KRIM DAUN KERSEN (Muntingia Calabura L) SEBAGAI ALTERNATIF TERAPI ANTIMIKROBA PADA LUKA GANGREN DIABETIK APRILLIA KARLINA 121201005 Subject: Gangren diabetik, Daun Kersen (Muntingia Calabura L) DESCRIPTION Gangren diabetik yaitu suatu bentuk kematian jaringan yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah kejaringan. Kelainan ini sering menjadi penyebab infeksi ganggren diabetik. Penyebab dari infeksi gangren diabetik yaitu gabungan dari bakteri anaerob dan aerob. Tanaman obat yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk pengobatan gangren diabetik yaitu Muntingia calabura atau yang lebih dikenal dengan Daun kersen merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan antimikroba yang dapat digunakan untuk menyembuhkan luka dan mampu membunuh bakteri C.Diptheriae, S.Aureus, P.Vulgaris, S.Epidemidis, dan K.Rhizophil. Tujuan dari studi literatur ini adalah untuk mengetahui manfaat dari Krim Daun Kersen (Muntingia Calabura L) sebagai alternatif terapi antimikroba pada luka gangren diabetik. Studi literatur ini dilakukan dengan cara melakukan penulusuran data dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya baik didalam maupun diluar negeri. Teknik pengumpulan data adalah menggunakan data yang berasal dari textbook, jurnal, artikel ilmiah, literature riview yang berisikan tentang definisi gangren diabetic, bakteri yang ada pada ganggren diabetic, penatalaksanaa gangren diabetik dan kandungan Daun Kersen (Muntingia Calabura L). Penulis mendapatkan dengan cara mencari dari berbagai jurnal/artikel 5 tahun terakhir (mulai 2010-2015) dan textbook 10 tahun terakhir (mulai tahun 2005-2015). Hal ini sudah dibuktikan dengan beberapa penelitian sebelumnya diseluruh dunia. Penelitian tentang kandungan antimikroba daun kersen (Muntingia Calabura L) dengan konsentrasi nilai MBC (konsentrasi bakterisida minimum) 1250 dan 2500 mg mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Sehingga krim daun kersen dapat digunakan sebagai alternatif terapi herbal untuk penyembuhan luka gangren diabetic karena Daun kersen (Muntingia Calabura L) mengandung senyawa polifenol seperti flavonoid yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan antimikroba, serta dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penyakit Diabetes Militus. Berbagai zat yang terkandung dalam daun kersen, serta adanya penelitian terdahulu tentang kandungan antimikroba pada daun kersen yang telah diteliti secara invitro oleh banyak ahli. Pengembangan produk krim daun kersen (Muntingia Calabura L) untuk pengobatan gangren diabetik sangat memungkinkan untuk dilakukan, harapannya produk krim dapat dimanfaatkan lebih praktis. ABSTRACT Diabetic gangrene is a form of tissue death caused by interruption of blood flow to tissue. The disorder is often causing of diabetic gangrene infection. The cause of diabetic gangrene infection is a combination between anaerobic and aerobic bacteria. Medicinal plants that can be used as an alternative for the treatment of diabetic gangrene is Muntingia calabura or better known as cherry leaves, a plant that contains antimicrobials that can be used to heal wounds and capable of killing bacteria, C.Diptheriae, S. aureus, P .Vulgaris, S.Epidemidis, and K.Rhizophil. The aim of this literature study was to determine the benefits of cherry leaves Cream (Muntingia Calabura L) as an alternative antimicrobial therapy in diabetic gangrene wounds. This literature study was done by searching data from various studies that have been done before both within and outside us the country. Data collection technique used data derived from textbooks, journals, scientific articles, literature Review that contains the definition of diabetic gangrene, bacteria present in diabetic gangrene, treatment of diabetic gangrene and cherry leaves content (Muntingia Calabura L). Authors get them by searching from various journal / article from the past 5 years (starting from 2010 to 2015) and the textbook from the past 10 years (from 2005-2015). This had been proven by several previous studies around the world. Research on the content of antimicrobial cherry leaves (Muntingia Calabura L) with a concentration value of MBC (concentration bactericidal minimum) 1250 and 2500 mg is able to inhibit the growth of Staphylococcus aureus bacteria, so the cream leaves of cherry can be used as an alternative herbal therapy for wound healing gangrenous diabetic because cherry leaves (Muntingia Calabura L) containing polyphenolic compounds such as flavonoids that have the ability to inhibit the growth of antimicrobial, and can reduce blood glucose levels in diabetes mellitus disease. Various substances contained in the cherry leaves, as well as the previous research on the content of antimicrobial in cherry leaves that have been studied in vitro by many experts. Cherry leaves cream product development (Muntingia Calabura L) for the treatment of diabetic gangrene is possible to do, it is expected that cream products can be utilized more practicaly. Keyword : Gangren diabetik, Cherry leaves (Muntingia Calabura L) Contributor :1. Budi Prasetyo, M.Kep.,Ns 2. Dr. Nurwidji, MHA, M.Si Date : 10 juli 2015 Type Material: Laporan Penelitian URL : Right :Open Document Summary : LATAR BELAKANG Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronik dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan negara. Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup mereka (Singh, N., Armstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005). Data dari Organisasi World Health Organisation, (WHO) saat ini diseluruh dunina terdapat 346 juta penderita diabetes dimana 80% terjadi dinegara berkembang. WHO juga menyebutkan jumlah tersebut akan naik dua kali lipat ditahun 2030 sesuai perkiraan federasi diabetes international. Federasi Diabetes International memprediksi sedikitnya 1 dari 10 orang dewasa akan menderita diabetes pada tahun 2030. Indonesia menempati urutan keempat terbesar berkenaan jumlah penderita DM di dunia. Berikut ini adalah kisarannya pada tahun 2000 jumlah penderita DM di Indonesia 5,6 juta penderita DM. Tahun 2006 jumlah penderita DM 14 juta. Pada penelitian Amerika Serikat selama 2 tahun, persoalan kaki diabetes merupakan penyebab utama perawatan bagi pasien DM. Dalam penelitian tersebut ditemukan hal-hal sebagai berikut 16% perawatan DM adalah akibat persoalan kaki diabetek. Sebanyak 15% DM diperkirakan akan mengalami persoalan kaki suatu saat dalam kehidupannya. Biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan di Amerika Serikat untuk Ulkus/ luka kaki diabetes adalah sebesar $150 miliun dari $ 11,6 milliun biaya yang langsung berkaitan dengan DM (Waspadji, 2008). Waspadji, 2008 mengemukakan bahwa supervisial kaki diabetik sangat buruk yang ditemukan dari salah satu penelitian di Jakarta. Dalam 1 th pasca amputasi 14,8% pasien meninggal dan meningkatkan menjadi 37% pada pengamatan ke 3 th. Rata-rata pasien hanya hidup sampai 23,8% bulan pasca amputasi. Strategi baru harus dikembangkan dan diimplementasikan pada penderita ulkus kaki diabetik, sehingga diperlukan segera perubahan paradigma di dalam perawatan ulkus kaki diabetik, dengan memperhatikan gangguan vaskuler (Lepantalo, 2011), karena semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, dan tekanan oksigen lokal pada ulkus kronis berkisar setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi fibroblast, deposisi kolagen, angiogenesis, vaskulogenesis, dan leukosit (Velazques, 2007). Di era industri maju sekarang ini, perhatian manusia akan kesehatan semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang semakin selektif terhadap apa yang dikonsumsi, serta lebih memilih untuk kembali ke alam (Handajani, 2006). Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan serta warisan nenek moyang yang menemukan kekuatan penyembuhan dari tumbuhan melalui proses trial and error (Soni and Singhai, 2012). Data dari UU No. 36 Tahun 2009 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Obat tradisional memiliki efek samping yang lebih rendah di bandingkan dengan obat-obatan kimia. Di negara Cina sudah sejak bertahun-tahun pada akademi medis cina sudah mempelajari suatu seni yang berabad-abad mengenai pengobatan herbal, hal ini melibatkan penelitian yang komprehensif atas catatan kuno, dan pengujian pengobatan tradisional, formula yang bersifat rahasia, digambarkan dalam terminologi tradisional, diterjemahkan kedalam istilahistilah modern dan dikirim ke institusi untuk dikaji ulang dengan menggunakan teknik-teknik laboratorium modern. Apabila Pemerintahan Indonesia melalui Departemen Kesehatan menggiatkan dan memberi anggaran yang cukup untuk penelitian berbagai jenis tumbuhan obat yang sudah terbukti kashiatnya, dan dapat mengembangkan menjadi fitofarmaka, maka tumbuhan obat akan memberikan sumbangan yang amat besar bagi pelayanan kesehatan masyarakat baik di puskemas-puskemas, maupun di rumah sakit. Sebagai akibatnya, perhatian meningkat dalam menemukan ekstrak tanaman untuk meningkatkan regenerasi penyembuhan luka, meskipun penggunaan dari ekstrak tanaman untuk pengobatan luka umumnya baru merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional (Mathivanan, et al., 2006). Banyak tanaman obat yang biasa dipakai untuk mempercepat penyembuhan luka, diantaranya adalah Tumbuhan Kersen (Muntingia calabura L). Tumbuhan kersen (Muntinga calabura L) merupakan salah satu tanaman termasuk dalam famili Elaeocarpaceae yang mudah dijumpai. Kersen (Muntinga calabura L) merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan yaitu bagian daunnya yang memiliki kandungan minyak atau lemak, apabila dilakukan ekstraksi. Minyak atau lemak (Lipid) pada daun kersen mengandung sebagai antibakteri tidak larut pada pelarut polar, namun larut dalam pelarut non polar seperti Chlorofom (CHCL 3) yang biasanya digunakan sebagai pelarut untuk minyak atau lemak (lipid) dan merupakan pelarut efektif untuk senyawa organik dan sering digunakan sebagai pelarut non olar dilaboratorium. Kandungan yang dimiliki oleh daun kersen dari unsur yang terkandung didalamnya, antara lain tanin, flavonoid, glikosida dan saponin.(Zakaria, Mat, Matsura, Mohamed, Jamil, Rofiee, and sulaiman, 2007). Flavonoid dan tanin yang dimiliki daun kersen telah terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus. Efek sinergis dari flavonoid, saponin, tanin yang terkandung didalamnya. Selain itu, daun kersen juga memiliki antinoceptive, anti-inflamasi dan antipiretik (Zakaria, Fatimah, Zaiton, Sulaiman, Somchit, Thenamutha dan kasthuri, 2006). Banyak cara yang telah dilakukan untuk penyembuhan luka ganggren diabetik, salah satunya dengan penggunaan antibiotika dan perawatan luka secara teratur. Penggunaan antibiotik dalam membunuh atau menghambat bakteri yang dapat menimbulkan penyakit, akan menjadi masalah apabila antibiotik yang ada tidak lagi efektif dan justru akan menjadi efek samping dari antibiotika itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain, misalnya dengan memanfaatkan tanaman-tanaman obat yang diduga efektif menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri penyebab penyakit dan mudah didapat. Berdasarkan paparan diatas, Peneliti tertarik membuat penelitian dengan judul Krim daun kersen sebagai alternatif terapi antimikroba pada luka gangren diabetic. METODE PENELITIAN Studi literatur ini dilakukan dengan cara melakukan penulusuran data dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya baik didalam maupun diluar negeri. Teknik pengumpulan data adalah menggunakan data yang berasal dari textbook, jurnal, artikel ilmiah, literature riview yang berisikan tentang definisi gangren diabetic, bakteri yang ada pada ganggren diabetic, penatalaksanaa gangren diabetik dan kandungan Daun Kersen (Muntingia Calabura L). Penulis mendapatkan dengan cara mencari dari berbagai jurnal/artikel 5 tahun terakhir (mulai 2010-2015) dan textbook 10 tahun terakhir (mulai tahun 2005-2015) HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Zakaria, Mat, Mastura, Mohamed, Jamil, Rofiee and Sulaiman, (2007). Tanaman ini merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan untuk perawatan tubuh baik untuk pengobatan berbagai penyakit . Penggunaan obat-obatan dilakukan dengan meminum air rebusan dari kulit batang dan daun tumbuhan kersen. Sedikit berbeda penggunaannya untuk penyembuhan antiseptik dari tumbuhan kersen, yaitu air rebusan daun dan batang tumbuhan kersen, digunakan bukan dengan cara dikonsumsi, melainkan dioleskan ke daerah luka yakni untuk membunuh bakteri C. Diptheriea, S. Aureus, P Vulgaris, S Epidemidis dan K Rizhophil (Verdayanti, 2009). Selain daun kersen yang memiliki banyak kandungan yang bermanfaat untuk berbagai penyembuhan terhadap penyakit buah kersen juga memiliki banyak kandungan seperti vitamin C yang terdapat dalam buah kersen juga bermanfaat bagi kesehatan, antara lain: untuk menangkal sel-sel rusak akibat radikal bebas dan menghambat penuaan dini menunjukkan bahwa kandungan vitamin C tertinggi yaitu perlakuan R2K2 (penambahan 100 g buah kersen dan penambahan 100 g bunga rosella) sebanyak 672,88 mg. Verdayanti (2009), menjelaskan Muntingia calabura L. merupakan salah satu tanaman yang diduga memiliki substansi aktif sebagai antidiabetes yaitu asam askorbat, serat, niasin dan betakaroten. Dalam penelitiannya tentang Uji Efektifitas Jus Buah Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) menunjukkan bahwa jus buah Muntingia calabura L. berpengaruh dalam menurunkan glukosa darah. Pengujian terbaik yang dapat menurunkan glukosa darah adalah pada jus buah kersen (Muntingia calabura L.) dengan 4 dosis ml. Sridar et al (2011), menjelaskan bahwa pada ekstrak larut etil asetat daun kering dari Muntingia calabura L memiliki kandungan kaya senyawa flavonoid yang memiliki kandungan sebagai antidiabetes yang diuji coba pada tikus sejumlah 6 buah tikus dengan BB sekitar 180-220 gr diberikan secara oral dengan dosis 300-500 dan 2000 mg/kg. dan diamati erat untuk pertama 2-3 jam untuk tanda-tanda toksisitas dan persentase kematian tercatat dimulai dengan 24 jam sampai dengan jangka waktu 14 hari.Penurunan Persentase kadar glukosa serum terhadap 0 jam dan signifikansi dinyatakan sehubungan dengan kelompok kontrol. Pada tikus berpuasa normal, baik dosis diproduksi efek hipoglikemik yang signifikan (P <0,05) setelah 6 jam dan 4-8 jam masing-masing. Ekstrak daun kersen Muntingia calabura diproduksi berpengaruh signifikan pada 6 jam (p <0,01) pada dosis 500 mg / kg b.wt. Pada dosis ini mengurangi kadar glukosa darah tikus normal berpuasa dari nilai rata-rata awal 83,19 mg / dL pada 0 jam untuk nilai ratarata 62,62 mg / dL (24,81%) pada akhir 6 jam. Perlu dicatat untuk menyebutkan bahwa hewan yang diberi glipizide (5 mg / kg) menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kadar glukosa darah setelah 2 jam (p <0,05) dan sampai 8 jam (p <0,01) dengan efek lebih jelas diamati pada 6 jam ( p <0,001) mengurangi hiperglikemia yang disebabkan oleh aloksan. Pada penelitian Rina munawaroh, dengan aktivitas antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Kersen (Muntingia calabura) dengan hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak dan fraksi daun kersen pada konsentrasi 1, 2, dan 4 mg/ disk terhadap Escherichia coli, Shigella sonnei, Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji kecuali fraksi n-heksan terhadap S. Aureus. Hasil uji aktivitas ekstrak dan fraksi terhadap E. coli menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/disk mempunyai aktivitas yang sama dan lebih rendah dibandingkan konsentrasi 4 mg/disk. E. coli menunjukkan respon yang sama terhadap fraksi n-heksan pada semua konsentrasi uji. Fraksi etil asetat pada konsentrasi 1 mg/disk mempunyai aktivitas paling rendah dibandingkan konsentrasi 2 dan 4 mg/disk yang mempunyai aktivitas antibakteri yang berbeda tidak signifikan. Fraksi etanol-air pada semua konsentrasi menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap E. coli yang berbeda signifikan dan semakin tinggi konsentrasi semakin besar diameter zona hambat yang terbentuk. Shigella sonnei memberikan respon yang sama terhadap fraksi n-heksan pada konsentrasi 1, 2, dan 4 mg/disk. Hasil uji ekstrak etanol dan fraksi daun kersen terhadap S. aureus menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan fraksi etil asetat pada konsentrasi 1 mg/disk mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih rendah sedangkan konsentrasi 2 dan 4 mg/disk memberikan aktivitas yang sama. Fraksi n-heksan tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus yang ditandai tidak adanya zona hambat di sekitar disk yang mengandung fraksi. Perbedaan konsentrasi fraksi etanol-air berpengaruh signifikan terhadap aktivitas antibakteri terhadap S. Aureus. Perbedaan konsentrasi ekstrak etanol dan fraksi etil asetat berpengaruh signifikan terhadap aktivitas antibakteri terhadap B. subtilis. Pemanfatan daun kersen agar dapat digunakan terapi alternatif untuk pengobatan luka gangren yaitu dengan cara pembuatan sediaan krim. Kerangka pemikiran dari pembuatan ekstra sediaan krim daun kersen sebagai alternatif terapi antimikroba pada luka gangren dibandingkan dengan terapi medis misalnya seperti pemberian antibiotik, pembedahan, kemoterapi, dapat memberika efek samping yang dapat membuat kondisi penderita itu merasa tidak nyaman sedangkan krim daun kersen mempunyai manfaat sebagai alternatif pengobatan pada luka gangren. Keunggulan pada pemakaian bentuk sediaan krim merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan untuk pengobatan terhadap bagian tubuh yang terasa sakit pada bagian tubuh. Orang cenderung menggunakan krim karena penggunaannya yang mudah, cukup hanya mengoleskan pada bagian tubuh yang sakit, mudah merata, dan bila dicuci tidak meninggalkan sisa pada kulit. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, Tidak lengket terutama tipe m/a, Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m, Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun, Harganya lebih efisien. Daun kersen merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung senyawa polifenol yaitu senyawa flavonoid. Secara ilmiah, beberapa jenis flavonoid dan flavon telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari tanaman ini (Keneda et al, 1991;. Su et al, 2003;. Chen et al, 2005.). Peneliti juga melaporkan pada ekstrak air dari tanaman kersen juga memiliki opioddimediasi antinociception (Zakaria et al., 2007, 2005). Selain itu, ekstrak Daun kersen (Muntingia calabura) juga memiliki sifat anti-inflamasi dan antipiretik (Zakaria et al., 2007a,b , 2008), aktivitas antibakteri (Zakaria et al., 2006), aktivitas antistaphyloccocal (Zakaria et al. , 2007d) dan aktivitas antimikroba (Zakaria et al, 2010). Dibandingkan dengan daun waru yang dibuktikan adanya penelitian Herni Putri Ismarhaini, 2015 dengan judul” Pengaruh Penambahan Kombinasi Ekstra Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan Daun Kersen (Muntingia Calabura L) terhadap Kualitas Daging Sapi didapatkan Peren damandaging sapi dalam kombinasi ekstrak daun waru dan daun kersen pada konsentrasi 10 mg/ml menggunakan perbandingan (1:0), (1:1), dan (0:1), diketahui memberikan pengaruh terhadap penghambatan oksidasi lemak dan pertumbuhan mikroba daging sapi selama 15 hari masa penyimpanan. Aktivitas antioksidan kombinasi ekstrak daun waru dan daun kersen (0:1) diketahui lebih tinggi dalam menghambat oksidasi lemak dibandingkan kedua variasi ekstrak lainnya dan juga pengawet BHT, dengan nilai berkisar antara 0,089-0,561 mg MDA/kg daging. Selain itu, diketahui pula bahwa aktivitas antimikroba kombinasi ekstrak waru:kersen (1:1) memberikan hambatan lebih besar pada hari ke-3 masa penyimpanan dengan total mikroba sebesar 7,2 x 106 Pada penelitian Zakaria et al, 2010, menjelaskan Skrining antimikroba awal Daun Kersen (Muntingia calabura) menunjukkan bahwa ekstrak air dan kloroform tidak memberikan efek penghambatan yang signifikan terhadap semua mikroorganisme uji sejak MIC (konsentrasi minimum penghambatan) / nilai MBC (konsentrasi bakterisida minimum) yang > 5000 ug / ml. Namun, ekstrak metanol memberi moderat efek penghambatan terhadap S. aureus dan dengan MIC / nilai MBC 1250 dan 2500 mg / ml masing-masing. Tak satu pun dari ekstrak minyak mentah yang efektif terhadap jamur uji diuji, C. albicans dan M. canis. Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak metanol dianggap ekstrak yang paling aktif dan selanjutnya dipartisi dengan air, petroleum eter dan etil asetat untuk memisahkan senyawa polar dan non polar. Partisi ini ekstrak metanol juga menjadi sasaran pengujian antimikroba. Menariknya, hanya partisi etil asetat diikuti oleh partisi berair memberikan aktivitas antibakteri positif dengan MIC / nilai MBC mulai 156-2500 mg / ml. Oleh karena itu, 10 g ekstrak etil asetat langsung difraksinasi dengan kromatografi cair vakum (VLC) menggunakan silika gel 60 untuk memberikan 35 fraksi. Fraksi ini dikumpulkan bersama-sama sesuai dengan kesamaan kromatogram mereka untuk menghasilkan lima belas pecahan dicap sebagai A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11, A12, A13, A14 dan A15. Fraksi yang lagi diuji terhadap S. aureus dan S. aureus 25923 33591 dan temuan mengungkapkan bahwa hanya fraksi A9 sampai A15 aktivitas antimikroba mampu menghambat bakteri dengan nilai MIC dan MBC berkisar 78-2500 mg / ml Fraksi A10 yang menunjukkan potensi penghambatan maksimum (MIC / MBC 78 ug / ml) akan dimurnikan lebih lanjut untuk menentukan senyawa aktif yang bertanggung jawab untuk kegiatan ini. Staphylococcus telah dilaporkan menjadi salah satu patogen yang paling sering ditemui dalam praktek klinis. Selanjutnya, Staphylococcus aureus juga telah dilaporkan menjadi penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan dan berbagai-macam gangguan lainnya (Rubin et al., 1999). Telah ada peningkatan yang mengkhawatirkan dalam infeksi stafilokokus nosokomial oleh beberapa obat ulang strain sistance S. aureus dalam beberapa tahun terakhir (Al-Masaudi et al, 1991). SIMPULAN Kandungan antimikroba pada daun kersen dengan konsentrasi nilai MBC (konsentrasi bakterisida minimum) 1250 dan 2500 mg mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Staphylococcus merupakan salah satu patogen yang sering ditemukan dalam praktek klinis. Staphylococcus aureus juga merupakan menjadi penyebab utama infeksi nosokomial, sehingga Krim Daun kersen (Muntingia Calabura L) dapat digunakan sebagai alternatif terapi herbal untuk penyembuhan luka gangren diabetic karena mengandung senyawa polifenol seperti flavonoid, tanin yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan antimikroba, dan dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penyakit Diabetes Militus. REKOMENDASI 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan rancangan penelitian yang berbeda, yaitu dengan rancangan pre and post test controlled group design yang dapat diketahui dan dapat diperoleh dengan hasil yang maksimal. 2. Berbagai zat yang terkandung dalam daun kersen, serta adanya penelitian terdahulu tentang kandungan antimikroba pada daun kersen yang telah diteliti secara invitro oleh banyak ahli. Pengembangan produk krim daun kersen (Muntingia Calabura L) untuk pengobatan gangren diabetik sangat memungkinkan untuk dilakukan, harapannya produk krim dapat dimanfaatkan lebih praktis. Alamat correspondensi Alamat rumah No hp Email :Dusun Demangan RT/RW 005/010 Desa Kesilir, Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember. :(083857204064). :[email protected]