ANALISIS PERMINTAAN KREDIT KONSUMSI PADA PERBANKAN DI SUMATERA UTARA TESIS Oleh : ANDAYANI HADI 057018002/EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 ABSTRACT Andayani Hadi, 2008, Analysis of Consumer loan demand of Banks in Sumatera, under instruction, Murni Daulay (lead), Iskandar Syarief (member) North The objective of this research is to know of factor effecting consumer loan demand in North Sumatera. By using several theories of demand and from provious research on consumer demand, the variables observed in this research are Gross Domestic Regional Product, interest rate of consumer loan last year demand. This research used the time series data in period of 1991-2005, as secondary data from Statistical Station Board of North Sumatera, and it is analized by using ordinary least square Method. This research used Multiple Regression Model. This research find that factor effecting significantly the demand of consumer loan in North Sumatera are Gross Domestic Regional Product, interest rate of consumer loan exchange rate of rupiah to dollar and the consumer loan last year demand. The result of research show that the highest impact for consumer loan demand is Gross Domestic Regional Product and followed by consumer loan last year demand, exchange rate of rupiah, than interest rate of consumer loan. Kata Kunci: Consumer loan demand, Gross Domestic Regional Product, Exchange rate of rupiah, interest rate of consumer loan, consumer loan last year demand. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 ABSTRAK Andayani Hadi, 2008, Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, dibawah bimbingan, Murni Daulay (Ketua), Iskandar Syarief (Anggota). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Dengan menggunakan beberapa teori permintaan dan dari penelitian sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi, maka variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kurs rupiah terhadap dolar, tingkat bunga kredit konsumsi, nilai tukar rupiah terhadap dolar dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya. Penelitian ini mengunakan data time series selama periode 1991-2005, yang merupakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, dan dianalisis dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS). Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda. Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara ialah PDRB, tingkat bunga kredit konsumsi, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan permintaan kredit konsumsi pada tahun sebelumnya. Hasil penelitian dampak paling tinggi terhadap permintaan kredit konsumsi adalah Produk Domestik Bruto (PDRB) dan diikuti oleh permintaan kredit konsumsi pada tahun sebelumnya, nilai tukar/kurs rupiah dan tingkat bunga kredit konsumsi. Kata kunci : permintaan kredit konsumsi, Produk Domestik Bruto (PDRB), nilai tukar/kurs rupiah, tingkat bunga kredit, permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. tak lupa sholawat dan salam semoga tercurah pada Nabi Muhammad s.a.w. Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah mendapat bimbingan, arahan dan saran dari dosen komisi pembimbing. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada ibu Dr. Murni Daulay, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan, bapak Drs. Iskandar Syarief, MA sebagai anggota komisi pembimbing, atas kesempatan/waktu dan fikiran yang telah diberikan, mulai dari penulisan proposal sampai selesai penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada pihak-pihak yang telah turut membantu dan berpartisipasi mulai dari awal hingga berakhirnya studi ini, yakni kepada: 1. Bapak dan ibu staf pengajar pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, yang dengan tulus dan ikhlas telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis mengikuti program ini. 2. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(k) selaku rektor Universitas Sumatera Utara dan ibu Prof. Dr. Ir. Chairunnisa, MSc selaku direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 3. Kepada rekan-rekan seperjuangan khususnya angkatan IX Program Studi Ekonomi Pembangunan. 4. Rasa terimakasih yang mendalam khususnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua, suami tercinta, ketiga adik yang senantiasa mendo’akan dan memberi semangat, perhatian dan kasih sayang dalam menyelesaikan studi ini. Semoga segala usaha dan niat baik yang telah kita lakukan mendapat ridha dari Allah SWT, dan akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal alamin. Medan, Maret 2008 Penulis Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Alamat Agama Umur Tempat/Tgl. Lahir Jenis Kelamim Warganegara Nama Orang Tua Laki-laki Nama Orang Tua Perempuan : : : : : : : : : Andayani Hadi Jalan Bersama No. 255A Medan 20225 Islam 27 Tahun Medan, 02 November 1980 Perempuan Indonesia Dr. Ir. H. Abdul Hadi Idris Hj. Elliswita PENDIDIKAN FORMAL 1987-1993 1993-1996 1990-2004 2005-2007 : Lulusan SD Perguruan Islam Azizi Medan: Berijazah : Lulusan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) II Medan: Berijazah : Lulusan Universitas Sumatera Utara, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (S1): Berijazah : Sekolah Pascasarjana di USU (S2) PENGALAMAN KERJA 2005-Sekarang : PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK BAB 1 BAB 2 PENDAHULUAN 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1 7 8 8 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur 2.1.1 Pengertian Bank Umum 2.1.2 Pengertian, Fungsi dan Jenis Kredit 2.2 Pertumbuhan Ekonomi 2.3 Teori Permintaan 2.4 Konsumsi dan Pendapatan nasional 2.5 Kredit Konsumsi 2.6 Penelitian terdahulu 2.7 Hipotesis BAB 3 i ii iv v vii viii ix 9 10 15 16 18 24 25 30 METODE PENELITIAN 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 Ruang Lingkup Penelitian Jenis dan Sumber Data Model Analisis Metode Analisis Uji Kesesuaian Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Normalitas Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 31 31 31 32 33 33 33 3.6.2 Uji Multikolinieritas 3.6.3 Uji Autokorelasi 3.7 Defenisi Operasional BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Penelitian 4.1.1 Perkembangan Permintaan Kredit Kredit Konsumsi 4.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 4.1.3Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Konsumsi 4.1.4 Kurs rupiah Terhadap USD 4.2 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) 4.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas 4.3.2 Uji Multikolinieritas 4.3.3 Uji Autokorelasi 4.4 Pembahasan 4.4.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi 4.4.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 4.4.3 Nilai Tukar Rupiah (Kurs) 4.4.4 Suku Bunga kredit Konsumsi (SBKK) 4.4.5 Permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya BAB 5 34 35 35 37 38 40 41 42 45 46 47 48 50 51 54 56 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 S a r a n DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 59 60 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 4 Tabel 1.2 Posisi Penggunaan Kredit di Sumatera Utara (Triliun Rp) 6 Tabel 4.1 Permintaan kredit Konsumsi di Sumatera Utara tahun 1991-2005 37 Tabel 4.2 Perkembangan PDRB Sumatera Utara (Atas dasar Harga Konstan Tahun 1991-2005) 39 Perkembangan tingkat Bunga kredit Konsumsi diSumatera Utara Tahun 1991-2005 41 Tabel 4.4 Kurs Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Tahun 1991-2005 42 Tabel 4.5 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) 43 Tabel 4.6 Hasil Estimasi uji Multikolinieritas (Koefisien Korelasi Parsial) 46 Tabel 4.7 Uji Autokorelasi pada Hasil Estimasi Permintaan Kredit Konsumsi 47 Tabel 4.3 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Pengeluaran (C + I) dan Penentuan Pendapatan Nasional 19 Gambar 2.2 Tabungan (S) dan Investasi (I) 19 Gambar 2.3 Penurunan pengeluaran Investasi 21 Gambar 2.4 Penurunan pengeluaran Investasi 21 Gambar 2.5 Fungsi Konsumsi 23 Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran 30 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 DAFTAR GRAFIK Hal Grafik 1.1 Perkembangan Kredit Menurut jenis Kredit (Trilyun Dollar AS) 6 Grafik 4.1 Permintaan Kredit Baru 48 Grafik 4.2 Kredit Menurut Jenis Kredit (US Trilyun) 49 Grafik 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 53 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada saat ini dalam kondisi lemah tetapi aktifitas perdagangan tidak menunjukkan kelemahan tersebut. Permintaan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat, baik yang bersifat kebutuhan pokok (makanan, Pakaian, perumahan) maupun kebutuhan barang mewah (rumah mewah, mobil, elektronika) ataupun jasa-jasa ekonomi lainnya seperti transportasi, hotel dan restoran, pesta, hiburan dan lain sebagainya masih kuat. Hal ini merupakan fenomena masyarakat yang dapat ditelaah sebagai berikut : Pertama, dalam suasana perekonomian yang melemah para pengusaha sadar apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Para pengusaha tersebut menyusun strategi dalam melakukan penjualan. Untuk barang- barang yang nilainya tinggi dan tidak bersifat pokok mereka jual dengan sistem kredit seperti rumah, mobil, kendaraan roda dua, barangbarang elekronika atau barang-barang lain yang memungkinkan. Dari sini muncullah istilah ekonomi kredit (Credit economy). Masyarakat didorong untuk melakukan pembelian dengan cara kredit dan mencicil atas barang yang dibelinya. Keberadaan bank merupakan hal yang penting dalam dunia usaha. Keterkaitan antara dunia usaha dengan lembaga keuangan bank memang tidak bisa dilepaskan apalagi dalam pengertian investasi dan kredit. Pihak bank akan menyalurkan kredit berupa kredit investasi, modal kerja dan konsumsi yang dibutuhkan oleh pihak dunia Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 usaha dan konsumen. Dalam hal ini pihak bank terus mengembangkan kompetensi yang lain dibidang kredit untuk menggalang pertumbuhan kredit yang berkesinambungan sekaligus menjalankan fungsinya sebagai jasa intermediasi keuangan (Info Bank, 2005). Menurut Tono, dkk (2000) bahwa dengan bertambahnya peran perbankan maka peranan dari produk-produk bank menjadi semakin luas. Peranan intermediasi keuangan dalam penyaluran dana-dana dari surplus unit kepada kegiatan-kegiatan usaha yang produktif menjadi semakin berkembang. Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber utama pembiayaan investasi di Indonesia masih di dominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Lambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia. walaupun sempat terjadi penurunan tajam terhadap alokasi kredit perbankan, namun pada tahun 2001 secara perlahan kredit mulai menunjukkan peningkatan. Hal ini seiring dengan meningkatnya portofolio kredit sejak tahun 2002. (Laporan Tahunan Bank Indonesia 2000-2005). Pada tahun 2002, kondisi makro ekonomi menunjukkan perkembangan yang kondusif. Hal ini terlihat dari terkendalinya uang primer, serta laju inflasi dan nilai tukar yang menunjukkan perkembangan yang positif. Menurut Harmanta dan Ekananda (2005), bahwa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap USD memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kredit. Artinya melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang mencerminkan kondisi Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 perekonomian yang tidak menentu (uncertainty), menyebabkan meningkatnya resiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kredit. Oleh karena itu, Bank Indonesia mulai memberikan sinyal penurunan tingkat bunga secara bertahap. Hal ini dilakukan melalui penurunan tingkat bunga instrumen moneter yang salah satunya adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Turunnya SBI diharapkan dapat semakin mendorong aktifitas perekonomian melalui penurunan suku bunga kredit perbankan. Suku bunga kredit yang ada pada saat ini dianggap beberapa kalangan baik dari pelaku bisnis maupun pakar ekonomi belum optimal. Masih relatif tingginya suku bunga kredit ditengah masih adanya ketidakpastian prospek usaha tentu saja akan mengurangi semangat sektor dunia usaha untuk berinvestasi (Info Bank, 2005). Gejolak suku bunga dan inflasi menjadi dua faktor penting yang mempengaruhi aktifitas penyaluran kredit. Keduanya tidak hanya mendorong suku bunga kredit, tapi juga membuat risiko kredit macet menjadi besar. Kegiatan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 akan terus meningkat, dan berpotensi mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun 2007. perekonomian diperkirakan tumbuh sebesar 6,2-6,8 pada tahun 2008. dari keseluruhan kegiatan perekonomian, konsumsi swasta tetap sebagai mesin penggerak. Pertumbuhan konsumsi swasta terutama didorong oleh perbaikan daya beli masyarakat yang berasal dari kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Upah Minimum Propinsi (UMP). Sementara itu, investasi mulai membaik memberikan potensi pada peningkatan investasi tahun 2008. dari sisi eksternal, eksport akan tetap menunjukkan Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 pertumbuhan yang tinggi seiring dengan ter-diversifikasi-nya negara tujuan ekspor Indonesia dan pangsa produk non migas. Konsumsi rumah tangga pada tahun 2008 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 5,2-6,6% seiring dengan meningkatnya daya beli masyarakat (tabel 1.1). pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang pada 2006 mulai nmenunjukkan peningkatan diperkirakan terus berlanjut sepanjang tahun 2008. berlanjutnya konsumsi rumah tangga terutama didorong oleh daya beli masyarakat yang semakin meningkat. Peningkatan tersebut sejalan dengan perkiraan inflasi 2008 yang lebih rendah dibandingkan 2007. tren penurunan suku bunga di 2007 juga memberikan modal ke depan pada meningkatnya konsumsi swasta dari sisi pembiayaan. Dari sisi pendapatan, konsumsi yang lebih tinggi juga didorong oleh kenaikan gaji PNS sekitar 20% dan peningkatan UMP. Pada 2008, dengan memperhitungkan tingkat inflasi, kenaikan gaji PNS serta UMP ini secara riil diperkirakan positif. Dengan demikian, hal ini secara langsung akan meningkatkan daya beli masyarakat. Gambaran pertumbuhan konsumsi yang positif dikonfirmasi oleh leading indicator konsumsi, yang menunjukkan konsumsi rumah tangga berada pada fase ekspansi sejak 2006 sampai beberapa triwulan ke depan. Tabel 1.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Sumber: Laporan Kebijakan Moneter – Triwulan IV-2007 Secara umum peningkatan ini didorong oleh peningkatan permintaan agregat domestik yang meningkat sangat impresif yang tumbuh hingga 2,4% dari tahun 2006 hingga 2007. Peningkatan permintaan domestik ini salah satunya disebabkan oleh konsumsi, khususnya konsumsi bukan makanan yang terus mengalami peningkatan yang sebahagian didorong oleh kredit konsumsi. Peningkatan kredit konsumsi yang umumnya berasal dari peningkatan KPR (Kredit Pemilikan Rumah), KPM (Kredit Kepemilikan Mobil), dan kartu kredit telah mendorong peningkatan konsumsi bukan makanan khususnya untuk keperluan perumahan dan konsumsi barang tahan lama seperti barang- barang elektronik Salah satu faktor yang mendorong perkembangan konsumsi adalah kredit untuk tujuan konsumsi. Kredit konsumsi saat ini mengalami pertumbuhan yang pesat sejalan dengan pemulihan (recovery) perekonomian serta pulihnya kesehatan perbankan. Dalam masa-masa pemulihan ekonomi ini, konsumsi tetap menjadi motor Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 pertumbuhan ekonomi. Selain karena kontribusinya dalam Produk Domestik Bruto (PDB) yang sangat dominan, pertumbuhannya pun masih di atas investasi dan ekspor. Penurunan tingkat bunga dan lambatnya penyaluran kredit koperasi membuat bankbank masih memfokuskan diri pada kredit konsumsi yang memiliki profil resiko relatif lebih terukur. Dengan sedikitnya kredit investasi dari sektor perbankan, maka mengandalkan peran investasi pada saat ini sebagai Driving force pertumbuhan ekonomi tampaknya masih sulit diharapkan. (Mar’ie, 2006) Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dapat berakibat buruk terhadap perekonomian, terutama apabila pihak bank, tidak mampu menilai dengan baik potensi atau kemampuan membayar dari seorang debitur. Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan Indonesia. Lebih jauh lagi, kredit konsumsi yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan inflasi, apabila sektor produksi tidak berjalan dengan baik. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan konsumsi semata tidak menjamin sisi keberlanjutannya. Posisi penggunaan kredit di Indonesia dapat dilihat pada Grafik 1.1 berikut: Grafik 1.1 Perkembangan Kredit Menurut Jenis (Triliun Dollar AS). Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Sumber: Kadin Indonesia (Data BI) Tahun 2007 Berdasarkan Gambar 1.1 di atas dapat dilihat bahwa posisi penggunaan kredit di Indonesia mengalami peningkatan untuk setiap tahunnya. Penggunaan kredit modal kerja mendominasi penggunaan kredit investasi dan konsumsi, bahkan sejak tahun 2003 hingga 2006 kredit konsumsi lebih besar porsi penggunaannya dibanding kredit investasi. Dalam hal ini, posisi penggunaan kredit di Sumatera Utara dapat pula dilihat pada Tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Posisi Penggunaan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara (Rp. Triliun) Uraian a. Pertumbuhan PDRB (qtq) (%) b. Tingkat Inflasi (mtm) (%) BI Rate (%) 2004 2005 2006 2006 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2008 12 12 3 6 9 12 3 6 9 12 1 5.74 4.5 2.89 5.7 6.5 9.63 8.58 9.03 6.53 4.01 0 6.82 22.51 20.24 18.43 16.36 6.08 6.69 5.73 6.92 6.6 1.14 7.43 12.75 12.75 12.5 11.25 9.75 9 8.5 8.25 8.25 8 6.43 12 11.5 9.37 7.9 7 9.68 4.04 8.47 3.13 6.21 12.74 14.71 14.91 14.94 14.53 14.26 13.22 12.94 11.8 11 11.76 Suku Bunga (%) : a. Antarbank b. Kredit - Modal Kerja 12.72 14.91 15.40 15.26 14.97 14.37 13.15 12.90 11.55 11.51 11.42 - Investasi 12.66 14.22 13.68 13.41 13.15 13.00 12.61 11.80 10.67 11.12 11.09 - Konsumsi 12.86 14.72 14.95 15.62 14.78 Sumber: Statistik Ekonomi daerah Sumatera Utara 2007 15.27 14.87 14.22 13.51 13.27 13.24 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa penggunaan kredit di Sumatera Utara dari tahun 2004-2008 meningkat setiap tahunnya. Pada sejak tahun 2006 posisi kredit konsumsi lebih tinggi tingkat penggunaannya sebesar dibanding kredit odal kerja dan investasi sebesar. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Sumatera Utara cenderung lebih memilih kredit untuk konsumsi daripada melakukan kredit untuk berinvestasi. Jika ditelusuri lebih lanjut, kredit bank terutama diberikan terutama untuk membelanjai konsumsi rumah tangga, utamanya pembelian sepeda motor atau kendaraan bermotor maupun rumah toko (ruko). Kredit ini sangat sensitif terhadap kenaikan tingkat bunga sehingga kenaikan tingkat bunga dapat meningkatkan kredit macet pada bank. Berdasarkan latar belakang di atas serta didukung oleh data dan beberapa penelitian sebelumnya, penulis mencoba untuk mengkaji indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi permintaan kredit konsumsi dalam penelitian yang berjudul: Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh tingkat bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 3. Bagaimana pengaruh Kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dollar terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 4. Bagaimana pengaruh permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pengaruh tingkat bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 2. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 3. Pengaruh Kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 4. Pengaruh permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pembuat kebijakan maupun pengambilan keputusan dalam menerapkan kebijakan perbankan di dalam perekonomian Indonesia khususnya Sumatera Utara. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang hubungan intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi. 3. Bahan acuan bagi peneliti lain yang berniat meneliti masalah peran intermediasi keuangan dalam menggerakkan sektor riil serta aspek-aspek yang terkait dengan intermediasi keuangan. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur 2.1.1 Pengertian Bank Umum Definisi Bank menurut UU No. 14/1967 pasal 1 tentang pokok-pokok perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sedangkan pengertian bank menurut Undang –undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yaitu: bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Bank umum adalah suatu lembaga keuangan yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan, yaitu selisih antara pendapatan dengan biaya. Pendapatan bank bersumber dari hasil kegiatan yang berupa pemberian pinjaman dan jasa keuangan lainnya seperti: kiriman uang, kliring, garansi bank, letter of credit, surat keterangan rekomendasi dalam negeri, safe deposit box, dan lain-lain. Sedangkan biaya bersumber dari biaya bunga dana, biaya operasional, biaya pencadangan atas resiko kredit, dan lain-lain. Perbedaan bank umum dengan lembaga keuangan bank, yaitu: 1. Bank umum mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi uang beredar melalui proses penciptaan atau ekspansi kredit. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2. Bank umum merupakan suatu “super market” bukan spesial barang tertentu saja. Artinya bank umum tidak hanya melayani tabungan saja, tetapi juga kiriman uang, garansi bank, transaksi valuta asing, kliring, penguangan cek, dan lain-lain. Sedangkan lembaga keuangan non bank lebih merupakan toko spesial saja, hanya menjalankan suatu kegiatan (Nopirin, 2001). 2.1.2 Pengertian, Fungsi dan Jenis Kredit Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992 Pasal 1 ayat 12, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Kredit pada awal perkembangan mengarahkan fungsinya untuk merangsang kedua belah pihak untuk tujuan pencapaian kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi pada kemajuan usahanya itu, atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberikan kredit, secara material harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, secara spiritual mendapatkan kepuasan karena dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak kreditur dan debitur, masing-masing memperoleh keuntungan dan juga mengakibatkan tambahan penerimaan Negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro. Kredit dalam kehidupan perekonomian sekarang, dan juga dalam perdagangan, mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Meningkatkan daya guna uang 2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang 4. sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi 5. Meningkatkan kegairahan berusaha 6. Meningkatkan pemerataan pendapatan 7. Meningkatkan hubungan Internasional (Untung, 2005) Jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu dari kriteria lembaga pemberi-penerima kredit, jangka waktu serta penggunaan kredit, atau dari berbagai kriteria lainnya. Dari segi lembaga pemberian kredit yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis kredit dapat digolongkan menjadi sebagai berikut: Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 1. Kredit Perbankan kepada masyarakat untuk kegiatan usaha, dan atau konsumsi. Kredit ini diberikan oleh bank pemerintah atau bank swata kepada dunia usaha untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup berupa barang dan jasa. 2. Kredit Likuidasi, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. Kredit ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan pasal 29 UU Bank Sentral tahun 1968, yaitu memajukan urusan perkreditan dan sekaligus bertindak sebagai pengawas atas urusan kredit tersebut. 3. Kredit langsung, yaitu kredit ini diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah, atau semi pemerintah. Misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada pertamina, atau pihak ketiga lainnya. Dari segi tujuan penggunaannya, kredit dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Pemerintah atau Bank Swasta kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi. 2. Kredit Produktif, baik kredit investasi maupun eksploitasi. Kredit inventasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi,. Adapun jangka waktunya 5 tahun atau lebih. Kredit eksploitasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dana usaha akan modal kerja yang berupa Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi serta piutang, dalam jangka waktu pendek. 3. Perpaduan antara kredit konsumtif dan produktif (semi konsumtif dan semi produktif). Perbedaan jenis tingkat bunga dapat dilihat berdasarkan tingkat bunga nominal (yang tidak diperhitungkan inflasi) dan tingkat bunga riil (yang lebih diperhitungkan inflasi). Hampir sebagian besar tingkat bunga yang dilaporkan dalam surat-surat kabar adalah tingkat bunga nominal. Jenis tingkat bunga dapat berbeda karena tiga hal, yaitu : 1. Jangka Waktu Pinjaman (terms). Beberapa jenis pinjaman memiliki jangka waktu pendek, bahkan ada yang berjangka semalam (overnight). Pinjaman lain memiliki jangka waktu tiga puluh tahun atau bahkan lebih panjang dari itu. Tingkat bunga pinjaman tergantung pada jangka waktu pinjaman, tingkat bunga pinjaman jangka panjang biasanya, namun tidak selalu, lebih tinggi daripada tingkat bunga pinjaman jangka pendek. 2. Risiko Kredit (Credit Risk). Dalam memutuskan pemberian pinjaman harus memperhitungkan probabilitas pinjaman untuk membayar kembali pinjamannya. Undang-undang memungkinkan peminjam untuk tidak membayar pinjamannya jika ia dinyatakan bangkrut menurut undang-undang. Semakin tinggi probabilitas ketidakmampuan membayar kembali pinjaman, maka tingkat bunganya semakin tinggi meskipun tidak selalu. Risiko kredit paling aman adalah pemerintah, sehingga obligasi yang dikeluarkan pemerintah cenderung memberikan tingkat Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 bunga yang rendah. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang memiliki keuangan kurang kuat dapat mengumpulkan dana hanya melalui penerbitan obligasi kelas bawah (Junk Bonds). Junk Bonds ini memberikan tingkat bunga yang sangat tinggi untuk mengkompensasi tingginya risiko kegagalan pembayaran kembali. 3. Pajak. Pajak akan dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbedabeda. Pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang dinamakan municipal bonds, para pemegang obligasi tidak membayar pajak penghasilan federal untuk tingkat bunga yang diperolehnya. Oleh klarena itu, municipal bonds hanya memberikan tingkat bunga rendah. Jadi jika melihat dua jenis tingkat bunga yang berbeda, perbedaan dapat dijelaskan dengan melihat faktor-faktor jangka waktu pinjaman. Risiko kredit serta pajak yang dikenakan pada jenis tingkat bunga tersebut. Meskipun terdapat berbagai macam tingkat bunga dalam perekonomian, para ahli makroekonomi biasanya dapat mengabaikan perbedaan tersebut. Berbagai jenis tingkat bunga tersebut cenderung bergerak keatas atau ke bawah secara bersama-sama (Mankiw, 2000). Akan tetapi dalam ekonomi terbuka dengan sistem nilai tukar fleksibel “harga” uang yang lain yaitu nilai tukar juga menjadi semakin penting. Telah dikemukakan di atas bahwa kebijakan moneter mempengaruhi nilai tukar dan sistem nilai tukar fleksibel mendorong fluktuasi nilai tukar yang lebih besar. Gerakan nilai tukar mengubah harga relatif sehingga mempengaruhi perkembangan ekspor dan impor. Selanjutnya gerakan nilai tukar tersebut akan mempengaruhi permintaan agregat, laju pertumbuhan ekonomi, dan laju inflasi. Di berbagai Negara yang menganut nilai Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 tukar fleksibel menunjukkan bahwa jalur nilai tukar menjadi semakin penting dalam mentransmisikan kebijakan moneter (Sarwono dan Warjiyo,1998). 2.2 Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan output perkapita terdiri dari dua sisi, yaitu sisi output totalnya PDB dan sisi jumlah penduduk. Pertumbuhan output total ditentukan oleh kemajuan teknologi dan pembentukan stok capital atau investasi. Oleh sebab itu perbandingan pertumbuhan jumlah penduduk dengan pertumbuhan output total akan menentukan pertumbuhan output per kapita. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa pertumbuhan output per kapita ditentukan oleh dua faktor, yaitu tingkat kemajuan teknologi atau pertumbuhan produktifitas tenaga kerja dan pertumbuhan stok modal atau investasi. Peningkatan output per kapita melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan tingkat tabungan. Peningkatan tingkat tabungan akan meningkatkan stock capital atau investasi per kapita, dan kemudian akan mempercepat pertumbuhan output per kapita. Di lain pihak, peningkatan output per kapita akan mendorong konsumsi per kapita. Peningkatan konsumsi per kapita memerlukan pembiayaan tunai atau kas dan menciptakan permintaan kredit. Ekspektasi pertumbuhan output per kapita dalam jangka panjang akan secara simultan mendorong stock capital atau tabungan dan konsumsi per kapita. Peranan kemajuan teknologi atau peningkatan produktifitas adalah mendorong supaya peningkatan tingkat tabungan lebih tinggi dari peningkatan tingkat konsumsi. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam hal ini peranan lembaga keuangan bank dalam mendorong pertumbuhan konsumsi (sisi permintaan) lebih kecil dari pertumbuhan stock capital (sisi penawaran) akan menciptakan stabilitas harga-harga umum. Peningkatan penawaran yang lebih besar dari peningkatan permintaan akan menciptakan penurunan harga-harga umum akan menurunkan tingkat bunga nominal, sehingga kembali mendorong permintaan kredit. Dari sisi pertumbuhan output per kapita, peningkatan pertumbuhan output perkapita akan mendorong pertumbuhan kredit perbankan, khususnya kredit konsumsi (Barro, R.J. and X Sala-I-Martin. 1995). 2.3 Teori Permintaan Dalam analisis ekonomi diasumsikan bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri, dimisalkan faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan atau ceteris paribus. Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat atas sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat, dan jumlah penduduk. Dari kondisi di atas dapat dijelaskan bahwa permintaan terhadap suatu barang sangat dipengaruhi oleh banyak variabel. Masing-masing variabel akan mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap permintaan suatu barang (Sukirno, 2001). Fungsi permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah permintaan suatu barag dan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Berdasarkan faktor-faktor yan gmempengaruhi permintaan seperti yang telah disebutkan di atas, maka dapat disusun fungsi permintaa umum, sebagai berikut: Qd = f ( Pq, Ps.i, Y, S, D ), dimana: Qd = Jumlah barang yang diminta Pq = Harga barang itu sendiri Ps.i = Harga barang-barang substitusi ( 1,2,.......n) Y = Pendapatan S = selera D = jumlah Penduduk Fungsi permintaan tersebut merupakan fungsi umum sehingga belum bisa memberikan keterangan secara spesifik seberapa besar pengaruh dari masing-masing faktor tersebut. Untuk itu perlu disusun fungsi spesifik, misalnya dalam bentuk linier sebagai berikut: Qd = ß0 + ß1Pq + ß2Ps.i + ß3Ps.2 + ß4Y + ß5S + ß6D + µ Dengan demikian fungsi permintaan ini dapat untuk menganalisis semua faktor-faktor secara simultan atau bersama-sama sekaligus. Tentu saja fungsi ini tidak dapat digambar dalam diagram dua dimensi seperti halnya kurva permintaan (Nainggolan, dkk, 2005) Kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana sebagai berikut: 1. Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta ketimbang pada harga rendah, asalkan hal-hal lain sama atau dilihat dengan cara lain: Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2. Pada harga rendah, lebih banyak yang akan diminta ketimbang pada harga tinggi, asalkan hal-hal lain sama. Jadi, kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut, asalkan hal-hal lain sama pada setiap tingkat harga (Miller dan Meiners, 2000). 2.4 Konsumsi dan Pendapatan Nasional Kunci dari pengeluaran konsumsi adalah pendapatan. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pengeluaran konsumsi. Konsumsi mempunyai sifat yang khusus. Pengeluaran bisa naik dikala pendapatan naik dan bahkan pengeluaran konsumsi bisa lebih cepat naikknya dari pendapatan itu sendiri. Sebaliknya konsumsi akan sulit turun di kala pendapatan turun. Ada upaya untuk tidak menurunkan pengeluaran konsumsi walau pendapatan sudah turun. Dengan kata lain, turunnya pendapatan konsumsi lebih lambat dari pendapatan (Miraza, 2006). Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi (C) terutama tergantung dari pendapatan (Y), makin tinggi pendapatan makin tinggi konsumsi. Dalam gambar 2.1 pengeluaran konsumsi merupakan fungsi (linier) terhadap pendapatan C = a + bY. Koefisien b merupakan lereng dari garis tersebut yang menunjukkan perubahan konsumsi per unit pendapatan (∆C/∆Y) yang biasa dinamai marginal propensity to consume dan besarnya kurang dari 1 (satu). Misalnya, b = 0,6 berarti bahwa kenaikan pendapatan sebesar Rp.1000,- akan menambah pengeluaran konsumsi Rp.600,(yang berarti pula tambahan tabungan sebesar Rp 400,-). Koefisien (konstanta) Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 menunjukkan besarnya konsumsi apabila pendapatan sama dengan nol, dan juga menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi C selain pendapatan. Perubahan nilai a akan menggeser garis C = a + bY. Gambar berikut menggambarkan pengeluaran (C + I) dan penentuan pendapatan nasional. Gambar 2.1 Pengeluaran (C + I) dan Penentuan Pendapatan Nasional Sumbu vertikal menunjukkan pengeluaran (E) sedangkan sumbu horizontal menunjukkan tingkat produksi atau pendapatan nasional (Y). Garis pembantu yang membentuk sudut 45º menunjukkan adanya kesamaan jarak pada masing-masing sumbu, yang berarti adanya kesamaan/ keseimbangan pengeluaran (E) sama dengan pendapatan nasional (Y). Pengeluaran terdiri dari konsumsi dan investasi (yang dianggap autonomis, yang besarnya tidak tergantung dari pendapatan). Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Gambar 2.2 Tabungan (S) dan Investasi (I) Untuk sementara pengeluaran pemerintah ditiadakan. Pendapatan nasional dalam keseimbangan apabila pengeluaran total (C + 1) sama dengan produksi total (Y) keseimbangan ini ditunjukkan dengan perpotongan garis E = C + 1 dengan garis pembantu E = Y, sehingga diperoleh Y ekuilibrium. Pada Y ekuilibrium ini maka keinginan menabung (S) sama dengan keinginan investasi (I) seperti pada gambar 2.1 Besarnya keinginan menabung ditunjukkan dengan selisih antara pendapatan dan konsumsi (S = Y – C). Dalam gambar ditunjukkan dengan selisih/perbedaan vertikal antara garis 45º dengan fungsi konsumsi. Gambar 2.2 adalah fungsi tabungan yang diperoleh dari gambar 2.1 dan ditunjukkan dengan garis S = -a + (1 + b)Y. Garis ini diperoleh dengan mengurangkan C pada Y, dimana C = a +bY. Jadi, S = Y – C = Y – a – bY = -a + (1-b)Y Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Dimana, 1 – b adalah Marginal propensity to save (MPS), yakni tambahan tabungan yang diakibatkan oleh adanya tambahan pendapatan (∆S/∆Y). Dalam gambar 2.2 hanya pada Y ekuilibrium maka keinginan menabung oleh sektor rumah tangga sama dengan keinginan investasi oleh perusahaan. Ada pendapatan yang lebih besar dari Y ekuilibrium maka keinginan menabung lebih besar daripada keinginan berinvestasi dan sebaliknya pada pendapatan dibawah Y ekuilibrium. Apabila tidak ada perubahan fungsi konsumsi (demikian juga fungsi tabungan) dan fungsi investasi, Y ekuilibrium akan bertahan lama. Kalau bisa bertahan lama, hal ini menunjukkan suatu keadaan yang baik, apabila Y ekuilibrium berada dalam keadaan full employment. Tetapi Keynes tidak memberikan jaminan bahwa Y ekuilibrium mesti berada dalam keadaaan full employment. Keadaan ini mungkin terjadi, tetapi hanya karena kebetulan saja, dan secara otomatis. Alasannya, pengeluaran investasi sifatnya tidak stabil. Pengusaha akan memperkecil pengeluaran investasinya manakala harapannya untuk dapat menjual output nya kecil. Akibatnya, keinginan untuk melakukan investasi turun dan dengan sendirinya pendapatan nasional juga turun. Berapa besarnya penurunan pendapatan nasional sebagai akibat turunnya pengeluarana investasi ini? Gambar 2.3 dan 2.4 menjelaskan hal ini. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Gambar 2.3 Penurunan Pengeluaran Investasi Gambar 2.4 Penurunan Pengeluaran Investasi Apabila pengeluaran investasi turun dari I0 menjadi I1 maka titik keseimbangan bergeser dari Z ke N dan pendapatan nasional turun dari Y0 ke Y1 (ditandai dengan AY) dan diukur dengan MN, yang besarnya sama dengan ZM, sedangkan turunnya pengeluaran investasi diukur dengan ZP (lebih kecil dari ZM). Jelas bahwa turunnya pendapatan nasional lebih besar daripada turunnya pengeluaran investasi (ZP < ZM). Secara sederhana dapat dijelaskan, dengan turunnya pengeluaran investasi akan menyebabkan turunnya pendapatan. Akibat turunnya Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 pendapatan ini konsumsi juga akan turun (karena konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan) sebesar bY. Karena konsumsi merupakan bagian dari pengeluaran, turunnya pengeluaran konsumsi akan menyebabkan pendapatan turun lagi dan seterusnya. Turunnya pendapatan akhirnya akan sebesar angka pengganda dikalikan besarnya penurunan investasi (Nopirin, 1992). Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang mereka miliki, membayar pajak kepada pemerintah, dan kemudian memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk konsumsi dan berapa banyak yang ditabung. Pendapatan yang rumah tangga terima sama dengan output perekonomian Y. Pemerintah kemudian menarik pajak dari rumah tnagga sejumlah T. Kita mendefenisikan pendapatan setelah pajak, Y – T, sebagai pendapatan disposabel (disposable income) atau pendapatan yang bisa dibelanjakan. Rumah tangga membagi pendapatan disposabelnya di antara konsumsi dan tabungan. Kita asumsikan tingkat konsumsi bergantung secara langsung pada tingkat pendapatan disposabel. Semakin tinggi pendapatan disposabel, semakin besar konsumsi. Jadi, C = C (Y – T) Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari pendapatan disposabel. Hubungan antara konsumsi dan pendapatan disposabel disebut fungsi konsumsi (Consumption function). Kecenderungan mengkonsumsi marginal (Marginal propensity to consume, MPC) adalah jumlah perubahan konsumsi ketika pendapatan disposabel meningkat sampai 1 (satu) dollar. MPC adalah diantara nol Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 dan satu: naiknya pendapatan 1 dollar akan meningkatkan konsumsi, tetapi peningkatannya kurang dari 1 (satu) dollar. Jadi, jika rumah tangga memperoleh pendapatan tambahan sebesar 1 (satu) dollar, mereka akan menabung sebagian dari pendapatan tambahan tersebut. Misalnya, jika MPC adalah 0,7 maka rumah tangga mengeluarkan 70 sen dari setiap dollar tambahan dari pendapatan disposabel pada barang dan jasa dan menabung 30 sen. Gambar 2.5 memperlihatkan fungsi konsumsi. Konsumsi, C Fungsi Konsumsi MPC 1 Pendapatan Disposabel, Y - T Gambar 2.5 Fungsi Konsumsi Fungsi Konsumsi berhubungan dengan konsumsi C pada pendapatan disposabel Y – T. Kecenderungan mengkonsumsi marginal MPC adalah jumlah kenaikan konsumsi ketika pendapatan disposabel meningkat sebesar 1 dollar. Kemiringan fungsi konsumsi menyatakan berapa banyak konsumsi meningkat ketika pendapatan disposabel meningkat sebesar 1 dollar. Yaitu, kemiringan dari kurva konsumsi adalah MPC (Mankiw, 2000). Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2.5 Kredit Konsumsi Kredit konsumsi adalah kredit yang diberikan bank untuk membeli barang kebutuhan yang sifatnya jangka panjang seperti rumah, kendaraan bermotor (mobil dan motor) bahkan untuk peralatan rumah tang seperti kulkas, tv dan lainnya. Pemberian kredit konsumsi harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan nasabah khususnya penghasilannya (gaji dan lainnya) yang harus mampu untuk membayar cicilan tetap selama kredit berjalan. Lazimnya calon dianggap cukup mampu apabila yang dipakai untuk cicilan kredit < 40% dari gajinya. Artinya, dianggap sisa gaji sebesar 60% masih cukup untuk biaya hidup yang bersangkutan dengan keluarganya. Angka 40% tersebut tidak mutlak, karena semakin tingi penghasilan persentase tersebut dapat pula menjadi lebih rendah. Kredit konsumsi umumnya dengan memperhitungkan suku bunga secara flat. Jadi kalau suku bunga setahun ditetapkan sebesar 10% maka untuk 5 tahun bunganya menjadi 50%. Pokok ditambah bunga dibagi jangka waktu kredit adalah cicilan yang harus dibayar debitur. Selain dengan suku bunga flat, ada juga yang melakukan perhitungan bunga berdasarkan sisa hutang, namun tetap dengan cicilan pokok dan bunga yang sama setiap bulan (Dunil, 2005). Aktifitas penjualan kredit sudah merupakan hal yang biasa dalam kegiatan ekonomi pada saat ini. Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pembayaran dengan cara kredit telah mempergunakan pendapatan masa yang akan datang (income rational expectation) untuk pengeluaran saat ini (to day expenditures). Dengan Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 ekonomi kredit permintaan akan barang-barang konsumsi akan tetap tinggi sehingga pengeluaran konsumsi tetap bisa dipertahankan. Kedua, perbankan yang juga mengalami kesulitan dalam menjual dana yang telah mereka himpun mengadakan kerjasama dengan para pengusaha (retailers ataupun produsen) untuk bermitra dalam kegiatan masing-masing. Lembaga perbankan turut dalam berbagai kegiatan seperti pemberian kredit konstruksi dan kredit perbaikan rumah, kredit dalam penjualan motor bekas, memberi kredit tanpa agunan, penjualan kartu kredit, dan sebagainya. Kinerja bank saat ini terfokus sebagai retail banking yang memberikan kredit konsumsi. Hal inilah yang mendorong daya beli masyaakat. (Miraza, 2006). 2.6 Penelitian Terdahulu Hadad, dkk, (2004) dari hasil penelitiannya memformulasikan dan mengestimasi tiga model utama untuk memperoleh gambaran tentang permintaan kredit konsumsi di tingkat rumah tangga; permintaan kredit konsumsi di tingkat propinsi, dan perilaku pemberian kredit konsumsi dari sisi penawaran di tingkat propinsi selama beberapa tahun terakhir. Model empiris yang digunakan untuk estimasi permintaan kredit konsumsi di tingkat rumah tangga adalah three-equation generalized Tobit. Jumlah sampel yang digunakan dalam estimasi model ini adalah 3600 rumah tangga dari 3760 rumah tangga yang disurvei dalam Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) tahun 2003. Hasil perhitungan menunjukkan terdapat kesenjangan atau gap sebesar 28.93 persen antara nilai kredit yang diinginkan dibandingkan dengan realisasinya dari semua sumber pinjaman Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 (perbankan, koperasi, pegadaian, lainnya). Estimasi model panel penawaran kredit di tingkat propinsi menunjukkan indikasi sudah terjadinya kejenuhan pada permintaan kredit konsumsi. Data realisasi permintaan kredit konsumsi sampai triwulan kedua tahun 2004 (6 bulan pertama) telah mencapai 64 persen terhadap nilai prediksinya untuk keseluruhan tahun 2004. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2006), dengan menggunakan variabel independen: bunga pinjaman, nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB terhadap variabel dependen permintaan kredit produktif, hasil estimasi diperoleh bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tukar rupiah (rupiah terdepresiasi), maka permintaan kredit akan semakin meningkat. bunga pinjaman terhadap permintaan kredit berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, sedangkan bunga pinjaman pada tahun 2003 berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap permintaan kredit di Sumatera Utara. Artinya bahwa ketika debitur merencanakan permohonan kredit, tingkat bunga pinjaman berpengaruh negatif namun setelah kebutuhan tersebut harus dipenuhi, maka tingkat bunga pinjaman hanya memperhitungkan tingkat pengembalian modal (rate of return). Pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB harga konstan berpengaruh positif terhadap permintaan kredit produktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkat pertumbuhan ekonomi maka permintaan kredit produktif juga akan meningkat. Permintaan kredit produktif didominasi oleh industri, perdagangan, restoran dan hotel, lain-lain konsumsi, dan Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 pertanian, yang merupakan sektor penyumbang bagian terbesar dari PDRB Sumatera Utara. Berdasarkan uji multikolinearitas tidak ditemukan adanya multikolinearitas pada variabel-variabel independen yang digunakan. Pada tingkat mikro Gertler dan Gilchrist (1994) menemukan bukti bahwa hambatan-hambatan terhadap kredit akan menimbulkan masalah-masalah bagi suatu perusahaan. Dampaknya seperti kesulitan bagi perusahaan-perusahaan kecil dalam mengembangkan usahanya ke tingkat usaha menengah dan besar. Seperti kebijakan moneter ketat selama resesi akan menyebabkan penurunan penjualan dan persediaan dari perusahaan kecil tersebut lebih besar dari perusahaan-perusahaan besar. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Holmstrom dan Tirole (1998) bahwa bila terjadi hambatan-hambatan kredit kepada perusahaan maka perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan untuk berkembang. Dan selanjutnya mereka juga menemukan efek dari tingkat bunga dan intensitas pengawasan tergantung dari perbedaan- perbedaan besar - kecilnya jumlah modal yang telah disalurkan tersebut. Penelitian yang dilakukan Wulandari (2007), penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan tingkat suku bunga kredit dan perkembangan kredit bulanan umum (KRU) terutama untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perkembangan tingkat suku bunga kredit terhadap perkembangan kredit bulanan umum (KRU) pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pamanukan Banuarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif analisis dimana ditentukan dua variabel yaitu variabel independen berupa perkembangan tingkat suku bunga kredit dan variabel dependen berupa perkembangan kredit bulanan umum. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji statistika dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson. Dengan menggunakan korelasi Pearson diperoleh hasil bahwa perkembangan tingkat suku bunga kredit memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan kredit bulanan umum (KRU) yaitu sebesar 0,88. untuk meyakinkan bahwa kedua variabel tersebut berkorelasi atau tidak, maka dilakukan uji t dan hasilnya dibandingkan dengan t Tabel. Dari pengujian tersebut, didapat nilai t hitung = 3,209. Maka dapat disimpulkan bahwa t hitung = 3,29 > dari t tabel = 3,182. Derajat kesalahan 5% dan dk = n-2. dapat diartikan bahwa hipotesis alternatif (H1) yang diajukan diterima dan hipotesisi nol (H0) ditolak, dengan kata lain bahwa terdapat pengaruh antara perkembangan tingkat suku bunga terhadap perkembangan kredit bulanan umum (KRU). Untuk melihat besarnya perkembangan tingkat bunga kredit terhadap kredit bulanan umum ( KRU) secara kuantitatif maka penulis menggunakan koefisien determinasi (kd). hasil dari perhitungan kd = 77,44%, sedangkan sisanya sebesar 22,56% merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi kredit bulanan umum (KRU). Charoen Pokphand Indonesia (economic and bussiness research – vice chairman office) dalam Analisisi Ekonomi Mingguan III – Juni 2007, mengemukakan bahwa kredit konsumsi ternyata bersifat inelastis terhadap perubahan suku bunga. Inelastisitas permintaan kredit konsumsi ini dapat dilihat dari adanya hubungan yang searah dengan pertumbuhan bulanan kredit konsumsi dengan perubahan tingkat bunganya selama periode Februari 2002 hingga 2007. Hal ini berarti konsumen akan tetap mengajukan pinjaman meskipun tingkat suku bunganya masih tinggi. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Perkembangan suku bunga kredit pada kuartal II-2007 diperkirakan akan terus menurun walaupun dalam kecepatan yang berbeda. Secara rata-rata suku bunga kredit konsumsi diperkirakan akan turun paling lambat namun memiliki kisaran yang lebih lebar dibandingkan suku bunga kredit modal kerja dan investasi. Kisaran yang lebar ini mengidentifikasikan keleluasaan bank dalam melakukan differensisasi suku bunga kredti konsumsi untuk segmen konsumen yang berbeda. Note: 2007Q2* angka perkiraan Sumber: Survey Perbankan Bank Indonesia, 2007 Inelastisitas permintaan kredit konsumsi disebabkan cukup dominannya pengaruh faktor non suku bunga terhadap keputusan konsumen. Faktor-faktor tersebut: perbaikan daya beli masyarakat, ekspektasi konsumen yang positif terhadap perbaikan pendapatan, kemampuan konsumen membayar cicilan kredit, dan promosi yang dilakukan produsen barang tahan lama seperti mobil, motor dan rumah. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2.7 Hipotesis Dari model intermediasi perbankan yang telah diuraikan di atas dan berdasarkan penelitian terdahulu hipotesis penelitian dirumuskan, yaitu: 1. PDRB berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 2. Nilai kurs rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 3. Tingkat bunga kredit konsumsi (SBKK) berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 4. Permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 2.8 Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan literatur dan penelitian terdahulu, penulis menyusun suatu kerangka pemikiran sebagai berikut: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tingkat Bunga Kredit Konsumsi Permintaan Kredit Konsumsi Permintaan Kredit Konsumsi Tahun Sebelumnya Kurs (Nilai tukar rupiah terhadap dollar) Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Berdasarkan gambar di atas, PDRB, tingkat bunga kredit konsumsi, kurs (mata uang) rupiah terhadap dollar, permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumsi. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh variabel-variabel tingkat suku bunga kredit konsumsi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kurs (nilai tukar) rupiah terhadap dolar dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Objek penelitian adalah bank-bank di Sumatera Utara yaitu: Bank pemerintah, bank swasta Nasional, bank asing, bank campuran, bank perkreditan rakyat, dan bank pembangunan daerah di Sumatera Utara. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data time series dalam kurun waktu 1991-2005. sumber data diperoleh dari Bank Indonesia sebagai lembaga resmi tentang pelaporan dan perbankan nasional, Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal-jurnal dan hasil penelitian, serta sumber bacaan lainnya yang relevan dengan variabel-variabel yang digunakan untuk keperluan penelitian ini. 3.3 Model Analisis Model analisis yang akan digunakan untuk menganalisis permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara adalah analisis regresi berganda. Variabel yang akan Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 diteliti terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas (independent variable) terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kurs, tingkat suku bunga kredit konsumsi (SBKK) dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya (PKKt-1). Sedangkan variabel terikat (dependent variabel) adalah permintaan kredit konsumsi (PKK). Permintaan kredit konsumsi pada perbankan di Sumatera Utara dipengaruhi oleh variabel-variabel ekonomi makro dan fungsinya dapat ditunjukkan sebagai berikut: PKK= f (PDRB, Kurs,Suku bunga kredit konsumsi, Permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya) (1) Dari fungsi tersebut, dispesifikasikan menjadi bentuk model: Log PKK= α0 + α1PDRB + α Kurs + α3SBKK + α4 PKK(t-1) + µ 2 Keterangan: PKK = Permintaan Kredit Konsumsi (Milyar rupiah) PDRB = Produk Domestik regional bruto (Milyar rupiah) Kurs = Nilai tukar rupiah terhadap US Dolar (Rupiah/USD) SBKK = Suku Bunga Kredit Konsumsi (%) PKK(t-1) = Permintaan Kredit Konsumsi tahun sebelumnya (Milyar rupiah). 3.4 Metode Analisis Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 (2) Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Alat Bantu untuk mengolah data sekunder, digunakan program Eviews 4.1. 3.5 Uji Kesesuaian Uji kesesuaian (test goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R²), uji F-statistic dan uji t-statistic. Penilaian terhadap R² bertujuan untuk melihat kekuatan variasi variabel independen dalam mempengaruhi variasi variabel dependen. Uji F-statistic dimaksudkan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara simultan atau secara bersama-sama, sedangkan uji tstatistic dimaksudkan untuk mengetahui signifikasi statistik koefisien regresi secara parsial. 3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pelanggaran terhadap asumsi klasik dari model regresi linier sehubungan dengan tipe time series data adalah uji normalitas, multikolinieritas, dan autokorelasi. Untuk memastikan bahwa asumsi multikolinieritas, autokorelasi dan linieritas terpenuhi maka pengujian empiris harus dilakukan. 3.6.1 Uji Normalitas Uji normalitas adalah evaluasi dari disturbance term error dengan hipotesis nol: distrubance term error adalah normal. Pengujian asumsi normalitas Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 menggunakan Jarque-Berra [JB] Test dan membandingkannya dengan Tabel Distribusi [χ2: df = 2], yaitu: ⎡ S 2 ( K − 3) 2 ⎤ JB = T ⎢ + ⎥ 24 ⎦ ⎣6 (3.6) dimana T = jumlah observasi pengamatan, S = skewness, dan K= kurtosis. Jika nilai JB − statistic ≥ χ 22 maka hipotesis nol ditolak atau disturbance term error adalah tidak normal. Sebaliknya jika JB − statistic p χ 22 maka hipotesis nol tidak ditolak atau disturbance term error adalah normal. 3.6.2 Uji multikolinieritas Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkolerasi. Dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas jika besaran-besaran regresi yang didapat sebagai berikut: 1. Variasi besar (dari taksiran OLS) 2. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar, sehingga standar error besar yang berdampak pada interval kepercayaan lebar). 3. Uji t (t-ratio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dilakukan regresi sederhana maka terjadi bias dan tidak signifikan karena variasi besar akibat adanya kolinieritas. Bila standar error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien regresi tidak signifikan. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 4. R² tinggi, tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t. 5. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan nilai yang sebenarnya, sehingga dapat menyesatkan interpretasi. Gejala multikolinearitas pada suatu model estimasi dapat dideteksi dengan menggunakan perhitungan correlation matrix yang digunakan untuk mengetahui nilai koefisien korelasi antar variabel independent. 3.6.3 Uji Autokorelasi Autokorelasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurut menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi, linier klasik mengasumsikan bahwa outokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi. Dengan menggunakan lambang E (µi‚ µj) = o ; I = j Secara sederhana dikatakan bahwa model klasik mengasumsi unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain/manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan uji Lagrange Multiplier Test (LM Test). Dengan membandingkan nilai X²hitung dengan X²tabel, dengan kriteria sebagai berikut : 1. jika nilai X²hitung > X²tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada korelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2. jika nilai X²hitung >X²tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada korelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak. 3.7 Defenisi Operasional Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, untuk memberikan batasan penelitian dalam memudahkan analisis dijabarkan beberapa defenisi operasional variabel sebagai berikut: a. Permintaan kredit konsumsi adalah jumlah kredit konsumsi yang telah disalurkan oleh pihak bank di Sumatera Utara dinyatakan dalam milyar rupiah. b. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah atau propinsi dalam jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun), yang dinyatakan dalam milyar rupiah. c. Kurs (Nilai Tukar) adalah harga dari satu mata uang (Rupiah) yang diukur dengan mata uang lain (Dollar) yang dinyatakan dalam ribu rupiah. d. Tingkat bunga kredit konsumsi adalah rata-rata bunga pinjaman pada bank yang ditetapkan sebagai kewajiban nasabah (peminjam) kepada bank sebagai balas jasa atas dana atau pinjaman yang diberikan, yang dinyatakan dalam persen (%). Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 e. Permintaan kredit konsumsi tahaun sebelumnya adalah jumlah kredit konsumsi yang telah disalurkan oleh pihak bank di Sumatera Utara pada tahun sebelumnya dinyatakan dalam milyar rupiah. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data Penelitian 4.1.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi di Sumatera Utara Permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara tahun 1991 sampai dengan 2005 mengalami peningkatan yang cukup pesat namun pada tahun 1998 dan tahun 1999 permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh krisis yang terjadi di Indonesia. Krisis ini mengakibatkan naiknya tingkat bunga kredit dan permintaan kredit konsumsi pun menurun. Perkembangan permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Permintaan kredit Konsumsi di Sumatera Utara tahun 1991-2005 Tahun PKK (miliar rupiah) 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 359,426 326,687 432,045 642,536 870,583 1,028,358 1,179,280 950,455 851,367 1,331,655 1,912,966 2,346,402 3,366,672 % Perubahan -9.11 32.25 48.72 35.49 18.12 14.68 -19.40 -10.43 56.41 43.65 22.66 43.48 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2004 2005 5,702,586 7,762,308 Rata-rata 69.38 36.12 27.29 Sumber: Bank Indonesia, 2006 Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa tren permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara untuk tahun 1991 -2005 menunjukkan yang semakin naik. Ratarata peningkatan permintaan kredit untuk tahun 1991-2005 sebesar 27,29 persen. Permintaan kredit untuk tahun 1992 menurun sebesar 9,11 persen dibandingkan tahun 1991. Tahun 1993 naik sebesar sebesar 32,25 persen dari tahun 1992. Tahun 1994 naik sebesar 48,72 persen dari tahun 1993. Tahun 1995 naik sebesar 35,49 persen dari tahun 1994. Tahun 1996 naik sebesar 18,12 persen dari tahun 1995. Tahun 1997 naik sebesar 14,68 persen dari tahun 1996. Tahun 1998 turun sebesar 19,40 persen dari tahun 1997. Kondisi ini diakibatkan terjadinya krisis di Indonesia yang berdampak pada penyaluran kredit oleh bank. Tahun 1999 turun sebesar 10,43 persen dari tahun 1998. Tahun 2000 mulai mengalami peningkatan sebesar 56,41 persen dari tahun 1999. Kondisi ini menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dari krisis tahun 1998-1999. Tahun 2001 meningkat sebesar 43,65 persen dari tahun 2000. Tahun 2002 naik sebesar 22,66 persen dari tahun 2001. Tahun 2003 naik sebesar 43,48 persen dari tahun 2002. Tahun 2004 naik sebesar 69,38 persen dari tahun 2003 dan tahun 2005 naik sebesar 36,12 persen dari tahun 2004. 4.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor ekonomi yang menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secra riil dari tahun ke tahun, disajikan melalui PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala. Karena dengan menggunakan harga konstan pengaruh naiknya tingkat harga setiap tahun atau tingkat inflasi dapat dihilangkan sehingga pertumbuhannya menjadi riil. Perkembangan PDRB di Sumatera Utara Tahun 1991 – 2005 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2 Perkembangan PDRB Sumatera Utara (Atas dasar Harga Konstan Tahun 1991-2005) Tahun PDRB (Milliar rupiah) 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 5,935 6,387 7,104 18,215 19,940 21,801 23,715 25,065 22,119 22,692 23,788 24,672 25,925 27,087 Perubahan (%) 7.62 11.23 156.40 9.47 9.33 8.78 5.69 -11.75 2.59 4.83 3.72 5.08 4.48 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2005 28,599 Rata-rata 5.58 15.93 Sumber: BPS Sumatera Utara,2006 Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sumatera Utara untuk tahun 1991-2005 menunjukkan tren yang semakin naik. Rata-rata peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sumatera Utara untuk tahun 1991-2005 sebesar 15,93 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sumatera Utara untuk tahun 1992 meningkat sebesar 7,62 persen dibandingkan tahun 1991. Tahun 1993 naik sebesar sebesar 11,23 persen dari tahun 1992. Tahun 1994 naik sebesar 156,40 persen dari tahun 1993. Tahun 1995 naik sebesar 9,47 persen dari tahun 1994. Tahun 1996 naik sebesar 9,33 persen dari tahun 1995. Tahun 1997 naik sebesar 8,78 persen dari tahun 1996. Tahun 1998 naik sebesar 5,69 persen dari tahun 1997. Tahun 1999 turun sebesar 11,75 persen dari tahun 1998. Kondisi ini diakibatkan terjadinya krisis di Indonesia pada tahun 1998 yang berdampak pada tahun 1999. Tahun 2000 mulai mengalami peningkatan sebesar 2,59 persen dari tahun 1999. Kondisi ini menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dari krisis tahun 1998-1999. Tahun 2001 meningkat sebesar 4,83 persen dari tahun 2000. Tahun 2002 naik sebesar 3,72 persen dari tahun 2001. Tahun 2003 naik sebesar 5,08 persen dari tahun 2002. Tahun 2004 naik sebesar 4,48 persen dari tahun 2003 dan tahun 2005 naik sebesar 5,58 persen dari tahun 2004. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 4.1.3 Perkembangan Tingkat Bunga kredit Konsumsi Perkembangan tingkat bunga kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tahun 1991 sampai tahun 1994 menunjukkan yang semakin menurun. Tahun 1992 tingkat bunga turun menjadi 23,93 persen dari tahun 1991 sebesar 25,23 persen atau turun sebesar 1,30 persen. Tahun 1993 tingkat bunga menjadi 20,64 persen atau turun sebesar 3,29 persen. Tahun 1994 turun sebesar 2,42 persen dari tahun sebelumnya. Pada kondisi krisis menerpa Indonesia tahun 1998, tingkat bunga kredit naik sebesar 12,97 persen dari tahun 1997 atau 34,93 persen dibandingkan tahun 1997 sebesar 21,96 persen. Pada kondisi ini, permintaan kredit konsumsi turun sebesar 19,40 persen dibanding tahun 1997. Dari tren ini nampak bahwa peningkatan tingkat bunga kredit berdampak negatif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Perkembangan tingkat bunga kredit konsumsi di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Table 4.3 Perkembangan tingkat Bunga kredit Konsumsi diSumatera Utara Tahun 1991-2005 Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Tingkat Bunga Kredit Konsumsi (%) 25,23 23,93 20,64 18,22 19,68 19,49 21,96 34,93 28,78 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2000 18,16 2001 21,18 2002 23,48 2003 23,08 2004 21,06 2005 18,91 Sumber: Statistik Ekonomi Daerah bank Indonesia, 2006 4.1.4 Kurs rupiah Terhadap USD Tahun 1991-2005 Perkembangan nilai kurs rupiah terhadap USD selama periode 1991-1996 relatif stabil, yaitu berada pada kisaran Rp.2000,-an. Namun sejak tahun 1997, kurs rupiah mulai melemah terhadap USD yang berada dikisaran Rp 4650. Hal merupakan awal krisis di Indonesia. Kurs rupiah terhadap USD semakin melemah pada tahun 1998 sampai tahun 2001 yaitu dari Rp 8025 per USD tahun 1998 menjadi Rp 10400 per USD pada tahun 2001. Tahun 2002 sampai tahun 2005, kurs rupiah kembali mulai menguat seiring dengan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin pulih dari terpaan krisis. Kurs nilai tukar rupiah terhadap USD untuk tahun 1991 – 2005 dapat dilihat pada table 4.4 berikut: Tabel 4.4 Kurs Nilai Tukar Rupiah terhadap USD Tahun 1991-2005 Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Kurs nilai tukar rupiah terhadap USD (Rp.) 1997 2052 2110 2200 2308 2383 4650 8025 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: Bank Indonesia, 2006 7085 9595 10,400 8940 8465 9290 9830 4.2 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan kredit konsumsi, yaitu dari tahun 1991-2005, variabel yang digunakan adalah variabel PDRB atas dasar harga konstan, tingkat bunga kredit konsumsi, kurs rupiah terhadap USD dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya. Berdasarkan nilai R–squared (R²) sebesar 0,975679, berarti variabel-variabel bunga kredit konsumsi, PDRB, Kurs dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi variabel permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara sebesar 97,56%, sedangkan sisanya sebesar 2,44% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini. Tabel 4.5 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit) logPKK = 12.71904 + 5.342412 PDRB + 0.076127 Kurs – 0.03741 SBKK + 0.273980 PKK(t-1) Std.Error 1,325 0,021 0,013 0,049 t-Statistic (4,031) (3,637) (-2,955) (5,573) Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 R² = 0.975679 F-stat = 90.26280 DW = 1.805092 Sumber: Lampiran Berdasarkan uji t-statistik (uji secara parsial), maka dapat diketahui bahwa seluruh variable independen yang digunakan (tingkat bunga kredit, PDRB, kurs, permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya), berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumsi (PKK) di Sumatera Utara pada tingkat keyakinan 95%. Dari hasil analisis regresi berganda dengan model analisis Ordinary Least Squares (OLS) diperoleh bahwa nilai koefisien PDRB sebesar positif 5.342412. Artinya, bila variabel PDRB naik sebesar 1 persen, maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat sebesar 5.342412 miliar rupiah. Hasil ini menunjukkan hubungan yang positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Dengan hasil analisis yang diperoleh sekaligus membuktikan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan teori dan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2006) dan dengan demikian hipotesis tidak ditolak. Hasil analisis juga membuktikan bahwa hubungan antara tingkat bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi menunjukkan hubungan yang negatif. Hal ini konsisten dengan teori dan hasil penelitian Junaidi (2006) yang menyatakan bahwa bila tingkat bunga kredit konsumsi turun, maka permintaan kredit konsumsi Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 akan naik. Hasil ini juga membuktikan bahwa hipotesis tentang pengaruh tingkat bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi tidak ditolak. Nilai koefisien tingkat bunga kredit konsumsi sebesar negatif 0.03741. Artinya, bila tingkat bunga kredit konsumsi turun sebesar 1 persen, maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat sebesar 0.03741 miliar rupiah. Sebaliknya, bila tingkat bunga kredit konsumsi naik 1 persen, maka permintaan kredit konsumsi akan turun sebesar 0.03741 miliar rupiah. Hasil analisis ini konsisten dengan deskripsi data yang menunjukkan bahwa pada kondisi tingkat bunga kredit konsumsi tinggi, permintaan kredit konsumsi turun seperti terjadi pada tahun 1998 dan 1999. Variabel kurs menunjukkan bahwa hubungannya positif terhadap permintaan kredit konsumsi dengan nilai koefisien sebesar positif 0,076127. Artinya bila kurs rupiah naik terhadap USD sebesar 1 persen, maka permintaan kredit konsumsi mengalami kenaikan sebesar 0.076127 miliar rupiah. Demikian juga variabel permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya menunjukkan hasil yang positip sebesar 0.273980. Hasil ini mengisyaratkan bahwa permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan kredit konsumsi tahun sekarang. Artinya, bila kredit konsumsi tahun sebelumnya naik 1 persen, maka permintaan kredit tahun sekarang akan meningkat sebesar 0,273980 miliar rupiah. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis tentang pengaruh kurs terhadap permintaan kredit konsumsi terbukti tidak ditolak. Analisis secara simultan ditunjukkan melalui hasil nilai F-statistik. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel bebas yaitu PDRB, kurs, tingkat bunga Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 kredit konsumsi (SBKK) dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya (PKKt-1) secara simultan terhadap permintaan kredit konsumsi (PKK), maka digunakan analisis F-statistic. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai F-statistic sebesar sebesar 90,26280, sedangkan F-tabel sebesar F0,05 (3,11) = 3,59, diperoleh bahwa Fstatistik > F-tabel. Hasil ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama (serentak) PDRB, kurs rupiah terhadap dollar, bunga kredit konsumsi (SBKK) dan permintaan kredit tahun sebelumnya (PKKt-1), mempengaruhi permintaan kredit konsumsi perbankan di Sumatera Utara secara signifikan pada tingkat keyakinan 95%. Hasil analisis secara simultan membuktikan bahwa hipotesis tentang pengaruh PDRB, Kurs rupiah terhadap dollar, tingkat bunga kredit konsumsi (SBKK) dan permintaan kredit tahun sebelumnya secara simultan terhadap permintaan kredit konsumsi perbankan di Sumatera Utara terbukti tidak ditolak. 4.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui normal apa tidaknya faktor pengganggu yang dapat diketahui melalui Jargue-Bera Test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi square Probability Distribution. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan dengan Uji Jargue-Bera Test, diperoleh besarnya nilai Jarque-Bera Normality sebesar 1.015263 dan bila dibandingkan dengan nilai χ2 tabel sebesar 18,3070 pada taraf keyakinan 95%, maka Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 dapat disimpulkan bahwa nilai Jargue-Bera test lebih kecil dari nilai χ2 tabel (JB test hitung 1.015263 < χ2 tabel 18,3070). Hal ini berarti model empiris yang digunakan dalam model ini mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal yang tidak dapat ditolak dan tidak signifikan. 4.3.2 Uji multikolinieritas Uji multikolinieritas adalah investigasi terhadap semua variabel predetermine apakah mengalami multikolinieritas atau kombinasi linier yang serius. Program EViews 4.1 tidak melaporkan atau tidak menyediakan pengujian multikolinieritas, sehingga untuk menguji multikolinieritas memerlukan perhitungan correlation matrix. Tabel 4.6 ditunjukkan nilai R2 hasil regresi parsial antar variable independent. Berdasarkan indikator ini disimpulkan bahwa masalah multikolinieritas yang serius tidak terjadi pada model permintaan kredit konsumsi dan tingkat bunga kredit konsumsi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dalam model estimasi yang dilakukan adalah dengan melihat nilai R² yang dihasilkan oleh model dan model estimasi angka R² yang tinggi disertai koefisien regresi yang sebagian besar tidak signifikan biasanya menandakan terdapatnya multikolinieritas. Tabel 4.6 Hasil Estimasi uji Multikolinieritas (Koefisien Korelasi Parsial) Variabel R² PDRB 0.587150 SBKK 0.304644 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Kurs 0.537624 PKK(t-1) 0.566174 Sumber: Lampiran Berdasarkan tabel 4.6 tersebut, bahwa mulai R² (PDRB, Kurs, SBKK, PKK(t1)) sebesar 0.975679 lebih besar daripada nilai R² dalam regresi parsial yaitu 0.587150; 0.304644; 0.537624; dan 0.566174. berdasarkan metode ini dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak ada multikolinieritas. 4.3.3 Uji Autokorelasi Untuk mendiagnosa ada tidaknya korelasi serial (autokorelasi), dapat dilakukan dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-Test). Uji nonautokorelasi adalah evaluasi korelasi serial dari disturbance term error dengan hipotesis nol: disturbance term error adalah nonautokorelasi. Pengujian asumsi nonautokorelasi menggunakan Breusch-Godfrey [BG] Test atau LM Test. BG − statistic = [T − p] × R 2 , dimana p = panjang time lag dari disturbance term error dan juga merupakan derajat bebas Tabel Distribusi [χ2]. Jika statistik [T-p] × R2 ≥ χ2p maka disturbance term error mengalami autokorelasi, sebaliknya jika [T-p] × R2 < χ2p maka disturbance term error tidak mengalami autokorelasi. Hasil pengujian autokorelasi ditunjukkan pada tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7 Uji Autokorelasi pada Hasil Estimasi Permintaan Kredit Konsumsi Jenis Uji Alat Uji Nilai Hitung Obs*R² Nilai Tabel X² Kesimpulan Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Autokorelasi LM Test 0.001482 18,3070 Dalam model estimasi tidak ditemukan adanya autokorelasi. Sumber: Lampiran 4 Pada Tabel 4.7 ini diperoleh besarnya nilai LM Test sebesar 0.001482 dan bila dibandingkan dengan nilai X² tabel sebesar 18,3070 Pada taraf 95%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai LM Test lebih kecil dari nilai X² table (R² 0.001482 < X² tabel 18,3070). dengan demikian hipotesis nol (H0) diterima. Artinya tidak ada autokorelasi antara permintaan kredit konsumsi dengan PDRB, Kurs, tingkat bunga kredit, dan permintaan kredit tahun sebelumnya. Uji penyimpangan asumsi klasik di atas membuktikan model permintaan kredit konsumsi dan tingkat bunga kredit konsumsi memenuhi asumsi model regressi linier. Dengan kata lain model permintaan kredit konsumsi dan tingkat bunga kredit konsumsi dapat digunakan untuk analisis struktural, peramalan dan evaluasi kebijakan. 4.4 Pembahasan 4.4.1 Perkembangan Permintaan Kredit Konsumsi Secara umum permintaan masyarakat terhadap kredit baru pada triwulan II2007 mengalami peningkatan yang diindikasikan angka netto tertimbang 92,8% (grafik 4.1). Meningkatnya kebutuhan pembiayaan dan penurunan suku bunga kredit merupakan Fktor utama yang mendorong meningkatnya permintaan kredit baru. Peningkatan ini terutama pada jenis kredit modal kerja sementara secara sektoral Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 terjadi pada sektor lainnya, sektor jasa dunia usaha dan sektor perdagangan. Sebagian besar permintaan kredit konsumsi berupa credit card dan kredit kepemilikan rumah. Dan seluruh aplikasi permohonan kredit yang diterima, sekitar 13,0% tidak disetujui oleh bank, meningkat dibandingkan triwulan lalu (11,5%). Sementara itu, mayoritas permohonan kredit baru yang disetujui merupakan kelompok nasabah baru. Grafik 4.1 Permintaan Kredit Baru Sumber: Laporan Ekonomi Bulan Mei 2007 – Kamar Dagang Industri Lemahnya dukungan kredit perbankan terhadap sektor riil mengemuka dengan kenyataan bahwa ekspansi kredit lebih mengarah ke sektor konsumsi. setelah sempat melemah pada tahun 2006, kredit konsumsi kembali meningkat pada tahun 2007. Dari kenaikan total kredit sebesar 0,87%, kenaikan kredit investasi tercatat sebesar 0,7% dan kenaikan kredit modal kerja sebesar 0,37%, sedangkan kenaikan kredit konsumsi mencapai 2,21%. Grafik 4.2 Kredit Menurut Jenis Kredit (US$ Triliun) Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 kredit konsum si 149.9 230.8 414 412.5 148.9 350.8 132.5 2004 225.8 285.7 2003 206.4 231.6 151 116.9 202.7 2002 112.4 94.3 2001 79.8 82.9 175.7 163.6 2000 58.4 73.5 65.3 40.1 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 kredit investasi kredit m odal kerja 2005 2006 Maret '07 Sumber: Laporan Ekonomi Bulan Mei 2007 – Kamar Dagang Industri Dengan kenaikan kredit konsumsi yang relatif besar dari tahun ke tahun, maka tidaklah mengherankan jika terjadi pergeseran yang sangat signifikan dalam struktur kredit perbankan. Jika pada tahun 1998 peranan kredit konsumsi masih sekitar 6,5% dari total kredit perbankan dan peranan kredit investasi dan modal kerja masingmasing 29% dan 64%, maka pada akhir Maret 2007 peranan kredit konsumsi meningkat mencapai 29%, sedangkan peranan kredit investasi dan kredit modal kerja turun masing-masing menjadi 18,9% dan 52,1%. 4.4.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan domestik regional bruto (PDRB) dengan pengaruh positif yang nyata (signifikan). Artinya: bila pendapatan domestik regional bruto (PDRB) meningkat Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat. Bila pendapatan domestik regional bruto (PDRB) menurun maka permintaan kredit konsumsi akan menurun pula. Hasil analisis menunjukkan yang konsisten dengan teori dan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi (2006). Hasil estimasi ini dapat pula dijelaskan sebagai berikut; yaitu ketika pendapatan naik maka akan meningkatkan konsumsi yang berarti juga meningkatkan pendapatan terhadap suatu jenis barang. Sebaliknya, ketika pendapatan turun maka permintaan untuk mengkonsumsi suatu barang akan menurun pula. Meski tidak selalu apabila pendapatan turun maka permintaan untuk mengkonsumsi suatu barang akan menurun. Miraza (2006) menyatakan bahwa konsumsi mempunyai sifat yang khusus. Pengeluarannya bisa naik di kala pendapatan naik dan bahkan bisa lebih cepat naiknya dari kenaikan pendapatan itu sendiri. Sebaliknya konsumsi akan sulit turun di kala pendapatan turun. Ada upaya untuk tidak mengurangi pengeluaran konsumsi walau pendapatan sudah turun. Dengan kata lain, turunnya pendapatan konsumsi lebih lambat daripada turunnya pendapatan. Berdasarkan fenomena saat ini, dalam memenuhi permintaan terhadap suatu jenis barang, masyarakat peminjam (bank) didorong untuk melakukan pembelian dengan cara hutang dan mencicil (kredit) atas barang-barang yang dibelinya. Masyarakat (konsumen) menggunakan sistem kredit ini dengan anggapan jika saat ini tidak punya pendapatan (uang) untuk membeli maka pendapatan masa mendatang yang akan dipakai untuk membeli saat ini. Miraza (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang yang melakukan pembelian secara kredit berarti telah Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 menggunakan pendapatan masa mendatang (income rational expectation) untuk pengeluaran saat ini (to day expenditure). Dalam hal ini, bila pendapatan masyarakat semakin besar maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Bila pengeluaran konsumsi dilakukan dengan menggunakan sistem kredit maka cara seperti inilah yang menyebabkan tingginya permintaan kredit konsumsi; dengan kredit konsumsi inilah maka permintaan akan barang-barang terpenuhi. Hasil analisis menunjukkan yang searah dengan kondisi riil yang digambarkan oleh deskripsi data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada kondisi PDRB tinggi, permintaan kredit konsumsi juga tinggi, tetapi pada kondisi PDRB rendah, permintaan kredit konsumsi juga turun. Pada tahun 1999 dan 2000 menunjukkan bahwa PDRB menurun sebagai akibat dari krisis moneter tahun 1998. Kondisi tersebut mengakibatkan permintaan kredit konsumsi juga mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh perubahan permintaan kredit konsumsi turun sebesar 19,40 persen tahun 1998 dan 10,43 persen tahun 1999. 4.4.3 Nilai Tukar Rupiah (Kurs) Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin rupiah terdepresiasi, maka permintaan kredit akan menurun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin meningkat nilai tukar rupiah terhadap dollar, maka permintaan kredit konsumsi akan meningkat. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Menurut Harmanta dan Ekananda (2005), bahwa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap USD memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kredit. Artinya melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertainty), menyebabkan meningkatnya resiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan kredit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2006), dengan menggunakan variabel independen: bunga pinjaman, nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB terhadap variabel dependen permintaan kredit produktif, hasil estimasi diperoleh bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai tukar rupiah (rupiah terapresiasi), maka permintaan kredit akan semakin meningkat. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Junaidi (2006), yang menemukan bahwa bahwa semakin tinggi nilai tukar rupiah (rupiah terapresiasi), maka permintaan kredit akan semakin meningkat. Nilai tukar rupiah sepanjang Tw-IV 2007 secara rata-rata masih menguat. Di awal triwulan, rupiah bergerak cukup stabil dan sempat menguat hingga mencapai Rp. 9.060/USD. Memasuki akhir November rupiah terdepresiasi hingga sempat mencapai level terendah Rp. 9.148/USD akibat sentimen negatif kenaikan harga minyak serta imbas penurunan pasar saham Amerika Serikat. Pelemahan juga terjadi di akhir Desember 2007 akibat pesimisme pasar terhadap langkah penurunan suku bunga Fed yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Perkembangan tersebut Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 menyebabkan rupiah bergerak melemah ke level Rp. 9.145/USD hingga mencapai Rp.9.393/USD atau melemah 2,6% (point-to point), namun secara rata-rata Triwulanan rupiah masih menguat tipis 0,12% dari Rp.9.250/USD menjadi Rp.9.238/USD di triwulan IV-2007. Dapat dilihat pada grafik 4.3 berikut Grafik 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Sumber:Laporan Kebijakan Moneter, Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2007 Kondisi makro ekonomi Indonesia yang sedang tidak baik, suku bunga cenderung tinggi, kebijakan kenaikan harga bbm pada awal Oktober 2005 dan nilai rupiah yang tidak stabil juga memicu kenaikan inflasi lebih lanjut, sementara itu mengikuti perkembangan laju inflasi yang cenderung meningkat dan untuk mempertahankan agar tingkat bunga riil tetap positif, maka tingkat bunga baik SBI maupun deposito juga ikut bergerak naik. Bank Indonesia (BI) sebagai penentu kebijakan moneter langsung merespon laju inflasi yang sangat tinggi dengan menaikkan BI rate. Kondisi tersebut tentunya Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 dapat berpengaruh pada sistem perbankan nasional karena BI rate sebagai tingkat panduan bunga ke depan tentunya akan direspon oleh sistem perbankan dengan melakukan penyesuaian terhadap tingkat bunga yang akan ditawarkan kepada nasabah. Kenaikan tingkat suku bunga perbankan tersebut, dapat berdampak negatif terhadap fungsi intermediasi yang mulai bergairah dan kenaikan kredit macet. Gejolak suku bunga dan inflasi menjadi dua faktor penting yang mempengaruhi aktifitas penyaluran kredit. Keduanya tidak hanya mendorong suku bunga kredit, tetapi juga membuat resiko kredit macet menjadi besar. 4.4.4 Suku Bunga Kredit Konsumsi (SBKK) Berdasarkan hasil estimasi, permintaan kredit konsumsi dipengaruhi oleh tingkat bunga kredit konsumsi dengan pengaruh negatif yang nyata (signifikan). Artinya: bila tingkat bunga kredit konsumsi rendah maka permintaan akan kredit konsumsi akan meningkat; sebaliknya, jika tingkat bunga kredit konsumsi tinggi maka permintaan akan kredit konsumsi akan cenderung menurun. Pada model permintaan kredit konsumsi (PKK) ditunjukkan bahwa nilai taksiran koefisien tingkat bunga kredit konsumsi (SBKK) adalah negatif 0.037741. Hal ini sesuai dengan teori, dimana penurunan tingkat bunga kredit konsumsi akan meningkatkan permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Dengan ilustrasi bahwa permintaan kredit konsumsi sebagai produk/barang yang diminta dan tingkat bunga kredit sebagai harga, maka dalam membahas permintaan suatu barang yang berkaitan dengan harga diperoleh hasil bahwa semakin Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 rendah harga suatu barang maka semakin banyak jumlah barang yang diminta; sebaliknya semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Miller dan Meiners (2000) menambahkan bahwa kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara berikut: - Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta ketimbang pada harga rendah, asalkan hal-hal lain sama, atau dengan cara lain; - Pada harga rendah, lebih banyak barang yang akan diminta ketimbang pada harga tinggi asalkan hal-hal lain sama. Jadi, kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harganya, asalkan hal-hal lain sama pada setiap tingkat harga. Hasil analisis konsisten dengan kondisi riil yang ditunjukkan pada tabel 4.1, yaitu permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara untuk tahun 1991–2005. Pada waktu tingkat bunga kredit konsumsi rendah, permintaan kredit konsumsi naik. Hal ini ditunjukkan pada tahun 1994 sampai tahun 1997, tingkat bunga kredit konsumsi rendah, yaitu masing-masing sebesar 18,22 persen, 19,68 persen, 19,49 persen dan 21,96 persen menghasilkan permintaan kredit konsumsi meningkat, yaitu masingmasing sebesar Rp 642,536 miliar, Rp 870,583 miliar, 1,028,358 miliar dan 1,179,280 miliar. Pada tahun 1998 dan tahun 1999, tingkat bunga kredit konsumsi naik menjadi 34,93 persen tahun 1998 dan 28,78 persen tahun 1999 mengakibatkan permintaan kredit konsumsi turun dibandingkan tahun 1997. Permintaan kredit tahun 1998 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 sebesar Rp 950,455 miliar atau turun sebesar 19.40 persen dari tahun 1997. Tahun 1999 permintaan kredit sebesar Rp 851,367 miliar atau turun sebesar 10.43 persen dari tahun 1998 atau turun 29.83 persen dari tahun 1997. Daya beli masyarakat akan mengalami penurunan akibat kenaikan bbm (Bahan bakar minyak) pada Oktober 2005 lalu, belum sepenuhnya pulih. Meskipun demikian, laju inflasi yang lebih terkendali, dan ekspektasi konsumen yang masih menunjukkan optimisme terhadap perbaikan penghasilan 6 bulan ke depan, serta tawaran kredit rumah dan kendaraan bermotor dengan bunga tetap (fix rate) selam 13 tahun pertama mampu mendobrak kembali pertumbuhan kredit konsumsi dan penjualan kendaraan bermotor yang sempat mengalami penurunan selama tahun 2006. proses pemulihan kendaraan bermotor dan pertumbuhan kredit konsumsi ini justru terjadi pada situasi dimana situasi kredit suku bunga konsumsi hanya mengalami penurunan yang sangat terbatas. Kenaikan kontribusi pendapatan bunga kredit tidak lepas dari peranan kredit konsumsi yang bersama-sama dengan kredit modal kerja telah menjadi motor penggerak utama pertumbuhan kredit perbankan. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia Bank Indonesia, 2007 4.4.5 Permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya Permintaan kredit konsumsi pada tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap permintaan kredit saat ini. Hal ini dapat disebabkan karena semakin meluasnya peranan intermediasi perbankan dalam menyalurkan dana-dana dari surplus unit kegiatan sebelumnya kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit. Kinerja bank pada saat ini lebih terfokus sebagai retail banking yang memberikan kredit konsumsi. hal inilah yang mendorong daya beli masyarakat. Menurut Tono, dkk (2000) bahwa dengan bertambahnya peran perbankan maka peranan dari produk-produk bank menjadi semakin luas. Peranan intermediasi keuangan dalam penyaluran dana-dana dari surplus unit kepada kegiatan-kegiatan usaha yang produktif menjadi semakin berkembang. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Sampai saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih lebih didorong konsumsi. Itu terjadi karena perbankan nasional belum melihat adanya kemungkinan untuk memberikan kredit ke sektor yang lebih produktif yaitu untuk keperluan investasi maupun kredit untuk kepentingan ekspor. Sikap perbankan itu kemungkinan karena masih adanya masalah yang dihadapi para pengusaha yang bergerak dalam kegiatan ekspor maupun investasi. Jadi ada masalah di sektor riil yang dipersepsikan oleh perbankan kita masih besarnya risiko di sana. Akibatnya, orientasi atau kecenderungan perbankan nasional lebih suka memberikan kredit untuk sektor konsumsi. Berdasarkan Grafik 1.1 Perkembangan Kredit Menurut Jenis (Triliun Dollar AS). Sumber: Kadin Indonesia (Data BI), 2007 Lemahnya dukungan kredit perbankan terhadap sektor riil semakin mengemuka dengan kenyataan bahwa ekspansi kredit lebih mengarah ke sektor konsumsi. setelah sempat melemah pada tahun 2006, kredit konsumsi kembali meningkat pada tahun 2007. dari kenaikan total kredit sebesar 0.87%, kenaikan kredit Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 investasi tercatat sebesar 0,7% dan kenaikan kredit modal kerja sebesar 0,37%. Sedangkan kenaikan kredit konsumsi mencapat 2,21%. Dengan kenaikan kredit konsumsi yang relatif besar dari tahun ke tahun, maka tidaklah mengherankan jika terjadi pergeseran yang sangat signifikan dalam struktur kredit perbankan. Jika pada tahun 1998 peranan kredit konsumsi masih sekitar 6,5% dari total kredit perbankan dan peranan kredit investasi dan modal kerja masingmasing 29% dan 64,5% maka pada akhir Maret 2007 peranan kredit konsumsi meningkat hingga mencapai 29%, sedangkan peranan kredit investasi dan modal kerja turun masing-masing menjadi 18,9% dan 52,1% Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Model persamaan dari analisis permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara dapat dengan baik menganalisis permintaan kredit dengan variabel bebasnya menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kurs, tingkat bunga kredit konsumsi (SBKK) dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya (PKKt-1). Asumsi-asumsi yang mendasari pembentukan model persamaan dengan Ordinary Least Squares (OLS) dapat dipenuhi, signifikansi koefisien sangat tinggi, arah dan besaran koefisien sesuai dengan teori. Penggunaan model persamaan Ordinary Least Squares (OLS) dari analisis permintaan kredit konsumsi menghasilkan beberapa kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi peningkatan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dibahas maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Secara serempak, PDRB, kurs, tingkat suku bunga kredit konsumsi dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya secara statistik signifikan mempengaruhi permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 2. Secara parsial, PDRB, kurs dan permintaan kredit konsumsi pada tahun sebelumnya berpangaruh positif dan signifikan terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan tingkat bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95 persen. 3. Hasil regresi/estimasi persamaan pengaruh PDRB, kurs, tingkat bunga kredit konsumsi dan permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnyamampu mnejelaskan variasi permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara sebesar 97,57 persen. 4. Pengaruh positif variabel PDRB terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara menunjukkan bahwa bila PDRB naik, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara akan naik. 5. Pengaruh positif variabel nilai kurs rupiah terhadap dollar terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara menunjukkan hal bahwa bila nilai kurs naik, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara akan naik. 6. Pengaruh negatif variabel tingkat bunga kredit konsumsi (SBKK) terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara menunjukkan bahwa bila tingkat bunga kredit konsumsi naik, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara akan menurun. 7. Pengaruh positif variabel permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya (PKKt1) terhadap permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara menunjukkan bahw Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 bila permintaan kredit konsumsi tahun sebelumnya naik, maka permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara akan naik. 5.2 S a r a n 1. Penurunan tingkat suku bunga kredit konsumsi (SBKK) secara pasti akan meningkatkan kredit konsumsi. Oleh karena itu, pengambil keputusan perlu mempertimbangkan tingkat suku bunga kredit konsumsi dalam rangka meningkatkan permintaan kredit konsumsi di Sumatera Utara. 2. Melihat kecendrungan permintaan kredit konsumsi adanya motif spekulasi dengan mengambil keuntungan dari nilai tukar rupiah terhadap USD, maka diharapkan pemerintah membuat langkah-langkah kebijakan moneter untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terahdap USD, sehingga kredit yang disalurkan benar-benar mempengaruhi sektor riil. 3. Penelitian ini sangat mungkin dikembangkan untuk model intermediasi perbankan yang secara simultan menganalisis berbagai kebijakan penawaran kredit perbankan di Sumatera Utara. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 DAFTAR PUSTAKA Barro, R.J. and X Sala-I-Martin. 1995, Economic Growth. Singapore: McGraw-Hill International Editions. Dunil, Z. 2005. Bank Auditing, Risk-Based Audit: Dalam Pemeriksaan Perkreditan Bank Umum. PT. Indeks- Gramedia. Jakarta. Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Singapore: McGraw-Hill International Edition. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga. Manurung, J., A. H. Manurung dan F. D. Saragih. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Manurung, J. dan B. Sihombing. 2006. Pengukuran Kinerja Bank-bank Go-Public di Indonesia dengan Model Fourier-Flexible. Jurnal Keungan dan Perbankan 2: Pp.97-111. Miller, Rogeer Le Roy. Roger E. Meiners. 2000. Teori Ekonomi Intermediate, Edisi ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Miraza, Bachtiar Hassan. 2006. Perjalanan Moneter dan Perbankan, Perkembangan Moneter Indonesia 2000-2005. USU Press. Medan Nachrowi, Nachrowi Djalal, 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nainggolan, K.; Soekardono; N. Hanani, 2005. Teori Ekonomi Mikro Pendekatan grafis dan Matematis, edisi pertama. Pondok Edukasi. Jakarta. Nopirin. 2001. Ekonomi Moneter. Edisi Revisi. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. Soekirno, S. 2001. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta Tono, S. dkk. 2000. Bank Indonesia: Menuju Indepedensi Bank Sentral. Jakarta: PT. Mardi Mulyo. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Untung, B. 2005. Kredit Perbankan di Indonesia. Andi Offset. Yogyakarta. Jurnal-jurnal, Buletin, Hasil-hasil Penelitian, dan Sumber bacaan lain: Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Statistik Ekonomi Daerah Sumatera Utara. 2007. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Harmanta dan Ekananda, 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Laporan Kebijakan Moneter. Triwulan IV. 2007 Mari’e, M. 2006. Kolom: Transparansi.or.id. Ekonomi Indonesia telah Berjalan, Edisi Senin 30 Oktober 2006. Bisnis Indonesia. Jakarta. Sarwono, A. H. dan P. Warjiyo. 1998. Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter. Jakarta. Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Lampiran Dependent Variable: LOGPKK Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 14:53 Sample(adjusted): 1992 2005 Included observations: 14 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 12.71904 0.372419 34.15252 PDRB 5.342412 1.325044 4.031877 KURS 0.076127 0.020926 3.637926 SBKK -0.037741 0.012772 -2.955075 PKK(-1) 0.273980 0.049153 5.573981 R-squared 0.975679 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.964870 S.D. dependent var S.E. of regression 0.171474 Akaike info criterion Sum squared resid 0.264629 Schwarz criterion Log likelihood 7.914240 F-statistic Durbin-Watson stat 1.805092 Prob(F-statistic) Prob. 0.0000 0.0030 0.0054 0.0161 0.0003 14.11796 0.914865 -0.416320 -0.188085 90.26280 0.000000 Estimation Command: ===================== LS LOGPKK C PDRB KURS SBKK PKK(-1) Estimation Equation: ===================== LOGPKK = C(1) + C(2)*PDRB + C(3)*KURS + C(4)*SBKK + C(5)*PKK(-1) Substituted Coefficients: ===================== LOGPKK = 12.71903518 + 5.342412043*PDRB + 0.07612726554*KURS 0.03774120706*SBKK + 0.273980186*PKK(-1) Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 UJI MULTIKOLINEARITAS a. Regresi Antar Variabel bebas Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 14:55 Sample(adjusted): 1992 2005 Included observations: 14 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 0.204341 0.061025 3.348482 KURS 0.007667 0.004366 1.755903 SBKK -0.002217 0.002966 -0.747494 PKK(-1) 0.012827 0.011007 1.165362 R-squared 0.587150 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.463295 S.D. dependent var S.E. of regression 0.040923 Akaike info criterion Sum squared resid 0.016747 Schwarz criterion Log likelihood 27.23505 F-statistic Durbin-Watson stat 0.858045 Prob(F-statistic) Prob. 0.0074 0.1096 0.4720 0.2709 0.229319 0.055860 -3.319292 -3.136705 4.740627 0.026271 Dependent Variable: KURS Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 14:56 Sample(adjusted): 1992 2005 Included observations: 14 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -6.479499 5.241629 -1.236161 PDRB 30.73883 17.50600 1.755903 SBKK 0.231055 0.178636 1.293437 PKK(-1) 0.816625 0.696457 1.172541 R-squared 0.537624 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.398912 S.D. dependent var S.E. of regression 2.591262 Akaike info criterion Sum squared resid 67.14639 Schwarz criterion Log likelihood -30.83986 F-statistic Durbin-Watson stat 0.728004 Prob(F-statistic) Prob. 0.2446 0.1096 0.2249 0.2682 6.180429 3.342275 4.977123 5.159711 3.875812 0.044794 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 Dependent Variable: SBKK Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 14:56 Sample(adjusted): 1992 2005 Included observations: 14 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 22.83581 5.734268 3.982341 PDRB -23.86625 31.92836 -0.747494 KURS 0.620288 0.479566 1.293437 PKK(-1) -1.505114 1.120116 -1.343712 R-squared 0.304644 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.096038 S.D. dependent var S.E. of regression 4.245710 Akaike info criterion Sum squared resid 180.2606 Schwarz criterion Log likelihood -37.75256 F-statistic Durbin-Watson stat 1.182558 Prob(F-statistic) Prob. 0.0026 0.4720 0.2249 0.2087 18.90643 4.465553 5.964652 6.147240 1.460378 0.283616 Dependent Variable: PKK(-1) Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 15:15 Sample(adjusted): 1992 2005 Included observations: 14 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 0.390318 2.392769 0.163124 PDRB 9.321484 7.998789 1.165362 KURS 0.148009 0.126229 1.172541 SBKK -0.101615 0.075622 -1.343712 R-squared 0.566174 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.436026 S.D. dependent var S.E. of regression 1.103174 Akaike info criterion Sum squared resid 12.16993 Schwarz criterion Log likelihood -18.88451 F-statistic Durbin-Watson stat 0.941659 Prob(F-statistic) Prob. 0.8737 0.2709 0.2682 0.2087 1.521501 1.468975 3.269216 3.451804 4.350235 0.033202 b. Matrik Korelasi Correlations Matrix PDRB KURS SBKK PKK(-1) PDRB 1.000000 0.654915 -0.329601 0.676823 KURS 0.654915 1.000000 -0.015270 0.573616 SBKK -0.329601 -0.015270 1.000000 -0.430873 PKK(-1) 0.676823 0.573616 -0.430873 1.000000 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 UJI AUTOKORELASI Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.000847 Probability Obs*R-squared 0.001482 Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 15:26 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 0.003069 0.408822 0.007507 PDRB -0.004059 1.412250 -0.002874 KURS 0.000225 0.023501 0.009570 SBKK -0.000118 0.014142 -0.008365 PKK(-1) -0.000964 0.061759 -0.015604 RESID(-1) 0.013711 0.471121 0.029104 R-squared 0.000106 Mean dependent var Adjusted R-squared -0.624828 S.D. dependent var S.E. of regression 0.181866 Akaike info criterion Sum squared resid 0.264601 Schwarz criterion Log likelihood 7.914981 F-statistic Durbin-Watson stat 1.813949 Prob(F-statistic) 0.977495 0.969290 Prob. 0.9942 0.9978 0.9926 0.9935 0.9879 0.9775 -8.88E-16 0.142675 -0.273569 0.000313 0.000169 1.000000 UJI LINEARITAS Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio 10.33528 19.24243 Test Equation: Dependent Variable: LOGPKK Method: Least Squares Date: 02/18/08 Time: 15:29 Sample: 1992 2005 Included observations: 14 Variable Coefficient C -868.6680 PDRB -579.0928 KURS -8.341074 SBKK 4.128868 PKK(-1) -29.70136 FITTED^2 7.767324 FITTED^3 -0.182611 R-squared 0.993847 Adjusted R-squared 0.988574 S.E. of regression 0.097793 Sum squared resid 0.066945 Log likelihood 17.53545 Durbin-Watson stat 2.208789 Probability Probability Std. Error t-Statistic 317.8391 -2.733044 216.4817 -2.675020 3.154978 -2.643782 1.571906 2.626663 11.52001 -2.578240 2.704437 2.872067 0.058643 -3.113948 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.008143 0.000066 Prob. 0.0292 0.0318 0.0332 0.0341 0.0366 0.0239 0.0170 14.11796 0.914865 -1.505065 -1.185536 188.4542 0.000000 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 UJI NORMALITAS 6 Series: Residuals Sample 1992 2005 Observations 14 5 4 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 3 2 -8.88E-16 0.025180 0.196950 -0.296853 0.142675 -0.605313 2.475751 1 Jarque-Bera Probability 0 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 Andayani Hadi : Analisis Permintaan Kredit Konsumsi Pada Perbankan di Sumatera Utara, 2008 USU e-Repository © 2008 1.015263 0.601919