BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi khususnya yang bergerak dalam bidang industri telah banyak berubah. Berapa organisasi dihadapkan pada beberapa tantangan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, misalnya globalisasi, perkembangan teknologi, adanya perbedaan kebudayaan, perubahan kebutuhan dan nilai pekerja dan pelanggan, serta adanya sebuah keharusan untuk bekerja secara efektif dan efisien di dalam sebuah organisasi. Organisasi membutuhkan adaptasi sebagai usaha untuk menghadapi kompetisi. Salah satu bentuk adaptasi dalam sebuah organisasi atau perusahaan adalah pengembangan perilaku sumber daya manusia (SDM) secara berkualitas. Berkaitan dengan peran sumber daya manusia (SDM) dalam pencapaian tujuan dan mempertahankan kelangsungan organisasi, sebuah organisasi tidak hanya cukup memiliki sumber daya alam yang potensial saja, namun membutuhkan keterlibatan secara penuh dari karyawan. Penerimaan, kemauan, keterlibatan dan kesediaan ini akan tercermin dalam perilaku kerja yang mau bekerja keras, bekerja di luar tugasnya, serta bekerja dalam ketekunan yang tinggi. Penjelasan ini mengindikasikan bahwa selain melakukan tugas sesuai dengan job description yang dimiliki, ternyata masih ada pola perilaku yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Perilaku ini muncul sebagai perilaku spontan atau ekstra diluar deskripsi pekerjaan, yang menurut Organ (1994) disebut sebagai perilaku kewargaan organisasi (PKO). 1 2 Perilaku kewargaan organisasi meningkatkan keefektifan organisasi melalui beberapa cara terkait dengan perilaku yang ditampilkan karyawan, misalnya karyawan lama membantu karyawan baru dalam masa orientasinya dan proses sosialisasi, sehingga lebih cepat menjadi karyawan yang produktif. Karyawan yang saling membantu membutuhkan sedikit pengawasan, sehingga manajer dapat berkonsentrasi pada tugas yang lebih penting. Selain itu karyawan saling bekerja sama dalam menghindari konflik dengan karyawan lain (Riggio, 2002). Cohen dan Vigoda (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perilaku kewargaan organisasi menguntungkan bagi organisasi terutama dalam meningkatkan produktifitas rekan sekerja dan manajer, efisiensi dalam alokasi dan penggunaan sumber daya, mengurangi biaya pengelolaan, dan meningkatkan daya tarik organisasi bagi karyawan baru yang berkualitas tinggi. Selain itu perilaku kewargaan organisasi mempunyai untuk meningkatkan kemampuan organisasi dari permintaan kinerja yang ditetapkan oleh stakeholder (Podsakof, MacKenzie, Moorman dan Fetter, 1990). Selain kontribusinya terhadap kelompok dan kinerja organisasi, perilaku kewargaan organisasi menurut Singh dan Singh (2008) menjadikan organisasi sebagai tempat yang lebih menarik untuk bekerja bagi karyawan. Garg dan Rastogi (2006) menyebutkan bahwa organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang bersedia memberikan waktu dan usaha mereka melebihi tanggung jawab formal kerja. Dalam hal ini organisasi harus mampu mengembangkan fungsi efektif dari usaha karyawan melampaui apa yang diminta dalam deskripsi pekerjaan. Penelitian yang dilakukan oleh Bolino dan Turnley (2003) menunjukkan organisasi yang mempunyai karyawan yang 3 menampilkan perilaku kewargaan akan bekerja lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang lain. Sebagai warga organisasi karyawan akan menampilkan perilaku antara lain : mengambil tugas tambahan, sukarela membantu orang lain di tempat kerja, mengikuti aturan perusahaan, mempromosikan dan melindungi organisasi, menjaga sikap positif dan bertoleransi terhadap hal yang tidak menyenangkan di tempat kerja. William dan Anderson (1991) menyebutkan perilaku kewargaan organisasi (PKO) meliputi aktivitas pekerja melebihi apa yang telah ditetapkan sebagai job requirements dan memberikan kontribusi pada efektivitas fungsi dalam organisasi, dimana perilaku kewargaan dikategorikan pada perilaku yang bervariasi. Satu konsep yang populer bertujuan pada dua dimensi yang berbeda berdasarkan pada perilaku. 1. OCB secara individu adalah perilaku yang menujukkan kewargaan yang secara langsung ditujukan kepada orang atau kelompok secara spesifik di dalam sebuah organisasi. Misalnya membantu karyawan lain yang sedang dalam menghadapi persoalan. 2. OCB mempunyai tujuan dalam organisasi. misalnya perlaku yang ditujukkan langsung kepada organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Rastogi dan Garg (2011) menunjukkan hubungan antara perilaku kewargaan dan kesejahteraaan subjektif. Penelitian menggunakan subjek berjumlah 200 orang manajer yang bekerja dalam bidang perbankan dan juga sektor otomotif. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan dorongan perilaku positif di tempat kerja yang dapat mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif pekerja. Hasilnya menunjukkan 4 bahwa perilaku kewargaan secara signifikan mempengaruhi kesejahteraan psikologis pekerja dimana kesejahteraan psikologis berpengaruh pada kepuasan hidup para pekerja. Bommer, Dierdorff, dan Rubin (2007) melakukan penelitian tentang hubungan bertingkat antara PKO organisasi, PKO individu, dan performa kerja. Penelitian ini untuk menguji efek moderasi dari perilaku kewargaan organisasi konteks organisasi dengan perilaku keawrgaan organisasi konteks individu dengan performa kerja. Subjek penelitian adalah 100 kelompok kerja dalam perusahaan manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKO dalam level kelompok secara signifikan memberikan efek moderasi pada hubungan antara PKO individu dengan performa kerja. Penemuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa PKO individu mempunyai pengaruh yang lebih signifikan untuk meningkatkan performa kerja dibandingkan dengan PKO secara level kelompok. Maharani, Troena, dan Noermiyati (2013) melakukan penelitian tentang perilaku kewargaan organisasi sebagai mediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kepuasan pada performa kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional tidak mempengaruhi OCB, sedangkan OCB mempunyai peranan secara langsung pada performa kerja. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa kepemimpinan transformational, kepuasan kerja, dan OCB adalah sesuatu yang penting di dalam organisasi. komponenkomponen tersebut dapat dijadikan komptensi yang utama untuk meningkatkan performa dalam organisasi. 5 Penelitian yang dilakukan Rego dan Pina (2008) tentang hubungan enam dimensi dalam perilaku kewargaaan organisasi (PKO) sebagai indikator efektivitas organisasi pada 38 cabang dua perusahaan asuransi, menemukan bawah pekerja yang menunjukkan perilaku citizenship lebih efektif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perilaku kewargaan organisasi memperkuat kelompok dan efektivitas organisasi. Salah satu perusahaan industri yang masih bergerak pada saat ini adalah PT Garuda Food. PT Garudafood adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan makanan ringan, produk yang dihasilkan perusahaan ini mulai dari kacang garing, makanan ringan seperti biskuit sampai dengan minuman soft drink. Peneliti melakukan wawancara pada seorang supervisor di PT Garuda Food, tentang permasalahan yang terjadi di lingkungan kerja, wawancara dilakukan dengan seorang supervisor di bagian divisi export dan import berikut petikan wawancara : “Namanya juga bekerja dengan orang lain, kita juga kadang harus mengerti tentang berbagai macam orang…….yang kadang membuat saya sendiri agak merasa tidak nyaman, yaitu ketika ada masalah penanganannya bukan prevensi tapi intervensi… misalnya begini, ketika di kantor semuanya kelihatan beres, tetapi ketika saya pulang dari kantor atau ketika sudah off, teman-teman di lapangan ada masalah inilahmasalah itulah…., sehingga ketika sudah di rumah tahu-tahu di telpon ada beginilah..begitulah. Beberapa teman-teman memang kadang kurang komunikasi antara satu dengan yang lain, ada ketika jam kerja malas-malasan…sehingga teman satu divisinya jadi repot, karena harus backup pekerjaan dia. Kalo yang lain…hmmmm, o iya disini ada namanya teng go… teng go ya itu mas, ketika bunyi bel jam kerja selesai langsung pulang entah tidak tahu kerjaan selesai atau belum…” Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa ada jarak dan batasan di dalam satu lingkup organisasi yang melibatkan para anggota yang ada di dalamnya, sehingga ada semacam ketidaksensitifan para anggota 6 organisasi berkaitan perilaku dan hubungannya dengan orang lain. Pekerjaan terkesan hanya bekerja secara transaksional, pekerja melakukan pekerjaan hanya untuk mendapatkan pendapatan bagi dirinya atau lebih merujuk pada kepentingan individu masing-masing. Komunikasi dan kerjamasa yang kurang antara anggota dalam satu divisi atau pun berlainan divisi kadang sering terjadi, sehingga timbul permasalahan di lapangan.. Hal itu memperlihatkan kurangnya memiliki sifat kewargaan dalam organisasi, padahal salah satu faktor efektivitas dan keberhasilan organisasi adalah kerjasama di dalam organisasi. Menghadapi permasalahan yang telah disebutkan yaitu kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya perilaku kewargaan, organisasi memiliki dua pilihan untuk mengatasi permasalahan. Pertama adalah pendekatan problem solving dan yang kedua adalah menggunakan pendekatan abundance. Pendekatan problem solving karakternya adalah dengan mengidentifikasi kunci masalah dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi, alternatif dalam pemecahan masalah ini salah satunya adalah dengan mengidentifikasi akar masalah, evaluasi dan pilihan harus merupakan solusi yang optimal, dan hal yang paling penting implementasi dari solusi yang dipilih. Sedangkan pendekatan yang lain lebih mengedepankan tujuan dari organisasi sebagai cakupannya, dan memberikan kesempatan pada potensi-potensi yang tinggi baik organisasi dan orang-orangnya. Salah satu metode dalam pendekatan ini adalah dengan menggunakan psikologi positif. Park (2004) menyebutkan bahwa pendekatan psikologi positif erat kaitannya dengan masalah kebahagiaan. Kebahagiaan berarti kesukesan atau keberuntungan, tetapi lambat laun pengertiannya berkembang menjadi kesenangan subjektif dalam hidup atau disebut juga kepuasan hidup. Secara 7 umum, kebahagiaan dapat diartikan sebagai penghargaan atas keseluruhan hidup individu yang disebut oleh para ahli psikologi sebagai psychological well being atau kesejahteraan psikologis. Dipahami kebahagiaan sebagai kesejahteraan psikologis karena dipengaruhi oleh pengalaman positif yang membuat individu bermanfaat. Pengertian ini didasarkan pada subjektifitas penilaian masing-masing individu dalam menilai kebahagiaan. Penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Bonnet (2007) menemukan bahwa berbagai aktivitas yang terjadi di tempat kerja seperti rutinitas, supervisi, dan kompleksitas tugas mempengaruhi kemampuan kontrol seseorang sehingga ia mampu merasakan emosi dan persepsi yang positif mengenai tempat kerjanya. Penilaian yang positif ini merupakan indikator dari kesejahteraan. Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dapat diketahui dari ada atau tidaknya perasaan bahagia. Ketika seseorang menilai lingkungan kerja sebagai lingkungan yang menarik, menyenangkan, dan penuh dengan tantangan dapat dikatakan bahwa ia merasa bahagia dan menunjukkan kinerja yang optimal. Kebahagiaan di tempat kerja adalah bila seseorang merasa puas dengan pekerjaannya. Sebuah hal yang penting untuk menjaga kestabilan dan kebaikan fungsi secara psikologis dan emosi dalam tujuan untuk merealisasikan strategi organisasi lebih objektif karena pada saat sekarang tantangan yang dihadapi organisasi lebih kompleks, dinamis, kompetitif, dalam lingkungan yang dengan cepat bisa berubah. Kebahagiaan mengacu pada pengalaman mengenai penghargaan hidup dan memiliki perasaan yang lebih positif dibandingkan dengan perasaan yang negatif, yang secara psikologis mengacu pada optimalnya fungsi psikologis pada diri manusia. Maka sangat penting untuk 8 mempromosikan kebahagiaan dan juga orientasinya sebagai bagian penting dalam pembentukan kesejahteraan psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh George dan Brief (1992) menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis secara frekuensi merupakan antecedent dari perilaku prososial. Perilaku prososial adalah perilaku yang menunjukkan perlindungan dan juga peningkatan kesejahteraan bagi orang lain. Tindakan prososial ditujukan untuk individu, tetapi beberapa kelompok seperti organisasi juga dapat melakukannya. Perilaku kewargaan organisasi (PKO) adalah salah satu tipe perilaku prososial yang memberikan keuntungan bagi organisasi dan karyawan. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai mood positif akan lebih mudah untuk menunjukkan perilaku yang luar bisa atau lebih mengacu pada PKO, hubungan antara afeksi positif dan juga aktivitas kewargaan adalah kuat. Ada dugaan bahwa individu yang dalam keadaan mood positif akan lebih mudah tertarik pada orang lain serta menunjukkan perilaku prososial Wayne, Shore, Bommer dan Tetrick (2002) menyebutkan bahwa model kepemimpinan yang sesuai dan tepat akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis pekerja. Kualitas yang rendah dari model kepemimpinan yang ditandai dengan karakteristik negatif atau tidak adanya keadilan pada karyawan akan mempunyai efek yang negatif bagi karyawan dan hal ini menggangu bagi efektivitas dan efisiensi dalam organisasi. Connel (2005) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara kepemimpinan transformational, model kepemimpinan leader member exchange, perilaku kewargaan organisasi dan motivasi perilaku kewargaan dengan model analisis moderasi dan mediasi mengungkap bahwa motivasi perhatian pada organisasi memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan 9 beberapa dimensi dalam PKO. Hasil lainnya menunjukkan bahwa motif tindakan prososial merupakan mediator parsial dalam hubungan antara kualitas hubungan leader member exchange, dan tindakan altruism. Penemuan lain adalah bahwa baik kepememimpinan transformational dan kualitas leader member exchange berhubungan sangat kuat dengan perhatian pekerja pada organisasi. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi berfungsi untuk memandu, menuntun, membimbing, membangun dan memberi atau membangunkan motivasi kerja, menjalankan organisasi, menjalin komunikasi yang baik, melakukan pengawasan secara teratur, dan mengarahkan pengikutnya pada sasaran yang dituju. Bawahan atau pengikut organisasi akan mampu bekerja dengan baik jika pemimpin dapat menjalankan perannya secara baik (Hanggoro, 2002). Keberhasilan kepemimpinan pada sebuah organisasi dapat dilihat dari kemampuan pemimpin untuk memotivasi bawahannya untuk dapat bekerja lebih baik. Selain itu keberhasilan pemimpin dapat dinilai dari produktivitas dan prestasi yang dicapainya. Penelitian yang dilakukan oleh Kelloway, Turner, Barling dan Loughlin (2012) menemukan bahwa kepercayaan pada pada pemimpin secara penuh memediasi hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan kesejahteraan psikologis pekerja dengan menggunakan jumlah subjek 436 orang. Selain itu hasil lain menunjukkan bahwa indikator manajemen eksepsi aktif dan laissez faire berpengaruh negatif pada kesejahteraan psikologis pekerja dan mengurangi kepercayaan pada manajer. Keberhasilan kepemimpinan di dalam perusahaan dapat dilihat dari kemampuannya untuk memotivasi pekerja, meningkatkan kinerja pekerja, dan mampu memberikan kepuasan kerja bagi para anggotanya. Seorang pemimpin 10 diharapkan mampu untuk menjadikan pekerja mandiri dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi, dan mampu menanamkan nilai-nilai pekerjaan dalam diri pekerja, menumbuhkan kepercayaan diri,dan mendorong pekerja untuk pekerja secara profesional (Fiedler, 1996). Pada saat ini berbagai model kepemimpinan yang diterapkan di PT Garuda Food, dari model itu yang sampai saat ini masih digunakan pada situasi perusahaan adalah gaya kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Bass (Yukl, 1994) yaitu tipe kepemimpinan transformational. Gaya kepemimpinan transformational sifatnya lebih mengedepankan rasa sosial, perhatian, dan saling memberikan penghormatan atau pengahargaan antara atasan dan bawahan. Penelitian ini akan menguji pengaruh dari kesejahteraan psikologis pekerja terhadap perilaku perilaku kewargaan organisasi karyawan, apakah kesejahteraan psikologis mempunyai hubungan positif terhadap perilaku kewargaan organisasi, dengan adanya variabel moderator yaitu model kepemimpinan transformational. Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul : Efek Moderator Kepemimpinan Transformasional Terhadap Hubungan antara Kesejahteraan Psikologis Pekerja dengan Perilaku Kewargaan Organisasi Penelitian akan dilakukan di Perusahaan makanan PT Garuda Food, yang melibatkan level pekerja di kantor pusat dan diharapkan dapat diketahui hubungan antara kesejahteraan psikologis karyawan dengan perilaku kewargaan organisasi dengan kepemimpinan transformasional sebagai variabel moderator. 11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti yang dikemukakan, maka pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peran kesejahteraan psikologis pekerja terhadap perilaku kewargaan organisasi dengan moderator kepemimpinan transformational? C. Tujuan Penelitan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : Menguji hubungan antara kesejahteraan psikologis pekerja dengan perilaku kewargaan organisasi yang dengan moderator kepemimpinan transformational. 2. Manfaat dalam Penelitian ini adalah a. Manfaaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian teoritis guna penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara kesejahteraan psikologis karyawan dengan perilaku kewargaan organisasi (PKO) yang di moderatori oleh kepemimpinan transformational. b. Manfaat Praktis Penelitian ini memberi masukan dan manfaat kepada perusahaan dan organisasi dalam upaya untuk meningkatkan perilaku kewargaan organisasi yang secara tidak langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. D. Perbedaan dengan Penelitian sebelumnya Beberapa penelitian mengenai kebahagiaan karyawan, kepemimpinan transformational, dan perilaku kewargaan organisasi telah diteliti oleh beberapa 12 peneliti diantaranya Penelitian yang dilakukan Dian (2005), berjudul Hubungan persepsi gaya kepemimpinan transformational, transaksional dan komitmen organisasional dengan mutu pelayanan pramuniaga Matahari Deparment Store Magelang. Studi ini dirancang untuk meneliti korelasi antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional, transaksional dan komitmen dengan mutu pelayanan. Sebanyak 100 pramuniaga dari Matahari Department Store Magelang mengambil bagian dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Evanjeli (2012), berjudul Hubungan antara Stress, Somatisasi, dan Kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara stress dan kebahagiaan secara langsung maupun melalui mediator somatisasi. Subjek penelitian berjumlah 110 orang mahasiswa S1 Psikologi UGM yang dipilih secara insidental, menunjukkan adanya hubungan tidak langsung antara stres dan kebahagiaan melalui mediator somatisasi. Sementara hubungan stres dan kebahagiaan melalui mediator somatisasi terbukti. Hal ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan hubungan stress dan kebahagiaan melalui mediator somatisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani (2011), berjudul Sumber Kebahagiaan yang dipersepsikan Mahasiswa: Sebuah analisis Jaringan. Penelitian ini mengeksplorasi hal-hal yang dipersepsi dapat mendatangkan kebahagiaan pada mahasiswa Indonesia dan melihat bagaimana subjek membuat atribusi dan membentuk interrelasi atas sumbersumber kebahagiaan tersebut dalam sebuah jaringan. Penelitian ini menggunakan jenis desain ekploratori. Jumlah subjek penelitian adalah 232 orang. Hasilnya adalah sebelas kategori kebahagiaan yang dipersepsikan mahasiswa, dan ada interelasi dalah sumber kebahagiaan itu. 13 Penelitian yang dilakukan Nicholas (2008) berjudul Hubungan antara Kepemimpinan Transformasional dan Pertukaran Atasan Bawahan dengan Perilaku Kewargaan Organisasi Karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan pertukaran atasan-bawahan dengan perilaku warga organisasi karyawan. Data penelitian ini dikumpulkan dengan tiga skala, yaitu skala kepemimpinan transformasional, skala pertukaran atasan-bawahan dan skala laku warga organisasi. Subjek penelitian ini adalah karyawan non medis RSJ Prof. dr. Soeroyo Magelang yang berjumlah 109 karyawan. Menunjukkan adanya hubungan yang positif antara pertukaran atasan bawahan dengan perilaku warga organisasi, hasil temuan lain bahwa tidak ada hubungan antara kepemimpinan transformational dengan perilaku kewargaan organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Humairah (2005), berjudul Hubungan gaya Kepemimpinan Transformational terhadap efektivitas Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformational dan transaksional dengan kinerja perawat. Penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu skala kepemimpinan transformational, skala kepemimpinan transaksional, dan skala efektivitas kerja perawat. Penelitian dengan subjek 137 perawat di RS Jantung Harapan Kita. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam kepemimpinan transformational lebih berpengaruh positif terhadap efektivitas kinerja perawat, yang adalah faktor perhatian pada individu dan motivasi inspirational. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan adalah tentang pengungkapan bagaimana kesejahteraan psikologis dapat mempunyai pengaruh yang mendorong pekerja untuk menampilkan perilaku kewargaan 14 organisasi dengan memberikan model kepemimpinan transformasional sebagai variabel intervening. Selain itu ada perbedaan pada lokasi, waktu, dan subjek dimana penelitian dilakukan, sehingga ke otentikan penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan.