Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Motivasi Belajar Terhadap

advertisement
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR
TERHADAP HASIL BELAJAR SOSIOLOGI
Oleh :
Drs. Tahadodo Waruwu, M.Pd
*)
*)
Dosen Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Tarutung
Abstract
This Article to the influence of learning strategy and motivation of studying on their performance on
Sociology (an empirical study on SMA negeri 1 sipoholon). The research method adopted is experiment
quase with factorial desgn 2x2. The statictic test inferential statistic by using ANAVA with two lines
with a significance rate Į = 0,05.Subject research is level student IX SMA Negeri 1 Sipoholon on
semester 2008/2009 academic year. The result of study showed : (1) their prfomance in Sociology
taught with a lerning Strategy model Elaborate is higher than their performance rate in Sociology
taught with an expository learning, (2) the performance in studying Sociology by students having a
poorly motivated in studying, (3) there is found interaction between the learning model and motivation
for studying as students in influencing their performance in Sociology.
Keywords : Instructional Strategy, motivation of studying , the results of sociology learning
I. Pendahuluan
Era globalisasi merupakan tantangan
bagi manusia karena ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang pesat dan semakin
menentukan setiap aspek kehidupan, dengan
demikian tentu saja semakin terasa pentingnya
sumber daya manusia yang berkualitas yakni
sumber daya manusia yang handal dengan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta memiliki etos kerja dan budaya kerja
berdasarkan
kesadaran
sesuai
dengan
kebutuhan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu
sangat
dibutuhkan
strategi
untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas melalui pendidikan.
Upaya mendapatkan sumber daya
manusia
yang
berkualitas
diperlukan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang memadai dan didukung oleh kondisi
ekonomi yang mantap dan dinamis. Untuk
mencapai hal tersebut salah satu usaha yang
mendasar yang dilakukan yaitu pelaksanaan
pendidikan yang memadai baik pendidikan
formal dan maupun pendidikan nonformal.
Pendidikan formal diselenggarakan lewat
jenjang sekolah yang selalu dipacu dan
ditingkatkan
mutunya
sehingga
dapat
menghasilkan
manusia-manusia
yang
berkualitas.
Mutu pendidikan dapat diukur dengan
bermacam variabel antara lain kurikulum,
silabus, strategi, metode pembelajaran, media
pembelajaran, motivasi belajar, dan standar
kompetensi. Semua komponen ini harus
diperhatikan satu persatu dalam kegiatan,
proses pelaksanaan pembelajaran.
Mutu
pendidikan
di
Indonesia
berdasarkan komparasi internasional, bahwa
hasil survey menujukkan mutu pendidikan di
Indonesia kurang menggemberikan. Human
Develoment Index (HDI), menujukkan mutu
pendidikan
di
Indonesia
kurang
menggemberikan. Human Develoment Index
(HDI), dimana mutu pendidikan di Indonesia
berada pada peringkat 102 dari 106 negara
yang disurvey Kompas 27 Pebruari 2005),
sehingga pada kenyataan pendidikan di
Indonesia dihadapkan pada permasalahan dan
sorotan dari berbagai pihak baik oleh
masyarakat, pemerintah, lulusan dan termasuk
tenaga pengajar atau pendidik. Hal ini
disebabkan karena mutu pendidikan relatif
masih rendah. Salah satu indikator rendahnya
51
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
mutu pendidikan dapat dilihat dari rendahnya
kualitas lulusan dihampir semua jenjang
pendidikan baik formal maupun non formal.
Salah satu aspek yang turut menentukan
keberhasilan pembelajaran ialah strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran harus
dikuasai oleh guru agar dalam proses
pembelajaran guru dapat menyampaikan
mataeri sajiannya dengan baik. Apabila guru
tidak menguasai strategi pembelajaran yang
cocok untuk pembelajaran tersebut maka
pelajaran
tersebut
tidak
akan
dapat
tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu
diperlukan kemampuan dalam menggunakan
strategi yang cocok agar hasil belajar dapat
tercapai dan siswa pun memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang baik.
Upaya untuk meningkatkan mutu
seharusnya dimulai dari sekolah, karena
sekolah adalah tempat proses belajar mengajar
berlangsung. Tanpa memperhatikan kebutuhan
proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung di dalam kelas baik strategi guru
mengajar, penggunaan media maka mutu
pendidikan di Indonesia masih tetap bertahan
dan bahkan boleh turun dan tidak mampu
bersaing dengan negara-negara lain di dunia
internasional.
Di
sekolah-sekolah
hendaknya
diberikan pendidikan dan pelatihan tentang
bagaimana
strategi
pengorganisasian
pembelajaran, sehingga setiap pokok bahasan
yang diajarkan oleh guru dengan berbagai
pendekatan strategi pembelajaran, metode dan
teknik yang dilakukan dapat meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar dan pelajaran itu
dapat menyenangkan dan menarik perhatian
siswa untuk belajar. Disamping itu yang tak
kalah pentingnya ialah kesiapan guru mengajar
di dalam kelas dan sedapat mungkian guru
menjadikan
pelajaran
itu
menjadi
menyenangkan dan mudah dimengerti oleh
siswa melalui strategi yang digunakan oleh
guru.
Gagne
dalam
Dimyati dan
Mudjiono (2006:11)
menyatakan strategi
mengajar
sebagai
prosedur
dalam
pembelajaran harus dikembangkan agar
peristiwa-peristiwa eksternal dapat mendukung
proses internal dalam belajar, yakni : (1)
mengarahkan perhatian, (2) memberitahukan
siswa mengenai tujuan, (3) merangsang
ingatan akan hal-hal yang dipelajarai
sebelumnya,
(4)
menyajikan
bahan
52
rangsangan, (5) memeberikan bimbingan
belajar, (6) memberikan umpan balik, (7)
menilai hasil kerja dan (8) memperkuat retensi
dan pengalihan ajaran.
Motivasi belajar adalah salah satu
faktor karakteristik pebelajar yaitu daya
pendorong dalam diri seseorang yang turut
menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.
Untuk itu bagaimana menciptakan agar siswa
selalu termotivasi untuk belajar tentu tidak
mudah dan harus mendapat perhatian. Salah
satu upaya yang diterapkan yaitu melakukan
pendekatan dalam proses pembelajaran dengan
memilih dan menetapkan strategi pembelajaran
yang sesuai dan tepat. Panjaitan (2006:4)
menyatakan pembelajaran akan semakin
efektif bila strategi pembelajaran atau proses
belajar mengajar (PBM) yang digunakan
semakin sesuai dengan kakarakteristik
pebelajar yang diajar.
1.1. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian adalah quasi eksperimen desain
faktorial 2 x 2, dan teknik analisis data
menggunakan ANAVA dua jalur pada taraf
signifikan
Pelaksanaan
D 0,05 .
eksperimen dilakukan dengan memberi
perlakuan terhadap dua kelompok eksperimen,
yaitu strategi pembelajaran elaborasi, dan
strategi pembelajaran ekspositori. Motivasi
belajar dibedakan pada motivasi belajar tinggi
dan rendah.
1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah
dijelaskan, maka masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1.
2.
3.
Apakah hasil belajar sosilogi siswa yang
diajar dengan strategi pembelajaran
elaborasi lebih tinggi daripada siswa yang
diajar dengan strategi pembelajaran
ekspositori ?
Apakah siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi memperoleh hasil belajar
sosiologi lebih tinggi daripada siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah?
Apakah ada interaksi antara strategi
pembelajaran dan motivasi belajar
terhadap hasil belajar sosiologi ?
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
II. Pembahasan
2.1. Hasil belajar Sosiologi
Pada hakekatnya belajar adalah
suatu proses yang kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung seumur hidup.
Seseorang telah belajar ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Perubahan tingkah laku tersebut bukan saja
menyangkut
perubahan
yang
bersifat
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor) tetapi juga menyangkut nilai dan
sikap (afektif) (Sardiman, dkk, 2003:19).
Dengan demikian belajar merupakan proses
seseorang memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan, dan sikap.
Gagne yang dikutip Dimyati
(2002:10)
menyatakan
bahwa
belajar
merupakan kegiatan yang kompleks, hasil
belajar merupakan kapabilitas. Setelah
seseorang belajar maka ia akan memiliki
pengetahuan,
keterampilan,
dan
sikap
pengetahuan menunjukkan pada informasi
yang tersimpan dalam pikiran, sedangkan
keterampilan adalah suatu tindakan atau
tingkah laku yang mampu diperhatikan
seseorang sebagai tanda bahwa orang tersebut
telah belajar. Selanjutnya sikap adalah
kemampuan seseorang menerima atau menolak
objek penilaian terhadap objek tersebut.
Menurut Slameto (2003:2) belajar
adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan
lingkungan
dalam
memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek
tingkah laku. Selaanjutnya Arikunto (1993)
menyatakan hasil belajar seseorang dapat
terjadi adanya perubahan pada dirinya dalam
bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Cronbach yang dikutip Suryabrata
(2007:231) menyatakan “Hasil belajar
ditunjukkan dengan suatu perubahan dalam
tingkah laku sebagai suatu hasil pengalaman”.
Selanjutnya
Abdulrahman
(1999:173)
menyatakan hasil belajar adalah kemampuan
yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Dimyati dan Mudjiono (2002:190) bahwa hasil
belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil
belajar merupakan hasil yang dicapai setelah
mengikuti suatu proses Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) yang dilaksanakan oleh
siswa.
Selanjutnya
Keller
dan
Abdulrahman (1999:197) menyatakan bahwa
hasil belajar adalah presitasi aktual yang
ditampilkan. Presitasi aktual yang ditampilkan
tersebut
dapat
berupa
pengetahuan,
keterampilan dan sikapnya. Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
pelajar sebagai kegiatan pembelajaran. Hasil
belajar dalam hal ini dibedakan atas empat
macam, pengetahuan, keteranpilan intelektual,
keterampilan motorik dan sikap. Sejalan
dengan pendapat Hamalik (2001:30) yang
menyatakan hasil belajar tampak pada setiap
perubahan
pada
aspek
pengetahuan,
pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,
emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau
budi pekerti, dan sikap. Kalau seseorang telah
melakukan perbuatan belajar maka akan
terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu
atau beberapa aspek tingkah laku.
Reigeluth (1983) yang dikutip oleh
Siagian (2008:20) menyatakan bahwa hasil
belajar secara umum dapat dikategorikan
menjadi tiga indikator, yakni: 1) efektivitas
pembelajaran yang biasanya diukur dari
tingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari
berbagai sudut, 2) efisien pembelajaran, yang
bisanya diukur dari waktu belajar dan atau
biaya pembelajaran, 3) daya tarik pembelajran
yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin
belajar secara terus menerus. Secara spesifik,
hasil belajar yaitu suatu kinerja (performance)
yang
diindikasikan
suatu
kapabilitas
(kemampuan yang diperoleh).
Menurut Bloom dalam Dimyati
(2002:26) bahwa hasil belajar
yang
menunjukkan
proses
perkembangan
kemampuan dalam diri pelajar dapat
dikategorikan ke dalam tiga ranah yakni
kognitif meliputi : pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi. Kemampuan
pada ranah afektif meliputi: penerimaan/
pengenalan,
partisipasi/
tanggapan,
penghargaan/ penemuan, sikap dan penilaian,
pengorganisasian nilai dan pemeranan/
pengalaman.
Kemampuan
pada
ranah
psikomotorik meliputi: persepsi gerakan,
kesiapan gerakan-gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa (wajar, gerakan kompleks/terampil,
gerakan terpola/ komunikatif dan kognitif).
Untuk mengetahui sampai dimana
keberhasilan siswa dalam belajar dapat
diketahui melalui pemberian penilaian atau
evaluasi yaitu berupa tes hasil belajar.
53
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Pelaksanaan
evaluasi
bertujuan
untuk
mengetahui kemajuan dan perkembangan serta
keberhasilan siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran selama jangka waktu tertentu
(Purwanto, 2001:106). Sejalan dengan itu
Sudjana dan Rivai (2003:130) menyatakan
bahwa penilaian hasil belajar bertujuan melihat
kemajuan belajar para siswa dalam hal
penguasaan materi pembelajaran yang telah
dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang
ditetapkan.
Berdasarkan
Kurikulum
dan
Silabus mata pelajaran Sosiologi untuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), yakni
sosiologi ditinjau dari sifatnya digolongkan
sebagai ilmu murni (Pure science) bukan ilmu
pengetahuan terapan (applied science).
Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan
kompetensi kepada peserta didik dalam
memahami konsep-konsep sosiologi seperti
sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial,
lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik
sampai terciptanya integrasi sosial.
Sosiologi
mempunyai
dua
pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan
sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi
merupakan kumpulan pengetahuan tentang
masyarakat dan kebudayaan yang disusun
secara sistematis berdasarkan analisis berpikir
logis. Sebagai metode, sosiologi adalah cara
berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial
yang ada dalam masyarakat dengan prosedur
dan teori yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Menurut Murdiyatmoko (2008:3)
materi pembelajaran sosiologi disajikan secara
sistematis, komunikatif dan interaktif yang
disesuaikan dengan efektivitas pembelajaran
siswa. Selanjutnya menurut Purwito (2004:7)
pengajaran
sosiologi
bertujuan
untuk
meningkatkan pemahaman terhadap ciri-ciri
dan sifat-sifat masyarakat serta meningkatkan
daya adaptasi diri dengan lingkungan
hidupnya, terutama lingkungan sosial dan
budayanya.
Pembelajaran sosiologi berfungsi
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengaktualisasi potensi diri mereka dalam
mengambil dan mengungkapkan kedudukan
dan peranannya masing-masing dalam
kehidupan sosial dan budaya yang terus
berubah. Adapun tujuannya mencakup dua
sasaran yaitu bersifat kognitif dan praktis.
Dalam
pembelajarannya
sosiologi
54
menggunakan pendekatan siswa belajar lebih
aktif, kreatif, dan mandiri dengan lebih
memfungsikan peran siswa, saran belajar, dan
guru secara sinergi dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : a) keseimbangan antara
aspek kognisi, phisikomotorik, dan afeksi
(dalam sistem evaluasi), b) penyajian materi
perlu menggunakan ilustrasi da pemberian
tugas secara aktif, c) proses pembelajaran
ditekankan
secara
induksi
dengan
memfasilitasi tumbuhnya dinamika kelompok
di kelas, sehingga terbentuk kemadirian dalam
belajar, d) pembelajaran juga bisa dilakukan
diluar kelas melalui media massa atau survai.
Proses belajar Sosiologi akan
menghasilakan hasil belajar yang dinyatakan
dalam aspek kognitif. Hasil belajar dapat
diperoleh dengan mengadakan tes hasil belajar
melalui aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Evaluasi merupakan salah satu komponen
dalam kegiatan pembelajaran yang dapat
menjadi indikasi kemajuan siswa. Setiap kali
kegiatan dilaksanakan maka evaluasi harus
diadakan (Achdiat, 1992:78). Sebagai suatu
komponen, maka evaluasi tidak dapat
dipisahkan dari komponen-komponen yang
lain. Artinya setiap pelaksanaan pembelajaran
maka evaluasi juga diadakan. Evaluasi adalah
suatu proses untuk mengambil keputusan
dengan menggunakan instrumen tes maupun
non tes. Dengan evaluasi diperoleh gambaran
yang dipercaya mengenai keberhasilan
maupun kekurangan dalam pembelajaran.
Evaluasi sangat mutlak dilakukan oleh guru
baik mengevaluasi terhadap hasil belajar
maupun program pembelajaran. Dengan
evaluasi ini dapat diketahui apakah program
pembelajaran yang sudah ditentukan telah
tercapai atau belum. Hasil belajar sosiologi
ialah berupa kemampuan yang dimiliki oleh
siswa atau peserta didik setelah mengikuti
proses kegiatan pembelajaran. Hasil belajar
sosiologi diperoleh berdasarkan materi yang
telah disajikan dengan menggunakan metode
diskusi, tanya jawab, pemberian tugas.
Hasil belajar tersebut dapat
dinyatakan dalam bentuk kognitif melalui
penilaian/skor terhadap materi pelajaran yang
telah diberikan yakni mencakup pemahaman
konsep, proses dan tingkah laku siswa dalam
belajar. Hasil belajar Sosiologi adalah tingkat
pengusaan siswa terhadap materi sosiologi
meliputi pemahaman konsep, proses dan
tingkah laku siswa dalam belajar. Akhirnya
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
siswa dapat memahami serta mampu
menyelesaikan
masalah-masalah
dan
beradaptasi dengan lingkungan.
2.2.
Strategi Pembelajaran Elaborasi
Teori
pembelajaran
elaborasi
merupakan cara pengorganisasian pengajaran
dengan mengikuti urutan umum ke-rinci,
seperti teori sebelumnya. Urutan umum kerinci ini mulai dengan menampilkan epitome
(struktur isi bidang studi yang dipelajari),
kemudian mengelaborasikan bagian-bagian
yang ada dalam epitome secara lebih rinci.
Konteks
selalu
ditunjukkan
dengan
menampilkan sintesis secara bertahap. Artinya
melalui penampilan pengorganisasian materi
pelajaran yang akan diajarkan dapat
menjadikan kegiatan pembelajaran lebih
efektif.
Teori
elaborasi
berhubungan
dengan cara pengorganisasian pengajaran pada
tingkat struktur isi pelajaran yakni berkenaan
dengan cara memilih, menata, dan menujukkan
interrelasi antara isi ajaran. Reigeluth (1983)
yang dikutip oleh Siagian (2008:20),
pengembang teori ini menyatakan, bahwa
apabila pengajaran diorganisasikan melalui
teori elaborasi maka akan menghasilkan
belajar, sintesis dan retensi yang lebih baik
sebagai hasil belajar. Sebagai dukungan
empirik mengenai teori elaborasi masih sedikit
kalangan yang mengenalnya. Namun demikian
dukungan beberapa teori belajar yang
bersumber pada psikologi kognitif yang pada
akhirnya juga melahirkan model pembelajaran
kognitif.
Sesungguhnya
ciri
dari
pengorganisasian
pembelajaran
model
elaborasi adalah memulai pembelajaran dari
penyajian isi pada tingkat umum bergerak ke
tingkat rinci. Sajian pada tingkat umum
menurut Ausubel (1983:112) berfungsi sebagai
ideational scaffolding, atau Reigeluth dalam
Degeng (1983:114), menyebutkan sebagai
anchoring knowledge.
Pengorganisasian atau isi dari
ajaran berdasarkan teori elaborasi, dimulai
dengan disajikan gambaran tentang hal yang
paling umum, paling penting, dan paling
sederhana dari isi pengetahuan yang akan
disampaikan. Sajian pertama itu disebut
epitome sari. Epitome ini berbeda dengan
rangkuman, ia hanya mencakup sebagian kecil
isi pelajaran yang paling umum dan paling
penting. Sedangkan rangkuman umumnya
merangkum hampir semua bagian yang
penting. Pada epitome isi ajaran disajikan pada
tingkat aplikasi, konkrit, dan bermakna,
sedangkan rangkuman umumnya menyajikan
secara abstrak. Epitome merupakan unit
konseptual yang serupa dengan skemata.
Dalam hal ini epitome menyajikan hubunganhubungan konseptual isi bidang studi. Dengan
cara penyajian epitome tersebut pemahaman
dapat ditingkatkan sebab siswa dapat
mengaitkan setiap konstruk dengan sejumlah
konstruk lain.
Ada tujuh prinsip pengembangan
strategi pembelajaran elaborasi, yaitu : (1)
penyajian kerangka isi, ialah menujukkan
bagian-bagian utama bidang
studi
dan
hubungan utama diantara bagian-bagian yang
lebih rinci, (2) elaborasi secara bertahap,
prinsip kedua ini berkaitan dengan tahapan
dalam melakukan elaborasi isi pengajaran.
Elaborasi tahap pertama, akan mengelaborasi
bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka
isi. Elobarasi tahap kedua akan mengelaborasi
bagian-bagian yang tercakup dalam elaborasi
tahap pertama, dan begitu seterusnya, sehingga
urutan pengajaran bergerak dari umum ke-rinci
atau dari sederhana ke-kompleks, (3) bagian
terpenting disajikan pertama kali, prinsip yang
ketiga berkaitan dengan pertanyaan, bagian
mana dari semua bagian yang tercakup dalam
kerangka isi atau dalam elaborasi tahap
pertama, kedua, dan seterusnya, yang harus
disajikan pertama kali. Teori elaborasi
menekankan bahwa bagian yang terpenting
yang harus disajikan pertama kali. Penting
tidaknya suatu bagian ditentukan oleh
sumbangannya untuk memahami keseluruhan
isi bidang studi. Apabila bagian-bagian itu
memiliki hubungan prasyarat belajar, maka
bagian yang menjadi prasyarat harus disajikan
pertama kali. Apabila bagian-bagian itu berupa
konsep-konsep yang memiliki hubungan
coordinate (setara), maka konsep yang paling
sederhana sebaiknya disajikan pertama kali,
(4) cakupan optimal elaborasi, prinsip keempat
berkaitan dengan tingkat kedalaman dan
keluasan elaborasi. Setiap elaborasi hendaknya
dilakukan cukup singkat agar konstruk (fakta,
konsep, prinsip, atau prosedur) dapat diterima
dengan baik oleh sipelajar, dan sekaligus
mudah dalam membuat sintesis, namun juga
perlu cukup panjang agar tingkat kedalaman
dan
keluasan
elaborasi
bertahap, (5)
55
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
penyajian pensintesis secara bertahap, prinsip
kelima berkaitan kapan sebaiknya pensintesis
disajikan. Penampilan pensintesis secara
bertahap, yaitu setiap kali melakukan
elaborasi, secara khusus dimaksudkan untuk
menunjukkan hubungan diantara konstrukkonstruk yang lebih rinci yang baru diajarkan,
dan untuk menunjukkan konteks elaborasi
dalam epitome. Dengan cara seperti ini,
pemahaman suatu konsep, prosedur, atau
prinsip menjadi lebih dalam karena semuanya
dipelajari dalam konteksnya, (6) penyajian
jenis pensintesis, berfungsi sebagai pengait
satu-satuan konsep, prosedur, atau prinsip
hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang
studi. Tipe isi bidang studi yang dimaksud
disini adalah konsep, prosedur, atau prinsip,
sedangkan jenis pensintesis biasanya berupa
struktur konseptual, prosedural, atau teoritis.
Dalam hal ini, prinsip keenam menghendaki
agar struktur konseptual digunakan untuk
konsep, struktur prosedural untuk prosedur,
dan struktur teoritis untuk prinsip, (7) tahapan
pemberian rangkuman, disajikan untuk
mengadakan tinjauan ulang mengenai isi
bidang studi yang sudah dipelajari, hendaknya
diberikan sebelum penyajian pensintesis.
Selanjutnya Reigeluth yang dikutip
Degeng (1989:125) menyatakan langkahlangkah pengorganisasian pengajaran dengan
menggunakan model elaborasi sebagai berikut:
(1) Penyajian kerangka isi, dimana pengajaran
dimulai dengan menyajikan kerangka isi yakni
struktur yang memuat bagian-bagian yang
paling penting dari bidang studi, (2) Elaborasi
tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah
mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam
kerangka isi, mulai dari bagian yang
terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri
dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya
mencakup konstruk-konstruk yang baru saja
diajarkan
(pensintesis
internal), (3)
Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal.
Pada akhir elaborasi tahap pertama, diberikan
rangkuman dan diikuti pensintesis eksternal.
Rangkuman
berisi
pengertian-pengertian
singkat mengenai konstruk-konstruk yang
diajarkan dalam elaborasi, dan pensistesis
eksternal
menunjukkan
(a)
hubunganhubungan penting yang ada antar bagian yang
telah dielaborasi, dan (b) hubungan antara
bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan
kerangka isi, (4) Elaborasi tahap kedua.
Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan
56
diintegrasikan dengan kerangka isi, pengajaran
diteruskan ke elaborasi tahap kedua, (5)
Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal.
Pada akhir elaborasi tahap kedua, diberikan
rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada
elaborasi tahap pertama, (6) Setelah semua
elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan,
dan diintegrasikan ke dalam kerangka isi, pola
seperti ini akan berulang kembali untuk
elaborasi tahap ketiga, dan seterusnya sesuai
dengan ke dalam yang ditetapkan oleh tujuan
pengajaran, (7) Pada tahap akhir pengajaran
disajikan kembali kerangka isi untuk
mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi
yang telah diajarkan.
Strategi ini dilakukan agar
memudahkan proses pembuatan dan sekaligus
pemahaman pensintesis. Reigeluth (1983:122)
menyarankan
dalam
pengorganisasian
elaborasi
sebaiknya
dilakukan dengan
memperhatikan langkah-langkah kegiatan
sebagai berikut: 1) penyajian epitome, 2)
elaborasi tahap pertama, 3) pemberian dan
sintesis antar bagian, 4) elaborasi tahap kedua,
5) rangkuman dan sintesa akhir.
Pada teori struktur kognitif Ausubel
(1983:122-127) menyatakan skemata yang
dimiliki sesorang sangat berhubungan dengan
perolehan dan retensi pengetahuan baru yang
dipelajarinya. Selanjutnya pernyataan ini
dikuatkan oleh Mayer dalam Degeng
(1989:129) bahwa skemata yang dimiliki siswa
mempengaruhi kebermaknaan dan perolehan
pengetahuan baru. Demikian pula Anderson
dalam Dahar (1989:11) menyatakan struktur
kognitif sebagai faktor utama keberhasilan
perolehan pengetahuan. Penggunaan strategi
sintesis akan memfasilitasi pengaitan semantik,
yang sejalan dengan struktur ingatan (Gredler,
1994:177). Kesesuaian urutan elaborasi dengan
proses urutan pembentukan ingatan, tidak saja
akan meningkatkan ingatan, tetapi juga
menjadikan belajar lebih efisien.
Berdasarkan
uraian-uraian
menyangkut strategi dan langkah-langkah
penerapan elaborasi dalam pembelajaran, dapat
disimpulkan bahwa pengorganisasian strategi
pembelajaran secara elaborasi berorientasi
pada siswa untuk aktif, kreatif, dan produktif,
karena
tujuan
pembelajaran
strategi
pengorganisasian
pembelajaran
secara
elaborasi yaitu mengembangkan proses
pembelajaran lebih berstruktur dan sesuai
dengan konsep skemata dari materi pelajaran
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
yang disampaikan oleh guru. Ciri-ciri materi
pelajaran yang dielaborasi antara lain ;
tindakan sosial, bentuk intraksi sosial antar
individu, berbagai nilai, norma yang menjadi
orientasi tindakan dalam intraksi sosial,
pembentukan pribadi sebagai hasil sosialisasi,
perilaku menyimpang dan pembentukan
perilaku menyimpang. Dalam pembelajaran,
baik tujuan dan materi pelajaran didasarkan
atas kebutuhan siswa, sehingga urutan
pelajaran dimulai dari umum ke rinci
berdasarkan kebutuhan dari siswa. Guru
sebagai manajer, fasilitator, tutor berperan
mengkondisikan kelas sehingga tercipta
kondisi kelas yang dinamis untuk menjadikan
subjek belajar lebih aktif dan kreatif.
2.3. Motivasi Belajar Siswa
Motivasi merupakan faktor yang
ada di dalam diri manusia, yang mendorong
seseorang untuk berkelakuan dan bertindak
dengan cara yang khas. Kadang kekuatan itu
berpangkal pada naluri, kadang pula
berpangkal pada suatu keputusan rasional ;
tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan
perpaduan dari kedua proses tersebut. Davies.
I. K. (1991) yang dikutip oleh Manurung
(2004:18) kalau seseorang sudah mempunyai
motivasi, maka ia ada dalam ketegangan, dan
ia siap mengerjakan hal-hal yang diperlukan
sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Sesungguhnya motivasi mencakup pemenuhan
seperangkat kebutuhan. Sardiman A.M.
(2004:73) menyatakan motivasi dapat diartikan
sebagai daya penggerak yang telah menjadi
aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan sangat dirasakan atau
mendesak.
Menurut Mc. Donald, yang dikutip
Sardiman (2008:73-74) menyatakan motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang
yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc.
Donald ini mengandung tiga elemen penting :
(1) bahwa motivasi itu mengawali terjadinya
perubahan energi pada diri setiap individu
setiap manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi di dalam
sisitem
neurophysiological
yang
ada
organisme manusia, (2) motivasi ditandai
dengan munculnya, rasa/ feeling, afeksi
seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan
dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi
dan emosi yang dapat menetukan tingkah laku
manusia, (3) motivasi akan dirangsang karena
adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
merupakan respons dari suatu aksi, yakni
tujuan.
Motivasi dapat juga dikatakan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan
ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka
maka akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi
motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari
luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh didalam
diri seseorang. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan
daya penggerak didalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai. Pada umumnya ada
beberapa
motif
yang
bersama-sama
menggerakkan siswa untuk belajar, dimana
motivasi belajar adalah faktor phisikis yang
bersifat non intelektual. Siswa yang memiliki
motivasi kuat akan mempunyai banyak energi
untuk belajar ibarat seseorang itu menghadiri
suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik
pada materi yang diceramahkan maka tidak
akan mencamkan, apalagi mencatat isi
ceramah tersebut. Dengan demikian hasil
belajar akan optimal kalau ada motivasi yang
tepat dari seseorang. Kegagalan belajr siswa
jangan begitu saja memepersalahkan pihak
siswa, sebab mungkin saja guru tidak berhasil
dalam memberi motivasi yang mampu
membangkitkan semangat dan kegiatan siswa
untuk berbuat/ belajar (Mc. Donald, dalam
Sardiman, 2008:75).
Ardhana W (1985:94) menyatakan
motivasi dapat dipandang sebagai suatu istilah
umum yang menunjuk kepada pengaturan
tingkah laku individu dimana kebutuhankebutuhan atau dorongan-dorongan dari dalam
dan insentif (hadiah) dari lingkungan
mendorong individu untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya atau untuk berusaha
menuju tercapainya tujuan yang diharapkan.
Apabila organisme manusia berada dalam
kesiapan untuk merespon kepada situasi dan
terdapat perangsang yang sesuai, maka
organisme dimotivasi atau didorong oleh
57
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
sesuatu desakan untuk berbuat dalam suatu
kegiatan
yang
memuaskan.
Terus
berlangsungnya fungsi suatu desakan, terlepas
dari satu atau dua pengalaman frustrasi, ada
suatu bukti adanya dorongan kuat yang
menyebabkan
individu
menuju
pada
pencapaian suatu tujuan khusus. Ketetapan
atau terus berlangsungnya hingga tercapainya
sesuatu hasil yang diharapkan adalah, suatu
sifat yang penting dari motivasi.
Sardiman (2003 : 38) menyatakan
bahwa motivasi belajar merupakan faktor
psikhis yang bersifat non intelektual. Artinya
behawa motivasi belajar memiliki peranan
yang khas dalam menumbuhkan gairah,
merasa senang dan bersemangat untuk belajar
di mana siswa yang meliputi motivasi yang
kuat akan mempunyai banyak energi untuk
melakukan kegiatan belajar.
Winkel (1996:173) berpendapat
bahwa, motivasi belajar dibagi atas dua aspek,
yakni : (1) motivasi belajar ekstrinsik, yaitu
aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan
berdasarkan pada kebutuhan dan dorongan
yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar sendiri. (2) motivasi belajar
instrinsik, yaitu kegiatan belajar yang dimulai
dan diteruskan berdasarkan pada penghayatan
kebutuhan siswa dan siswa yang berdayaupaya melalui kegiatan belajar untuk
memenuhi kebutuhannya dimana kebutuhan
tersebut hanya dapat dipenuhi dengan belajar
giat serta tidak ada cara lain untuk menjadi
orang terdidik atau ahli selain belajar.
Menurut Suryabrata (2002:122)
motivasi adalah keadaan dalam pribadi
sesorang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai
tujuan. Kekuatan pendorong yang yang
dimaksud menyebabkan seorang memberikan
perhatiannya terhadap seseorang atau suatu
aktivitas tertentu, Bila seseorang terdorong
terhadap suatu objek, maka ia akan berbuat,
bertindak dan memusatkan perhatiannya
terhadap objek tersebut dengan sebaikbaiknya.
Dari beberapa uraian tersebut di
atas dapat dinyatakan bahwa motivasi
merupakan potensi yang ada pada diri anak
sebagai peserta didik, dengan indikator sebagai
berikut : (1) perhatian dalam belajar, (2)
Motivasi sebagai dorongan belajar yang
meliputi,
keinginan
untuk
menguasai
pelajaran,
keinginan
untuk
kompetisi
58
(keinginan berpresitasi tinggi), keinginan
untuk
memiliki
buku-buku
pelajaran,
ketertarikan terhadap strategi pembelajaran, (3)
kemauan yang meliputi, kemauan dalam
melaksanakan tugas, kehadiran dalam belajar,
dan (4) kesenangan yang meliputi, kepuasan
dalam mengikuti pelajaran, merasakan manfaat
pelajaran. Motivasi merupakan faktor yang
mendorong seseorang untuk berkelakuan dan
bertindak dengan cara yang khas. Dalam
kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan
sebagai keseluruhan daya penggerak yang ada
di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan
dari kegiatan belajar serta memberikan arah
pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh guru dan siswa dalam proses
pembelajaran dapat tercapai.
2.4. Interaksi Strategi Pembelajaran dan
Motivasi Belajar Terhadapat Hasil
Belajar Sosiologi
Strategi
pengorganisasian
pembelajaran secara elaborasi adalah suatu
cara atau teknik untuk membuat suatu pola
atau urutan pembelajaran dengan cara
mengorganisasikan pembelajaran tersebut
dengan mengikuti urutan umum ke-rinci,
artinya menyusun pembelajaran tersebut
dengan memulai dari urutan yang lebih umum
menuju urutan yang lebih rinci, dengan cara
menampilkan epitome (stuktur isi bidang studi
yang dipelajari), kemudian mengelaborasikan
bagian-bagian yang ada dalam epitome secara
lebih rinci. Proses penyusunan pembelajaran
ini dilakukan dan ditunjukkan dengan
menampilkan sintesis dan retensi secara
bertahap. Reigeluth (1983) yang dikutip oleh
Siagian (2008 : 127) menyatakan teori
elaborasi
berhubungan
dengan
cara
pengorganisasian pengajaran pada tingkat
struktur isi pelajaran, yakni berkenaan dengan
cara memilih, menata dan menunjukkan
interrelasi antara isi ajaran, sehingga
menghasilkan belajar, sintesis dan retensi yang
lebih baik.
Ciri
dari
pengorganisasian
pembelajaran secara elaborasi adalah memulai
pembelajaran dari penyajian isi pada tingkat
umum bergerak ke tingkat rinci (urutan
elaboratif). Ada beberapa prinsip yang
dikembangkan dalam strategi pembelajaran
secara elaborasi yaitu: (1) penyajian kerangka
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
isi, yakni menunjukkan bagian-bagian utama
bidang studi dan hubungan utama di antara
bagian-bagian tersebut; (2) elaborasi secara
bertahap, yaitu bagian-bagian yang tercakup
dalam kerangka isi akan dielaborasikan secara
bertahap: (3) bagian terpenting disajikan
pertama kali, yaitu pada suatu tahap elaborasi
apapun pertimbangan yang dipakai bagian
terpenting akan dielaborasikan pertama kali;
(4) cakupan optimal elaborasi, yaitu
kedalaman dan keluasan tiap-tiap elaborasi
akan dilakukan secara optimal; (5) penyajian
pensintesis secara bertahap, maksudnya
pensintesis akan diberikan setelah setiap kali
melakukan elaborasi;
(6) penyajian jenis
pensintesis, artinya jenis pensintesis akan
disesuaikan dengan tipe isi bidang studi, dan
(7) tahapan pemberian rangkuman, artinya
rangkuman akan diberikan sebelum setiap kali
menyajikan pensintesis.
Pembelajaran sosiologi disajikan
secara sistematis, komunikatif dan interaktif
yang
disesuaikan
dengan
efektifitas
pembelajaran siswa. Pembelajaran sosiologi
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
terhadap ciri-ciri dan sifat-sifat masyarakat
serta meningkatkan daya adaptasi diri dengan
lingkungan hidupnya, terutama lingkungan
sosial dan budayanya. Dengan demikian
pembelajaran sosiologi di sekolah sangat
penting karena ilmu Sosiologi mempelajari
tentang jenis-jenis tindakan sosil, bentuk
interaksi sosial antar individu, berbagai nilai
dan norma yang menjadi orientasi tindakan
dalam interaksi sosial dan proses pembentukan
perilaku menyimpang dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu untuk dapat memahami
dengan baik tentang materi pembelajaran
Sosiologi,
dibutuhkan
suatu
strategi
pengorganisasian pembelajaran yang mampu
untuk
mendeskripsikan
secara
rinci,
mendefenisikan dan memahami konsep-konsep
secara terstruktur, memahami teori-teori dan
mampu mengevaluasi dan menganalisis
perkembangan ilmu sosiologi itu sendiri agar
dapat mengasosiasikannya dalam pembelajaran
yang efektif dan efisien.
Pembelajaran
Sosiologi
berdasarkan
strategi
pengorganisasian
pembelajaran dengan ekspositori, dianggap
kurang efektif. Hal ini disebabkan karena
model pembelajaran secara ekspositori
merupakan proses kegiatan pembelajaran yang
terpusat pada guru, dimana strategi ekspositori
dilakukan dengan cara menyampaikan materi
pelajaran secara verbal dan pembelajaran
ekspositori ini dapat mengidentikannya dengan
ceramah. Tujuan utama pembelajaran ini
adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.
Dimana setelah proses pembelajaran berakhir
siswa diharapkan dapat memahaminya dengan
benar yaitu dengan cara dapat mengungkapkan
kembali materi yang telah diuraikan sehingga
dengan demikian pelaksanaan kegiatan
pembelajaran berorientasi kepada guru.
Dimyati & Mudjiono (2006 : 172173) mengemukakan pengajaran ekspositori
adalah
memindahkan
pengetahuan
keterampilan dan nilai-nilai kepada siswa.
Dengan demikian karakteristik strategi
ekspositori pertama, strategi ekspositori
dilakukan dengan cara menyampaikan materi
pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara
lisan merupakan alat utama dalam melakukan
strategi ini oleh karena itu sering orang
mengindetikannya dengan ceramah. Kedua,
biasanya materi pelajaran yang disampaikan
adalah materi pelajaran yang sudah jadi,
seperti data atau fakta konsep-konsep tertentu
yang harus dihafal sehingga tidak menuntut
siswa untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan
utama pembelajaran adalah penguasaan materi
pelajaran itu sendiri, artinya setelah proses
pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat
memahaminya dengan benar dengan cara dapat
mengungkapkan kembali materi yang telah
diuraikan.
Selanjutnya penggunaan strategi
pembelajaran ekspositori terdapat beberapa
prinsip yang harus diperhatihan oleh setiap
guru. Prinsip-prinsip terseebut antara lain, (1)
berorientasi pada tujuan, artinya guru harus
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas
dan terukur, dengan demikian tujuan
pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk
tingkahlaku yang dapat diukur atau berorentasi
pada kompetensi yang harus dicapai oleh
siswa. Hal ini sagat penting untuk dipahami,
karena tujuan yang spesifik memungkinkan
kita bisa mengontrol efektifitas penggunaan
strategi pembelajaran, (2) prinsip komunikasi,
artinya proses komunikasi guru berfungsi
sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi
sebagai penerima pesan, sistem komunikasi
dikatakan efektif manakala pesan itu dapat
mudah ditanggap oleh penerima pesan secara
utuh dan sebaliknya, sistem komunikasi
dikatakan tidak efektif, manakala penerima
59
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
pesan tidak dapat menagkap setiap pesan yang
disampaikan. Dengan demikian guru selalu
berupaya menghilangkan setiap gangguan
(noise) yang bisa mengganggu proses
komunikasi, (3) prinsip kesiapan artinya
kesiapan dalam belajar merupakan salah satu
hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini
adalah bahwa setiap individu akan merespon
dengan cepat dari setiap stimulus manakala
dalam dirinya sudah memiliki kesiapan ;
sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan
merespon setiap stimulus yang mucul
manakala dalam dirinya belum memiliki
kesiapan. Dengan demikian sebelum guru
menyampaikan informasi terlebih dahulu
diyakinkan apakah dalam otak anak sudah
tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi
yang akan disampaikan atau belum, kalau
seandainya belum maka terlebih dahulu harus
kita sediakan dahulu file yang akan
menampung setiap informasi yang akan kita
sampaikan, (4) prinsip berkelanjutan, artinya
proses pembelajaran ekspositori harus dapat
mendorong siswa untuk mau mempelajari
materi pembelajaran lebih lanjut. Ini
menunjukkan bahwa pembelajaran bukan
hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi
juga untuk waktu selanjutnya. Pembelajaran
melalui strategi ekspositori yang berhasil
adalah manakala melalui proses penyampaian
dapat membawa siswa pada situasi ketidak
seimbangan
(disequilibrium),
sehingga
mendorong mereka untuk mencari dan
menemukan atau menambah wawasa melalui
proses belajar mandiri.
Setiap individu pada dasarnya
memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda
sehingga mengakibatkan hasil belajar yang
berbeda pula. Motivasi merupakan faktor yang
ada di dalam diri manusia, yang mendorong
kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan
cara yang khas. Kadang kekuatan itu
berpangkal pada naluri, kadang pula
berpangkal pada suatu keputusan rasional ;
tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan
perpaduan dari kedua proses tersebut. Ivor K.
Davies (1991), kalau seseorang sudah
mempunyai motivasi, maka ia ada dalam
ketegangan, dan ia siap mengerjakan hal-hal
yang di perlukan sesuai dengan apa yang
dikehendakinya.
Sesungguhnya
motivasi
mencakup pemenuhan seperangkat kebutuhan.
Menurut Sardiman A.M. (2004:73),
motivasi dapat diartikan sebagai daya
60
penggerak yang telah menjadi aktif. Motif
menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama
bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat
dirasakan/mendesak. Selanjutnya Mc. Donald,
dalam Sardiman (2008 : 74) , motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya ”feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc.
Donald ini mengandung tiga elemen penting :
(1) bahwa motivasi itu mengawali terjadinya
perubahan energi pada diri setiap individu
setiap manusia. Perkembangan motivasi akan
membawa beberapa perubahan energi di dalam
sisitem
neurophysiological
yang
ada
organisme manusia, (2) motivasi ditandai
dengan munculnya, rasa/ feeling, afeksi
seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan
dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi
dan emosi yang dapat menetukan tingkah laku
manusia, (3) motivasi akan dirangsang karena
adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
merupakan respons dari suatu aksi, yakni
tujuan.
Motivasi dapat juga dikatakan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisikondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan
ingin melakukan sesuatu dan bila ia tidak suka
maka akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi
motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari
luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh didalam
diri seseorang. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan
daya penggerak didalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai. Pada umunya ada
beberpa
motif
yang
bersama-sama
menggerakkan siswa untuk belajar, dimana
motivasi belajar adalah faktor phisikis yang
bersifat non intelektual. Siswa yang memiliki
motivasi kuat akan mempunyai banyak energi
untuk belajar ibarat seseorang itu menghadiri
suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik
pada materi yang diceramahkan maka tidak
akan mencamkan, apalagi mencatat isi
ceramah tersebut. Dengan demikian hasil
belajar akan optimal kalau ada motivasi yang
tepat dari seseorang. Kegagalan belajr siswa
jangan begitu saja memepersalahkan pihak
siswa, sebab mungkin saja guru tidak berhasil
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
dalam memberi motivasi yang mampu
membangkitkan semangat dan kegiatan siswa
untuk berbuat/ belajar.
Ardhana
W
(1985:165),
menyatakan motivasi dapat dipandang sebagai
suatu istilah umum yang menunjuk kepada
pengaturan tingkah laku individu dimana
kebutuhan-kebutuhan atau dorongan-dorongan
dari dalam dan insentif (hadiah) dari
lingkungan mendorong individu untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya atau
untuk berusaha menuju tercapainya tujuan
yang diharapkan. Apabila organisme manusia
berada dalam kesiapan untuk merespon kepada
situasi dan terdapat perangsang yang sesuai,
maka organisme dimotivasi atau didorong oleh
sesuatu desakan untuk berbuat dalam suatu
kegiatan
yang
memuaskan.
Terus
berlangsungnya fungsi suatu desakan, terlepas
dari satu atau dua pengalaman frustrasi, ada
suatu bukti adanaya dorongan kuat yang
menyebabkan
individu
menuju
pada
pencapaian suatu tujuan khusus. Ketetapan
atau terus berlangsungnya hingga tercapainya
sesuatu hasil yang diharapkan adalah, suatu
sifat yang penting dari motivasi.
Motivasi dapat juga dikaitkan
dengan minat yakni sebagai suatu kondisi yang
terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau
arti sementara situasi yang dihubungkan
dengan keinginan-keinginan atau kebutuhankebutuhannya sendiri. Seseorang yang
berminat terhadap suatu objek atau peristiwa
tertentu, tidak akan dapat dihalangi oleh
siapapun. Ia akan berusaha untuk mendapatkan
dengan sekuat tenaganya, karena suatu objek
yang diminati seolah-olah telah bersatu dengan
dirinya sehingga tidak mungkin dapat
ditinggalkannya.
Whiterington
(1983)
mengemukakan bahwa, minat itu adalah
kesadaran seseorang bahwa suatu objek,
peristiwa, seorang, suatu masalah atau suatu
situasi yang mengandung sangkut paut dengan
dirinya. Motivasi akan menjadi pendorong
bagi seorang untuk melakukan suatu perbuatan
atau tindakan apabila seseorang mempunayi
keinginanan terhadap sesuatu.
Menurut Suryabrata (2002:70),
motivasi adalah keadaan dalam priadi sesorang
yang mendorong individu untuk melakukan
aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan.
Kekuatan pendorong yang yang dimaksud
menyebabkan
seorang
memberikan
perhatiannya terhadap seseorang atau suatu
aktivitas tertentu, bila seseorang terdorong
terhadap suatu objek, maka ia akan berbuat,
bertindak dan memusatkan perhatiannya
terhadap objek tersebut dengan sebaikbaiknya.
Setelah peneliti mengamati siswa
dalam melaksanakan kegiatan proses belajar
mengajar dapat dilihat dengan jelas bahwa
siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
lebih mudah mengerti dan memahami materi
pelajaran yang disajikan oleh guru. Sedangkan
siswa yang memiliki motivasi belajar rendah
kurang akan mengalami hambatan dalam
melakukan kegiatan belajar yang disampaikan
oleh guru di dalam proses pembelajaran.
Dalam mempelajari materi pembelajaran
sosiologi yang memiliki motivasi belajar tinggi
lebih baik bila hasil belajar Sosiologi
dibandingkan dengan hasil belajar sosiologi
yang memiliki motivasi belajar rendah.
Oleh sebab itu, dalam menentukan
strategi
pembelajaran
guru
harus
memperhatikan karakteristik siswa dalam hal
ini motivasi belajar sehingga proses
pembelajaran dan hasil pembelajaran dapat
dicapai secara optimal. Berdasarkan uraian
tersebut dapat dinyatakan terdapat interaksi
antara strategi pembelajaran dan motivasi
belajar terhadap hasil belajar sosiologi siswa di
SMA Negeri 1 Sipoholon Tapanuli Utara, hal
ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ratarata hasil belajar sosiologi siswa yang diajar
dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih
tinggi daripada yang diajar dengan strategi
pembelajaran ekspositori yang ditunjukkan
oleh Fhitung = 178,97 > Ftabel = 3,98 pada taraf
signifikan 5%. Siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi memperoleh hasil belajar
sosiologi lebih tinggi daripada siswa yang
memiliki motivasi belajar rendah yang
ditunjukkan oleh Fhitung = 47,884 > Ftabel = 3,98
pada taraf signifikan 5%.
III. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,
diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata hasil belajar sosiologi siswa yang
diajar dengan strategi pembelajaran
elaborasi lebih tinggi daripada siswa yang
diajar dengan strategi pembelajaran
ekspositori di SMA Negeri 1 Sipoholon
Tapanuli Utara.
61
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
2. Rata-rata hasil belajar sosiologi siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih
tinggi daripasa rata-rata hasil belajar
sosiologi siswa yang memiliki motivasi
belajar rendah.
3. Terdapat
interaksi
antara
strategi
pembelajaran dan motivasi belajar terhadap
hasil belajar sosiologi siswa di SMA Negeri
1 Sipoholon Tapanuli Utara.
Daftar Pustaka
Abdulrahman. (1999). Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka
Cipta
Ardhana W. (1985). Pokok-pokok Ilmu Jiwa
Umum. Surabaya : Usaha Nasional
Arikunto, S. (1993).
Manajemen
Pengajaran
Secara
Manusiawi.
Jakarta : Reneka Cipta
Ausubel, D.P. (1983). The Psickology of
Meaningful Verbal Learning. New
York : Grune and Staton
Dahar, R. W. (1988). Teori-teori Belajar.
Jakarta : Erlangga
Degeng, I. N. S. (1989). Ilmu Pengajaran
Taksonomi Variabel. Jakarta :
Depdikbud. Dikti
Dimyati, dan Mudjiono. (2002). Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Hamalik. (2001). Proses Belajar Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara
Murdiyatmoko,
J.
(2007).
Sosiologi
Memahami dan Mengkaji Masyarakat
/ SMA Kelas XI. Bandung : Grafindo
Media Pertama
Panjaitan,
B.
(2006).
Karakteristik
Pembelajaran dan Kontribusinya
Terhadap Hasil Belajar. Medan :
Poda
Purwito, E. (2004). Dinamika Sosiologi / SMA
Kelas X. Surabaya : CV Widya Duta
Reigeluth, J.W. (1983). Insntructional
DesignTheories and Models : An
Overview of their Current Status,
New Jersey : Publishers Hildshale
62
Sardiman, A.M. (2004). Interaksi & Motivasi
Belajar
Mengajar.
Jakarta
:
PT.Grafindo Persada
-------------------- (2008). Interaksi & Motivasi
Belajar
Mengajar.
Jakarta
:
RajaGrafindo Persada
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana
Sagala,
S. (2007). Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung : CV.
ALVABETA
Sherman, T. N. (1994). Prove Strategies For
successful Learning. Colombus :
Charles E. Merrill Publ. Company
Singarimbun, M. & Effendi S, (1989). Metode
Peneletian Survai. Jakarta : LP3ES
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Belajar. Jakarta
: Rineka Cipta
Subana. M, dkk (2000). Statestik Pendidikan.
Bandung : CV. Pustaka Setia
Sugiyono.
(2008).
Metode
Penelitian
Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D). IKAPI : Cv.
Alfabeta
Suryabrata S. (2007). Psikologi Pendidikan.
Jakarta : RajaGrafindo Persada
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan
dan Evaluasi Belajar. Jakarta :
GraMedia
Walpole, Ronald (1979). Pengantar Statistika.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Download