peranan negara dalam pengawasan pelaksanaan

advertisement
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
PERANAN NEGARA DALAM PENGAWASAN
PELAKSANAAN ALIH TEKNOLOGI DI INDONESIA
Oleh : Siti Zulaekhah, SH
Abstrak :
Peralihan teknologi dari negara maju ke negara berkembang berlangsung
melalui serangkaian proses dan tidak terjadi secara otomatis. Salah satu cara
pengalihan tekonologi tersebut adalah dengan cara perjanjian tertulis. masingmasing negara diberikan hak untuk sampai pada derajad tertentu mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk menunjang pengalihan teknologi yang
sesuai denga kebutuhan, keadaan, dan kondisi masing-masing negara peserta
TRIPs. permasalahan alih teknologi sudah menjadi perhatian serius negaranegara di dunia, karena Indonesia telah mratifikasi WTO yang menjadi landasan
dari TRIPs pada tahun 1994, maka demi hukum harus melaksanakan ketentuan
yang ada dalam TRIPs dan wajib untuk melaksanakan pengawasannya.
Kata Kunci : Alhi Teknologi, Penanaman Modal, Pengawasan
A. Latar Belakang Permasalahan
Zaman renaissance atau
masa pencerahan yang bergelora
di Eropa, telah menempatkan
negara-negara di dunia pada pihak
yang saling berseberangan. Di
satu sisi, terdapat negara-negara
yang memiliki perkembangan
teknologi yang sedemikian pesat
yang biasa disebut dengan negara
maju (developed countries) dan
pada sisi yang lain terdapat
negara-negara yang sangat lamban
dalam hal penguasaan teknologi,
yang sering disebut dengan negara
berkembang
(underdeveloped/developing countries).
Terminologi yang kedua ini sering
disebut dengan negara-negara
70
dunia
ketiga
(third
world
1
countries).
Posisi yang lain juga
menampilkan dua hal yang saling
berkebalikan. Negara-negara maju
sudah menggunakan teknologi
mutakhir
untuk
mengembangankan industrinya,
sementara sebaliknya, masih
banyak produk-produk negara
berkembang
yang
hanya
menduduki
posisi
penghasil
bahan-bahan
mentah
seperti
minyak sawit, kayu, karet, timah,
minyak bumi, dan mineral lainnya
untuk diekspor ke negara-negara
1
Gunawan Wijaya, LISENSI, Edisi 1,
Cetakan ke-1 ( Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2001 ), hal.95
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
maju atau negara-negara industri.
Negara-negara
ini
juga
mengimpor produk-produk yang
berasal dari bahan logam dan
campuran logam, bahan plastik,
bahan makanan dan sebagainya,
yang sebenarnya dapat diproduksi
sendiri di dalam negerinya. 2
Negara-negara
maju
terus
menerus menemukan proses serta
mesin-mesin baru yang lebih
rumit dan ekonomis. Sedangkan
negara-negara
yang
sedang
berkembang masih berada pada
tataf mencoba dengan segala
upaya untuk memperkecil jarak
keterbelakangant
eknologinya
dengan negara-negara maju yang
hasilnya belum begitu berarti.3
Teknologi, bagi semua
negara di dunia, telah berubah
dari sarana percobaan dan
penelitian menjadi komoditas atas
dasar asumsi bahwa tidak ada satu
pun negara di dunia ini yang tidak
membutuhkan
teknologi.
Komoditas atau pasar teknologi
ternyata tidak hanya terjadi antara
negara maju dengan negara
berkembang, akan tetapi yang
paling gencar justru terjadi
2
Amir Pamuntjak, dkk, SISTEM PATEN ;
Pedoman Praktek dan Alih Teknologi
(Jakarta : Djambatan, 1994 ), hal. 6
3
Ibid.
antarnegara
maju.
Ekspor
teknologi dari Amerika ke Jepang,
Jerman, dan negara eropa lainnya
cukup mempengaruhi neraca
pembayaran
negara-negara
4
tersebut.
Kondisi tersebut, dalam
perkembangan selanjutnya, tidak
mungkin
memisahkan
satu
kelompok negara pada satu sisi
dengan kelompok negara yang
lainnya pada sisi yang lain.
Namun, kedua kelompok Negara
ini harus membaur menjadi satu
dalam bentuk global village,
menciptakan satu hubunganhubungan
tertentu
dengan
menerbitkan landasan yuridis
bersama
dalam
bidang
perdagangan. Status ini terlihat
jelas setelah peristiwa perang
dunia kedua dan berawal dari
Bretton Words ini telah menjadi
cikal bakal lahirnya World Trade
Organisation pada tahun 1994
yang bisa dikatakan sebagai
jembatan kepentingan kedua
belah pihak dengan negosiasinegosiasi yang terjadi.5
Pada saat yang bersamaan,
negara-negara dunia ketiga sedang
4
Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih
Teknologi, EDISI I, Cetakan ke-1
(Bandung : Alumni, 1993 ), hal.15
5
Gunawan, 2001, Loc. cit.
71
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
gencar
melaksanakan
pembangunan ekonomi yang
berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan, dan melepaskan
diri
dari
kemiskinan
dan
kesengaraan hidup bangsanya.
Meskipun
demikian,
pada
umumnya negara-negara dunia
ketiga adalah negara yang sangat
kaya akan sumber daya alam dan
padat penduduk namun sangat
miskin dalam hal penguasaan
teknologi
pengolahan
dan
pengelolaan sumber daya alam
serta rendahnya sumber daya
manusia
terkait
dengan
keterampilan dan keahlian dalam
mengolah
dan
mengelola
teknologi yang bersangkutan.
Padahal, jika diolah dengan
teknologi modern serta dikelola
oleh tenaga-tenaga yang memiliki
kualitas SDM, maka kekayaan
alam sebenarnya sangat mampu
untuk
memenuhi
kebutuhan
dalam negeri bahkan bisa
diekspor karena memiliki daya
saing secara internasional. Untuk
mencapai hal tersebut, pada awal
pemerintahan
Orde
Baru,
Indonesia merubah haluan politikekonominya,
dari
yang
sebelumnya politik pintu tertutup
menjadi politik pintu terbuka,
yakni dengan diterbitkannya
72
Undang-undang No. 1 tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing
(PMA) yang tujuan pokoknya
adalah
merubah
ekonomi
potensial menjadi ekonomi riil.6
Fase kebiajkan pintu terbuka ini
dianggap sangat penting karena
investasi dan teknologi secara
bebas dan gencar-gencaran masuk
ke Indonesia.
Peralihan teknologi dari
negara
maju
ke
negara
berkembang berlangsung melalui
serangkaian proses dan tidak
terjadi secara otomatis. Salah satu
cara
pengalihan
tekonologi
tersebut adalah dengan cara
perjanjian tertulis sebagaimana
diatur dalam Undang-undang No.
14 tahun 2001 tentang Paten.7
Mekipun
Indonesia
telah
mengatur secara yuridis tentang
mekanisme pengalihan teknologi
yang tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan,
namun dalam praktek pelaksanaan
6
Etty Susilowati, KONTRAK ALIH
TEKNOLOGI PADA INDUSTRI
MANUFAKTUR, Cetakan Pertama (
Yogyakarta : Genta Press, 2007 ), hal. 2005
7
Baca selengkapnya pasal 66 ayat ( 1 )
bahwa hak ekslusif atas invensi di bidang
teknologi dapat beralih melalu beberapa
cara, yakni pewarisan, hibah, wasiat,
perjanjian tertulis atau cara lain yang
dibenarkan oleh peratuan perundangundangan.
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
tersebut masih menemui berbagai
masalah.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip dasar alih
teknologi dan kontrak alih
teknologi,
baik
secara
kebiasaan
Internasional
maupun nasional ?
2. Bagaimana
pengaturan
tentang alih teknologi dan
kontrak alih teknologi di
Indonesia ?
3. Bagaimanakah peranan negara
dalam pengawasan tersebut
terhadap pelaksanaan alih
teknologi di Indonesia?
C. Pembahasan
Masalah alih teknologi menjadi
perhatian pokok dalam Trips8
sebagaimana diatur dalam article
7 dan article 8
Article 7
Objectives
“The protection and enforcement
of Intelectual Property Rights
should
contribute
to
the
promotion
of
technological
innovation and to the transfer and
dissemination of technology to the
mutual advantage of producer
and users of technological
8
knowledge
in
a
manner
conductive to social and economic
welfare and to balance of rights
and obligation.”
Dari redaksi pasal tersebut
tersurat bahwa perlindungan dan
pelaksanaan
hak
kekayaan
intelektual
juga
meliputi
pelaksanaan alih teknologi yang
menguntungkan kedua belah
pihak dengan diikuti oleh prinsip
keseimbangan hak dan kewajiban
dengan tujuan untuk mengarahkan
kesejahteraan,
baik
secara
ekonomi maupun secara social
semua Negara-negara anggota
TRIPs.
Selanjutnya dalam artikel 8
juga disebutkan :
Article 8
Principles
1. Members may in formulating
or amending their national
laws and regulation, adopt
measures necessary toprotect
public health and nutrition,
and to promote the public
interest in sector of vital
importance in their social
economic and technological
development, provided that
such measures are consistent
with the provision of this
agreement.
Gunawan Wijaya, Op. cit, 2001, hal. 97-98
73
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
2. Appropriate
measures,
provided that they are
consistent with the provison of
this agreement, may be
needed to prevent the abuse of
intellectual property rights by
right holders or the resort of
practices, with unreasionably
restrain trade or adversely
affect
the
international
transfer of technology.
Pasal selanjutnya, Negaranegara anggota TRIPs sebaiknya
memformulasikan dalam hukum
positif di maisng-masing Negara
anggota
untuk
melindungi
kesejahteraan dan gizi masyarakat
serta untuk menggalakkan sektorsektor
yang
vital
untuk
kepentingan
publik
yang
dilaksanakan
dalam
rangka
pengembangan teknologi dan
sosioekonomis
dan
pengembangan teknologi masingmasing peserta TRIPs, masingmasing negar
diberikan hak
untuk sampai pada derajad
tertentu mengambil langkahlangkah yang diperlukan untuk
menunjang pengalihan teknologi
yang sesuai denga kebutuhan,
keadaan, dan kondisi masingmasing negara peserta TRIPs.
Dari dua pengaturan tentang
alih teknologi dalam aturan
74
internasional
tersebut,
permasalahan
alih
teknologi
sudah menjadi perhatian serius
negara-negara di dunia. Karena
Indonesia telah mratifikasi WTO
yang menjadi landasan dari TRIPs
pada tahun 1994, maka demi
hukum maka aturan tersebut juga
menjadi hukum positif bagi
Indonesia.
Karena perbedaan keadaan
masing-masing kelompok negara
di dunia, format hukum dasar
yang merupakan cara peralihan
tekonogi
juga
berbeda-beda
sebagaimana
disebut
dalam
Backgroud Reading Material on
yang
Intelectual
Property
diterbitkan
oleh
WIPO,
disebutkan ada tiga macam format
hukum dasar yang bisa ditempuh
untuk
melaksanakan
alih
9
teknologi ;
1. Dalam bentuk penjualan atau
pengalihan alih teknologi
2. Melalui pemberian lisensi
3. Dengan know how agreements
Sedangkan untuk negaranegara berkembang, menurut
terbitan yang sama, setidaknya
ada lima macam cara lain yang
dapat dilakukan oleh negara
9
Gunawan Wijaya, Ibid, 2001, hal.98
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
berkembang untuk melakukan
alih teknologi ;
1. Melalui importasi barangbarang modal
2. Dengan
waralaba
(franchising) dan program
distribusi (distributorship)
3. Perjanjian manajemen dan
konsultasi
(consultation
agreements)
4. turn key project dalam bentuk
kerjasama pabrikasi yang
melibatkan penyertaan modal
yang cukup besar dengan satu
sumber
teknologi
yang
bertanggung
jawab
sepenuhnya atas keberhasilan
jalannya proyek tersebut
5. Joint venture agreements. Jika
dalam
consultation
agreements,
negara
berkembang harus memainkan
peran yang aktif agar mereka
memperoleh secara optimum
teknologi yang ingin diserap,
dan dalam turn key project,
beban tersebut dialihkan pada
pemilik
teknologi,
maka
dalam
joint
venture
agreements diharapkan dapat
terjadi keseimbangan peran
diantara keduanya hingga
dapat diperoleh hasil yang
lebih optimum atas teknologi
yang dihasilkan.
Menurut
Sumantoro10,
regulasi tentang alih teknologi di
suatu negara sangat berpengaruh
terhadap proses alih teknologi di
negara
yang
bersangkutan.
Peraturan itu bisa berupa aturan
umum
seperti
Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden
maupun
Keputusan
Menteri
maupun bisa berupa anjuran
dalam bentuk petunjuk, instruksi
atau pedoman. Aturan dan anjuran
tersebut dapat merupakan aturan
yang terperinci atau kebijakan
umum. Namun dari sisi sifatnya,
peraturan itu bisa bersifat tidak
langsung
atau
langsung
berpengaruh
terhada
alih
teknologi. Peraturan yang bersifat
tidak langsung tersebut antara lain
GBHN, REPELITA, peraturan
tentang devisa, peraturan di
bidang perbankan serta peraturan
di bidang ekonomi lainnya.
Sedangkan
peraturan
yang
bersifat langsung antara lain
peraturan
perundang-undangan
tentang Penanaman Modal Asing
dan
peraturan
perundangundangan tentang Hak Kekayaan
Intelektual.
Dalam praktek, sangat sulit
memisahkan antara teknologi
10
Sumantoro, 1993, Op. cit. hal. 47
75
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
dengan investasi, sebab bagian
dari modal dan kekuatan investasi
banyak dipengaruhi oleh masukan
teknologi.11 Meskipun praktek
mendahului
pengaturan
alih
teknologi,
hukum
positif
Indonesia telah mengakomodasi
pengaturan tersebut, meskipun
masih tersebar di berbagai
peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-undang No. 1
tahun 1967, teknologi merupakan
salah satu komponen modal,
disamping fresh capital.12
11
12
Sumantoro, 1993,Ibid., hal.14
Lihat selengkapnya teks pasal 2 huruf ( b )
UU PMA No. 1 tahun 1967. Secara umum,
UU tersebut mengatur modal selain dalam
bentuk fresh capital sebagai bentuk
investasi langsung ( direct investment ).
Dalam undang-undang ini yang termasuk
penanaman modal asing termasuk alat-alat
untuk perusahaan, termasuk penemuanpenemuan baru milik orang asing dna
bahan-bahan yang dimasukkan dari luar ke
dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat
tersebut tidak dibiayai dengan kekayaan
Devisa Indonesia. ( lihat juga C.S.T. Kansil
dan Christine S.T. Kansil, 2001, hal. 384 ).
Bandingkan dengan undang-undang terbaru
tentang Penanaman Modal, UU No 25
tahun 2007. Undang-undang ini hanya
menyebutkan secara general ( tidak
sepesifik seperti modal alngsung, alat-alat
perusahaan, barang modal serta teknologi
milik asing ) yakni bahwa yang dimaksud
dengan modal adalah asset dalam bentuk
uang atau dalam bentuk lain yang bukan
uang yang dimiliki oleh penanam modal
yang bernilai ekonomis. Dengan demikian,
terminologi modal diperluas dengan katakata ,….segala sesuatu yang bernilai
ekonomis,…
76
Di
negara
manapun,
teknologi merupakan komponen
yang sangat menentukan dalam
industri manufaktur. Dengan
dilengkapinya prasarana pabrik
secara modern, maka akan
meningkatkan,
baik
kualitas
maupun kuantitas, produktivitas,
efisiensi,
dan
kemampuan
bersaing atas produk nasional
dengan
produk-produk
Internasional.
Dengan
diterimanya produk manufaktur
Indonesia
dalam
pasar
Internasional,
maka
secara
otomatis akan terjadi peningkatan
devisa yang akan berdapak
langsung pada meningkatnya
devisa negara13.
UU. No. 1 tahun 1967 sebagai
pintu masuk teknologi ke
Indonesia
hanya
mengatur
masalah teknologi sebagai bagian
dari penanaman modal asing
tetapi
tidak
menyebutkan
bagaimana teknologi itu dialihkan
dari pemilik/negara asal ke
Indonesia
sebagai
pengguna
teknologi. Praktek di negara
manapun
selalumenggunakan
perjanjian tertulis dalam alih
teknologi. Karena hukum tentang
perjanjian masih mengadopsi
13
Etty Susilowati, Op.cit, 2007, hal.204-205
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
peninggalan kolonial yakni Kitab
Udang-undang Hukum Perdata
(KUHPerd/BW), khususnya Buku
III yang berisi tentang perjanjian.
Adapun
pasal-pasal
tersebut
antara lain pasal 1313, 1320, 1338
serta 1340. Sifat buku III BW
adalah
terbuka
sehingga
permasalahan
perjanjian,
termasuk
perjanjian
tertulis/kontrak diserahkan kepada
masing-masing pihak. Disamping
itu, menurut Huala Adolf,14 sifat
keterbukaan buku III tersebut
memungkinkan
lahirnya
perjanjian-perjanjian baru sesuai
dengan perkembangan dunia
perdagangan. Menurut penulis,
tidak serta merta bahwa setiap
perjanjian secara otomatis hanya
semata-mata tunduk pada pasalpasal tersebut. Sebab, jika
konsepsi BW adalah warga negara
yang saling berhadap-hadapan,
sedangkan dalam kontrak alih
teknologi, melibatkan subyek
14
Huala Adolf, DASAR-DASAR HUKUM
KONTRAK INTERNASIONAL, Cetakan
ke-2 ( Bandung : PT. Refika Aditama, 2008
), hal. 118. Lihat juga selengkapnya kasus
Gallaher Ltd melawan PT. Asia Indonesia
Tobacco ( 1983 ) ( Putusan MA No. 3051
K/Sip/1981, tanggal 28 Desember 1983).
Dalam putusan tersebut, MA mengakui
adanya perjanjian-perjanjian lain diluar
KUHPer sesuai dengan perkembangan
dalam dunia usaha. ( Huala Adolf, 2008,
Ibid.)
hukum dari berbagai negara,
sehingga
alih
teknologi
sebenarnya lebih banyak terkait
dengan
praktek
kontrak
Internasional. Karena bersifat
lintas negara, maka negara tidak
bisa membiarkan begitu saja
setiap
warga
negaranya
berhadapan dengan warga negara
lain tanpa adanya proteksi dari
pemerintah
dalam
bentuk
pengawasan pelaksanaan kontrak.
Sebagai
penyelaras
TRIPs,
Indonesia
juga
sudah
mempertegas lagi pengaturan
masalah alih teknologi dan
perjanjian tertulis tentang alih
teknologi dalam Undang-undang
No. 14 tahun 2001 tentang Paten.
Menurut pasal 66 ayat ( 1 ) UU
No. 14 tahun 2001, paten dapat
beralih atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian
karena :
a. pewarisan
b. hibah
c. wasiat
d. perjanjian tertulis
e. sebab lain yang dibenarkan
oleh peraturan perundangundangan.
Dengan demikian, maka
UU
Paten
secara
jelas
menyebutkan kontrak/perjanjian
lisensi sebagai salah satu cara
77
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
beralihnya teknologi dari pemilik
kepada pengguna teknologi yang
bersangkutan. UU tersebut juga
telah melakukan restriksi-restriksi
terhadap perjanjian lisensi dengan
maksud
untuk
melindungi
kepentingan
perekonomian
nasional. Sebagaimana diatur
dalam pasal 71 bahwa perjanjian
lisensi tidak boleh memuat, baik
langsung maupun tidak langsung
yang
dapat
merugikan
perekonomian Indonesia yang
bisa menghambat kemampuan
bangsa
Indonesia
dalam
menguasai dan mengembangkan
teknologi dan yang berkaitan
dengan invensi yang diberi Paten
tersebut pada khususnya. UU ini
juga mewajibkan pencatatan dan
publikasi paten pada Direktorat
Jenderal HKI dengan ancaman
kebatalan dan tidak berakibat
hukum terhadap pihak ketiga jika
syarat itu tidak terpenuhi.
Pencatatan
dan
publikasi
merupakan bentuk pengawasan
pemerintah terhadap pelaksanaan
alih teknologi di Indonesia.
Sayangnya, Peraturan Pemerintah
yang mengatur tentang kontrak
lisensi sebagaimana diamanatkan
oleh UU No. 14 tahun 2001
ternyata sampai sekarang belum
juga terbit sehingga praktik
78
kontrak lisensi alih teknologi
diluar pengendalian pemerintah
dan sangat mungkin klausulklausul
yang
merugikan
kepentingan
perekonomian
nasional
serta
penghambat
penguasaan teknologi terjadi.
Sebab pada prinsipnya, setiap
orang yang merumuskan klausulklausul perjanjian pasti didasarkan
atas sesuatu yang tidak merugikan
dirinya serta menghindarkan diri
dari resiko-resiko yang mungkin
terjadi. Bahkan tidak jarang
memasukkan ketentuan yang
justru memojokkan pihak lawan.
D. Penutup
Permasalahan
alih
teknologi tidak semata terkait
dengan pelaksanaan kontrak, akan
tetapi
karena
menyangkut
hubungan lintas negara, maka
peranan negara menjadi sangat
penting
dalam
melakukan
pengawasan
terhadap
pelakasanaan alih
teknologi.
Pelaksanaan itu bisa bersifat
preventif
maupun
represif.
Pengawasan preventif terkait
dengan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang
alih teknologi. Dengan demikian,
maka segala syarat, kondisi dan
pertimbangan-pertimbangan serta
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
antisipasi terhadap resiko yang
berkaitan dengan kepentingan
bangsa
dapat
diantisipasi.
Pengawasan represif berkaitan
dengan tindakan langsung oleh
pemerintah, jika pemilik teknologi
tidak
mematuhi apa
yang
diharuskan
oleh
pemerintah
misalnya
kewajiban
untuk
mendaftarkan kontrak lisensi
kepada Dirjen HKI sebagaimana
diatur dalam Undang-undang No.
14
tahun
2001
tentang
Paten.Namun sayangnya, hingga
saat ini belum terbit Peraturan
Pemerintah terntang hal tersebut,
sehingga aktifitas kontrak lisensi
pihak asing di Indonesia lepas
dari kontrol pemerintah.
Permasalahan
alih
teknologi berawal dari bagaimana
teknologi itu dialihkan. Perjanjian
merupakan hukum bagi para
pihak
yang
membuatnya
sebagaimana diatur dalam buku
III BW. Hasil perjanjian diperoleh
melalui proses negosiasi. Masingmasing pihak dalam negosiasi
mempunyai
kekuatan.
Ketidakseimbangan
kekuatan
dalam
negosiasi
akan
menghasilkan kesepakatan atas
perjanjian yang tidak adil. Karena
itu, hukum perjanjian harus
dipahami oleh para pihak yang
membuatnya. Jika perjanjian itu
berkaitan dengan teknologi, maka
para pihak khususnya calon
penerima
teknologi
harus
memahama tentang teknologi
yang bersangkutan secara detail.
Meskipun BW Bersifat terbuka,
namun pemerintah tidak bisa
lepas tangan dalam pengawasan
pelaksanaan kontrak. Sebab,
dengan adanya pengawasan dari
pemerintah, maka pelaksanaan
kontrak alih teknologi akan
berjalan secara seimbang dan
memenuhi rasa keadilan bagi
semua pihak.
Atas kenyataan tersebut,
maka menurut penyusun paper,
permasalahan bisa diatasi dengan
cara
menyusun
peraturan
perundang-undangan khusus di
bidang alih teknologi secara
khusus termasuk
pengaturan
kontrak alih teknologi dengan
batasan-batasn kontrak yang jelas
dan tidak menimbulkan tafsir
ambigu serta tidak membuka
peluang
dilaksanakannya
kecurangan dalam penyusunan
kontrak tersebut.
79
Pena Justisia Volume VII No.13, tahun 2008
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala, Dasar-Dasar Hukum
Kontrak
Internasional,
Cetakan ke-2 (Bandung : PT.
Refika Aditama, 2008)
Susilowati, Etty, Kontrak Alih
Tekonolgi
Pada
Industri
Manufaktur,
Cetakan
I
(Yogyakarta : Genta Press,
2007)
Pamuntjak, Amir, Sistem Paten ;
Pedoman Praktik dan Alih
Teknologi
(Jakarta
:
Djambatan, 1994)
Widjaya, Gunawan, Lisensi, Ed.1,
Cetakan 1 (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2001)
Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi,
Cetakan I (Bandung : Nuansa
Aulia, 2007)
Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih
Teknologi,
Cetakan
I
(Bandung : Alumni, 1993)
80
Peraturan Perundang-undangan
1. Kitab Undang-undang Hukum
Perdata
2. UU No. 1 tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing
3. UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
4. UU No. 14 tahun 2001 tentang
Paten
Download