Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SOSIOLOGI Oleh : Drs. Tahadodo Waruwu, M.Pd *) *) Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Tarutung Abstract This Article to the influence of learning strategy and motivation of studying on their performance on Sociology (an empirical study on SMA negeri 1 sipoholon). The research method adopted is experiment quase with factorial desgn 2x2. The statictic test inferential statistic by using ANAVA with two lines with a significance rate Į = 0,05.Subject research is level student IX SMA Negeri 1 Sipoholon on semester 2008/2009 academic year. The result of study showed : (1) their prfomance in Sociology taught with a lerning Strategy model Elaborate is higher than their performance rate in Sociology taught with an expository learning, (2) the performance in studying Sociology by students having a poorly motivated in studying, (3) there is found interaction between the learning model and motivation for studying as students in influencing their performance in Sociology. Keywords : Instructional Strategy, motivation of studying , the results of sociology learning I. Pendahuluan Era globalisasi merupakan tantangan bagi manusia karena ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan semakin menentukan setiap aspek kehidupan, dengan demikian tentu saja semakin terasa pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas yakni sumber daya manusia yang handal dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja dan budaya kerja berdasarkan kesadaran sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu sangat dibutuhkan strategi untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan. Upaya mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai dan didukung oleh kondisi ekonomi yang mantap dan dinamis. Untuk mencapai hal tersebut salah satu usaha yang mendasar yang dilakukan yaitu pelaksanaan pendidikan yang memadai baik pendidikan formal dan maupun pendidikan nonformal. Pendidikan formal diselenggarakan lewat jenjang sekolah yang selalu dipacu dan ditingkatkan mutunya sehingga dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Mutu pendidikan dapat diukur dengan bermacam variabel antara lain kurikulum, silabus, strategi, metode pembelajaran, media pembelajaran, motivasi belajar, dan standar kompetensi. Semua komponen ini harus diperhatikan satu persatu dalam kegiatan, proses pelaksanaan pembelajaran. Mutu pendidikan di Indonesia berdasarkan komparasi internasional, bahwa hasil survey menujukkan mutu pendidikan di Indonesia kurang menggemberikan. Human Develoment Index (HDI), menujukkan mutu pendidikan di Indonesia kurang menggemberikan. Human Develoment Index (HDI), dimana mutu pendidikan di Indonesia berada pada peringkat 102 dari 106 negara yang disurvey Kompas 27 Pebruari 2005), sehingga pada kenyataan pendidikan di Indonesia dihadapkan pada permasalahan dan sorotan dari berbagai pihak baik oleh masyarakat, pemerintah, lulusan dan termasuk tenaga pengajar atau pendidik. Hal ini disebabkan karena mutu pendidikan relatif masih rendah. Salah satu indikator rendahnya 51 Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 mutu pendidikan dapat dilihat dari rendahnya kualitas lulusan dihampir semua jenjang pendidikan baik formal maupun non formal. Salah satu aspek yang turut menentukan keberhasilan pembelajaran ialah strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran harus dikuasai oleh guru agar dalam proses pembelajaran guru dapat menyampaikan mataeri sajiannya dengan baik. Apabila guru tidak menguasai strategi pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran tersebut maka pelajaran tersebut tidak akan dapat tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu diperlukan kemampuan dalam menggunakan strategi yang cocok agar hasil belajar dapat tercapai dan siswa pun memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang baik. Upaya untuk meningkatkan mutu seharusnya dimulai dari sekolah, karena sekolah adalah tempat proses belajar mengajar berlangsung. Tanpa memperhatikan kebutuhan proses belajar mengajar yang sedang berlangsung di dalam kelas baik strategi guru mengajar, penggunaan media maka mutu pendidikan di Indonesia masih tetap bertahan dan bahkan boleh turun dan tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia internasional. Di sekolah-sekolah hendaknya diberikan pendidikan dan pelatihan tentang bagaimana strategi pengorganisasian pembelajaran, sehingga setiap pokok bahasan yang diajarkan oleh guru dengan berbagai pendekatan strategi pembelajaran, metode dan teknik yang dilakukan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan pelajaran itu dapat menyenangkan dan menarik perhatian siswa untuk belajar. Disamping itu yang tak kalah pentingnya ialah kesiapan guru mengajar di dalam kelas dan sedapat mungkian guru menjadikan pelajaran itu menjadi menyenangkan dan mudah dimengerti oleh siswa melalui strategi yang digunakan oleh guru. Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:11) menyatakan strategi mengajar sebagai prosedur dalam pembelajaran harus dikembangkan agar peristiwa-peristiwa eksternal dapat mendukung proses internal dalam belajar, yakni : (1) mengarahkan perhatian, (2) memberitahukan siswa mengenai tujuan, (3) merangsang ingatan akan hal-hal yang dipelajarai sebelumnya, (4) menyajikan bahan 52 rangsangan, (5) memeberikan bimbingan belajar, (6) memberikan umpan balik, (7) menilai hasil kerja dan (8) memperkuat retensi dan pengalihan ajaran. Motivasi belajar adalah salah satu faktor karakteristik pebelajar yaitu daya pendorong dalam diri seseorang yang turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Untuk itu bagaimana menciptakan agar siswa selalu termotivasi untuk belajar tentu tidak mudah dan harus mendapat perhatian. Salah satu upaya yang diterapkan yaitu melakukan pendekatan dalam proses pembelajaran dengan memilih dan menetapkan strategi pembelajaran yang sesuai dan tepat. Panjaitan (2006:4) menyatakan pembelajaran akan semakin efektif bila strategi pembelajaran atau proses belajar mengajar (PBM) yang digunakan semakin sesuai dengan kakarakteristik pebelajar yang diajar. 1.1. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah quasi eksperimen desain faktorial 2 x 2, dan teknik analisis data menggunakan ANAVA dua jalur pada taraf signifikan Pelaksanaan D 0,05 . eksperimen dilakukan dengan memberi perlakuan terhadap dua kelompok eksperimen, yaitu strategi pembelajaran elaborasi, dan strategi pembelajaran ekspositori. Motivasi belajar dibedakan pada motivasi belajar tinggi dan rendah. 1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. 2. 3. Apakah hasil belajar sosilogi siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori ? Apakah siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memperoleh hasil belajar sosiologi lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah? Apakah ada interaksi antara strategi pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar sosiologi ? Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 II. Pembahasan 2.1. Hasil belajar Sosiologi Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Seseorang telah belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut bukan saja menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) tetapi juga menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Sardiman, dkk, 2003:19). Dengan demikian belajar merupakan proses seseorang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Gagne yang dikutip Dimyati (2002:10) menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah seseorang belajar maka ia akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap pengetahuan menunjukkan pada informasi yang tersimpan dalam pikiran, sedangkan keterampilan adalah suatu tindakan atau tingkah laku yang mampu diperhatikan seseorang sebagai tanda bahwa orang tersebut telah belajar. Selanjutnya sikap adalah kemampuan seseorang menerima atau menolak objek penilaian terhadap objek tersebut. Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Selaanjutnya Arikunto (1993) menyatakan hasil belajar seseorang dapat terjadi adanya perubahan pada dirinya dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap. Cronbach yang dikutip Suryabrata (2007:231) menyatakan “Hasil belajar ditunjukkan dengan suatu perubahan dalam tingkah laku sebagai suatu hasil pengalaman”. Selanjutnya Abdulrahman (1999:173) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2002:190) bahwa hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai setelah mengikuti suatu proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang dilaksanakan oleh siswa. Selanjutnya Keller dan Abdulrahman (1999:197) menyatakan bahwa hasil belajar adalah presitasi aktual yang ditampilkan. Presitasi aktual yang ditampilkan tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki pelajar sebagai kegiatan pembelajaran. Hasil belajar dalam hal ini dibedakan atas empat macam, pengetahuan, keteranpilan intelektual, keterampilan motorik dan sikap. Sejalan dengan pendapat Hamalik (2001:30) yang menyatakan hasil belajar tampak pada setiap perubahan pada aspek pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Kalau seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku. Reigeluth (1983) yang dikutip oleh Siagian (2008:20) menyatakan bahwa hasil belajar secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga indikator, yakni: 1) efektivitas pembelajaran yang biasanya diukur dari tingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut, 2) efisien pembelajaran, yang bisanya diukur dari waktu belajar dan atau biaya pembelajaran, 3) daya tarik pembelajran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus menerus. Secara spesifik, hasil belajar yaitu suatu kinerja (performance) yang diindikasikan suatu kapabilitas (kemampuan yang diperoleh). Menurut Bloom dalam Dimyati (2002:26) bahwa hasil belajar yang menunjukkan proses perkembangan kemampuan dalam diri pelajar dapat dikategorikan ke dalam tiga ranah yakni kognitif meliputi : pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemampuan pada ranah afektif meliputi: penerimaan/ pengenalan, partisipasi/ tanggapan, penghargaan/ penemuan, sikap dan penilaian, pengorganisasian nilai dan pemeranan/ pengalaman. Kemampuan pada ranah psikomotorik meliputi: persepsi gerakan, kesiapan gerakan-gerakan terbimbing, gerakan terbiasa (wajar, gerakan kompleks/terampil, gerakan terpola/ komunikatif dan kognitif). Untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan siswa dalam belajar dapat diketahui melalui pemberian penilaian atau evaluasi yaitu berupa tes hasil belajar. 53 Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 Pelaksanaan evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran selama jangka waktu tertentu (Purwanto, 2001:106). Sejalan dengan itu Sudjana dan Rivai (2003:130) menyatakan bahwa penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar para siswa dalam hal penguasaan materi pembelajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan. Berdasarkan Kurikulum dan Silabus mata pelajaran Sosiologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), yakni sosiologi ditinjau dari sifatnya digolongkan sebagai ilmu murni (Pure science) bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science). Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai terciptanya integrasi sosial. Sosiologi mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis berdasarkan analisis berpikir logis. Sebagai metode, sosiologi adalah cara berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial yang ada dalam masyarakat dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Menurut Murdiyatmoko (2008:3) materi pembelajaran sosiologi disajikan secara sistematis, komunikatif dan interaktif yang disesuaikan dengan efektivitas pembelajaran siswa. Selanjutnya menurut Purwito (2004:7) pengajaran sosiologi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri dan sifat-sifat masyarakat serta meningkatkan daya adaptasi diri dengan lingkungan hidupnya, terutama lingkungan sosial dan budayanya. Pembelajaran sosiologi berfungsi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengaktualisasi potensi diri mereka dalam mengambil dan mengungkapkan kedudukan dan peranannya masing-masing dalam kehidupan sosial dan budaya yang terus berubah. Adapun tujuannya mencakup dua sasaran yaitu bersifat kognitif dan praktis. Dalam pembelajarannya sosiologi 54 menggunakan pendekatan siswa belajar lebih aktif, kreatif, dan mandiri dengan lebih memfungsikan peran siswa, saran belajar, dan guru secara sinergi dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : a) keseimbangan antara aspek kognisi, phisikomotorik, dan afeksi (dalam sistem evaluasi), b) penyajian materi perlu menggunakan ilustrasi da pemberian tugas secara aktif, c) proses pembelajaran ditekankan secara induksi dengan memfasilitasi tumbuhnya dinamika kelompok di kelas, sehingga terbentuk kemadirian dalam belajar, d) pembelajaran juga bisa dilakukan diluar kelas melalui media massa atau survai. Proses belajar Sosiologi akan menghasilakan hasil belajar yang dinyatakan dalam aspek kognitif. Hasil belajar dapat diperoleh dengan mengadakan tes hasil belajar melalui aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam kegiatan pembelajaran yang dapat menjadi indikasi kemajuan siswa. Setiap kali kegiatan dilaksanakan maka evaluasi harus diadakan (Achdiat, 1992:78). Sebagai suatu komponen, maka evaluasi tidak dapat dipisahkan dari komponen-komponen yang lain. Artinya setiap pelaksanaan pembelajaran maka evaluasi juga diadakan. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan instrumen tes maupun non tes. Dengan evaluasi diperoleh gambaran yang dipercaya mengenai keberhasilan maupun kekurangan dalam pembelajaran. Evaluasi sangat mutlak dilakukan oleh guru baik mengevaluasi terhadap hasil belajar maupun program pembelajaran. Dengan evaluasi ini dapat diketahui apakah program pembelajaran yang sudah ditentukan telah tercapai atau belum. Hasil belajar sosiologi ialah berupa kemampuan yang dimiliki oleh siswa atau peserta didik setelah mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Hasil belajar sosiologi diperoleh berdasarkan materi yang telah disajikan dengan menggunakan metode diskusi, tanya jawab, pemberian tugas. Hasil belajar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kognitif melalui penilaian/skor terhadap materi pelajaran yang telah diberikan yakni mencakup pemahaman konsep, proses dan tingkah laku siswa dalam belajar. Hasil belajar Sosiologi adalah tingkat pengusaan siswa terhadap materi sosiologi meliputi pemahaman konsep, proses dan tingkah laku siswa dalam belajar. Akhirnya Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 siswa dapat memahami serta mampu menyelesaikan masalah-masalah dan beradaptasi dengan lingkungan. 2.2. Strategi Pembelajaran Elaborasi Teori pembelajaran elaborasi merupakan cara pengorganisasian pengajaran dengan mengikuti urutan umum ke-rinci, seperti teori sebelumnya. Urutan umum kerinci ini mulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasikan bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci. Konteks selalu ditunjukkan dengan menampilkan sintesis secara bertahap. Artinya melalui penampilan pengorganisasian materi pelajaran yang akan diajarkan dapat menjadikan kegiatan pembelajaran lebih efektif. Teori elaborasi berhubungan dengan cara pengorganisasian pengajaran pada tingkat struktur isi pelajaran yakni berkenaan dengan cara memilih, menata, dan menujukkan interrelasi antara isi ajaran. Reigeluth (1983) yang dikutip oleh Siagian (2008:20), pengembang teori ini menyatakan, bahwa apabila pengajaran diorganisasikan melalui teori elaborasi maka akan menghasilkan belajar, sintesis dan retensi yang lebih baik sebagai hasil belajar. Sebagai dukungan empirik mengenai teori elaborasi masih sedikit kalangan yang mengenalnya. Namun demikian dukungan beberapa teori belajar yang bersumber pada psikologi kognitif yang pada akhirnya juga melahirkan model pembelajaran kognitif. Sesungguhnya ciri dari pengorganisasian pembelajaran model elaborasi adalah memulai pembelajaran dari penyajian isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci. Sajian pada tingkat umum menurut Ausubel (1983:112) berfungsi sebagai ideational scaffolding, atau Reigeluth dalam Degeng (1983:114), menyebutkan sebagai anchoring knowledge. Pengorganisasian atau isi dari ajaran berdasarkan teori elaborasi, dimulai dengan disajikan gambaran tentang hal yang paling umum, paling penting, dan paling sederhana dari isi pengetahuan yang akan disampaikan. Sajian pertama itu disebut epitome sari. Epitome ini berbeda dengan rangkuman, ia hanya mencakup sebagian kecil isi pelajaran yang paling umum dan paling penting. Sedangkan rangkuman umumnya merangkum hampir semua bagian yang penting. Pada epitome isi ajaran disajikan pada tingkat aplikasi, konkrit, dan bermakna, sedangkan rangkuman umumnya menyajikan secara abstrak. Epitome merupakan unit konseptual yang serupa dengan skemata. Dalam hal ini epitome menyajikan hubunganhubungan konseptual isi bidang studi. Dengan cara penyajian epitome tersebut pemahaman dapat ditingkatkan sebab siswa dapat mengaitkan setiap konstruk dengan sejumlah konstruk lain. Ada tujuh prinsip pengembangan strategi pembelajaran elaborasi, yaitu : (1) penyajian kerangka isi, ialah menujukkan bagian-bagian utama bidang studi dan hubungan utama diantara bagian-bagian yang lebih rinci, (2) elaborasi secara bertahap, prinsip kedua ini berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi pengajaran. Elaborasi tahap pertama, akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi. Elobarasi tahap kedua akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam elaborasi tahap pertama, dan begitu seterusnya, sehingga urutan pengajaran bergerak dari umum ke-rinci atau dari sederhana ke-kompleks, (3) bagian terpenting disajikan pertama kali, prinsip yang ketiga berkaitan dengan pertanyaan, bagian mana dari semua bagian yang tercakup dalam kerangka isi atau dalam elaborasi tahap pertama, kedua, dan seterusnya, yang harus disajikan pertama kali. Teori elaborasi menekankan bahwa bagian yang terpenting yang harus disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi bidang studi. Apabila bagian-bagian itu memiliki hubungan prasyarat belajar, maka bagian yang menjadi prasyarat harus disajikan pertama kali. Apabila bagian-bagian itu berupa konsep-konsep yang memiliki hubungan coordinate (setara), maka konsep yang paling sederhana sebaiknya disajikan pertama kali, (4) cakupan optimal elaborasi, prinsip keempat berkaitan dengan tingkat kedalaman dan keluasan elaborasi. Setiap elaborasi hendaknya dilakukan cukup singkat agar konstruk (fakta, konsep, prinsip, atau prosedur) dapat diterima dengan baik oleh sipelajar, dan sekaligus mudah dalam membuat sintesis, namun juga perlu cukup panjang agar tingkat kedalaman dan keluasan elaborasi bertahap, (5) 55 Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 penyajian pensintesis secara bertahap, prinsip kelima berkaitan kapan sebaiknya pensintesis disajikan. Penampilan pensintesis secara bertahap, yaitu setiap kali melakukan elaborasi, secara khusus dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan diantara konstrukkonstruk yang lebih rinci yang baru diajarkan, dan untuk menunjukkan konteks elaborasi dalam epitome. Dengan cara seperti ini, pemahaman suatu konsep, prosedur, atau prinsip menjadi lebih dalam karena semuanya dipelajari dalam konteksnya, (6) penyajian jenis pensintesis, berfungsi sebagai pengait satu-satuan konsep, prosedur, atau prinsip hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang studi. Tipe isi bidang studi yang dimaksud disini adalah konsep, prosedur, atau prinsip, sedangkan jenis pensintesis biasanya berupa struktur konseptual, prosedural, atau teoritis. Dalam hal ini, prinsip keenam menghendaki agar struktur konseptual digunakan untuk konsep, struktur prosedural untuk prosedur, dan struktur teoritis untuk prinsip, (7) tahapan pemberian rangkuman, disajikan untuk mengadakan tinjauan ulang mengenai isi bidang studi yang sudah dipelajari, hendaknya diberikan sebelum penyajian pensintesis. Selanjutnya Reigeluth yang dikutip Degeng (1989:125) menyatakan langkahlangkah pengorganisasian pengajaran dengan menggunakan model elaborasi sebagai berikut: (1) Penyajian kerangka isi, dimana pengajaran dimulai dengan menyajikan kerangka isi yakni struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang studi, (2) Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensintesis internal), (3) Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap pertama, diberikan rangkuman dan diikuti pensintesis eksternal. Rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk yang diajarkan dalam elaborasi, dan pensistesis eksternal menunjukkan (a) hubunganhubungan penting yang ada antar bagian yang telah dielaborasi, dan (b) hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi, (4) Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan 56 diintegrasikan dengan kerangka isi, pengajaran diteruskan ke elaborasi tahap kedua, (5) Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap kedua, diberikan rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada elaborasi tahap pertama, (6) Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan, dan diintegrasikan ke dalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang kembali untuk elaborasi tahap ketiga, dan seterusnya sesuai dengan ke dalam yang ditetapkan oleh tujuan pengajaran, (7) Pada tahap akhir pengajaran disajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan. Strategi ini dilakukan agar memudahkan proses pembuatan dan sekaligus pemahaman pensintesis. Reigeluth (1983:122) menyarankan dalam pengorganisasian elaborasi sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: 1) penyajian epitome, 2) elaborasi tahap pertama, 3) pemberian dan sintesis antar bagian, 4) elaborasi tahap kedua, 5) rangkuman dan sintesa akhir. Pada teori struktur kognitif Ausubel (1983:122-127) menyatakan skemata yang dimiliki sesorang sangat berhubungan dengan perolehan dan retensi pengetahuan baru yang dipelajarinya. Selanjutnya pernyataan ini dikuatkan oleh Mayer dalam Degeng (1989:129) bahwa skemata yang dimiliki siswa mempengaruhi kebermaknaan dan perolehan pengetahuan baru. Demikian pula Anderson dalam Dahar (1989:11) menyatakan struktur kognitif sebagai faktor utama keberhasilan perolehan pengetahuan. Penggunaan strategi sintesis akan memfasilitasi pengaitan semantik, yang sejalan dengan struktur ingatan (Gredler, 1994:177). Kesesuaian urutan elaborasi dengan proses urutan pembentukan ingatan, tidak saja akan meningkatkan ingatan, tetapi juga menjadikan belajar lebih efisien. Berdasarkan uraian-uraian menyangkut strategi dan langkah-langkah penerapan elaborasi dalam pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian strategi pembelajaran secara elaborasi berorientasi pada siswa untuk aktif, kreatif, dan produktif, karena tujuan pembelajaran strategi pengorganisasian pembelajaran secara elaborasi yaitu mengembangkan proses pembelajaran lebih berstruktur dan sesuai dengan konsep skemata dari materi pelajaran Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 yang disampaikan oleh guru. Ciri-ciri materi pelajaran yang dielaborasi antara lain ; tindakan sosial, bentuk intraksi sosial antar individu, berbagai nilai, norma yang menjadi orientasi tindakan dalam intraksi sosial, pembentukan pribadi sebagai hasil sosialisasi, perilaku menyimpang dan pembentukan perilaku menyimpang. Dalam pembelajaran, baik tujuan dan materi pelajaran didasarkan atas kebutuhan siswa, sehingga urutan pelajaran dimulai dari umum ke rinci berdasarkan kebutuhan dari siswa. Guru sebagai manajer, fasilitator, tutor berperan mengkondisikan kelas sehingga tercipta kondisi kelas yang dinamis untuk menjadikan subjek belajar lebih aktif dan kreatif. 2.3. Motivasi Belajar Siswa Motivasi merupakan faktor yang ada di dalam diri manusia, yang mendorong seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Kadang kekuatan itu berpangkal pada naluri, kadang pula berpangkal pada suatu keputusan rasional ; tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan perpaduan dari kedua proses tersebut. Davies. I. K. (1991) yang dikutip oleh Manurung (2004:18) kalau seseorang sudah mempunyai motivasi, maka ia ada dalam ketegangan, dan ia siap mengerjakan hal-hal yang diperlukan sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Sesungguhnya motivasi mencakup pemenuhan seperangkat kebutuhan. Sardiman A.M. (2004:73) menyatakan motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak. Menurut Mc. Donald, yang dikutip Sardiman (2008:73-74) menyatakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting : (1) bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu setiap manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sisitem neurophysiological yang ada organisme manusia, (2) motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/ feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menetukan tingkah laku manusia, (3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh didalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar, dimana motivasi belajar adalah faktor phisikis yang bersifat non intelektual. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk belajar ibarat seseorang itu menghadiri suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik pada materi yang diceramahkan maka tidak akan mencamkan, apalagi mencatat isi ceramah tersebut. Dengan demikian hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat dari seseorang. Kegagalan belajr siswa jangan begitu saja memepersalahkan pihak siswa, sebab mungkin saja guru tidak berhasil dalam memberi motivasi yang mampu membangkitkan semangat dan kegiatan siswa untuk berbuat/ belajar (Mc. Donald, dalam Sardiman, 2008:75). Ardhana W (1985:94) menyatakan motivasi dapat dipandang sebagai suatu istilah umum yang menunjuk kepada pengaturan tingkah laku individu dimana kebutuhankebutuhan atau dorongan-dorongan dari dalam dan insentif (hadiah) dari lingkungan mendorong individu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya atau untuk berusaha menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Apabila organisme manusia berada dalam kesiapan untuk merespon kepada situasi dan terdapat perangsang yang sesuai, maka organisme dimotivasi atau didorong oleh 57 Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 sesuatu desakan untuk berbuat dalam suatu kegiatan yang memuaskan. Terus berlangsungnya fungsi suatu desakan, terlepas dari satu atau dua pengalaman frustrasi, ada suatu bukti adanya dorongan kuat yang menyebabkan individu menuju pada pencapaian suatu tujuan khusus. Ketetapan atau terus berlangsungnya hingga tercapainya sesuatu hasil yang diharapkan adalah, suatu sifat yang penting dari motivasi. Sardiman (2003 : 38) menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikhis yang bersifat non intelektual. Artinya behawa motivasi belajar memiliki peranan yang khas dalam menumbuhkan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk belajar di mana siswa yang meliputi motivasi yang kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Winkel (1996:173) berpendapat bahwa, motivasi belajar dibagi atas dua aspek, yakni : (1) motivasi belajar ekstrinsik, yaitu aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan pada kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. (2) motivasi belajar instrinsik, yaitu kegiatan belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan pada penghayatan kebutuhan siswa dan siswa yang berdayaupaya melalui kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhannya dimana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan belajar giat serta tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli selain belajar. Menurut Suryabrata (2002:122) motivasi adalah keadaan dalam pribadi sesorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan. Kekuatan pendorong yang yang dimaksud menyebabkan seorang memberikan perhatiannya terhadap seseorang atau suatu aktivitas tertentu, Bila seseorang terdorong terhadap suatu objek, maka ia akan berbuat, bertindak dan memusatkan perhatiannya terhadap objek tersebut dengan sebaikbaiknya. Dari beberapa uraian tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa motivasi merupakan potensi yang ada pada diri anak sebagai peserta didik, dengan indikator sebagai berikut : (1) perhatian dalam belajar, (2) Motivasi sebagai dorongan belajar yang meliputi, keinginan untuk menguasai pelajaran, keinginan untuk kompetisi 58 (keinginan berpresitasi tinggi), keinginan untuk memiliki buku-buku pelajaran, ketertarikan terhadap strategi pembelajaran, (3) kemauan yang meliputi, kemauan dalam melaksanakan tugas, kehadiran dalam belajar, dan (4) kesenangan yang meliputi, kepuasan dalam mengikuti pelajaran, merasakan manfaat pelajaran. Motivasi merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak yang ada di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran dapat tercapai. 2.4. Interaksi Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadapat Hasil Belajar Sosiologi Strategi pengorganisasian pembelajaran secara elaborasi adalah suatu cara atau teknik untuk membuat suatu pola atau urutan pembelajaran dengan cara mengorganisasikan pembelajaran tersebut dengan mengikuti urutan umum ke-rinci, artinya menyusun pembelajaran tersebut dengan memulai dari urutan yang lebih umum menuju urutan yang lebih rinci, dengan cara menampilkan epitome (stuktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasikan bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci. Proses penyusunan pembelajaran ini dilakukan dan ditunjukkan dengan menampilkan sintesis dan retensi secara bertahap. Reigeluth (1983) yang dikutip oleh Siagian (2008 : 127) menyatakan teori elaborasi berhubungan dengan cara pengorganisasian pengajaran pada tingkat struktur isi pelajaran, yakni berkenaan dengan cara memilih, menata dan menunjukkan interrelasi antara isi ajaran, sehingga menghasilkan belajar, sintesis dan retensi yang lebih baik. Ciri dari pengorganisasian pembelajaran secara elaborasi adalah memulai pembelajaran dari penyajian isi pada tingkat umum bergerak ke tingkat rinci (urutan elaboratif). Ada beberapa prinsip yang dikembangkan dalam strategi pembelajaran secara elaborasi yaitu: (1) penyajian kerangka Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 isi, yakni menunjukkan bagian-bagian utama bidang studi dan hubungan utama di antara bagian-bagian tersebut; (2) elaborasi secara bertahap, yaitu bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi akan dielaborasikan secara bertahap: (3) bagian terpenting disajikan pertama kali, yaitu pada suatu tahap elaborasi apapun pertimbangan yang dipakai bagian terpenting akan dielaborasikan pertama kali; (4) cakupan optimal elaborasi, yaitu kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi akan dilakukan secara optimal; (5) penyajian pensintesis secara bertahap, maksudnya pensintesis akan diberikan setelah setiap kali melakukan elaborasi; (6) penyajian jenis pensintesis, artinya jenis pensintesis akan disesuaikan dengan tipe isi bidang studi, dan (7) tahapan pemberian rangkuman, artinya rangkuman akan diberikan sebelum setiap kali menyajikan pensintesis. Pembelajaran sosiologi disajikan secara sistematis, komunikatif dan interaktif yang disesuaikan dengan efektifitas pembelajaran siswa. Pembelajaran sosiologi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri dan sifat-sifat masyarakat serta meningkatkan daya adaptasi diri dengan lingkungan hidupnya, terutama lingkungan sosial dan budayanya. Dengan demikian pembelajaran sosiologi di sekolah sangat penting karena ilmu Sosiologi mempelajari tentang jenis-jenis tindakan sosil, bentuk interaksi sosial antar individu, berbagai nilai dan norma yang menjadi orientasi tindakan dalam interaksi sosial dan proses pembentukan perilaku menyimpang dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu untuk dapat memahami dengan baik tentang materi pembelajaran Sosiologi, dibutuhkan suatu strategi pengorganisasian pembelajaran yang mampu untuk mendeskripsikan secara rinci, mendefenisikan dan memahami konsep-konsep secara terstruktur, memahami teori-teori dan mampu mengevaluasi dan menganalisis perkembangan ilmu sosiologi itu sendiri agar dapat mengasosiasikannya dalam pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran Sosiologi berdasarkan strategi pengorganisasian pembelajaran dengan ekspositori, dianggap kurang efektif. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran secara ekspositori merupakan proses kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru, dimana strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal dan pembelajaran ekspositori ini dapat mengidentikannya dengan ceramah. Tujuan utama pembelajaran ini adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Dimana setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar yaitu dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan sehingga dengan demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran berorientasi kepada guru. Dimyati & Mudjiono (2006 : 172173) mengemukakan pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai kepada siswa. Dengan demikian karakteristik strategi ekspositori pertama, strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini oleh karena itu sering orang mengindetikannya dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri, artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Selanjutnya penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatihan oleh setiap guru. Prinsip-prinsip terseebut antara lain, (1) berorientasi pada tujuan, artinya guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur, dengan demikian tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkahlaku yang dapat diukur atau berorentasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sagat penting untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektifitas penggunaan strategi pembelajaran, (2) prinsip komunikasi, artinya proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan, sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditanggap oleh penerima pesan secara utuh dan sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima 59 Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 pesan tidak dapat menagkap setiap pesan yang disampaikan. Dengan demikian guru selalu berupaya menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa mengganggu proses komunikasi, (3) prinsip kesiapan artinya kesiapan dalam belajar merupakan salah satu hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan ; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon setiap stimulus yang mucul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Dengan demikian sebelum guru menyampaikan informasi terlebih dahulu diyakinkan apakah dalam otak anak sudah tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi yang akan disampaikan atau belum, kalau seandainya belum maka terlebih dahulu harus kita sediakan dahulu file yang akan menampung setiap informasi yang akan kita sampaikan, (4) prinsip berkelanjutan, artinya proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pembelajaran lebih lanjut. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Pembelajaran melalui strategi ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidak seimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasa melalui proses belajar mandiri. Setiap individu pada dasarnya memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan hasil belajar yang berbeda pula. Motivasi merupakan faktor yang ada di dalam diri manusia, yang mendorong kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Kadang kekuatan itu berpangkal pada naluri, kadang pula berpangkal pada suatu keputusan rasional ; tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan perpaduan dari kedua proses tersebut. Ivor K. Davies (1991), kalau seseorang sudah mempunyai motivasi, maka ia ada dalam ketegangan, dan ia siap mengerjakan hal-hal yang di perlukan sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Sesungguhnya motivasi mencakup pemenuhan seperangkat kebutuhan. Menurut Sardiman A.M. (2004:73), motivasi dapat diartikan sebagai daya 60 penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. Selanjutnya Mc. Donald, dalam Sardiman (2008 : 74) , motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting : (1) bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu setiap manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sisitem neurophysiological yang ada organisme manusia, (2) motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/ feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menetukan tingkah laku manusia, (3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh didalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Pada umunya ada beberpa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar, dimana motivasi belajar adalah faktor phisikis yang bersifat non intelektual. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk belajar ibarat seseorang itu menghadiri suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik pada materi yang diceramahkan maka tidak akan mencamkan, apalagi mencatat isi ceramah tersebut. Dengan demikian hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat dari seseorang. Kegagalan belajr siswa jangan begitu saja memepersalahkan pihak siswa, sebab mungkin saja guru tidak berhasil Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 dalam memberi motivasi yang mampu membangkitkan semangat dan kegiatan siswa untuk berbuat/ belajar. Ardhana W (1985:165), menyatakan motivasi dapat dipandang sebagai suatu istilah umum yang menunjuk kepada pengaturan tingkah laku individu dimana kebutuhan-kebutuhan atau dorongan-dorongan dari dalam dan insentif (hadiah) dari lingkungan mendorong individu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya atau untuk berusaha menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Apabila organisme manusia berada dalam kesiapan untuk merespon kepada situasi dan terdapat perangsang yang sesuai, maka organisme dimotivasi atau didorong oleh sesuatu desakan untuk berbuat dalam suatu kegiatan yang memuaskan. Terus berlangsungnya fungsi suatu desakan, terlepas dari satu atau dua pengalaman frustrasi, ada suatu bukti adanaya dorongan kuat yang menyebabkan individu menuju pada pencapaian suatu tujuan khusus. Ketetapan atau terus berlangsungnya hingga tercapainya sesuatu hasil yang diharapkan adalah, suatu sifat yang penting dari motivasi. Motivasi dapat juga dikaitkan dengan minat yakni sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhankebutuhannya sendiri. Seseorang yang berminat terhadap suatu objek atau peristiwa tertentu, tidak akan dapat dihalangi oleh siapapun. Ia akan berusaha untuk mendapatkan dengan sekuat tenaganya, karena suatu objek yang diminati seolah-olah telah bersatu dengan dirinya sehingga tidak mungkin dapat ditinggalkannya. Whiterington (1983) mengemukakan bahwa, minat itu adalah kesadaran seseorang bahwa suatu objek, peristiwa, seorang, suatu masalah atau suatu situasi yang mengandung sangkut paut dengan dirinya. Motivasi akan menjadi pendorong bagi seorang untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan apabila seseorang mempunayi keinginanan terhadap sesuatu. Menurut Suryabrata (2002:70), motivasi adalah keadaan dalam priadi sesorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan. Kekuatan pendorong yang yang dimaksud menyebabkan seorang memberikan perhatiannya terhadap seseorang atau suatu aktivitas tertentu, bila seseorang terdorong terhadap suatu objek, maka ia akan berbuat, bertindak dan memusatkan perhatiannya terhadap objek tersebut dengan sebaikbaiknya. Setelah peneliti mengamati siswa dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar dapat dilihat dengan jelas bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih mudah mengerti dan memahami materi pelajaran yang disajikan oleh guru. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah kurang akan mengalami hambatan dalam melakukan kegiatan belajar yang disampaikan oleh guru di dalam proses pembelajaran. Dalam mempelajari materi pembelajaran sosiologi yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik bila hasil belajar Sosiologi dibandingkan dengan hasil belajar sosiologi yang memiliki motivasi belajar rendah. Oleh sebab itu, dalam menentukan strategi pembelajaran guru harus memperhatikan karakteristik siswa dalam hal ini motivasi belajar sehingga proses pembelajaran dan hasil pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar sosiologi siswa di SMA Negeri 1 Sipoholon Tapanuli Utara, hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ratarata hasil belajar sosiologi siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih tinggi daripada yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori yang ditunjukkan oleh Fhitung = 178,97 > Ftabel = 3,98 pada taraf signifikan 5%. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memperoleh hasil belajar sosiologi lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang ditunjukkan oleh Fhitung = 47,884 > Ftabel = 3,98 pada taraf signifikan 5%. III. Simpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata hasil belajar sosiologi siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori di SMA Negeri 1 Sipoholon Tapanuli Utara. 61 Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681 2. Rata-rata hasil belajar sosiologi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih tinggi daripasa rata-rata hasil belajar sosiologi siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar sosiologi siswa di SMA Negeri 1 Sipoholon Tapanuli Utara. Daftar Pustaka Abdulrahman. (1999). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta Ardhana W. (1985). Pokok-pokok Ilmu Jiwa Umum. Surabaya : Usaha Nasional Arikunto, S. (1993). Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : Reneka Cipta Ausubel, D.P. (1983). The Psickology of Meaningful Verbal Learning. New York : Grune and Staton Dahar, R. W. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga Degeng, I. N. S. (1989). Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta : Depdikbud. Dikti Dimyati, dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta Hamalik. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara Murdiyatmoko, J. (2007). Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat / SMA Kelas XI. Bandung : Grafindo Media Pertama Panjaitan, B. (2006). Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya Terhadap Hasil Belajar. Medan : Poda Purwito, E. (2004). Dinamika Sosiologi / SMA Kelas X. Surabaya : CV Widya Duta Reigeluth, J.W. (1983). Insntructional DesignTheories and Models : An Overview of their Current Status, New Jersey : Publishers Hildshale 62 Sardiman, A.M. (2004). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.Grafindo Persada -------------------- (2008). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : RajaGrafindo Persada Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : CV. ALVABETA Sherman, T. N. (1994). Prove Strategies For successful Learning. Colombus : Charles E. Merrill Publ. Company Singarimbun, M. & Effendi S, (1989). Metode Peneletian Survai. Jakarta : LP3ES Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta Subana. M, dkk (2000). Statestik Pendidikan. Bandung : CV. Pustaka Setia Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). IKAPI : Cv. Alfabeta Suryabrata S. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta : RajaGrafindo Persada Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : GraMedia Walpole, Ronald (1979). Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama