case report Amenore Primer Pada Empty Sella Anik Widijanti, Wiwin Hernita, Irwan Satyaputra Laboratorium Patologi Klinik RSU Dr Syaiful Anwar/FK Universitas Brawijaya, Malang PENDAHULUAN Amenore adalah kelainan di mana tidak adanya perdarahan menstruasi, dapat sementara atau menetap selama periode lebih dari enam bulan. Amenore merupakan gambaran normal pada prepubertas, kehamilan dan wanita post-menopause. Amenore dapat primer ataupun sekunder. Amenore primer adalah keadaan di mana tidak terdapat menstruasi sampai usia 16 tahun. Menstruasi pertama biasanya terjadi pada usia 9-18 tahun dengan rata-rata sekitar 12 tahun. Amenore primer dapat terjadi dengan atau tanpa tanda-tanda pubertas lain.1-3 Amenore primer dapat disebabkan oleh berbagai keadaan antara lain kelainan kongenital pada perkembangan ovarium, traktus genitalia atau genitalia eksterna, dapat juga karena kelainan endokrin dan pubertas. Penyebab lain dari amenore primer adalah penurunan berat badan yang drastis, malnutrisi, obesitas ekstrem, penyakit menahun, fibrosis sistik. Penyakit endokrin seperti hipoglikemia, hipo maupun hipertiroid, sindrom Cushing’s, sindrom ovarium polikistik, kelainan kromosom, hiperprolaktinaemia, feminisasi testikular dan hipogonadisme hipogonadotropin.2-5 Kelenjar pituitari adalah kelenjar kecil yang berada pada dasar otak, secara parsial dikelilingi oleh struktur tulang yang disebut sella turcica. Kelenjar ini menghasilkan beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan (GH), TSH (Thyroid Stimulating Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone), ACTH (adenocorticotropin Hormone), hormon prolaktin, ADH (Antidiuretic Hormone), MSH (Melanocyte Stimulating Hormone), oksitosin. Hormon-hormon tersebut dapat mengatur fungsi kelenjar lain sesuai fungsinya masing-masing, misalnya TSH ke kelenjar tiroid, ACTH ke kelenjar adrenal, FSH, LH dan prolaktin mempengaruhi kelenjar ovarium dan testis, GH mengatur pertumbuhan, ADH mengatur keseimbangan air dan elektrolit.6-8 Empty sella adalah keadaan di mana kelenjar pituitari yang terdapat di sella turcica mendatar atau menyusut, sehingga tidak nampak waktu dilakukan CT (Computerized Tomography) scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Sindrom empty sella primer terjadi jika terdapat defek di atas kelenjar pituitari yang meningkatkan tekanan pada sella turcica dan menyebabkan kelenjar mendatar. Sindrom empty sella sekunder terjadi jika kelenjar pituitari menyusut akibat trauma, operasi atau terapi radiasi. Sindrom biasanya ditemukan waktu pemeriksaan radiologi dari otak, penderita dapat tanpa gejala maupun disertai gejala. Pada empty sella hormon prolaktin dapat meningkat sedang pada 10%-15% penderita, di mana peningkatan prolaktin dapat mempengaruhi fungsi ovarium dan testis. Dapat juga penderita menunjukkan gejala kelainan fungsi kelenjar pituitari sehingga terjadi hipopituitarisme.4,5,9 Insidens empty sella sebesar 4%-16% dari penderita amenore atau galaktore. Empty sella empat kali lebih banyak terjadi pada wanita dibanding pria. Pada wanita muda empty sella dapat memberikan keluhan amenore atau oligomenore. Pada otopsi prevalensi empty sella Vol. 27, No.2, Agustus 2014 MEDICINUS 35 CASE REPORT Technology berkisar antara 5.5%–23%, sedangkan pada populasi umum prevalensi diperkirakan antara 8%–35%.10,11 Di sini kami akan melaporkan kasus amenore primer pada empty sella yang datang ke dokter karena keluhan infertilitas. KASUS Wanita 24 tahun datang ke poliklinik infertilitas dengan keluhan ingin punya anak, karena sudah empat bulan menikah dan belum hamil. Penderita dirujuk dari Puskesmas dengan diagnosis amenore primer. Penderita merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, belum pernah mengalami haid, sudah melakukan hubungan seksual secara rutin dengan suaminya. Tidak ada riwayat penyakit yang serius sejak bayi (kejang, batuk lama, batuk pilek berat, radang telinga, gangguan pendengaran dan pembauan juga tidak ada), dan juga tidak pernah mengalami trauma maupun jatuh waktu kecil, tidak mempunyai keluhan lain. Adik perempuannya berumur 19 tahun dan sudah haid sejak usia 14 tahun, semua saudara dan orang tuanya mempunyai fisik normal dan tidak ada penyakit yang serius. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tinggi badan 153 cm, berat badan 46 kg, keadaan umum baik, gizi cukup, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 kali/menit, BMI (Body Mass Index) 20,2. Kepala tidak ada kelainan, leher tak ada struma dan kelainan lain, cor-pulmo tak ada kelainan. Payudara tak berkembang (Tanner scale 1/1), produksi air susu tak ada. Ketiak rambut jarang dan tipis, abdomen normal, tidak nyeri dengan bising usus normal, rambut pubis tak tumbuh, ekstrimitas normal. Pemeriksaan status ginekologi: labia mayora dan minora dalam batas normal, terdapat liang vagina, teraba tonjolan portio kecil 0.5 cm licin, vulva dan vagina tak ada massa. Corpus uteri hypoplasia, parametrium kiri dan kanan tidak ada massa, tidak ada nyeri. Hasil USG abdomen, uterus ukuran 15,2 X 29,6 mm dengan endometrial line 1,7 mm, adneksa kanan dan kiri tak tampak folikel. 36 MEDICINUS Hasil pemeriksaan radiologi foto skull anteroposterior dan lateral: tabula eksterna dan interna intak, sutura dan vaskular baik, sella diameter 6 x 5 mm, dorsum sella dan processus clinoideus anterior dan posterior intak, tak tampak kalsifikasi supra sellar. Tak tampak destruksi tulang litik maupun blastik pada calvaria, fascialis dan mandibulla. Tidak ada perselubungan pada sinus maxillaris, ethmoidalis, dan frontalis. Jaringan lunak baik, sehingga disimpulkan sebagai hipoplasia sella turcica. Kemudian dilakukan MRI dengan kontras : tulang-tulang dalam batas normal, cysternas dan ventrikel dalam batas normal. Giri dan sulki dalam batas normal, gray & white matter normal, sella turcica sempit, tak terisi kelenjar pituitari, hanya nampak stalk nya saja. Tak tampak massa patologik baik hiper, hipo maupun isotens. Tak nampak kontras patologik contras enhacement. Tak tampak deviasi garis tengah, sehingga disimpulkan Agenesis Pituitary yang menyebabkan terjadinya empty sella. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin: hemoglobin 12.4 g/dl, hitung lekosit 5.300 / mm3, laju endap darah 27 mm/jam, hitung trombosit 231.000 /mm3, pada hitung jenis -//-/60/34/6. Hasil urine rutin: berat jenis 1.030, pH 5.0, nitrit negatif, protein negatif, reduksi negatif, urobilin dan bilirubin negatif, keton negatif, lain-lain normal. Pemeriksaan kimia klinik : gula darah puasa 89 mg/dl, ureum 28.3 mg/dl, kreatinin 0.9 mg/dl, bilirubin total 0.64 mg/dl, bilirubin direk 0.22 mg/dl, SGOT (ASAT) 18 mU/ml, SGPT (ALAT) 13 mU/ml, alkali fosfatase 82 mU/ml, total protein 8.2 g/dl, albumin 4.4 g/dl, natrium ion 147 mmol/L, kalium ion 4.01 mmol/L, klorida ion 119 mmol/L. FSH 0.8 mIU/ml (N mid cycle surge: 6.3-24.0), 0.13 mIU/ ml (1.1-77 tergantung fase folikuler, ovulatoar, luteal), prolaktin 1.9 ng/ml ( N wanita dewasa 1.9-25), TSH 0.80 mIU/ml (N 0.49-4.67), T4 bebas 0.60 ng/dl (N 0.71-1.8), estradiol 9 pg/dl ( N 12.5498: tergantung fasenya folikular, ovulatoar, luteal). Pemeriksaan Growth Hormone (GH) dan ACTH tak dilakukan karena biaya yang mahal. Sebagai gambaran fungsi GH digunakan patokan tinggi badan penderita yang normal untuk ra- Vol. 27, No.2, Agustus 2014 CASE REPORT Technology ta-rata orang Indonesia sehingga diasumsikan GH normal, sedangkan ACTH dianggap normal yang diwakili oleh gula darah (glukokortikoid) dan elektrolit (mineralokortikoid) normal. Setelah empty sella terdiagnosis dengan kelainan pada hormon seksual (hipopituitari, hipogonadisme), maka dilakukan tes fungsi ovarium dengan pemberian gonadotropin (follitropin alfa dan kemudian lutropin alfa), kemudian diperiksa kadar estradiol dan USG transvaginal ulang, ternyata terdapat peningkatan kadar estradiol basal, endometrial line menebal, nampak pertumbuhan folikel pada kedua ovarium. Sehingga disimpulkan sebagai empty sella dengan kelainan gonadotropin (hipopituitarisme, hipogonadotropin). dan interna, kulit apakah ada jerawat, hirsutisme, acanthosis nigricans. PEMBAHASAN Prosedur invasif: biopsi endometrial, pengangkatan tumor jika dibutuhkan. Penderita wanita 24 tahun yang datang ke poliklinik infertilitas dengan keluhan belum pernah haid (menstruasi) dan belum hamil setelah menikah empat bulan, padahal sudah melakukan hubungan seksual secara rutin, lalu penderita menanyakan apakah bisa punya anak. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan ginekologis serta pemeriksaan lainnya seperti laboratrium, ultrasonografi abdomen, radiologis, dan MRI untuk mencari penyebab dari amenore primernya. Pada pemeriksaan fisik dan ginekologis didapatkan tidak ada pertumbuhan tanda-tanda sek sekunder, yaitu tak ada pertumbuhan payudara, rambut ketiak dan pubis maupun tidak adanya folikel pada ovarium dan endometrial line yang tipis dari USG. Maka dicari penyebab dari amenore primernya yang dapat dilihat pada tabel 1.2,3 Pemeriksaan-pemeriksaan pada penderita amenore1-4 Riwayat menstruasi, keadaan lain seperti penurunan berat badan, latihan fisik berat, stres, hot flashes, kebiasaan makan, hirsutisme, jerawat, obat-obatan dan riwayat penyakit lain. Pemeriksaan fisik: Tinggi badan, berat badan, tanda-tanda seks sekunder, genetalia eksterna Vol. 27, No.2, Agustus 2014 Pemeriksaan laboratorium: darah rutin (CBC + LED), urine rutin, tes faal hati, tes faal ginjal, TSH, T4 dan T3, prolaktin, bone age, FSH, LH, HCG urine, DHEA (dehidroepiandrosteron sulfat), androstenedione, testoteron, adrenal supresi tes untuk hidroksi progesteron, kariotiping, kelainan endokrin lain yang dicurigai. Radiologi: USG abdomen/pelvic, foto sella turcica, CT/MRI, energy X-ray absorptiometry (DEXA) untuk melihat resiko osteoporosis, kadang dibutuhkan hysterosalpingogram untuk melihat adesi intrauterin. Pada penderita ini setelah diketahui riwayat penyakit dan dilakukan pemeriksaan fisik serta USG abdomen dan foto kepala serta MRI diperoleh diagnosis empty sella syndrome yang menyebabkan amenore primer dan dicurigai disebabkan karena adanya hipopituitari, hipogonadisme. Pada pemeriksaan laboratorium, darah rutin, urine rutin, faal hati, faal ginjal, faal tiroid dan gula darah serta serum elektrolit (natrium, kalium) normal. Untuk pengukuran fungsi adrenal tidak dilakukan pemeriksaan hormon kortisol (glukokortikoid) maupun mineralokortikoid secara langsung. Hal ini disebabkan karena biayanya sangat mahal untuk penderita. Kami mensisati dengan pengukuran kadar gula darah untuk menggambarkan glukokortikoid dan natrium serta kalium darah untuk menggambarkan mineralokortikoid. Pengukuran kadar TSH dan T4 sudah dilakukan dengan hasil normal jadi faal tiroidnya normal. Sedangkan kadar GH juga tidak diperiksa langsung mengingat biayanya yang sangat mahal, hanya dianggap normal karena tinggi badan penderita normal untuk rata-rata wanita Indonesia (153 cm). Kelainan lain yang ditemukan adalah pada kadar FSH, LH, estradiol dan prokaltin, yang berkadar rendah. Maka didiagnosa sebagai amenore primer karena hipopituitarisme hipogonadotropin et causa empty sella. MEDICINUS 37 CASE REPORT Technology Setelah dilakukan pengobatan dari bagian ginekologi dengan injeksi gonadotropin (follitropin alfa dan luteotropin alfa), maka didapatkan hasil berupa terjadinya penebalan endometrial line di uterusnya dan terdapat pertumbuhan folikel di ovarium kanan mupun kiri serta terdapat perdarahan (flek) pada portio dengan pemeriksaan inspekulo. Kemudian dari bagian ginekologi direncanakan terapi hormonal selanjutnya, evaluasi massa tulang setiap tahun dan pemeriksaan profil lemak serta fungsi jantung setiap tiga bulan. KESIMPULAN Telah dilaporkan wanita 24 tahun dengan amenore primer karena hipopituitarisme hipogonagotropin et causa empty sella. daftar pustaka 1. Bielak KM, Harris GS. Departement of Family Medicine, University of Tennesse at Knoxville. Amenorrhea. www. emedicine.comm/ 2. Thompson SR. Departement of Obstetric & Gynecology Brigham and Women’s hospital, Boston. Amenorrhea-primary. www.adams.com. 3. Balen A. Oligomenorrhoe and amenorrhoe. www.adams. com. 4. Kemp S. Departement of Pediatric, Section of Pediatric Endocrinology University of Arkansas and Arkansas Children’s Hoapital. Hypogonadism. www.emedicine.com 5. Rebar RW. Evaluation of Amenorrhea. Anovulation, and abnormal bleeding. www.endotex.org. 6. Whitney RJ. General Endocrine Function. In Burtis CA, Ashwood ER. Tietz Textbook of Clinical Chemistry. Third ed, WB Saunders. Philadelphia, 1999 ; 1458-1469 38 MEDICINUS 7. Nelson BW. Anterior Pituitary. In Noe Daoe, Rock RC, eds Laboratory Medicine The Selection and Interpertation of Clinical Laboratory Studies. Baltimore : William & Wilkins A Waverly Company, 1994:618–628 8. Henry JB, Alexander DR, Eng CD. Evaluation of Endocrine Function. In Henry JB. 1996. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Nineteenth Ed., WB Saunders. Philadelphia : 332–373 9. Fish S. Devision of Endocrinology, University of Pennsylvania Medical Center, Philadelphia. www.adams.com 10. Marinis LD. Primary Empty Sella. The journal of clinical endocrinology & metabolisme 2005 ; 90 : 5471-5477 11. Giustina A, Veldhius JD. Patophysiology of Neuroregulation of Growth Hormon Secretion in Experimental Animals and the Human. Endocrine Reviews 1998 ; 19(6):717-797. Vol. 27, No.2, Agustus 2014