dan menghasilkan asam lemak
lewat satu siklus β-oksidasi membentuk DHA.
2) Asam lemak n-6 (Omega-6)
Bentuk umum asam lemak omega-6 adalah asam γ-linolenat. Omega-6
umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam
lemak omega-6 :
a) Asam linoleat (18:2n-6)
Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA. Asam
linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada seed
oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun dapat
11
ditemukan beberapa cadangan makanan. Hewan tidak dapat memproduksi asam
linoleat, namun makanannya kaya asam lemak, dan manusia mendapatkan asam
linoleat dalam daging. Asam linoleat berperan sebagai prekursor untuk produksi
asam lemak esensial arakhidonat.
b) Asam γ-linolenat (18:3n-6)
Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah
melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh
Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet
dalam produksi asam arakhidonat.
c) Dihomo-asam-γ-linolenat (20:3n-6)
Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah
komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai
prekursor pembentukan asam lemak esensial arakhidonat.
d) Asam arakhidonat
Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat
pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat
merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.
e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)
Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung dari asam
arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan.
3) Asam lemak n-9 (Omega-9)
Asam lemak omega 9 juga tergolong kedalam jenis asam lemak nonesensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan
omega 9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting.
a) Asam oleat (18:1n-9)
Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi
pada tumbuhan, hewan, dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang
paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian PUFA.
b) Asam erukat (22:1n-9)
Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan
dalam tumbuhan, terutama dalam minyak lobak. Asam erukat merupakan produk
elongasi asam oleat.
12
Fungsi asam lemak
Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Asam lemak esensial
digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan
membuat bahan-bahan lain misalnya hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid
membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah,
dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Thoha 2004).
Salah satu contoh asam lemak tidak jenuh adalah Omega 3. Asam lemak
Omega 3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada atom C
urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak yang merupakan
kelompok Omega 3, contohnya α-linolenat (18:3; ALA), asam dokoheksaenoat
(22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5; EPA). Struktur kimia dari DHA
dan EPA dapat dilihat pada Gambar 1.
COOH
H3 C
DHA
H3 C
COOH
EPA
Gambar 2 Struktur kimia rantai karbon DHA 22 dan EPA 20.
Asam lemak n-3 DHA dan EPA yang merupakan kelompok Long-Chain
Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam
perkembangan otak dan fungsi penglihatan (Hornstra 2000 dalam Thoha 2004).
Selain itu, DHA dan EPA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks
cerebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan
normal organ ini (Chafetz 1990 dalam Thoha 2004). Asam lemak n-6 dan n-3
merupakan turunan asam lemak linoleat dan linolenat yang berperan sebagai asam
lemak otak. Kedua asam prekursor masuk dalam proses elongasi dan desaturasi
yang menghasilkan tiga bentuk asam lemak n-3 yaitu asam α-linolenat, EPA dan
DHA (Elvevoll 2000 dalam Thoha 2004).
Menurut Freeman dan Junge (2005), fungsi asam lemak esensial yang
terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid, antara lain :
13
1) Memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler
2) Mengatur metabolisme kolesterol
3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis
dalam tubuh
4) Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
2.4 Kromatografi Gas
Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas
Chromatography (GC). Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan
komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan diantara dua
fase, yaitu fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menahan
cuplikan secara selektif. Bila fase yang dipakai bersifat polar maka zat-zat yang
bersifat nonpolar akan terpisah terlebih dahulu karena zat yang bersifat polar
terikat kuat pada fase diamnya. Jika fase diam bersifat polar maka fase gerak yang
digunakan bersifat nonpolar, demikian pula sebaliknya. Pemisahan dengan
kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen
campuran diantara fase gerak dan fase diam (Adnan 1997).
Larutan akan dianalisis dengan dimasukkan ke dalam mulut kolom.
Komponen-komponen berdistribusi diantara dua fase. Penambahan fase gerak
(eluen) mendesak pelarut yang mengandung bagian cuplikan turun ke bagian
bawah kolom. Oleh karena perpindahan komponen hanya dapat terjadi dalam fase
gerak, kecepatan rata-rata perpindahan suatu komponen tergantung pada waktu
yang diperlukan dalam fase itu, ada komponen yang suka berada dalam fase diam
dan ada komponen yang suka berada dalam fase gerak. Perbedaan sifat ini
menyebabkan komponen-komponen campuran memisah. Bila suatu detektor yang
peka terhadap komponen-komponen tersebut ditempatkan di ujung kolom dan
sinyalnya diplot sebagai fungsi waktu (atau volume fase gerak yang ditambahkan)
maka akan diperoleh sejumlah puncak. Plot ini disebut kromatogram yang
berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Plot ini disebut kromatogram
yang berguna untuk mengidentifikasi komponen cuplikan, sedang luas puncak
merupakan ukuran kuantitatif tiap komponen (Adnan 1997).
14
Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, jika komponen yang jumlahnya
banyak dengan mudah dapat dipisahkan dalam bentuk kromatogram yang dapat
memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi juga identitasnya.
Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Adnan
1997). Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak mudah menguap,
dapat juga dianalisis dengan kromatografi gas, dengan cara mengubahnya menjadi
turunan-turunannya yang lebih mudah menguap dan stabil, misalnya asam lemak
dapat diubah menjadi ester metilik atau metil ester melalui esterifikasi dengan BF
dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa hidroksi dapat diasetilisasi,
misalkan dengan asam asetat anhidrida dan piridin (Khopkar 1983). Alat
kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3 Gas Chromatography (GC).
Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan
(McNair dan Bonelli 1988), antara lain :
1) Kecepatan
Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas
sebagai
fase
gerak
mempunyai
keuntungan,
yaitu
cepat
tercapainya
kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam dan kecepatan gas pembawa yang
tinggi.
15
2) Resolusi (daya pisah)
Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan
komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih
yang hampir sama, karena kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif.
3) Analisis kualitatif
Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai
maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan
suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.
4) Kepekaan
Kromatografi gas memiliki kepekaan tinggi. Keuntungan tambahan dari
kepekaan yang tinggi adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk
menganalisis secara lengkap.
5) Kesederhanaan
Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data
yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.
2.5 Logam Berat
Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen
sungai kemudian terikat dengan senyawa organik dan anorganik melalui absorpsi
dan
pembentukan
kompleks.
Faktor
yang
menyebabkan
logam
berat
dikelompokkan kedalam bahan pencemar adalah karena logam berat tidak dapat
terurai melalui biodegradasi seperti pecemaran organik (Harahap 1991).
Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme dengan
tiga cara, yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi melalui permukaan
kulit. Pengeluaran logam berat dari tubuh dan insang serta melalui isi perut dan
urin (Bryan 1976). Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan
(non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logamlogam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan
dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik
(Widowati et al. 2008).
16
2.5.1 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa
berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi
dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan
lewat parenteral. Logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam
pembentukkan hemoglobin (Hb) di dalam tubuh manusia dan sebagian kecil Pb
diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein,
sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak,
dan rambut (Widowati et al. 2008).
Keracunan yang disebabkan oleh logam Pb dapat mengakibatkan efek yang
kronis dan akut. Keracunan akut dapat mengakibatkan terbakarnya mulut,
terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dan disertai diare. Keracunan yang
kronis dapat menyebabkan anemia, sakit di sekitar perut serta dapat pula
mengakibatkan kelumpuhan. Logam Pb dapat mempengaruhi kerja enzim atau
fungsi protein (Hamidah 1980). Departemen Kesehatan Republik Indonesia
membatasi Pb maksimum dalam makanan sebesar 4 ppm, sedangkan FAO sebesar
2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997).
Dalam konsentrasi kecil, semua bahan pangan alami mengandung timbal
dan dalam prosesing makanan mungkin konsentrasi timbal akan bertambah.
Gejala keracunan timbal dapat menyebabkan kelumpuhan. Timbal di dalam tulang
dapat mengganti kalsium sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Defisiensi
kalsium, besi, seng, tembaga, dan fosfat akan meningkatkan penyerapan timbal
oleh tubuh (Saeni 1997).
2.5.2 Kadmium (Cd)
Keracunan Cd pada manusia bersifat kronis. Logam ini dapat merusak
tulang, hati, dan ginjal. Logam Cd akan mempengaruhi proses metabolisme
kalsium yang dapat menyebabkan gangguan tulang, rasa sakit pada tulang
belakang dan kerapuhan pada tulang kaki sehingga penderita menjadi lemah.
Logam Cd di dalam hati dan ginjal akan mengikat protein yang ada pada
membran hati dan ginjal sehingga menimbulkan rasa sakit (Lauwerys 1983).
17
Keracunan kadmium dapat mengakibatkan efek yang kronik dan akut. Efek
kronis dari keracunan kadmium biasanya mengakibatkan kerusakan pada ginjal,
kerusakan pada sistem syaraf, dan sebagian renal tubules (Laws 1981). Batas
aman logam berat Cd dalam makanan baik oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, FDR New Zealand serta FAO adalah sama yaitu 1 ppm, tetapi
Australia menetapkan batas aman Cd pada makanan adalah 2 ppm (Nurjanah dan
Widiastuti 1997)
2.6 Spektrofotometri Serapan Atom
Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) atau spektrofotometri serapan
atom merupakan suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur
logam dan metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang
pada daerah sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat
dilakukan dengan cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi serapan emisi
nyala. Spektroskopi serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom
yang tidak tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur
adalah radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atomatom yang tereksitasi (Nur 1989). Alat Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4 Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel
diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom
18
akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom
tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang
dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan
banyaknya cahaya (Chasteen 2007).
Teknik spektroskopi serapan atom merupakan teknik yang paling spesifik
karena garis spektrum serapan atom sangat sempit dan energi transisi elektron
sangat unik untuk setiap unsur (Nur 1989). Waktu pengujian dengan instrumen
AAS lebih cepat dibandingkan dengan metode pengujian gravimetrik dan
titrimetri, karena preparasi sampel lebih cepat, yakni disediakan dalam larutan
kemudian dimasukkan untuk dibakar (Chasteen 2007).
Download