pendahuluan - IPB Repository

advertisement
 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang sampai sekarang ini masih menjadi
masalah kesehatan penduduk di dunia. Malaria disebabkan adanya suatu infeksi
dari Plasmodium sp. yang ditularkan melalui vektor nyamuk Anopheles. Kurang
lebih terdapat 100 spesies Plasmodium yang dapat menyerang mamalia, burung,
serta manusia. Ada empat spesies yang umumnya menginfeksi manusia yaitu:
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, dan
Plasmodium ovale (NIAID 2007). Menurut Nahrevanian et al. (2010), meskipun
dari keempat spesies yang sering menginfeksi manusia, hanya P. falciparum yang
diketahui berpotensi mengancam kesehatan manusia bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Kejadian penyakit ini sudah banyak memakan korban. Tiap tahunnya terjadi
kejadian kasus malaria sebanyak 300-500 juta dan 1-2 juta kematian terjadi di
dunia akibat malaria (Nahrevanian et al. 2010). Penyebaran penyakit ini di dunia
sangat luas yakni meliputi lebih dari 100 negara yang beriklim tropis dan
subtropis (Erdinal dan Wulandari 2006). Menurut Reisberg (1994), kematian pada
penyakit malaria banyak terjadi di negara endemik malaria seperti negara-negara
Afrika, India, Meksiko, Amerika Tengah, dan negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia.
Kejadian di Indonesia sampai dengan tahun 2009, sekitar 80%
kabupaten/kota masih termasuk kategori endemis malaria dan sekitar 45%
penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus
yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1 143 024 orang. Jumlah ini mungkin
lebih besar dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria
adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses
pelayanan kesehatan yang rendah (Depkes RI 2010). Menurut Rita et al. (1996)
kejadian penyakit ini di Indonesia terutama di daerah luar Jawa dan Bali. Hal
tersebut pun ditegaskan oleh Arbani (1991) yang mengatakan bahwa, penyakit ini
biasanya diderita oleh penduduk yang tinggal di areal persawahan yang dekat
2 hutan karena di luar Jawa masih banyak terdapat areal hutan seperti di
Kalimantan.
Menurut Depkes RI (1994), adanya peningkatan kejadian penyakit malaria
pertahun terjadi akibat adanya pembukaan daerah baru di daerah timur. Selain itu,
adanya peningkatan kejadian kematian akibat malaria karena timbulnya resistensi
P. falciparum terhadap obat antimalaria yang sering dipergunakan seperti
klorokuin (Najera 1996). Menurut Trape et al. (2002), penderita yang terinfeksi
malaria pada dua dekade terakhir meningkat dua kali lipat, terutama disebabkan
oleh munculnya strain P. falciparum yang resisten terhadap obat malaria yang
tersedia terutama klorokuin dan turunannya. Selain itu efektifitas klorokuin juga
telah banyak menurun pada P. vivax di Papua dan beberapa daerah lainnya. Oleh
karena itu dibutuhkan usaha untuk menemukan obat antimalaria baru yang tidak
toksik bagi kesehatan manusia.
Senyawa alam dari tumbuhan (herbal) dapat dijadikan sebagai senyawa
antimalaria alternatif pengganti obat malaria yang sudah terjadi resisten terhadap
Plasmodium. Menurut Dzulkarnain (1998), tanaman obat di Indonesia dapat
dijadikan sebagai antimalaria, yang bersifat antiplasmodia dan bersifat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit malaria. Contohnya
Coscinium fenestratum atau kayu kuning yang kandungan utamanya berkhasiat
sebagai
antiprotozoa,
antibakterial,
antileishmania,
antiplatelet,
antidiare,
antikanker, antiinflamasi, antihepatotoksik, kardioprotektif, imunostimulator dan
anti HIV (Wongbutdee 2009).
Penduduk Indonesia di beberapa daerah sudah banyak yang memanfaatkan
bagian tanaman ini untuk mengobati penyakit seperti akarnya. Akar tanaman ini
di manfaatkan oleh Suku Sakai di Bengkalis untuk obat kencing manis dan sakit
kuning. Suku Anak Dalam di Sumatra Selatan memanfaatkannya sebagai obat
sakit kuning, Suku Punan Lisun dan Punan Bekatan di Kabupaten Kutai
Kalimantan Timur menanfaatkannya sebagai obat malaria dan sakit pinggang (
Sangat et al. 2000). Menurut Rahayu (2005), Suku Kenyah di Malinau
Kalimantan Timur menggunakan tanaman ini untuk menjaga stamina, mengobati
malaria dan mengatasi penyakit mag. Sementara itu Suku Punan di Malinau
menggunakannya sebagai racun. Selain di Indonesia, tamanan ini juga di
3 manfaatkan di beberapa negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, India,
Indo Cina dan Eropa (Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003).
Penyakit malaria juga dapat menyerang hewan contohnya malaria pada
rodensia seperti mencit. Malaria pada rodensia disebabkan oleh adanya infeksi
Plasmodium seperti Plasmodium berghei (Noble dan Noble 1989). Parasit ini
tergolong dalam Kingdom Protozoa dari sub filum Apicomplexa. Menurut Ladda
et al. (1966), ada kesamaan strukur antara tropozoid Plasmodium pada manusia
maupun pada rodensia. Selain itu Carter dan Diggs (1977) juga mengatakan
Plasmodium pada rodensia analog dengan Plasmodium pada manusia hampir pada
semua aspek seperti struktur, fisiologi, dan siklus hidupnya.
Sampai saat ini belum banyak informasi tentang penggunaan tanaman kayu
kuning (C. fenstratum) sebagai sistem kekebalan tubuh pada penderita malaria,
maka perlu adanya penelitian akan efektifitas tanaman tersebut untuk diferensial
leukosit. Pengujian tersebut menggunakan mencit sebagai hewan coba, karena
adanya kesamaan Plasmodium penyebab malaria pada mencit dan manusia. Hal
tersebut diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi
tentang diferensial leukosit sebagai salah satu cara untuk mengetahui sistem
kekebalan tubuh pada penderita malaria.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
gambaran diferensial leukosit mencit yang diinfeksi P. berghei dan diberikan
ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol dosis bertingkat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini sebagai penelitian awal yang bermanfaat sebagai bahan acuan
untuk penelitian berikutnya tentang penggunaan akar kayu kuning (C.
fenestratum) terhadap gambaran leukosit pada penderita malaria.
Download