TESIS KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA AJENG WIDYA PARAMITA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 1 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA AJENG WIDYA PARAMITA NIM : 1190561042 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 i KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unversitas Udayana AJENG WIDYA PARAMITA NIM. 1190561042 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii Tesis Ini Telah Diuji Pada 6 November 2013 Panitia Penguji TesisBerdasarkan SK Direktur Rektor Universitas Udayana, No. : 3308/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 4 November 2013 Ketua : Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH., MS. Sekretaris : Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH. Anggota : 1. Dr. I Gede Artha, SH., MH. 2. Dr. I Dewa Made Suartha, SH., MH. 3. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum.LLM. iii SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama Program Studi Judul Tesis : Ajeng Widya Paramita : Ilmu Hukum : Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan Tampilan Website di Indonesia Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Denpasar, 6 November 2013 Yang Menyatakan Ajeng Widya Paramita iv UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan pengetahuanNya sehingga tesis yang berjudul : “KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya penyusunan dan penyelesaian tesis ini tidak terlepas berkat dorongan, bimbingan, arahan dan bantuan semua pihak terutama dalam proses penyelesaiannya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat : 1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika., SP.PDKEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister di Universitas Udayana. 2. Direktur Program Pasca Sarjana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi., SP.S. (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. 3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana., SH., MH,. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana. v 4. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LLM., dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., MH., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. 5. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi., SH., MS,. selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, arahan serta saran secara baik dan teliti dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. 6. Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH,. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, semangat, arahan, serta saran secara baik dan teliti dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. 7. Dr. I Gede Artha, SH., MH,. selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis selama menuntut ilmu pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. 8. Dr. I Gede Artha SH., MH, Dr. I Dewa Made Suartha SH., MH dan Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum.LLM selaku penguji yang telah banyak memberikan arahan, kritik serta saran secara baik dan teliti untuk tesis ini. 9. Seluruh Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, khususnya Dosen pada Konsentrasi Hukum dan Sistem Peradilan Pidana atas segala ilmu yang telah diberikan. 10. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., MH., atas ilmunya yang tersampaikan telah banyak memberikan arahan serta dorongan semangat dalam penyelesaian tesis ini. 11. Staf Tata Usaha Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. vi 12. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Joksan WSC (Alm) dan Ibunda Siti Nadrah, S.Pd,. Kakak Hadi Juliawan Hakim., SH., MH., Ria Angraeny, SH., Ayu Suhartiny, S.Pd., Adik Wuriani Putri Islami serta Ponakan lucu Falmighiera Hakim dan Hawaria Amalia Hakim juga seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan do’a serta dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. 13. Bebby, mbak any, kiki, mbak rai, mbak gerhana, diah, icha, evi, mbak shinta, dewa, mas budi, pak partha dan bli gus dwi serta seluruh sahabat Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana angkatan 2011 yang telah banyak menginspirasi serta memberi semangat dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini sudah tentu masih jauh dari kesempurnaan dan memiliki kekurangan-kekurangan baik dari metode penulisan maupun analisis, sehingga tesis ini dapat diperbaiki demi penyempurnaannya dan untuk itu dibutuhkan kritik serta saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan penulisan tesis ini sesuai dengan apa yang diharapkan. Akhir kata, besar harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat. Denpasar, 6 November 2013 Ajeng Widya Paramita vii ABSTRAK KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kerangka hukum cyber, Hak Kekayaan Intelektual memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan cyber yang sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan hak cipta. Kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual salah satunya ialah peniruan tampilan halaman pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal yang dikenal dengan istilah Offense Againts Intellectual Property. Dari latar belakang tersebut adapun permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai perumusan tindak pidana dan kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia. Metode penulisan yang digunakan yaitu metode normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana peniruan tampilan website di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perumusan tindak pidana terhadap peniruan tampilan website di Indonesia unsur-unsurnya yakni pertama, unsur subjektif adanya kesalahan dengan sengaja atau kesengajaan pemegang hak cipta (pembuat) atau pelaku harus ditujukan pada unsur-unsur tanpa hak dan unsur objektif dimana pembuatnya ialah pemegang hak cipta telah melawan hukum dengan tanpa hak perbuatannya tidak mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya serta mengubah ciptaan yang hak ciptanya telah dialihkan pada pemegang hak cipta dengan objek yakni ciptaan. Kebijakan formulasi dalam sistem sanksi pidana terhadap peniruan tampilan website di Indonesia menggunakan jenis ancaman pidana kumulatif yaitu sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 (dua) hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan rumusan pada Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) termaksud dalam pidana pokok yakni pidana penjara dan pidana denda. (Kata Kunci : Kebijakan Formulasi, Peniruan Tampilan Website di Indonesia) viii ABSTRACT POLICY OF FORMULATION OF THE IMITATION OF PRESENTATION ON WEBSITE IN INDONESIA One of the implications of information technology to which attention is currently paid is its impact on the existence of Intellectual Property Right. The framework of cyber law, the Intellectual Property Right, has a spesific position as the activities of cyber are closely attached to the use of technology of information with the protection of patent right as the basic. One of the crimes committed to the right of intellectual property is the illegal imitation of presentation on web page of sites belonging to others popularly known as Offense against Intellectual Property. Based on the background above, the problems discussed in this study are the formulation of criminal act and the policy of formulation in the future system of sanction imposed upon the imitation of presentation of website in Indonesia. Normative method based on the regulations of laws related to the crime of the imitation of presentation of website in Indonesia was used in the present study. The results of the study showed that the elements of the formulation of criminal act of the imitation of presentation of website in Indonesia are subjective and objective ones. The subjective element refers to the mistake intentionally made by the holder or creator of the intellectual property in which those who imitate should be directed to the elements without any rights. In the objective element the holder of Intellectual Property Right has done something which is against the laws in which its name is not included in its creation, and it is possible that it has transferred the patent right of its creation to another. The policy of the formulation of the system of criminal sanction imposed upon the limitation of presentation of website in Indonesia applies the type of cumulative criminal threaten which includes two types of punishment. The combination of such a system of threaten is on the words “and/or”, meaning that 2 (two) things or parts may be chosen and they may be combined. The formulation is a 2 (two) year imprisonment and/or a maximum spesific fine of Rp. 150.000.000,00 (one hundred fifty thousand rupiahs), based on Article 72 Clause (6) jo Article 24 of the Criminal Law, reffering Law of The Republic of Indonesia Number 19 Year 2002 Regarding Copyright. (Keywords : Policy of Formulation, Imitation of Presentation of Website in Indonesia) ix RINGKASAN KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA Penelitian ini disusun dalam 5 (lima) bab yang secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut : Bab I yakni bab pendahuluan merupakan bab yang berisi tentang hal-hal yang menjadi latar belakang penulisan penelitian ini dimana masalah hak cipta di internet yang merupakan salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian, terutama pengaruhnya terhadap eksistensi hak atas kekayaan intelektual. Dalam kerangka hukum cyber, hak atas kekayaan intelektual memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan cyber yang sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan hak cipta. Hak cipta melindungi hal-hal terkait dengan tampilan-tampilan seperti homepage, mengingat konsekuensi dari kreasi yang terdapat dalam medium digital seperti internet berdampak pada permasalahan hukum hak cipta. Pengaturan website secara khusus belum secara jelas dipaparkan, apakah website termaksud dalam arti lingkup yakni dokumen elektronik ataukah informasi elektronik. Hal inilah yang melatarbelakangi rumusan masalah di dalam penelitian ini, yaitu mengenai pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan website dan kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian normatif dengan menggunakan metode pendekatan terhadap perundang-undangan (statute approach). Bab II menguraikan tentang definisi tindak pidana hak cipta di Internet dengan unsur-unsur serta ruang lingkup hak cipta itu sendiri dan definisi tentang peniruan tampilan website kemudian definisi kebijakan hukum pidana serta sistem sanksi dan pemidanaannya yang penulis dapatkan dari berbagai sumber. Website atau situs diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan informasi data teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan gabungan dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman (hiperlink). Bab III membahas tentang perumusan tindak pidana peniruan tampilan website di Indonesia. Secara hakiki hak cipta termaksud hak milik immateriil karena menyangkut ide, gagasan, pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang diruangkan dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra, maupun karya seni. Hak cipta itu muncul secara otomatis pada si pencipta. Mengenai peniruan tampilan website dapat dirinci unsur-unsur sebagai berikut; a) unsur subjektif yakni kesalahan dengan sengaja, kemudian b) unsur objektif yakni pembuatnya pemegang hak cipta, melawan hukum dengan tanpa hak, perbuatannya yakni tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya dan x mengubah ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan pada pemegang hak cipta dengan objeknya yakni ciptaan tersebut. Bab IV membahas tentang kebijakan formulasi dalam perumusan sistem sanksi di masa mendatang terhadap tindak pidana peniruan tampilan website di Indonesia. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mengatur website sebagai ciptaan yakni perwajahan (layout) dalam Pasal 12, kemudian dalam ketentuan sanksi Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 24 dengan rumusan “Pemegang hak cipta dengan sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya atau mengubah suatu ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan kepada pemegang hak cipta dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)”. Bab V merupakan bab terakhir atau bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang dapat dipaparkan penulis yakni perumusan tindak pidana terhadap peniruan tampilan website dirumuskan bahwa memenuhi unsurunsur sebagai berikut, unsur subjektif dan unsur objektif. Dan kebijakan formulasi hukum pidana sistem pemidanaan pelaku peniruan tampilan halaman (homepage) website berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa sistem pemidanaan pelaku peniruan tampilan website termaksud kedalam pidana pokok yakni pidana penjara dan denda. Mengacu pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24. Sedangkan saran, walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun pengaturan tampilan website belum diatur. Dibutuhkan adanya kajian yang lebih lengkap untuk menciptakan atau membuat perundang-undangan khusus yang dapat menjerat para pelaku kejahatan di bidang komputer, khususnya kejahatan peniruan tampilan halaman website agar terciptanya pengaturan hukum yang jelas mengenai kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan komputer dan hak kekayaan intelektual di internet. Dan bagi pengelola dan pemilik website untuk dapat menjaga atau mengantisipasi websitenya dari tindakan peniruan, sebaiknya melakukan langkah-langkah preventif seperti, mengatur akses, menutup layanan yang tidak diperlukan, memasang proteksi, menggunakan fire wall untuk menjaga akses keluar masuk bagi yang tidak memiliki ijin untuk mengaksesnya. xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. i PERSYARATAN GELAR .................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... iii LEMBAR PENETAPAN PENGUJI .................................................... iv PERNYATAAN ...................................................................................... v UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................. vi ABSTRAK .............................................................................................. ix ABSTRACT ............................................................................................ x RINGKASAN ......................................................................................... xi DAFTAR ISI ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 11 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 12 1.3.1. Tujuan Penelitian .................................................... 12 1.3.1.1. Tujuan Umum ............................................ 12 1.3.1.2. Tujuan Khusus ........................................... 12 1.3.2. Manfaat Penelitian ................................................. 12 1.3.2.1. Manfaat Teoritis ......................................... 12 1.3.2.2. Manfaat Praktis ......................................... 13 1.4. Orisinalitas Penelitian ........................................................ 13 xii BAB II 1.5. Landasan Teoritis ............................................................... 16 1.6. Metode Penelitian .............................................................. 39 1.6.1. Jenis Penelitian ........................................................ 39 1.6.2. Metode Pendekatan ................................................. 40 1.6.3. Sumber Bahan Hukum ............................................ 41 1.6.3.1. Bahan Hukum Primer ................................ 41 1.6.3.2. Bahan Hukum Sekunder ............................ 42 1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...................... 42 1.6.5. Teknik dan Analisis Bahan Hukum ........................ 43 PENGERTIAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA, TINDAK PIDANA KOMPUTER DAN WEBSITE ................................... 46 2.1. Kebijakan Hukum Pidana ........................................................ 46 2.1.1. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana .............................. 63 2.2. Tindak Pidana Komputer (Computer Related Crime) ............. 51 2.2.1. Pengertian Tindak Pidana Komputer (Computer Related BAB III Crime) ............................................................................ 51 2.2.2. Ruang Lingkup Tindak Pidana Komputer ...................... 56 2.3. Pengertian Website ................................................................. 61 2.3.1. Pengertian Tampilan Halaman Website ........................ 61 2.3.2. Unsur-Unsur Penyediaan Website .................................. 65 PENGATURAN PERUMUSAN TINDAK PIDANA PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA ........... 3.1. Perumusan Tindak Pidana Peniruan Tampilan xiii 69 Website di Indonesia .............................................................. 69 3.2. Program Komputer, Data Base dan Website ......................... 85 3.3. Hak Cipta Atas Design, Typefaces of Website (Typographical Arrangement) .............................................. 96 BAB IV KEBIJAKAN FORMULASI DALAM PERUMUSAN SISTEM SANKSI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI MASA MENDATANG ........................................................... 101 4.1. Perumusan Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana ................... 101 4.2. Perumusan Sistem Sanksi Terhadap Peniruan Tampilan Website di Indonesia .............................................................. 113 BAB V PENUTUP ...................................................................................... 123 5.1. Simpulan .................................................................................. 123 5.2. Saran ......................................................................................... 124 DAFTAR BACAAN xiv DAFTAR GAMBAR Gambar I : Program komputer sistem operasi dan program komputer aplikasi ............................................................................... Gambar II Gambar III 85 : Contoh peniruan tampilan website desain Microsoft MClub terhadap website Plurk ..................................................... 92 : Perbandingan kode website ............................................... 93 xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan khususnya teknologi elektronik telah menimbulkan pengaruh hampir dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Perkembangan dunia internet yang sangat pesat membuat banyak orang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan perangkat yang terkoneksi dengan internet. Globalisasi menjadi salah satu pendorong lahirnya era perkembangan teknologi. Penggunaan teknologi sebagai sarana komunikasi (hubungan) secara global telah menumbuhkan tantangan-tantangan positif bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Tantangan itu baik dalam hubungan masyarakat regional, nasional bahkan internasional. Kemajuan teknologi tersebut di samping membawa dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan umat manusia juga membawa dampak negatif. Terdapat berbagai media yang dapat digunakan sebagai sarana pertukaran proses dalam berkomunikasi, salah satunya adalah jaringan komputer yang memiliki akses internet. Menurut Samudra Prasetyo (Gematel Juni 1996), cara mengakses ke internet dapat dilakukan melalui tiga bentuk sambungan yaitu; pertama, melalui komputer PC (pribadi) LAN (Local Area Network) yang mempunyai host yang tersambung ke internet, kedua melalui komputer PC ke host internet dengan menggunakan SLIP/PPP (Serial line Internet Protocol/Point to Point Protocol). Bentuk akses yang dilakukan melalui bentuk a dan b sering pula 1 2 disebut dengan ‘sambungan langsung’, sedangkan bentuk sambungan c disebut sambungan tidak langsung. 1 Penggabungan komputer dengan telekomunikasi melahirkan suatu fenomena yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional, dengan melahirkan kenyataan dalam dimensi ketiga. Jika dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan empiris (biasa disebut hard reality), dimensi kedua merupakan kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (dipadankan dengan sebutan soft reality), maka dengan dimensi ketiga dikenal kenyataan maya (virtual reality) yang melahirkan suatu format dalam masyarakat. 2 Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat di dunia, teknologi informasi (information technology) memegang peran penting. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi kebutuhan negara-negara di dunia. Adapun dua hal yang membuat teknologi informasi dianggap begitu penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi di dunia yakni yang pertama, 3 teknologi informasi mendorong permintaan atas produkproduk teknologi informasi itu sendiri seperti komputer, modem, sarana untuk membangun jaringan internet dan sebagainya. Kedua, memudahkan transaksi bisnis terutama bisnis keuangan di samping bisnis-bisnis lainnya. 4 Perkembangan yang pesat dalam teknologi internet turut serta menyebabkan kejahatan-kejahatan baru di bidang tersebut muncul. Teknologi informasi dan komunikasi pun telah 1 Gouzali Saydam, 2005, Teknologi Telekomunikasi Perkembangan dan Aplikasi, CV. Alfabeta, Bandung, h. 361. 2 Didik, M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005, Aspek Hukum Teknologi Informasi (Cyberlaw), PT. Refika Aditama, Bandung, h. 2. 3 Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1. 4 Ibid, h. 3. 3 mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Eksistensi teknologi informasi di samping menjanjikan suatu harapan, pada saat yang sama juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru, antara lain muncul kejahatan baru yang lebih canggih dalam bentuk cybercrime. Kejahatan mayantara (cybercrime) telah menunjukan tampilan riilnya dalam jagat teknologi canggih. Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan. Di samping itu, mengingat teknologi informasi yang tidak mengenal batas-batas teritorial dan sepenuhnya beroperasi secara maya (virtual), teknologi juga melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh hukum yang berlaku saat ini. Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan teknologi informasi. Kemajuan teknologi komputer, teknologi informasi dan teknologi komunikasi menimbulkan suatu tindak pidana baru yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan tindak pidana konvensional. Kemajuan teknologi tadi yang tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga dampak negatif, dampak yang terlihat dari adanya cybercrime yang terjadi diberbagai belahan dunia tak terkecuali di Indonesia. Kejahatan cyber sangat tidak mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional karena berbicara mengenai kejahatan tidak dapat dilepaskan dari lima faktor yang saling kait mengait yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan hukum. 5 5 Budi Suhariyanto, Op Cit, h. 4. 4 Internet dipercaya untuk menjadi anarkis dan sistem dari hukum dan regulasi akan terlihat kontradiktif. Akan tetapi, dunia maya akan diatur oleh sebuah sistem dari hukum dan regulasi yang dinamakan cyberlaw. Saat ini telah lahir suatu rezim baru yang dikenal dengan hukum siber. Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari cyberlaw, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi dan informasi. 6 Sebagai cabang ilmu hukum, hukum siber termasuk sangat baru. Hukum siber bertumpu pada disiplin-disiplin ilmu hukum yang terlebih dahulu ada. Beberapa cabang ilmu hukum yang menjadi pilar hukum siber adalah hak atas kekayaan intelektual, hukum perdata internasional, hukum perdata, hukum internasional, hukum acara dan pembuktian, hukum pidana internasional dimana kaidah-kaidah daripada hukum pidana internasional yang berupa perjanjianperjanjian internasional tentang masalah-masalah pidana yang diratifikasi oleh negara-negara, menjadikan negara-negara yang bersangkutan tunduk dan terikat pada perjanjian tersebut pada tataran internasional bersama-sama dengan negaranegara lain yang juga sama-sama sudah meratifikasinya serta hukum telekomunikasi dan lain-lain. 7 Cyberlaw adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari cyberspace law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online. Dimana kata Online ini merupakan padanan istilah dalam Bahasa Indonesia berarti terhubung, tersambung, atau 6 Ahmad M. Ramli, 2004, Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1. 7 I Wayan Parthiana, 2006, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung, h. 84. 5 daring (bahasa Inggris: online) dalam bidang pendidikan dan teknologi informasi. Panduan pembakuan istilah, Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2001 tentang Penggunaan Komputer dengan Aplikasi Komputer Berbahasa Indonesia dan memasuki dunia cyber atau maya. 8 Kegiatan siber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Pada negara yang telah maju dalam penggunaan internet sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju dan akan berkembang terus menerus sesuai dengan zamannya. Sebagai kiblat dari perkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang telah memiliki banyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan cyberlaw. Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan cyberlaw di Indonesia maka kita akan membahas secara singkat tentang landasan fundamental yang ada di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim hukum khusus, dimana terdapat komponen utama yang meliputi persoalan di dunia maya tersebut, yaitu : 1. Tentang yuridiksi hukum dan aspek-aspek terkait komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu; 2. Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tanggung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet; 8 Wikipedia, Padanan Istilah Online, http://id.wikipedia.org/wiki/Dalam_jaringan_dan_ luar_jaringan diakses 12 Februari 2013 6 3. Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang paten, merek dan rahasia dagang yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber; 4. Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan; 5. Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet; 6. Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan dan akuntansi; 7. Tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha. 9 Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Kekayaan Intelektual, di samping terhadap bidang-bidang lain seperti transaksi bisnis (elektronik), kegiatan egoverment, dan lain-lain. Istilah hak kekayaan intelektual sebagai terjemahan dari kata intellectual property rights. Dalam kerangka hukum siber, Hak Kekayaan Intelektual memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan siber sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan rezim hukum Hak Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri dan lain-lain. 10 Lahirnya internet dalam sistem interaksi manusia berujung pada munculnya kompleksitas permasalahan hukum yang harus diterapkan. Salah satu kompleksitas hukum melingkupi juga pada upaya proteksi hukum atas hak cipta di medium internet. Sebagaimana diketahui, proteksi hukum atas hak cipta secara internasional saat ini telah disandarkan pada beberapa konvensi atau traktat secara 9 Asril Sitompul, 2001, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 6. 10 Ahmad M. Ramli, Op Cit, h. 5. 7 internasional. Konvensi atau traktat tersebut diantaranya meliputi pada Berne Convention, Universal Copyright Convension, TRIPs Agreement dan WIPO Copyright Treaty. 11 Dalam kerangka hukum cyber, hak kekayaan intelektual memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan cyber sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan rezim hukum hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri dan lain-lain.12 Salah satu isu yang tak kalah menarik adalah menyangkut hak cipta di internet. Cybercrime atas hak cipta (hak milik) merupakan kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/non materi. Hak atas kekayaan intelektual merupakan terjemahan bebas dari Intellectual Property Right. 13 Kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual, salah satunya ialah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal atau penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain yang lazim dikenal sebagai Offense against Intellectual Property. Hukum hak cipta membicarakan perlindungan atas karya-karya cipta dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan yang sifatnya telah diwujudkan secara nyata dan memiliki orisinalitas. Perwujudan karya dalam konteks sekarang tidak saja dituangkan dalam medium konvensional, yang dapat dilihat dan diraba secara 11 Budi Agus Riswandi, 2009, Hak Cipta di Internet Aspek Hukum & Permasalahannya di Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta, h. 19. 12 M. Ramli, Op Cit, h. 5. 13 Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, h. 10. 8 kasat mata, tetapi perwujudan ini dapat juga diekspresikan melalui medium digital seperti internet. Kasus peniruan tampilan halaman (homepage) website yang ditemukan oleh penulis yakni, pada tahun 2011 lalu di Indonesia terjadi kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual. Perseteruan ini antara salah satu blogger Indonesia dengan pihak facebook perwakilan Indonesia. Kasus ini sendiri bermula ketika Nazieb salah satu blogger Indonesia membuat themes blog yang bernama smells like facebook 14 yang mirip dengan tampilan versi pertama facebook. Ainun Nazieb diperkirakan meng-cloning theme facebook dari halaman user facebook.15 Ainun Nazieb dituntut telah melanggar hak cipta karena meniru dan menyebarkan hasil desain buatannya tersebut kepada orang lain. Meski desain tampilan tersebut dibuatnya sendiri, namun karena dianggap meniru desain tampilan milik facebook dan Ainun Nazieb dianggap telah melakukan tindak pidana terhadap hak cipta. Kemudian masalah ini diselesaikan di luar pengadilan secara kekeluargaan, Nazieb sudah mengakui kesalahannya karena menggunakan desain tampilan facebook tanpa izin pada desain blog pribadinya. Nazieb membuat surat permohonan maaf mengaku telah menggunakan hak cipta facebook tanpa izin pada desain blog pribadinya “smells like facebook”. Kemudian kasus antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang mendaftarkan nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek pada Network 14 Ainun Nazieb, Smells Like Facebook, http://nazieb.com/456/smells-like-facebook diakses 12 Februari 2013 15 Techno Okezone, Blogger yang Disomasi Facebook Mulai Tertutup, http://techno.oke zone.com/read/2011/11/18/55/531057/blogger-yang-disomasi-facebook-mulai-tertutup diakses 12 Februari 2013 9 Solution (7 Oktober 1999). 16 Kasus klikbca.com, Klikbca.com adalah nama domain untuk mengakses hubungan dengan internet banking Bank Central Asia (BCA). Dalam kasus ini seseorang telah membuat nama-nama domain plesetan seperti www.klikbca.com, www.clickbca.com, www.klikbac.com dan lain-lain yang dapat menyebabkan nasabah salah dan tersesat melakukan akses. 17 Adapun pula penulis menemukan kasus serupa terjadi di Cina, dimana Plurk yang merupakan layanan jejaring sosial dan mikroblog gratis yang mengizinkan penggunan mengirim pembaharuan (dikenal sebagai suatu plurk) melalui antarmuka website, pesan singkat atau cara lain. Pembaharuan ini akan ditampilkan pada halaman website pengguna menggunakan garis waktu yang menampilkan semua pembaharuan yang diterima dengan urutan kronologis, dan selanjutnya disampaikan ke pengguna lain yang masuk. Pengguna dapat menanggapi pembaharuan pengguna lain dari garis waktu mereka melalui situs website Plurk.com, mengirim pesan instan atau pesan singkat. 18 Hak cipta melindungi hal-hal terkait dengan tampilan-tampilan seperti homepage, rezim hukum hak cipta mendapat tantangan baru setelah adanya teknologi internet. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta apabila dikaitkan dengan perlindungan homepage memiliki persoalan yang cukup prinsipil karena menganut prinsip konstitutif yang sangat ketat. Pengaturan website secara khusus di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi 16 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), PT. Refika Aditama, Bandung, h. 64. 17 Ahmad M. Ramli, Op Cit, h. 18-19. 18 Wordpress, Microsoft Cina Mencuri Layanan Nomor Satu Microblogging di Asia, http://myramblin.wordpress.com/2009/12/15/microsoft-cina-mencuri-layanan-nomor-satumicrob logging-di-asia/ diakses 17 Februari 2013 10 Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 belum dipaparkan. Apakah website termaksud dalam ruang lingkup yakni informasi elektronik. Dalam Pasal 1 Ayat (1), informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termaksud tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (elektronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 19 Ataukah dalam Pasal 1 Ayat (4) dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yakni dokumen elektronik. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termaksud tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 20 Hal ini kemudian memunculkan interpretasi adanya norma yang kosong dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena tidak ditemukan definisi dari website itu sendiri beserta pengaturannya. Kompleksitas pengaturan ini, melahirkan permasalahan hukum. Masalah perlindungan hak cipta di internet memperoleh perhatian yang cukup besar, mengingat konsekuensi dari kreasi yang terdapat dalam medium digital 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2008, Sinar Grafika, Jakarta, h. 3. 20 Ibid 11 seperti internet berdampak pada permasalahan hukum hak cipta. Segala informasi yang ada pada website yang dihubungkan terpublikasikan, akibat publikasi tersebut sesungguhnya telah melahirkan permasalahan hukum hak cipta. Adapun di dalam Undang-Undang Hak Cipta website diatur sebagai ciptaan. Jadi dalam sebuah website, terdapat beberapa hak cipta yakni 21 selain hak atas tulisan artikel di website itu, juga terdapat hak cipta atas program komputer (website adalah program komputer, program komputer sebagai hasil pemikiran intelektual dari pembuatan program adalah diakui sebagai suatu karya cipta yaitu karya dari perwujudan cipta rasa dan karsanya), hak cipta atas desain dalam website, dan juga hak cipta atas typographical arrangment website tersebut. 22 Hak cipta sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual merupakan persoalan yang menarik dari beragamnya aktivitas di internet. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat penelitian berupa tesis dengan tema sentral yang berjudul : “Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan Tampilan Website di Indonesia”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan website? 2. Bagaimanakah kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia? 21 22 Ibid, h. 9. Ibid, h. 60. 12 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Secara umum (het doel van het onderzoek) penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses) terkait pengaturan perumusan tentang tindak pidana peniruan tampilan website yang berkaitan dengan kejahatan di dalam ruang lingkup hak cipta, dan untuk pengembangan konsep ilmu hukum pidana secara umum serta pemahaman yang tidak hanya terpaku pada dogmatik hukum tetapi juga pengembangan asas serta teori hukum pidana. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus (het doel in het onderhoek) dari penelitian tesis ini adalah mendalami hukum secara khusus yang tersirat dalam rumusan masalah penelitian yakni : a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan website di Indonesia. b. Untuk menganalisis kebijakan formulasi hukum pidana dalam perumusan sistem sanksi di masa mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan memberi manfaat pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta 13 teori-teori bagi perkembangan ilmu hukum dalam hukum pidana dan hukum hak cipta khususnya tentang cybercrime atau kejahatan internet. Terutama mengenai kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang terkait dengan hak cipta di internet. 1.4.2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penulisan ini, yaitu : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk penyelesaian masalah dalam kasus-kasus konkrit, sehingga dapat memberikan masukan kepada pembentuk undang-undang dalam membahas kebijakan formulasi terhadap peniruan tampilan website serta aparat penegak hukum di dalam penyelesaian kasusnya di Indonesia. 1.5 Orisinalitas Penelitian Tesis ini merupakan karya tulis asli penulis, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka atas saran dan kririk yang membangun bagi penyempurnaanya. Adapun tesis-tesis yang menyangkut tentang cybercrime maupun hak kekayaan intelektual yakni : 1. Tesis dengan judul “Studi Komparatif Pengaturan Penggandaan Karya Cipta Lagu (Indonesia-Singapura)” ditulis oleh I Gusti Ngurah Donny Wijaya Kusuma dari Universitas Udayana, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan hak cipta terkait dengan penggandaan karya cipta lagu di negara Indonesia dan negara Singapura? 14 2. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan untuk mengatasi penggandaan karya cipta lagu melalui handphone (HP)? Penelitian tesis ini mengkaji masalah pokok mengenai study komparatif pengaturan karya cipta lagu (Indonesia-Singapura). Pembahasan dan hasil penelitian pertama, di Indonesia pengaturan hak cipta diatur dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002. Khusus mengenai perlindungan bagi karya lagu atau musik tidak diatur secara tegas. Kemudian yang kedua, upaya hukum yang dilakukan untuk mengatasi penggandaan karya lagu melalui handphone (HP) yaitu bisa melalui upaya preventif dan upaya represif. 2. Tesis dengan judul “Tindak Pidana Hak Cipta Pada Cakram Optik (Optical Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia” ditulis oleh Prakoso Kuspriyatno dari Universitas Udayana, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perumusan tindak pidana cakram optik (optical disc) di Indonesia? 2. Bagaimanakah perspektif kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana cakram optik di Indonesia? Penelitian tesis ini mengkaji masalah pokok pertama, tentang pengaturan tindak pidana cakram optik (optical disc), tidak akan terlepas dari kaidah-kaidah hak cipta yang secara khusus memperhatikan kepentingan umum, juga menyangkut kaidah-kaidah guna ditaatinya ketentuan tersebut yang berupa sanksisanksi yang menyangkut hukum pidana dari sudut pandang kebijakan hukum pidana di Indonesia. Kemudian kedua, kebijakan hukum pidana yang terdiri dari 15 kebijakan formulatif, kebijakan sanksi dan kebijakan aplikatif (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) dalam penyelesaian hukum tindak pidana hak cipta Cakram Optik (optical disc). 3. Tesis dengan judul “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Mayantara (Cybercrime) Melalui Kebijakan Hukum Pidana Indonesia” ditulis oleh Simon Nahak dari Universitas Udayana, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap upaya penanggulangan tindak pidana mayantara di Indonesia? 2. Bagaimana yuridiksi hukum pidana dalam upaya penanggulangan tindak pidana mayantara? Penelitian tesis ini mengkaji masalah pokok pertama, tentang upaya penanggulangan tindak pidana mayantara yang dilakukan dengan melalui kebijakan pidana berupa penal yakni dirumuskan dalam KUHP, Rancangan KUHP, Rancangan Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi, non-penal yakni pencegahan melalui teknologi (techno-prevention) agar secara etika mempergunakan sarana komputer dengan jaringan telekomunikasi dan upaya preventif terhadap para pengguna website. Kemudian kedua, kebijakan yuridiksi pidana sebagai upaya penanggulangan digunakan asas universal dan prinsip ubikuitas yakni delik-delik yang dilakukan terjadi sebagian di wilayah teritorial negara dan sebagian di luar teritorial suatu negara, harus dapat dibawa ke dalam yurisdiksi setiap negara yang terkait, sehingga kompetensi badan peradilan memiliki kewenangan baik secara absolut maupun relatif untuk menyelesaikan 16 segala tindak pidana mayantara yang terjadi di wilayah teritorial kekuasaan pengadilan Negara Indonesia. Apabila dibandingkan dengan tesis-tesis tersebut di atas, tentu terlihat perbedaannya. Tesis ini dengan judul “Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan Tampilan Website di Indonesia” dengan rumusan masalah : 1. Bagaimanakah pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan website? 2. Bagaimanakah kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia? Tesis yang ditulis oleh penulis sudah tentu memiliki perbedaan yang signifikan dalam fokus penelitian terhadap kejahatan yang ditujukan terhadap hak cipta (hak milik) hasil karya seseorang di internet. Penulis meneliti mengenai kebijakan formulasi terhadap peniruan tampilan website di Indonesia yang juga termaksud dalam kejahatan hak kekayaan intelektual khususnya terhadap hak cipta. Sedangkan ketiga tesis tersebut menekankan pada penggandaan karya cipta lagu, tindak pidana hak cipta pada cakram optik (optical disc) dalam perspektif kebijakan hukum pidana di Indonesia serta upaya penanggulangan tindak pidana mayantara (cybercrime) melalui kebijakan hukum pidana Indonesia. Dengan demikian kajian mengenai Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan Tampilan Website di Indonesia memang belum pernah dibahas sebelumnya. 1.6 Landasan Teoritis Landasan teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum ataupun khusus atau mengemukakan teori-teori yang dipergunakan sebagai 17 landasan, kemudian konsep-konsep hukum serta asas-asas hukum yang terkait dengan penelitian ini. Sebagai landasan dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). 23 Adapun teori dan konsep yang dipergunakan dalam peneltian ini seperti teori kebijakan hukum pidana, teori pemidanaan, konsep cybercrime serta konsep reward dan recovery. Kebijakan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum. Dalam hal ini arti penegakan hukum itu sendiri adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginan-keinginan hukum disini adalah pikiran-pikiran badan pembuat undangundang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Tahap formulasi adalah tahap penentuan aturan baik yang bersifat substantif ataupun formal, sedangkan tahap aplikasi dan eksekusi merupakan tahap penegakan hukum. Berbicara cybercrime yang merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Volodymyr Golubev menyebutnya sebagai the new form of anti-social behavior.24 Cybercrime memiliki karakteristik tersendiri, para pelaku umumnya orang yang muda yang menguasai teknologi informasi. Ada bermacam-macam jenis kejahatan yang dilakukan dalam dunia maya. Beberapa literatur dan situs-situs yang mengetengahkan cybercrime, ada berpuluh-puluh jenis kejahatan yang berkaitan dengan dunia cyber. Termaksud dalam kategori kejahatan umum yang 23 Pedoman Penulisan, Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, 2013, Universitas Udayana, Denpasar, h. 31. 24 Barda Nawawi Arief, 2006, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cybercrime di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1. 18 difasilitasi teknologi informasi antara lain penipuan kartu kredit, penipuan bursa efek, penipuan perbankan, pornografi anak, perdagangan narkoba serta terorisme. 25 Selain kejahatan yang telah disebutkan di atas, jenis kejahatan lainnya yang termaksud cybercrime adalah diantaranya offense against intellectual property. Kajahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Konsep kekayaan intelektual sendiri senantiasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dengan kondisi demikian hak kekayaan intelektual berkembang secara dinamis. Hukum bertindak dan menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya itu dengan bantuan negara, terutama dalam hubungan kepemilikan terhadap hak cipta. Hal ini menunjukan bahwa perlindungan hukum merupakan kepentingan pemilik hak cipta sebagai subjek hak, dengan membatasi oleh tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat. Pembaharuan hukum pidana dapat dikatakan sebagai pembaharuan terhadap masalah perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang dapat dipidana, pelaku kejahatan dan sanksi yang diancamkannya yang pada dasarnya hal itu terletak pada masalah mengenai perbuatan apa yang sepatutnya dipidana, syarat apa yang seharusnya dipenuhi guna untuk dapat mempermasalahkan atau mempertanggungjawabkan seseorang yang melakukan perbuatan itu dan sanksi (pidana) apa yang dikenakan kepada orang itu. 25 Mansur dan Gultom, Op Cit, h. 60. 19 Adapun teori-teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 1. Teori Kebijakan Hukum Pidana Berbicara mengenai kebijakan hukum pidana, tentunya tidak terlepas dari pengertian kebijakan itu sendiri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak (pemerintah, organisasi) dan pernyataan cita-cita tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis besar pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran, haluan. Istilah “kebijakan” diambil dari istilah “policy” (Inggris) atau “politiek” (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing tersebut, maka istilah kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dalam kepustakaan asing istilah “politik hukum pidana” sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain “penal policy”, “criminal law policy”, “strafrechts politiek”. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun politik kriminal. Menurut Sudarto, politik hukum adalah : a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 26 Bertolak dari pengertian demikian Sudarto selanjutnya menyatakan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti melakukan pilihan untuk menciptakan 26 Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief II), h. 26. 20 atau menyusun perundang-undangan pidana yang paing baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna bagi masyarakat. Dalam kesempatan lain beliau menyataan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 27 Kebijakan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum. Pembaharuan hukum setidaknya mempunyai dua makna legal reform dan law reform. Secara sederhana, dalam legal reform adalah undang-undangnya yang mendapatkan perubahan dan lebih mengedepankan arus dari kaum intelektual yang telah menguasai ilmu undang-undang. Sementara dalam law reform lebih mengetengahkan nilai-nilai ekstra legal masuk ke dalamnya. 28 Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana yaitu pembaharuan hukum pidana yang pada hakekatnya mengandung makna. Suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik dan sosio kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 29 Lebih lanjut dikatakan, bahwa pembaharuan hukum pidana (penal reform) harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, oleh karena pada hakekatnya pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari suatu kebijakan. Makna dan hakekat pembaharuan hukum pidana tersebut dapat dipahami sebagai berikut : 27 Mokhammad Najih, 2008, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi (Implementasi Hukum Pidana Sebagai Instrumen Dalam Mewujudkan Tujuan Negara), In-Trans Publishing, Malang, h. 30. 28 Budi Suharyanto, Op Cit, h. 28. 29 Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 27. 21 a. Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan 1) Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaharuan pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termaksud masalah kemanusiaan). 2) Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan). b. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum (legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum. a. Dilihat dari pendekatan nilai Pendekatan hukum pidana merupakan upaya melakukan peninjauan kembali reorientasi dan reevaluasi nilai-nilai sosio politik, sosio filosofik dan sosio kultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substansi hukum pidana yang dicita-citakan. 30 Kebijakan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum. Dalam hal ini arti penegakan hukum itu sendiri adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginan-keinginan hukum disini adalah pikiran-pikiran badan pembuat undangundang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. 31 Ditegaskan bahwa pembaharuan hukum pidana (penal reform) merupakan bagian dari kebijakan atau politik hukum pidana (penal policy). 32 Makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana berkaitan erat dengan latar belakang dan urgensi diadakannya pembaharuan hukum pidana itu sendiri. Dengan demikian, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofisiologis, dan sosiokultural masyarakat 30 Ibid Satjipto Raharjo, 2005, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, CV. Sinar Baru, Bandung, h. 24. 32 Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 28. 31 22 Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 33 2. Teori Pemidanaan Perbuatan pidana hanya merujuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana sebagaimana diancam, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Sebab asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea). Asas ini tidak tersebut dalam KUHAP tapi dalam kenyataannya juga berlaku di Indonesia. Punishment is a concept; criminal punishment is a legal fact. This important distinction is obscured by loose references in judicial opinions to “punishment” when what it meant is “criminal punishment”. 34 Criminal punishment always includes but is not limited to a formal judgment of guilt. Typically, this judgment is entered when the trier of fact, judge or jury, determines that the defedant is guilty of the offense charged. 35 Meskipun di dalam hukum terdapat sanksi sebagai kekuatan memaksa agar orang yang taat pada hukum, namun hal ini tidak menjadi jaminan tegaknya hukum. Untuk menjatuhkan pidana, menurut Moeljatno menyatakan lebih baik dengan kalimat, bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana, tetapi meskipun melakukan 33 Ibid, h. 29. Herbert L. Packer, 1968, The Limits of The Criminal Sanction, Stanford University Press, California, h. 35. 35 Ibid, h. 36. 34 23 perbuatan pidana tidak selalu dia dapat dipidana. Hukum pidana pada dasarnya berpangkal pada dua hal yaitu : a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu Dengan “perbuatan yang memenuhi syarat-syarat”, tersebut dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan seperti ini dapat disebut sebagai “perbuatan pidana” atau juga dapat disebut sebagai “perbuatan jahat” (verbrechen atau istilah dalam bahasa Inggris sebagai crime), oleh karena dalam “perbuatan” ini harus ada orang yang melakukannya, maka persoalan tentang perbuatan tertentu tersebut dapat dijabarkan menjadi dua persoalan yaitu perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar perbuatan itu. 36 b. Pidana Yang dimaksud pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 37 Ada tiga pengertian dasar dalam hukum pidana : 1) Sifat melawan hukum 2) Kesalahan (schuld) 3) Pidana (straf) 38 Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu harus mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).39 Dengan perkataan lain orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya harus dapat dipertanggungkan kepada orang tersebut. James F. Gilsinan mengatakan, there are five decision criteria used to determine if an incident involves a violation of the criminal law. An exploration of 36 Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 1-2. Ibid, h. 5. 38 Ibid 39 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, h. 85. 37 24 these criteria will demonstrate the problems inherent in the legal scheme of crime classification. To be considered a crime, an act must : 1) be observable, 2) be a violation of etheir statufe or case law, 3) have a prescribed punishment called for in law. Concerning actor : 4) he or she must intend to commit a crime, 5) he or she must be acting without defense or justification. 40 Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam perumusan tujuan pemidanaan adalah : a. Pada hakekatnya undang-undang merupakan sistem hukum yang bertujuan sehingga dirumuskan pidana dan aturan pemidanaan dalam undangundang, pada hakikatnya hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan; b. Dilihat secara fungsional operasional, pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses dan kebijakan yang konkretasinya sengaja direncanakan melalui tiga tahap. Agar ada keterjalinan dan keterpaduan antara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, maka dirumuskan tujuan pemidanaan; c. Perumusan tujuan pemidanaan dimaksudkan sebagai “fungsi pengendalian kontrol” dan sekaligus memberikan landasan filosofis, dasar rasionalitas dan motivasi pemidanaan yang jelas dan terarah. 41 Teori tentang tujuan pemidanaan yang berkisar pada perbedaan hakekat ide dasar tentang pemidanaan, antara lain tujuan teori pemidanaan tersebut yakni : 1) Teori Retributive Pandangan/teori retributive ini merupakan pandangan atau teori yang dianggap paling klasik mengenai konsep pemidanaan. Dalam pandangan ini, diandaikan bahwa setiap individu manusia itu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Menurut pandangan ini seorang pelaku tindak pidana 40 James F. Gislinan, 1990, Criminology and Public Policy An Introduction, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, h. 20. 41 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h. 136-137. 25 mutlak harus dipidana. Semboyan yang sangat populer dalam era ini adalah darah diganti darah, nyawa diganti nyawa. Berdasarkan semboyan yang demikian itulah muncul kemudian pendapat yang menyatakan, bahwa teori retributive atau teori pembalasan dalam pemidanaan merupakan a relic of barbarism. Bagi penganut pandangan ini maka pemidanaan atas perbuatan yang salah adalah adil, karena akan memperbaiki keseimbangan moral yang dirusak oleh kejahatan. Pidana, menurut pandangan ini mengandung moral, yang bebas dari akibat lain yang diharapkan lebih lanjut. The retributive view rests on idea that it is right for the wicked to be punished: because man is responsible for his actions, he ought to receive his just deserts. 42 Selanjutnya Nigel Walker menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retribusi. Pertama, penganut teori retributif murni yang memandang pidana harus sepadan dengan kesalahan si pelaku. Kedua, penganut teori retributif tidak murni dipecah lagi menjadi : a. Penganut teori retributif terbatas (The Limiting Retributivist) yang berpandangan bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah, keadaan tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan pelanggaran. b. Penganut teori retributif distribusi (Retribution in Distribution). Penganut teori ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun juga 42 Herbert L. Packer, Op Cit, h. 37. 26 gagasan bahwa seharusnya ada batas yang tepat dalam retribusi pada beratnya sanksi. Bahwa selama membatasi sanksi dalam hukum pidana maka orang-orang yang telah melakukan kejahatan dan tidak membenarkan sanksi ini digunakan pada orang yang bukan pelanggar. 43 2) Teori Teleologis Berbeda dengan teori retributive yang menekankan pada pentingnya pidana sebagai pembalasan, maka menurut teori teleologis pidana digunakan sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mencapai kemanfaatan. Baik yang berkaitan dengan dunia. Dengan demikian, menurut teori ini pidana dimaksudkan sebagai alat pencegahan baik yang bersifat khusus (special prevention). Teori kedua ini melihat punishment sebagai cara untuk mencegah atau mengurangi kejahatan. Premisnya adalah bahwa dijatuhkannya pidana yaitu memang menimbulkan akibat lebih daripada tidak dijatuhkannya pidana terhadap pihakpihak yang terlibat. Karena titik tekan teori ini pada aspek kemanfaatan yaitu untuk memperbaiki pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan, oleh penulis yang lain teori ini disebut sebagai teori/pandangan utilitarian prevention. 3) Teori Retributivisme Teleologis Menurut aliran ini sistem pemidanaan bersifat plural, karena menghubungkan prinsip-prinsip teleologis, misalnya utilitarianism, dan prinsip-prinsip retributivist dalam satu kesatuan, sehingga sering disebut aliran integratif. Bertolak dari prinsip utilitarian dan teleologis pandangan ini menganjurkan untuk mengadakan artikulasi terhadap teori pemidanaan yang mengintegrasikan fungsi pidana 43 M. Sholehuddin, 2007, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System & Implementasinya), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 36-37. 27 sekaligus baik yang bersifat retribution maupun yang bersifat utilitarian misalnya pencegahan dan rehabilitasi. 44 3. Konsep Cybercrime Sesuai awal penemuan teknologi komputer di era 1940-an, perkembangan etika komputer juga dimulai dari era tersebut dan secara bertahap berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu baru dimasa sekarang ini. Perkembangan tersebut akan dibagi menjadi beberapa tahap seperti yang akan dibahas berikut ini : a. Era 1940-1950 Munculnya etika komputer sebagai sebuah bidang studi dimulai dari pekerjaan Profesor Norbert Wiener. Selama Perang Dunia II (pada awal 1940-an) Profesor MIT membantu mengembangkan suatu meriam anti pesawat yang mampu menembak jatuh sebuah pesawat tempur yang melintas di atasnya. Tantangan universal dari proyek tersebut menyebabkan Wiener dan beberapa rekan kerjanya harus memperhatikan sisi lain dari sebuah perkembangan teknologi, yaitu etika. Pada perkembangannya, penelitian di bidang etika dan teknologi tersebut akhirnya menciptakan suatu bidang riset baru yang disebut cybernetics, sibernetika adalah sebuah studi interdisiplin tentang struktur sistem regulasi. Sibernetika berhubungan erat dengan teori informasi, teori pengendalian dan teori sistem, setidaknya dalam bentuk urutan pertamanya. (Sibernetika urutan kedua memiliki metodologi krusial dan implikasi epistemologi yang mendasar untuk bidang tersebut secara keseluruhan). 45 (Cyberbetics is the science that studies the abstract principles of organization in complex systems. It is concerned 44 45 Mei 2013 Syamsul Hidayat, 2010, Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, h. 62. Wikipedia, Cybernetics, http://id.wikipedia.org/wiki/Sibernetika#Definisi diakses 8 28 not so much with what systems consist of, but how they function. Cybernetics focuses on how systems use information, models, and control actions to steer towards and maintain their goals, while conteracting various disturbances. Being inherently transdisciplinary, cybernetic reasoning can be applied to understand, model and design systems of any kind: physical, technological, biological, ecological, psychological, social, or any combination of those. Second-order cybernetics in particular studies the role of the (human) observe in the construction of models of systems and other observers) 46 atau the science of information feedback systems, dimana merupakan sistem kontrol dan komunikasi yang memungkinkan feedback atau umpan balik. Bidang ini menjadi disiplin ilmu komunikasi yang berkaitan dengan mengontrol mesin komputer. Istilah ini dipakai pertama kali oleh Louis Couffignal tahun 1958. Kini istilah cyber berkembang menjadi segala sesuatu yang berkaitan dengan internet, kecerdasan buatan dan jaringan komputer. 47 Konsep cybernetics tersebut dikombinasikan dengan komputer digital yang dikembangkan pada waktu itu membuat Wiener akhirnya menarik beberapa kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi yang sekarang dikenal dengan sebutan Teknologi Informasi (TI). Pada tahun 1950-an, Wiener menerbitkan sebuah buku yang monumental, berjudul The Human Use of Human Beings. Buku Wiener ini mencakup beberapa bagian pokok tentang hidup manusia, prinsipprinsip hukum dan etika di bidang komputer. 46 R. A Meyers, 2001, Encyclopedia of Physical Science & Technology, 3rd ed, Academic Press, New York, h. 2. 47 Wordpress, Cybernetics System, http://willmen46.wordpress.com/2007/09/21/cyber netik-system/ diakses 8 Mei 2013 29 b. Era 1960-an Pada pertengahan tahun 1960-an, Donn Parker dari SRI Internasional Menlo Park California melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer yang tidak sah dan tidak sesuai dengan profesionalisme di bidang komputer. Meningkatnya jumlah penggunaan komputer pada era tersebut membuat Donn Parker melakukan penelitian secara ilegal. 48 Waktu itu Parker menyampaikan suatu ungkapan sebagai titik tolak penelitiannya, yaitu that when people entered the computer center they left their ethics at the door (Fodor and Bynum, 1992). 49 c. Era 1970-an Perkembangan etika komputer di era 1970-an diwarnai dengan adanya kecerdasan buatan yang memicu perkembangan program komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi langsung dengan komputer, salah satunya ELIZA. Eliza adalah sebuah program komputer yang terkenal di tahun 1966, yang pertama kali dibuat oleh Joseph Weizenbaun dari MIT, yang berparodi sebagai seorang terapis Rogerian. Secara original menggunakan bahasa LISP dan kemudian dikonversi dalam BASIC oleh Jeff Schrager kemudian ke dalam Microsoft BASIC oleh Steve North. 50 Program psikoterapi Rogerian ini diciptakan oleh Joseph Weizenbaum dan memunculkan banyak kontroversi karena Weizenbaum telah melakukan komputerisasi psikoterapi dalam bidang kedokteran. Perkembangan tersebut kemudian memunculkan istilah computer 48 Wikipedia, Donn Parker (Etika Komputer), http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_ komputer diakses 8 Mei 2013 49 Ratna Mutu Manikam, Makalah Etika dan Hukum Bidang Teknologi Informasi (Pengantar Teknologi Informasi), Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB, h. 2. 50 Jurnal Hukum, Bab III Analisis dan Perancangan Program, http://thesis.binus.ac.id/ Doc/Bab3/2007-2-00224-IF%20BAB%20III.pdf diakses 20 Mei 2013 30 ethic yang dikemukakan oleh Walter Maner. Maner menawarkan suatu kursus eksperimental atas materi pokok tersebut pada Old Dominion University in Virginia. Sepanjang tahun 1978 ia juga mempublikasikan sendiri karyanya Stater Kit in Computer Ethic. Era ini terus berlanjut hingga tahun 1980-an dan menjadi masa keemasan etika komputer, khususnya setelah diterbitkannya buku teks pertama mengenai etika komputer yang ditulis oleh Deborah Johnson dengan judul computer ethic. d. Era 1980-an Tahun 1980-an sejumlah konsekuensi sosial dan teknologi informasi yang etis menjadi isu publik di Amerika dan Eropa. Hal-hal yang sering dibahas adalah computer-enabled crime atau kejahatan komputer, masalah-masalah yang disebabkan karena kegagalan sistem komputer, invasi keleluasaan pribadi melalui database komputer dan perkara pengadilan mengenai kepemilikan perangkat lunak. Pertengahan 80-an James Moor dari Dartmounth College menerbitkan artikel menarik yang berjudul “what is computer ethics” sebagai isu khusus jurnal Metaphilosophy (Moor, 1985). e. Era 1990-an sampai sekarang Sepanjang tahun 1990, berbagai pelatihan baru di universitas, pusat riset, konferensi, jurnal, buku teks dan artikel yang menunjukan suatu keanekaragaman yang luas tentang topik di bidang etika komputer. Perkembangan yang cukup penting lainnya adalah kepeloporan Simon Rogerson dar De Montfort University (UK), yang mendirikan Centre for Computing and Social Responsibility. Di dalam pandangan Rogerson, ada kebutuhan dalam pertengahan tahun 1990 untuk sebuah 31 generasi kedua yaitu tentang pengembangan etika komputer. Berkat jasa dan kontribusi pemikiran yang brilian dari para ilmuwan di bidang etika komputer, dimulai dari Wiener, Parker, Weizenbaun sampai pada Rogerson. Akhirnya etika komputer menjadi salah satu bidang ilmu utama pada banyak pusat riset dan perguruan tinggi dunia yang terus mengikuti perkembangan komputer itu sendiri. Munculnya bentuk kejahatan baru yang tidak saja bersifat lintas batas (transnasional) tetapi juga berwujud dalam tindakan virtual telah menyadarkan masyarakat internasional tentang perlunya perangkat hukum yang dapat digunakan sebagai kaidah hukum internasional dalam mengatasi kasus-kasus cybercrime. 51 Instrumen hukum internasional publik yang mengatur masalah kejahatan siber yang saat ini paling mendapat perhatian adalah konvensi tentang Kejahatan Siber (Convention on Cybercrime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh organisasi regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan diakses oleh negara manapun di dunia yang memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan siber. 52 Computer crime laws in many states prohibit a person from performing certain acts without authorization, including 1) accessing a computer, system or network; 2) modifying, damaging, using, disclosing, copying or taking programs or data; 3) introducing a virus or other contaminant into a computer system; 4) using a computer in a scheme to defraut; 5) interfering with someone else’s computer access or use; 6) using encryption in aid of a crime; 7) falsifying e-mail source information; and 8) stealing an information service from provider. 53 51 Ahmad M. Ramli, Op Cit, h. 23. Makalah Seminar Nasional, 2003, Instrumen Hukum Internasional tentang Cyber Crime dan Antisipasi Implementasinya dalam Hukum Nasional, Information Technology Security dan Cybercrime, Kementrian Komunikasi dan Informasi RI, Jakarta, h. 2. 53 FindLaw, Cybercrime, http://criminal.findlaw.com/criminal-charges/computercrimes .html diakses 18 Februari 2013 52 32 Kejahatan dalam dunia maya (cybercrime) secara sederhana dapat diartikan sebagai jenis kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan media internet sebagai alat bantu. Dapat digambarkan bahwa cybercrime memiliki ciri-ciri khusus, yaitu : 1) 2) 3) 4) Non-violence (tanpa kekerasan). Sedikit melibatkan kontak fisik (Minimize of physical contact). Menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi. Memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi, media dan informatika) global. Freddy Haris menyatakan bahwa cyber crime adalah sebuah tindak pidana yang memenuhi karakteristik-karakteristik sebagai berikut : 1. Unauthorized access (dengan maksud untuk memfasilitasi kejahatan); 2. Unauthorized alteration or destruction of data; 3. Mangganggu atau merusak operasi komputer; 4. Mencegah atau menghambat akses pada komputer. 54 Apabila memperhatikan ciri ketiga dan keempat yaitu menggunakan peralatan dan teknologi serta memanfaatkan jaringan telematika global, nampak jelas bahwa cybercrime jelas dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, serta berdampak luas seakan-akan tanpa batas. Keadaan tersebut mengakibatkan pelaku kejahatan, korban serta tempat terjadinya perbuatan pidana kemudian akibat yang ditimbulkannya dapat terjadi di negara manapun. Aspek tersebut merupakan salah satu aspek transnasional/internasional dari kejahatan ini. Cyberspace adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun kenegaraan. Sehubungan dengan adanya unsur-unsur internasional dari kejahatan dunia maya (cybercrime) tentunya akan menimbulkan 54 Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op Cit, h. 27. 33 masalah tersendiri. 55 Ada 2 (dua) model yang diusulkan oleh Mieke untuk mengatur kegiatan-kegiatan di cyberspace, yaitu : a. Model ketentuan payung (Umbrella Provisions) sebagai upaya harmonisasi hukum. Model ketentuan payung untuk peraturan perundangundangan yang mengatur kegiatan-kegiatan di cyberspace di satu sisi memiliki kebaikan, yaitu akan menghasilkan suatu master piece dengan memahami sangat beragamnya hal-hal yang perlu diatur. Namun di sisi lain kelemahannya adalah menimbulkan konsekuensi logis untuk mempersiapkan dalam waktu yang tidak boleh terlalu lama bagi seluruh rancangan peraturan perundang-undangan yang lebih khusus atau spesifik (baik pada tingkatan yang sederajat maupun pengaturan pelaksanaan teknisnya) agar terhindarkan dari kekosongan hukum. Model ketentuan payung dapat memuat : 1) Materi-materi pokok saja yang perlu diatur dengan memperhatikan semua kepentingan, antara lain seperti pelaku usaha, konsumen, pemerintah, penegak hukum; dan 2) Keterkaitan hubungan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu dan yang akan datang agar tercipta suatu hubungan sinergis. b. Model Triangle Regulations sebagai upaya mengantisipasi pesatnya laju kegiatan-kegiatan di cyberspace. Model triangle regulations merupakan upaya yang lebih menitikberatkan kepada permasalahan manakah yang 55 Ibid, h. 30. 34 perlu lebih dahulu diberikan prioritas, sehingga mampu secara efisien dan efektif menukik. Jadi tidak perlu adanya pengaturan yang harus memuat seluruh kegiatan di cyberspace. Berdasarkan skala prioritas 3 regulasi yang dapat disusun terlebih dahulu, yaitu : 1) Pengaturan sehubungan transaksi perdagangan elektronika (ecomerce) atau on-line transaction, yang di dalamnya memuat antara lain tentang digital signature dan certification of authority, aspek pembuktian, perlindungan konsumen, anti monopoli dan persaingan sehat, perpajakan serta asuransi; 2) Pengaturan sehubungan privacy protection terhadap pelaku bisnis dan konsumen, yang di dalamnya memuat antara lain perlindungan electronic database, individual/company records; dan 3) Pengaturan sehubungan cybercrime, yang di dalamnya memuat antara lain yuridiksi dan kompetensi dari badan peradilan terhadap kasus-kasus yang terjadi dalam cyberspace, penipuan melalui komputer atau melalui jaringan telekomunikasi, ancaman dan pemerasan, fitnah atau penghujatan (defamation), kegiatan transaksi atau substansi yang berbahaya, eksploitasi seksual dari anak-anak, substansi yang tidak layak untuk ditransmisikan. 56 4. Konsep Reward dan Recovery Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat 56 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op Cit, h. 116. 35 diterapkan di kehidupan manusia. Hak cipta atas desain dalam sebuah website dapat berdiri sendiri 57 (dengan tetap mengingat bahwa keseluruhan website dilindungi hak cipta sebagai program komputer). Kehadiran ketentuan dalam bidang hak kekayaan intelektual dilihat dari aspek historis pada dasarnya telah mengalami perjalanan yang sangat panjang. Secara legal formal, Indonesia telah mengenal istilah kekayaan intelektual pada era 90-an awal dengan lahirnya tiga undang-undang, yaitu Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten dan Undang-Undang Hak Cipta. 58 Hak kekayaan intelektual sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai undang-undang tentang hak kekayaan intelektual yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan Pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi. Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut : a. Auterswet 1912 (Undang-Undang Hak Pengarang 1912, Undang-Undang Hak Cipta; S. 1912-600); b. Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912;S.1912-545 jo. S. 1913-214); c. Octrooitwet 1910 (Undang-Undang Paten 1910; S. 1910-33, yis S.191133, S.1922-54. 59 Undang-Undang Hak Cipta pertama di Belanda diundangkan pada tahun 1803, yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1817 dan diperbarui lagi sesuai konvensi Bern 1886 menjadi Auterurswet 1912, 57 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 58. Adrian Sutedi, Op Cit, h. 11. 59 Ibid, h. 1-2. 58 36 Indonesia (Hindia Belanda saat itu) sebagai negara jajahan Belanda, terikat dalam konvensi Bern tersebut, sebagaimana diumumkan dalam S. 1914-797.60 Perlindungan internasional hak kekayaan intelektual, untuk pertama kali diberikan oleh The Paris Union - 1883 (The Paris Convention fo The Protection of Industrial Property). 61 Beberapa konvesi internasional mengenai hak cipta dan hak terkait yakni : 1. Bern Convention for The Protection of Literary and Artistic Works (WIPO). 2. Universal Copyrights Convention (UNESCO). 3. Rome Convention for The Protection of Producers of Phonograms and Broadcasting Organization. 4. Geneva Convention for the Protection of Producers of Phonograms Againts Unauthorized Duplication of Their Phonograms, 29 Oktober 1971. 5. Brussels Convention Relatif fo the Distribution of Programme Crriying Signals Transmitted by Satellite, 21 Mei 1974. 62 Suryanti Hartono, mengatakan ada 4 prinsip dalam sistem hak kekayaan intelektual untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat yaitu : 1. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice) Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar memperoleh imbalan baik berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yang disebut hak. Alasan melekatnya hak pada hak kekayaan intelektual adalah 60 Ibid Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 14. 62 Ibid, h. 15. 61 37 penciptaan berdasarkan kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun tidak terbatas di dalam negeri pencipta sendiri, melainkan dapat meliputi perlindungan di luar batas negaranya. 2. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument) Hak kekayaan intelektual yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Adanya nilai ekonomi pada hak kekayaan intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya, misalnya dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan dibawakan lagu ciptaannya oleh orang lain, maupun group band secara komersial. 3. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument) Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat dan negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang dibakukan dalam sistem hak kekayaan intelektual diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk melahirkan ciptaan baru. 4. Prinsip Sosial (The Social Argument) Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai invidu yang berdiri sendiri terlepas dari manusia yang lain, akan tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi manusia dalam 38 hubungannya dengan manusia lain sama-sama terikat dalam ikatan satu kemasyarakatan. Sistem hak kekayaan intelektual dalam memberikan perlindungan kepada pencipta, tidak boleh diberikan semata-mata untuk memenuhi kepentingan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta di Indonesia. 63 Pengaturan hak cipta merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka yang memiliki kreatifitas penciptaan suatu karya-karya. Perlindungan ini juga diberikan oleh undang-undang karena berkaitan dengan hak ekonomi (economic right), hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seseorang inventor dan pendesain untuk mendapatkan keuntungan atas invensi dan karya desain industrinya. Hak ekonomi tersebut berkembang dengan pemanfaatan hak secara komersial 64 dan hak moral (moral right), hak moral adalah hak untuk melindungi kepentingan pribadi inventor (penemu) dan reputasi pendesain. Dalam konsep ini hak pencipta (droit auteur, author rights), terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi si inventor dan pendesain. 65 Sebagaimana dikesankan dari namanya, hak cipta melindungi karya-karya yang ditiru tanpa izin maupun membuat turunan dari suatu yang dilindungi hak 63 Dwi Anandita Hari Wibowo, 2010, Royalti Hak Cipta Lagu Indonesia Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia Dikaitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Tesis, Universitas Udayana, Denpasar, h. 25. 64 Sudarmanto, 2012, Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Intelektual (Serta Implementasinya Bagi Indonesia), PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, Jakarta, h. 1. 65 Ibid, h. 2. 39 cipta tanpa ijin dari pemilik hak cipta untuk tujuan komersial. Namun hak cipta lebih dari sekedar peniruan semata-mata dan meluas kepada aktifitas-aktifitas seperti pembuatan saduran karya-karya tersebut, memamerkan atau mempertunjukan karya tersebut di muka umum, penyiaran karya demikian dan memperjual belikan karya demikian. Hak cipta yang merupakan bagian dari ketentuan hukum merupakan hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk memberikan pengumuman atau memperbanyak ciptaannya maupun memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan. 1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal, yang disebut juga sebagai penelitian kepustakaan. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum lain. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (di samping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut, mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 66 66 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13-14. 40 Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulisan pada tesis ini dilakukan dengan menggunakan penelitian normatif, titik tolak adanya kekosongan norma dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 1.7.2 Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam penelitian hukum bertujuan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah beberapa metode yang dikenal dalam penelitian hukum normatif, yaitu metode pendekatan terhadap perundang-undangan (the statute approach), pendekatan kasus (the case approach), 67 pendekatan secara faktual (the fact approach), pendekatan analisis konsep hukum (analitical and conceptual approach), pendekatan melalui rumusan atau frase (word and pharase approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). 68 Keenam pendekatan tersebut akan digabungkan dengan pendekatan yang biasa dipergunakan dalam hukum pidana, yang disebut dengan pendekatan kebijakan. Pendekatan kebijakan mencakup pengertian yang saling terkait antara pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang berorientasi pada nilai. 69 67 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 93. 68 Pedoman Penulisan, Op Cit, h. 32. 69 Barda Nawawi Arief, 1996, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Universitas Diponegoro, Semarang (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h. 61. 41 1.7.3 Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum atau data yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini adalah bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang telah penulis uraikan dalam rumusan masalah. Adapun bahan hukum yang digunakan : 1.7.3.1 Bahan Hukum Primer Merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. 70 Bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan atau (ide). 71 Asas dan norma-norma hukum, perwujudan asas dan kaidah hukum yang berupa Peraturan Dasar, Konvensi Ketatanegaraan, Peraturan Perundang-Undangan, Putusan Pengadilan dan Keputusan Tata Usaha Negara. Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220). 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4252). 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843). 70 71 Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, h. 141. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Cit, h. 29. 42 5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 6. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2001 tentang Penggunaan Komputer dengan Aplikasi Komputer Berbahasa Indonesia. 1.7.3.1 Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku hukum (teks books), kamus-kamus hukum, bibliografi, penerbitan pemerintah, indeks, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar putusan pengadilan. 72 Dengan kata lain bahan hukum sekunder merupakan bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam tesis ini antara lain buku-buku hukum (teks books) yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, kamus hukum, jurnal dan makalah serta bahan-bahan hukum artikel yang diperoleh dari internet (situs resmi). 1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam tesis ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan membuat catatan-catatan yang diperoleh dari literatur-literatur dan perundang-undangan. Pengumpulan bahan hukum tersebut difokuskan pada materi-materi hukum yang berhubungan langsung dengan objek permasalahan. Adapun pencatatan dilakukan dengan 72 Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, h. 141. 43 menggunakan sistem kartu (card system). Lazimnya dikenal dua macam kartu yang diperlukan untuk mencatat bahan hukum, yakni : a. Kartu kutipan, yang dipergunakan untuk mencatat atau mengutip data beserta sumber darimana data tersebut diperoleh (nama pengarang atau penulis, judul buku atau artikel, impresum, halaman dan lain sebagainya). b. Kartu bibliografi, dipergunakan untuk mencatat sumber bacaan yang dipergunakan. Kartu ini sangat penting dan berguna pada waktu menyusun daftar kepustakaan sebagai bagian penutup laporan penelitian yang ditulis atau disusunnya. 73 Pada penulisan tesis ini penulis menggunakan kartu kutipan guna mengumpulkan data kepustakaan. 1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Bahan hukum yang dikumpulkan kemudian diklasifikasikan dan disusun menggunakan analisis sebagai berikut : 1. Teknik Deskripsi, adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti penggambaran atau uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum. 2. Teknik Konstruksi, berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi (acontrario). 3. Teknik Interpretasi, berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatika, historis, sistimatis, teleologis, kontektual, dan lain-lain. 4. Teknik Evaluasi, penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, syah atau tidak syah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder. 5. Teknik Argumentasi, merupakan teknik analisis bahan hukum yang tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan 73 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Cit, h. 53. 44 permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum. 6. Teknik Sistematisasi, adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundangundangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat. 74 Bahan hukum yang dikumpulkan terkait penyusunan penelitian ini disusun secara deskriptif terhadap norma-norma hukum dalam peraturan hukum yang mengatur tentang kejahatan di internet (cybercrime) terhadap peniruan tampilan website. Analisis kemudian dilakukan untuk mencari keterkaitan diantara suatu rumusan konsep hukum atau proposisi hukum terkait pengaturan serta kebijakan hukum pidana antara peraturan perundang-undangan. Bahan hukum yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dianalisis melalui legal resening/penalaran yakni secara argumentatif atau logika yang disusun secara sistematis, selanjutnya diuraikan secara deskriptif berdasarkan kategori-kategori hukum tertentu. Selanjutnya dilakukan analisis evaluatif yakni mengevaluasi atau melakukan penilaian terhadap suatu pernyataan maupun pandangan norma baik dari sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder yang telah terkumpul mengenai perumusan norma yang mengatur mengenai peniruan tampilan website di Indonesia. Bahan hukum yang dihimpun dari studi pustaka dikumpulkan dan diklasifikasikan berdasarkan substansinya, diuraikan dan dihubungkan dengan teori-teori yang bersumber dari literatur. Kemudian diuraikan untuk menggambarkan secara jelas dan sistematis permasalahan yang dibahas. Secara argumentatif hasil analisis tersebut diharapkan dapat diperoleh simpulan serta 74 Pedoman Penulisan, Op Cit, h. 34-36. 45 memberikan pendapat hukum terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. BAB II PENGERTIAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA, TINDAK PIDANA KOMPUTER DAN WEBSITE 2.1 Kebijakan Hukum Pidana 2.1.1 Pengertian Kebijakan Hukum Pidana Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia, baik itu bersifat individu maupun kolektif. Perlindungan tersebut bisa dilakukan dengan membentuk suatu peraturan atau kaidah dengan disertai sanksi yang bersifat mengikat dan memaksa. Hukum pidana mempunyai tempat dan peran yang penting dalam ruang lingkup hukum publik. Hukum pidana merupakan seperangkat dogma, sistem aturan serta norma yang menempatkan tingkah laku individu manusia sebagai objek sekaligus subjek utama dalam pengaturannya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum pidana memiliki fungsi mempertahankan ketertiban dan memelihara keteraturan yang terdapat dalam tata pergaulan masyarakat. Namun adapun keterbatasan kemampuan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan, berikut ini diungkapkan oleh para sarjana antara lain : a. Rubin menyatakan bahwa pemidanaan (apapun hakikatnya, apakah dimaksudkan untuk menghukum atau untuk memperbaiki) sedikit atau tidak mempunyai pengaruh terhadap masalah kejahatan. b. Schultz mengatakan, bahwa naik turunnya kejahatan di suatu negara tidaklah berhubungan dengan perubahan-perubahan di dalam hukumnya atau kecenderungan dalam putusan-putusan pengadilan, tetapi berhubungan dengan bekerjanya atau berfungsinya perubahan-perubahan kultural yang besar dalam kehidupan masyarakat. c. Johannes Andenaes menyatakan, bahwa bekerjanya hukum pidana selamanya harus dilihat dari keseluruhan konteks kulturalnya. Ada saling pengaruh antara hukum dengan faktor-faktor lain yang membentuk sikap dan tindakan kita. d. Wolf Middendorf menyatakan bahwa sangatlah sulit untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas dari general deterrence karena mekanisme 46 47 pencegahan (deterrence) itu tidak diketahui. Kita tidak dapat mengetahui hubungan yang sesungguhnya antara sebab dan akibat. Orang mungkin melakukan kejahatan atau mungkin menanggulanginya lagi tanpa hubungan ada tidaknya undang-undang pidana yang dijatuhkan. Saranasarana kontrol sosial lainnya, seperti kekuasaan orang tua, kebiasaankebiasaan atau agama mungkin dapat mencegah perbuatan yang sama kuatnya dengan ketakutan orang pada pidana. 75 Berkenaan dengan itu menarik melihat pengertian kebijakan hukum pidana yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief yang seterusnya menyatakan, istilah kebijakan dalam tulisan ini diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing ini, maka istilah kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dilihat dari arti luas, kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang hukum pidana materiel, di bidang hukum pidana formal dan di bidang hukum pelaksana pidana. 76 Kebijakan formulasi hukum pidana diartikan sebagai suatu usaha untuk membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Pengertian tersebut dilihat pula dalam definisi yang dikemukakan oleh Marc Ancel yang menyatakan bahwa penal policy sebagai suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada 75 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h. 41-42. 76 Mokhammad Najih, Op Cit, h. 29-32. 48 penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 77 Kebijakan formulasi hukum pidana tentunya sangat berkaitan dan tidak terlepas dari objek yang hendak diatur yaitu kejahatan atau stafbaarfeit. Simons mengatakan bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Van Hammel mengatakan bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Adanya unsur perumusan dalam undang-undang dan pertanggungjawaban pidana merupakan ciri mendasar dari definisi kejahatan atau perbuatan pidana menurut Simons dan Van Hammel, dapat pula dikatakan suatu strafbaarfeit mempunyai elemen “wederrechtelijkheid dan schuld”. 78 Adapun fungsi dari kebijakan formulasi hukum pidana itu sendiri dalam suatu masyarakat yang sedang mengalami proses tumbuh kembang atau modernisasi, erat kaitannya dengan kegunaan hukum dalam proses tersebut. Kegunaan itu pada dasarnya dapat berfungsi ganda, yaitu : 1. Membentuk hukum baru (to develop new laws); 2. Memperkuat hukum yang sudah ada (to strengthen the existing laws); dan 3. Memperjelas batasan ruang lingkup fungsi hukum yang sudah ada (to clarify the scope and function of existing laws). 77 Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Pengembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief II), h. 80. 78 Wordpress, Tindak Pidana, http://lotusbougenville.wordpress.com/2009/11/10/tindakpidana/ diakses 27 Mei 2013 49 Bertolak dari fungsi kebijakan formulasi hukum pidana dalam ide pembentukan hukum baru atau peraturan hukum pidana yang akan datang (ius constituendum) terutama peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan terhadap kepentingan hukum negara khususnya penanggulangan persiapan sebagai delik yang dapat dirumuskan atau diformulasikan secara lebih baik sesuai tujuan utama dari pemidanaan yaitu melindungi masyarakat secara keseluruhan. Kebijakan formulasi/legislatif merupakan salah satu dari 3 (tiga) rangkaian proses kebijakan hukum pidana. Sedangkan substansi/masalah pokok dalam kebijakan formulasi terdiri dari 3 (tiga) yaitu : 1. Masalah tindak pidana; 2. Masalah kesalahan; 3. Masalah pidana (pemidanaan). 79 Penggunaan upaya penal (sanksi/hukum pidana) dalam mengatur masyarakat (lewat perundang-undangan) pada hakikatnya merupakan bagian daripada suatu langkah kebijakan (policy). Mengingat berbagai keterbatasan-keterbatasan dan kelemahan hukum pidana maka dilihat dari sudut kebijakan, penggunaan atau intervensi penal seyogyanya dilakukan dengan lebih hati-hati, cermat, hemat, selektif dan limitatif. Dengan kata lain sarana penal tidak selalu harus dipanggil atau digunakan dalam setiap produk legislatif. Dalam menggunakan saran penal Nigel Walker pernah mengingatkan adanya prinsip-prinsip pembatas the limiting principles yang sepatutnya mendapat perhatian antara lain : a. Jangan hukum pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan; 79 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h. 111. 50 b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang tidak merugikan atau membahayakan; c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih ringan; d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian atau bahaya yang timbul dari pidana lebih besar daripada kerugian atau bahaya dari perbuatan atau tindak pidana itu sendiri; e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih berbahaya daripada perbuatan yang akan dicegah; f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat dukungan kuat dari publik. 80 Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepas daripada tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. 81 Adapun fungsionalisasinya atau operasionalisasinya melalui beberapa tahap : a. Tahap formulasi (kebijakan legislatif); b. Tahap aplikatif (kebijakan yudikatif); c. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif). 82 Jadi dalam pengambilan kebijakan hukum pidana, baik kebijakan di bidang hukum pidana materil maupun formil harus dilakukan secara integral atau komprehensif melalui kebijakan dan pendekatan nilai. Karena apabila tidak maka kebijakan hukum pidana itu tidak akan efektif mencegah kejahatan dan secara lebih luas melindungi masyarakat dari tindak kejahatan. 80 Ibid, h. 47-48. Mokhammad Najih, Op Cit, h. 32. 82 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief V), h. 75. 81 51 2.2 Tindak Pidana Komputer (Computer Related Crime) 2.2.1 Pengertian Tindak Pidana Komputer (Computer Related Crime) Secara terminologis, kejahatan yang berbasis pada teknologi informasi dengan menggunakan media komputer sebagaimana terjadi saat ini, dapat disebut dengan beberapa istilah yaitu computer misuse, computer abuse, computer fraud, computer-related crime, computer-assisted crime atau computer crime. 83 Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) dan tindakan kejahatan yang menggunakan komputer. Kejahatan tidak bisa dibicarakan hanya dengan memfokuskan permasalahan saja yang menjadi sebabnya, karena kejahatan merupakan peristiwa yang mempunyai faktor multidimensi yang menjadi penyebabnya dan mempunyai pengertian yang relatif. Menarik sekali apa yang di kemukakan oleh J. E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro dalam kaitannya dengan perilaku masyarakat dan ruang serta waktu : Berbicara mengenai kejahatan dan penjahat, saya berkesimpulan bahwa kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penanaman yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan yang anti sosial, suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai ruang dan waktu. 84 Kejahatan yang berhubungan dengan komputer merupakan keseluruhan bentuk kejahatan yang ditujukan terhadap komputer, jaringan komputer dan para penggunanya serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang menggunakan atau 83 Widodo, 2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cybercrime (Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelaku Cybercrime), Laksbang Mediatama, Yogyakarta, h. 23. 84 Agus Raharjo, 2002, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 30. 52 dengan bantuan peralatan komputer. Perkembangan teknologi jaringan komputer global atau internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace, sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas baru yaitu realitas virtual. Pesatnya perkembang teknologi komputer membawa dampak negatif terutama bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan dan mencari keuntungan dengan cara yang tidak dibenarkan. Hal ini memunculkan suatu anggapan tentang kejahatan di dunia komputer yang disebut computer crime yakni kejahatan komputer yang juga diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Revolusi teknologi komputer menjadi media informasi dan komunikasi global yang saat ini menjadi pembicaraan hangat dalam kelas menengah negeri ini, menjadikan internet menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Beberapa definisi mengenai kejahatan komputer atau penyalahgunaan komputer, antara lain : “...any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpretation, or prosecution. It has two main catagories. First, computer as a tool of crime, such as found, an theaf property...second, computer is the object of crime such sabotage, theaf or alteration data,...” 85 Kemudian definisi lain mengenai kejahatan komouter ini dikeluarkan oleh Organization of European Community Development (OECD) : “Any illegal, untethicall or unauthorized behaviour relating to the authomathic processing and/or the transmission of data”. 86 85 Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 394. 86 Ibid, h. 395. 53 Ada ahli yang menyamakan antara tindak kejahatan cyber (cybercrime) dengan tindak kejahatan komputer, dan ada ahli yang membedakan di antara keduanya. Meskipun belum ada kesepahaman mengenai definisi kejahatan teknologi informasi, namun ada kesamaan pengertian universal mengenai kejahatan komputer. 87 The analysis is intended to be sufficiently general to cover not just felonies, but all types of violations on the cyberspace. A pratical definition of a cybercrime is offered in Kshetri (2009): a cybercrime is defined as a criminal activity in which computers or computer networks are the principal means of committing an offense or violating laws, rules or regulations. The definition of cybercrime is similiar to that of Becker’s (1968) approach of defining a crime. 88 Kejahatan komputer (cybercrime) adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mahir dan paham mengenai komputer dan internet. 89 Saking pahamnya, orang yang bersangkutan bisa memanfaatkan kelemahan dan kelebihan komputer dan jaringan maya internet untuk suatu tindak kejahatan. Adapun secara umum yang dimaksud dengan kejahatan komputer atau kejahatan dunia cyber (cybercrime) adalah upaya memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer atau dengan bantuan peralatan komputer (the entirely new forms of crime that were directed at computers, networks and their users, and the more traditional form of crime that were now being committed with 87 Agus Raharjo, Op Cit, h. 27. Nir Ksetri, 2010, The Global Cybercrime Industry (Economic, Institutional and Strategic Prespectives), Spinger Heidelberg Dordrecht, London New York, h. 3. 89 Susanto, Hermawan Sulistyo dan Tjuk Sugiarso, 2005, Cybercrime (Motif dan Penindakan), Grafika Indah, Jakarta, h. 14. 88 54 the use or assistance of computer equipment) 90 maupun dengan menggunakan jaringan komputer tanpa ijin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut. Bila seseorang menggunakan komputer atau bagian dari jaringan komputer tanpa seijin yang berhak, tindakan tersebut sudah tergolong pada kejahatan komputer dan merupakan kejahatan digital yang merugikan orang lain atau pihak-pihak tertentu yang dilakukan pada media digital atau dengan bantuan perangkat-perangkat komputer. Cybercrime memiliki karakteristik yang unik yakni mengenai ruang lingkup kejahatannya, sifat kejahatannya, pelaku, modus hingga jenis kerugian yang ditimbulkan. Dari paparan di atas karakteristik cybercrime adalah sebagai berikut : Pertama, kejahatan (crime) merupakan potret realitas konkrit dari perkembangan hidup masyarakat, yang secara langsung maupun tidak langsung telah atau sedang menggugat kondisi masyarakat, bahwa di dalam kehidupan masyarakat niscaya ada celah kerawanan yang potensial melahirkan individuindividu berperilaku menyimpang. Aplikasi sosial dari komputer termasuk menggunakan komputer dalam memecahkan masalah sosial membawa dampak dan memberi pengaruh seperti masalah kejahatan. Di dalam diri masyarakat ada pergulatan kepentingan yang tidak selalu dipenuhi dengan jalan yang benar, artinya ada cara-cara tidak benar dan melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang guna memenuhi kepentingannya. 90 Barda Nawawi Arief, 2006, Tindak Pidana Mayantara (Perkembangan Kajian Cybercrime Di Indonesia), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief IV), h. 43. 55 Kedua, cybercrime dapat disebut sebagai kejahatan yang berelasi dengan kepentingan seseorang atau sekelompok orang. Ada seseorang yang memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk memperluas daya jangkau cybercrime. Kepentingan bisnis, politik, budaya, agama dan lain sebagainya dapat saja menjadi motif, alasan dan dalil yang membuat seseorang dan sekelompok orang terjerumus pada cybercrime. Berdasarkan motifnya cybercrime terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau sistem komputer. 2. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer tersebut. 91 Ketiga, cybercrime merupakan salah satu jenis kejahatan yang membahayakan kehidupan individu, masyarakat dan negara. Jenis kejahatan ini (cybercrime) tidak tepat jika disebut sebagai crime without victim, tetapi dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang dapat menimbulkan korban berlapis-lapis baik secara privat maupun publik. Hak privat dapat terancam, terganggu, bahkan hilang atau rusak akibat ulah segelintir orang atau beberapa orang yang memanfaatkan kelebihan ilmunya dan teknologi dengan modus operandi yang tergolong dalam cybercrime. Keempat, cybercrime menjadi kejahatan serius yang bisa membahayakan keamanan individu, masyarakat, negara dan tatanan kehidupan global, karena pelaku-pelaku cybercrime secara umum adalah orang-orang yang mempunyai 91 Ibid 56 keunggulan kemampuan keilmuan dan teknologi. Siapapun orangnya yang punya kemampuan menggunakan internet bisa terjebak menjadi korban kejahatan ini. Namun sebaliknya, seseorang juga dapat dengan mudah menjadi penjahatpenjahat akibat terkondisikan secara terus menerus atau dipaksa secara psikologis dan budaya untuk mengikuti serta berkiblat kepada pengaruh kriminalitas dan disnormatifitas yang dipenetrasikan masyarakat global. Kelima, korban dari kejahatan ruang maya (cybercrime) semakin hari semakin beragam. Kegiatan-kegiatan kenegaraan yang tentu saja sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat dan negara tidak selalu bisa dijamin aman dari ancaman penjahat-penjahat di jagad maya ini. Hal ini menjadi suatu bukti, bahwa kemampuan intelektualitas dan teknologi pelaku kejahatan tidak bisa dianggap ringan oleh aparat penegak hukum. Dalam realitasnya, tindak kejahatan ini sudah demikian maju, yang tentu saja sulit disejajarkan dengan kemampuan aparat untuk menanganinya, apalagi bila aparat-aparatnya tidak selalu mendapatkan pelatihan-pelatihan yang memadai untuk mengimbangi dan mengantisipasi gerak kejahatan bergaya kontemporer. 92 2.2.2 Ruang Lingkup Tindak Pidana Komputer Tidak terbatasnya ruang dan waktu dalam melakukan aktivitas dengan menggunakan internet sebagai media, menyebabkan sulitnya suatu aktivitas dalam dunia maya di deteksi secara konvensional. Kejahatan komputer (computer crime) merupakan salah satu dari sekian banyak aspek yang tidak dapat dilupakan begitu 92 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op Cit, h. 134. 57 saja dalam dunia maya. Kejahatan komputer dalam era reformasi di antaranya adalah : 1. Data diddling, merupakan perubahan data sebelum, pada saat pemasukan data atau informasi (input), atau pada saat pengeluaran (output) dalam pengoperasian komputer; 2. Superzapping, merupakan penggunaan komputer secara tidak sah untuk memodifikasi, menghancurkan, menggandakan, memasukan data atau informasi, yang akibatnya akan membuat komputer mati; 3. Scavenging, mirip dengan penyadapan dan biasa disebut sebagai browsing, yaitu memperoleh informasi dengan cara melintas dalam sistem komputer setelah suatu pekerjaan dilakukan; 4. Wiretrapping, secara umum menyadap komunikasi dengan menggunakan kabel (wire) pada telepon dan merekamnya. Pada komputerpun demikian, pada saat seseorang melakukan komunikasi dengan menggunakan internet dapat dilakukan penyadapan, sehingga informasi yang mungkin rahasia dapat diketahui orang lain; 5. Trojan Horse, merupakan suatu prosedur menambah atau mengurangi data atau instruksi suatu program, sehingga program tersebut selain menjalankan tugas sebenarnya juga akan melaksanakan tugas lain yang tidak sah; 6. Logic Bomb, merupakan suatu program yang dibuat dan dapat digunakan oleh pelakunya sewaktu-waktu atau tergantung dari keinginan si pelaku, dari situ terlihat bahwa informasi yang ada di dalam komputer tersebut dapat terganggu (rusak) atau bahkan hilang. 93 Pada dasarnya cybercrime meliputi semua tindak pidana yang berkenaan dengan informasi, sistem informasi (informasi system) itu sendiri, serta sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk menyampaikan atau pertukaran informasi itu kepada pihak lainnya. Istilah tindak pidana atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafbetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sekarang berlaku di Indonesia. 94 Ada istilah dalam bahasa asing yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Dan pelaku ini 93 Edmon Makarim, Op Cit, h. 396-397 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, h. 59. 94 58 dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 95 Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan umum, konsep, fakta, gaya atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Hak eksklusif pencipta diatur dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002, adapun beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk : a. Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termaksud, pada umumnya, salinan elektronik); b. Mengimpor dan mengekspor ciptaan; c. Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan); d. Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum; e. Menjual atau mengalihkan hak ekslusif tersebut kepada orang atau pihak lain. Pelanggaran hak cipta pada prinsipnya merupakan perbuatan yang bertentangan atau melanggar terhadap hak eksklusif, baik hak ekonomi maupun hak moral dari pencipta atau pemegang hak cipta. Pelanggaran ini dapat dipertanggungjawabkan secara hukum (perdata, pidana dan administratif). Khusus mengenai pelanggaran hak cipta sebagai tindak pidana, yang artinya sebagai perbuatan yang dilarang dan yang melakukannya dikenakan sanksi pidana, hal ini diatur dalam pasal 72 sampai 73 Bab XIII Ketentuan pidana. Tindak pidana di 95 Sentosa Sembiring, 2002, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Cet. 1, CV. Yrama Widya, Bandung, h. 14. 59 bidang hak cipta (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta) adalah sebagai berikut : 1. Tindak pidana mengumumkan atau memperbanyak ciptaan orang lain, dan membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan, dan memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi [(Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 2 Ayat (1), jo Pasal 72 Ayat (1), jo Pasal 49 ayat (1) dan (2)]; 2. Tindak pidana sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait (Pasal 72 Ayat 2); 3. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial program komputer [Pasal 72 Ayat 3]; 4. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum [Pasal 72 Ayat (4) jo Pasal 17]; 5. Tindak pidana memperbanyak atau mengumumkan potret, dan membuat, memperbanyak dan/atau menyiarkan ulang karya siaran [Pasal 72 Ayat (5) jo Pasal 19, Pasal 72 Ayat (5) jo Pasal 20, dan Pasal 72 Ayat (5) jo Pasal 20, dan Pasal 72 Ayat (5) jo Pasal 49 Ayat (3)]; 6. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan, meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul, atau mengubah isi ciptaan [Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 dan Pasal 72 jo Pasal 55]; 7. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta [Pasal 72 Ayat (7) jo Pasal 25]; 8. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan, atau dibuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak pencipta [Pasal 72 Ayat (8) jo Pasal 27]; 9. Tindak pidana sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan [Pasal 72 Ayat (9) jo Pasal 28]; 96 Unsur-unsur dan sifat hak cipta adalah sebagai berikut : a. Hak cipta adalah suatu hak eksklusif (exsclusive right) berupa hak yang bersifat khusus, bersifat istimewa yang semata-mata hanya diperuntukan bagi pencipta atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta. b. Fungsi hak cipta bagi pencipta atau pemegang hak cipta adalah untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dan atau memberikan izin 96 Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang, h. ix-x. 60 kepada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tersebut. c. Ada pembatasan-pembatasan dalam hal penggunaan hak cipta yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal melaksanakan hak eksklusif pencipta berupa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberikan izin pada pihak lain untuk memperbanyak ciptaan atau memberikan izin pada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tidak sebebas-bebasnya. Namun dibatasi oleh ketentuan atau hukum dalam undang-undang hak cipta itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hak cipta terkandung fungsi sosial. Dalam penggunaan dan pemanfaatannya, hendaknya mempunyai fungsi sosial. Dalam penggunaan dan pemanfaatannya, hendaknya mempunyai fungsi sosial. d. Hak cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud (benda immateriil) yang dapat dialihkan atau beralih pada pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian. 97 Ruang lingkup hak cipta meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yaitu meliputi karya : a. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya; b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termaksud karawitan dan rekaman suara; e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantonim; f. Karya pertunjukan; g. Karya siaran; h. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan, yang berupa seni kerajinan tangan; i. Arsiterktur; j. Peta; k. Seni batik; l. Fotografi; m. Sinimatografi; n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan. 98 97 98 Sentosa Sembiring, Op Cit, h. 14. Ibid, h. 19. 61 Dipahami bahwa yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta adalah yang termaksud dalam karya seni ilmu pengetahuan, kesenian dan kesusastraan. Hukum hak cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak cipta sering diasosiasikan sebagai jual beli lisensi. Namun distribusi hak cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa jual beli). Misalnya yang kita kenal dalam dunia open source, yang merupakan sumber terbuka (Inggris: Open Source) adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu atau lembaga pusat, tetapi oleh para perilaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber (source-code) yang tersebar dan tersedia bebas (biasanya menggunakan fasilitas komunikasi internet). 99 Keaslian karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan retribusi mengacu pada aturan open source. Masalah perlindungan hak cipta di internet memperoleh perhatian yang cukup besar, mengingat konsekuensi dari kreasi yang terdapat dalam medium digital seperti internet berdampak pada permasalahan hukum hak cipta. 2.3 Pengertian Website 2.3.1 Pengertian Tampilan Halaman Website Website atau situs diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan informasi data teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan 99 2013 Wikipedia, Open Source, http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_terbuka diakses 24 Mei 62 atau gabungan dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman (hyperlink). Www atau world wide web maupun web saja adalah sebuah sistem yang saling terkait dalam sebuah dokumen berformat hypertext yang berisi ragam informasi yang dapat diakses melalui sebuah perangkat yang disebut web browser. 100 Bersifat statis apabila isi informasi website tetap, jarang berubah dan isi informasinya searah hanya dari pemilik website. Bersifat dinamis apabila isi informasi website selalu berubahubah dan isi informasinya interaktif dua arah berasal dari pemilik serta pengguna website. Contoh website statis adalah berisi profil perusahaan, sedangkan website dinamis adalah seperti friendster, multiply dan lain sebagainya. Dalam sisi pengembangannya website statis hanya bisa diupdate oleh pemiliknya saja, sedangkan website dinamis bisa diupdate oleh penggunamaupun pemilik. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Hak Cipta tidak ditemui istilah website dan juga beserta pengertiannya. Adapun di dalam Undang-Undang Hak Cipta tidak ditemui istilah dari kata pembajakan namun secara umum telah merupakan kata yang biasa digunakan sebagai suatu perbuatan pidana atau tindak pidana bagi pelanggaran hak cipta. Istilah pembajakan menurut S. S. Pelenkahu di dalam terbitan bukunya Masalah Kejahatan dan Penanggulangannya adalah istilah yang digunakan untuk pengambil alihan, perampasan hak milik orang lain atau badan/perusahan lain. Pembajakan tidak selalu ditujukan kepada barang fisik, tetapi juga pada apa yang 100 Wordpress, World Wide Web, http://globalbabali.wordpress.com/tugassekolah/ pengertian-html-http-url-ftp-domain hosting-dan-www/ diakses 29 Mei 2013 63 disebut milik intelektual (intellectual property) seperti hak cipta, hak merek dan paten yang diatur dalam undang-undang khusus lengkap dengan ancaman hukuman atas pelanggarannya. 101 Untuk tindak pidana di bidang hak cipta, yang merupakan lingkup bagian hak kekayaan intelektual merupakan padanan dari kata dari istilah Intellectual Property Rights. 102 Pembajakan adalah membuat turunan dari suatu yang dilindungi hak cipta tanpa ijin dari pemilik hak cipta. 103 Pembajakan adalah tindak pidana berarti suatu pelanggaran terhadap hak cipta seseorang yang hasil karyanya diperbanyak atau digandakan tanpa seijin penciptanya yang memiliki hak cipta memenuhi unsur tindak pidana apabila jika konsumen dimaksud membelinya dalam jumlah besar, meski sudah mengetahui hasil bajakan dan tidak dikonsumsi sendiri, melainkan dipamerkan/menyiarkan dan atau mengedarkannya barang hasil tindak pidana. Dari pengertian pembajakan di atas secara umum bahwa unsur-unsur pengertian tindak pidana hak cipta adalah sebagai berikut : 1. Pengambilalihan Maksudnya pemindahtanganan suatu hak cipta yang sah ke tangan orang lain tanpa ijin dari pencipta aslinya; 2. Perampasan hak milik orang lain Berarti mengambil alih secara paksa hak milik seseorang tanpa adanya hak cipta atau ijin dari pemilik hak sebenarnya; 3. Memperbanyak dan mengadakan tanpa ijin penciptanya Maksudnya perbuatan memperbanyak atau menambahn jumlah ciptaan yang bukan haknya tanpa ijin dari penciptanya; 4. Memamerkan atau menyiarkan dan mengedarkan tanpa hak. 104 101 Prakoso Kuspriyatno, 2006, Tesis Tindak Pidana Hak Cipta Pada Cakram Optik (Optical Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia, Universitas Udayana, Denpasar 102 Ibid, h. 37. 103 Makalah Hukum Nasional, 2004, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual), Pusat Dokumen dan Informasi Hukum, Jakarta, h. 58. 104 Muhammad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 98. 64 Menurut Asril Sitompul ada dua kategori hak cipta di internet, yakni yang pertama, hak cipta atas isi (content) yang terdapat di media internet yang berupa hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review, program atau bentuk lainnya yang sejenis. Kemudian yang kedua, hak cipta atas alamat situs website dan alamat surat elektronik atau email dari pelanggan jasa internet. Begitu banyak permasalahan hukum hak cipta di internet, salah satunya yakni website. Pada pembuatan website semua tahap persiapan sebelum penguploadan website, tersebut dalam internet, website itu dirancang dalam suatu HTML Editor. HTML Editor adalah aplikasi perangkat lunak untuk membuat halaman web. Meskipun markub HTML dari suatu halaman web dapat ditulis dengan editor teks apapun, HTML editor khusus menawarkan kemudahan dan menambahkan fungsionalitas. 105 HTML (hyper text markup language) adalah sebuah bahasa markup yang digunakan untuk membuat sebuah halaman website dan menampilkan berbagai informasi di dalam sebuah browser internet. HTML sebuah standar yang digunakan secara luas untuk menampilkan halaman website. HTML editor adalah sebuah program komputer. Pembuatan merancang website dengan menggunakan HTML editor sebagai sarana, adalah sama seperti membuat suatu program aplikasi dengan menggunakan program pascal. Kesimpulan dari hal tersebut adalah bahwa rancangan website yang dibuat dalam bentuk HTML editor itu adalah program komputer. 106 105 Wikipedia, HTML Editor, http://en.wikipedia.org /wiki/HTML_editor diakses 23 Mei 106 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 59. 2013 65 2.3.2 Unsur-Unsur Penyedia Website Secara keseluruhan website itu dilindungi oleh hak cipta. Hak cipta atas desain yang dimaksud disini bukanlah desain dalam lingkup pengertian UndangUndang Desain Industri. Desain yang dimaksud adalah karya seni yang ditampilkan dalam sebuah website, yang berupa gambar logo, dan lain-lain yang terdapat dalam sebuah tampilan website. Hak cipta atas desain yang terdapat dalam sebuah website dapat berdiri sendiri (dengan tetap mengingat bahwa keseluruhan website dilindungi hak cipta sebagai program komputer). 107 Hal ini berarti menggandakan atau mengkopi suatu desain dari suatu website (tanpa harus mengkopi keseluruhan website) dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak cipta atas karya seni berupa desain tersebut. Typographical Arrangement, copyright in typographical arrangement is suggested wording for typographical copyright. The following wording could be used to clarify the respective copyright position; Copyright in the typographical arrangement, design, layout (as appropriate) vests in the publisher/illusator (as appropriate). Assignment of Copyright, The following wording could be used to claim the copyright; In consideration of thr rights granted in this Agreement, all copyright and rights in the nature of copyright in the work are hereby assigned to the Crown. For the avoidance of doubt, this includes all copyright in the typographical arrangement and all design elements of the work 108 (tata cara penyusunan suatu karya) diberikan perlindungan oleh hak cipta. 107 Ibid Artikel, 2005, Guidance-Copyright in Typographical Arrangement, http://www. nationalarchives.gov.uk/documents/copyright-typographical-arrangement.pdf diakses 23 Mei 2013 108 66 Pemilik hak atas typographical arrangement atas suatu website (pengaturan letak, icon, desain, gambar dalam website) diberikan kepada orang yang mengaturnya. Jadi, bila pengaturan itu dilakukan oleh orang lain, maka orang itulah yang menjadi pemegang hak cipta atas typographical arrangement website tersebut. Hal ini penting karena dalam hal perlindungan hak cipta terhadap materi website itu telah berakhir, masih ada kemungkinan bahwa perlindungan terhadap typographical arrangement itu belum berakhir, sehingga orang yang mengkopi website tersebut masih dapat dikenakan tuntutan atas pelanggaran hak cipta.109 Jadi dalam sebuah website terdapat beberapa hak cipta, selain hak atas tulisan artikel di website itu, juga terdapat hak cipta atas program komputer (website adalah program komputer), hak cipta atas desain dalam website dan juga hak cipta atas typographical arrangement website tersebut. 110 Untuk menyediakan sebuah website, maka harus tersedia unsur-unsur penunjangnya, adalah sebagai berikut : 1. Nama domain (Domain name/URL-Uniform Resource Locator) Nama domain atau biasa disebut dengan Domain Name atau URL adalah alamat unik di dunia internet yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah website, atau dengan kata lain domain name adalah alamat yang digunakan untuk menemukan sebuah website pada dunia internet. Nama domain diperjualbelikan secara bebas di internet dengan status sewa tahunan. Setelah nama domain itu terbeli di salah satu penyedia jasa pendaftaran, maka pengguna disediakan sebuah kontrol panel untuk administrasinya. Jika pengguna lupa/tidak memperpanjang masa sewanya, maka nama domain itu akan di lepas lagi ketersediaannya untuk umum. Nama domain sendiri mempunyai identifikasi ekstensi/akhiran sesuai dengan kepentingan dan lokasi keberadaan website tersebut. Contoh nama domain ber-ekstensi lokasi Negara Indonesia adalah : a. .co.id : Untuk Badan Usaha yang mempunyai badan hukum sah b. .ac.id : Untuk Lembaga Pendidikan c. .go.id : Khusus untuk Lembaga Pemerintahan Republik Indonesia d. .mil.id : Khusus untuk Lembaga Militer Republik Indonesia 109 110 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 59. Ibid 67 e. .or.id : Untuk segala macam organisasi yand tidak termasuk dalam kategori “ac.id”,”co.id”,”go.id”,”mil.id” dan lain lain f. .war.net.id : untuk industri warung internet di Indonesia g. .sch.id : khusus untuk Lembaga Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan seperti SD, SMP dan atau SMU h. .web.id : Ditujukan bagi badan usaha, organisasi ataupun perseorangan yang melakukan kegiatannya di World Wide Web. 2. Rumah tempat website Web Hosting dapat diartikan sebagai ruangan yang terdapat dalam harddisk tempat menyimpan berbagai data, file-file, gambar, video, data email, statistik, database dan lain sebagainya yang akan ditampilkan di website. Besarnya data yang dimasukkan tergantung pada besarnya web hosting yang disewa/dipunyai, semakin besar web hosting semakin besar pula data yang dapat dimasukkan dan ditampilkan dalam website. Web Hosting juga diperoleh dengan menyewa. Pengguna akan memperoleh kontrol panel yang terproteksi dengan username dan password untuk administrasi websitenya. Besarnya hosting ditentukan ruangan harddisk dengan ukuran MB (Mega Byte) atau GB (Giga Byte). Lama penyewaan web hosting rata-rata dihitung per tahun. Penyewaan hosting dilakukan dari perusahaan-perusahaan penyewa web hosting yang banyak dijumpai baik di Indonesia maupun Luar Negeri. Lokasi peletakan pusat data (datacenter) web hosting bermacam-macam. Ada yang di Jakarta, Singapore, Inggris, Amerika, dll dengan harga sewa bervariasi. 3. Bahasa program (scripts program) Adalah bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan setiap perintah dalam website yang pada saat diakses. Jenis bahasa program sangat menentukan statis, dinamis atau interaktifnya sebuah website. Semakin banyak ragam bahasa program yang digunakan maka akan terlihat website semakin dinamis, dan interaktif serta terlihat bagus. Beragam bahasa program saat ini telah hadir untuk mendukung kualitas website. Jenis jenis bahasa program yang banyak dipakai para desainer website antara lain HTML, ASP, PHP, JSP, Java Scripts, Java applets, XML, Ajax dsb. Bahasa dasar yang dipakai setiap situs adalah HTML sedangkan PHP, ASP, JSP dan lainnya merupakan bahasa pendukung yang bertindak sebagai pengatur dinamis, dan interaktifnya situs. Bahasa program ASP, PHP, JSP atau lainnya bisa dibuat sendiri. Bahasa program ini biasanya digunakan untuk membangun portal berita, artikel, forum diskusi, buku tamu, anggota organisasi, email, mailing list dan lain sebagainya yang memerlukan update setiap saat. 4. Desain website Setelah melakukan penyewaan domain name dan web hosting serta penguasaan bahasa program (scripts program), unsur website yang penting dan utama adalah desain. Desain website menentukan kualitas dan keindahan sebuah website. 68 Desain sangat berpengaruh kepada penilaian pengunjung akan bagus tidaknya sebuah website. Untuk membuat website biasanya dapat dilakukan sendiri atau menyewa jasa website designer. Saat ini sangat banyak jasa web designer, terutama di kota-kota besar. Perlu diketahui bahwa kualitas situs sangat ditentukan oleh kualitas designer. Semakin banyak penguasaan web designer tentang beragam program/software pendukung pembuatan situs maka akan dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya. Jasa web designer ini yang umumnya memerlukan biaya yang tertinggi dari seluruh biaya pembangunan situs dan semuanya itu tergantung kualitas designer. Programprogram desain website salah satunya adalah Macromedia Firework, Adobe Photoshop, Adobe Dreamweaver, Microsoft Frontpage, dll. 5. Program transfer data ke pusat data Para web designer mengerjakan website dikomputernya sendiri. Berbagai bahasa program, data informasi teks, gambar, video, dan suara telah menjadi file-file pendukung adanya website. File tersebut bisa dibuka menggunakan program penjelajah (browser) sehingga terlihatlah sebuah website utuh di dalam komputer sendiri (offline). Tetapi file-file tersebut perlu untuk diletakkan dirumah hosting versi online agar terakses ke seluruh dunia. Pengguna akan diberikan akses FTP (File Transfer Protocol) setelah memesan sebuah web hosting untuk memindahkan file-file website ke pusat data web hosting. Untuk dapat menggunakan FTP diperlukan sebuah program FTP, misalnya WS FTP, Smart FTP, Cute FTP, dll. Program FTP ini banyak ditemui di internet dengan status penggunaan gratis maupun harus membayar. Para web designer pun dapat menggunakan fasilitas FTP yang terintegrasi dengan program pembuat website, misal Adobe Dreamweaver. 6. Publikasi website Keberadaan website tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal oleh masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat tergantung dari besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk mengenalkan situs kepada masyarakat memerlukan apa yang disebut publikasi atau promosi. Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan pamlet-pamlet, selebaran, baliho, kartu nama dan lain sebagainya tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang efektif dan sangat terbatas. Cara yang biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas ruang atau waktu adalah publikasi langsung di internet melalui search engine-search engine (mesin pencari, seperti : Yahoo, Google, MSN, Search Indonesia, dsb). Cara publikasi di search engine ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya terbatas dan cukup lama untuk bisa masuk dan dikenali di search engine terkenal seperti Yahoo atau Google. Cara efektif publikasi adalah dengan membayar, walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat masuk ke search engine dan dikenal oleh pengunjung. BAB III PERUMUSAN TINDAK PIDANA PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA 3.1 Perumusan Tindak Pidana Peniruan Tampilan Website di Indonesia Munculnya kejahatan dengan dimensi baru sebagai akibat dari penyalahgunaan internet. Seperti halnya di dunia nyata, dalam dunia maya internet ternyata mengundang tangan-tangan kriminal dalam bereaksi, baik untuk mencari keuntungan materi maupun bentuk untuk sekedar melampiaskan keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering disebut dalam bahasa asing sebagai cybercrime (kejahatan di dunia maya). 111 Ada bermacam-macam jenis kejahatan yang dapat dilakukan di dunia maya. Beberapa literatur dan situs-situs yang mengetengahkan cybercrime, ada berpuluh-puluh jenis kejahatan yang berkaitan dengan dunia cyber. Termasuk dalam kategori kejahatan umum yang difasilitasi teknologi informasi antara lain penipuan kartu kredit, penipuan bursa efek, penipuan perbankan, pornografi anak, perdagangan narkoba serta terorisme. 112 Selain kejahatan yang telah disebutkan di atas jenis kejahatan lainnya yang termaksud cybercrime, adalah diantaranya offense againts intellectual property. Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual dimiliki pihak lain di internet. Konsep hak kekayaan intelektual sendiri senantiasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dengan kondisi 111 112 Didik, M. Arief Mansur dan Eltaris Gultom, Op Cit, h. 60. Ibid 69 70 demikian hak kekayaan intelektual berkembang secara dinamis. Istilah hak kekayaan intelektual sebagai terjemahan dari kata intellectual property rights. 113 Namun demikian di dalam prakteknya terjemahan hak kekayaan intelektual bukanlah satu-satunya terjemahan dari kata intellectual property rights. Beberapa terjemahan lainnya diantaranya ada yang menerjemahkan hak atas kekayaan intelektual atau hak atas kepemilikan intelektual. Menurut Dicky R. Munaf : Hak kekayaan intelektual merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, cipta manusia karena lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan merupakan hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia juga mempunyai nilai ekonomi. Esensi yang terpenting dari setiap bagian hak kekayaan intelektual adalah adanya suatu ciptaan tertentu. Bentuk nyata dari ciptaan tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 114 Menurutnya lagi bahwa sifat dari hak kekayaan intelektual adalah : a. Mempunyai jangka waktu terbatas, artinya setelah habis masa perlindungan inovasinya, maka ada yang dapat diperpanjang (hak merek), tetapi ada juga setelah habis masa perlindungannya menjadi milik umum (hak paten). b. Bersifat eksklusif dan mutlak, maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan si pemilik mempunyai hak monopoli yaitu penemu dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan maupun menggunakan teknologi yang dimilikinya. c. Bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan. 115 Internet berkembang dengan pesat sekali bahkan perkembangannya tersebut sangat dirasakan tatkala internet diterapkan dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia itu e-ducation, e-goverment, e-democracy, e-commerse dan lain sebagainya. Internet saat ini dapat diakses melalui software seperti netscape, 113 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 2. Ibid, h. 3. 115 Ibid 114 71 mosaic, the internet explorer dan penyedia lainnya melalui jasa komersial seperti american online dan prodigy. Melalui penggunaan software seperti di atas, maka pemilik komputer dapat memasukkan dokumen ke dalam komputernya dan sekaligus pula si pemilik komputer dapat mengakses dan membaca dokumen. Selain itu, pengguna dapat melakukan perjalanan untuk mencari dokumendokumen yang ditempatkan dengan jumlah ribuan. 116 Internet adalah suatu lingkungan dan manusia baru yang di dalamnya terdiri dari orang-orang dari berbagai negara, budaya, bahasa, usia dan pekerjaan, selama jaringan komputer terkoneksi melalui infrastruktur telekomunikasi yang menyebarkan informasi melalui proses dan ditransmisikan secara digital. Kehadiran internet telah memunculkan suatu fenomena baru terhadap aspek-aspek kehidupan manusia. Dari sisi hukum, sangat jelas fenomena internet berpengaruh terhadap model pengaturan terhadap hukum di internet. Kompleksitas pengaturan tersebut melahirkan permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum adalah hak cipta. Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta terdapat tiga belas macam tindak pidana hak cipta sebagai berikut : a. Tindak pidana tanpa persetujuan pelaku membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan pelaku diatur dalam Pasal 72 ayat (1) jo Pasal 49 ayat (1); b. Tindak pidana tanpa persetujuan produser rekaman memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi diatur dalam Pasal 72 ayat (1) jo Pasal 49 ayat (2); c. Tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait diatur dalam Pasal 72 ayat 2; 116 Ibid, h. 55. 72 d. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial program komputer diatur dalam Pasal 72 ayat 3; e. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum diatur dalam Pasal 72 ayat (4) jo Pasal 17; f. Tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau mengumumkan potret tanpa izin pemiliknya atau ahli warisnya diatur dalam Pasal 72 ayat (4) jo Pasal 17; g. Tindak pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat tanpa persetujuan orang yang dipotret apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret diatur dalam Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 20; h. Tindak pidana dengan sengaja membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi diatur dalam Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 49 ayat (3); i. Tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan diatur dalam Pasal 72 ayat 6 jo Pasal 24; j. Tindak pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul atau isi ciptaan diatur dalam Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 55; k. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen hak cipta diatur dalam Pasal 72 ayat (7) jo Pasal 25; l. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan atau dibuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengamanan hak pencipta diatur dalam Pasal 72 ayat (8) jo Pasal 27; m. Tindak pidana sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan diatur dalam Pasal 72 ayat (9) jo Pasal 28. 117 Secara hakiki hak cipta termasuk hak milik immateriil karena menyangkut ide, gagasan, pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang dituangkan dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra, maupun karya seni. Hak cipta itu sendiri muncul secara otomatis pada si pencipta. Pengaturan hak cipta di Indonesia meliputi pada bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang selanjutnya dirinci dalam 14 bagian. Di samping pengetahuan itu difokuskan pada 117 Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang (Selanjutnya disebut Adami Chazawi I), h. 7. 73 14 bidang tersebut, pengaturan hak cipta di Indonesia juga mengenal beberapa pengecualian yang dianggap bukan pelanggaran hak cipta. Pengecualianpengecualian itu antara lain : a. Pengumuman dan perbanyakan dari lembaga negara dan lagu kebangsaan menurut sifat aslinya; b. Pengumuman dan perbanyakan dari segala sesuatu yang diumumkan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika cipta itu diumumkan; c. Pengambilan, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dari kantor berita, badan penyiar radio atau televisi dan surat kabar dan surat kabar setelah satu kali dua puluh empat jam terhitung dari saat pengumuman pertama berita itu dan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. 118 Dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menambahkan beberapa hal yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta yakni : a. Mengumumkan dan atau memperbanyak lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; b. Mengumumkan dan atau memperbanyak segala sesuatu yang diumumkan dan atau diperbanyak atas nama pemerintah; c. Mengambil berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, jika sumbernya harus disebutkan secara lengkap; d. Begitu pula dengan menyebut sumbernya secara jelas dan lengkap, tidak dianggap pelanggaran jika menggunakan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; e. Mengambil ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; f. Mengambil ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan atau pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta; g. Memperbanyak suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam bentuk huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial; 118 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 41. 74 h. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; i. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis dan atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan; j. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri; k. Memotret orang atau pelaku (aktor) pertunjukan lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan; l. Memotret untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana; m. Kecuali terdapat persetujuan lain antara pemegang hak cipta dan pemilik ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan pemegang hak cipta untuk mempertunjukan ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi Pasal 19 atau Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa hasil potret. 119 Menurut Asril Sitompul ada 2 kategori hak cipta di internet, yakni : 1) Hak cipta atas isi (content) yang terdapat dalam media di internet yang berupa hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review, program, atau bentuk lainnya yang sejenis. 2) Hak cipta atas nama alamat situs web dan alamat surat elektronik atau email dari pelanggan jasa internet. 120 WIPO melalui 179 negara anggotanya telah mengambil tanggung jawab untuk memformulasikan kerangka kebijakan dan hukum di tingkat internasional untuk mengakui ciptaan dan perlindungan hak kekayaan. Tujuan akhirnya adalah untuk mendorong ketepatan dan keseimbangan di dalam hukum, menyediakan hak yang kuat dan efektif, tetapi di dalam batasan yang wajar dan dengan pengecualian yang fair. WIPO mengadministrasikan 23 kesepakatan traktat internasional dengan aspek yang berbeda dari perlindungan hak kekayaan 119 Hadi Juliawan Hakim, 2009, Tesis Prinsip Ganti Rugi Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Studi Kasus Terhadap Pembajakan Piranti Lunak), Universitas Mataram, Mataram, h. 34-37. 120 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 56. 75 intelektual. Di bawah The Berne Convention, konvensi hak cipta internasional yang utama, melindungi hak cipta melingkupi semua literary dan karya artistik. Istilah ini meliputi bentuk berbeda dari kreatifitas, seperti tulisan, fiksi dan non fiksi, mencakup ilmu pengetahuan dan teks teknikal dan program komputer; database yang merupakan kumpulan isi yang diseleksi dan diatur; karya musik; audiovisual; karya di bidang seni; mencakup gambar dan lukisan; dan photografi. Meskipun WIPO telah mengambil tanggung jawab, namun permasalahan hukum hak cipta di internet senantiasa menjadi permasalahan yang menarik untuk dikaji. Terlebih, disadari bahwa selama ini penegakan di hampir setiap negara sangat bergantung dengan hukum nasionalnya. Hal ini mengandung arti bahwa jawaban hukum secara internasional belum berarti telah memberikan sebuah solusi penyelesaian atas permasalahan-permasalahan hukum hak cipta di internet. 121 Seseorang merasa dirugikan apabila hasil imajinasi intelektualnya yang telah tertulis digandakan begitu saja, kebutuhan untuk melindungi barang dan atau jasa dari kemungkinan pemalsuan, pembajakan, plagiat maupun peniruan atau persaingan tidak wajar (curang) juga berarti kebutuhan untuk melindungi hak kekayaan intelektual yang digunakan pada proses pembuatan produk yang bersangkutan. 122 Mengenai peniruan terhadap tampilan halaman (home page) sebuah situs atau website di dunia maya terdapat dalam Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 Ayat (1) dan (2) tersebut dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur subjektif 1) Kesalahan; Dengan sengaja b. Unsur objektif 121 Ibid, h. 57. Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual (Aspek Hukum Bisnis), PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta, h. 3. 122 76 2) Pembuatnya; Pemegang hak cipta 3) Melawan hukum; Tanpa hak 4) Pebuatannya; a) Tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya; b) Mengubah ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan pada pemegang hak cipta; 5) Objek : Ciptaan. 123 Indonesia hak cipta merupakan instrumen hukum yang sangat diperlukan bagi pengembangan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia, untuk itu diperlukan sikap dasar untuk mencetak sumber daya manusia, yaitu dengan mengakui dan menghargai keahlian serta hasil diperoleh dari keahlian tersebut. Unsur-unsur yang dapat diuraikan sebagaimana penjelasan di atas yakni : 1. Kesalahan : Dengan sengaja Berdasarkan rumusan tindak pidana Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 24 ayat (1) dan (2), kesengajaan pemegang hak cipta (pembuat) atau disebut pelaku harus ditujukan pada unsur-unsur “tanpa hak”, perbuatan “tidak mencantumkan” (pasif) dan “mengubah” ciptaan yang hak ciptannya telah diserahkan pada pemegang hak cipta, beserta objek suatu “ciptaan”. Artinya diuraikan sebagai berikut : a. Pemegang hak cipta (pembuat) menghendaki untuk melakukan perbuatan “tidak mencantumkan” nama pencipta dalam ciptaannya dan atau perbuatan “mengubah” ciptaan yang disadarinya hak cipta telah diserahkan kepadanya. b. Pembuat menyadari bahwa tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah isi ciptaan pencipta tersebut sebagai melawan hukum, karena disadarinya kelakuannya itu tanpa mendapat persetujuan dari pencipta atau ahli warisnya. c. Pembuat mengerti bahwa tidak mencantumkan nama pencipta dan atau mengubah ciptaan dilakukan pada suatu ciptaan tertentu. 124 123 Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang (Selanjutnya disebut Adami Chazawi II), h. 86-87. 124 Ibid 77 Sebagai orang normal kesadaran itu dipastikan ada. Sementara itu, kesadaran atas dirinya sebagai pemegang hak cipta tidak diperlukan karena letak unsur kualitas pemegang hak cipta diletakkan sebelum kata sengaja dalam kalimat rumusan Pasal 24. Atau, dalam kalimat rumusan tindak pidana gabungan Pasal 72 Ayat (6) dan Pasal 24 dalam suatu naskah tersebut. 125 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 Undang-Undang Hak Cipta, yakni : a. Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya; b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptaannya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah meninggal dunia; c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta; d. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. 126 2. Pembuatannya : Pemegang hak cipta Pencipta adalah pemegang hak cipta. Pencipta dapat mengalihkan atau menyerahkan hak cipta tersebut pada orang atau pihak lain. Pihak lain ini juga pemegang hak cipta dan pemegang hak cipta yang bukan pencipta itulah yang dimaksud sebagai subjek hukum tindak pidana menurut Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24. Perlu diketahui bahwa hak cipta berisi hak ekonomi (economic right) dan hak moral (moral right). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan ekonomi atas suatu ciptaan serta produk dari hak terkait (neighboring right) tidak ada perbedaan yang tajam antara hak cipta (copy rights) dengan neighboring rights. Sebuah karya pertunjukan atau karya seni lainnya yang 125 Ibid Hak moral dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Sinar Grafika, Jakarta, h. 67. 126 78 disiarkan oleh lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum kedua hak ini. Copy rights berada di tangan pencipta atau produsernya, sedangkan neighboring rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang mengumandangkan siaran tersebut, 127 seperti hak eksklusif yang ada pada pelaku, produser rekaman, lembaga penyiaran. Sementara itu, hak moral adalah hak yang melekat pada pribadi penciptanya yang menurut sifatnya tidak dapat dialihkan dan dilenyapkan dengan cara apapun. Hak ekonomi yang ada dalam hak cipta dapat beralih dan dialihkan dan dipisahkan dengan penciptanya, bahkan dapat dialihkan lagi sampai beberapa kali. Beralihnya hak ekonomi dalam hak cipta karena pewarisan maupun melalui perjanjian lisensi. Pasal 3 yang menyebutkan bahwa hak cipta yang dapat dialihkan adalah hak ekonomi dalam hak cipta, sedangkan hak moral tidak. Hak moral itulah yang dilindungi oleh norma tindak pidana Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24. Walaupun hak ekonomi dalam hak cipta telah dialihkan tetapi pencipta atau ahli warisnya tetap mempunyai hak moral dalam hak cipta. Dengan demikian, Pasal 24 melindungan agar nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya dan melindungi keaslian ciptaannya (Ayat 2). Tindak pidana Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 secara tegas melindungi kepentingan hukum pencipta atas hak moral dalam hak cipta. Bahkan, perlindungan hukum tersebut sampai kepada ahli warisnya. Untuk perlindungan hak moral itu oleh UHC Indonesia telah dicantumkan ketentuan normatif yang dimuat pasal 56 yang berbunyi : 127 OK. Sadikin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 134. 79 Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat seseorang tanpa persetujuannya : a. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu; b. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; c. Mengganti atau mengubah judul ciptaan itu; d. Mengubah isi ciptaan itu. 128 Hak moral pun dapat diwariskan, jika pencipta meninggal dunia dan hak moral tetap melekat dan beralih pada ahli waris. Dengan beralihnya hak menuntut dicantumkannya nama pencipta atas ciptaannya dan hak mempertahankan keaslian ciptaan oleh ahli warisnya sebagai bukti bahwa hak moral dapat dialihkan melalui melalui pewarisan. Kemudian dipertahankan dan ditegakkan oleh ahli warisnya. Jadi jelas bahwa peralihan hak cipta melalui pewarisan dan menurut Pasal 3 sifatnya termaksud hak moral dan hak ekonomi dalam hak cipta. Akan tetapi, peralihan hak cipta melalui cara-cara selain pewarisan, menurut sifatnya hanya dapat dilakukan terhadap hak ekonomi. 129 3. Melawan hukum : Tanpa hak Menurut memorie van toelichting, dicantumkannya unsur melawan hukum (wederrechtelijk) dalam rumusan beberapa tindak pidana adalah untuk menghadapi kemungkinan jangan sampai orang yang sebenarnya menggunakan haknya dalam melakukan perbuatan itu akan dapat dipidana. 130 Sifat melawan hukum tertulis “tanpa hak”. Pembuat tidak berhak untuk “tidak mencantumkan” nama penciptanya. Tidak berhak untuk “mengubah ciptaan”. Letak tidak 128 Ibid, h. 101. Adami Chazawi, Op Cit, h. 89. 130 Frans Maramis, 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 106 129 80 berhaknya pemegang hak cipta untuk berbuat demikian karena tidak mendapat persetujuan atau izin dari pencipta, atau jika telah meninggal oleh ahli warisnya. Jika sudah meninggal, apakah cukup persetujuan dari salah satu atau sebagian ahli waris, agar “tidak mencantumkan” nama pencipta atau “mengubah” ciptaan menjadi perbuatan hukum. Berdasarkan hak yang sama dalam hal mewarisi terhadap budel waris, dimana hak cipta adalah juga budel maka persetujuan wajib dimintakan pada semua ahli waris. Sifat melawan hukum perbuatan yang demikian termaksud melawan hukum objektif. Walaupun sifat objektif dari melawan hukum yang demikian sangat jelas dan terang. Namun jika dilihat dari hubungan unsur sifat melawan hukum dengan unsur kesengajaan, maka diperlukan kesadaran si pembuat bahwa perbuatan “tanpa mencantumkan” nama pencipta atau “mengubah” ciptaan tiada persetujuan dari pencipta atau ahli warisnya sebagai tercela atau melawan hukum. Oleh karena itu, sikap yang demikian menjadi sifat melawan hukum subjektif. Kesimpulannya, dasar sifat melawan hukum perbuatan adalah objektif (melawan hukum objektif) dan sifat itu perlu disadari oleh si pembuat (melawan hukum subjektif). Menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan UHC Indonesia, yaitu : a. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain; b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apa pun tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya). 131 4. Perbuatan : Tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan 131 OK. Saidin, Op Cit, h. 60. 81 Pembuat dalam tindak pidana ini ialah pemegang hak cipta yang bukan pencipta tetapi pemegang hak cipta yang diperoleh dari pencipta. Perbuatan yang dilarang adalah dua. Pertama, “tidak mencantumkan” nama pencipta pada ciptaannya. Kedua, “mengubah” ciptaan yang hak ciptanya telah dialihkan pada pemegang hak cipta. 132 Perbuatan “tidak mencantumkan” merupakan perbuatan pasif, yakni tidak melakukan perbuatan yang menurut hukum wajib dilakukan oleh seseorang. Jadi, dalam setiap perbuatan pasif dipastikan ada suatu kewajiban hukum yang dilanggar yakni untuk melakukan suatu. Kewajiban hukum pemegang hak cipta adalah kewajiban hukum untuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya. Ada dua modus perbuatan “tidak mencantumkan” nama pencipta. Pertama, tidak mencantumkan nama siapa pun atau “anonim”. Kedua, mencantumkan nama lain bukan nama pencipta. Keduanya masuk dalam kategori “tidak mencantumkan” nama penciptanya. 133 Perbuatan kedua “mengubah” ciptaan harus diartikan terhadap semua yang terdapat pada ciptaan. Misalnya, sebuah karangan ilmiah yang dibukukan, bisa pada judul dan isi karangan, termasuk sistematika karangan. “Mengubah” artinya melakukan suatu perbuatan terhadap suatu ciptaan dengan wujud dan cara apa pun sehingga apa yang diubah menjadi lain atau berbeda dari keadaan semula atau lain dari yang asli. Caranya bisa dengan menambah, menghilangkan, dan sebagainya atas bagian tertentu dari ciptaan. Pasal 24 ayat (3) 134 memberi keterangan yang mengatakan bahwa “ketentuan ayat (2) (in casu “mengubah”) berlaku juga 132 Adami Chazawi, Op Cit, h. 90. Ibid 134 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Op Cit, h. 67. 133 82 terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman nama, dan perubahan nama atau nama samaran pencipta. Kalimat tersebut memperluas pengertian “mengubah” ciptaan. Jika perbuatan “mengubah” dilakukan pada ciptaan yang wujudnya tulisan maka perbuatan ini sama artinya dengan memalsu (vervalsen) pada kejahatan pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP). Tidak ada perbedaan yang prinsip antara memalsu surat dengan memalsu ciptaan. Samasama mengenai isinya, yakni isinya surat dan isi ciptaan menurut Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 24. Memalsu surat adalah mengubah dengan wujud dan cara apa pun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang mengakibatkan sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan surat semula. Perbuatan mengubah terhadap objek suatu ciptaan sama artinya dengan memalsu adalah mengubah dengan wujud dan cara apa pun atas bagian-bagian tertentu suatu ciptaan oleh orang yang tidak berhak (tanpa izin pencipta) sehingga pada bagian tersebut berbeda dengan ciptaan semula. 5. Objek : Ciptaan 135 Objek tindak pidana ini ialah suatu ciptaan, jadi bendanya terletak pada wujud (misalnya suatu karangan) bukan hak yang melekat pada benda, seperti hak ekonomi dalam hak cipta. Pasal 1 angka 3 secara singkat memberikan batasan otentik mengenai apa yang dimaksud ciptaan. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, 135 Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra, Ibid, h. 54. 83 imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dari definisi ciptaan dan pencipta yang dikutip tersebut maka suatu ciptaan memenuhi unsur berikut : a. Merupakan hasil inspirasi karya berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian seseorang atau beberapa orang. b. Dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. c. Yang dituangkan (ada kesengajaan) ke dalam bentuk yang khas. d. Yang menunjukkan keasliannya. e. Yang hasil inspirasi dalam bentuknya yang khas tersebut bersifat pribadi. 136 Terciptanya suatu ciptaan hanya bisa dihasilkan dengan menggunakan pikiran, gagasan, ide, kecekatan, keterampilan, atau keahlian berdasarkan kemampuan seseorang atau beberapa orang. Oleh karena itu, dalam hak cipta bukan sekedar terdapat hak moral tetapi juga hak ekonomi. Suatu penghargaan yang sangat tinggi terhadap ciptaan, terutama oleh sebab adanya hak moral dalam hak cipta yang melekat dan mengikuti pribadi pencipta dan tidak dapat dialihkan dan dihapus dengan cara apa pun. Pasal 12 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta merinci tiga bidang objek ciptaan (ilmu pengetahuan, seni dan sastra) yang mendapat perlindungan hak cipta adalah sebagai berikut : a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu. c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, perwayangan, dan pantomim. 136 Adami Chazawi, Op Cit, h. 92. 84 f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Ciptaan mendapat perlindungan hukum kalau inspirasi, imajinasi, ide, gagasan, dan sebagainya tadi sudah dituangkan dalam bentuknya yang khas. Tidak mempunyai nilai apa-apa apabila masih berwujud gagasan, ide, keterampilan atau kecekatan, apabila belum diwujudkan dalam bentuknya yang khas. Ada bentuknya, artinya dapat dilihat dan dapat dibaca bukan sekedar dapat didengar, bersifat khusus dan dapat dibedakan secara jelas dari ciptaan lainnya. Dalam bentuknya yang khas, artinya karya tersebut telah selesai diwujudkan sehingga dapat dilihat atau didengar atau dapat dibaca, termaksud pembacaan huruf braile. Bersifat pribadi, artinya antara ciptaan dan penciptanya manunggal yang tidak dapat dipisahkan. Perwujudan sifat pribadi ciptaan adalah pada hak moral dalam hak cipta yang tidak dapat dialihkan pada siapa pun, dilepas, atau dihapus dengan cara apa pun dari pribadi penciptanya. Ciptaan harus menunjukkan keasliannya. Suatu ciptaan disebut asli atau menunjukkan keasliannya, bila keberadaan ciptaan dalam bentuknya yang khas harus pertama kali. Hak cipta atas ciptaan tidak memerlukan syarat pendaftaran yang berbeda dengan paten atau merek. Oleh karena itu, orang yang merasa sebagai pencipta wajib membuktikan dialah yang pertama kali mengadakan atau membuat ciptaan 85 secara pribadi dan dalam bentuknya khas. Adapun prinsip lainnya yang dijelaskan secara lebih singkat, yakni : a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinal), keaslian sangat erat berhubungan dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan. b. Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita belum merupakan suatu ciptaan. c. Karena hak cipta hak eksklusif, maka tidak boleh ada orang lain yang boleh melakukan perbanyakan dan pengumuman kecuali dengan izin pencipta. 137 3.2 Program Komputer, Data Base dan Website Komputer keberadaannya diambil dari bahasa Latin computare yang berarti menghitung (to compute). 138 Menurut John J. Borking “In essence, a computer program is a set of instructions in the form of numeric codes, which are loaded into the computer’s memory in order to tell the computer in what way a problem has to be solved.” Menurut David I. Bainbridge, program komputer adalah serangkaian instruksi yang mengendalikan atau mengubah operasi-operasi komputer. 139 Perlu kita ketahui bahwa program komputer bukanlah seperti program yang ditemukan di dalam radio dan televisi. Program komputer yang dimaksud adalah instruksi-instruksi yang berupa kode-kode numerik, dimana 137 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 39. Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), Rajawali Press, Jakarta, h. 57. 139 Ibid, h. 80-81. 138 86 instruksi-instruksi dan kode-kode numerik tersebut berada di dalam memori komputer untuk menginformasikan komputer pekejaan apa yang harus diselesaikan. Komputer tidak dapat berpikir, hanya mengerjakan sesuatu sesuai instruksi yang diberikan kepadanya oleh orang yang sedang mengoperasikan komputer. Secara teknis, program komputer dibedakan atas program komputer sistem operasi dan program komputer aplikasi : Application Programs Communication Database Management Control Programme System (CCP) (DBMS) System Utilities Program Operating System (OS) Hardware Gambar 3.1.1 140 Komputer pada dasarnya membutuhkan keberadaan program agar bisa menjalankan fungsinya sebagai komputer dalam arti dioperasikan. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara mengeksekusi serangkaian instruksi program tersebut pada prosesor, unit pemroses sentral (UPS) (Bahasa Inggris : Central Processing Unit : CPU), merujuk kepada perangkat keras komputer yang memahami dan melaksanakan perintah dan data dari perangkat lunak. Istilah lain, pemroses atau 140 Ibid, h. 82. 87 prosesor (processor), sering digunakan untuk menyebut CPU. 141 Kemampuan daripada komputer untuk membagi data dengan komputer lainnya melalui jaringan yang saling terhubung, dimana suatu jaringan komputer mencakup pada komputer utama (server) dan sejumlah stasiun pengendali lainnya. Sebuah program biasanya memiliki suatu bentuk model pengeksekusian tertentu agar dapat secara langsung dieksekusi oleh komputer. Program yang sama dalam format kode yang dapat dibaca oleh manusia disebut sebagai kode sumber, bentuk program yang memungkinkan programmer menganalisis serta melakukan penelaahan algoritma yang digunakan pada program tersebut. Program komputer sebagai hasil pemikiran intelektual dari pembuatan program adalah diakui sebagai suatu karya cipta, yaitu karya dari perwujudan cipta, rasa dan karsanya. Hal inilah yang dilindungi oleh hukum. Objek perlindungan sebuah program komputer adalah serangkaian kode yang mengisi instruksi. Instruksi-instruksi dari bahasa tertulis ini dirancang untuk mengatur microprocessor agar dapat melakukan tugas-tugas sederhana yang dikehendaki secara tahap demi tahap serta untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Di dalam instruksi inilah terlihat ekspresi dari si pembuat program atau pencipta. 142 Perlindungan hak cipta dalam era digital merupakan segala sesuatu yang disediakan oleh hak cipta yang digunakan untuk kepentingan umum atau publik agar dapat menyelesaikan konflik hukum hak cipta di era digital. Beberapa tahun terakhir ini, hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) merupakan perlindungan yang telah menjadi terkenal dengan banyaknya teknologi baru 141 Wikipedia, Prosesor “Unit Pemroses Sentral”, http://id.wikipedia.org/wiki/Prosesor diakses 11 Juni 2013 142 Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 58. 88 menjadi pentingnya kekayaan intelektual. Namun perkembangan teknologi baru telah menimbulkan konsep baru pula, seperti program komputer, database komputer, layout komputer, berbagai bekerja pada web, dan lain-lain sehingga sangat perlu untuk lebih banyak mengetahui tentang hak cipta yang erat kaitannya dengan komputer program atau software, database komputer dan berbagai hal dalam kaitannya dengan ruang lingkup cyber. Seperti kita ketahui bahwa hak cipta merupakan isu kunci dalam hak kekayaan intelektual di era digital, hal tersebut menunjukan bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan komputer dapat dilindungi di dalam hukum hak cipta. Perlindungan hak cipta secara domestik saja dirasakan tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi pertumbuhan kreativitas para pencipta. Kreativitas dan aktivitas para pencipta dalam rangka memacu pertumbuhan untuk mendorong karya cipta tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin di setiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh pencipta. Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum ada yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas, dan pendapat lain bahwa konsep hak cipta harus diperbaiki, agar sesuai dengan kondisi sekarang dengan adanya masyarakat informasi baru. Adapun Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. KCI : Karya Cipta Indonesia ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia 89 7. IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia 8. MPA : Motion Picture Assosiation 9. BSA : Bussiness Software Assosiation, Prioritas kebijakan BSA termasuk; perlindungan kakayaan intelektual (hak cipta, paten, mandat teknologi), pembukaan pasar untuk perdagangan yang bebas penghalang, keamanan data, peningkatan kesempatan (di Brasil, Cina, India, Rusia dan pasar berkembang lainnya), inovasi dan pilihan piranti lunak, pemerintahan elektronik (e-government) dan tenaga kerja serta pendidikan. BSA Business Software Alliance (BSA) adalah asosiasi perdagangan nirlaba yang didirikan untuk memajukan sasaran industri piranti lunak dan mitra piranti kerasnya. Organisasi ini adalah organisasi terkemuka yang didedikasikan untuk mendukung dunia digital yang legal dan aman. 143 10. YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia. 144 Database merupakan salah satu komponen penting dalam sistem informasi, karena merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi pemakai. Penerapan database dalam sistem informasi disebut dengan database system, yaitu suatu sistem informasi yang mengintegrasikan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan membuatnya tersedia untuk beberapa aplikasi yang bermacam-macam di dalam suatu organisasi. Menurut David Bainbridge, definisi data base adalah a collection of data stored in or on computer media ussualy in the form of computer file or files. Data base are accessed, maipulated, modified, displayed and printed using computer programs and ussually have associated indexes, dictionaries, format and layout files. 145 Data yang berada dalam basis data perlu diorganisasi sedemikian rupa, supaya informasi yang dihasilkan berkualitas. Organisasi basis data yang baik juga berguna untuk efesiensi kapasitas penyimpanan. Basis data akan diakses atau dimanipulasi dengan menggunakan perangkat lunak, umumnya disebut dengan 143 BSA “Bussiness Software Assosiation”, http://ww2.bsa.org/country/BSA%20and%20 Members.aspx diakses 13 Juni 2013 144 Wikipedia, Hak Cipta “Asosiasi Hak Cipta di Indonesia”, http://id.wikipedia.org.wiki/ Hak_cipta diakses 13 Juni 2013 145 Edmon Makarim, Op Cit, h. 298. 90 DBMS (Database Management System). Database seperti ini dapat dilindungi oleh hak cipta. Berbicara tentang hak cipta, database yang merupakan bagian atau komponen penting dari komputer sangat berperan untuk memproses berbagai macam pekerjaan di dalam tiap bagiannya. Sumber-sumber data yang ada dikumpulkan dalam file-file yang tidak berhungan satu dengan yang lainnya, di mana beberapa aplikasi yang berdiri sendiri akan terus bertambah setiap tahunnya. Tiap aplikasi yang terpisah ini memiliki file-nya tersendiri, input datanya, proses program (untuk memperoleh data terbaru) dan masukan informasinya sendiri. Tiap aplikasi yang terpisah ini memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu adanya kemungkinan terjadinya duplikasi data. Karena tiap-tiap aplikasi membentuk file datanya sendiri, akan menimbulkan beberapa kelemahan, yaitu sebagai berikut : 1. Terjadinya duplikasi data (data redundancy) Misalnya terdapat dua data, yaitu file data personalia yang digunakan untuk aplikasi personalia dan file data gaji yang digunakan untuk penggajian. Kedua file ini akan berisi beberapa item data yang sama, terjadi duplikasi. Kedua file ini akan berisi beberapa item data yang sama, terjadi duplikasi. Akibatnya apabila hendak memodifikasi data yang duplikat harus dilakukan untuk beberapa file, sehingga terjadi ketidakefisienan. Dan terjadi pemborosan terhadap tempat simpanan luar. 2. Tidak terjadi hubungan data (data reliability) Karena tiap-tiap aplikasi menyelenggarakan file tersendiri, hubungan data ke file diaplikasi yang lain tidak ada. Ketidakpuasan ini menyebabkan para perancang perangkat lunak mencari jalan agar dapat mengonsolidasikan tiap kegiatan yang ada. Hasil dari pencarian itu adalah ditemukannya sekarang paket manajemen database. Di dalam paket baru ini tiap record data file akan disimpan (biasanya dalam satu atau lebih disk magnetik) dalam alat penyimpan akses langsung (direct-acces storage device/DASD). Transaksi data hanya dilakukan sekali dan data-data ini telah siap digunakan ke dalam berbagai macam aplikasi yang ada oleh pengguna database. 146 Database dalam Undang-Undang Hak Cipta merupakan kompilasi data dalam bentuk apa pun yang dapat dibaca oleh mesin (komputer) atau dalam bentuk lain, 146 Ibid, h. 297-298. 91 yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Dikaji lebih lanjut, jika kita melihat proses-proses dalam memperoleh, mengolah, menyimpan serta mengelola suatu database jelas merupakan suatu upaya atau kemampuan seseorang, maka dengan sendirinya timbul hak atas pengelolaan data tersebut. The KDD (knowladge discovery database) process begins with the analysis of data stored in a database or data warehouse and ends with the production of new knowledge. (Fayyad et al 1996) describe knowledge discovery as a process with five distinct stages : 1. 2. 3. 4. 5. Data selection; Data pre-processing; Data transformation; Data mining; Evaluation/deployment. 147 Perlu diketahui untuk melakukan hal tersebut memerlukan investasi yang cukup besar, tentunya setiap orang akan membutuhkan perlindungan atas nilai-nilai ekonomis (hak ekonomis dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta) dari database tersebut. Perlindungan terhadap database diberikan dengan tidak mengurangi hak pencipta lain yang ciptaannya dimasukan dalam database tersebut. Hak dan kewajiban atas pengelolaan atas data tentunya akan dibatasi dengan hak subjektif seseorang yang merupakan objek dari personal data tersebut. Website dirancang dalam suatu HTML Editor, dimana HTML editor ini merupakan sebuah program komputer. 148 Perancangan atas sebuah website dengan menggunakan sarana HTML Editor adalah sama seperti membuat suatu program 147 Andrew Stranieri and John Zeleznikow, 2005, Knowledge Discovery From Legal Databases, Spinger, Netherlands, h. 10-11. 148 Edmon Makarim, Op Cit, h. 303. 92 aplikasi dengan menggunakan program pascal. Website merupakan kumpulan dari web pages mengenai hal atau suatu organisasi tertentu. Web page adalah tampilan pada sebuah halaman di internet yang memiliki alamat tertentu, di mana alamat itu tidak ada yang sama satu dengan lainnya. Beberapa hal yang menarik yang perlu diketahui adalah bahwa kebanyakan orang membangun website-nya dengan meniru website orang lain. Dengan semikian secara keseluruhan, website dilindungi oleh hak cipta. Tuntutan untuk mengakui dan menghormati keberadaan hak (cipta) terkait dengan pengaruh pemikiran hukum dari Mazhab atau doktrin hukum alam yang sangat menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang dikenal pada sistem hukum sipil (civil law system) Eropa Kontinental, termasuk juga Indonesia. 149 Meniru yang dimaksud di sini adalah dengan mengopi sebagian dari website orang lain, misalnya icon (lambang yang berbentuk gambar) dari website orang lain. 150 Keaslian (originality) merupakan suatu standar agar dapat dinilai (standart of copyright ability) atas karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Selain diantaranya sebagai perwujudan (fixation) yang merupakan suatu karya yang diwujudkan dalam suatu media ekspresi yang berwujud manakala pembuatannya ke dalam perbanyakan atau berdasarkan kewenangan pencipta, secara permanen atau stabil yang dapat dilihat, direproduksi atau dikomunikasikan ataupun kreativitas karya cipta tersebut yang membutuhkan penilaian kreatif mandiri dari pencipta dalam karyanya, yaitu kreativitas tersebut dengan menunjukkan karya asli. 149 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 189. 150 Edmon Makarim, Op Cit, h. 300. 93 Adapun contoh peniruan tampilan website, di sini perbandingan peniruan tampilan website desain Microsoft MClub terhadap website Plurk : 94 Ruang lingkup internet, kaidah-kaidah hukum yang terbangun di dalamnya jelas berbanding lurus dengan karakteristik suatu masyarakat informasi (information society). The criminal abuse of telecommunication and information 95 technologies for fun or otherwise have made all the aspects of human life susceptible to the criminals operating in the cyberworld. 151 Mengingat keberadaan software atau perangkat lunak komputer tertentu dapat melakukannya dengan sangat mudah, seperti mozaic-type internet browser (termasuk netscape navigator). Meskipun demikian, tidak berarti membangun suatu website hanyalah semudah mengopi milik orang lain. Ada langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain : 1. Memilih nama sebagai domain name, nama domain “domain name”; Eksistensinya berfungsi sebagai alamat dan nama dalam sistem jaringan komputerisasi dan telekomunikasi, lebih bersifat sebagai amanat yang diberikan oleh masyarakat hukum pengguna internet (daripada sebagai suatu properti), asasnya adalah berlaku universal yakni “first come first served basis”, tidak ada pemeriksaan substantif dan sepanjang tidak dapat dibuktikan beritikad tidak baik (perolehan nama domain bukanlah suatu tindakan melawan hukum) 152 dari website; 2. Memilih software (perangkat lunak) yang akan digunakan; 3. Merancang website yang diinginkan; 4. Meng-upload website yang bersangkutan. 153 Perlu diperhatikan domain name yang dipilih melanggar hak atas orang lain atas penggunaan domain name tersebut. Maksudnya adalah penggunaan domain name dari orang/badan hukum yang di mata masyarakat dianggap lebih pantas menggunakannya. Salah satu implikasi dari kehadiran internet ini memang sangat erat berkaitan dengan domain name yang merupakan alamat di internet yang untuk mendapatkannya dilakukan dengan mendaftar melalui InternNIC berdasarkan sistem first come first served. Domain name merupakan sesuatu hal 151 Pradmo Kr Singh, 2007, Law on Cybercrimes (Along With IT Act and Relevant Rules), Book Enclave Jaipur, India, h. 41. 152 Edmon Makarim, Op Cit, h. 323. 153 Ibid, h. 301-303. 96 yang unik dan merupakan sumber daya yang langka yang sering menyebabkan terjadinya konflik dengan sistem merek. 3.3 Hak Cipta Atas Design, Typefaces of Website (Typographical Arrangement) Copyrights means the exclusive right of an author or producer of the art, etc., which empowers him to do or authorise others do certain acts for the publication or commercial exploitation of the copyright material, which may include a book, literary, dramatic, musical, paintings and such artistic works, and cinematograph film and sound recording, etc. Such right is considered to be quid-pm-quo and its the b.enefit accured to the author for the creation or intellectual property produced by him. Therefore, any kind of commercial exploitation of copyright materials by unauthorised persons amounts to a crime against the author as well as the society and is termed as “piracy”. 154 Undang-Undang Hak cipta menjamin perlindungan sebuah website berdasarkan layout atau tampilan dan isinya. Hak cipta atas website dapat didaftarkan halaman depannya saja yaitu sebagai susunan perwajahan sedangkan sata atau tulisan atau isinya didaftarkan sebagai sebuah buku yang masa perlindungannya adalah jika atas nama perorangan berlaku selama hidup pencipta plus 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. 155 Beberapa hal yang menarik yang perlu diketahui adalah bahwa sebagian orang di dalam membuat sebuah website dapat dengan mudah hanya dengan meniru website yang telah ada. Dikarenakan hal tersebut sering terjadi, beribu-ribu website dapat ditemukan di internet, dan tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian besar pengguna komputer dan internet akan mengkopi atau meniru website orang lain tanpa membuat dengan ide dan kreatifitas sendiri. Meskipun demikian, tidak berarti 154 Pradmo Kr Singh, Op Cit, h. 54. Edukasi Kompasiana, “Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hak Cipta Desain dan Isi Sebuah Website itu?” http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/08/bagaimanakah-bentukperlin dungan-hak-cipta-desain-dan-isi-sebuah-website-itu-113560.html diakses 15 Juni 2013 155 97 membangun sebuah website hanyalah mengopi milik orang lain. Ada langkahlangkah yang perlu kita lakukan. Langkah-langkah itu adalah : 1. Memilih nama sebagai domain name dari website anda nantinya. Hal ini bukan suatu gurauan. Nama bagi website anda (domain name) haruslah berbeda dengan nama yang sudah ada atau sudah dipakai orang sebelumnya. Domain name sangat menentukan bagi sebuah website. Domain name yang terlalu panjang dan susah diingat akan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk dikunjungi orang bila dibandingkan dengan domain name yang singkat dan menarik, juga mudah diingat. Untuk mengetahui apakah sebuah nama telah digunakan oleh orang lain, bisa dilihat pada www.internic.net. Sehingga domain name yang digunakan tidak melanggar hak orang lain atas penggunaan domain name tersebut. Hal ini dimaksudkan penggunaan domain name dari orang atau badan hukum yang di mata masyarakat dianggap lebih pantas menggunakannya. Misalnya seorang programer bernama Julia Robert yang ingin membuat atau menggunakan domain name www.juliarobert.com untuk websitenya akan digugat oleh artis Julia Robert yang menurut pandangan masyarakat lebih pantas untuk menggunakan domain name tersebut. Demikian juga dengan penggunaan domain name yang merupakan nama dari sebuah perusahaan, apalagi perusahaan yang dimaksud sudah dikenal kalangan masyarakat luas. Dengan ketelitian menggunakan memilih domain name yang akan digunakan, akan mengurangi resiko gugatan terhadap penggunaan domain name yang bersangkutan. Setelah itu harus ditentukan apakah domain name yang bersangkutan akan didaftarkan sebagai generic domains, adapun generic domain adalah kelompok Top Level Domain yang tidak mencirikan negara. Berikut contoh Generic Domain; .com (menerangkan situs komersial), .net (menerangkan situs penyedia layanan internet, .edu (menerangkan situs lembaga pendidikan), .org (menerangkan situs organisasi non komersial) dll 156 atau country domains, berikut contoh country domain; misalnya kode negara .au (Australia), .id (Indonesia), .jp (Japan), .sg (Singapura) dll. 157 Pendaftaran terhadap generic domains dapat dilakukan di www.internic.net, sedangkan pendaftaran untuk masing-masing negara adalah berbeda-beda. 2. Memilih software (perangkat lunak) yang akan digunakan. Software yang diperlukan antara lain adalah web browser, e-mail, FTP (file transfer protocol) program, HTML editors (visual design editors dan HTML code editors), graphics equipment dan imaging software. Masing-masing software tersebut memiliki fungsi masing-masing. Web browser berfungsi untuk membaca dan men-download web document. Sebaiknya digunakan browser yang banyak dipakai, karena terkadang tampilan dari tiap browser 156 Wordpress, Domain Name System, http://tukshareaja.wordpress.com/2011/02/02/ domain-name-system/ diakses 16 Juni 2013 157 Ibid 98 dapat berbeda. E-mail berfungsi untuk mengirim dan menerima pesan. Software e-mail yang dipilih sebaiknya dapat menyaring pesan yang masuk dan me-manage-nya dengan baik. File transfer protocol berfungsi untuk meng-upload (memasukkan) file baru ke dalam website. HTML editor berfungsi untuk merancang dan mengubah tampilan website. FTP ini terbagi dua berdasarkan fungsinya, yaitu untuk yang berkaitan dengan grafik, tampilan visual dan yang berhubungan dengan desain, disebut dengan visual design editors. Sedangkan yang berkaitan dengan teks disebut HTML code editor. Graphics equipment berfungsi untuk membuat grafik ataupun gambar. Alat yang digunakan dapat berupa scanner ataupun kamera digital. Sedangkan imaging software adalah software yang berfungsi untuk mengedit grafik atau gambar yang telah kita ambil dengan scanner ataupun kamera digital tadi. 3. Setelah memilih sofware yang akan digunakan, mulailah untuk merancang website yang diinginkan. Masing-masing software dipergunakan sesuai dengan fungsinya. 4. Setelah selesai, pekerjaan terakhir adalah meng-up-load website yang bersangkutan. Ada dua cara untuk hal ini, yaitu dengan menggunakan (menyewa jasa) server orang lain, atau dengan menggunakan server sendiri. Cara pertama adalah yang paling banyak dilakukan karena biaya yang dibutuhkan jauh lebih kecil, dan tidak menambah pekerjaan untuk mengawasi server terkait. Pilihan kedua biasanya dilakukan oleh perusahaan yang memang bergerak di bidang usaha yang di mana IT (information techology) merupakan hal vital bagi perusahaan itu. Perusahaan itu pada umumnya merupakan perusahaan yang besar. Pekerjaan di atas dapat diserahkan pada jasa web hosting, yang akan mengurusi up-load dari website tersebut, termasuk pemeliharaan website tersebut (tidak termasuk penyediaan materi website karena itu dilakukan oleh orang atau perusahaan pemilik website terkait). Pemeliharaan website adalah pemeliharaan (up-dating) dari materi website tersebut, dan juga pekerjaan teknis yang terkait dengan pemliharaan server. 158 Pada pembuatan website semua tahap persiapan sebelum peng-up-load-an website tersebut ke dalam internet, website itu dirancang dalam suatu HTML (Hyper Text Markup Language) Editor. Hyper Text Markup Language Editor ini adalah sebuah program komputer. Rancangan website yang dibuat dalam bentuk HTML Editor itu adalah program komputer. Dengan demikian secara keseluruhan, bahwa website itu dilindungi oleh hak cipta. Menurut World 158 Edmon makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 301-303. 99 Intelectual Property Organization (WIPO) “For the purpose of the law: computer program means a set of instruction capable, when incorporated in a machinereadable medium, of causing a machine having information-processing capabilities to indicate, perform or archive a particular function, task or result.” 159 Menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termaksud persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut. Sesungguhnya dengan itu, WIPO yang merupakan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah mengidentifikasikan bahwa bahan-bahan yang termasuk dalam software komputer adalah : 1. 2. 3. 4. Materi-materi pendukung (flowchart, deskripsi tertulis program); Dokumentasi tentang bagaimana menggunakan program (user’s guide); Untaian perintah (listing program) itu sendiri; dan Tampilan look and field dari program tersebut. 160 Memahami konsepsi hak cipta tidak dapat hanya mengandalkan pada pengenalan norma-norma hukum dan pranata tertulis. Sebagai substansi yang relatif baru bagi sebagian masyarakat Indonesia, betapapun perlu terlebih dahulu dipahami konsepsi dan teori dasar termasuk justifikasi pengaturannya dalam perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan. Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai yang secara kukuh mendasari terbentuknya sikap pengakuan, 159 160 Ibid, h. 288. Ibid, h. 291. 100 penghormatan dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain, termasuk hak-hak khusus yang terkait dengan hasil karya ciptanya. 161 Dalam ekonomi global yang berkembang pesat sekarang ini, pengetahuan komputer teknologi merupakan persyaratan penting untuk mengakses dan menggunakan informasi, mempercepat transfer teknologi dan mendorong pertumbuhan produktivitas. Berdasarkan perjanjian TRIPS, program komputer sekarang memenuhi syarat untuk perlindungan hak cipta sama seperti setiap karya sastra lain, serta untuk bentuk lain perlindungan ilmu pengetahuan, termasuk dengan paten di beberapa negara, seperti Amerika Serikat. Perlindungan hak cipta memungkinkan perusahaan untuk mencegah menyalin, persaingan batas dan harga biaya untuk produk ini. 161 Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 18-19. BAB IV KEBIJAKAN FORMULASI DALAM PERUMUSAN SISTEM SANKSI PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI MASA MENDATANG 4.1 Perumusan Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana Hukum pidana terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk Undang-Undang) dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Tujuan pidana adalah mencegah kejahatan, karena itu pidana harus sebanding dengan kekejaman dari suatu kejahatan. Pidana dipandang sebagai suatu nestapa yang dikenakan kepada pembuat yang melakukan delik. Sanksi pidana pada umumnya dirumuskan dalam bentuk delik, walaupun ada juga yang dirumuskan terpisah dalam pasal (ketentuan khusus) lainnya. Jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola KUHP ialah pidana pokok dengan menggunakan 9 (sembilan) bentuk perumusan, yaitu : a. diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana tertentu; b. diancam dengan penjara seumur hidup atau penjara tertentu; c. diancam dengan pidana penjara tertentu; d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan; e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda; f. diancam dengan pidana penjara atau denda; g. diancam dengan pidana kurungan; h. diancam dengan pidana kurungan atau denda; i. diancam dengan denda. 162 Dari 9 (sembilan) bentuk perumusan di atas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut : 162 Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 23. 101 102 1. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu : a. Perumusan tunggal yaitu hanya diancam 1 (satu) pidana pokok; b. Perumusan alternatif. 2. Pidana pokok yang diancamkan atau dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. 3. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan. 163 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia telah memberikan pengaturan yang jelas mengenai batas-batas berlakunya aturan perundangundangan hukum pidana. Hal ini diatur dalam Bab I buku Kesatu Kitab UndangUndang Hukum Pidana yang terdiri dari sembilan pasal mulai dari pasal 1 sampai dengan pasal 9. Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur mengenai batas-batas berlakunya hukum pidana menurut waktu atau saat terjadinya perbuatan. Sedangkan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Kitab UndangUndang Hukum Pidana diatur mengenai batas-batas berlakunya perundangundangan hukum pidana menurut tempat terjadinya perbuatan. Berkenaan dengan pengaturan di atas, Moeljatno mengemukakan bahwa dari sudut suatu negara ada dua kemungkinan pendirian, yaitu : 1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang asing (asas teritorial). 2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh warga negara, di mana saja, juga di luar wilayah negara (asas personal). Juga dinamakan prinsip nasional yang aktif. 164 Lebih lanjut Moeljatno mengatakan dasar lain yang masuk akal bahwa hukum pidana suatu negara mungkin berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang terjadi di luar negara adalah asas melindungi kepentingan (beschermingsprincipe atau 163 164 Ibid, h. 166. Didik, M. Arief Mansur dan Eltaris Gultom, Op Cit, h. 41. 103 schutzprinsipe). Ini dapat dibedakan antara melindungi kepentingan nasional (prinsip nasional pasif) dan melindungi kepentingan internasional. 165 Terhadap pernyataan yang diberikan Moeljatno di atas, diikuti dengan hal tersebut Romli Atmasasmita mengatakan : Semua asas-asas yang terkandung di dalam Pasal 2-9 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan yurisdiksi kriminal suatu negara, termaksud kewenangan negara untuk menangkap, menahan, menuntut dan mengadili seseorang yang disangka telah melakukan suatu tindakan pidana baik di dalam wilayah negara maupun di luar wilayah negara yang bersangkutan. Sekalipun demikian kewenangan tersebut masih bersifat terbatas. 166 Pernyataan-pernyataan di atas jelas bahwa pada hakikatnya untuk beberapa kasus yang melibatkan aspek asing di dalamnya (pelaku, tempat terjadinya dan sebagainya). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sudah dapat diberlakukan sekalipun sifatnya masih terbatas, artinya belum dapat diterapkan untuk semua jenis kejahatan transnasional. Hal ini menjadi satu kelemahan yang menjadi tugas daripada aparatur negara untuk merumuskan berbagai aturan yang akan menjadi kaidah hukum yang akan menjawab berbagai kekurangan yang terjadi di dalam tatanan hukum nasional maupun internasional. Hukum pidana dalam bidang teknologi informasi merupakan istilah baru yang lazim di lingkungan akademisi, namun belum merupakan istilah yuridis. Hukum pidana tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computerrelated crime) atau biasa disebut cybercrime. There are almost as many terms to describe cybercrime as there are cybercrimes. Early descriptions included 165 166 Ibid Ibid 104 ‘computer crime’, ‘computerrelated crime’ or ‘crime by computer’. As digital technology became more pervasive, terms such as ‘high-technology’ or ‘information-age’ crime were added to the lexicon. The advent of the Internet brought us ‘cybercrime’ and ‘Internet’ or ‘net’ crime. Other variants include ‘digital’, ‘electronic’ (or ‘e-‘), ‘virtual’, ‘IT’, ‘high-tech’ and ‘technologyenabled’ crime. 167 Asas-asas keberlakuan hukum pidana dalam bidang teknologi sama dengan asas-asas umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, antara lain asas legalitas, nasionalitas aktif, nasionalitas pasif dan asas universalitas. Begitu pula dengan keberlakuan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sumber dari sumber hukum pidana di bidang teknologi informasi Indonesia adalah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (sebagai sumber hukum pidana materiel), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan ketentuan acara pidana lain yang ada di luar KUHAP (sebagai sumber hukum dalam pidana formil), ketentuan buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur pelaksanaan pemidanaan (sebagai sumber hukum penitensier). 168 Computer crime laws in many states prohibit a person from performing certain acts without authorization, including 1) accessing a computer, system or network; 2) modifying, damaging, using, disclosing, copying or taking programs or data; 3) introducing a virus or other contaimant into a computer system; 4) using a computer in a scheme to defraut; 5) interfering with someone else’s computer access or use; 6) using encryption in aid of a crime; 167 Jonathan Clought, 2010, Principles of Cybercrime, Cambridge University Press, New York, h. 9. 168 Widodo, 2013, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, h. 27. 105 7) falsifying e-mail source information; and 8) stealing an information service from provider. 169 Peningkatan kualitas kejahatan tersebut diwarnai dengan semakin bervariasinya bentuk-bentuk kejahatan dengan memanfaatkan kecanggihan peralatan-peralatan yang diotomatisasikan. Digitalisasi memungkinkan kita membuat salinan dan mengubah suatu ciptaan dengan sangat mudah. 170 Pada umumnya kejahatan di bidang informatika atau di bidang komputer atau yang menyangkut alat yang diotomatisasikan, merupakan kejahatan biasa tetapi dengan menggunakan peralatan canggih. Kalau dahulu orang mencuri dengan memakai kunci palsu maka sekarang memakai atau mengutak-atik peralatan komputer atau alat-alat yang diotomatisasikan dengan menggunakan internet. A computer crime may be committed without circumventing the normal computer operations. In other words, it is entirely possible to have a computer crime that does not involve a security breach. 171 Hal ini jelas bahwa perkembangan kejahatan semakin maju dari waktu ke waktu, sehingga dari itu pula dibutuhkan perangkat hukum yang mampu menanggulangi kejahatan-kejahatan tersebut. Pada dasarnya ada dua hal yang menyebabkan pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana daya jangkaunya bersifat terbatas yaitu : a. Keterbatasan pengaturan mengenai jenis-jenis tindak pidana; Hal ini sangat wajar terjadi mengingat suasana yang mempengaruhi pada saat penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita sangat jauh berbeda dengan kondisi. 169 FindLaw, Cybercrime, http://criminal.findlaw.com/criminal-chargers/computer-crim es.html diakses 18 Februari 2013 170 Tamotsu Hozumi, 2006, Asian Copyright Handbook Indonesian Version (Buku Panduan Hak Cipta Asia), Asia/Pasific Cultural Centre for Unesco (ACCU) & Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Jakarta, h. 44. 171 Chuck Easttom and Det Jeff Taylor, 2011, Computer Crime, Investigation and The Law, Course Technology PTR, Boston USA, h. 5. 106 b. Keterbatasan dalam pengaturan mengenai pelaku tindak pidana; Dalam era teknologi informasi seperti sekarang ini penentuan siapa yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku tindak pidana lebih kompleks sifatnya. 172 Pada keterbatasan-keterbatasan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka berkenaan dengan ruang lingkup berlakunya hukum pidana dalam kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya yang bersifat transnasional, perlu kiranya dikembangkan kemungkinan perluasan yurisdiksi kriminal. Sebagaimana kita ketahui bahwa perluasan yurisdiksi dimungkinkan keberadaannya berdasarkan hukum internasional. Dikemukakan oleh J.G. Starke bahwa perluasan yurisdiksi kriminal yang meliputi hak untuk melakukan penuntutan dan penjatuhan pidana atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam batas wilayah suatu negara akan tetapi diselesaikan dalam wilayah negara lain. Perluasan yurisdiksi kriminal ini disebut subjective territorial principle. Perluasan yurisdiksi kriminal yang kedua meliputi kejahatan yang dilakukan di negara lain akan tetapi (a) diselesaikan dalam batas negara wilayah negara yang dirugikan dan (b) mengakibatkan dampak yang sangat merugikan bagi kepentingan perekonomian dan kesejahteraan sosial negara yang bersangkutan. Perluasan yurisdiksi kriminal ini disebut objective territorial principle. 173 Kejahatan dunia maya (cybercrime) bukan hal yang baru bagi Kitab UndangUndang Hukum Pidana telah mengatur hubungan-hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer (computer crime) yang kemudian berkembang menjadi cybercrime. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang 172 173 Didik, M. Arief Mansur dan Eltaris Gultom, Op Cit, h. 41. Ibid 107 sejalan dalam menangani kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah cybercrime yakni : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime) bahwa kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk menanganinya. Pengaturan untuk menangani kejahatan komputer sebaiknya diintegrasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan bukan ke dalam undangundang itu sendiri. 2. Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime) memerlukan ketentuan atau aturan khusus di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana atau undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana di bidang komputer dan beberapa penjelasan pakar hukum pidana tentang regulasi (UU) terhadap cybercrime sebagai berikut : 1) Menurut Sahetapy, tentang bahwa hukum pidana yang ada tidak siap menghadapi kejahatan komputer (computer crime), karena tidak segampang itu menganggap kejahatan komputer berupa pencurian data sebagai suatu pencurian. Kalau dikatakan pencurian harus ada barang yang hilang. Kesulitan ada pada pembuktian dan kerugian besar yang mungkin terjadi melatarbelakangi pendapatnya yang mengatakan perlunya produk hukum baru untuk menangani kejahatan komputer agar dakwaan terhadap pelaku kejahatan tidak meleset. 2) Menurut J. Sudama Sastroandjojo, menghendaki perlu adanya ketentuan baru yang mengatur permasalahan tindak pidana yang komputer haruslah ditangani secara khusus, karena caranya, lingkungan, waktu dan letak dalam melakukan kejahatan komputer adalah berbeda dengan tindak pidana lain. 3) Menurut penulis, bahwa hukum pidana masih mengatur kejahatan secara umum dan belum mengatur kejahatan secara khusus, terlebih kejahatan dunia maya (cybercrime) yang paling sulit ada dua hal yaitu menetapkan tempat kejadian perkara (locus delicty) yang merupakan unsur dimana tindak pidana tersebut diproses hukum (Pengadilan) dan dalam pembuktian tentu harus menggunakan pakar atau ahlinya untuk dapat memenuhi unsur kejahatan tindak pidana yang timbul dan ada korban akibat kejahatan dunia maya (cybercrime). 174 174 Makalah Hukum, Ferry A Karo Sitepu, 2012, Makalah Bagaimana Menjerat Pelaku Cybercrime dengan KUHP, Praktisi Hukum Dosen Pascasarjana UMA Medan (Ketua Dewan Pembina LBH Maranatha GBKP), http://gbkp.or.id/index.php/component/content/article/84gbkp/artikel/284-bagaimana-menjerat-pelaku-cyber-crime-dengan-kuhp diakses 18 Mei 2013 108 Oleh karena itu apabila memperhatikan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahwa prinsip yang dianut dalam yurisdiksi hukum pidana kita adalah prinsip teritorial, prinsip nasional, prinsip nasional pasif atau prinsip perlindungan dan prinsip universal. 175 Berbicara hubungan antara kebijakan kriminal (hukum pidana) dengan perkembangan kejahatan, yaitu dikatakan bahwa dalam konteks penegakkan hukum yang mempergunakan pendekatan sistem Romli Atmasasmita menyatakan terdapat hubungan pengaruh timbal balik yang signifikan antara perkembangan kejahatan dan kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh para penegak hukum. 176 Crelinstein, Labarge-Altmejd and Szabo (1978, p. xi) correctly point out : Historically, all crimes were “political”, the separation of the legislative, executive and judicial powers being a major achievement of modern statehood. One can say that nineteenth-and twentieth-century social evolution resulted in the “depoliticization” of the judicial system. The responsiveness of the holders of political power to the aspirations of the general public for material well-being and civil liberties tended to rule out violent means as a viable method for challenging the established rules of the social order. 177 Kemudian Satjipto Rahardjo menyatakan : Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang cakupannya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu 1) tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada; 2) cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan 175 Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op Cit, h. 43. Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung, h. 39. 177 Frank E. Hagan, 1989, Introduction to Criminology (Theories, Methods and Criminal Behavior), Sage Publications Inc, United States of America, h. 282. 176 109 tersebut; 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah; 4) dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik. 178 Mantan Ketua Perancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Soedarto mengemukakan : Bahwa politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan akan dipergunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 179 Terkait dengan hal tersebut di atas, maka kebijakan formulasi hukum pidana yang berupaya mencapai tujuannya melalui kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), merupakan serangkaian proses yang terdiri atas tiga tahap, yakni pertama tahap kebijakan legislatif atau formulatif; kedua, tahap kebijakan yudikatif atau aplikatif dan ketiga adalah tahap kebijakan eksekutif atau administratif 180 yang digunakan sebagai pendekatan dalam penanggulangan kejahatan tersebut. Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa kebijakan formulasi hukum pidana ini memang sepatutnya dikaji karena merupakan tahap paling strategis dari upaya penanggulangan kejahatan melalui penal policy. Merupakan setiap usaha atau kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik. Oleh karena itu, kesalahan atau kelemahan kebijakan formulasi dapat dipandang sebagai kesalahan strategis dan oleh karenanya dapat menghambat 178 atau setidak-tidaknya akan berpengaruh pada efektivitas Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 2. 179 Ibid 180 Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 78-79. 110 penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana. 181 Adapun garis kebijakan hukum pidana adalah untuk menentukan : 1. Sebarapa jauh ketetuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui; 2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana; 3. Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Sistem adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin systema atau Yunani systema, artinya suatu yang terorganisasi keseluruhan kompleks dan dari kata itu juga dikenal istilah synistanai, artinya digabungkan, dikombinasikan. Dalam kaitannya dengan hukum sistem dapat disingkat artinya menjadi susunan (pidana) dan cara (pemidanaan). 182 Istilah pidana sering diartikan sebagai hukuman. Hukuman berasal dari kata straf dan istilah dihukum yang berasal dari perkataan wordt gestraft, menurut Mulyatno merupakan istilah-istilah yang konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata straf dan diancam pidana untuk menggantikan kata wordt gestraft. 183 Menurut Mulyatno, kalau straf diartikan hukuman, maka strafrecht seharusnya diartikan hukuman-hukuman. Hanya hukum yang mampu menentukan hukuman atas kejahatan. 184 Menurut beliau dihukum berarti diterapi hukum, baik hukum pidana maupun hukum perdata. Hukuman adalah hasil atau akibat dari 181 Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 119-120. 182 Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h. 1. 183 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT. Alumni, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief VI), h. 1. 184 Cesare Beccaria, 2011, Perihal Kejahatan dan Hukuman, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 6. 111 penerapan hukum tadi yang maknanya lebih luas daripada pidana, sebab mencakup juga keputusan hakim dalam lapangan hukum perdata. Demikian pula Sudarto menyatakan bahwa penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, tetapi juga hukum perdata. Selanjutnya, dikemukakan oleh beliau bahwa istilah penghukuman dapat disempitkan artinya, yakni 185 penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam arti yang demikian menurut Sudarto mempunyai makna sama dengan sentence atau veroordeling, misalnya dalam pengertian sentence conditionally atau voorwaardelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau dipidana bersyarat. Akhirnya, dikemukakan oleh Sudarto bahwa istilah hukuman kadang-kadang digunakan untuk pengganti perkataan straf, tetapi menurut beliau istilah pidana lebih baik dari hukuman. 186 Secara singkat sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai sistem pemberian atau penjatuhan pidana. Jan Remmelink mengatakan bahwa pemidanaan merupakan pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum. L. H. C Hulsman mengemukakan bahwa sistem pemidanaan adalah aturan 185 186 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 1. Ibid 112 perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. 187 Sistem pemberian atau penjatuhan pidana atau sistem pemidanaan itu dapat dilihat dari dua sudut, yaitu fungsional dan sudut substantif. Sudut fungsional terdiri dari hukum pidana materil, hukum pidana formal dan hukum pelaksana pidana. Sedangkan dari sudut substantif terdiri dari aturan umum dan aturan khusus, yakni sebagai berikut : 1. Dari sudut fungsional Dilihat dari sudut bekerjanya atau berfungsinya atau prosesnya, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi atau operasionalisasi atau kongkretisasi pidana. Dan atau keseluruhan sistem (aturan perundangundangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau dioperasionalisasikan secara konkret sehingga seorangg dijatuhi sanksi (hukum) pidana. Dengan pengertian demikian, maka sistem pemidanaan identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari subsistem hukum pidana materil atau substantif, subsistem hukum pidana formal dan subsistem hukum pelaksanaan pidana. Ketiga subsistem ini merupaka satu kesatuan sistem pemidanaan karena tidak mungkin hukum pidana dioperasionalkan atau ditegakkan secara kongkret hanya dengan salah satu subsistem itu. Pengertian sistem pemidanaan yang yang demikian itu dapat disebut dengan sistem pemidanaan fungsional atau sistem pemidanaan dalam arti luas. 2. Dari sudut norma substantif Jika dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan atau norma hukum pidana materiil untuk pemberian atau penjatuhan dan pelaksana pidana. 188 Pengertian tersebut, maka keseluruhan peraturan perundang-undangan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun undang-undang khusus di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada hakikatnya merupakan suatu 187 Adami Chazawi, 2007, Pembelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Adami Chazawi II), h. 157. 188 Barda Nawawi Arief, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian dan Perbandingan, PT. Citra Aditya, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief VII), h. 261. 113 kesatuan sistem pemidanaan yang terdiri dari aturan umum dan aturan khusus. Dengan demikian, tidak seorang pun dapat dihukum karena suatu perbuatan kecuali atas undang-undang yang telah berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan. Ketentuan ini bersumber dari hak asasi manusia agar tidak terjadi kesewenangan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) tersebut, ada jaminan bagi setiap orang yakni kepastian hukum (legal certainty). 189 4.2 Perumusan Sistem Sanksi Terhadap Peniruan Tampilan Website Pada dasarnya hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia baik bersifat individu maupun kolektif. Banyaknya jumlah manusia dan beragamnya kepentingan mereka tidak mustahil menimbulkan pergeseran antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya perlulah dilakukan perlindungan terhadap kepentingan tersebut untuk kehidupan yang lebih baik. Perlindungan itu bisa dilakukan dengan membentuk suatu peraturan atau kaidah dengan disertai sanksi yang bersifat mengikat dan memaksa. Jika hukum menentukan sanksi kriminal terhadap juristic person dalam kondisi hanya organnya yang bertindak dengan sengaja secara melawan hukum, maka adalah mungkin untuk mengatakan bahwa juristic person harus memiliki pikiran bersalah untuk dihukum. 190 Di dalam KUHP disebutkan bahwa sanksi pidana terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok adalah pidana yang berdiri sendiri artinya merupakan jenis pidana yang dapat dijatuhkan tanpa bergantung pada sanksi pidana lainnya, sedangkan pidana tambahan merupakan sanksi pidana yang tidak 189 Leiden Marpaung, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h. 114. 190 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi, Jakarta, h. 83. 114 bisa berdiri sendiri artinya tidak dapat dijatuhkan sendiri akan tetapi bergantung pada pidana pokok, jadi hukuman pidana tambahan hanya sebagai penyerta bagi pidana pokok. Menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP) jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10 adalah sebagai berikut, hukumanhukuman ialah : 1. Pidana Pokok a. Pidana Mati; b. Pidana Penjara; c. Pidana Kurungan; d. Pidana Denda; e. Pidana Tutupan; 2. Pidana Tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu; b. Perampasan barang-barang tertentu; c. Pengumuman putusan hakim. 191 Pada dasarnya sistem pemidanaan terhadap pelaku kejahatan adalah sama, yaitu dengan memberikan sanksi berupa pidana terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Umumnya, hak cipta dilanggar jika materi hak cipta tersebut digunakan tanpa ijin dengan cara yang eksklusif dimiliki oleh pemegang hak cipta, kecuali jika ada pengecualian terhadap bentuk pelanggaran hak cipta tersebut. Untuk pelanggaran yang terjadi, harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. Tetapi, si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak cipta tidak dilanggar jika karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini masing-masing 191 R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, h. 34. 115 pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka. 192 Hak cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari sesuatu yang memperoleh perlindungan hak cipta dikopi. Pengadilan menentukan apakah suatu bagian merupakan bagian pokok dengan meneliti apakah bagian yang digunakan itu penting, memiliki unsur pembeda atau bagian yang mudah dikenali. Bagian ini tidak harus dalam jumlah atau bentuk besar untuk menjadi bagian pokok. Substansi di sini dimaksudkan sebagai bagian penting, bukan bagian dalam jumlah besar. Jadi, pokok disini dimaksudkan pada kualitasnya, bukan jumlahnya. Dan dapat diketahui bahwa berbagai negara di dunia yang telah maju, memberikan perindungan kepada hak cipta merupakan suatu hal yang patut diberikan jalan besar. Hal ini dikarenakan bahwa hak cipta merupakan satu hal yang prinsipil bagi seorang pencipta kreativitas. Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu hak cipta adalah saat orang tersebut : a. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta. b. Memiliki hubungan dagang atau komersiil dengan barang bajakan dari materi hak cipta. c. Mengimpor kopi atau salinan materi hak cipta tertentu untuk dijual atau didistribusikan. d. Memiliki hubungan dagang atau komersiil dengan kopi atau salinan tertentu dari materi hak cipta yang diimpor tanpa ijin. e. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta. 193 192 Australia Indonesia Partnership, 2008, Intellectual Property Rights (Hak Kekayaan Intelektual), Indonesia Asian Law Group Pty Ltd, h. 172. 193 Ibid 116 Dilihat dalam garis-garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, maka hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat atau berisi ketentuan-ketentuan tentang : 1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan atau berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu. 2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi atau harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya. 3. Tindakan dan upaya-upaya yang oleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan tersangka dan terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut. 194 Mengacu pada penjelasan di atas ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka dapat diuraikan : Pada Pasal 72 ayat (1) yang menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing minimum khusus 1 (satu) bulan dan/atau denda minimum khusus Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara maksimal khusus 7 (tujuh) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara minimum khusus 1 (satu) bulan dan/atau pidana denda minimum khusus Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara maksimal khusus 7 (tujuh) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Berarti dalam 194 Adami Chazawi, Op Cit, h. 1-2. 117 pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap tindak pidana mengumumkan atau memperbanyak ciptaan orang lain (Pasal 2 ayat (1)), dan tindak pidana membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan (Pasal 49 ayat (1)) dan tindak pidana tanpa izin memperbanyak dan/atau menyewakan rekaman suara atau rekaman bunyi (Pasal 49 ayat (2)) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis ancaman pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (2) yang menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda maksimal khusus Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman pidana tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (3) yang menyatakan : 118 “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan atau/atau denda maksimal khusus Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman pidana tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (4) menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan, dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum (Pasal 17) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman pidana tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. 119 Pada Pasal 72 ayat (5) menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau mengumumkan potret tanpa izin pemiliknya atau ahli warisnya (pasal 19), tindak pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat tanpa persetujuan orang yang dipotret apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret (Pasal 20), dan tindak pidana dengan sengaja membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi (Pasal 49 (ayat 3)) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (6) menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang 120 dijatuhkan terhadap tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan (Pasal 24) dan tindak pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul atau isi ciptaan (Pasal 55) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (7) menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan tehadap tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta (Pasal 25) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (8) menyatakan : 121 “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan, atau dibuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak pencipta (Pasal 27) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Pada Pasal 72 ayat (9) menyatakan : “Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).” Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 1.500.000.00,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan (Pasal 28) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan 122 sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan 1. Perumusan tindak pidana terhadap peniruan tampilan website dirumuskan bahwa memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif. Adapun unsur subjektif yakni adanya kesalahan dengan sengaja. Bahwa kesengajaan pemegang hak cipta (pembuat) atau disebut pelaku menghendaki atau menyadari untuk melakukan perbuatan tersebut. Kemudian memenuhi unsur objektif yakni pembuatnya pemegang hak cipta dengan melawan hukum dan tanpa hak, perbuatannya tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya tersebut dan mengubah ciptaan yang diartikan terhadap semua yang terdapat dalam ciptaan, yang hak ciptanya telah diserahkan pada pemegang hak cipta dan dengan objek tindak pidananya adalah ciptaan. Bendanya terletak pada wujud bukan hak yang melekat pada benda. 2. Berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa sistem pemidaaan pelaku peniruan tampilan website termaksud kedalam pidana pokok yakni pidana penjara dan denda. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 dengan rumusan “Pemegang hak cipta dengan sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya atau mengubah suatu ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan pada pemegang hak cipta dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun dan/atau denda 123 124 maksimal Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Di dalam pasal tersebut dimaksudkan sistem yang mengenal dua jenis pidana sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diambil beberapa saran sebagai berikut : 1. Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun pengaturan tampilan website belum diatur. Dibutuhkan adanya kajian lebih lengkap untuk menciptakan atau membuat perundang-undangan khusus yang dapat menjerat para pelaku kejahatan di bidang komputer, khususnya kejahatan peniruan tampilan website agar terciptanya pengaturan hukum yang jelas mengenai kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan komputer dan hak kekayaan intelektual di internet. 2. Bagi pengelola dan pemilik website untuk dapat menjaga atau mengantisipasi websitenya dari tindakan peniruan, sebaiknya melakukan langkah-langkah preventif seperti, mengatur akses, menutup layanan yang tidak diperlukan, memasang proteksi, menggunakan fire wall untuk menjaga akses keluar masuk bagi yang tidak memiliki ijin untuk mengaksesnya. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Arief, Barda Nawawi, 1996, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Universitas Diponegoro, Semarang. _____, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. _____, 2001, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. _____, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. _____, 2006, Tindak Pidana Mayantara (Perkembangan Kajian Cybercrime di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. _____, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta. _____, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian dan Perbandingan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. _____, dan Muladi, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT. Alumni, Bandung. Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi, Jakarta. Atmasasmita, Romli, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung. Beccaria, Cesare, 2011, Perihal Kejahatan dan Hukuman, Genta Publishing, Yogyakarta. Chazawi, Adami, 2007, Pembelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta. _______, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang. Clought, Jonathan, 2010, Principles of Cybercrime, Cambridge University Press, New York. Djumhana, Muhammad, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Easttom, Chuck and Det Jeff Taylor, 2011, Computer Crime, Investigation and The Law, Course Technology PTR, Boston USA. Gislinan, James F., 1990, Criminology and Public Policy An Introduction, Pretince Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Hagan, Frank E., 1989, Introduction to Criminology (Theories, Methods and Criminal Behavior), Sage Publications Inc, United States of America. Hamzah, Andi, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Hidayat, Syamsul, 2010, Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta. Hozumi, Tamotsu, 2006, Asian Copyright Handbook Indonesian Version (Buku Panduan Hak Cipta Asia), Asia/Pasifik Cultural Centre for Unesco (ACCU) & Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Jakarta. Ksetri, Nir, 2010, The Global Cybercrime Industry (Economic, Institutional and Strategic Prespectives), Spinger Heidelberg Dordrecht, London New York. Makarim, Edmon, 2005, Pengantar Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian), Rajawali Press, Jakarta. _______, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mansur, Didik M. Arief, dan Elisatris Gultom, 2005, Aspek Hukum Terknologi Informasi (Cyber Law), PT. Refika Aditama, Bandung. Maramis, Frans, 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Margono, Suyud, dan Amir Angkasa, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual (Aspek Hukum Bisnis), PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta. Marpaung, Leiden, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. MD, Moh Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Meyers, R. A., 2001, Encyclopedia of Physical Science & Technology, Academic Press, New York. Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Najih, Mokhammad, 2008, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi (Implementasi Hukum Pidana Sebagai Instrumen Dalam Mewujudkan Tujuan Negara, In-Trans Publishing, Malang. OK, Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Packer, Herbert L., 1968, The Limits of The Criminal Sanction, Stanford University Press, California. Parthiana, I Wayan, 2006, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung. Partnership, Australia Indonesia, 2008, Intellectual Property Rights (Hak Kekayaan Intelektual), Indonesia Asian Law Group Pty Ltd. Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung. Raharjo, Agus, 2002, Cybercrime (Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Raharjo, Satjipto, 2005, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, CV. Sinar Baru, Bandung. Ramli, M. Ahmad, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung. Riswandi, Budi Agus, 2009, Hak Cipta di Internet (Aspek Hukum dan Permasalahannya di Indonesia), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. _______, dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Saydam, Gauzali, 2005, Teknologi Telekomunikasi (Perkembangan dan Aplikasi), CV. Alfabeta, Bandung. Sembiring, Sentosa, 2002, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta dan Merek, CV. Yrama Widya, Bandung. Sholehuddin. M., 2007, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Singh, Patmo Kr., 2007, Law on Cybercrimes (Along With IT Act and Relevant Rules), Book Enclave Jaipur, India. Sitompul, Asril, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Soelistyo, Henry, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Stranieri, Andrew, and John Zeleznikow, 2005, Knowledge Discovery From Legal Databases, Spinger, Netherlands. Sudarmanto, 2012, Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Intelektual Serta Implikasinya Bagi Indonesia (Pengantar Tentang Hak Kekayaan Intelektual, Tinjauan Aspek Edukatif dan Marketing), PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang. Suhariyanto, Budi, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Susanto, Hermawan Sulistyo dan Tjuk Sugiarso, 2005, Cybercrime (Motif dan Penindakan), Grafika Indah, Jakarta. Sutedi, Adrian, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta. Wahid, Abdul, dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), PT. Refika Aditama, Bandung. Widodo, 2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cybercrime (Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelaku Cybercrime), Laksbang Mediatama, Yogyakarta. ______, 2013, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008. ________________, Undang-Undang Tentang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. ________________, Undang-Undang Tentang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. C. TESIS Wibowo, Dwi Anandita Hari, 2010, (Royalti Hak Cipta Lagu Indonesia Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia Dikaitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta), Universitas Udayana, Denpasar. Kuspriyatno, Prakoso, 2006, Tindak Pidana Hak Cipta Pada Cakram Optik (Optical Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia, Universitas Udayana, Denpasar. Hakim, Hadi Juliawan, 2009, Prinsip Ganti Rugi Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 (Studi Kasus Terhadap Pembajakan Piranti Lunak), Universitas Mataram, Mataram. D. MAKALAH DAN ARTIKEL INTERNET Ahmad M. Ramli, 2003, Instrumen Hukum Internasional tentang Cybercrime dan Antisipasi Implementasinya dalam Hukum Nasional, Makalah Seminar Nasional Information Technology Security dan Cybercrime, Kementrian Komunikasi dan Informasi RI, Jakarta Ainun Nazieb, 2011, Smells Like Facebook, http://nazieb.com/456/smells-likefacebook Bab III, 2007, Analisis dan Perancangan Program, http://thesis.binus.ac.id/Doc/ Bab3/2007-2-00224-IF%20BAB%20III.pdf Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2004, Makalah Hukum Nasional (Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, Pusat Dokumen dan Informasi Hukum, Jakarta BSA, “Bussines Software Aliance”, 2011, http://ww2.bsa.org/country/BSA%20 and%20Members.aspx Edukasi Kompasiana, 2010, Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hak Cipta Desain dan Isi Sebuah Website Itu?, http://edukasi.kompasiana.com/ 2010/04/08/bagaimanakah-bentuk-perlindungan-hak-cipta-desain-dan-isi -sebuah-website-itu-113560.html Ferry A. Karo Sitepu, 2012, Makalah Bagaimana Menjerat Pelaku Cybercrime dengan KUHP, http://gbkp.or.id/index.php/component/content/article/84gbkp/artikel/284-bagaimana-menjerat-pelaku-cyber-crime-dengan-kuhp FindLaw, 2013, Cybercrime, computer-crimes.html http://criminal.findlaw.com/criminal-chargers/ National Archives, 2005, Artikel Copyright Typographical Arrangement Pdf, http://www.nationalarchives.gov.uk/documents/copyright-typographicalarrangement.pdf Techno Okezone, 2011, Blogger yang Disomasi Facebook Mulai Tertutup, http://techno//okezone.com/read/2011/11/18/55/531057/blogger-yangdiso masi -facebook-mulai-tertutup Wikipedia, 2013, Cybernetics, http://id.wikipedia.org/wiki/Sibernetika#Definisi _________, 2013, Donn Parker (Etika Komputer), http://id.wikipedia.org/wiki/ Etika_komputer _________, 2013, Hak Cipta, https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta _________, 2013, HTML Editor, http://en.wikipedia.org/wiki/HTML_editor _________, 2013, Online, http://id/wikipedia.org/wiki/Dalam_jaringan_dan_luar _jaringan _________, 2013, Prosesor, http://id.wikipedia.org/wiki/Prosesor _________, 2003, Open Source, http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_terbuka Wordpress, 2007, Cybernetics System, http://willmen46.wordpress.com/2007/09/ 21/cybernetik-system/ _________, 2009, Microsoft Cina Mencuri Layanan Nomor Satu Microblogging di Asia, http://myramblin.wordpress.com/2009/12/15/microsoft-cinamencuri-layanan-nomor-satu-microblogging-di-asia/ _________, 2009, Tindak Pidana, http://lotusbougenville.wordpress.com/2009/ 11/10/tindak-pidana/ _________, 2011, World Wide Web, http://globalbabali.wordpress.com/tugassekolah/pengertian-html-http-url-ftp-domain-hosting-dan-www/