bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi khususnya yang bergerak dalam bidang industri telah banyak
berubah. Berapa organisasi dihadapkan pada beberapa tantangan baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar, misalnya globalisasi, perkembangan
teknologi, adanya perbedaan kebudayaan, perubahan kebutuhan dan nilai
pekerja dan pelanggan, serta adanya sebuah keharusan untuk bekerja secara
efektif dan efisien di dalam sebuah organisasi. Organisasi membutuhkan
adaptasi sebagai usaha untuk menghadapi kompetisi. Salah satu bentuk
adaptasi dalam sebuah organisasi atau perusahaan adalah pengembangan
perilaku sumber daya manusia (SDM) secara berkualitas.
Berkaitan dengan peran sumber daya manusia (SDM) dalam pencapaian
tujuan dan mempertahankan kelangsungan organisasi, sebuah organisasi tidak
hanya cukup memiliki sumber daya alam yang potensial saja, namun
membutuhkan keterlibatan secara penuh dari karyawan. Penerimaan, kemauan,
keterlibatan dan kesediaan ini akan tercermin dalam perilaku kerja yang mau
bekerja keras, bekerja di luar tugasnya, serta bekerja dalam ketekunan yang
tinggi. Penjelasan ini mengindikasikan bahwa selain melakukan tugas sesuai
dengan job description yang dimiliki, ternyata masih ada pola perilaku yang harus
dilakukan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Perilaku ini muncul sebagai
perilaku spontan atau ekstra diluar deskripsi pekerjaan, yang menurut Organ
(1994) disebut sebagai perilaku kewargaan organisasi (PKO).
1
2
Perilaku kewargaan organisasi meningkatkan keefektifan organisasi
melalui beberapa cara terkait dengan perilaku yang ditampilkan karyawan,
misalnya karyawan lama membantu karyawan baru dalam masa orientasinya
dan proses sosialisasi, sehingga lebih cepat menjadi karyawan yang produktif.
Karyawan yang saling membantu membutuhkan sedikit pengawasan, sehingga
manajer dapat berkonsentrasi pada tugas yang lebih penting. Selain itu karyawan
saling bekerja sama dalam menghindari konflik dengan karyawan lain (Riggio,
2002).
Cohen dan Vigoda (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
perilaku kewargaan organisasi menguntungkan bagi organisasi terutama dalam
meningkatkan produktifitas rekan sekerja dan manajer, efisiensi dalam alokasi
dan
penggunaan
sumber
daya,
mengurangi
biaya
pengelolaan,
dan
meningkatkan daya tarik organisasi bagi karyawan baru yang berkualitas tinggi.
Selain itu perilaku kewargaan organisasi mempunyai untuk meningkatkan
kemampuan organisasi dari permintaan kinerja yang ditetapkan oleh stakeholder
(Podsakof, MacKenzie, Moorman dan Fetter, 1990). Selain kontribusinya
terhadap kelompok dan kinerja organisasi, perilaku kewargaan organisasi
menurut Singh dan Singh (2008) menjadikan organisasi sebagai tempat yang
lebih menarik untuk bekerja bagi karyawan.
Garg dan Rastogi (2006) menyebutkan bahwa organisasi yang sukses
membutuhkan karyawan yang bersedia memberikan waktu dan usaha mereka
melebihi tanggung jawab formal kerja. Dalam hal ini organisasi harus mampu
mengembangkan fungsi efektif dari usaha karyawan melampaui apa yang
diminta dalam deskripsi pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Bolino dan
Turnley (2003) menunjukkan organisasi yang mempunyai karyawan yang
3
menampilkan perilaku kewargaan akan bekerja lebih baik dibandingkan dengan
organisasi yang lain. Sebagai warga organisasi karyawan akan menampilkan
perilaku antara lain : mengambil tugas tambahan, sukarela membantu orang lain
di tempat kerja, mengikuti aturan perusahaan, mempromosikan dan melindungi
organisasi, menjaga sikap positif dan bertoleransi terhadap hal yang tidak
menyenangkan di tempat kerja.
William dan Anderson (1991) menyebutkan perilaku kewargaan organisasi
(PKO) meliputi aktivitas pekerja melebihi apa yang telah ditetapkan sebagai job
requirements dan memberikan kontribusi pada efektivitas fungsi dalam
organisasi, dimana perilaku kewargaan dikategorikan pada perilaku yang
bervariasi. Satu konsep yang populer bertujuan pada dua dimensi yang berbeda
berdasarkan pada perilaku.
1. OCB secara individu adalah perilaku yang menujukkan kewargaan yang
secara langsung ditujukan kepada orang atau kelompok secara spesifik di
dalam sebuah organisasi. Misalnya membantu karyawan lain yang
sedang dalam menghadapi persoalan.
2. OCB mempunyai tujuan dalam organisasi. misalnya perlaku yang
ditujukkan langsung kepada organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Rastogi dan Garg (2011) menunjukkan
hubungan antara perilaku kewargaan dan kesejahteraaan subjektif. Penelitian
menggunakan subjek berjumlah 200 orang manajer yang bekerja dalam bidang
perbankan dan juga sektor otomotif. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memberikan dorongan perilaku positif di tempat kerja yang dapat mempunyai
pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif pekerja. Hasilnya menunjukkan
4
bahwa perilaku kewargaan secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan
psikologis pekerja dimana kesejahteraan psikologis berpengaruh pada kepuasan
hidup para pekerja.
Bommer, Dierdorff, dan Rubin (2007) melakukan penelitian tentang
hubungan bertingkat antara PKO organisasi, PKO individu, dan performa kerja.
Penelitian ini untuk menguji efek moderasi dari perilaku kewargaan organisasi
konteks organisasi dengan perilaku keawrgaan organisasi konteks individu
dengan performa kerja. Subjek penelitian adalah 100 kelompok kerja dalam
perusahaan manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKO dalam level
kelompok secara signifikan memberikan efek moderasi pada hubungan antara
PKO
individu
dengan performa kerja.
Penemuan dalam
penelitian
ini
menunjukkan bahwa PKO individu mempunyai pengaruh yang lebih signifikan
untuk meningkatkan performa kerja dibandingkan dengan PKO secara level
kelompok.
Maharani, Troena, dan Noermiyati (2013) melakukan penelitian tentang
perilaku kewargaan organisasi sebagai mediasi hubungan antara kepemimpinan
transformasional dengan kepuasan pada performa kerja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional tidak mempengaruhi OCB,
sedangkan OCB mempunyai peranan secara langsung pada performa kerja.
Dalam penelitian itu ditemukan bahwa kepemimpinan transformational, kepuasan
kerja, dan OCB adalah sesuatu yang penting di dalam organisasi. komponenkomponen tersebut dapat dijadikan komptensi yang utama untuk meningkatkan
performa dalam organisasi.
5
Penelitian yang dilakukan Rego dan Pina (2008) tentang hubungan enam
dimensi dalam perilaku kewargaaan organisasi (PKO) sebagai indikator
efektivitas organisasi pada 38 cabang dua perusahaan asuransi, menemukan
bawah pekerja yang menunjukkan perilaku citizenship lebih efektif. Hasil
penelitian ini menemukan bahwa perilaku kewargaan organisasi memperkuat
kelompok dan efektivitas organisasi.
Salah satu perusahaan industri yang masih bergerak pada saat ini adalah
PT Garuda Food. PT Garudafood adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pengolahan makanan ringan, produk yang dihasilkan perusahaan ini mulai dari
kacang garing, makanan ringan seperti biskuit sampai dengan minuman soft
drink. Peneliti melakukan wawancara pada seorang supervisor di PT Garuda
Food, tentang permasalahan yang terjadi di lingkungan kerja, wawancara
dilakukan dengan seorang supervisor di bagian divisi export dan import berikut
petikan wawancara :
“Namanya juga bekerja dengan orang lain, kita juga kadang
harus mengerti tentang berbagai macam orang…….yang
kadang membuat saya sendiri agak merasa tidak nyaman, yaitu
ketika ada masalah penanganannya bukan prevensi tapi
intervensi… misalnya begini, ketika di kantor semuanya
kelihatan beres, tetapi ketika saya pulang dari kantor atau
ketika sudah off, teman-teman di lapangan ada masalah inilahmasalah itulah…., sehingga ketika sudah di rumah tahu-tahu di
telpon ada beginilah..begitulah. Beberapa teman-teman
memang kadang kurang komunikasi antara satu dengan yang
lain, ada ketika jam kerja malas-malasan…sehingga teman satu
divisinya jadi repot, karena harus backup pekerjaan dia. Kalo
yang lain…hmmmm, o iya disini ada namanya teng go… teng
go ya itu mas, ketika bunyi bel jam kerja selesai langsung
pulang entah tidak tahu kerjaan selesai atau belum…”
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa ada jarak dan
batasan di dalam satu lingkup organisasi yang melibatkan para anggota yang
ada di dalamnya, sehingga ada semacam ketidaksensitifan para anggota
6
organisasi berkaitan perilaku dan hubungannya dengan orang lain. Pekerjaan
terkesan hanya bekerja secara transaksional, pekerja melakukan pekerjaan
hanya untuk mendapatkan pendapatan bagi dirinya atau lebih merujuk pada
kepentingan individu masing-masing. Komunikasi dan kerjamasa yang kurang
antara anggota dalam satu divisi atau pun berlainan divisi kadang sering terjadi,
sehingga timbul permasalahan di lapangan.. Hal itu memperlihatkan kurangnya
memiliki sifat kewargaan dalam organisasi, padahal salah satu faktor efektivitas
dan keberhasilan organisasi adalah kerjasama di dalam organisasi.
Menghadapi permasalahan yang telah disebutkan yaitu kurangnya
kesadaran pekerja akan pentingnya perilaku kewargaan, organisasi memiliki dua
pilihan untuk mengatasi permasalahan. Pertama adalah pendekatan problem
solving dan yang kedua adalah menggunakan pendekatan abundance.
Pendekatan problem solving karakternya adalah dengan mengidentifikasi kunci
masalah dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi, alternatif dalam
pemecahan masalah ini salah satunya adalah dengan mengidentifikasi akar
masalah, evaluasi dan pilihan harus merupakan solusi yang optimal, dan hal
yang paling penting
implementasi dari solusi yang dipilih. Sedangkan
pendekatan yang lain lebih mengedepankan tujuan dari organisasi sebagai
cakupannya, dan memberikan kesempatan pada potensi-potensi yang tinggi baik
organisasi dan orang-orangnya. Salah satu metode dalam pendekatan ini adalah
dengan menggunakan psikologi positif.
Park (2004) menyebutkan bahwa pendekatan psikologi positif erat
kaitannya dengan masalah kebahagiaan. Kebahagiaan berarti kesukesan atau
keberuntungan,
tetapi
lambat
laun
pengertiannya
berkembang
menjadi
kesenangan subjektif dalam hidup atau disebut juga kepuasan hidup. Secara
7
umum, kebahagiaan dapat diartikan sebagai penghargaan atas keseluruhan
hidup individu yang disebut oleh para ahli psikologi sebagai psychological well
being
atau
kesejahteraan
psikologis.
Dipahami
kebahagiaan
sebagai
kesejahteraan psikologis karena dipengaruhi oleh pengalaman positif yang
membuat individu bermanfaat. Pengertian ini didasarkan pada subjektifitas
penilaian masing-masing individu dalam menilai kebahagiaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Bonnet (2007) menemukan
bahwa berbagai aktivitas yang terjadi di tempat kerja seperti rutinitas, supervisi,
dan kompleksitas tugas mempengaruhi kemampuan kontrol seseorang sehingga
ia mampu merasakan emosi dan persepsi yang positif mengenai tempat
kerjanya. Penilaian yang positif ini merupakan indikator dari kesejahteraan.
Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dapat diketahui dari ada atau
tidaknya perasaan bahagia. Ketika seseorang menilai lingkungan kerja sebagai
lingkungan yang menarik, menyenangkan, dan penuh dengan tantangan dapat
dikatakan bahwa ia merasa bahagia dan menunjukkan kinerja yang optimal.
Kebahagiaan di tempat kerja adalah bila seseorang merasa puas dengan
pekerjaannya.
Sebuah hal yang penting untuk menjaga kestabilan dan kebaikan fungsi
secara psikologis dan emosi dalam tujuan untuk merealisasikan strategi
organisasi lebih objektif karena pada saat sekarang tantangan yang dihadapi
organisasi lebih kompleks, dinamis, kompetitif, dalam lingkungan yang dengan
cepat bisa berubah. Kebahagiaan mengacu pada pengalaman mengenai
penghargaan hidup dan memiliki perasaan yang lebih positif dibandingkan
dengan perasaan yang negatif, yang secara psikologis mengacu pada
optimalnya fungsi psikologis pada diri manusia. Maka sangat penting untuk
8
mempromosikan kebahagiaan dan juga orientasinya sebagai bagian penting
dalam pembentukan kesejahteraan psikologis.
Penelitian yang dilakukan oleh George dan Brief (1992) menunjukkan
bahwa kesejahteraan psikologis secara frekuensi merupakan antecedent dari
perilaku prososial. Perilaku prososial adalah perilaku yang menunjukkan
perlindungan dan juga peningkatan kesejahteraan bagi orang lain. Tindakan
prososial ditujukan untuk individu, tetapi beberapa kelompok seperti organisasi
juga dapat melakukannya. Perilaku kewargaan organisasi (PKO) adalah salah
satu tipe perilaku prososial yang memberikan keuntungan bagi organisasi dan
karyawan. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai mood positif
akan lebih mudah untuk menunjukkan perilaku yang luar bisa atau lebih
mengacu pada PKO, hubungan antara afeksi positif dan juga aktivitas kewargaan
adalah kuat. Ada dugaan bahwa individu yang dalam keadaan mood positif akan
lebih mudah tertarik pada orang lain serta menunjukkan perilaku prososial
Wayne, Shore, Bommer dan Tetrick (2002) menyebutkan bahwa model
kepemimpinan yang sesuai dan tepat akan berpengaruh pada kesejahteraan
psikologis pekerja. Kualitas yang rendah dari model kepemimpinan yang ditandai
dengan karakteristik negatif atau tidak adanya keadilan pada karyawan akan
mempunyai efek yang negatif bagi karyawan dan hal ini menggangu bagi
efektivitas dan efisiensi dalam organisasi.
Connel
(2005)
dalam
penelitiannya
mengenai
hubungan
antara
kepemimpinan transformational, model kepemimpinan leader member exchange,
perilaku kewargaan organisasi dan motivasi perilaku kewargaan dengan model
analisis moderasi dan mediasi mengungkap bahwa motivasi perhatian pada
organisasi memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan
9
beberapa dimensi dalam PKO. Hasil lainnya menunjukkan bahwa motif tindakan
prososial merupakan mediator parsial dalam hubungan antara kualitas hubungan
leader member exchange, dan tindakan altruism. Penemuan lain adalah bahwa
baik kepememimpinan transformational dan kualitas leader member exchange
berhubungan sangat kuat dengan perhatian pekerja pada organisasi.
Kepemimpinan dalam sebuah organisasi berfungsi untuk memandu,
menuntun, membimbing, membangun dan memberi atau membangunkan
motivasi kerja, menjalankan organisasi, menjalin komunikasi yang baik,
melakukan pengawasan secara teratur, dan mengarahkan pengikutnya pada
sasaran yang dituju. Bawahan atau pengikut organisasi akan mampu bekerja
dengan baik jika pemimpin dapat menjalankan perannya secara baik (Hanggoro,
2002). Keberhasilan kepemimpinan pada sebuah organisasi dapat dilihat dari
kemampuan pemimpin untuk memotivasi bawahannya untuk dapat bekerja lebih
baik.
Selain itu keberhasilan pemimpin
dapat dinilai dari produktivitas dan
prestasi yang dicapainya.
Penelitian yang dilakukan oleh Kelloway, Turner, Barling dan Loughlin
(2012) menemukan bahwa kepercayaan pada pada pemimpin secara penuh
memediasi hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan
kesejahteraan psikologis pekerja dengan menggunakan jumlah subjek 436
orang. Selain itu hasil lain menunjukkan bahwa indikator manajemen eksepsi
aktif dan laissez faire berpengaruh negatif pada kesejahteraan psikologis pekerja
dan mengurangi kepercayaan pada manajer.
Keberhasilan kepemimpinan di dalam perusahaan dapat dilihat dari
kemampuannya untuk memotivasi pekerja, meningkatkan kinerja pekerja, dan
mampu memberikan kepuasan kerja bagi para anggotanya. Seorang pemimpin
10
diharapkan mampu untuk menjadikan pekerja mandiri dalam menyelesaikan
persoalan yang dihadapi, dan mampu menanamkan nilai-nilai pekerjaan dalam
diri pekerja, menumbuhkan kepercayaan diri,dan mendorong pekerja untuk
pekerja secara profesional (Fiedler, 1996).
Pada saat ini berbagai model kepemimpinan yang diterapkan di PT Garuda
Food, dari model itu yang sampai saat ini masih digunakan pada situasi
perusahaan adalah gaya kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Bass
(Yukl, 1994) yaitu tipe kepemimpinan transformational. Gaya kepemimpinan
transformational sifatnya lebih mengedepankan rasa sosial, perhatian, dan saling
memberikan penghormatan atau pengahargaan antara atasan dan bawahan.
Penelitian ini akan menguji pengaruh dari kesejahteraan psikologis pekerja
terhadap
perilaku
perilaku
kewargaan
organisasi
karyawan,
apakah
kesejahteraan psikologis mempunyai hubungan positif terhadap perilaku
kewargaan organisasi, dengan adanya variabel moderator
yaitu model
kepemimpinan transformational.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan
judul : Efek Moderator Kepemimpinan Transformasional Terhadap Hubungan
antara Kesejahteraan Psikologis Pekerja dengan Perilaku Kewargaan Organisasi
Penelitian akan dilakukan di Perusahaan makanan PT Garuda Food, yang
melibatkan level pekerja di kantor pusat dan diharapkan dapat diketahui
hubungan antara kesejahteraan psikologis karyawan dengan perilaku kewargaan
organisasi dengan kepemimpinan transformasional sebagai variabel moderator.
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti yang dikemukakan,
maka pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana peran kesejahteraan psikologis pekerja terhadap perilaku
kewargaan organisasi dengan moderator kepemimpinan transformational?
C. Tujuan Penelitan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : Menguji hubungan
antara
kesejahteraan
psikologis
pekerja
dengan
perilaku
kewargaan
organisasi yang dengan moderator kepemimpinan transformational.
2. Manfaat dalam Penelitian ini adalah
a. Manfaaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian teoritis guna penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan antara kesejahteraan psikologis karyawan
dengan perilaku kewargaan organisasi (PKO) yang di moderatori oleh
kepemimpinan transformational.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini memberi masukan dan manfaat kepada perusahaan dan
organisasi dalam upaya untuk meningkatkan perilaku kewargaan organisasi
yang secara tidak langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi dalam
mencapai tujuannya.
D. Perbedaan dengan Penelitian sebelumnya
Beberapa penelitian mengenai kebahagiaan karyawan, kepemimpinan
transformational, dan perilaku kewargaan organisasi telah diteliti oleh beberapa
12
peneliti diantaranya Penelitian yang dilakukan Dian (2005), berjudul Hubungan
persepsi gaya kepemimpinan transformational, transaksional dan komitmen
organisasional dengan mutu pelayanan pramuniaga Matahari Deparment Store
Magelang. Studi ini dirancang untuk meneliti korelasi antara persepsi gaya
kepemimpinan transformasional, transaksional dan komitmen dengan mutu
pelayanan. Sebanyak 100 pramuniaga dari Matahari Department Store Magelang
mengambil bagian dalam penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan Evanjeli (2012), berjudul Hubungan antara
Stress, Somatisasi, dan Kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
hubungan antara stress dan kebahagiaan secara langsung maupun melalui
mediator somatisasi. Subjek penelitian berjumlah 110 orang mahasiswa S1
Psikologi UGM yang dipilih secara insidental, menunjukkan adanya hubungan
tidak langsung antara stres dan kebahagiaan melalui mediator somatisasi.
Sementara hubungan stres dan kebahagiaan melalui mediator somatisasi
terbukti. Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan hubungan stress dan
kebahagiaan melalui mediator somatisasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Cahyani (2011), berjudul Sumber Kebahagiaan yang dipersepsikan Mahasiswa:
Sebuah analisis Jaringan. Penelitian ini mengeksplorasi hal-hal yang dipersepsi
dapat mendatangkan kebahagiaan pada mahasiswa Indonesia dan melihat
bagaimana subjek membuat atribusi dan membentuk interrelasi atas sumbersumber
kebahagiaan
tersebut
dalam
sebuah
jaringan.
Penelitian
ini
menggunakan jenis desain ekploratori. Jumlah subjek penelitian adalah 232
orang. Hasilnya adalah sebelas kategori kebahagiaan yang dipersepsikan
mahasiswa, dan ada interelasi dalah sumber kebahagiaan itu.
13
Penelitian yang dilakukan Nicholas (2008) berjudul Hubungan antara
Kepemimpinan Transformasional dan Pertukaran Atasan Bawahan dengan
Perilaku Kewargaan Organisasi Karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan pertukaran
atasan-bawahan dengan perilaku warga organisasi karyawan. Data penelitian ini
dikumpulkan dengan tiga skala, yaitu skala kepemimpinan transformasional,
skala pertukaran atasan-bawahan dan skala laku warga organisasi. Subjek
penelitian ini adalah karyawan non medis RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang yang
berjumlah 109 karyawan. Menunjukkan adanya hubungan yang positif antara
pertukaran atasan bawahan dengan perilaku warga organisasi, hasil temuan lain
bahwa tidak ada hubungan antara kepemimpinan transformational dengan
perilaku kewargaan organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Humairah (2005), berjudul Hubungan gaya
Kepemimpinan Transformational terhadap efektivitas Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara gaya kepemimpinan transformational dan transaksional dengan
kinerja
perawat.
Penelitian
ini
menggunakan
tiga
skala,
yaitu
skala
kepemimpinan transformational, skala kepemimpinan transaksional, dan skala
efektivitas kerja perawat. Penelitian dengan subjek 137 perawat di RS Jantung
Harapan Kita. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam kepemimpinan
transformational lebih berpengaruh positif terhadap efektivitas kinerja perawat,
yang adalah faktor perhatian pada individu dan motivasi inspirational.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan adalah
tentang pengungkapan bagaimana kesejahteraan psikologis dapat mempunyai
pengaruh yang mendorong pekerja untuk menampilkan perilaku kewargaan
14
organisasi dengan memberikan model kepemimpinan transformasional sebagai
variabel intervening. Selain itu ada perbedaan pada lokasi, waktu, dan subjek
dimana penelitian dilakukan, sehingga ke otentikan penelitian ini dapat
dipertanggung jawabkan.
Download