PERBEDAAN INTERAKSI SOSIAL SISWA PENERIMA DAN NON PENERIMA KARTU MENUJU SEJAHTERA DI SMP NEGERI 1 YOGYAKARTA ARTIKEL E-JOURNAL Oleh Alfi Nurrochmah NIM. 11104241030 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JUNI 2015 2 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)1 PERBEDAAN INTERAKSI SOSIAL SISWA PENERIMA DAN NON PENERIMA KARTU MENUJU SEJAHTERA DI SMP NEGERI 1 YOGYAKARTA THE SOCIAL INTERACTION DIFFERENCE BETWEEN THE STUDENTS ACHIEVING KARTU MENUJU SEJAHTERA AND THOSE NON ACHIEVING KARTU MENUJU SEJAHTERA at SMP N 1 YOGYAKARTA Oleh: Alfi Nurrochmah, Universitas Negeri Yogyakarta [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan interaksi sosial siswa penerima dan non penerima KMS di SMP Negeri 1 Yogyakarta serta untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial siswa KMS dan Non KMS di SMP Negeri 1 Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan komparasi. Subjek penelitian siswa kelas VII, VIII dan IX dengan 50 siswa KMS dan 50 siswa Non KMS. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster quota random sampling. Alat pengumpulan data menggunakan skala interaksi sosial, uji validitas menggunakan expert judgement dan reliabilitas dengan nilai 0,740. Analisis data menggunakan teknik analisis statistik uji-t. Hasil penelitian menunjukkan angka signifikansi 0,001. Hasil tersebut berarti terdapat perbedaan interaksi sosial antara siswa KMS dan Non KMS, dimana siswa Non KMS mempunyai interaksi sosial yang lebih tinggi dibanding siswa KMS. Secara umum siswa KMS mempunyai kecenderungan interaksi sosial sedang dan siswa Non KMS mempunyai kecenderungan interaksi sosial tinggi. Siswa KMS cenderung tinggi pada aspek persaingan yaitu 52% dan cenderung sedang pada aspek kerjasama yakni 12%, konflik 18%, akomodasi 42% serta dukungan sosial 52% sedangkan siswa Non KMS cenderung tinggi pada aspek kerjasama 32%, konflik 30%, akomodasi 72%, dukungan sosial 84% dan memiliki kategori sedang pada aspek persaingan 32%. Kata Kunci: interaksi sosial, program kartu menuju sejahtera Abstrack This research is aimed to knowing whether there is social interaction difference between the students achieving KMS and those Non KMS at SMP N 1 Yogyakarta and knowing how they social interaction one another. The research is quantitative research using comparative approach. The subjects of this research are seventh to ninth graders including 50 KMS students and 50 Non KMS students. The sampling technique used in this research is cluster quota random sampling. To compile the data social interaction scale is applied, while expert judgement is used for validity test and result of reliability test scores 0,740. Data analysis applies t-test statistic analysis technique. The result of this research shows 0,001 significance number. This means that there are indeed several differences between KMS students and Non KMS ones. The Non KMS students have higher social interaction ability than KMS students. In general KMS students only have average social interaction ability. The KMS students score high 52% in competition aspect and they score average 12% in cooperation aspect, 18% in conflict aspect, 42% in accomodation aspect, and 52% in social support aspect while Non KMS students score high in 32% in cooperation aspect, 30% in accomodation aspect, 84% in social support aspect and they scores average 32% in competition aspect. Key word: social interaction, kartu menuju sejahtera’s programs. 2 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk keluarga serta keterbatasan, dan kesulitan dalam mengakses infrastruktur sekolah. mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun putus sekolah di Daerah untuk Istimewa Yogyakarta menurut data Badan upaya Pusat Statistik tahun ajaran 2011/2012 pada pengajaran dan pelatihan (Sugihartono, dkk, jenjang SMP/Sederajat dan SD/Sederajat 2007: 3). Akan tetapi, tidak semua anak dapat masing-masing mengenyam yang 17,58%. Besarnya prosentase anak putus kondisi sekolah pada jenjang ini harus dijadikan ekonomi keluarga, minimnya penghasilan perhatian serius dari pemerintah. Presentase orangtua serta mahalnya biaya sekolah. tersebut kontraproduktif dengan kebijakan mendewasakan disebabkan kelompok Anak manusia bangku karena melalui pendidikan keterbatasan Berdasarkan data Pedoman APBN-P Dekonsentrasi SMA (2010: 4) dijelaskan wajib belajar Departemen Pendidikan 20,97% sembilan tahun dan yang dicanangkan oleh pemerintah. bahwa data dari Badan Penelitian dan Pengembangan mencapai KMS merupakan identitas layanan bagi program jaminan kesehatan menunjukkan 255,2 ribu siswa SMP/MTS Yogyakarta. Kartu Menuju Sejahtera tersebut putus sekolah dan pada tahun yang sama dari dapat dipergunakan untuk jaminan layanan total lulusan SMP/MTS sebanyak 3.018 juta kesehatan siswa, pembagian melanjutkan ribu siswa pendidikan tidak ke dapat jenjang Kota dan Nasional (Balitbang Depdiknas) tahun 2008 412,1 Pemerintah pendidikan (askeskin), beras miskin (Pemkot) memudahkan (raskin), serta penyaluran beasiswa bagi siswa tidak mampu. SMA/SMK/MA. Fakta diatas menunjukkan Sesuai suatu fenomena sosial bahwa semakin miskin Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2008 tentang masyarakat untuk Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 38 pendidikan ayat (1), pendanaan pendidikan menjadi akan semakin sulit mengakses (http://portal.jogjaprov.go.id). Hal tersebut pusat, antara daerah, rendahnya tingginya kesadaran biaya orangtua sekolah, Peraturan Daerah Kota tanggung jawab bersama antara pemerintah terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor, lain: dengan pemerintah dan provinsi, masyarakat. pemerintah Selain itu, akan Pemerintah kota Yogyakarta menerbitkan pentingnya sekolah, kondisi sosial ekonomi peraturan walikota nomor 17 tahun 2010 tentang pedoman pemberian beasiswa Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)3 berprestasi, yang didalamnya memuat program beasiswa KMS bagi warganya Kota Yogyakarta. Hal ini berdampak pada siswa, SMP Negeri 1 Yogyakarta merupakan Sekolah Menengah Pertama yang berada di dimana siswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan standar nilai di SMP Negeri 1 Yogyakarta. kota Yogyakarta dengan jumlah siswa pada Berdasarkan data pribadi siswa SMP tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 788 Negeri 1 Yogyakarta diketahui bahwa rata- siswa. Siswa di Sekolah Menengah Pertama rata penghasilan orangtua siswa masuk dalam (SMP) Negeri 1 Yogyakarta terdiri dari kategori tinggi. Hal tersebut menyebabkan berbagai macam budaya dan status ekonomi kesenjangan ekonomi dan sosial antara siswa keluarga. Di Sekolah Menengah Pertama KMS dan Non KMS. Penelitian terkait (SMP) Negeri 1 Yogyakarta terdapat 88 siswa dilakukan oleh Agustinus Sugeng Widodo penerima beasiswa KMS yang tergolong (2013) dengan judul Harga Diri dan Interaksi dalam keluarga dengan ekonomi rendah. Sosial Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Berdasarkan wawancara dengan mahasiswa Orang praktikan magister psikologi UGM pada perbedaan interaksi sosial antara siswa yang tanggal 12 April 2014 yang menangani siswa mengajukan bantuan uang sekolah dengan KMS di sekolah tersebut terdapat beberapa siswa yang tidak mengajukan bantuan uang masalah yang dialami oleh siswa KMS sekolah. Selanjutnya status dan peranan sosial diantaranya mereka inferior di kelasnya, menurut kurang percaya diri, memiliki permasalahan Sugeng Widodo, 2013) Status dan peranan dalam prestasi akademik, sering di ejek sosial temannya, stratifikasi kurang dianggap dalam Tua diketahui Abdulsyani merupakan sosial. bahwa (dalam unsur terdapat Agustinus baku dalam Stratifikasi sosial kelompoknya ketika bergaul maupun saat menempatkan seseorang atau sekelompok belajar. Hal ini juga diperkuat dengan orang pada kedudukan tertentu. Kedudukan pendapat guru BK yang mengatakan bahwa tertentu ini tergambar dari hak dan kewajiban terdapat yang dimiliki, tingkat penghormatan yang siswa KMS yang mengalami kesenjangan dalam hal prestasi belajar di sekolah. Penyebab utamanya diterima, dan kewenangan yang diakui. yakni Agustinus Sugeng Widodo (2013: Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan 136) lebih lanjut menyatakan bahwa unsur jatah bagi 30 siswa KMS yang wajib diisi, yang bisa menjadi faktor pembentukan suatu oleh karenanya apabila terdapat siswa KMS kelas sosial, salah satunya adalah dilihat dari yang nilai akhirnya 17,00 sedangkan nilai segi sosial ekonomi. Dari sumber ekonomi standar siswa Non KMS 27,50 maka siswa terbentuklah kelas sosial ekonomi seperti KMS tersebut tetap diterima demi memenuhi kaya dan miskin, ekonomi kuat dan ekonomi kuota yang telah ditetapkan oleh Pemerintah lemah. Stratifikasi sosial dapat terjadi karena 4 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 ada sesuatu yang dibanggakan oleh setiap VII (11%), kelas VIII (9%) dan kelas IX (8%) orang dan masalah penyesuaian diri di sekolah kelas atau sekelompok orang dalam kehidupan masyarakat. Remaja VII (6%), kelas VIII ( 9%) dan kelas IX (9%). sebagai masa transisi Berdasarkan data sosiometri pra mempunyai berbagai tugas perkembangan penelitian kelas VII, VIII, IX tahun ajaran yang harus dilalui salah satunya yakni 2014/2015 diketahui terdapat kurang lebih 30 mencapai hubungan baru yang lebih matang siswa dari 88 siswa Keluarga Menuju dengan teman sebayanya, menjadikan teman Sejahtera (KMS) kurang populer dalam sebayanya sebagai role model nya. Sesuai berinteraksi dengan yang diungkapkan oleh Rita Eka berbagai permasalahan dalam berinteraksi Izzaty,dkk (2008: merupakan masa 123) sosial, mereka mempunyai Masa remaja sosial di sekolahan. Dimana interaksi sosial perkembangan transisi dapat berupa hubungan antara individu antara masa anak-anak dan dewasa yang dengan kelompok, maupun kelompok dengan mencakup perubahan biologis, kognitif dan kelompok. sosial-emosional. Terdapat beberapa tugas Data-data tersebut di atas menjadikan perkembangan remaja yang harus dilewati ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk dengan baik, diantaranya yakni a) mencapai melakukan penelitian dengan membuktikan hubungan baru dan yang lebih matang dengan adanya perbedaan interaksi sosial siswa teman sebaya, b) mencapai peran sosial pria penerima beasiswa KMS dan Non KMS di dan wanita c) menerima keadaan fisiknya dan SMP 1 Yogyakarta. Sehingga penelitian ini menggunakan tubuhnya secara efektif d) bermanfaat untuk membantu konselor dan mengaharapkan dan mencapai perilaku sosial pihak yang bertanggung jawab e) mempersiapkan Yogyakarta untuk terus memperbaiki dan karier ekonomi f) mempersiapkan perkawinan mengembangkan kebijakan yang berkaitan dan keluarga g) memperoleh perangkat nilai dengan perkembangan aspek pribadi dan dan sistem etis sebagai pegangan untuk sosial siswa. sekolah serta pemerintah Kota berperilaku mengembangkan ideologi. Oleh karena itu interaksi sosial sangat penting bagi remaja untuk dapat bergaul dengan baik dengan lingkungan sosialnya. Permasalahan permasalahan Menengah tersebut yang Pertama sesuai terjadi (SMP) di dengan Sekolah Negeri 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2013/2014 yakni terdapat permasalahan hubungan sosial kelas METODE PENELITIAN Jenis penelitian Penelitian penelitian komparatif. ini kuantitatif menggunakan dengan jenis pendekatan Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)5 sample test. Maka untuk menguji perbedaan Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP diatas data yang diperoleh harus dinyatakan Negeri 1 Yogyakarta yang terletak di Cik normal Ditiro No. 29 Yogyakarta pada tanggal diperlukan uji normalitas dan uji homogenitas 6 April 2015 – 18 April 2015. dan homogen. Oleh sebab itu sehingga diperoleh data berikut ini: 1. Uji Normalitas Uji Subjek Penelitian normalitas dilakukan dengan Subjek penelitian adalah siswa kelas menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov dengan VII, VIII, IX di SMP Negeri 1 Yogyakarta taraf signifikan yang digunakan sebesar yang berjumlah 788 siswa. Agar penelitian α=0,05. Hasil uji normalitas untuk variabel lebih interaksi efisien maka diambil sampel sosial berdasarkan menggunakan cluster quota random sampling komputer sehingga didapatkan sampel sebanyak 50 realease 16 dapat dilihat sebagai berikut ini: siswa KMS dan 50 siswa Non KMS. Tabel 1. Hasil Pengujian Normalitas Prosedur Pengambilan data diambil dengan menggunaka angket yang diberikan kepada program Nama K-S Variabel Z Sosial Siswa pengambilan data dilakukan dalam waktu 2 KMS minggu dikarenakan siswa KMS terbagi di Interaksi beberapa kelas. Sosial Siswa Data .071 .200* .107 .200* windows Keterangan Normal Normal Non KMS Dengan Data yang diperoleh adalah data Sig for Interaksi siswa SMP Negeri 1 Yogyakarta. Proses Data, instrumen, dan Teknik Pengumpulan SPSS perhitungan kolmogrov-smirnov melihat pada signifikansi tabel diatas, interaksi sosial yang berbentuk data interval didapatkan hasil signifikansi untuk skala dengan menggunakan skala. Pada pengukuran interaksi sosial siswa KMS dan Interaksi interaksi sosial digunakan skala interaksi sosial siswa Non KMS sebesar 0,200. sosial yang berjumlah 47 item dengan nilai Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran realibilitas sebesar 0,740. data yang dihasilkan oleh kedua data tersebut berdistribudi normal. Teknik Analisis data 2. Uji Homogenitas Metode analisis data menggunakan Uji Homogenitas dilakukan dengan teknik statistik Uji T dengan independent menggunakan uji levene’s test dengan taraf 6 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 signifikan yang digunakan sebesar α=0,05. Hasil uji homogenitas untuk variabel interaksi sosial berdasarkan perhitungan komputer program SPSS for windows realease 16 dapat dilihat sebagai berikut ini: Berdasarkan hasil pengolahan data Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Interaksi sosial Equal variances assumed Equal variances not assumed Dengan melihat Levene’s Test for Equality of Variances F Sig .580 .448 pada tabel 3 menunjukkan nilai sig(2-tailed) 0,001 berarti nilai p-value<alpha atau sama dengan 0,001<0,05 maka tolak Ho. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% data yang ada tidak mendukung hipotesis Ho yang artinya terdapat perbedaan interaksi sosial antara siswa yang mendapat beasiswa KMS signifikansi uji dan non KMS di SMP N 1 Yogyakarta levene’s test pada tabel diatas, didapatkan dimana siswa Non KMS mempunyai interaksi hasil signifikansi untuk skala interaksi sosial sosial yang lebih tinggi dibanding siswa sebesar 0,448. Dimana 0,448>0,05. Sehingga KMS. dapat disimpulkan bahwa sebaran data yang dihasilkan bersifat homogen. HASIL 3. Uji Hipotesis PEMBAHASAN PENELITIAN DAN Pengujian hipotesis dalam penelitian Secara umum interaksi sosial siswa ini menggunakan uji t statistik yaitu dengan KMS cenderung sedang sedangkan siswa Non uji beda Independent-Samples T Test pada KMS memiliki interaksi sosial cenderung program SPSS for Windows 16.0 yang tinggi. Distribusi frekuensi relatif interaksi menghasilkan data berdistribusi normal dan sosial tercantum pada tabel sebagai berikut: homogen. Uji t dilakukan untuk mengetahui Tabel 4. Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial apakah terdapat perbedaan interaksi sosial Siswa KMS siswa KMS dan Non KMS dengan taraf No Kategori Rentang Skor F % 1. Rendah 47 - 94 0 0% 2. Sedang 95 – 141 36 72% 3. Tinggi 142 – 188 14 28% signifikansi 5% (0,05) adapun hipotesis nol dan hipotesis, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)7 Interaksi Sosial Siswa KMS Interaksi Sosial Siswa Non KMS 72% 80% 52% 60% 60% 48% 40% 28% 40% Siswa KMS 20% 20% 0% 0% 0% 0% Tinggi Sedang Tinggi Rendah Sedang Rendah Grafik 2. Interaksi Sosial Siswa Non KMS Grafik 1. Interaksi Sosial Siswa KMS Berdasarkan tabel 4 dan grafik 1 Pada tabel 5 dan grafik 2 terlihat diatas dapat diketahui bahwa terdapat 14 bahwa siswa Non KMS berada dalam siswa KMS pengelompokan mempunyai keecenderungan interaksi sosial kategori interaksi sosial berkategori tinggi atau setara tinggi sebanyak 26 siswa setara dengan dengan 28%, siswa yang berada pada (52%), kemampuan interaksi sosial sedang sebanyak kategori sedang sebanyak 24 siswa setara 36 siswa (72%) dan tidak terdapat siswa KMS dengan (48%) dan tidak terdapat siswa Non yang mempunyai kemampuan interaksi sosial KMS yang masuk pada kategori rendah. yang masuk dalam kategori rendah. Dengan Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa demikian dapat disimpulkan bahwa siswa siswa Non KMS mempunyai kemampuan KMS memiliki kemampuan interaksi sosial interaksi yang sedang yaitu artinya bahwa siswa KMS dikatakan baik. memiliki kemampuan interaksi sosial yang cukup baik. Siswa sedangkan sosial yang termasuk yang tinggi pada dan dapat Sedangkan perbedaan interaksi sosial siswa KMS dan Non KMS pada setiap aspek Non kecenderungan KMS responden siswa KMS diketahui bahwa dalam Distribusi frekuensi relatif interaksi sosial aspek kerjasama sebanyak 6 siswa KMS siswa Non KMS tercantum pada tabel sebagai setara dengan 12% memiliki kategori tinggi berikut: dan 44 siswa setara dengan 88% siswa masuk Tabel 5. Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial dalam kategori sedang dan tidak terdapat Siswa Non KMS siswa yang masuk dalam kategori rendah, Kategori 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Rentang Skor 47 - 94 berikut akan dijelaskan sebagai berikut, sejumlah 50 adalah No tinggi, mempunyai F % 0 0% 24 48% siswa setara dengan 48% memiliki kategori 26 52% rendah. Dalam aspek konflik terdapat 9 siswa dalam aspek persaingan terdapat 26 siswa KMS 95– 141 142-188 setara dengan 52% siswa KMS memiliki kategori tinggi dan terdapat 24 8 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 setara dengan 18% memiliki kategori tinggi aspek akomodasi terdapat 36 siswa setara dan 41 siswa setara dengan 82% masuk dalam dengan 72% termasuk dalam kategori tinggi, kategori sedang serta tidak terdapat siswa 14 siswa setara dengan 28% masuk dalam KMS yang masuk dalam kategori rendah. kategori sedang dan tidak terdapat siswa yang Kemudian dalam aspek akomodasi terdapat masuk dalam kategori rendah. Pada aspek 21 siswa KMS atau setara dengan 42% masuk dukungan sosial, 42 siswa non KMS setara dalam kategori tinggi dan terdapat 29 siswa dengan 84% termasuk dalam kategori tinggi, KMS setara dengan 58% masuk dalam 8 siswa setara dengan 16% termasuk dalam kategori sedang serta tidak terdapat siswa kategori sedang. Sedangkan untuk kategori KMS yang berkategori rendah pada aspek rendah, tidak ada siswa yang masuk dalam akomodasi. Dalam aspek dukungan sosial kategori tersebut. siswa KMS terdapat 26 siswa setara dengan Berdasarkan pengujian yang dilakukan 52% yang masuk dalam kategori tinggi, 24 dalam penelitian yang berjudul “Perbedaan siswa KMS setara dengan 48% masuk dalam Interaksi Sosial Siswa Penerima dan Non kategori sedang dan tidak terdapat siswa Penerima Kartu Menuju Sejahtera di SMP KMS yang masuk dalam kategori rendah Negeri 1 Yogyakarta” ini, diketahui hipotesis dalam aspek dukungan sosial. yang menyatakan bahwa “terdapat perbedaan Pada siswa Non KMS terdapat 50 interaksi sosial antara siswa KMS dan Non responden yang mengisi data skala interaksi KMS di SMP N 1 Yogyakarta. Artinya, siswa sosial dan diketahui bahwa terdapat 16 siswa Non KMS mempunyai interaksi sosial yang setara dengan 32% masuk dalam kategori lebih tinggi dibanding dengan siswa KMS”, tinggi, 34 siswa setara dengan 68% masuk sehingga hipotesis tersebut diterima. Hasil dalam kategori sedang dan tidak terdapat penelitian siswa yang masuk dalam kategori rendah. perbedaan interaksi sosial antara siswa KMS Dalam aspek persaingan terdapat 16 siswa dan Non KMS, hal ini sesuai dengan Non KMS setara dengan 32% masuk dalam penelitian yang dilakukan oleh Agustinus kategori tinggi, 34 siswa Non KMS setara Sugeng Widodo (2013) dengan judul Harga dengan 68% masuk dalam kategori sedang Diri dan Interaksi Sosial Ditinjau dari Status dan tidak terdapat siswa yang berkategori Sosial Ekonomi Orang Tua diketahui bahwa rendah dalam hal persaingan. Dalam aspek terdapat perbedaan interaksi sosial antara konflik, terdapat 15 siswa setara dengan 30% siswa yang mengajukan bantuan uang sekolah masuk dalam kategori tinggi, 35 siswa Non dengan siswa yang tidak mengajukan bantuan KMS setara dengan 70% memiliki kategori uang sekolah. Hal ini diperkuat dengan sedang dan tidak terdapat siswa yang masuk pendapat dalam kategori rendah. Selanjutnya dalam menyatakan bahwa status dan peranan sosial ini menunjukkan Abdulsyani (2007:91) terdapat yang Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)9 merupakan unsur baku dalam stratifikasi siswa KMS di sekolah tersebut, mengatakan sosial. menempatkan bahwa sebagian siswa KMS merasa minder, seseorang atau sekelompok orang pada terisolir dan dicuekin oleh teman kelasnya kedudukan tertentu. Kedudukan tertentu ini yang disebabkan karena kesenjangan ekonomi tergambar dari hak dan kewajiban yang dan prestasi akademik. Berdasarkan penelitian dimiliki, tingkat penghormatan yang diterima, yang telah dilakukan diketahui bahwa siswa dan kewenangan yang diakui. Unsur yang Non KMS mempunyai kemampuan bergaul bisa menjadi faktor pembentukan suatu kelas yang baik. Hal ini selaras dengan pendapat sosial, salah satunya adalah dilihat dari segi Rita Eka Izzaty,dkk (2008: 137) menyatakan sosial bahwa agar remaja dapat bergaul dengan baik Stratifikasi ekonomi. sosial Dari sumber ekonomi terbentuklah kelas sosial ekonomi seperti dengan kaya dan miskin, ekonomi kuat dan ekonomi kompetensi sosial yang berupa kemampuan lemah. Stratifikasi sosial dapat terjadi karena dan ada sesuatu yang dibanggakan oleh setiap oranglain, orang acceptance) dalam kelompok remaja sangat atau sekelompok orang dalam kehidupan masyarakat. kerjasama. Siswa sosialnya keterampilan diperlukan berhubungan penerimaan dengan sosial (social tergantung pada: a) kesan pertama, b) Perbedaan tersebut dapat dilihat dari aspek kelompok Non KMS mempunyai kecenderungan kerjasama lebih penampilan yang menarik, c) partisipasi sosial d) perasaan humor yang dimiliki, e) keterampilan berbicara dan f) kecerdasan. tinggi dibandingkan dengan siswa KMS Perbedaan yang kedua, dalam aspek ditunjukkan dengan kemampuan kerjasama konflik. Siswa Non KMS lebih tinggi yang tinggi dengan teman sejenis, teman dibanding lawan jenis, guru dan karyawan di sekolah. ditunjukkan dengan mampu berbeda pendapat Hal ini sesuai dengan pendapat Soerjono dengan teman sebaya, menyindir teman, Soekanto (2000: 79) yang menyatakan bahwa berani menegur guru apabila melakukan kerjasama merupakan suatu usaha bersama kesalahan. Hal ini sesuai dengan pendapat antara orang perorangan atau kelompok Leopold von Weise dimana bentuk-bentuk manusia untuk mencapai satu atau beberapa konflik tujuan bersama. Siswa Non KMS lebih perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, nyaman melakukan kerjasama dengan teman protes, sebaya, berdiskusi dengan teman lawan jenis kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak dan aktif bertanya kepada guru dibandingkan lain, menyangkal pernyataan orang lain dengan siswa KMS. Berdasarkan wawancara dimuka umum, memaki-maki melalui surat- yang dilakukan peneliti terhadap mahasiswa surat, mencerca, memfitnah, melemparkan praktikan magister UGM yang menangani beban pembuktian ke pihak lain (Soerjono dengan yakni, siswa penolakan, gangguan-gangguan, KMS. Hal keenganan, perbuatan 10 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 Soekanto, 2000: 104). Siswa Non KMS sehingga siswa KMS sulit menyesuaikan diri mampu menunjukkan pendapatnya, berani dalam hal pembelajaran di sekolah. Tujuan menegur guru apabila melakukan kesalahan akomodasi dikarenakan mereka mempunyai kepercayaan (2000: 83) antara lain untuk mengurangi diri yang tinggi dan merasa dihargai. pertentangan Rita menurut antar Soerjono Soekonto individu ataupun Eka Izzaty, dkk (2008: 137) berpendapat kelompok, meledaknya suatu pertentangan, bahwa, remaja mencari bantuan emosoional memungkinkan terjadinya kerjasama antara dalam kelompoknya salah satunya dengan kelompok-kelompok pemuasan intelektual juga didapatkan oleh mengusahakan peleburan antara kelompok- remaja melalui kelompok sosial yang terpisah. Pendapat ini memecahkan menguatkan bahwa dengan akomodasi dapat dalam berdiskusi, kelompoknya berdebat untuk masalah. sosial, dan mengurangi pertentangan antar siswa dengan Ketiga, dalam aspek akomodasi siswa siswa, guru maupun karyawan di sekolah Non KMS lebih tinggi dibandingkan dengan serta memungkinkan terjadinya kerjasama, siswa KMS yang ditunjukkan dengan cara peleburan dan penyesuaian diri yang baik ikut belajar ketika teman yang lain belajar, antara siswa KMS dan Non KMS . mentaati semua peraturan sekolah, kondisi di Keempat, dilihat dari aspek dukungan kelas sesuai dengan pribadi siswa. Ini sesuai sosial siswa Non KMS memiliki dukungan dengan pendapat Gillin dan Gillin dalam sosial yang lebih tinggi dibanding dengan Soerjono yang siswa KMS. Dukungan sosial didapatkan dari menjelaskan bahwa akomodasi merupakan teman sejenis, teman lawan jenis, guru serta suatu proses dalam hubungan-hubungan karyawan di sekolah. Bentuk dukungan sosial sosial yang sama, artinya dengan pengertian antara lain dibantu teman ketika mendapatkan adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh kesulitan, guru dan teman mendorong untuk ahli-ahli biologi yang menunjuk pada suatu rajin proses dimana makhluk hidup menyesuaikan menyelesaikan masalah yaang dihadapi siswa. diri disekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hopfoll yang Berdasarkan wawancara dengan guru BK, menyatakan bahwa dukungan sosial sebagai beliau mengatakan bahwa untuk memenuhi interaksi sosial atau hubungan sosial yang kuota KMS yang telah ditetapkan oleh memberikan Pemkot Yogyakarta dan perasaan kasih sayang kepada individu atau Soekanto dengan (2000: lingkungan 82) wajib diisi oleh belajar, guru bantuan yang nyata mendapat nilai dibawah standar SMP Negeri bersangkutan, sebagai perhatian atau cinta 1 (Nur Hasan, 2013). menimbulkan kesenjangan dalam hal prestasi akademik oleh atau kelompok sehingga dirasakan membantu sekolah, sekolah menerima siswa KMS yang Yogyakarta, yang BK yang Perbedaan dukungan sosial antara siswa KMS dan Non KMS Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)11 menurut Saefullah Safii (2011: 122-123) mengimitasi yakni: “Families with low social economic (Bimo Walgito, 2003: 66). Alasan lain juga status diperkuat oleh Abu Ahmadi (2002: 63) yang not only lack financial, social, kegiatan manusia educational support from their sibling, peers menyatakan or the community at largers, they may also be dorongan untuk menjadi identik (sama) deprivied of communal support around them dengan orang lain, baik secara lahiriah at crucial times in their life”. Pernyataan ini ataupun batiniah. Proses identifikasi ini mula- berarti bahwa siswa yang berasal dari mula berlangsung secara tidak sadar (secara keluarga yang status ekonominya rendah, dengan tidak hanya kekurangan dukungan finansial, (perasaan-perasaan sosial, pendidikan dari saudara mereka, rekan- kecenderungan rekan atau masyarakat keseluruhan, mereka diperhitungkan secara rasional) dan yang juga dari ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi kelompok mereka pada waktu yang sangat sistem norma-norma, cita-cita dan pedoman- penting dalam hidup mereka. Hal ini sesuai pedoman dengan penelitan ini dimana siswa KMS yang mengidentifikasikan mempunyai rendah berusaha untuk menjadi sama dan meniru apa mendapatkan dukungan sosial yang lebih yang dilakukan oleh teman yang lain baik rendah yakni (52%) dalam hal fashion, akademik ataupun dalam dapat kehilangan status dukungan ekonomi dibandingkan dengan siswa Non KMS (84%). bahwa lainnya” sendirinya) identifikasi kemudian atau irrasional kecenderungan- dirinya tingkah berarti yang laku itu. tidak orang yang Siswa KMS hal memilih teman. Siswa KMS mempunyai Kelima, dalam hal persaingan siswa harapan dan cita-cita yang tinggi akan tetapi KMS lebih tinggi dibanding dengan siswa mereka mempunyai Non KMS, persaingan ini berupa persaingan meraihnya berbeda dengan siswa Non KMS dengan teman dalam bidang akademik, yang sudah mempunyai fashion serta dalam memilih teman. Siswa sehingga sebagai remaja cenderung ingin sama dengan semangat persaingan yang lebih rendah. siswa keterbatasan Non untuk segala fasilitas KMS mempunyai teman yang lainnya, baik dalam hal fashion, Berdasarkan beberapa uraian diatas akademik maupun dalam memilih teman. Hal maka dapat disimpulkan bahwa interaksi ini sesuai dengan pendapat Gerungan yang sosial sangat penting bagi siswa sebagai mengatakan bahwa masyarakat itu tiada lain proses untuk membentuk jati diri atau dari identitas dirinya yang dapat dilakukan dalam pengelompokan manusia, dimana individu-individu yang satu mengimitasikan bentuk dari akomodasi serta dukungan sosial. yang lain dan sebaliknya bahkan kerjasama, persaingan, diperkuat sebenarnya disampaikan oleh Soerjono Soekanto (2012: manusia mulai penjelasan Hal ini masyarakat itu baru menjadi masyarakat yang apabila dengan konflik, yang 12 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 55) yang menjelaskan bahwa interaksi sosial sedang terdapat 34 siswa setara dengan merupakan dasar proses sosial yang menunjuk (68%), dalam aspek konflik 15 siswa setara pada yang dengan (30%) masuk dalam kategori tinggi, dinamis, pergaulan hidup baru akan terjadi 35 siswa setara dengan 70% masuk dalam apabila orang perorangan atau kelompok- kategori sedang dan tidak terdapat siswa yang kelompok saling masuk dalam kategori rendah, pada aspek berbicara, dan seterusnya mencapai suatu akomodasi terdapat 36 siswa atau (72%) tujuan bersama, mengadakan persaingan, masuk dalam kategori tinggi dan 14 siswa pertikaian dan sebagainya. Dengan demikian setara dengan (28%) masuk dalam kategori berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sedang serta tidak terdapat siswa yang masuk dapat diambil kesimpulan ada perbedaan dalam kategori rendah, pada aspek dukungan interaksi penerima sosial dukungan sosial terdapat 42 siswa beasiswa KMS dan Non KMS di SMP Negeri setara dengan (84%) masuk dalam kategori 1 Yogyakarta dimana interaksi sosial siswa tinggi dan 8 siswa setara dengan (16%) masuk Non KMS lebih tinggi dibandingkan dengan dalam kategori sedang serta tidak terdapat siswa KMS. siswa yang masuk dalam kategori rendah. hubungan-hubungan manusia sosial sosial bekerjasama, antara siswa Siswa KMS cenderung tinggi pada aspek KESIMPULAN DAN SARAN persaingan yaitu 26 siswa setara dengan Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai interaksi sosial siswa KMS dan Non KMS di SMP N 1 Yogyakarta, menunjukkan bahwa: 1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan interaksi sosial antara siswa KMS dan Non KMS di SMP N 1 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015, dimana siswa Non KMS mempunyai interaksi sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa KMS. 2) Secara umum interaksi sosial siswa KMS cenderung sedang sedangkan siswa Non KMS memiliki interaksi sosial cenderung tinggi. Siswa Non KMS mempunyai kecenderungan tinggi pada aspek kerjasama yakni sebanyak 16 siswa setara dengan (32%) masuk dalam kategori tinggi, pada kategori (52%) masuk dalam kategori tinggi dan 24 siswa setara dengan (48%) masuk dalam kategori sedang dan tidak terdapat siswa yang masuk dalam kategori rendah. Pada aspek kerjasama, konflik, akomodasi dan dukungan sosial siswa KMS cenderung masuk dalam kategori sedang dengan perincian sebagai berikut, pada aspek kerjasama terdapat 6 siswa setara dengan (12%) masuk pada kategori tinggi dan 44 siswa setara dengan (88%) masuk pada kategori sedang, aspek konflik terdapat 9 siswa setara dengan (18%) masuk dalam kategori tinggi dan 41 siswa setara dengan (82%) masuk dalam kategori sedang serta tidak terdapat siswa yang masuk dalam kategori renndah, pada aspek akomodasi terdapat 21 siswa setara dengan Perbedaan Interaksi Sosial ... (Alfi Nurrochmah)13 (42%) masuk dalam kategori tinggi dan 29 dan siswa setara dengan (58%) masuk dalam menumbuhkan kategori rendah serta tidak terdapat siswa menghargai dan dukungan sosial antar siswa. yang masuk dalam kategori rendah, pada 3) aspek dukungan sosial terdapat 26 siswa memberikan motivasi kepada anak untuk setara dengan (52%) masuk dalam kategori membangun kepercayaan diri bagi anak, tinggi, 24 siswa setara dengan 48% masuk sehingga anak dapat bergaul dan berinteraksi dalam kategori sedang serta tidak terdapat dengan baik di lingkungannya. 4) Bagi Siswa siswa yang masuk dalam kategori rendah. KMS, sebaiknya siswa KMS tidak perlu Saran minder, kurang percaya diri, rendah diri dan Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, lain maka peneliti menngemukakan saran sebagai pendidikan itu sama untuk semua orang dan berikut: 1) Bagi Kepala Sekolah pertama, tidak ada deskriminasi. 5) Bagi Siswa Non sebaiknya pihak sekolah meningkatkan dan KMS, sebaiknya siswa Non KMS saling mewajibkan siswa untuk mengikuti organisasi membantu dan menghargai siswa KMS dan ataupun paham akan adanya perbedaan suku, budaya ekstrakurikuler untuk melatih kemampuan soft skill siswa untuk menunjang konseling Bagi teman simpati orangtua, sebagainya sebaya dan rasa sebaiknya karena untuk pada saling orantua dasarnya dan ekonomi di sekolah tersebut. kemampuan siswa dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Kedua, DAFTAR PUSTAKA Siswa baru yang diterima di SMP N 1 Abdulsyani.(2007). Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT. BumiAksara Yogyakarta sebaiknya diberi pelatihan khusus untuk membangun konsep diri (self concept), kepercayaan diri (self confidence),identitas diri (self identity) serta penerimaan diri (self Abu Ahmadi. (2002). Psikologi Jakarta: Rineka cipta. Sosial. antara lain sebaiknya guru BK memberikan Agustinus Sugeng Widodo. (2013). Harga Diri Dan Interaksi Sosial Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua. Diakses dari http://download.portalgaruda.org/articl e.php?article=253815&val=6847&title =Harga%20Diri%20Dan%20Interaksi %20Sosial%20%20Ditinjau%20Dari% 20Status%20Sosial%20Ekonomi%20Or ang%20Tua. Diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pukul 16.05 layanan permainan yang berkaitan dengan Bimo acceptance), bekal untuk sehingga siswa menyesuaikan mempunyai diri dengan kebiasaan dan kultur di SMP N 1 Yogyakarta 2) Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Sebaiknya guru BK lebih meningkatkan pelayanannya dalam aspek pribadu dan sosial, kerjasama, konflik, akomodasi dan dukungan sosial antara siswa KMS dan Non KMS serta perlu perlu dilaksanakan konseling kelompok Walgito.(2003). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakrta. Nur Hasan, dkk. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Strategi Coping Pada Penderita Stroke Rsud Dr. 14 Jurnal Bimbingan dan Konseling Edisi 7 Tahun Ke-4 2015 Moewardi Surakarta. Jurnal Talenta Psikologi Vol II. Hal 48 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2008 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 17 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Beasiswa Berprestasi. Pedoman APBN-P Dekonsentrasi SMA. 2010. .(http://portal.jogjaprov.go.id/attachme nts/article/159/BKMM21.pdf) Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peseta Didik. Yogyakarta. UNY Press.. Saefullah Safii. (2011). Effect of Socioeconmic Status of Student Achievement. International Journal of Social Sciences and Education. Vol 1. Hal 119-128 Soerjono Soekanto. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soerjono Soekant. (2000). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.