F:\Majalah Ilmiah\SIAP CETAK\NEWEST March 9

advertisement
Damianus Journal of Medicine; Vol.9 No.1
Penyakit Crohn - diagnosis histopatologi pasca operasi dengan indikasi apendisitis akut
Februari 2010: hlm. 61-65
LAPORAN KASUS
Penyakit Crohn - diagnosis histopatologi pasca operasi
dengan indikasi apendisitis akut
Kidyarto Suryawinata
ABSTRACT
Departemen Patologi Anatomi,
Fakultas Kedokteran Unika
Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2,
Jakarta Utara 14440
Introduction: Crohn's disease is a chronic ulcero-inflamative on digestive tracts
with various symptoms leading to misdiagnosis. Diagnosis is often made by
hystopathologic examination from surgery procedure other diseases.
Case: A 30-year-old woman with no significant past medical history presented
to Atma Jaya Hospital complaining of an abdominal pain and mild diarrhea.
The pain was more pronounced in the right lower region of abdominal and
radiated to upper mid region. On physical examination, tenderness and a palpable mass was found in the right lower region of the abdomen. USG examination supported the diagnosis of an acute appendicitis. Laparotomy was performed and affected tissue was resected. Histopathological examination of the
affected tissue showing thickened layer and enlarged mesenteric lymph nodes.
Microscopic examination revealed ulceration with fissures formation, an increase
in the number of lymphocytes, non caseating granulomas with multinucleated
giant cells. The histopathologic appearance tipically met with Crohn's disease.
Conclusion: The diagnosis of Crohn's disease was not so simple clinically.
Histopathological examination is suggested as the only procedure that could
confirmed the diagnosis.
Key words: Crohn's disease, hystopathological examination, ulceration, fissures formation, non-caseating granuloma.
PENDAHULUAN
Penyakit Crohn merupakan kelainan ulseroinflamasi
pada traktus digestivus yang bersifat kronis dan dapat
menyerang setiap segmen traktus digestivus, terutama pada bagian distal usus halus serta kolon sebelah
kanan. Bila mengenai ileum disebut ileitis terminalis
dan bila mengenai kolon disebut colitis granulomatosa.1
Diagnosis penyakit Crohn secara klinik seringkali sulit
dilakukan karena memiliki gejala yang bervariasi dan
menyerupai penyakit saluran pencernaan lain. Gejala
yang paling sering adalah nyeri abdomen disertai diare
ringan dan kadang-kadang demam. Penyakit Crohn
pada ileum dan caecum akan menimbulkan gejala klinik
yang menyerupai apendisitis akut. Oleh sebab itu di-
agnosis penyakit Crohn kadang-kadang ditegakkan
dengan pemeriksaan histopatologi pasca operasi
dengan indikasi penyakit saluran pencernaan lain baik
akut maupun kronik.1,2,3
PRESENTASI KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Seorang wanita berusia 30 tahun datang ke Rumah
Sakit Atma Jaya (RSAJ) pada tanggal 26 Mei 2009
dengan keluhan nyeri perut terutama di bagian kanan
bawah sejak 2 hari sebelumnya. Rasa nyeri seperti
diremas-remas dan hilang timbul. Rasa nyeri pada
mulanya di rasakan di perut bagian kanan bawah kemudian menjalar ke bagian atas dan tengah. Selain
itu penderita juga merasa mual dan nyeri ulu hati. Fre-
Vol. 9, No.1, Februari 2010
61
DAMIANUS Journal of Medicine
kuensi buang air besar meningkat, yaitu tiga kali sehari
dengan konsistensi feces yang lebih lunak dari biasanya. Riwayat tuberkulosa, diabetes melitus, dan alergi
obat disangkal.
Pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, laju jantung 80
kali/menit, frekuensi pernafasan 20 kali/menit. Pada
pemeriksaan mata tidak ditemukan konjungtiva anemis maupun sklera ikterik. Pemeriksaan daerah leher,
kelenjar getah bening tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
membesar. Pada pemeriksaan paru-paru tidak ditemukan wheezing atau ronki. Pemeriksaan jantung,
tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan abdomen, bentuk perut datar, tidak terlihat kaput medusae. Palpasi di kuadran kanan bawah,
tidak ada defense musculair, teraba massa lunak dan
kelenjar getah bening peritoneum. Ditemukan nyeri
tekan pada McBurney, obturator sign, dan psoas sign
positif. Bloomberg sign negatif. Pada perkusi terdengar pekak di kuadran kanan bawah, dan pada auskultasi terdengar bising usus 3-4 kali/menit. Pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan tanda-tanda hemoroid eksterna grade I, yaitu teraba massa lunak pada
pukul 12, tidak disertai darah, feses, maupun nyeri
tekan, serta tonus sfinkter ani baik.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (tanggal 26 Mei 2009), hemoglobin 11,4 g/dl, lekosit 10,8 ribu/ul, trombosit 364
ribu/ul, golongan darah O Rh (+), waktu perdarahan
2 menit, dan waktu pembekuan 4 menit. Hasil pemeriksaan urine, lekosit 2-4/lpb, eritrosit 0-1/lpb, epitel
(+)/lpk, silinder (-)/lpk, kristal (-), bakteri (-).
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium menunjukkan tanda-tanda adanya apendisitis akut dengan diagnosa banding kolitis adneksitis.
Pemeriksaan USG (tanggal 27 Mei 2009) menunjukkan penebalan dinding caecum-colon ascenden hingga kolon transversum dan ileum terminalis dengan
dugaan adanya kolitis kronis dan ileitis terminal. Tampak juga lesi tubuler berdiameter sekitar 8 mm pericaecal. Gambaran yang menunjukkan kemungkinan
adanya apendisitis akut. Tampak sedikit cairan bebas
di pelvis kanan. USG hepar, kandung empedu, limpa,
62
pankreas, ginjal, kandung kemih, uterus tak tampak
kelainan. Tampak struktur tubular peri uterus kanan
sehingga dicurigai adanya hidrosalfing.
Dilakukan laparotomi (27 Mei 2009) atas indikasi
apendisitis akut dengan kolitis. Diambil jaringan usus
dengan diagnosis pasca operasi adalah tumor sekum
hingga kolon asendens.
Pemeriksaan histopatologi terhadap sepotong jaringan
usus dengan panjang 40 cm yang secara makroskopis
menunjukkan lamelasi ileum terminal sepanjang 12 cm,
perbatasan 11 cm kolon tampak mukosa kasar, multipel
papil, tebal dinding 2,5 cm sampai 4 cm dari ujung
operasi. Ditemukan 15 kelenjar getah bening dengan
diameter 0,2 - 1 cm.
Pemeriksaan mikroskopis, sediaan 1-2 dari kedua
ujung sayatan tidak tampak sarang tumor dan gambaran mukosa normal. Sediaan 3-6 dari lesi menunjukkan
permukaan ulserasi, erosi, dan fisura-fisura. Sel epitel normal dengan infiltrat padat berisi limfosit dan eosinofil dan proses radang mencapai serosa. Terlihat
beberapa granuloma dengan sel raksasa Langhans
dan tuberkel pada lapisan otot. Pada beberapa tuberkel terlihat nekrosis sentral. Sediaan 7-8 terdiri dari
lima belas kelenjar limfe yang kesemuanya mengandung tuberkel yang sebagian juga mengalami nekrosis
sentral. Juga didapati sel-sel raksasa Langhans. Pewarnaan Ziehl Neelsen tidak menemukan BTA (batang
tahan asam). Gambaran histopatologi jaringan usus
dan kelenjar getah bening jelas menunjukkan ciri-ciri
penyakit Crohn.
DISKUSI
Diagnosis penyakit Crohn secara klinik sangat sulit
karena gambaran klinik yang bervariasi dan menyerupai penyakit usus lain sehingga diagnosis seringkali
dibuat pada pemeriksaan histopatologi jaringan pasca
operasi yang dilakukan atas indikasi penyakit lain.
Umumnya penyakit ini ditandai dengan serangan nyeri
intermiten abdomen dan diare ringan (pada 75%
kasus) serta dapat disertai demam yang berulang (pada 50% kasus)1-3 Jika penyakit ini mengenai ileum dan
caecum maka gejala yang tiba-tiba menyerupai
Vol. 9, No.1, Februari 2010
Penyakit Crohn - diagnosis histopatologi pasca operasi dengan indikasi apendisitis akut
apendisitis dan diagnosa penyakit Crohn biasanya baru
dibuat pada saat operasi.1-3 Pada kasus ini juga dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik mengarah kepada
apendisitis akut di mana penderita datang dengan
keluhan utama nyeri perut terutama kanan bawah dan
pada pemeriksaan fisik dijumpai massa yang lunak
pada abdomen kanan bawah serta nyeri tekan pada
titik Mc Burney dengan obturator sign dan psoas sign
positif.
Penyakit Crohn berupa kelainan idiopatik yang terbatas pada ileum terminal oleh karena itu disebut sebagai
ileitis terminalis. Dengan dijumpai skip areas, yaitu
ada daerah dengan mukosa normal yang berbatas jelas
dengan mukosa yang mengalami ulserasi maka dikenal
istilah enteritis regionalis. Adanya keterlibatan dari
kolon yang lebih menonjol maka timbul istilah colitis
granulomatosa. Sekarang dengan diketahuinya bahwa
setiap bagian dari traktus digestivus dapat ter-libat
maka lebih disukai istilah penyakit Crohn.1
Penyakit Crohn merupakan kelainan ulseroinflamasi
pada traktus digestivus, yang bersifat kronis dan relaps. Penyakit ini dapat terjadi di lokasi mana saja
dari traktus digestivus, tapi lokasi yang tersering adalah
ileum terminal, ileosekal dan kolon.4 Penyakit Crohn
juga dapat terjadi ekstra intestinal seperti di kulit, vulva,
tulang dan sendi, otot rangka, laring dan limpa.4
Penyakit Crohn dapat terjadi di seluruh dunia.1-6 Insidens di negara Amerika Serikat, Inggris dan Skandinavia lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara
Eropa, sedangkan di negara Asia dan Afrika insidensnya rendah.3 Di negara Barat ada perbedaan insidensi
antara orang kulit putih dan yang non kulit putih, yaitu
orang yang berkulit putih berisiko 2-5 kali dibanding
yang bukan kulit putih. Di negara Amerika serikat terdapat 3-5 kasus per 100.000 jiwa setiap tahunnya.1
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih
sering pada usia 20 dan 30 tahun.1-6 Wanita lebih sering mengalami penyakit ini dibandingkan pria.1,2 Hal
ini sesuai dengan kasus ini di mana penderita adalah
seorang wanita berusia 30 tahun. Di Amerika penyakit
Crohn terjadi 3-5 kali lebih tinggi pada orang Yahudi
dibandingkan dengan bukan Yahudi. Merokok merupakan faktor risiko eksogen yang kuat.1,2
Sampai saat ini etiologi dari penyakit Crohn belum
diketahui dengan pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga berperan sebagai pemicu terjadinya reaksi
radang berlebihan.1,2,5,6 Faktor-faktor yang diduga
sebagai pemicu terjadinya penyakit Crohn adalah kelainan genetik, infeksi terutama Mycobacterium paratuberculosis atau E. coli, dan kelainan sistem imun.2,5
Peranan faktor genetik sebagai predisposisi penyakit
Crohn masih dipertanyakan tapi 20-25% kasus penyakit Crohn terjadi dalam satu keluarga. Dari scanning gen pada penderita penyakit Crohn ditemukan ada
kelainan di kromosom 3, 7, 12 dan 16. Akibat ke-lainan
di kromosom 16 menyebabkan aktifnya nuclear factor
kappa B pada makrofag, mempengaruhi adhesi lekosit
dan mikrobakterial serta mempengaruhi fungsi
interleukin.2 Penyakit Crohn sangat jarang dijumpai
pada suami dan isteri sekaligus, hal ini menunjukkan
bahwa faktor lingkungan saja tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya penyakit ini. Dari kultur jaringan
yang terkena penyakit Crohn ditemukan varian dari
Pseudomonas dan Mycobacteria atypi, oleh karena itu
dianggap kuman-kuman ini mempunyai peran pa-da
penyakit Crohn.2
Patogenesis terjadinya penyakit Crohn belum jelas,
tapi diduga sistem imun berperan penting sehingga
terjadinya radang kronis yang intermiten. Dalam mukosa usus yang normal terjadi proses fisiologis yang
seimbang antara faktor yang mengaktifkan sistem imun
seperti kuman ataupun stimuli inflamasi endogen
dengan respon tubuh untuk menginaktifkan reaksi imun
setelah stimuli di hilangkan.2 Akibat terganggu-nya
keseimbangan sistem imun mengakibatkan terjadinya
overreaction radang.
Adapun gambaran patologi yang utama dari penyakit
Crohn adalah radang biasanya mengenai seluruh
lapisan dinding usus, oleh karena itu disebut transmural inflammatory disease dan inflamasi usus tidak
kontinu dimana segmen usus yang meradang dipisahkan oleh segmen usus yang normal.
Secara makroskopik usus tampak menebal dan edematous. Lemak mesenterium sering membungkus
sekeliling usus yang disebut creeping fat. Kelenjar
getah bening mesenterium sering membesar, keras
dan berhubungan satu sama lain. Lumen usus me-
Vol. 9, No.1, Februari 2010
63
DAMIANUS Journal of Medicine
nyempit di mana pada awalnya karena edema dan selanjutnya akibat kombinasi edema dan fibrosis. Pembengkakan yang noduler, fibrosis dan ulserasi dari mukosa memberikan gambaran cobblestone. Pada awalnya ulkus memberikan gambaran aphthous atau serpinginosa dan makin lama makin dalam membentuk
gambaran seperti celah yang linier atau fisura. Pada
penampang dinding usus menunjukkan penebalan,
edema dan fibrosis dari seluruh lapisan usus. Fistula
yang terbentuk dapat mengadakan penetrasi dari usus
ke organ-organ lain termasuk kandung kemih, uterus,
vagina dan kulit. Fistula dapat juga buntu, membentuk
rongga abses di dalam ckavum peritonei, di mesenterium atau struktur retroperitoneal. Lesi pada bagian distal rektum dan anus dapat menimbulkan fistula perianal.1-3,5,6
Pada sediaan histopatologi pasien ini secara makroskopik dijumpai mukosa usus kasar dan pene-balan dari
dinding usus serta ditemukan 15 kelenjar getah bening
dengan diameter antara 0,2–1 cm. Hal ini sesuai untuk
gambaran makroskopik penyakit Crohn.
Secara mikroskopik penyakit Crohn tampak sebagai
proses peradangan yang kronik. Pada awalnya proses
inflamasi masih terbatas pada mukosa dan submukosa. Terlihat ulkus yang kecil dan dangkal pada mukosa (aphthous ulcer) bersama dengan edema mu-kosa
dan submukosa serta peningkatan jumlah lim-fosit, sel
plasma dan makrofag. Ulserasi dapat menge-nai
lapisan yang lebih dalam bahkan sampai ke tunika
serosa. Sering juga dijumpai kerusakan dari arsitektur
mukosa dengan perubahan regeneratif dari kripta dan
villi. Metaplasia pilorik dan hiperplasia sel Paneth juga
umum dijumpai pada usus halus dan kolorektal. Selanjutnya ulkus yang dalam, panjang dan menyerupai
fisura terlihat dan hialinisasi vaskuler serta fibrosis juga
tampak jelas. Hiperplasia limfoid disertai dengan
proliferasi dari muskularis mukosa juga merupakan
tanda mikroskopik dari penyakit Crohn.
Granuloma non kaseosa terutama pada sub-mukosa
juga dapat ditemukan. Granuloma ini sulit dibedakan
dengan granuloma pada sarcoidosis. Sel-sel epiteloid
serta sel raksasa dapat juga dijumpai. Fibrosis dari
submukosa, lamina propria dapat menyebabkan
pembentukan striktur.1-3,5-7
64
Hasil pemeriksaan histopatologi pada pasien ini mendukung hal-hal yang mengarah pada penyakit Crohn
seperti adanya ulserasi dan erosi disamping pembentukan fisura-fisura, tampak infiltrat padat limfosit serta
proses radang yang mencapai serosa, tampak juga
beberapa granuloma dengan sel raksasa Langhans.
Pada lima belas kelenjar yang kesemuanya
mengandung tuberkel serta didapati pula sel raksasa
Langhans. Pemeriksaan Ziehl Neelsen tidak menemukan BTA (batang tahan asam).
Penyakit Crohn secara makroskopis dan mikroskopis
menyerupai tuberkulosis usus. Untuk membedakannya secara makroskopis, ulkus pada tuberkulosis multiple dan circumferential, sedangkan ulkus penyakit
Crohn linear dan serpinginous. Secara mikroskopis
tuberkulosis sering menyebabkan kerusakan pada
muskularis eksterna, sedangkan penyakit Crohn jarang mengenai muskularis eksterna tapi terutama mengenai lamina propria-submukosa.
Granuloma pada tuberkulosis cenderung confluent,
sering disertai nekrosis perkejuan yang daerah perifer
dikelilingi sel-sel limfosit dan dengan pewarnaan basil
tahan asam hasilnya positif. Granuloma pada penyakit
Crohn tidak ada nekrosis perkejuan dan dengan
pewarnaan basil tahan asam hasilnya negatif.4,5
KESIMPULAN
Penyakit Crohn merupakan penyakit ulseroinfla-masi
yang bersifat kronis dari traktus digestivus, terutama
mengenai ileum terminal dan kolon sebelah kanan.
Gejala klinis sangat bervariasi tetapi biasanya dimulai
dengan nyeri abdomen disertai diare ringan. Bila
mengenai ileum dan caecum gejalanya menyerupai
apendisitis akut dan sering diagnosis penyakit Crohn
pertama kali dibuat pada saat operasi. Diagnosa pasti
ditegakkan berdasarkan gambaran histopatologi dengan gambaran penebalan usus akibat edema dan
fibrosis, cobblestone serta adanya ulkus dan fisura.
Secara mikroskopik dijumpai ulserasi, sebukan selsel limfosit tersebar diseluruh lapisan usus serta
dijumpai granuloma non kaseasi, fibrosis terutama pada submukosa dan lamina propria yang mengakibatkan penyempitan lumen usus.
Vol. 9, No.1, Februari 2010
Penyakit Crohn - diagnosis histopatologi pasca operasi dengan indikasi apendisitis akut
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Liu C, Crawford JM. The Gastro-intestinal Tract. In:
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotraan
Pathologic Basis of Disease. 7th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005:847- 851
Robin E, Palazzo JP. The Gastro-intestinal Tract. In:
Rubin E, Gorstein F, Rubin R et al. Rubin's Pathology: Clini-copathologic Foundations of Medicine.
Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott W illiams &
Wilkins, 2005:713 - 716
Inflamatory Bowel Disease. In: Noffsinger A, FenoglioPreiser CM, Maru D et al. Gastrointestinal Diseases.
Washington: American Registry of Pathology and
Armed Forces Institute of Pathology, 2007:680 - 700
4.
Owen DA, Kelly JK. Large Intestine and Anus. In:
Damjanov I, Linder J. Anderson's Pathology. Tenth
Edition. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc., 1996:17571758
5.
Gastrointestinal Tract. In: Rosai J. Rosai and
Ackerman's Surgical Pathology. Ninth Edition.
Edinburgh: Mosby, 2004: 721-724
6.
Robert ME. Inflammatory Disorders of the Small Intestine. In: Odze RD, Goldblum JR, Crawford JM.
Surgical Pathology of the GI Tract, Liver, Biliary Tract,
and Pancreas. Philadelphia: Saunders, 2004:195-200
7.
Nash S. Small Intestine. In: Werdner N. The Difficult
Diagnosis in Surgical Pathology Philadelphia: W B
Saunders Company, 1996: 210 - 211
Vol. 9, No.1, Februari 2010
65
Download