BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Jasa 2.1.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Uraian Teoritis
2.1.1 Jasa
2.1.1.1 Pengertian Jasa
Jasa sering dipandang sebagai suatu fenomena yang rumit. Kata jasa itu
sendiri mempunyai banyak arti, dari mulai pelayanan personal (personal service)
sampai jasa sebagai suatu produk. Menurut Kotler (2005:111) jasa adalah setiap
tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Sementara perusahaan yang memberikan operasi jasa adalah mereka yang
memberikan konsumen produk atau jasa baik yang berwujud atau tidak, seperti
transportasi, hiburan, restoran, dan pendidikan.
Dari definisi di atas, tampak bahwa di dalam jasa selalu ada aspek interaksi
antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat
tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, jasa adalah suatu
proses
atau
aktivitas,
dan
aktivitas-aktivitas
tersebut
tidak
berwujud
(Lupiyoadi,2001:5). Menurut Tjiptono dan Chandra (2007:42) jasa adalah setiap
tindakan atau perubahan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2 Karakteristik Jasa
Berdasarkan pengertian jasa yang telah diuraikan sebelumnya, Tjiptono
(2005:18) mengutarakan ada 5 (lima) karakteristik utama jasa bagi konsumen
pertamannya, yaitu:
1) Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau
benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses,
kinerja (performance), atau usaha. Oleh karena itu, jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi
para pelanggan, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena
terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi
pembeli sebelum pembelian dilakukan.
Untuk jasa, kualitas apa dan
bagaimana yang akan diterima konsumen, umumnya tidak diketahui
sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi.
2) Tidak dapat dipisahkan (Inseperability)
Barang biasa diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa
umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi
pada waktu dan tempat yang sama.
3) Berubah-ubah (Variability/Heterogenity)
Universitas Sumatera Utara
Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya
banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan,
dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan
unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung
tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan
perilakunya.
4) Tidak tahan lama (Perishability)
Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Kursi pesawat yang
kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang
tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa
disimpan.
5) Lack of ownership
Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada
pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan
manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan,
atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin
hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas
(misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan, dan pendidikan).
2.1.1.3 Klasifikasi Jasa
Produk jasa bagaimanapun juga tidak ada yang benar-benar sama satu sama
lain.
Oleh karena itu, untuk memahami sektor jasa, ada beberapa cara
pengklasifikasian produk tersebut.
Pertama, didasarkan atas tingkat kontak
konsumen dengan pemberi jasa sebagai bahan dari sistem saat jasa tersebut
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan.
Kedua, jasa juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kesamaannya
dengan operasi manufaktur (Griffin,2003).
1) Berdasarkan Tingkat Kontak Konsumen
a) High-contact system
Untuk menerima jasa, konsumen harus menjadi bagian dari sistem. Hal
ini sebagaimana yang terjadi pada jasa sejenis pendidikan, rumah sakit,
dan transportasi.
b) Low-contact system
Konsumen tidak perlu menjadi bagian dari sistem untuk menerima jasa.
Misalnya, pada jasa reparasi mobil dan jasa perbankan, konsumen tidak
harus dalam kontak pada saat mobilnya yang rusak diperbaiki oleh
teknisi bengkel.
2) Berdasarkan Kesamaannya Dengan Operasi Manufaktur
a) Pure service
Merupakan jasa yang tergolong high contact dengan tanpa persediaan,
dengan kata lain benar-benar sangat berbeda dengan manufaktur. Jasa
tukang cukur dan ahli bedah misalnya, memberikan perlakuan khusus
(unik) dan memberikan jasanya pada saat konsumen ada.
b) Quasimanufacturing service
Dalam banyak hal mirip dengan manufaktur, karena jasa ini termasuk
sangat low contact dan konsumen tidak harus menjadi bagian dari proses
Universitas Sumatera Utara
produksi saja. Termasuk dalam jasa tersebut adalah jasa perbankan,
asuransi, kantor pos, dan jasa pengantaran.
c) Mixed service
Merupakan kelompok jasa dengan tingkat kontak menengah (moderate
contact) yang menggabungkan beberapa sifat pure service dan
quasimanufacturing service. Termasuk dalam kelompok jasa ini adalah
jasa bengkel, toko dry cleaning, jasa ambulans, pemadaman kebakaran,
dan lain-lain.
2.1.1.4 Bauran Pemasaran Jasa
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan
pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan.
Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan
merancang program taktik jangka pendek.
Keputusan mengenai sikap unsur
bauran pemasaran ini saling berkaitan satu sama lain. Kendati demikian, tingkat
kepentingan yang ditekankan kepada masing-masing unsur antar jasa cenderung
bervariasi (Tjiptono,2005:31). Bauran pemasaran jasa meliputi:
1) Product, merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk
tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Dalam konteks ini produk dapat berbentuk apa saja (baik yang berwujud
maupun tidak berwujud) yang dapat ditawarkan kepada pelanggan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Universitas Sumatera Utara
2) Pricing, keputusan bauran harga dengan kebijakan strategis dan taktis,
seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan tingkat harga.
3) Promotion, bauran promosi tradisional terdiri dari berbagai metode untuk
mengkonsumsikan jasa kepada para pelanggan. Diantara metode tersebut
adalah periklanan, promosi penjualan, direct selling, dan personel selling.
4) Place, keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa
untuk konsumen, keputusan meliputi keputusan lokasi fisik.
5) People, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran jasa. Dalam
produksi barang, orang tidak terlalu memusingkan kondisi karyawan yang
bekerja dalam memproduksi barang tersebut, apakah dia bicara yang kurang
sopan, berpakaian yang tidak rapi, kurang disiplin, dan lain-lain. Yang
penting bagi konsumen adalah kualitas barang yang diproduksi. Tetapi beda
halnya pada produksi jasa, tindakan setiap orang berpengaruh terhadap hasil
yang diterima pelanggan.
6) Physical Evidence, karakteristik yang intangebility menyebabkan konsumen
tidak bisa menilai suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Pada jasa salah
satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah upaya mengurangi
tingkat risiko tersebut dengan cara menawarkan bukti fisik. Bukti fisik
tersebut ada dalam berbagai bentuk, misalnya brosur tentang pesawat dan
foto tentang jasa pesawat terbang tersebut.
7) Process, merupakan faktor pelayanan yang terpenting dalam penyampaian
jasa, misalnya customer service yang berbicara tidak sopan sehingga
membentuk persepsi negatif bagi konsumen.
Universitas Sumatera Utara
8) Customer Service, merupakan layanan pelanggan berbeda antar organisasi.
Dalam sektor jasa, layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total
jasa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung jawab
atas unsur bauran pemasaran ini tidak bisa diisolasi hanya pada departemen
layanan pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua
personel produksi, baik yang dikerjakan oleh organisasi jasa maupun
pemasok.
Pertumbuhan jasa yang begitu cepat disebabkan oleh berbagai faktor yang
mendorong pertumbuhan bisnis jasa, diantaranya dipicu oleh perubahan
demografis, perubahan sosial, perubahan perekonomian, perbuahan politik, dan
hukum.
2.1.2 Kualitas Pelayanan
2.1.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan
Dalam perspektif Total Quality Management, kualitas dipandang secara
luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekan, melainkan juga meliputi
proses, lingkungan, dan manusia. Hal ini tampak dalam definisi yang dirumuskan
Tjiptono (2005:51) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Menurut Nasution (2004:42), ada lima macam perspektif kualitas yang
berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa
Universitas Sumatera Utara
kualitas bisa diartikan secara beranekaragam oleh orang yang berbeda dalam
situasi yang berlainan. Adapun 5 (lima) macam perspektif kualitas itu, meliputi:
1) Transcendental approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, dimana
kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan atau
dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia
seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, atau seni rupa.
2) Product-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karaktersitik atau
atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
Perbedaan dalam
kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut
yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak
dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi
individual.
3) User-based approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada
orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand oriented
ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
dan keinginan yang berbeda pula sehingga kualitas bagi seseorang adalah
kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4) Manufacturing-based approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas
sehingga kesesuaian atau sama dengan persyaratan (conformance to
requirements).
Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya
bersifat operations driven.
Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian
spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong
oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi, yang
menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan,
bukan konsumen yang menggunakan.
5) Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Dengan
pertimbangan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai “affordable excellence”.
Kualitas dalam perspektif ini bersifat
relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu
produk yang paling bernilai.
Akan tetapi, yang paling bernilai adalah
barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best buy).
Menurut Nasution (2004:47) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk keinginan
pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
Apabila persepsi terhadap layanan sesuai dengan yang diharapkan
pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal.
Sebaliknya apabila persepsi terhadap layanan lebih jelek dibandingkan dengan
yang diharapkan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan negatif atau
buruk.
Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas layanan bergantung kepada
kemampuan perusahaan dan sifatnya memenuhi harapan pelanggan secara
konsisten.
Menurut Nasution (2004:47) kualitas total pelayanan terdiri dari 3 (tiga)
komponen utama, yaitu:
1) Techincal quality, yaitu komponen-komponen yang berkaitan dengan
kualitas output (keluaran) pelayanan yang diterima pelanggan
2) Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu pelayanan
3) Corporate image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus
suatu perusahaan.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin
hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Dalam jangka panjang, hubungan
seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan
pelanggan serta kebutuhan mereka.
meningkatkan
kepuasan
pelanggan
Dengan demikian, perusahaan dapat
dimana
perusahaan
memaksimumkan
pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimalkan atau meniadakan
pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan
Universitas Sumatera Utara
pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada
perusahaan yang memberikan kualitas yang memuaskan.
Keterkaitan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Kaitan Kepuasan Pelanggan dan Tingkat Loyalitas
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Sangat puas
Puas
Netral
Tidak puas
Sangat tidak puas
Tingkat Loyalitas
95 %
65 %
15 %
2%
0%
Sumber: Tjiptono (2007:193)
2.1.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Lupiyoadi (2001:148) didalam mengevaluasi kualitas pelayanan
yang diberikan kepada pelanggan digunakan 5 (lima) dimensi pokok, yaitu:
1) Bukti Fisik (Tangibles), kemampuan perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana
dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah
bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
2) Keandalan (Reliability), yakni kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang
simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
3) Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk memberikan
pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian
informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu
alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan.
4) Jaminan (Assurance), pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan pada
perusahaan.
Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), kompetisi (competence), dan
sopan santun (courtesy).
5) Empati (Empathy), memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen.
Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian
yang nyaman bagi pelanggan.
Stamatis dalam Ellitan, (2001) mengemukakan 6 (enam) dimensi kualitas
pelayanan pada industri jasa, yaitu:
1) Fungsi (Function) : kinerja primer yang dituntut dari suatu jasa.
2) Karakteristik (Features) : kinerja yang diharapkan.
3) Kesesuaian (Comformance) : kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan
persyaratan yang ditetapkan.
4) Keandalan (Realibility) : kepercayaan terhadap jasa dalam kaitan waktu.
Universitas Sumatera Utara
5) Kemampuan pelayanan (Service ability) : kemampuan melakukan perbaikan
apabila terjadi kekeliruan.
6) Estetika (Aesthetics) : pengalaman pelanggan yang berkaitan dengan
perasaan dan panca indera.
2.1.2.3 Model Kualitas Pelayanan
Dimensi-dimensi kualitas pelayanan yang telah disebutkan di atas, harus
diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan
antara perusahaan dan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang
wujud pelayanan (Lupiyoadi,2001:150).
Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi
mengenai kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
1) Gap Persepsi Manajemen. Yaitu adanya perbedaan antara penilaian
pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai
harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi
penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan
penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan,
komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu
banyaknya tingkatan manajemen.
2) Gap Spesifikasi Kualitas. Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen
mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan
terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap
kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya
standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan.
Universitas Sumatera Utara
3) Gap Penyampaian Pelayanan. Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas
jasa dan penyampaian jasa (service delivery). Kesenjangan ini terutama
disebabkan oleh faktor-faktor:
a) Ambiguitas peran, yaitu sejauh mana pegawai dapat melakukan tugas
sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan.
b) Konflik peran, yaitu sejauh mana pegawai meyakini bahwa mereka tidak
memuaskan semua pihak.
c) Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakannya.
d) Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai.
e) Sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya sistem penilain
dan sistem imbalan.
f) Perceived contol, yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan atau
fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan.
g) Teamwork, yaitu sejauh mana pegawai dan manajemen merumuskan
tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama
dan terpadu.
4) Gap Komunikasi Pemasaran. Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa
dan komunikasi eksternal.
Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas
pelayanan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui
komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena tidak memadainya
komunikasi horisontal dan adanya kecenderungan untuk memberikan janji
yang berlebihan. Dalam hal ini komunikasi eksternal telah mendistorsi
harapan nasabah.
Universitas Sumatera Utara
5) Gap Dalam Pelayanan Ysang Dirasakan. Adalah perbedaan persepsi antara
jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya
terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif.
Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka
kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.
2.1.2.4 Prinsip-Prinsip Kualitas Pelayanan
Menurut Tjiptono dan Chandra (2007:137) terdapat 6 (enam) prinsip utama
dalam kualitas pelayanan, yaitu:
1) Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan
organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas.
Tanpa adanya
kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan kualitas hanya
akan berdampak kecil.
2) Pendidikan
Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajemen puncak sampai
karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas.
Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam penelitian tersebut
antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik
implementasi strategi kualitas, dan peranan eksklusif dalam implementasi
strategi kualitas.
3) Perencanaan strategik
Universitas Sumatera Utara
Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan
kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai
visi dan misinya.
4) Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku oraganisasional.
Proses ini
menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terusmenerus terhadap upaya mewujudkan sasaran-sasaran kualitas.
5) Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun
stakeholder lainnya.
6) Total human reward
Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi
strategi kualitas.
Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan
prestasinya harus diakui.
2.1.3 Loyalitas Pelanggan
2.1.3.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2005:11) menyatakan pendapatnya tentang loyalitas
pelanggan adalah “Konsep loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan
perilaku (behavior) dari pada dengan sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan
loyal, ia menunjukkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian
Universitas Sumatera Utara
nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit
pengambilan keputusan”.
Istilah nonrandom merupakan kuncinya. Seorang pelanggan yang loyal
memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang dibeli dan dari siapa.
Pembeliannya bukan merupakan peristiwa secara acak.
Selain itu, loyalitas
menunjukkan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa
tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Terakhir, unit pengambilan
keputusan menunjukkan bahwa keputusan untuk membeli mungkin dilakukan
oleh lebih dari satu orang.
Menurut pendapat diatas, peneliti simpulkan bahwa loyalitas adalah
kesetiaan seseorang terhadap suatu produk atau jasa perusahaan. Bila dikaitkan
dengan permasalahan dalam penelitian, yang dimaksud loyalitas adalah kesetiaan
pelanggan sebagai pengguna jasa PT. Sriwijaya Air Distrik Medan sehingga
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2.1.3.2 Karakteristik Pelanggan yang Loyal
Menurut Griffin (2003:5), karakteristik pelanggan yang loyal antara lain:
1) Melakukan pembelian berulang secara teratur,
2) Membeli antar lini produk atau jasa,
3) Mereferensikan kepada orang lain, dan
4) Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas adalah retensi
pelanggan (customer retention) dan total pangsa pelanggan (total share of
Universitas Sumatera Utara
customer). Retensi pelanggan menjelaskan lamanya hubungan dengan pelanggan.
Tingkat retensi pelanggan adalah persentase pelanggan yang telah memenuhi
sejumlah pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas. Pangsa pelanggan
suatu perusahaan menunjukkan persentase dari anggaran pelanggan yang
dibelanjakan ke perusahaan tersebut.
2.1.3.3 Tahapan Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2005:35) ada 8 (delapan) tahapan loyalitas, yaitu:
1) Suspect
Meliputi semua orang yang akan membeli produk atau jasa perusahaan.
Disebut suspect karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum
mengetahui apapun mengenai perusahaan dan produk atau jasa yang
ditawarkan.
2) Prospek (Prospect)
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa
tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini,
meskipun mereka belum melakukan pembelian, tetapi telah mengetahui
keberadaan perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan karena
seseorang telah merekomendasikan produk atau jasa tersebut pada pihak
lain.
3) Prospek yang diskualifikasi (Disqualified of prospect)
Yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan produk atau jasa tertentu
atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk atau jasa.
4) Pelanggan pertama kali (First time buyer)
Universitas Sumatera Utara
Yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya.
Mereka masih
menjadi konsumen dari produk atau jasa pesaing.
5) Pelanggan berulang (Repeat customer)
Yaitu konsumen telah melakukan penelitian suatu produk sebanyak dua kali
atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang
sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda
dalam dua kesempatan yang berbeda pula.
6) Klien (Client)
Klien membeli semua produk atau jasa yang ditawarkan yang mereka
butuhkan dan membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelanggan ini
sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka terpengaruh oleh
tarikan persaingan produk lain.
7) Penganjur (Advocate)
Seperti layaknya klien, penganjur membeli seluruh produk atau jasa yang
ditawarkan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara
teratur. Sebagai tambahan mereka mendorong teman-teman mereka agar
membeli produk atau jasa tersebut. Ia membicarakan tentang produk atau
jasa tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa
konsumen untuk perusahaan tersebut.
8) Pelanggan atau Klien yang hilang
Seseorang yang pernah menjadi pelanggan atau klien tetapi belum membeli
kembali dari sedikitnya dalam satu siklus pembelian yang normal.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.4 Jenis Loyalitas Pelanggan
Menurut Griffin (2003:22) jenis loyalitas yang berbeda muncul bila
keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi-silang dengan pola pembelian ulang
yang rendah dan tinggi juga seperti dalam Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Jenis Loyalitas Pelanggan
Keterikatan Relatif
Tinggi
Rendah
Pembelian Berulang
Tinggi
Rendah
Loyalitas premium
Loyalitas tersembunyi
Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas
Sumber: Griffin (2003:22)
1) Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas
terhadap produk atau jasa tertentu. Secara umum, perusahaan menghindari
membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi
pelanggan yang loyal, mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan
keuangan perusahaan.
Tantangannya adalah menghindari membidik
sebanyak mungkin, orang-orang seperti ini akan lebih memilih pelanggan
yang loyalitasnya dapat dikembangkan.
2) Loyalitas Yang Lemah
Keterikatan yang rendah digabungkan dengan pembelian berulang yang
tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Pelanggan ini
Universitas Sumatera Utara
membeli karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian “karena kami selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Dengan kata lain, faktor
nonsikap
dan
faktor
situasi
merupakan
alasan
utama
membeli.
Memungkinkan bagi perusahaan untuk mengubah loyalitas lemah ke dalam
bentuk loyalitas yang lebih tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan
dan meningkatkan diferensiasi positif di benak pelanggan mengenai produk
atau jasa dibanding dengan produk lain.
3) Loyalitas Tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).
Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.
4) Loyalitas Premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi
bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang
yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk
semua pelanggan di setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi
tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk
tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan
keluarga.
Secara umum, ada 3 (tiga) jenis kelakuan pelanggan yang mendasar, yaitu:
1) Emotive
Universitas Sumatera Utara
Pelanggan jenis ini biasanya dapat dikatakan fanatik terhadap suatu produk
tertentu. Misalnya penggemar produk X, walaupun ada produk lain yang
serupa tetapi mereka tetap melirik produk X.
2) Inertial
Pelanggan jenis ini biasanya dapat berpindah ke produk lain karena ada
faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi misalnya kenaikan harga,
pelayanan yang kurang baik atau perubahan gaya hidup.
3) Deliberative
Pelanggan jenis ini sering melakukan evaluasi ulang terhadap produk yang
dibeli berdasarkan faktor harga produk atau kemudahan untuk melakukan
transaksi dengan perusahaan yang bersangkutan. Mereka mengutamakan
kenyamanan dan kualitas produk. Yang pada intinya, pelanggan akan selalu
mengevaluasi keputusan mereka dengan mempertimbangkan faktor-faktor
tertentu.
Menurut Griffin (2003:11) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang
dapat diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal, antara lain:
1) Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan baru
lebih mahal).
2) Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak dan
pemrosesan pesanan).
3) Mengurangi biaya
turn over pelanggan (karena penggantian pelanggan
yang lebih sedikit).
Universitas Sumatera Utara
4) Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar
perusahaan.
5) Word of Mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang
loyal juga berarti mereka yang merasa puas.
6) Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian).
2.1.3.5 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian.
Menurut Griffin (2003:18) ada lima langkah dalam siklus pembelian. Pembeli
pertama akan bergerak melalui 5 (lima) langkah seperti pada Gambar 2.1 berikut:
Kesadaran
Pembelian awal
Evaluasi
pasca pembelian
Keputusan
membeli
kembali
Pembelian
kembali
Sumber: Griffin (2003:18)
Gambar 2.1 Siklus Pembelian
1) Kesadaran
Kesadaran merupakan langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan
kesadaran pelanggan akan produk yang ditawarkan.
Pada tahap inilah
perusahaan mulai membentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk
memposisikan kedalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa
yang ditawarkan lebih unggul daripada produk atau jasa pesaing. Kesadaran
Universitas Sumatera Utara
dapat timbul dengan berbagai cara, diantaranya melalui iklan konvensional,
iklan di web, melalui pos secara langsung, e-mail, dan siaran web.
2) Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara
loyalitas.
Baik itu dilakukan secara online maupun offline, pembelian
pertama kali merupakan pembelian percobaan.
Perusahaan dapat
menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk
atau jasa yang diberikan.
Setelah pembelian pertama dilakukan, maka
perusahaan memiliki kesempatan untuk menumbuhkan pelanggan yang
loyal.
3) Evaluasi pasca – pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas atau ketidakpuasannya
tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan
beralih
kepesaing,
maka
keputusan
membeli
kembali
merupakan
kemungkinan.
4) Keputusan membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting
bagi loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya
sikap positif yang ditujukan terhadap produk atau jasa tertentu dibandingkan
sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial.
Universitas Sumatera Utara
5) Pembelian kembali
Langkah akhir dari siklus pembelian adalah pembelian kembali yang
aktrual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus
membeli kembali dari perusahaan yang sama. Hambatan terhadap peralihan
dapat mendukung pelanggan untuk membeli kembali.
Pelanggan yang
benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan
yang sama kapan saja produk atau jasa tersebut dibutuhkan. Itu adalah jenis
pelanggan yang harus didekati, dilayani, dan dipertahankan.
2.1.4 Pengertian dan Peran Transportasi
Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat
asal (dari mana kegiatan pengangkutan dimulai) ke tempat tujuan (kemana
kegiatan pengangkutan diakhiri). Transportasi bukanlah tujuan, melainkan sarana
untuk mencapai tujuan yang berusaha mengatasi kesenjangan jarak dan waktu.
Jasa transportasi merupakan salah satu faktor masukan dari kegiatan
produksi, perdagangan, pertanian, dan kegiatan ekonomi lainnya. Manusia sangat
membutuhkan transportasi karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat
beraneka ragam yang umumnya berkaitan dengan produksi barang dan jasa.
Karena begitu pentingnya transportasi bagi kehidupan manusia, maka perlu
dilakukan
pengelolaan
atau
manajemen
transportasi
yang
baik
(Nasution,2004:15). Dalam transportasi ada 2 (dua) kategori, yaitu:
1) Pemindahan bahan-bahan dan hasil produksi dengan menggunakan alat
angkut, dan
2) Mengangkut penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Penelitian Terdahulu
Sari (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas
Pelayanan Jasa Restoran Terhadap Loyalitas Pelanggan Sakana Japanese
Restaurant Di Delonix Hotel Karawang”. Metode yang digunakan oleh peneliti
adalah metode analisis deskriptif yaitu menganalisi data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Adapun hasil yang diperoleh oleh peneliti adalah kualitas pelayanan
jasa mempunyai hubungan terhadap Loyalitas Pelanggan Sakana Japanese
Restaurant dan terdapat pengaruh positif rendah antara kualitas pelayanan jasa
dengan loyalitas pelanggan Sakana Japanese Restaurant.
Adapun besarnya
pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas pelanggan dari hasil uji
korelasi yang menunjukkan nilai 0.397. Sedangkan pengaruhnya dari perhitungan
koefisien determinasi diperoleh nilai sebesar 15.76% artinya bahwa variabel
loyalitas pelanggan dipengaruhi atau dapat dijelaskan oleh variabel kualitas
pelayanan jasa. Dan sisanya sebesar 82.24% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang tidak diketahui dalam penelitian.
Putri (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas
Pelayanan Terhadap Loyalitas Pengguna Transportasi CV. Kurnia Group Jurusan
Medan-Banda Aceh”.
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode
analisis deskriptif yaitu salah satu metode analisis dengan cara data yang disusun
dikelompokkan, kemudian dianalisis sehingga diperoleh gambaran tentang
masalah yang dihadapi dan untuk menjelaskan hasil perhitungan. Adapun hasil
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh yaitu variabel bebas (kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati,
dan bukti fisik) secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap variabel
terikat (loyalitas pengguna) pada CV. Kurnia Group.
Dan dengan melalui
identifikasi determinan, didapat nilai R Square sebesar 0.278 (27.8%) berarti
faktor-faktor loyalitas pengguna dapat dijelaskan oleh variabel bebas (kehandalan,
daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik) sedangkan sisanya 72.2%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
2.3
Kerangka Konseptual
Peningkatan kualitas merupakan salah satu strategi bisnis yang ditekankan
pada pemenuhan keinginan pelanggan, di sisi lain, kinerja perusahaan dan
kepuasan konsumen merupakan satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan.
Kualitas pelayanan berpengaruh langsung terhadap kepuasan konsumen yang
nantinya akan tercipta sebuah loyalitas dari pelanggan. Oleh karena itu, suatu unit
bisnis diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan memberikan nilai tambah,
dimulai dengan mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan yang diperoleh
konsumen.
Kualitas pelayanan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki variabelvariabel yang menjadi dimensi pelayanan yang nantinya akan membuat pelanggan
merasa sangat puas. Untuk dapat memberikan kepuasan, perusahaan sebagai
pemasar
perlu
mengetahui
harapan-harapan
apa
yang
diinginkan
oleh
konsumennya melalui riset mengenai perilaku konsumen atau pelanggan dalam
lima
dimensi
kualitas
pelayanan
(Lupiyoadi,2001:148)
yaitu
keandalan
Universitas Sumatera Utara
(reliability), bukti fisik (tangibles), daya tanggap (responsiveness), jaminan
(assurance), dan empati (empathy).
Keandalan (reliability) kemampuan instansi untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Bukti fisik
(tangibles) kemampuan suatu instansi dalam menunjukkan eksistensinya kepada
pihak pengguna layanannya.
Daya tanggap (responsiveness) adalah suatu
kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat
kepada masyarakat dengan penyampaian informasi yang jelas.
Jaminan
(assurance) adalah pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
instansi untuk menimbulkan rasa percaya masyarakat terhadap instansi tersebut.
Dan empati (empathy) adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para masyarakat dengan berupaya
memahami keinginan masyarakat.
Dari kelima kualitas layanan yang bisa mewakili keseluruhannya adalah
daya tanggap dan empati karena sudah terdapat cakupan pengertian yang cukup
dari yang lainnya. Hubungan dari daya tanggap dan empati dengan loyalitas
pelanggan adalah dimana loyalitas dapat terbentuk dengan adanya kesetiaan
pelanggan terhadap jasa yang diberikan pihak perusahaan dengan sebaik mungkin
yang tercermin dari daya tanggap dan empati itu sendiri. Dimana perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami
kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang
nyaman bagi pelanggan. Kerangka konseptual sebagai berikut:
Daya Tanggap (Responsiveness)
X1
Empati (Empathy)
X2
Loyalitas Pelanggan
Y
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Lupiyoadi (2001) dan Griffin (2003) (diolah peneliti)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.4
Hipotesis
Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris.
Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat
dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk
yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.
Dengan demikian
hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Erlina,2008:49).
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, hipotesis
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Daya tanggap dan empati
berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada PT.
Sriwijaya Air Distrik Medan”.
Universitas Sumatera Utara
Download