perbedaan interaksi sosial siswa penerima dan non penerima kartu

advertisement
PERBEDAAN INTERAKSI SOSIAL SISWA PENERIMA DAN NON PENERIMA KARTU
MENUJU SEJAHTERA DI SMP NEGERI 1 YOGYAKARTA
ARTIKEL E-JOURNAL
Oleh
Alfi Nurrochmah
NIM. 11104241030
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JUNI 2015
2 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)1
PERBEDAAN INTERAKSI SOSIAL SISWA PENERIMA DAN NON
PENERIMA KARTU MENUJU SEJAHTERA DI SMP NEGERI 1
YOGYAKARTA
THE SOCIAL INTERACTION DIFFERENCE BETWEEN THE STUDENTS ACHIEVING
KARTU MENUJU SEJAHTERA AND THOSE NON ACHIEVING KARTU MENUJU
SEJAHTERA at SMP N 1 YOGYAKARTA
Oleh: Alfi Nurrochmah, Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan interaksi sosial siswa penerima dan non
penerima KMS di SMP Negeri 1 Yogyakarta serta untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial siswa KMS
dan Non KMS di SMP Negeri 1 Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan
pendekatan komparasi. Subjek penelitian siswa kelas VII, VIII dan IX dengan 50 siswa KMS dan 50 siswa
Non KMS. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster quota random sampling. Alat pengumpulan data
menggunakan skala interaksi sosial, uji validitas menggunakan expert judgement dan reliabilitas dengan nilai
0,740. Analisis data menggunakan teknik analisis statistik uji-t. Hasil penelitian menunjukkan angka
signifikansi 0,001. Hasil tersebut berarti terdapat perbedaan interaksi sosial antara siswa KMS dan Non
KMS, dimana siswa Non KMS mempunyai interaksi sosial yang lebih tinggi dibanding siswa KMS. Secara
umum siswa KMS mempunyai kecenderungan interaksi sosial sedang dan siswa Non KMS mempunyai
kecenderungan interaksi sosial tinggi. Siswa KMS cenderung tinggi pada aspek persaingan yaitu 52% dan
cenderung sedang pada aspek kerjasama yakni 12%, konflik 18%, akomodasi 42% serta dukungan sosial
52% sedangkan siswa Non KMS cenderung tinggi pada aspek kerjasama 32%, konflik 30%, akomodasi
72%, dukungan sosial 84% dan memiliki kategori sedang pada aspek persaingan 32%.
Kata Kunci: interaksi sosial, program kartu menuju sejahtera
Abstrack
This research is aimed to knowing whether there is social interaction difference between the students
achieving KMS and those Non KMS at SMP N 1 Yogyakarta and knowing how they social interaction one
another. The research is quantitative research using comparative approach. The subjects of this research
are seventh to ninth graders including 50 KMS students and 50 Non KMS students. The sampling technique
used in this research is cluster quota random sampling. To compile the data social interaction scale is
applied, while expert judgement is used for validity test and result of reliability test scores 0,740. Data
analysis applies t-test statistic analysis technique. The result of this research shows 0,001 significance
number. This means that there are indeed several differences between KMS students and Non KMS ones. The
Non KMS students have higher social interaction ability than KMS students. In general KMS students only
have average social interaction ability. The KMS students score high 52% in competition aspect and they
score average 12% in cooperation aspect, 18% in conflict aspect, 42% in accomodation aspect, and 52% in
social support aspect while Non KMS students score high in 32% in cooperation aspect, 30% in
accomodation aspect, 84% in social support aspect and they scores average 32% in competition aspect.
Key word: social interaction, kartu menuju sejahtera’s programs.
2 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu usaha yang
dilakukan secara sadar dan sengaja untuk
keluarga serta keterbatasan, dan kesulitan
dalam mengakses infrastruktur sekolah.
mengubah tingkah laku manusia baik secara
individu
maupun
putus
sekolah
di
Daerah
untuk
Istimewa Yogyakarta menurut data Badan
upaya
Pusat Statistik tahun ajaran 2011/2012 pada
pengajaran dan pelatihan (Sugihartono, dkk,
jenjang SMP/Sederajat dan SD/Sederajat
2007: 3). Akan tetapi, tidak semua anak dapat
masing-masing
mengenyam
yang
17,58%. Besarnya prosentase anak putus
kondisi
sekolah pada jenjang ini harus dijadikan
ekonomi keluarga, minimnya penghasilan
perhatian serius dari pemerintah. Presentase
orangtua serta mahalnya biaya sekolah.
tersebut kontraproduktif dengan kebijakan
mendewasakan
disebabkan
kelompok
Anak
manusia
bangku
karena
melalui
pendidikan
keterbatasan
Berdasarkan data Pedoman APBN-P
Dekonsentrasi SMA (2010: 4) dijelaskan
wajib
belajar
Departemen
Pendidikan
20,97%
sembilan
tahun
dan
yang
dicanangkan oleh pemerintah.
bahwa data dari Badan Penelitian dan
Pengembangan
mencapai
KMS merupakan identitas layanan
bagi
program
jaminan
kesehatan
menunjukkan 255,2 ribu siswa SMP/MTS
Yogyakarta. Kartu Menuju Sejahtera tersebut
putus sekolah dan pada tahun yang sama dari
dapat dipergunakan untuk jaminan layanan
total lulusan SMP/MTS sebanyak 3.018 juta
kesehatan
siswa,
pembagian
melanjutkan
ribu
siswa
pendidikan
tidak
ke
dapat
jenjang
Kota
dan
Nasional (Balitbang Depdiknas) tahun 2008
412,1
Pemerintah
pendidikan
(askeskin),
beras
miskin
(Pemkot)
memudahkan
(raskin),
serta
penyaluran beasiswa bagi siswa tidak mampu.
SMA/SMK/MA. Fakta diatas menunjukkan
Sesuai
suatu fenomena sosial bahwa semakin miskin
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2008 tentang
masyarakat
untuk
Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 38
pendidikan
ayat (1), pendanaan pendidikan menjadi
akan
semakin
sulit
mengakses
(http://portal.jogjaprov.go.id).
Hal
tersebut
pusat,
antara
daerah,
rendahnya
tingginya
kesadaran
biaya
orangtua
sekolah,
Peraturan
Daerah
Kota
tanggung jawab bersama antara pemerintah
terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor,
lain:
dengan
pemerintah
dan
provinsi,
masyarakat.
pemerintah
Selain
itu,
akan
Pemerintah kota Yogyakarta menerbitkan
pentingnya sekolah, kondisi sosial ekonomi
peraturan walikota nomor 17 tahun 2010
tentang
pedoman
pemberian
beasiswa
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)3
berprestasi,
yang
didalamnya
memuat
program beasiswa KMS bagi warganya
Kota Yogyakarta. Hal ini berdampak pada
siswa,
SMP Negeri 1 Yogyakarta merupakan
Sekolah Menengah Pertama yang berada di
dimana
siswa
dituntut
untuk
menyesuaikan diri dengan standar nilai di
SMP Negeri 1 Yogyakarta.
kota Yogyakarta dengan jumlah siswa pada
Berdasarkan data pribadi siswa SMP
tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 788
Negeri 1 Yogyakarta diketahui bahwa rata-
siswa. Siswa di Sekolah Menengah Pertama
rata penghasilan orangtua siswa masuk dalam
(SMP) Negeri 1 Yogyakarta terdiri dari
kategori tinggi. Hal tersebut menyebabkan
berbagai macam budaya dan status ekonomi
kesenjangan ekonomi dan sosial antara siswa
keluarga. Di Sekolah Menengah Pertama
KMS dan Non KMS. Penelitian terkait
(SMP) Negeri 1 Yogyakarta terdapat 88 siswa
dilakukan oleh Agustinus Sugeng Widodo
penerima beasiswa KMS yang tergolong
(2013) dengan judul Harga Diri dan Interaksi
dalam keluarga dengan ekonomi rendah.
Sosial Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi
Berdasarkan wawancara dengan mahasiswa
Orang
praktikan magister psikologi UGM pada
perbedaan interaksi sosial antara siswa yang
tanggal 12 April 2014 yang menangani siswa
mengajukan bantuan uang sekolah dengan
KMS di sekolah tersebut terdapat beberapa
siswa yang tidak mengajukan bantuan uang
masalah yang dialami oleh siswa KMS
sekolah. Selanjutnya status dan peranan sosial
diantaranya mereka inferior di kelasnya,
menurut
kurang percaya diri, memiliki permasalahan
Sugeng Widodo, 2013) Status dan peranan
dalam prestasi akademik, sering di ejek
sosial
temannya,
stratifikasi
kurang
dianggap
dalam
Tua
diketahui
Abdulsyani
merupakan
sosial.
bahwa
(dalam
unsur
terdapat
Agustinus
baku
dalam
Stratifikasi
sosial
kelompoknya ketika bergaul maupun saat
menempatkan seseorang atau sekelompok
belajar. Hal ini juga diperkuat dengan
orang pada kedudukan tertentu. Kedudukan
pendapat guru BK yang mengatakan bahwa
tertentu ini tergambar dari hak dan kewajiban
terdapat
yang dimiliki, tingkat penghormatan yang
siswa
KMS
yang
mengalami
kesenjangan dalam hal prestasi belajar di
sekolah.
Penyebab
utamanya
diterima, dan kewenangan yang diakui.
yakni
Agustinus Sugeng Widodo (2013:
Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan
136) lebih lanjut menyatakan bahwa unsur
jatah bagi 30 siswa KMS yang wajib diisi,
yang bisa menjadi faktor pembentukan suatu
oleh karenanya apabila terdapat siswa KMS
kelas sosial, salah satunya adalah dilihat dari
yang nilai akhirnya 17,00 sedangkan nilai
segi sosial ekonomi. Dari sumber ekonomi
standar siswa Non KMS 27,50 maka siswa
terbentuklah kelas sosial ekonomi seperti
KMS tersebut tetap diterima demi memenuhi
kaya dan miskin, ekonomi kuat dan ekonomi
kuota yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
lemah. Stratifikasi sosial dapat terjadi karena
4 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
ada sesuatu yang dibanggakan oleh setiap
VII (11%), kelas VIII (9%) dan kelas IX (8%)
orang
dan masalah penyesuaian diri di sekolah kelas
atau
sekelompok
orang
dalam
kehidupan masyarakat.
Remaja
VII (6%), kelas VIII ( 9%) dan kelas IX (9%).
sebagai
masa
transisi
Berdasarkan
data
sosiometri
pra
mempunyai berbagai tugas perkembangan
penelitian kelas VII, VIII, IX tahun ajaran
yang harus dilalui salah satunya yakni
2014/2015 diketahui terdapat kurang lebih 30
mencapai hubungan baru yang lebih matang
siswa dari 88 siswa Keluarga Menuju
dengan teman sebayanya, menjadikan teman
Sejahtera (KMS) kurang populer dalam
sebayanya sebagai role model nya. Sesuai
berinteraksi
dengan yang diungkapkan oleh Rita Eka
berbagai permasalahan dalam berinteraksi
Izzaty,dkk
(2008:
merupakan
masa
123)
sosial,
mereka
mempunyai
Masa
remaja
sosial di sekolahan. Dimana interaksi sosial
perkembangan
transisi
dapat
berupa hubungan antara individu
antara masa anak-anak dan dewasa yang
dengan kelompok, maupun kelompok dengan
mencakup perubahan biologis, kognitif dan
kelompok.
sosial-emosional. Terdapat beberapa tugas
Data-data tersebut di atas menjadikan
perkembangan remaja yang harus dilewati
ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk
dengan baik, diantaranya yakni a) mencapai
melakukan penelitian dengan membuktikan
hubungan baru dan yang lebih matang dengan
adanya perbedaan interaksi sosial siswa
teman sebaya, b) mencapai peran sosial pria
penerima beasiswa KMS dan Non KMS di
dan wanita c) menerima keadaan fisiknya dan
SMP 1 Yogyakarta. Sehingga penelitian ini
menggunakan tubuhnya secara efektif d)
bermanfaat untuk membantu konselor dan
mengaharapkan dan mencapai perilaku sosial
pihak
yang bertanggung jawab e) mempersiapkan
Yogyakarta untuk terus memperbaiki dan
karier ekonomi f) mempersiapkan perkawinan
mengembangkan kebijakan yang berkaitan
dan keluarga g) memperoleh perangkat nilai
dengan perkembangan aspek pribadi dan
dan sistem etis sebagai pegangan untuk
sosial siswa.
sekolah
serta
pemerintah
Kota
berperilaku mengembangkan ideologi.
Oleh karena itu interaksi sosial sangat
penting bagi remaja untuk dapat bergaul
dengan baik dengan lingkungan sosialnya.
Permasalahan
permasalahan
Menengah
tersebut
yang
Pertama
sesuai
terjadi
(SMP)
di
dengan
Sekolah
Negeri
1
Yogyakarta tahun pelajaran 2013/2014 yakni
terdapat permasalahan hubungan sosial kelas
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
Penelitian
penelitian
komparatif.
ini
kuantitatif
menggunakan
dengan
jenis
pendekatan
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)5
sample test. Maka untuk menguji perbedaan
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
di
SMP
diatas data yang diperoleh harus dinyatakan
Negeri 1 Yogyakarta yang terletak di Cik
normal
Ditiro No. 29 Yogyakarta pada tanggal
diperlukan uji normalitas dan uji homogenitas
6
April 2015 – 18 April 2015.
dan
homogen.
Oleh
sebab
itu
sehingga diperoleh data berikut ini:
1. Uji Normalitas
Uji
Subjek Penelitian
normalitas
dilakukan
dengan
Subjek penelitian adalah siswa kelas
menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov dengan
VII, VIII, IX di SMP Negeri 1 Yogyakarta
taraf signifikan yang digunakan sebesar
yang berjumlah 788 siswa. Agar penelitian
α=0,05. Hasil uji normalitas untuk variabel
lebih
interaksi
efisien
maka
diambil
sampel
sosial
berdasarkan
menggunakan cluster quota random sampling
komputer
sehingga didapatkan sampel sebanyak 50
realease 16 dapat dilihat sebagai berikut ini:
siswa KMS dan 50 siswa Non KMS.
Tabel 1. Hasil Pengujian Normalitas
Prosedur
Pengambilan data diambil dengan
menggunaka angket yang diberikan kepada
program
Nama
K-S
Variabel
Z
Sosial
Siswa
pengambilan data dilakukan dalam waktu 2
KMS
minggu dikarenakan siswa KMS terbagi di
Interaksi
beberapa kelas.
Sosial
Siswa
Data
.071
.200*
.107
.200*
windows
Keterangan
Normal
Normal
Non KMS
Dengan
Data yang diperoleh adalah data
Sig
for
Interaksi
siswa SMP Negeri 1 Yogyakarta. Proses
Data, instrumen, dan Teknik Pengumpulan
SPSS
perhitungan
kolmogrov-smirnov
melihat
pada
signifikansi
tabel
diatas,
interaksi sosial yang berbentuk data interval
didapatkan hasil signifikansi untuk skala
dengan menggunakan skala. Pada pengukuran
interaksi sosial siswa KMS dan Interaksi
interaksi sosial digunakan skala interaksi
sosial siswa Non KMS sebesar 0,200.
sosial yang berjumlah 47 item dengan nilai
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran
realibilitas sebesar 0,740.
data yang dihasilkan oleh kedua data tersebut
berdistribudi normal.
Teknik Analisis data
2. Uji Homogenitas
Metode analisis data menggunakan
Uji Homogenitas dilakukan dengan
teknik statistik Uji T dengan independent
menggunakan uji levene’s test dengan taraf
6 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
signifikan yang digunakan sebesar α=0,05.
Hasil uji homogenitas untuk variabel interaksi
sosial berdasarkan perhitungan komputer
program SPSS for windows realease 16 dapat
dilihat sebagai berikut ini:
Berdasarkan hasil pengolahan data
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas
Interaksi
sosial
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
Dengan melihat
Levene’s Test for
Equality
of
Variances
F
Sig
.580
.448
pada tabel 3 menunjukkan nilai sig(2-tailed)
0,001 berarti nilai p-value<alpha atau sama
dengan 0,001<0,05 maka tolak Ho. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan tingkat kepercayaan 95% data
yang ada tidak mendukung hipotesis Ho yang
artinya terdapat perbedaan interaksi sosial
antara siswa yang mendapat beasiswa KMS
signifikansi
uji
dan non KMS di SMP N 1 Yogyakarta
levene’s test pada tabel diatas, didapatkan
dimana siswa Non KMS mempunyai interaksi
hasil signifikansi untuk skala interaksi sosial
sosial yang lebih tinggi dibanding siswa
sebesar 0,448. Dimana 0,448>0,05. Sehingga
KMS.
dapat disimpulkan bahwa sebaran data yang
dihasilkan bersifat homogen.
HASIL
3. Uji Hipotesis
PEMBAHASAN
PENELITIAN
DAN
Pengujian hipotesis dalam penelitian
Secara umum interaksi sosial siswa
ini menggunakan uji t statistik yaitu dengan
KMS cenderung sedang sedangkan siswa Non
uji beda Independent-Samples T Test pada
KMS memiliki interaksi sosial cenderung
program SPSS for Windows 16.0 yang
tinggi. Distribusi frekuensi relatif interaksi
menghasilkan data berdistribusi normal dan
sosial tercantum pada tabel sebagai berikut:
homogen. Uji t dilakukan untuk mengetahui
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial
apakah terdapat perbedaan interaksi sosial
Siswa KMS
siswa KMS dan Non KMS dengan taraf
No
Kategori
Rentang
Skor
F
%
1. Rendah
47 - 94
0
0%
2. Sedang
95 – 141
36
72%
3. Tinggi
142 – 188
14
28%
signifikansi 5% (0,05) adapun hipotesis nol
dan hipotesis, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)7
Interaksi Sosial Siswa KMS
Interaksi Sosial Siswa Non KMS
72%
80%
52%
60%
60%
48%
40%
28%
40%
Siswa KMS
20%
20%
0%
0%
0%
0%
Tinggi
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Rendah
Grafik 2. Interaksi Sosial Siswa Non KMS
Grafik 1. Interaksi Sosial Siswa KMS
Berdasarkan tabel 4 dan grafik 1
Pada tabel 5 dan grafik 2 terlihat
diatas dapat diketahui bahwa terdapat 14
bahwa siswa Non KMS berada dalam
siswa KMS
pengelompokan
mempunyai
keecenderungan
interaksi
sosial
kategori
interaksi sosial berkategori tinggi atau setara
tinggi sebanyak 26 siswa setara dengan
dengan 28%, siswa yang berada pada
(52%),
kemampuan interaksi sosial sedang sebanyak
kategori sedang sebanyak 24 siswa setara
36 siswa (72%) dan tidak terdapat siswa KMS
dengan (48%) dan tidak terdapat siswa Non
yang mempunyai kemampuan interaksi sosial
KMS yang masuk pada kategori rendah.
yang masuk dalam kategori rendah. Dengan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
demikian dapat disimpulkan bahwa siswa
siswa Non KMS mempunyai kemampuan
KMS memiliki kemampuan interaksi sosial
interaksi
yang sedang yaitu artinya bahwa siswa KMS
dikatakan baik.
memiliki kemampuan interaksi sosial yang
cukup baik.
Siswa
sedangkan
sosial
yang
termasuk
yang tinggi
pada
dan dapat
Sedangkan perbedaan interaksi sosial
siswa KMS dan Non KMS pada setiap aspek
Non
kecenderungan
KMS
responden siswa KMS diketahui bahwa dalam
Distribusi frekuensi relatif interaksi sosial
aspek kerjasama sebanyak 6 siswa KMS
siswa Non KMS tercantum pada tabel sebagai
setara dengan 12% memiliki kategori tinggi
berikut:
dan 44 siswa setara dengan 88% siswa masuk
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial
dalam kategori sedang dan tidak terdapat
Siswa Non KMS
siswa yang masuk dalam kategori rendah,
Kategori
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
Rentang
Skor
47 - 94
berikut
akan dijelaskan sebagai berikut, sejumlah 50
adalah
No
tinggi,
mempunyai
F
%
0
0%
24
48%
siswa setara dengan 48% memiliki kategori
26
52%
rendah. Dalam aspek konflik terdapat 9 siswa
dalam aspek persaingan terdapat 26 siswa
KMS
95– 141
142-188
setara dengan
52% siswa KMS
memiliki kategori tinggi dan terdapat 24
8 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
setara dengan 18% memiliki kategori tinggi
aspek akomodasi terdapat 36 siswa setara
dan 41 siswa setara dengan 82% masuk dalam
dengan 72% termasuk dalam kategori tinggi,
kategori sedang serta tidak terdapat siswa
14 siswa setara dengan 28% masuk dalam
KMS yang masuk dalam kategori rendah.
kategori sedang dan tidak terdapat siswa yang
Kemudian dalam aspek akomodasi terdapat
masuk dalam kategori rendah. Pada aspek
21 siswa KMS atau setara dengan 42% masuk
dukungan sosial, 42 siswa non KMS setara
dalam kategori tinggi dan terdapat 29 siswa
dengan 84% termasuk dalam kategori tinggi,
KMS setara dengan 58% masuk dalam
8 siswa setara dengan 16% termasuk dalam
kategori sedang serta tidak terdapat siswa
kategori sedang. Sedangkan untuk kategori
KMS yang berkategori rendah pada aspek
rendah, tidak ada siswa yang masuk dalam
akomodasi. Dalam aspek dukungan sosial
kategori tersebut.
siswa KMS terdapat 26 siswa setara dengan
Berdasarkan pengujian yang dilakukan
52% yang masuk dalam kategori tinggi, 24
dalam penelitian yang berjudul “Perbedaan
siswa KMS setara dengan 48% masuk dalam
Interaksi Sosial Siswa Penerima dan Non
kategori sedang dan tidak terdapat siswa
Penerima Kartu Menuju Sejahtera di SMP
KMS yang masuk dalam kategori rendah
Negeri 1 Yogyakarta” ini, diketahui hipotesis
dalam aspek dukungan sosial.
yang menyatakan bahwa “terdapat perbedaan
Pada siswa Non KMS terdapat 50
interaksi sosial antara siswa KMS dan Non
responden yang mengisi data skala interaksi
KMS di SMP N 1 Yogyakarta. Artinya, siswa
sosial dan diketahui bahwa terdapat 16 siswa
Non KMS mempunyai interaksi sosial yang
setara dengan 32% masuk dalam kategori
lebih tinggi dibanding dengan siswa KMS”,
tinggi, 34 siswa setara dengan 68% masuk
sehingga hipotesis tersebut diterima. Hasil
dalam kategori sedang dan tidak terdapat
penelitian
siswa yang masuk dalam kategori rendah.
perbedaan interaksi sosial antara siswa KMS
Dalam aspek persaingan terdapat 16 siswa
dan Non KMS, hal ini sesuai dengan
Non KMS setara dengan 32% masuk dalam
penelitian yang dilakukan oleh Agustinus
kategori tinggi, 34 siswa Non KMS setara
Sugeng Widodo (2013) dengan judul Harga
dengan 68% masuk dalam kategori sedang
Diri dan Interaksi Sosial Ditinjau dari Status
dan tidak terdapat siswa yang berkategori
Sosial Ekonomi Orang Tua diketahui bahwa
rendah dalam hal persaingan. Dalam aspek
terdapat perbedaan interaksi sosial antara
konflik, terdapat 15 siswa setara dengan 30%
siswa yang mengajukan bantuan uang sekolah
masuk dalam kategori tinggi, 35 siswa Non
dengan siswa yang tidak mengajukan bantuan
KMS setara dengan 70% memiliki kategori
uang sekolah. Hal ini diperkuat dengan
sedang dan tidak terdapat siswa yang masuk
pendapat
dalam kategori rendah. Selanjutnya dalam
menyatakan bahwa status dan peranan sosial
ini
menunjukkan
Abdulsyani
(2007:91)
terdapat
yang
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)9
merupakan unsur baku dalam stratifikasi
siswa KMS di sekolah tersebut, mengatakan
sosial.
menempatkan
bahwa sebagian siswa KMS merasa minder,
seseorang atau sekelompok orang pada
terisolir dan dicuekin oleh teman kelasnya
kedudukan tertentu. Kedudukan tertentu ini
yang disebabkan karena kesenjangan ekonomi
tergambar dari hak dan kewajiban yang
dan prestasi akademik. Berdasarkan penelitian
dimiliki, tingkat penghormatan yang diterima,
yang telah dilakukan diketahui bahwa siswa
dan kewenangan yang diakui. Unsur yang
Non KMS mempunyai kemampuan bergaul
bisa menjadi faktor pembentukan suatu kelas
yang baik. Hal ini selaras dengan pendapat
sosial, salah satunya adalah dilihat dari segi
Rita Eka Izzaty,dkk (2008: 137) menyatakan
sosial
bahwa agar remaja dapat bergaul dengan baik
Stratifikasi
ekonomi.
sosial
Dari
sumber
ekonomi
terbentuklah kelas sosial ekonomi seperti
dengan
kaya dan miskin, ekonomi kuat dan ekonomi
kompetensi sosial yang berupa kemampuan
lemah. Stratifikasi sosial dapat terjadi karena
dan
ada sesuatu yang dibanggakan oleh setiap
oranglain,
orang
acceptance) dalam kelompok remaja sangat
atau
sekelompok
orang
dalam
kehidupan masyarakat.
kerjasama.
Siswa
sosialnya
keterampilan
diperlukan
berhubungan
penerimaan
dengan
sosial
(social
tergantung pada: a) kesan pertama, b)
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari
aspek
kelompok
Non
KMS
mempunyai kecenderungan kerjasama lebih
penampilan yang menarik, c) partisipasi sosial
d)
perasaan
humor
yang
dimiliki,
e)
keterampilan berbicara dan f) kecerdasan.
tinggi dibandingkan dengan siswa KMS
Perbedaan yang kedua, dalam aspek
ditunjukkan dengan kemampuan kerjasama
konflik. Siswa Non KMS lebih tinggi
yang tinggi dengan teman sejenis, teman
dibanding
lawan jenis, guru dan karyawan di sekolah.
ditunjukkan dengan mampu berbeda pendapat
Hal ini sesuai dengan pendapat Soerjono
dengan teman sebaya, menyindir teman,
Soekanto (2000: 79) yang menyatakan bahwa
berani menegur guru apabila melakukan
kerjasama merupakan suatu usaha bersama
kesalahan. Hal ini sesuai dengan pendapat
antara orang perorangan atau kelompok
Leopold von Weise dimana bentuk-bentuk
manusia untuk mencapai satu atau beberapa
konflik
tujuan bersama. Siswa Non KMS lebih
perlawanan, perbuatan menghalang-halangi,
nyaman melakukan kerjasama dengan teman
protes,
sebaya, berdiskusi dengan teman lawan jenis
kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak
dan aktif bertanya kepada guru dibandingkan
lain, menyangkal pernyataan orang lain
dengan siswa KMS. Berdasarkan wawancara
dimuka umum, memaki-maki melalui surat-
yang dilakukan peneliti terhadap mahasiswa
surat, mencerca, memfitnah, melemparkan
praktikan magister UGM yang menangani
beban pembuktian ke pihak lain (Soerjono
dengan
yakni,
siswa
penolakan,
gangguan-gangguan,
KMS.
Hal
keenganan,
perbuatan
10 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
Soekanto, 2000: 104). Siswa Non KMS
sehingga siswa KMS sulit menyesuaikan diri
mampu menunjukkan pendapatnya, berani
dalam hal pembelajaran di sekolah. Tujuan
menegur guru apabila melakukan kesalahan
akomodasi
dikarenakan mereka mempunyai kepercayaan
(2000: 83) antara lain untuk mengurangi
diri yang tinggi dan merasa dihargai.
pertentangan
Rita
menurut
antar
Soerjono
Soekonto
individu
ataupun
Eka Izzaty, dkk (2008: 137) berpendapat
kelompok, meledaknya suatu pertentangan,
bahwa, remaja mencari bantuan emosoional
memungkinkan terjadinya kerjasama antara
dalam kelompoknya salah satunya dengan
kelompok-kelompok
pemuasan intelektual juga didapatkan oleh
mengusahakan peleburan antara kelompok-
remaja
melalui
kelompok sosial yang terpisah. Pendapat ini
memecahkan
menguatkan bahwa dengan akomodasi dapat
dalam
berdiskusi,
kelompoknya
berdebat
untuk
masalah.
sosial,
dan
mengurangi pertentangan antar siswa dengan
Ketiga, dalam aspek akomodasi siswa
siswa, guru maupun karyawan di sekolah
Non KMS lebih tinggi dibandingkan dengan
serta memungkinkan terjadinya kerjasama,
siswa KMS yang ditunjukkan dengan cara
peleburan dan penyesuaian diri yang baik
ikut belajar ketika teman yang lain belajar,
antara siswa KMS dan Non KMS .
mentaati semua peraturan sekolah, kondisi di
Keempat, dilihat dari aspek dukungan
kelas sesuai dengan pribadi siswa. Ini sesuai
sosial siswa Non KMS memiliki dukungan
dengan pendapat Gillin dan Gillin dalam
sosial yang lebih tinggi dibanding dengan
Soerjono
yang
siswa KMS. Dukungan sosial didapatkan dari
menjelaskan bahwa akomodasi merupakan
teman sejenis, teman lawan jenis, guru serta
suatu
proses dalam hubungan-hubungan
karyawan di sekolah. Bentuk dukungan sosial
sosial yang sama, artinya dengan pengertian
antara lain dibantu teman ketika mendapatkan
adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh
kesulitan, guru dan teman mendorong untuk
ahli-ahli biologi yang menunjuk pada suatu
rajin
proses dimana makhluk hidup menyesuaikan
menyelesaikan masalah yaang dihadapi siswa.
diri
disekitarnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hopfoll yang
Berdasarkan wawancara dengan guru BK,
menyatakan bahwa dukungan sosial sebagai
beliau mengatakan bahwa untuk memenuhi
interaksi sosial atau hubungan sosial yang
kuota KMS yang telah ditetapkan oleh
memberikan
Pemkot Yogyakarta dan
perasaan kasih sayang kepada individu atau
Soekanto
dengan
(2000:
lingkungan
82)
wajib diisi oleh
belajar,
guru
bantuan
yang
nyata
mendapat nilai dibawah standar SMP Negeri
bersangkutan, sebagai perhatian atau cinta
1
(Nur Hasan, 2013).
menimbulkan
kesenjangan dalam hal prestasi akademik
oleh
atau
kelompok
sehingga
dirasakan
membantu
sekolah, sekolah menerima siswa KMS yang
Yogyakarta,
yang
BK
yang
Perbedaan dukungan
sosial antara siswa KMS dan Non KMS
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)11
menurut Saefullah Safii (2011: 122-123)
mengimitasi
yakni: “Families with low social economic
(Bimo Walgito, 2003: 66). Alasan lain juga
status
diperkuat oleh Abu Ahmadi (2002: 63) yang
not
only
lack
financial,
social,
kegiatan
manusia
educational support from their sibling, peers
menyatakan
or the community at largers, they may also be
dorongan untuk menjadi identik (sama)
deprivied of communal support around them
dengan orang lain, baik secara lahiriah
at crucial times in their life”. Pernyataan ini
ataupun batiniah. Proses identifikasi ini mula-
berarti bahwa siswa yang berasal dari
mula berlangsung secara tidak sadar (secara
keluarga yang status ekonominya rendah,
dengan
tidak hanya kekurangan dukungan finansial,
(perasaan-perasaan
sosial, pendidikan dari saudara mereka, rekan-
kecenderungan
rekan atau masyarakat keseluruhan, mereka
diperhitungkan secara rasional) dan yang
juga
dari
ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi
kelompok mereka pada waktu yang sangat
sistem norma-norma, cita-cita dan pedoman-
penting dalam hidup mereka. Hal ini sesuai
pedoman
dengan penelitan ini dimana siswa KMS yang
mengidentifikasikan
mempunyai
rendah
berusaha untuk menjadi sama dan meniru apa
mendapatkan dukungan sosial yang lebih
yang dilakukan oleh teman yang lain baik
rendah yakni (52%)
dalam hal fashion, akademik ataupun dalam
dapat
kehilangan
status
dukungan
ekonomi
dibandingkan dengan
siswa Non KMS (84%).
bahwa
lainnya”
sendirinya)
identifikasi
kemudian
atau
irrasional
kecenderungan-
dirinya
tingkah
berarti
yang
laku
itu.
tidak
orang
yang
Siswa
KMS
hal memilih teman. Siswa KMS mempunyai
Kelima, dalam hal persaingan siswa
harapan dan cita-cita yang tinggi akan tetapi
KMS lebih tinggi dibanding dengan siswa
mereka
mempunyai
Non KMS, persaingan ini berupa persaingan
meraihnya berbeda dengan siswa Non KMS
dengan teman dalam bidang akademik,
yang sudah mempunyai
fashion serta dalam memilih teman. Siswa
sehingga
sebagai remaja cenderung ingin sama dengan
semangat persaingan yang lebih rendah.
siswa
keterbatasan
Non
untuk
segala fasilitas
KMS
mempunyai
teman yang lainnya, baik dalam hal fashion,
Berdasarkan beberapa uraian diatas
akademik maupun dalam memilih teman. Hal
maka dapat disimpulkan bahwa interaksi
ini sesuai dengan pendapat Gerungan yang
sosial sangat penting bagi siswa sebagai
mengatakan bahwa masyarakat itu tiada lain
proses untuk membentuk jati diri atau
dari
identitas dirinya yang dapat dilakukan dalam
pengelompokan
manusia,
dimana
individu-individu yang satu mengimitasikan
bentuk
dari
akomodasi serta dukungan sosial.
yang lain dan
sebaliknya
bahkan
kerjasama,
persaingan,
diperkuat
sebenarnya
disampaikan oleh Soerjono Soekanto (2012:
manusia
mulai
penjelasan
Hal ini
masyarakat itu baru menjadi masyarakat yang
apabila
dengan
konflik,
yang
12 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
55) yang menjelaskan bahwa interaksi sosial
sedang terdapat 34 siswa setara dengan
merupakan dasar proses sosial yang menunjuk
(68%), dalam aspek konflik 15 siswa setara
pada
yang
dengan (30%) masuk dalam kategori tinggi,
dinamis, pergaulan hidup baru akan terjadi
35 siswa setara dengan 70% masuk dalam
apabila orang perorangan atau kelompok-
kategori sedang dan tidak terdapat siswa yang
kelompok
saling
masuk dalam kategori rendah, pada aspek
berbicara, dan seterusnya mencapai suatu
akomodasi terdapat 36 siswa atau (72%)
tujuan bersama, mengadakan persaingan,
masuk dalam kategori tinggi dan 14 siswa
pertikaian dan sebagainya. Dengan demikian
setara dengan (28%) masuk dalam kategori
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sedang serta tidak terdapat siswa yang masuk
dapat diambil kesimpulan ada perbedaan
dalam kategori rendah, pada aspek dukungan
interaksi
penerima
sosial dukungan sosial terdapat 42 siswa
beasiswa KMS dan Non KMS di SMP Negeri
setara dengan (84%) masuk dalam kategori
1 Yogyakarta dimana interaksi sosial siswa
tinggi dan 8 siswa setara dengan (16%) masuk
Non KMS lebih tinggi dibandingkan dengan
dalam kategori sedang serta tidak terdapat
siswa KMS.
siswa yang masuk dalam kategori rendah.
hubungan-hubungan
manusia
sosial
sosial
bekerjasama,
antara
siswa
Siswa KMS cenderung tinggi pada aspek
KESIMPULAN DAN SARAN
persaingan yaitu 26 siswa setara dengan
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
interaksi sosial siswa KMS dan Non KMS di
SMP N 1 Yogyakarta, menunjukkan bahwa:
1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan interaksi sosial antara
siswa KMS dan Non KMS di SMP N 1
Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015, dimana
siswa Non KMS mempunyai interaksi sosial
yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
KMS. 2) Secara umum interaksi sosial siswa
KMS cenderung sedang sedangkan siswa Non
KMS memiliki interaksi sosial cenderung
tinggi.
Siswa
Non
KMS
mempunyai
kecenderungan tinggi pada aspek kerjasama
yakni sebanyak 16 siswa setara dengan (32%)
masuk dalam kategori tinggi, pada kategori
(52%) masuk dalam kategori tinggi dan 24
siswa setara dengan (48%) masuk dalam
kategori sedang dan tidak terdapat siswa yang
masuk dalam kategori rendah. Pada aspek
kerjasama, konflik, akomodasi dan dukungan
sosial siswa KMS cenderung masuk dalam
kategori sedang dengan perincian sebagai
berikut, pada aspek kerjasama terdapat 6
siswa setara dengan (12%) masuk pada
kategori tinggi dan 44 siswa setara dengan
(88%) masuk pada kategori sedang, aspek
konflik terdapat 9 siswa setara dengan (18%)
masuk dalam kategori tinggi dan 41 siswa
setara dengan (82%) masuk dalam kategori
sedang serta tidak terdapat siswa yang masuk
dalam
kategori
renndah,
pada
aspek
akomodasi terdapat 21 siswa setara dengan
Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)13
(42%) masuk dalam kategori tinggi dan 29
dan
siswa setara dengan (58%) masuk dalam
menumbuhkan
kategori rendah serta tidak terdapat siswa
menghargai dan dukungan sosial antar siswa.
yang masuk dalam kategori rendah, pada
3)
aspek dukungan sosial terdapat 26 siswa
memberikan motivasi kepada anak untuk
setara dengan (52%) masuk dalam kategori
membangun kepercayaan diri bagi anak,
tinggi, 24 siswa setara dengan 48% masuk
sehingga anak dapat bergaul dan berinteraksi
dalam kategori sedang serta tidak terdapat
dengan baik di lingkungannya. 4) Bagi Siswa
siswa yang masuk dalam kategori rendah.
KMS, sebaiknya siswa KMS tidak perlu
Saran
minder, kurang percaya diri, rendah diri dan
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini,
lain
maka peneliti menngemukakan saran sebagai
pendidikan itu sama untuk semua orang dan
berikut: 1) Bagi Kepala Sekolah pertama,
tidak ada deskriminasi. 5) Bagi Siswa Non
sebaiknya pihak sekolah meningkatkan dan
KMS, sebaiknya siswa Non KMS saling
mewajibkan siswa untuk mengikuti organisasi
membantu dan menghargai siswa KMS dan
ataupun
paham akan adanya perbedaan suku, budaya
ekstrakurikuler
untuk
melatih
kemampuan soft skill siswa untuk menunjang
konseling
Bagi
teman
simpati
orangtua,
sebagainya
sebaya
dan
rasa
sebaiknya
karena
untuk
pada
saling
orantua
dasarnya
dan ekonomi di sekolah tersebut.
kemampuan siswa dalam berinteraksi dan
bersosialisasi dengan orang lain. Kedua,
DAFTAR PUSTAKA
Siswa baru yang diterima di SMP N 1
Abdulsyani.(2007). Sosiologi Skematika,
Teori, dan Terapan. Jakarta: PT.
BumiAksara
Yogyakarta sebaiknya diberi pelatihan khusus
untuk membangun konsep diri (self concept),
kepercayaan diri (self confidence),identitas
diri (self identity) serta penerimaan diri (self
Abu
Ahmadi. (2002). Psikologi
Jakarta: Rineka cipta.
Sosial.
antara lain sebaiknya guru BK memberikan
Agustinus Sugeng Widodo. (2013). Harga
Diri Dan Interaksi Sosial Ditinjau Dari
Status Sosial Ekonomi Orang Tua.
Diakses
dari
http://download.portalgaruda.org/articl
e.php?article=253815&val=6847&title
=Harga%20Diri%20Dan%20Interaksi
%20Sosial%20%20Ditinjau%20Dari%
20Status%20Sosial%20Ekonomi%20Or
ang%20Tua. Diakses pada tanggal 11
Januari 2015 pukul 16.05
layanan permainan yang berkaitan dengan
Bimo
acceptance),
bekal
untuk
sehingga
siswa
menyesuaikan
mempunyai
diri
dengan
kebiasaan dan kultur di SMP N 1 Yogyakarta
2) Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Sebaiknya guru BK lebih meningkatkan
pelayanannya dalam aspek pribadu dan sosial,
kerjasama, konflik, akomodasi dan dukungan
sosial antara siswa KMS dan Non KMS serta
perlu perlu dilaksanakan konseling kelompok
Walgito.(2003). Psikologi Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakrta.
Nur Hasan, dkk. (2013). Hubungan Antara
Dukungan Sosial Dengan Strategi
Coping Pada Penderita Stroke Rsud Dr.
14 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015
Moewardi Surakarta. Jurnal Talenta
Psikologi Vol II. Hal 48
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5
Tahun
2008
tentang
Sistem
Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Walikota Yogyakarta No. 17 tahun
2010 tentang Pedoman Pemberian
Beasiswa Berprestasi.
Pedoman APBN-P Dekonsentrasi SMA.
2010.
.(http://portal.jogjaprov.go.id/attachme
nts/article/159/BKMM21.pdf)
Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan
Peseta Didik. Yogyakarta. UNY Press..
Saefullah
Safii.
(2011).
Effect
of
Socioeconmic Status of Student
Achievement. International Journal of
Social Sciences and Education. Vol 1.
Hal 119-128
Soerjono Soekanto. (2012). Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soerjono Soekant. (2000). Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sugihartono,
dkk.
(2007).
Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Download