Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2012 (audited) pembiayaan utang diupayakan menyesuaikan kebutuhan pembiayaan anggaran. Dalam rangka meningkatkan tingkat kemandirian, Pemerintah menekankan sumber pembiayaan dalam negeri sebagai sumber pembiayaan APBN. Hal ini mengingat risiko utang dalam negeri relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan utang luar negeri. Selain itu, dengan memanfaatkan sumber pembiayaan dalam negeri disaat yang bersamaan Pemerintah dapat mengambangkan pasar keuangan domestik dan meningkatkan multiplier perekonomian nasional. Adapun sumber pembiayaan luar negeri juga digali dengan memperhatikan dan mempertahankan penurunan rasio utang terhadap PDB secara berkesinambungan (debt sustainability). Pada tahun 2012 sumber pembiayaan didominasi oleh sumber pembiayaan utang yang diakibatkan oleh terbatasnya sumber pembiayaan non utang yang antara lain dipengaruhi oleh kebijakan penerimaan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Untuk sumber yang berasal dari utang, Pemerintah menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Utang Negara (SUN), serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagai instrumen utama. Pembiayaan non utang bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, dan hasil pengelolaan aset (HPA). Sementara pembiayaan utang bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN), pinjaman luar negeri, dan pinjaman dalam negeri. Realisasi pembiayaan anggaran pada tahun 2012 mencapai Rp174,96 triliun, lebih rendah Rp15,14 triliun (7,96 persen) dari target APBN-P 2012 sebesar Rp190,11 triliun. Untuk realisasi pembiayaan dalam negeri mencapai Rp198,42 triliun, lebih tinggi Rp3,89 triliun (1,99 persen) dari target APBN-P 2012 sebesar Rp194,53 triliun. Realisasi pembiayaan luar negeri mencapai negatif Rp23,46 triliun, naik Rp20,96 triliun dari target APBN-P 2011 sebesar Rp4,42 triliun. Rasio defisit terhadap PDB Rasio defisit terhadap PDB menunjukkan salah satu indikator kesinambungan fiskal. Selama tahun 20082012 rasio tersebut berfluktuatif dan berada di bawah level 3 persen dengan rata-rata sebesar 1,07 persen. Angka rasio defisit terhadap PDB selama periode 2008-2012 berturut-turut adalah 0,08 persen, 1,58 persen, 0,73 persen, 1,14 persen dan 1,86 persen. 2 % Realisasi pembiayaan APBN 1.86 1,58 1,5 1,14 1 0,73 0,5 0 0,08 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Laporan Realisasi Anggaran-Kementerian Keuangan Grafik 29 Perkembangan Rasio Realisasi Defisit Anggaran terhadap PDB tahun 2008-2012 Perkembangan surplus/defisit, pembiayaan, SiKPA/SiLPA Surplus/defisit menunjukkan perbedaan antara seluruh penerimaan anggaran dengan seluruh pengeluaran anggaran. Sedangkan SiLPA (sisa lebih pembiayaan anggaran)/SiKPA (sisa kurang pembiayaan anggaran) merupakan selisih antara surplus/defisit dengan pembiayaan. Secara umum, dalam beberapa tahun terakhir realisasi anggaran Pemerintah Pusat menghasilkan SiLPA. SiLPA yang dihasilkan dapat digunakan untuk pengeluaran pada periode anggaran berikutnya. Penambahan SiLPA tahun anggaran berjalan dengan saldo SiLPA tahun sebelumnya menghasilkan Sisa Anggaran Lebih (SAL) Pemerintah. Pada tahun 2008 realisasi APBN mengalami SiLPA Rp 79,95 triliun. SiLPA tersebut menjadi SAL tahun 2008 yang digunakan untuk kegiatan tahun 2009 yakni terutama terkait dengan PNPM. Pada tahun 2009, realisasi pembiayaan lebih tinggi dibanding realisasi defisit sehingga terjadi SiLPA sebesar Rp23,96 triliun dan pada tahun 2010 realisasi APBN mengalami SiLPA sebesar Rp44,71 triliun. Tahun 2011 jumlah SiLPA berkurang menjadi Rp46,55 triliun. Sedangkan tahun 2012 jumlah SiLPA menjadi Rp21,86 triliun (grafik 30). Selama tahun 2008-2012, SiLPA rata-rata sebesar Rp43,40 triliun. Catatan atas Laporan Keuangan -49-