Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 KOOPETISI INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA Suzanna L. Siregar Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya 100, Depok 16424 E-mail : [email protected] ABSTRAK Koopetisi sebagai perspektif alternatif dari dua paradigma utama kompetisi dan kooperasi yang selama ini mendominasi teori dan riset hubungan antar kompetitor mulai diterapkan dalam dunia bisnis. Penelitian koopetisi masih berada pada tahap awal, meliputi pendefinisian, penggambaran skema dan pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan koopetitif. Kerangka kerja hubungan koopetitif awalnya digambarkan dalam suatu jaring nilai (value net) yang mengakomodasi semua pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut. Perkembangan selanjutnya berfokus pada relasi timbal-balik dua pihak (dyadic) yang berkoopetisi. Sebagian besar penelitian koopetisi masih berupa kajian teoretik, sementara penelitian empirik yang sangat terbatas masih menggunakan kasus-kasus sangat kecil. Makalah ini juga merupakan telaah pustaka mengenai koopetisi dengan industri perbankan di Indonesia sebagai fokus studi mengingat kecenderungan bank melakukan kooperasi dan kompetisi dengan kompetitornya pada saat bersamaan. Skema hubungan koopetisi industri perbankan di Indonesia digambarkan dalam jaring nilai. Selain itu, kajian teoretik ini merupakan kompilasi penelitian hubungan pelbagai variabel dengan koopetisi. Variabel-variabel koopetisi tersebut adalah proksimitas aktivitas terhadap konsumen, heterogenitas sumber daya yang mendasari aktivitas, kepercayaan (trust), perundang-undangan, konvergensi teknologi, penciptaan nilai, penciptaan pengetahuan, daya inovasi dan ekuitas merk. Studi hubungan variabel pembentuk (determinan) dan variabel hasil (resultan) dengan eksistensi dan struktur koopetisi industri perbankan di Indonesia kemudian menjadi dasar pembentuk proposisi-proposisi yang menjadi dasar penelitian empirik selanjutnya. Kata kunci: koopetisi, kompetisi, kooperasi, perbankan. PENDAHULUAN Kompetisi dan kooperasi adalah dua paradigma utama yang mendominasi teori dan riset mengenai hubungan antar kompetitor. Kompetisi berfokus pada strategi perusahaan mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang secara esensial dipengaruhi baik oleh struktur industri yang menjadi lingkungan perusahaan beroperasi (Porter, 1985) maupun karena adanya keunggulan inti (core competence) (Prahalad dan Hamel, 1990). Sedangkan, kooperasi berpusat pada persetujuan kooperatif antar-perusahaan sebagai cara utama yang digunakan perusahaan untuk mengakses pengetahuan (knowledge) dan kompetensi serta membangun jaringan global yang bertujuan mencapai keuntungan timbal-balik (mutual benefits). Terminologi koopetisi pertama kali dicetuskan oleh Ray Noorda pendiri perusahaan perangkat lunak jaringan Novell pada tahun 1993. Selanjutnya, Bradenburger dan Nalebuff (1996) menuliskan sumber utama acuan konsep koopetisi. Pengayaan aplikasi konsep ini kemudian dilakukan oleh Bengtsson dan Kock (2000) dan para pemerhati manajemen yang tergabung dalam The European Academy of Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 Management (EURAM) dan The European Institute for Advanced Studies in Management (EIASM). Koopetisi diangkat menjadi isu utama dalam seminar dan workshop yang diselenggarakan oleh EURAM dan EIASM berturut-turut pada tahun 2002 dan 2004. Makalah-makalah hasil seminar-seminar tersebut menjadi sumber kajian teoretik ini. Industri perbankan, menurut Slapak (2002) berpotensi menerapkan koopetisi karena intensitas penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology atau ICT) yang tinggi demi mencapai bentuk bank yang sesuai dengan masyarakat informasi global, yaitu bank yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan tempat. Hal yang sama berlaku pada industri perbankan di Indonesia. Penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bersama oleh beberapa bank, misalnya memperlihatkan hubungan koopetitif di mana dua bank yang berkompetisi merebut pangsa pasar dapat berkooperasi untuk memperluas pasar sekaligus melakukan penghematan belanja dan biaya teknologi informasi. Kerangka Kerja Koopetisi Bradenburger dan Nalebuff (1996) menggambarkan koopetisi sebagai bagian permainan bisnis yang berkaitan dengan penciptaan dan pemberdayaan nilai. Secara skematis keseluruhan skenario permainan bisnis digambarkan dalam jaring nilai (value net). Jaring nilai adalah suatu peta skematis yang merepresentasikan semua pemain dalam suatu permainan dan keterkaitan di antara para pemain. Perusahaan yang menjadi fokus studi diletakkan di pusat jaring dikelilingi oleh empat pemain lain, yaitu: pemasok, pelanggan, kompetitor dan komplementor. Interaksi dan interdependensi terjadi baik secara vertikal maupun horizontal. Hubungan vertikal terjadi antara pelanggan – perusahaan pemasok. Sedangkan interaksi horizontal melibatkan kompetitor perusahaan komplementor. Gambar 1 memperlihatkan konsep jaring nilai bila diterapkan pada industri perbankan di Indonesia khususnya bank umum negara dan swasta yang melayani jasa perbankan retail (commercial retail banking). Pemain dalam jaring nilai akan meliputi: (1) bank retail sebagai inti jaring nilai, (2) pemasok (misalnya: perusahaan penyedia layanan telekomunikasi dan perangkat lunak perbankan kepada siapa bank membeli jasa atau melakukan outsourcing ICT), (3) Nasabah pengguna layanan dan produk perbankan retail, (4) Kompetitor dan (5) Komplementor. Sebagai permainan, bisnis akan mencapai keberhasilan bila berlangsung dinamis. Kesuksesan bisnis terjadi bila semua elemen permainan yaitu: pemain, nilai tambah, aturan, strategi, dan cakupan (players, added value, rules, tactics, scope atau PARTS) senantiasa berubah. Sebagai penggambaran permainan, maka jaring nilai juga secara intrinsik bersifat dinamis, pemain dimungkinkan memerankan lebih dari satu peran pada waktu bersamaan atau berubah peran dari waktu ke waktu demikian juga sifat interdependensi sangat mungkin berubah. Dalam jaring nilai industri perbankan, sehubungan dengan pemakaian ATM, misalnya, perusahaan telekomunikasi yang menyediakan ATM bagi bank berperan sebagai pemasok dan jika kemudian perusahaan telekomunikasi itu memanfaatkan ATM bank tersebut sebagai sarana pembayaran pelanggannya, maka perusahaan telekomunikasi pemasok ICT pada saat bersamaan berperan juga sebagai klien. Mengingat kompleksitas jaring nilai, analisis hubungan koopetitif menurut Bengtsson dan Kock (2000) perlu dibatasi pada hubungan timbal-balik (dyadic relationship) antar dua kompetitor. Sementara, Dagnino dan Padula (2002) menyarankan melakukan kajian koopetisi baik dalam hubungan dyadic maupun dalam ISBN : 979-99735-1-1 A-29-2 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 jaringan. Hal ini dipandang perlu agar studi mengenai tipologi koopetisi menghasilkan gambaran menyeluruh. Nasabah/Klien Bank/Kompetitor Bank Bank/Komplementor Pemasok ICT Gambar 1. Jaring Nilai Industri Perbankan Berkaitan dengan pengertian kompetitor dalam hubungan koopetitif terdapat juga perbedaan pendapat. Bradenburger dan Nalebuff (1996) membatasi kompetitor hanya pada kesamaan pasar, sehingga perusahaan dengan produk yang berbeda dapat dipandang sebagai kompetitor. Sedangkan, Bengtsson dan Kock (2000) menggunakan konsep yang lebih tradisional, kompetitor adalah perusahaan yang menghasilkan produk yang sama dan memiliki pasar yang sama. Menjembatani perbedaan ini, Laine (2002) menyarankan perusahaan mendefinisikan sendiri kompetitornya berdasarkan kebutuhan perusahaan dan bukan berdasarkan definisi lingkungan bisnis atau industri. Secara umum, Dagnino dan Padula (2002) bahkan menyarankan penggunaan terminologi koopetitor (coopetitor) untuk semua pemain yang berinteraksi dengan perusahaan yang menjadi inti jaring nilai. Kecenderungan studi koopetisi hingga kini masih menggunakan terminologi kompetitor menurut konsep Bengtsson dan Kock (2000) meski ruang lingkup diperluas hingga mencakup semua pemain dalam jaring nilai Melakukan studi komprehensif atas koopetisi industri perbankan di Indonesia mensyaratkan pendefinisian pemain dengan jelas. Misalkan, dengan meletakkan bank retail sebagai inti jaring nilai, harus ditetapkan dengan jelas siapa bank/komplementor dan bank/kompetitor yang dimaksud. Pendefinisian yang dilakukan sebagai tahap awal penelitian, akan memperlihatkan bahwa pemain di dimensi horizontal tidak hanya meliputi bank sejenis, tetapi juga membuka kesempatan industri yang sangat berbeda menempati peran-peran tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh Slapak (2002), yang meletakkan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi mobile sebagai kompetitor potensial industri perbankan. Studi lanjutan makalah ini diharapkan dapat memetakan hal-hal spesifik serupa dalam industri perbankan di Indonesia. Karakteristik khas koopetisi adalah hadirnya kooperasi dan kompetisi pada saat bersamaan. Sebagaimana yang dirumuskan oleh Bradenburger dan Nalebuff (1996) bahwa koopetisi terdiri dari kooperasi saat dua perusahaan bersama-sama menciptakan atau memperbesar pasar dan kompetisi saat keduanya memperebutkan pangsa pasar. Bengtsson dan Kock (2000) kemudian mengelaborasi struktur koopetisi dan meletakkannya di antara dua ekstrem kooperasi dan kompetisi (Gambar 2). Penelitian eksploratif yang direncanakan dilakukan sebagai lanjutan studi teoretik ini diharapkan dapat menyajikan struktur koopetisi khas industri perbankan di Indonesia. ISBN : 979-99735-1-1 A-29-3 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 Kooperasi Hubungan yang didominasi oleh kooperasi Hubungan Kooperasi dan Kompetisi yang setara Hubungan yang didominasi oleh kompetisi Kompetisi Koopetisi Gambar 2. Jenis Hubungan Koopetitif (Bengtsson dan Kock, 2000) Variabel –Variabel Koopetisi Pengukuran dominasi kooperasi atau kompetisi dalam suatu hubungan koopetitif dilakukan dengan mendekomposisi hubungan antar dua kompetitor ke dalam beberapa aktivitas. Suatu aktivitas hanya akan menunjukkan sifat kooperatif atau kompetitif tetapi tidak mungkin keduanya sekaligus. Setelah semua aktivitas diteliti, barulah secara kumulatif diukur apakah kooperasi atau kompetisi yang mendominasi hubungan koopetitif tersebut. Studi yang dilakukan Bengtsson dan Kock (2000) menyimpulkan bahwa kompetitor berkompetisi pada aktivitas yang dekat dengan konsumen (aktivitas output) dan berkooperasi pada aktivitas yang jauh dari konsumen (aktivitas input). Mengikuti proposisi ini maka dalam koopetisi antar bank retail di Indonesia, aktivitas-aktivitas perbankan yang dekat dengan nasabah misalnya pelayanan teller atau customer services merupakan ajang kompetisi, sedangkan aktivitas yang jauh dari nasabah misalnya sistem pengelolaan data atau aktivitas pengembangan-penelitian dan program pelatihan tenaga kerja dapat dilakukan bersama dengan bank lain. Selain proksimitas aktivitas terhadap konsumen, koopetisi dapat terjadi karena alasan heterogenitas sumber daya. Dua perusahaan yang terlibat dalam hubungan koopetitif masing-masing harus mempunyai sumber daya yang unik yang mendasari baik hubungan kompetitif maupun kooperatif. Melalui kooperasi, dua pihak akan saling memiliki akses ke dalam sumber daya unik yang dikuasai salah satu pihak atau keduanya dapat berbagi biaya pengembangan suatu sumber daya unik yang baru. Hal ini juga yang mendasari pemakaian ATM bersama oleh beberapa bank retail di Indonesia. Hubungan kompetitif terjadi jika sumber daya yang unik oleh pemiliknya dijadikan dasar pembentukan keunggulan kompetitif atau kompetensi inti. Kondisi tidak adanya perbedaan sumber daya antar kompetitor kondusif bagi pembentukan kompetisi dan memaksa perusahaan meningkatkan daya inovasi. Isu keunikan dan keberagaman sumber daya juga berkait dengan sifat konvergen industri. Pada industri yang konvergen atau industri yang mengalami konvergensi teknologi, batas keunikan sumber daya menjadi kabur mengingat semakin tidak jelasnya batas antar pasar dan batas antar produk. Hal ini mendorong perusahaan menerapkan strategi berkoopetisi dengan kompetitornya. Ancarani dan Shankar (2004) melihat gejala ini dalam industri telekomunikasi dan ICT. Dalam industri perbankan, bentuk ISBN : 979-99735-1-1 A-29-4 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 konvergensi teknologi (atau industri) dapat dilihat dalam layanan perbankan berbasis internet atau teknologi mobile. Sifat konvergen ini juga dapat menerangkan masuknya industri di luar perbankan menjadi kompetitor industri perbankan. Kendala kooperasi antar kompetitor termasuk kooperasi demi pengayaan sumber daya terletak pada kompleksnya pembentukan kepercayaan (trust) antara dua kompetitor. Pembentukan trust melibatkan dimensi ekonomi dan sosial. Agar koopetisi dapat terjadi, kepercayaan tidak hanya harus ada secara formal di tingkat institusional tetapi juga harus ada di tingkat personal (Dagnino dan Castaldo, 2004) Selanjutnya kepercayaan antara kompetitor di ruang lingkup yang lebih makro harus diakomodasi dalam bentuk peraturan atau perundang-undangan. Khusus mengenai hubungan perundang-undangan dan koopetisi, secara spesifik Blomqvist dan Weck (2004) melakukan penelitian hubungan antara bentuk koopetisi dengan paten dalam sektor layanan telekomunikasi. Kesimpulan studi ini adalah bahwa perjanjian dan pengaturan hak paten menjadi pertimbangan perusahaan melakukan kooperasi antar lembaga penelitian dan pengembangan (R&D). Secara umum, perundang-undangan disertakan sebagai variabel koopetisi karena kecenderungan adanya peraturan pemerintah yang membatasi kooperasi antar kompetitor, seperti adanya regulasi antitrust. Di sisi lain, perundang-undangan yang merupakan bentuk intervensi pemerintah dan asosiasi kolektif sebagai pihak penengah tetap diperlukan untuk menghindari kerja-sama antar kompetitor berubah menjadi kesepakatan yang mengancam sifat kompetitif pasar. Kooperasi dalam hubungan koopetitif termasuk penggunaan bersama sumber daya cenderung akan menyebabkan kesamaan produk, dan hal ini menyebabkan berkurangnya kedekatan produk dengan konsumen atau lebih ekstrem lagi hilangnya ekuitas merk (Ancarani dan Shankar, 2004; Bengtsson dan Kock, 2000). Konsumen akan cenderung menganggap merk tidak lagi berfungsi sebagai pembeda produk dan tidak menjadikan merk produk sebagai pertimbangan melakukan pembelian. Hilangnya ekuitas merk dapat dicegah dengan meningkatkan dan mempertahankan daya inovasi (innovativeness). Inovasi sangat erat berhubungan dengan ketersediaan informasi dan pengetahuan (knowledge). Untuk meminimalkan resiko pertukaran dan/atau akses ke informasi antar kompetitor, manajemen perusahaan berkewajiban menjaga keseimbangan antara proses yang meningkatkan ketersediaan informasi (atau penciptaan pengetahuan baru) dan proses yang menggabungkan informasi. Pengaturan keseimbangan transfer pengetahuan dibangun di atas kepercayaan yang solid (Blomqvist dan Välimäki, 2004). Kooperasi antar perusahaan tidak hanya menjadi sumber pembentukan atau pertukaran pengetahuan tetapi juga menjadi sumber peningkatan atau penciptaan nilai (ekonomi) dengan keuntungan (profit) perusahaan dan efisiensi biaya (produksi atau operasional) sebagai fokus perhatian. Dasar pembentukan nilai yang terkait dengan eksistensi hubungan koopetitif dua kompetitor menurut Dagnino dan Padula (2002) juga tidak lepas dari manajemen kepercayaan KESIMPULAN Dari uraian mengenai variabel-variabel determinan dan resultan koopetisi dibentuklah sembilan proposisi sebagai dasar penelitian empirik koopetisi industri perbankan di Indonesia. Proposisi-proposisi tersebut adalah: Proposisi 1 (P1) : Bank berkompetisi dalam aktivitas yang dekat dengan konsumen/nasabah (aktivitas output) dan berkooperasi dalam ISBN : 979-99735-1-1 A-29-5 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 Proposisi 2 (P2) Proposisi 3 (P3) Proposisi 4 (P4) Proposisi 5 (P5) Proposisi 6 (P6) Proposisi 7 (P7) Proposisi 8 (P8) Proposisi 9 (P9) aktivitas yang jauh dari konsumen (aktivitas input). : Koopetisi perbankan dibangun di atas keberagaman sumber daya. : Bank menjalin kooperasi yang berkelanjutan atas dasar kepercayaan pada pihak yang diajak bekerja sama. : Perundang-undangan dapat bersifat membatasi atau mendorong Bank melakukan kooperasi atau kompetisi. : Konvergensi teknologi/industri menyebabkan bank memutuskan untuk melakukan kooperasi. : Koopetisi dapat mendorong bank meningkatkan daya inovasi. : Koopetisi memberi manfaat kepada bank dalam bentuk penciptaan pengetahuan : Koopetisi memberi manfaat kepada bank dalam bentuk penciptaan nilai : Koopetisi dapat. menyebabkan hilangnya ekuitas merk produk atau layanan bank yang berkoopetisi, sehingga konsumen tidak lagi menggunakan merk layanan atau produk bank sebagai pertimbangan menggunakan jasa bank. Kompilasi proposisi-proposisi ini disajikan dalam bentuk hipotesis berikut: Hipotesis: Variabel kedekatan aktivitas dengan konsumen, heterogenitas sumber daya, kepercayaan (trust), konvergensi teknologi/industri, perundang-undangan, penciptaan nilai, penciptaan pengetahuan, daya inovasi dan hilangnya ekuitas merk produk perbankan berhubungan dengan struktur koopetisi dalam industri perbankan di Indonesia. Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara berbagai variabel dengan koopetisi sebelumnya, cenderung hanya meliputi hubungan koopetisi dengan satu atau dua variabel. Dari studi pustaka yang dilakukan, diketahui hubungan suatu variabel dengan koopetisi sering bersinggungan dengan hubungan variabel tersebut dengan variabel koopetisi lainnya. Karena kondisi tersebut, disarankan untuk memodelkan hubungan koopetisi dalam persamaan struktural. Teknik model persamaan struktural yang mengakomodasi logika analisis faktor, dapat menggabungkan variabel berdasarkan keeratan hubungan sehingga diperoleh variabel-variabel yang benar-benar berkorelasi dengan koopetisi. Secara skematis hubungan struktural antar semua variabel dengan koopetisi industri perbankan di Indonesia disajikan pada Gambar 3. Tulisan ini adalah bentuk sederhana kompilasi penelitian-penelitian koopetisi sebelumnya. Penelitian empirik yang mengoperasionalisasikan model hubungan antara pelbagai variabel dengan koopetisi diharapkan dapat mendeskripsikan struktur koopetisi derajat dominasi kooperasi atau kompetisi industri perbankan di Indonesia. Dalam skala sangat kecil, penelitian tersebut selanjutnya diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan dan aplikasi bidang ilmu manajemen strategik dan membuktikan eksistensi koopetisi yang jika dikenali dan dikelola dengan baik akan meningkatkan efisiensi hubungan antar pelaku industri perbankan di Indonesia. ISBN : 979-99735-1-1 A-29-6 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 Proksimitas Aktivitas Penciptaan Nilai Heterogenitas Sumber Daya Kepercayaan Koopetisi Perbankan Indonesia Penciptaan Pengetahuan Daya Inovasi Perundang-undangan Konvergensi Teknologi Ekuitas Merk Gambar 3. Model Struktural Variabel Koopetisi Industri Perbankan DAFTAR PUSTAKA Ancarani, F. and V. Shankar (2004). Strategic Alliances and Customer Interactions in Convergent Industries. Workshop on Coopetition Strategy: Towards a New Kind of Interfirm Dynamics, Catania, Italy, The European Institute for Advanced Studies in Management. Bengtsson, M. and S. Kock (2000). "Coopetition" in Business Networks-to Cooperate and Compete Simultaneously. Industrial Marketing Management 29© 2000 Elsevier Science Inc. All rights reserved. 655 Avenue of the Americas, New York, NY 10010): 411-426. Blomqvist, K. and M. Weck (2004). The Relationship Between the Collaboration and the Development of Patents: A Case Study Telecommunication Services Sector. Workshop on Coopetition Towards a New Kind of Interfirm Dynamics, Catania, Italy, The Institute for Advanced Studies in Management. Mode of from the Strategy: European Blomqvist, K. and K. Välimäki (2004). Impact of Intra-Firm Co-Opetition on Knowledge Creation and Innovativeness. Workshop on Coopetition Strategy: Towards a New Kind of Interfirm Dynamics, Catania, Italy, The European Institute for Advanced Studies in Management. Brandenburger, A. and B. Nalebuff (1996). Co-Opetition : A Revolution Mindset That Combines Competition and Cooperation : The Game Theory Strategy That's Changing the Game of Business. Doubleday, New York. Dagnino, G. B. and G. Padula (2002). Coopetition Strategy A New Kind of Interfirm Dynamics for Value Creation. Second Annual Conference - "Innovative Research in Management"Track: "Coopetition Strategy: Towards A New Kind of Interfirm Dinamics", Stockholm, 9-11 May 2002, EURAM - The European Academy of Management. Dagnino, G. B. and S. Castaldo (2004). Trust and Coopetition: the Strategic Role of Trust as a Moderating Mechanism in Interfirm Coopetitive Dynamics Workshop on Coopetition Strategy: Towards a New Kind of Interfirm ISBN : 979-99735-1-1 A-29-7 Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 5 Agustus 2006 Dynamics, Catania, Italy, The European Institute for Advanced Studies in Management. Kasmir (2003). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Laine, A. (2002). Hand in Hand with the Enemy - Defining a Competitor from a New Perspective. Second Annual Conference - "Innovative Research in Management" Track: "Coopetition Strategy: Towards A New Kind of Interfirm Dinamics", Stockholm, 9-11 May 2002, EURAM - The European Academy of Management. Porter, M. E. (1985). Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. The Free Press, New York. Prahalad, C. K. and G. H. (1990). The Core Competence of the Corporation. Harvard Business Review 63(May-June 1990): pp 79-91. Slapak, O. (2002). Impacts of Global Information Society on the Banking Industry. Prague, Czech Republic, Departement of Information Technology, University of Economics in Prague (VSE). ISBN : 979-99735-1-1 A-29-8