II. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Transportasi Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas (1987), transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu beserta arus dan sistem kontrol yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktifitas manusia. Transportasi dari suatu wilayah adalah sistem pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona tujuan dalam wilayah yang bersangkutan. Pergerakan yang dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana atau moda, dengan menggunakan berbagai sumber tenaga, dan dilakukan untuk suatu keperluan tertentu (Setijowarno dan Frasila, 2001). Transportasi dikatakan baik, apabila perjalanan cukup cepat, tidak mengalami kemacetan, frekuensi pelayanan cukup, aman, bebas dari kemungkinan kecelakaan dan kondisi pelayanan yang nyaman. Kondisi transportasi yang ideal sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang menjadi komponen transportasi ini, yaitu kondisi prasarana (jalan), sistem jaringan jalan, kondisi sarana (kendaraan) dan sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut (Sinulingga, 1999). Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Transportasi berperan strategis dalam pembangunan. Pentingnya transportasi dapat dilihat dari aspek mikro dan makro. Pada tingkat ekonomi makro, transportasi dan mobilitas berhubungan dengan keluaran 11 (output), pekerja dan pendapatan. Pada kasus beberapa negara maju, transportasi berpengaruh antara enam persen sampai 12 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pada tingkat ekonomi mikro, transportasi berhubungan dengan produsen, konsumen dan biaya produksi. 4 2.2. Kemacetan Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain. Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat lambat (Tamin, 2000). Dalam transportasi terdapat beberapa masalah yang sering dihadapi para pengguna jalan, salah satunya yaitu adanya kemacetan. Kemacetan suatu lalu lintas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Kondisi jalan dan lingkungan, berkaitan dengan waktu, biaya, dan jarak. Jalan yang buruk kondisinya (banyak berlubang, bergelombang, dan sebagainya) menyebabkan kecepatan kendaraan lambat sehingga waktu perjalanan bertambah. 2. Jenis kendaraan bermotor juga mempengaruhi pemilihan lintasan atau ruas jalan yang akan dilalui kendaraan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan penumpukan lalu lintas pada suatu ruas jalan tertentu, yang berakibat timbulnya kemacetan lalu lintas. 3. Pengemudi atau penumpang kendaraan juga menentukan dalam pemilihan lintasan yang akan dilalui. Pada umumnya orang akan memilih jarak minimum, biaya perjalanan minimum dan waktu perjalanan yang minimum, 4 http://www.kardady.wordpress.com/manajemen-lalu-lintas/definisi-dan-istilah / diakses pada tanggal 24 Desember 2010 pukul 09.20 WIB 12 atau ketiganya sekaligus. Ada pula kecenderungan memilih suatu ruas jalan tertentu karena kebiasaan. Apabila semua pengguna jalan berpendapat demikian, maka dapat terjadi penumpukan lalu lintas pada suatu ruas jalan, sedangkan pada ruas jalan yang lain lalu lintas kurang padat. 2.3. Peranan Transportasi terhadap Sosial, Ekonomi, dan Pembangunan Daerah 2.3.1. Transportasi terhadap Sosial Transportasi juga menyentuh aspek sosial dengan manfaatnya seperti dengan pemukiman yang awalnya kecil, seiring berjalannya waktu, penduduknya menjadi bertambah. Bertambahnya jumlah penduduk membuat kebutuhan akan transportasi juga akan meningkat, sehingga wilayah menjadi ramai dan berkembang. Perkembangan ini dapat dilihat dari produktivitas penduduk yang semakin meningkat. Produktivitas penduduk juga meningkatkan daerah pemukiman untuk tempat tinggal mereka. Tempat pemukiman ini sangat erat hubungannya dengan transportasi. Sedikit pengaruh saja, dapat menimbulkan efek yang lebih besar. Seperti halnya perbaikan transportasi yang berpengaruh nyata sehingga penduduk dapat merasakan perubahan perbaikan akses ke suatu wilayah maupun perbaikan dari suatu kegiatan seperti pengangkutan dan pendidikan (Morlok dalam Pangaribuan, 2005). 2.3.2. Transportasi terhadap Ekonomi Sektor transportasi merupakan bagian penting dari ekonomi yang mempunyai pengaruh dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Apabila sistem transportasi efisien, maka akan membuka peluang dan keuntungan secara ekonomi dan sosial. Sebaliknya ketika sistem transportasi tidak efisien, 13 maka bisa berakibat pada biaya ekonomi tinggi dan berkurangnya atau hilangnya peluang-peluang yang ada. Pada sisi lain, sektor transportasi juga mempunyai dampak sosial dan lingkungan yang tidak bisa dihindarkan (Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2007). Secara umum, dampak ekonomi dari sektor transportasi dapat dikategorikan ke dalam direct impacts dan indirect impacts. Direct impacts berkaitan dengan perubahan aksesibilitas dimana transportasi memungkinkan terjadinya perkembangan pasar dan penghematan waktu dan biaya. Indirect impacts berkaitan dengan multiplier effect dimana harga komoditas atau pelayanan turun dan variasinya meningkat. Untuk melihat proses multiplier effect dari transportasi lihat Gambar 1. Transportasi Sektor Ekonomi Direct Investment Indirect Investment Induced Investment Economic Simulation Investasi proyek/ Aktivitas Investasi oleh Supplier Belanja masyarakat Perluasan Bisnis dan Menarik bisnis baru Sumber : Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2007 Gambar 1. Proses Multiplier Effect dari transportasi 14 Pada gambar di atas dapat dijelaskan bahwa : • Direct investment akan membuka lapangan kerja untuk mendukung proyek atau kegiatan yang direncanakan. • Indirect investment, atau belanja yang dilakukan oleh suppliers penyedia barang dan jasa untuk proyek, juga menciptakan lapangan kerja. • Direct dan indirect investment berdampak pada business revenue dan personal income. • Income dibelanjakan oleh masyarakat (Induced investment) sehingga menghasilkan lapangan kerja. • Akhirnya, direct, indirect, dan induced investment (multiplier effect) akan menstimulasi ekonomi yang mampu memperluas dunia usaha yang telah ada dan meningkatkan daya tarik untuk tumbuhnya dunia usaha yang baru. Mobilitas merupakan salah satu bagian yang fundamental dan merupakan karakteristik utama aktivitas ekonomi. Mobilitas menjamin terpenuhinya kebutuhan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain, baik bagi penumpang, barang, maupun informasi. Daerah dengan tingkat mobilitas tinggi umumnya mempunyai banyak peluang untuk membangun dibandingkan dengan daerah yang mempunyai mobilitas rendah. Mobilitas merupakan indikator pembangunan yang baik. Penurunan mobilitas berarti menghambat pembangunan dan sebaliknya meningkatkan mobilitas akan mendukung pembangunan. Mobilitas manusia dan barang hanya bisa dicapai dengan sistem transportasi yang baik. Mobilitas itu sendiri merupakan satu industri yang menawarkan pelayanan terhadap pelanggan, mempekerjakan orang dan membayar gaji, menginvestasikan modal, dan membangkitkan pendapatan. Oleh karena itu, manfaat transportasi 15 dalam pembangunan ekonomi dapat dilihat dari perspektif makroekonomi dan mikroekonomi. 2.3.3. Transportasi terhadap Pembangunan Daerah Dampak positif diberlakukan otonomi daerah adalah memberikan keleluasan bagi daerah untuk menentukan alokasi pembiayaan prasarana transportasi yang akan mereka rencanakan dan juga meningkatkan sumber penerimaan bagi pembiayaannya sehingga pemerintah mempunyai kewenangan untuk membangun daerahnya masing-masing. Di sisi lain, ekses dari kebijakan otonomi daerah yakni timbulnya ketidakpastian bagi para pelaku usaha dalam hal tumpang tindihnya peraturan daerah yang dapat menghambat tumbuhnya iklim usaha. Faktor-faktor kunci tata pemerintahan yang baik yaitu kemampuan teknis dan manajerial, kapasitas organisasi, kapasitas hukum, akuntabilitas, transportasi dan sistem informasi yang terbuka.5 2.4. Manajemen Lalu Lintas Manajemen lalu lintas adalah suatu proses pengaturan pasokan (supply) dan kebutuhan (demand) sistem jalan raya yang ada untuk memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa penambahan prasarana baru, melalui pengurangan dan pengaturan pergerakan lalu lintas. Manajemen lalu lintas biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah lalu lintas jangka pendek, atau yang bersifat sementara. Manajemen lalu lintas terbagi menjadi dua bagian yaitu optimasi supply dan pengendalian demand. Kelompok optimasi supply antara lain pembatasan parkir di badan jalan, jalan satu arah, reversible line, larangan belok kanan pada persimpangan, dan pemasangan lampu lalu lintas (Putranto, 2007). 5 http://www.transportasijawabarat.com/peran-pemerintah/ diakses pada tanggal 25 Desember 2010 pukul 19.00 WIB 16 Secara umum yang dimaksud dengan manajemen lalu lintas adalah memanfaatkan semaksimal mungkin sistem jaringan jalan yang ada. Manajemen lalu lintas juga mempunyai arti untuk menampung lalu lintas sebanyak mungkin, menampung penumpang sebanyak mungkin, memperhatikan keterbatasan lingkungan (kapasitas lingkungan), memberikan prioritas terhadap golongan atau kelompok yang sangat membutuhkan, melakukan penyesuaian kebutuhan terhadap pemakai jalan lainnya. Tujuan dilakukannya manajemen lalu lintas yang pertama yaitu untuk mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara menyeluruh dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi dengan menyeimbangkan permintaan dengan sarana penunjang yang ada. Kedua, meningkatkan tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat diterima oleh semua pihak dan dapat memperbaiki tingkat keselamatan tersebut sebaik mungkin. Ketiga, memperbaiki dan melindungi kondisi lingkungan dimana arus lalu lintas tersebut berada. Keempat, mempromosikan penggunaan energi secara efisien atau pengguna energi lain yang dampak negatifnya lebih kecil daripada energi yang ada. Sasaran dari manajemen lalu lintas berdasarkan tujuan di atas yang pertama yaitu mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melaksanakan pemisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu lintas. Kedua, mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume pada suatu jalan. Menentukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut. 17 2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan Asriyanto (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Alternatif Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali” mengidentifikasi persepsi masyarakat dan pemerintah (responden) untuk mengetahui pendapat tentang kondisi perikanan lemuru, pendapat tentang alternatif pengelolaan yang mereka inginkan, serta tingkat peran dalam pengelolaan perikanan lemuru. Hasil menunjukkan bahwa persepsi masyarakat dan pemerintah terhadap kondisi perikanan lemuru mengalami penurunan (rata-rata masa kini lebih rendah daripada masa lalu : -3.53). Tingkat peran responden dalam bentuk konsultatif. Proses pengelolaan perikanan lemuru pada sel V (Matrik IE) yang berimplikasi kepada strategi bertahan dan terpelihara (hold and maintain) yang dilihat dari perspektif pemerintah sebagai alternatif difensif, sedang kuadran II (Analisis SWOT) yang menempatkan pada alternatif diversifikasi produk yang berarti alternatif yang mempertahankan produksi perikanan. Berdasarkan perhitungan AHP urutan prioritas kebijakan alternatif pengelolaan perikanan yang harus diambil pemerintah adalah penyempurnaan regulasi, penerapan MCS (Monitoring, Control, Surveillance), peningkatan ko-manajemen, pengalihan pola tangkap. Sapta (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan dengan Contingent Valuation Method (CVM)” menghitung besarnya kerugian ekonomi yang diterima oleh pengguna kendaraan bermotor berupa perhitungan pertambahan biaya pembelian BBM serta pendapatan yang hilang karena adanya kemacetan. 18 Besarnya pertambahan biaya pembelian BBM yang menjadi beban bagi pengguna kendaraan bermotor yaitu sebesar Rp 5.237,87 untuk setiap mobil sedangkan motor sebesar Rp 2.098,78, sehingga total kerugian BBM kendaraan bermotor akibat kemacetan adalah Rp 7.336,65. Pendapatan pengguna jalan yang hilang akibat adanya kemacetan yaitu sebesar Rp 6.301,49 untuk mobil Rp 2.800,58 untuk motor Rp 2.254,05 untuk penumpang angkutan umum. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marwan (2011) yang berjudul ”Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan Pendekatan Willingness to Accept (WTA)” adalah menghitung pertambahan biaya pembelian BBM akibat adanya kemacetan. Kerugian yang ditanggung pengguna jalan adalah selisih antara rata-rata pengeluaran BBM saat lalu lintas macet per kendaraan dengan rata-rata pengeluaran biaya BBM saat lalu lintas berjalan normal yaitu sebesar Rp 11.659,09 untuk setiap mobil sedangkan motor sebesar Rp 6.905,41, sehingga total kerugian BBM kendaraan bermotor akibat kemacetan adalah Rp 18.564,00. Deskripsi singkat dari penelitian terdahulu yang relevan dapat dilihat pada Tabel 4. 19 Tabel 4. Penelitian Terdahulu yang Relevan No Nama Judul Tulisan Deskripsi Mengetahui strategi alternatif pengelolaan perikanan Temuru dengan menggunakan dua langkah yaitu SWOT dan AHP Menghitung biaya yang harus dikeluarkan dan menghitung pendapatan yang hilang akibat adanya kemacetan di daerah kota Bogor serta mengestimasi nilai WTA yang ada. Menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk penambahan biaya pembelian BBM serta mengestimasi nilai WTA di kecamatan Bogor Barat. 1 Asriyanto (2005) Alternatif Pengelolaan Perikanan Temuru di Pulau Bali 2 Sapta (2009) Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas terhadap Sosial Ekonomi Pengguna Jalan dengan Contingent Valuation Method (CVM) 3 Marwan (2011) Analisis Dampak Kemacetan Lalu Lintas dengan Pendekatan Willingness to Accept (WTA) Alat analisis SWOT dan AHP Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Sumber : Penulis, 2011 Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa penelitian terdahulu menggunakan dua alat analisis untuk mendapatkan strategi alternatif. Sapta (2009) dan Marwan (2011) menghitung kerugian ekonomi akibat adanya kemacetan. Keunggulan dari penelitian yang dilakukan penulis yaitu tidak hanya menghitung kerugian ekonomi yang diderita oleh pengguna kendaraan bermotor, namun juga mencari alternatif strategi (output) untuk mengatasi permasalahan kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda dengan satu langkah metode saja yaitu dengan menggunakan AHP. 20