1 BAB I PENDAHULUAN Ia Latar Belakang Manusia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.a Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk yang terdiri dari unsur
bio-psiko-sosio-spiritual.
Unsur-unsur
tersebut
dapat
saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila unsur bio
(fisik)
terganggu
maka
akan
berpengaruh
pada
unsur
psikologis, sosial, dan spiritualnya (Soewadi, 1999;
Sargin dkk., 2002; Fisher dkk., 2004). Gangguan medis
yang dialami seseorang akan menyebabkan orang tersebut
menjadi rentan mengalami gangguan psikologis (jiwa).
Penyakit
salah
kronis
satu
seperti
penyakit
diabetes
fisik
yang
melitus
dapat
merupakan
menyebabkan
gangguan mental, salah satunya depresi. (Sargin dkk.,
2002; National Institute of Mental Health (NIMH), 2011;
Andri, 2012).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis serius
yang
dapat
kualitas
(O’Connor
menyebabkan
hidup,
dkk.,
dan
penurunan
peningkatan
2009).
Jumlah
harapan
biaya
orang
hidup,
pengobatan
yang
terkena
diabetes melitus terus meningkat setiap tahunnya karena
1
pertumbuhan
populasi,
penuaan,
urbanisasi,
obesitas,
dan tidak adanya aktivitas fisik (Wild dkk., 2004).
Penelitian tentang prevalensi secara global dari
diabetes telah dilakukan. Prevalensi diabetes melitus
pada tahun 2000 yaitu 2,8% dan diproyeksikan pada tahun
2030 meningkat menjadi 4,4%. Jumlah orang yang terkena
diabetes didunia diperkirakan meningkat dari 171 juta
orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun 2030.
Indonesia menempati urutan keempat didunia untuk jumlah
kasus diabetes terbanyak, yaitu 8,4 juta orang pada
tahun 2000 dan diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta
orang pada tahun 2030 (Wild dkk., 2004).
Sebagian
besar
penderita
diabetes
melitus
di
Indonesia merupakan diabetes melitus tipe 2. Laporan
penelitian di berbagai daerah di Indonesia mulai dari
tahun
1980-2000,
menunjukkan
adanya
peningkatan
prevalensi diabetes melitus tipe 2 ini. Sebagai contoh,
di Jakarta, prevalensi DM tipe 2 dari 1,7% pada tahun
1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan meroket
lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data
Badan
Pusat
Statistik
Indonesia
tahun
2003,
diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20
tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM tipe
2 sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah
2
rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat 8,2
juta penderita DM tipe 2 didaerah urban dan 5,5 juta
didaerah
rural.
Selanjutnya,
berdasarkan
pola
pertambahan penduduk, diperkirakan tahun 2030 akan ada
14,7% (12 juta) penderita DM tipe 2 didaerah urban dan
7,2% (8,1 juta) didaerah rural. Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Kementerian
Kesehatan menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus
pada
penduduk
dengan
usia
diatas
15
tahun
memiliki
prevalensi sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat
di provinsi Papua sebesar 1,7%, terbesar terdapat di
provinsi
Maluku
Utara
dan
Kalimantan
Barat
yang
mencapai 11,1% (Konsensus PERKENI, 2011).
Depresi seringkali ditemukan pada pasien dengan
diabetes melitus, meskipun pada dua per tiga pasien,
adanya depresi ini seringkali tidak mendapat perhatian
dan
tidak
diobati
(Katon,
2008).
Padahal
kejadian
depresi pada pasien diabetes melitus ini bersifat parah
dan kronis, meskipun terapi yang diberikan berhasil,
80%
pasien
dapat
mengalami
kekambuhan
dari
depresi
tersebut (Lustman dkk., 1997).
Sebuah meta-analysis yang dilakukan oleh Nouwen
dkk.
pada
tahun
2010
menyebutkan
bahwa
orang-orang
dengan diabetes melitus tipe 2 itu memiliki peningkatan
3
resiko
mengalami
depresi
dengan
orang-orang
sebesar
yang
tidak
24%
dibandingkan
mengalami
diabetes
melitus.
Kebanyakan
pasien
diabetes
melitus
tipe
2
mengalami obesitas, epidemik secara global menyatakan
bahwa ada peningkatan insidensi dan prevalensi diabetes
melitus tipe 2 selama kurun waktu 20 tahun belakangan
ini.
Hampir
mengalami
34%
obesitas
orang
dan
dewasa
di
lebih
dari
Amerika
11%
Serikat
menderita
diabetes melitus tipe 2. Diperkirakan akan meningkat
menjadi 21% pada tahun 2050 (CDC, 2011; Boyle dkk.,
2010).
Selain
itu,
banyak
penelitian
yang
menyatakan
bahwa obesitas menjadi salah satu faktor yang memicu
terjadinya depresi pada pasien diabetes melitus tipe 2
(Katon dkk., 2004; Raval dkk., 2009; Stuart dkk., 2011;
Green dkk., 2012).
Oleh karena tingginya prevalensi diabetes melitus
tipe 2 di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian
untuk melihat apakah fenomena diabetes melitus tipe 2,
obesitas, dan kejadian depresi itu memiliki keterkaitan
atau hubungan yang cukup kuat dan signifikan.
4
I.b Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai
berikut:
Apakah terdapat hubungan antara diabetes melitus
tipe 2 dengan kejadian depresi pada pasien diabetes
melitus tipe 2 obese dan non obese di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2013?
I.c Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan kejadian
depresi pada pasien diabetes melitus tipe 2 obese dan
non obese di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013.
I.d Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran yang dilakukan, didapatkan
beberapa
penelitian
terdahulu
yang
meneliti
kaitan
antara diabetes melitus tipe 2, obesitas, dan depresi,
antara lain:
1. Katon
dkk.
(2004)
meneliti
tentang
faktor-faktor
klinis dan behavioral yang berkaitan dengan depresi
pada
pasien
dengan
diabetes.
5
Penelitian
ini
melibatkan
Hasilnya
pasien
diabetes
menunjukkan
bahwa
dari
sembilan
pasien
klinik.
diabetes
yang
memenuhi kriteria depresi itu meliputi usia muda,
wanita, pendidikan rendah, tidak menikah, obesitas,
merokok, memiliki komorbid penyakit selain diabetes,
memiliki komplikasi dari diabetes, diobati dengan
insulin, dan kadar HbA1C yang tinggi. Pada bagian
kesimpulan
menyatakan
bahwa
faktor
yang
paling
berpengaruh terhadap kejadian depresi yaitu merokok
dan obesitas.
2. Raval dkk. (2009) meneliti tentang prevalensi dan
kejadian depresi pada pasien dengan diabetes melitus
tipe
2
di
pusat
pelayanan
kesehatan
tersier.
Hasilnya menunjukkan bahwa depresi sangat berkaitan
erat dengan usia lebih 54 tahun, obesitas sentral,
komplikasi diabetes berupa nefropati dan ulkus pada
kaki, dan banyaknya pil atau obat yang dikonsumsi.
3. Green dkk. (2012) meneliti tentang kualitas hidup,
gejala depresi, dan penggunaan fasilitas kesehatan
(hospitalisasi) pada pasien dengan diabetes melitus
tipe 2 yang disertai dengan hipertensi dan obesitas.
Hasilnya menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus
tipe 2 yang disertai hipertensi dan obesitas itu
memiliki kualitas hidup yang rendah, gejala depresi,
6
dan
penggunaan
fasilitas
kesehatan
yang
lebih
banyak.
4. Stuart dkk. (2011) meneliti tentang hubungan depresi
dan diabetes melitus tipe 2. Hasilnya menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara diabetes melitus tipe
2, obesitas, dan depresi, terutama pada mekanisme
inflamasi yang terjadi.
5. Engum
yang
dkk.
(2005)
terlibat
meneliti
dalam
tentang
kejadian
faktor-faktor
depresi
pada
pasien
diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Penelitian ini
dilakukan
sampel.
dengan
melibatkan
Hasilnya
60.869
menunjukkan
orang
bahwa
sebagai
faktor
yang
terlibat dalam kejadian depresi pada pasien diabetes
melitus tipe 1 yaitu tingkat pendidikan rendah dan
gangguan fungsional tubuh. Sedangkan, pada diabetes
melitus
keluhan
tipe
2
yaitu
somatik,
komorbid
tingkat
penyakit
somatik,
pendidikan
rendah,
aktivitas fisik yang kurang, dan gangguan fungsional
tubuh.
6. Katon (2011) meneliti tentang epidemiologi depresi
pada
pasien
satunya
dengan
diabetes
kondisi
melitus.
medis
kronis,
Hasilnya
salah
menunjukkan
terdapat beberapa faktor yang terlibat antara lain
hubungan
dokter-pasien,
7
ketaatan
terhadap
rawat
diri, perawatan medis dan biaya yang dikeluarkan,
persepsi
terhadap
gejala
yang
muncul,
resiko
komplikasi dan kematian, gangguan fungsional, dan
faktor biologis.
7. Nouwen dkk. (2010) melakukan meta analisis mengenai
diabetes
melitus
terjadinya
tipe
depresi.
publikasi-publikasi
September
2009.
2
sebagai
Penelitian
yang
Hasilnya
faktor
ini
melibatkan
dikeluarkan
yaitu
resiko
setelah
pasien
diabetes
melitus tipe 2 memiliki resiko 24% untuk mengalami
depresi.
I.e Manfaat Penelitian
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis yang diharapkan dari
penelitian
dalam
ranah
antara
yaitu
ilmu
diabetes
depresi.
menjadi
ini
dapat
pengetahuan
melitus
Penelitian
pendukung
memberikan
ini
untuk
tipe
juga
tentang
2,
masukan
hubungan
obesitas,
diharapkan
penelitian
mampu
lain
sejenis ataupun penelitian lain lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
8
dan
yang
a. Bagi pasien dapat bermanfaat sebagai tambahan
pengetahuan
dan
motivasi
hidup
sehat,
terutama
aspek
psikologisnya,
untuk
dalam
hal
terkait
berperilaku
pengelolaan
dengan
penyakit
diabetes melitus yang dideritanya.
b. Bagi keluarga pasien dapat bermanfaat sebagai
tambahan
pengetahuan
tentang
hubungan
antara
diabetes melitus dan depresi, sehingga dapat
memberikan
anggota
dukungan
keluarganya
dan
yang
perhatian
menderita
kepada
diabetes
melitus.
c. Bagi peneliti dapat bermanfaat sebagai tambahan
pengetahuan,
sebagian
pengalaman,
syarat
kedokteran,
dan
memperoleh
Fakultas
untuk
derajat
Kedokteran
memenuhi
sarjana
Universitas
Gadjah Mada.
d. Bagi pemerhati dan profesional kesehatan dapat
bermanfaat
sebagai
perhatian
dan
tambahan
pengetahuan tentang hubungan diabetes melitus
tipe 2, obesitas, dan kejadian depresi.
9
Download