I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada kawasan tropis yang memiliki keanekaragaman tinggi dalam ekosistem dan bentukan alamnya. Kawasan tropis ini dibedakan dari kawasan lainnya, seperti perkembangan wilayah yang cepat dan tidak terorganisasi, yang menunjukkan dampak negatif skala besar nyata (Karger 2003). Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang sekitar 75% luasannya merupakan laut, dengan panjang pantai 81.290 km. Kondisi iklim dan interaksi pulau-pulau terhadap permukaan laut memegang peranan penting dalam penentuan ciri atau sifat pesisir kepulauan Indonesia (Dahuri 1996). Faktor-faktor tersebut membentuk karakteristik lanskap kota-kota pantai di Indonesia menjadi berbeda dari kota-kota di negara subtropis ataupun di negara bukan bentuk kepulauan. Perbedaan karakteristik lanskap kota berpengaruh pula pada pola pemanfaatan ruang di dalamnya, misalnya pemanfaatan ruang sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menetapkan luas RTH kota sebesar minimal 30% dari luas kota melalui pendekatan parsial, yaitu menyisihkan sebagian dari luas kota untuk kawasan RTH (Dahlan 2004). Namun, penetapan proporsi RTH kota ini belum dipakai seluruh kota di Indonesia karena kebutuhan RTH setiap kota berbeda tergantung dari bentukan lanskap dan tujuan pembangunan kota. Suatu kota dapat sesuai dengan penetapan nilai ini, tetapi beberapa kota lain mempunyai nilai persentase RTH yang lebih besar atau lebih kecil. Jika nilai RTH minimal 30% diterapkan pada seluruh kota di Indonesia dan banyak kota cenderung mengambil nilai kecil mendekati 30% karena memaksimalkan pembangunan kota, maka dapat diperkirakan RTH negara Indonesia akan jauh berkurang. Lagipula, proporsi, distribusi, dan struktur RTH berbeda untuk setiap kota, terutama untuk kota pantai. Kota pantai merupakan kota yang secara geografis berbatasan langsung dengan laut. Kota-kota pantai umumnya memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kota non pesisir. Kota Padang, Denpasar, dan Makassar sebagai contoh kota-kota pantai di Indonesia sekaligus 2 sebagai obyek penelitian merupakan kota-kota besar yang perkembangannya cukup signifikan. Ketiga kota ini mewakili kota-kota pantai yang tersebar di Indonesia. Kota Padang mewakili kota di Indonesia Bagian Barat, Kota Denpasar mewakili kota di Indonesia Bagian Tengah, dan Kota Makassar mewakili kota di Indonesia Bagian Timur. Namun, keberadaan RTH di setiap kota saat ini memiliki kecenderungan selalu mengalami penurunan kuantitas dan kualitas. Dalam hal ini, kota pantai perlu digarisbawahi karena hampir semua wilayah pesisir yang terdapat di kota pantai berfungsi sebagai lokasi pemukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan industri, dan berbagai sektor lainnya. Banyak pembangunan sektoral, regional, dan swasta mengambil tempat di wilayah pesisir, seperti reklamasi pantai untuk sektor perikanan, pariwisata, serta pengerukan untuk pertambangan lepas pantai, dan pembangunan untuk menunjang sarana perhubungan. Selain itu, pertambahan penduduk kota sejalan dengan bertambahnya kebutuhan ruang untuk pembangunan tempat tinggal (built area) dan biasanya pengurangan RTH untuk memenuhi kebutuhan Ruang Terbangun (RTB) dilakukan sebagai pemecahan masalah. Pertumbuhan populasi penduduk di kota pantai juga meningkat pesat disertai berkembangnya kebutuhan akan sumberdaya pesisir, sehingga menimbulkan tekanan terhadap fungsi ekosistem pesisir kota. Berkembangnya berbagai kepentingan tersebut membuat kota pantai menyangga beban lingkungan yang berat akibat pemanfaatan sumberdaya pesisir yang tak terkendali, tidak teratur, serta tidak mempertimbangkan penggunaan teknologi ramah lingkungan. Beratnya beban yang disangga kota pantai menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan kota yang menimbulkan banyak permasalahan kota. Permasalahan kota yang nyata di banyak kota pantai adalah bencana dan dampaknya terkait pengaruh aktivitas laut, misalnya tsunami, kenaikan air laut, abrasi, dan intrusi air laut. Di sinilah peranan keberadaan RTH dalam mencegah atau mereduksi dampak dari bencana tersebut. Fungsi utama RTH di kota pantai adalah sebagai greenbelt pelindung dari tsunami, abrasi, kenaikan air laut, dan intrusi air laut. Greenbelt di tepian pantai akan menjadi baris pengamanan 3 pertama yang akan meredam kecepatan hempasan gelombang saat tsunami terjadi, menjadi struktur penahan/pencegah abrasi tepian pantai, menjadi tempat parkir bagi limpasan air laut yang naik, dan menjadi penyedia air tanah di dalam kota sehingga intrusi air laut tidak terjadi. Pemahaman karakteristik RTH tersebut akan membantu dalam rencana penataan dan pengembangan ruang kota yang sesuai dengan karakteristik lanskap kota pantai sehingga kebutuhan manusia akan ruang tetap terpenuhi tanpa melebihi daya dukung kota, sekaligus dalam upaya mitigasi bencana. Perencanaan RTH kota menjadi lebih baik dalam hal ini sehingga dapat dicapai secara optimal manfaat RTH untuk memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan kota, terutama sebagai mitigasi bencana dan pereduksi dampak bencana. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan, antara lain: 1) Mengidentifikasi penggunaan dan penutupan lahan kota-kota pantai Indonesia, 2) Mengidentifikasi karakteristik lanskap kota-kota pantai di Indonesia, 3) Mengidentifikasi karakteristik RTH kota-kota pantai di Indonesia. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pihak perencana, pengembang, dan pemerintah kota, umumnya kota-kota pantai di Indonesia, dan khususnya Kota Padang, Denpasar, serta Makassar dalam membuat perencanaan RTH kota pantai yang sesuai dengan karakteristik lanskapnya. Selain itu, juga sebagai bahan literatur bagi instansi dan perorangan yang bergerak di bidang perbaikan kualitas lingkungan. 1.4 Kerangka Pemikiran Ekosistem kota pantai berbeda dari ekosistem kota lain karena ekosistem kota ini masih mendapat pengaruh langsung dan tidak langsung dari laut. Selain itu, negara Indonesia yang memiliki iklim tropis dan berbentuk kepulauan menciptakan karakter kota pantai yang lebih khas, sehingga pola distribusi, 4 proporsi, dan struktur RTH di kota pantai berbeda dengan daerah lain. Karena itulah, diperlukan identifikasi terhadap karakteristik penggunaan dan penutupan lahan, karakteristik lanskap kota, serta karakteristik RTH kota-kota pantai di Indonesia. Untuk membantu kecepatan dan ketepatan proses identifikasi maka digunakan alat, yaitu Geographical Information System (GIS) dan Remote Sensing (RS) (Gambar 1). Kota Pantai Negara Beriklim Tropis Bentuk Kepulauan RTH Kota Minimal 30% Luas Kota (UU No 26 Tahun 2007) Aspek Fisik Aspek SosialEkonomi Geographical Information System (GIS) & Remote Sensing (RS) Penggunaan dan Penutupan Lahan Kota Pantai Karakteristik Lanskap Kota Pantai di Indonesia Karakteristik RTH Kota Pantai di Indonesia Fungsi dan Bentuk Proporsi dan Luas Minimal Pola dan Distribusi Gambar 1. Kerangka Pikir Struktur Vegetasi