kebijakan formulasi terhadap peniruan tampilan

advertisement
TESIS
KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP
PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA
AJENG WIDYA PARAMITA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
1
TESIS
KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP
PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA
AJENG WIDYA PARAMITA
NIM : 1190561042
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
i
KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP
PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Pada Program Magister Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Unversitas Udayana
AJENG WIDYA PARAMITA
NIM. 1190561042
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii
Tesis Ini Telah Diuji
Pada 6 November 2013
Panitia Penguji TesisBerdasarkan SK Direktur Rektor
Universitas Udayana, No. : 3308/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 4 November 2013
Ketua
: Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH., MS.
Sekretaris : Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH.
Anggota
: 1. Dr. I Gede Artha, SH., MH.
2. Dr. I Dewa Made Suartha, SH., MH.
3. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum.LLM.
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
Program Studi
Judul Tesis
: Ajeng Widya Paramita
: Ilmu Hukum
: Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan
Tampilan Website di Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia
menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17
Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 6 November 2013
Yang Menyatakan
Ajeng Widya Paramita
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan pengetahuanNya sehingga tesis yang
berjudul
:
“KEBIJAKAN
FORMULASI
TERHADAP
PENIRUAN
TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA” ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Hukum pada Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya penyusunan dan
penyelesaian tesis ini tidak terlepas berkat dorongan, bimbingan, arahan dan
bantuan semua pihak terutama dalam proses penyelesaiannya. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika., SP.PDKEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
Magister di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pasca Sarjana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi., SP.S.
(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi
mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana.
3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. Dr. I Gusti Ngurah
Wairocana., SH., MH,. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Magister Ilmu Hukum di Universitas Udayana.
v
4. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum.,
LLM., dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra,
SH., MH., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu
Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
5. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi., SH., MS,. selaku Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, arahan serta saran
secara baik dan teliti dalam penyelesaian penyusunan tesis ini.
6. Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH., MH,. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, semangat, arahan, serta saran secara baik dan
teliti dalam penyelesaian penyusunan tesis ini.
7. Dr. I Gede Artha, SH., MH,. selaku Pembimbing Akademik penulis
yang telah memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis
selama menuntut ilmu pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
8. Dr. I Gede Artha SH., MH, Dr. I Dewa Made Suartha SH., MH dan Dr.
Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum.LLM selaku penguji yang
telah banyak memberikan arahan, kritik serta saran secara baik dan teliti
untuk tesis ini.
9. Seluruh Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana, khususnya Dosen pada Konsentrasi
Hukum dan Sistem Peradilan Pidana atas segala ilmu yang telah
diberikan.
10. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., MH., atas ilmunya yang tersampaikan
telah banyak memberikan arahan serta dorongan semangat dalam
penyelesaian tesis ini.
11. Staf Tata Usaha Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca
Sarjana Universitas Udayana.
vi
12. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Joksan WSC (Alm) dan Ibunda
Siti Nadrah, S.Pd,. Kakak Hadi Juliawan Hakim., SH., MH., Ria
Angraeny, SH., Ayu Suhartiny, S.Pd., Adik Wuriani Putri Islami serta
Ponakan lucu Falmighiera Hakim dan Hawaria Amalia Hakim juga
seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan do’a serta
dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
13. Bebby, mbak any, kiki, mbak rai, mbak gerhana, diah, icha, evi, mbak
shinta, dewa, mas budi, pak partha dan bli gus dwi serta seluruh sahabat
Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Udayana angkatan 2011 yang telah banyak menginspirasi
serta memberi semangat dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini sudah tentu masih jauh dari
kesempurnaan dan memiliki kekurangan-kekurangan baik dari metode
penulisan maupun analisis, sehingga tesis ini dapat diperbaiki demi
penyempurnaannya dan untuk itu dibutuhkan kritik serta saran yang
membangun sehingga dapat menyempurnakan penulisan tesis ini sesuai dengan
apa yang diharapkan. Akhir kata, besar harapan semoga tesis ini dapat
bermanfaat.
Denpasar, 6 November 2013
Ajeng Widya Paramita
vii
ABSTRAK
KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN
WEBSITE DI INDONESIA
Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian
adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Kerangka hukum cyber, Hak Kekayaan Intelektual memiliki kedudukan yang
sangat khusus mengingat kegiatan cyber yang sangat lekat dengan pemanfaatan
teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan hak cipta. Kejahatan yang
ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual salah satunya ialah peniruan
tampilan halaman pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal yang
dikenal dengan istilah Offense Againts Intellectual Property. Dari latar belakang
tersebut adapun permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai perumusan
tindak pidana dan kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa mendatang
terhadap peniruan tampilan website di Indonesia. Metode penulisan yang
digunakan yaitu metode normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan tindak pidana peniruan tampilan website di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perumusan tindak pidana terhadap
peniruan tampilan website di Indonesia unsur-unsurnya yakni pertama, unsur
subjektif adanya kesalahan dengan sengaja atau kesengajaan pemegang hak cipta
(pembuat) atau pelaku harus ditujukan pada unsur-unsur tanpa hak dan unsur
objektif dimana pembuatnya ialah pemegang hak cipta telah melawan hukum
dengan tanpa hak perbuatannya tidak mencantumkan nama pencipta pada
ciptaannya serta mengubah ciptaan yang hak ciptanya telah dialihkan pada
pemegang hak cipta dengan objek yakni ciptaan.
Kebijakan formulasi dalam sistem sanksi pidana terhadap peniruan
tampilan website di Indonesia menggunakan jenis ancaman pidana kumulatif yaitu
sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut
terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 (dua) hal atau bagian
yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut. Mengacu pada
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan rumusan pada
Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua)
tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah). Berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
termaksud dalam pidana pokok yakni pidana penjara dan pidana denda.
(Kata Kunci : Kebijakan Formulasi, Peniruan Tampilan Website di Indonesia)
viii
ABSTRACT
POLICY OF FORMULATION OF THE IMITATION OF PRESENTATION
ON WEBSITE IN INDONESIA
One of the implications of information technology to which attention is
currently paid is its impact on the existence of Intellectual Property Right. The
framework of cyber law, the Intellectual Property Right, has a spesific position as
the activities of cyber are closely attached to the use of technology of information
with the protection of patent right as the basic. One of the crimes committed to the
right of intellectual property is the illegal imitation of presentation on web page
of sites belonging to others popularly known as Offense against Intellectual
Property. Based on the background above, the problems discussed in this study
are the formulation of criminal act and the policy of formulation in the future
system of sanction imposed upon the imitation of presentation of website in
Indonesia. Normative method based on the regulations of laws related to the
crime of the imitation of presentation of website in Indonesia was used in the
present study.
The results of the study showed that the elements of the formulation of
criminal act of the imitation of presentation of website in Indonesia are subjective
and objective ones. The subjective element refers to the mistake intentionally
made by the holder or creator of the intellectual property in which those who
imitate should be directed to the elements without any rights. In the objective
element the holder of Intellectual Property Right has done something which is
against the laws in which its name is not included in its creation, and it is possible
that it has transferred the patent right of its creation to another.
The policy of the formulation of the system of criminal sanction imposed upon
the limitation of presentation of website in Indonesia applies the type of
cumulative criminal threaten which includes two types of punishment. The
combination of such a system of threaten is on the words “and/or”, meaning that
2 (two) things or parts may be chosen and they may be combined. The formulation
is a 2 (two) year imprisonment and/or a maximum spesific fine of Rp.
150.000.000,00 (one hundred fifty thousand rupiahs), based on Article 72 Clause
(6) jo Article 24 of the Criminal Law, reffering Law of The Republic of Indonesia
Number 19 Year 2002 Regarding Copyright.
(Keywords : Policy of Formulation, Imitation of Presentation of Website in
Indonesia)
ix
RINGKASAN
KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN
WEBSITE DI INDONESIA
Penelitian ini disusun dalam 5 (lima) bab yang secara garis besar dapat
dikemukakan sebagai berikut :
Bab I yakni bab pendahuluan merupakan bab yang berisi tentang hal-hal
yang menjadi latar belakang penulisan penelitian ini dimana masalah hak cipta di
internet yang merupakan salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini
menjadi perhatian, terutama pengaruhnya terhadap eksistensi hak atas kekayaan
intelektual. Dalam kerangka hukum cyber, hak atas kekayaan intelektual memiliki
kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan cyber yang sangat lekat
dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan hak
cipta. Hak cipta melindungi hal-hal terkait dengan tampilan-tampilan seperti
homepage, mengingat konsekuensi dari kreasi yang terdapat dalam medium
digital seperti internet berdampak pada permasalahan hukum hak cipta.
Pengaturan website secara khusus belum secara jelas dipaparkan, apakah website
termaksud dalam arti lingkup yakni dokumen elektronik ataukah informasi
elektronik. Hal inilah yang melatarbelakangi rumusan masalah di dalam penelitian
ini, yaitu mengenai pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan
website dan kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa mendatang terhadap
peniruan tampilan website di Indonesia. Adapun metode penelitian yang
digunakan yaitu metode penelitian normatif dengan menggunakan metode
pendekatan terhadap perundang-undangan (statute approach).
Bab II menguraikan tentang definisi tindak pidana hak cipta di Internet
dengan unsur-unsur serta ruang lingkup hak cipta itu sendiri dan definisi tentang
peniruan tampilan website kemudian definisi kebijakan hukum pidana serta sistem
sanksi dan pemidanaannya yang penulis dapatkan dari berbagai sumber. Website
atau situs diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan informasi data
teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan gabungan dari
semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk satu
rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan
dengan jaringan-jaringan halaman (hiperlink).
Bab III membahas tentang perumusan tindak pidana peniruan tampilan
website di Indonesia. Secara hakiki hak cipta termaksud hak milik immateriil
karena menyangkut ide, gagasan, pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang
yang diruangkan dalam bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra,
maupun karya seni. Hak cipta itu muncul secara otomatis pada si pencipta.
Mengenai peniruan tampilan website dapat dirinci unsur-unsur sebagai berikut; a)
unsur subjektif yakni kesalahan dengan sengaja, kemudian b) unsur objektif yakni
pembuatnya pemegang hak cipta, melawan hukum dengan tanpa hak,
perbuatannya yakni tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya dan
x
mengubah ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan pada pemegang hak cipta
dengan objeknya yakni ciptaan tersebut.
Bab IV membahas tentang kebijakan formulasi dalam perumusan sistem
sanksi di masa mendatang terhadap tindak pidana peniruan tampilan website di
Indonesia. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta yang mengatur website sebagai ciptaan yakni perwajahan (layout) dalam
Pasal 12, kemudian dalam ketentuan sanksi Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 24 dengan
rumusan “Pemegang hak cipta dengan sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan
nama pencipta dalam ciptaannya atau mengubah suatu ciptaan yang hak ciptanya
telah diserahkan kepada pemegang hak cipta dipidana dengan pidana penjara
maksimal 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah)”.
Bab V merupakan bab terakhir atau bab penutup yang memuat kesimpulan
dan saran. Kesimpulan yang dapat dipaparkan penulis yakni perumusan tindak
pidana terhadap peniruan tampilan website dirumuskan bahwa memenuhi unsurunsur sebagai berikut, unsur subjektif dan unsur objektif. Dan kebijakan formulasi
hukum pidana sistem pemidanaan pelaku peniruan tampilan halaman (homepage)
website berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa sistem
pemidanaan pelaku peniruan tampilan website termaksud kedalam pidana pokok
yakni pidana penjara dan denda. Mengacu pada Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta dalam Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24. Sedangkan saran,
walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik, namun pengaturan tampilan website belum diatur. Dibutuhkan adanya
kajian yang lebih lengkap untuk menciptakan atau membuat perundang-undangan
khusus yang dapat menjerat para pelaku kejahatan di bidang komputer, khususnya
kejahatan peniruan tampilan halaman website agar terciptanya pengaturan hukum
yang jelas mengenai kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan komputer dan
hak kekayaan intelektual di internet. Dan bagi pengelola dan pemilik website
untuk dapat menjaga atau mengantisipasi websitenya dari tindakan peniruan,
sebaiknya melakukan langkah-langkah preventif seperti, mengatur akses, menutup
layanan yang tidak diperlukan, memasang proteksi, menggunakan fire wall untuk
menjaga akses keluar masuk bagi yang tidak memiliki ijin untuk mengaksesnya.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
PERSYARATAN GELAR ....................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................
iii
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI ....................................................
iv
PERNYATAAN ......................................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................
vi
ABSTRAK ..............................................................................................
ix
ABSTRACT ............................................................................................
x
RINGKASAN .........................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah .....................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................
11
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................
12
1.3.1. Tujuan Penelitian ....................................................
12
1.3.1.1. Tujuan Umum ............................................
12
1.3.1.2. Tujuan Khusus ...........................................
12
1.3.2. Manfaat Penelitian .................................................
12
1.3.2.1. Manfaat Teoritis .........................................
12
1.3.2.2. Manfaat Praktis .........................................
13
1.4. Orisinalitas Penelitian ........................................................
13
xii
BAB II
1.5. Landasan Teoritis ...............................................................
16
1.6. Metode Penelitian ..............................................................
39
1.6.1. Jenis Penelitian ........................................................
39
1.6.2. Metode Pendekatan .................................................
40
1.6.3. Sumber Bahan Hukum ............................................
41
1.6.3.1. Bahan Hukum Primer ................................
41
1.6.3.2. Bahan Hukum Sekunder ............................
42
1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ......................
42
1.6.5. Teknik dan Analisis Bahan Hukum ........................
43
PENGERTIAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA, TINDAK
PIDANA KOMPUTER DAN WEBSITE ...................................
46
2.1. Kebijakan Hukum Pidana ........................................................
46
2.1.1. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ..............................
63
2.2. Tindak Pidana Komputer (Computer Related Crime) .............
51
2.2.1. Pengertian Tindak Pidana Komputer (Computer Related
BAB III
Crime) ............................................................................
51
2.2.2. Ruang Lingkup Tindak Pidana Komputer ......................
56
2.3. Pengertian Website .................................................................
61
2.3.1. Pengertian Tampilan Halaman Website ........................
61
2.3.2. Unsur-Unsur Penyediaan Website ..................................
65
PENGATURAN PERUMUSAN TINDAK PIDANA
PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI INDONESIA ...........
3.1. Perumusan Tindak Pidana Peniruan Tampilan
xiii
69
Website di Indonesia ..............................................................
69
3.2. Program Komputer, Data Base dan Website .........................
85
3.3. Hak Cipta Atas Design, Typefaces of Website
(Typographical Arrangement) ..............................................
96
BAB IV KEBIJAKAN FORMULASI DALAM PERUMUSAN SISTEM
SANKSI TERHADAP PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE
DI MASA MENDATANG ...........................................................
101
4.1. Perumusan Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana ...................
101
4.2. Perumusan Sistem Sanksi Terhadap Peniruan Tampilan
Website di Indonesia ..............................................................
113
BAB V PENUTUP ......................................................................................
123
5.1. Simpulan ..................................................................................
123
5.2. Saran .........................................................................................
124
DAFTAR BACAAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar I
: Program komputer sistem operasi dan program komputer
aplikasi ...............................................................................
Gambar II
Gambar III
85
: Contoh peniruan tampilan website desain Microsoft MClub
terhadap website Plurk .....................................................
92
: Perbandingan kode website ...............................................
93
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan khususnya teknologi
elektronik telah menimbulkan pengaruh hampir dalam seluruh aspek kehidupan
manusia. Perkembangan dunia internet yang sangat pesat membuat banyak orang
menghabiskan sebagian besar waktunya di depan perangkat yang terkoneksi
dengan internet. Globalisasi menjadi salah satu pendorong lahirnya era
perkembangan teknologi. Penggunaan teknologi sebagai sarana komunikasi
(hubungan) secara global telah menumbuhkan tantangan-tantangan positif bagi
kemajuan ilmu pengetahuan. Tantangan itu baik dalam hubungan masyarakat
regional, nasional bahkan internasional. Kemajuan teknologi tersebut di samping
membawa dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan
umat manusia juga membawa dampak negatif.
Terdapat berbagai media yang dapat digunakan sebagai sarana pertukaran
proses dalam berkomunikasi, salah satunya adalah jaringan komputer yang
memiliki akses internet. Menurut Samudra Prasetyo (Gematel Juni 1996), cara
mengakses ke internet dapat dilakukan melalui tiga bentuk sambungan yaitu;
pertama, melalui komputer PC (pribadi) LAN (Local Area Network) yang
mempunyai host yang tersambung ke internet, kedua melalui komputer PC ke host
internet dengan menggunakan SLIP/PPP (Serial line Internet Protocol/Point to
Point Protocol). Bentuk akses yang dilakukan melalui bentuk a dan b sering pula
1
2
disebut dengan ‘sambungan langsung’, sedangkan bentuk sambungan c disebut
sambungan tidak langsung. 1
Penggabungan komputer dengan telekomunikasi melahirkan suatu fenomena
yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional, dengan melahirkan
kenyataan dalam dimensi ketiga. Jika dimensi pertama adalah kenyataan keras
dalam kehidupan empiris (biasa disebut hard reality), dimensi kedua merupakan
kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (dipadankan
dengan sebutan soft reality), maka dengan dimensi ketiga dikenal kenyataan maya
(virtual reality) yang melahirkan suatu format dalam masyarakat. 2
Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat di dunia, teknologi
informasi (information technology) memegang peran penting. Teknologi
informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi
kebutuhan negara-negara di dunia. Adapun dua hal yang membuat teknologi
informasi dianggap begitu penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi di dunia
yakni yang pertama, 3 teknologi informasi mendorong permintaan atas produkproduk teknologi informasi itu sendiri seperti komputer, modem, sarana untuk
membangun jaringan internet dan sebagainya. Kedua, memudahkan transaksi
bisnis terutama bisnis keuangan di samping bisnis-bisnis lainnya. 4 Perkembangan
yang pesat dalam teknologi internet turut serta menyebabkan kejahatan-kejahatan
baru di bidang tersebut muncul. Teknologi informasi dan komunikasi pun telah
1
Gouzali Saydam, 2005, Teknologi Telekomunikasi Perkembangan dan Aplikasi, CV.
Alfabeta, Bandung, h. 361.
2
Didik, M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2005, Aspek Hukum Teknologi Informasi
(Cyberlaw), PT. Refika Aditama, Bandung, h. 2.
3
Budi Suhariyanto, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi
Pengaturan dan Celah Hukumnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1.
4
Ibid, h. 3.
3
mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.
Eksistensi teknologi informasi di samping menjanjikan suatu harapan, pada saat
yang sama juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru, antara lain muncul
kejahatan baru yang lebih canggih dalam bentuk cybercrime. Kejahatan
mayantara (cybercrime) telah menunjukan tampilan riilnya dalam jagat teknologi
canggih.
Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk
dilakukan. Di samping itu, mengingat teknologi informasi yang tidak mengenal
batas-batas teritorial dan sepenuhnya beroperasi secara maya (virtual), teknologi
juga melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang harus diatur oleh hukum yang
berlaku saat ini. Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya
regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan teknologi
informasi. Kemajuan teknologi komputer, teknologi informasi dan teknologi
komunikasi menimbulkan suatu tindak pidana baru yang memiliki karakteristik
yang berbeda dengan tindak pidana konvensional.
Kemajuan teknologi tadi yang tidak hanya memberikan dampak positif tetapi
juga dampak negatif, dampak yang terlihat dari adanya cybercrime yang terjadi
diberbagai belahan dunia tak terkecuali di Indonesia. Kejahatan cyber sangat tidak
mudah diatasi dengan mengandalkan hukum positif konvensional karena
berbicara mengenai kejahatan tidak dapat dilepaskan dari lima faktor yang saling
kait mengait yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi
sosial atas kejahatan dan hukum. 5
5
Budi Suhariyanto, Op Cit, h. 4.
4
Internet dipercaya untuk menjadi anarkis dan sistem dari hukum dan regulasi
akan terlihat kontradiktif. Akan tetapi, dunia maya akan diatur oleh sebuah sistem
dari hukum dan regulasi yang dinamakan cyberlaw. Saat ini telah lahir suatu
rezim baru yang dikenal dengan hukum siber. Istilah hukum siber diartikan
sebagai padanan kata dari cyberlaw, yang saat ini secara internasional digunakan
untuk istilah hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi dan
informasi. 6 Sebagai cabang ilmu hukum, hukum siber termasuk sangat baru.
Hukum siber bertumpu pada disiplin-disiplin ilmu hukum yang terlebih dahulu
ada. Beberapa cabang ilmu hukum yang menjadi pilar hukum siber adalah hak
atas kekayaan intelektual, hukum perdata internasional, hukum perdata, hukum
internasional, hukum acara dan pembuktian, hukum pidana internasional dimana
kaidah-kaidah daripada hukum pidana internasional yang berupa perjanjianperjanjian internasional tentang masalah-masalah pidana yang diratifikasi oleh
negara-negara, menjadikan negara-negara yang bersangkutan tunduk dan terikat
pada perjanjian tersebut pada tataran internasional bersama-sama dengan negaranegara lain yang juga sama-sama sudah meratifikasinya serta hukum
telekomunikasi dan lain-lain. 7
Cyberlaw adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari cyberspace law,
yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai online. Dimana kata Online ini merupakan
padanan istilah dalam Bahasa Indonesia berarti terhubung, tersambung, atau
6
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, PT.
Refika Aditama, Bandung, h. 1.
7
I Wayan Parthiana, 2006, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung, h. 84.
5
daring (bahasa Inggris: online) dalam bidang pendidikan dan teknologi informasi.
Panduan pembakuan istilah, Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2001
tentang Penggunaan Komputer dengan Aplikasi Komputer Berbahasa Indonesia
dan memasuki dunia cyber atau maya. 8 Kegiatan siber meskipun bersifat virtual
dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Pada
negara yang telah maju dalam penggunaan internet sebagai alat untuk
memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan hukum dunia maya
sudah sangat maju dan akan berkembang terus menerus sesuai dengan zamannya.
Sebagai kiblat dari perkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan
negara yang telah memiliki banyak perangkat hukum yang mengatur dan
menentukan perkembangan cyberlaw.
Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan cyberlaw di Indonesia
maka kita akan membahas secara singkat tentang landasan fundamental yang ada
di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim
hukum khusus, dimana terdapat komponen utama yang meliputi persoalan di
dunia maya tersebut, yaitu :
1. Tentang yuridiksi hukum dan aspek-aspek terkait komponen ini
menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan
diterapkan di dalam dunia maya itu;
2. Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak
yang menyampaikan, aspek accountability, tanggung jawab dalam
memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider),
serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui
jaringan internet;
8
Wikipedia, Padanan Istilah Online, http://id.wikipedia.org/wiki/Dalam_jaringan_dan_
luar_jaringan diakses 12 Februari 2013
6
3. Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang paten,
merek dan rahasia dagang yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia
cyber;
4. Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang
berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang
mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari
sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
5. Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna
internet;
6. Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan
dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung
sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan dan akuntansi;
7. Tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai
bagian dari perdagangan atau bisnis usaha. 9
Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian
adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Kekayaan Intelektual, di samping
terhadap bidang-bidang lain seperti transaksi bisnis (elektronik), kegiatan egoverment, dan lain-lain. Istilah hak kekayaan intelektual sebagai terjemahan dari
kata intellectual property rights. Dalam kerangka hukum siber, Hak Kekayaan
Intelektual memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan siber
sangat lekat dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada
perlindungan rezim hukum Hak Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain
Industri dan lain-lain. 10
Lahirnya internet dalam sistem interaksi manusia berujung pada munculnya
kompleksitas
permasalahan
hukum
yang
harus
diterapkan.
Salah
satu
kompleksitas hukum melingkupi juga pada upaya proteksi hukum atas hak cipta
di medium internet. Sebagaimana diketahui, proteksi hukum atas hak cipta secara
internasional saat ini telah disandarkan pada beberapa konvensi atau traktat secara
9
Asril Sitompul, 2001, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di
Cyberspace, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 6.
10
Ahmad M. Ramli, Op Cit, h. 5.
7
internasional. Konvensi atau traktat tersebut diantaranya meliputi pada Berne
Convention, Universal Copyright Convension, TRIPs Agreement dan WIPO
Copyright Treaty. 11 Dalam kerangka hukum cyber, hak kekayaan intelektual
memiliki kedudukan yang sangat khusus mengingat kegiatan cyber sangat lekat
dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berbasis pada perlindungan rezim
hukum hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri dan lain-lain.12
Salah satu isu yang tak kalah menarik adalah menyangkut hak cipta di internet.
Cybercrime atas hak cipta (hak milik) merupakan kejahatan yang dilakukan
terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan
mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi
materi/non materi. Hak atas kekayaan intelektual merupakan terjemahan bebas
dari Intellectual Property Right. 13 Kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas
kekayaan intelektual, salah satunya ialah peniruan tampilan pada web page suatu
situs milik orang lain secara ilegal atau penyiaran suatu informasi di internet yang
ternyata merupakan rahasia dagang orang lain yang lazim dikenal sebagai Offense
against Intellectual Property.
Hukum hak cipta membicarakan perlindungan atas karya-karya cipta dalam
bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan yang sifatnya telah diwujudkan secara
nyata dan memiliki orisinalitas. Perwujudan karya dalam konteks sekarang tidak
saja dituangkan dalam medium konvensional, yang dapat dilihat dan diraba secara
11
Budi Agus Riswandi, 2009, Hak Cipta di Internet Aspek Hukum & Permasalahannya
di Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta, h. 19.
12
M. Ramli, Op Cit, h. 5.
13
Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, h. 10.
8
kasat mata, tetapi perwujudan ini dapat juga diekspresikan melalui medium digital
seperti internet.
Kasus peniruan tampilan halaman (homepage) website yang ditemukan oleh
penulis yakni, pada tahun 2011 lalu di Indonesia terjadi kejahatan yang ditujukan
terhadap hak atas kekayaan intelektual. Perseteruan ini antara salah satu blogger
Indonesia dengan pihak facebook perwakilan Indonesia. Kasus ini sendiri bermula
ketika Nazieb salah satu blogger Indonesia membuat themes blog yang bernama
smells like facebook 14 yang mirip dengan tampilan versi pertama facebook. Ainun
Nazieb diperkirakan meng-cloning theme facebook dari halaman user facebook.15
Ainun Nazieb dituntut telah melanggar hak cipta karena meniru dan menyebarkan
hasil desain buatannya tersebut kepada orang lain. Meski desain tampilan tersebut
dibuatnya sendiri, namun karena dianggap meniru desain tampilan milik facebook
dan Ainun Nazieb dianggap telah melakukan tindak pidana terhadap hak cipta.
Kemudian masalah ini diselesaikan di luar pengadilan secara kekeluargaan,
Nazieb sudah mengakui kesalahannya karena menggunakan desain tampilan
facebook tanpa izin pada desain blog pribadinya. Nazieb membuat surat
permohonan maaf mengaku telah menggunakan hak cipta facebook tanpa izin
pada desain blog pribadinya “smells like facebook”.
Kemudian kasus antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang
mendaftarkan nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek pada Network
14
Ainun Nazieb, Smells Like Facebook, http://nazieb.com/456/smells-like-facebook
diakses 12 Februari 2013
15
Techno Okezone, Blogger yang Disomasi Facebook Mulai Tertutup, http://techno.oke
zone.com/read/2011/11/18/55/531057/blogger-yang-disomasi-facebook-mulai-tertutup diakses 12
Februari 2013
9
Solution (7 Oktober 1999). 16 Kasus klikbca.com, Klikbca.com adalah nama
domain untuk mengakses hubungan dengan internet banking Bank Central Asia
(BCA). Dalam kasus ini seseorang telah membuat nama-nama domain plesetan
seperti www.klikbca.com, www.clickbca.com, www.klikbac.com dan lain-lain yang
dapat menyebabkan nasabah salah dan tersesat melakukan akses. 17 Adapun pula
penulis menemukan kasus serupa terjadi di Cina, dimana Plurk yang merupakan
layanan jejaring sosial dan mikroblog gratis yang mengizinkan penggunan
mengirim pembaharuan (dikenal sebagai suatu plurk) melalui antarmuka website,
pesan singkat atau cara lain. Pembaharuan ini akan ditampilkan pada halaman
website pengguna menggunakan garis waktu yang menampilkan semua
pembaharuan yang diterima dengan urutan kronologis, dan selanjutnya
disampaikan ke pengguna lain yang masuk. Pengguna dapat menanggapi
pembaharuan pengguna lain dari garis waktu mereka melalui situs website
Plurk.com, mengirim pesan instan atau pesan singkat. 18
Hak cipta melindungi hal-hal terkait dengan tampilan-tampilan seperti
homepage, rezim hukum hak cipta mendapat tantangan baru setelah adanya
teknologi internet. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
apabila dikaitkan dengan perlindungan homepage memiliki persoalan yang cukup
prinsipil karena menganut prinsip konstitutif yang sangat ketat. Pengaturan
website secara khusus di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
16
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), PT.
Refika Aditama, Bandung, h. 64.
17
Ahmad M. Ramli, Op Cit, h. 18-19.
18
Wordpress, Microsoft Cina Mencuri Layanan Nomor Satu Microblogging di Asia,
http://myramblin.wordpress.com/2009/12/15/microsoft-cina-mencuri-layanan-nomor-satumicrob
logging-di-asia/ diakses 17 Februari 2013
10
Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 belum dipaparkan. Apakah website termaksud
dalam ruang lingkup yakni informasi elektronik. Dalam Pasal 1 Ayat (1),
informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termaksud
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic
data interchange (EDI), surat elektronik (elektronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi
yang diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya. 19 Ataukah dalam Pasal 1 Ayat (4) dalam Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik yakni dokumen elektronik. Dokumen
elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
komputer atau sistem elektronik, termaksud tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode
akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya. 20 Hal ini kemudian memunculkan
interpretasi adanya norma yang kosong dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, karena tidak ditemukan definisi
dari website itu sendiri beserta pengaturannya. Kompleksitas pengaturan ini,
melahirkan permasalahan hukum.
Masalah perlindungan hak cipta di internet memperoleh perhatian yang cukup
besar, mengingat konsekuensi dari kreasi yang terdapat dalam medium digital
19
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
2008, Sinar Grafika, Jakarta, h. 3.
20
Ibid
11
seperti internet berdampak pada permasalahan hukum hak cipta. Segala informasi
yang ada pada website yang dihubungkan terpublikasikan, akibat publikasi
tersebut sesungguhnya telah melahirkan permasalahan hukum hak cipta. Adapun
di dalam Undang-Undang Hak Cipta website diatur sebagai ciptaan. Jadi dalam
sebuah website, terdapat beberapa hak cipta yakni 21 selain hak atas tulisan artikel
di website itu, juga terdapat hak cipta atas program komputer (website adalah
program komputer, program komputer sebagai hasil pemikiran intelektual dari
pembuatan program adalah diakui sebagai suatu karya cipta yaitu karya dari
perwujudan cipta rasa dan karsanya), hak cipta atas desain dalam website, dan
juga hak cipta atas typographical arrangment website tersebut. 22 Hak cipta
sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual merupakan persoalan yang menarik
dari beragamnya aktivitas di internet.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat penelitian berupa
tesis dengan tema sentral yang berjudul : “Kebijakan Formulasi Terhadap
Peniruan Tampilan Website di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan
website?
2. Bagaimanakah kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa
mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia?
21
22
Ibid, h. 9.
Ibid, h. 60.
12
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum (het doel van het onderzoek) penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a process
(ilmu sebagai proses) terkait pengaturan perumusan tentang tindak pidana
peniruan tampilan website yang berkaitan dengan kejahatan di dalam ruang
lingkup hak cipta, dan untuk pengembangan konsep ilmu hukum pidana secara
umum serta pemahaman yang tidak hanya terpaku pada dogmatik hukum tetapi
juga pengembangan asas serta teori hukum pidana.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus (het doel in het onderhoek) dari penelitian tesis ini adalah
mendalami hukum secara khusus yang tersirat dalam rumusan masalah penelitian
yakni :
a. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang
pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan website di
Indonesia.
b. Untuk menganalisis kebijakan formulasi hukum pidana dalam perumusan
sistem sanksi di masa mendatang terhadap peniruan tampilan website di
Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dan memberi manfaat pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta
13
teori-teori bagi perkembangan ilmu hukum dalam hukum pidana dan hukum hak
cipta khususnya tentang cybercrime atau kejahatan internet. Terutama mengenai
kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang terkait
dengan hak cipta di internet.
1.4.2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari penulisan ini, yaitu :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
untuk penyelesaian masalah dalam kasus-kasus konkrit, sehingga dapat
memberikan masukan kepada pembentuk undang-undang dalam membahas
kebijakan formulasi terhadap peniruan tampilan website serta aparat penegak
hukum di dalam penyelesaian kasusnya di Indonesia.
1.5 Orisinalitas Penelitian
Tesis ini merupakan karya tulis asli penulis, sehingga tesis ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka
atas saran dan kririk yang membangun bagi penyempurnaanya. Adapun tesis-tesis
yang menyangkut tentang cybercrime maupun hak kekayaan intelektual yakni :
1. Tesis dengan judul “Studi Komparatif Pengaturan Penggandaan Karya
Cipta Lagu (Indonesia-Singapura)” ditulis oleh I Gusti Ngurah Donny
Wijaya Kusuma dari Universitas Udayana, dengan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan hak cipta terkait dengan penggandaan
karya cipta lagu di negara Indonesia dan negara Singapura?
14
2. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan untuk mengatasi
penggandaan karya cipta lagu melalui handphone (HP)?
Penelitian tesis ini mengkaji masalah pokok mengenai study komparatif
pengaturan karya cipta lagu (Indonesia-Singapura). Pembahasan dan hasil
penelitian pertama, di Indonesia pengaturan hak cipta diatur dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002. Khusus mengenai perlindungan bagi karya lagu
atau musik tidak diatur secara tegas. Kemudian yang kedua, upaya hukum yang
dilakukan untuk mengatasi penggandaan karya lagu melalui handphone (HP)
yaitu bisa melalui upaya preventif dan upaya represif.
2. Tesis dengan judul “Tindak Pidana Hak Cipta Pada Cakram Optik (Optical
Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia” ditulis
oleh Prakoso Kuspriyatno dari Universitas Udayana, dengan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perumusan tindak pidana cakram optik (optical
disc) di Indonesia?
2. Bagaimanakah perspektif kebijakan hukum pidana terhadap tindak
pidana cakram optik di Indonesia?
Penelitian tesis ini mengkaji masalah pokok pertama, tentang pengaturan
tindak pidana cakram optik (optical disc), tidak akan terlepas dari kaidah-kaidah
hak cipta yang secara khusus memperhatikan kepentingan umum, juga
menyangkut kaidah-kaidah guna ditaatinya ketentuan tersebut yang berupa sanksisanksi yang menyangkut hukum pidana dari sudut pandang kebijakan hukum
pidana di Indonesia. Kemudian kedua, kebijakan hukum pidana yang terdiri dari
15
kebijakan formulatif, kebijakan sanksi dan kebijakan aplikatif (Kepolisian,
Kejaksaan dan Pengadilan) dalam penyelesaian hukum tindak pidana hak cipta
Cakram Optik (optical disc).
3. Tesis dengan judul “Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Mayantara
(Cybercrime) Melalui Kebijakan Hukum Pidana Indonesia” ditulis oleh
Simon Nahak dari Universitas Udayana, dengan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah
kebijakan
hukum
pidana
terhadap
upaya
penanggulangan tindak pidana mayantara di Indonesia?
2. Bagaimana yuridiksi hukum pidana dalam upaya penanggulangan
tindak pidana mayantara?
Penelitian tesis ini mengkaji masalah pokok pertama, tentang upaya
penanggulangan tindak pidana mayantara yang dilakukan dengan melalui
kebijakan pidana berupa penal yakni dirumuskan dalam KUHP, Rancangan
KUHP, Rancangan Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi, non-penal
yakni pencegahan melalui teknologi (techno-prevention) agar secara etika
mempergunakan sarana komputer dengan jaringan telekomunikasi dan upaya
preventif terhadap para pengguna website. Kemudian kedua, kebijakan yuridiksi
pidana sebagai upaya penanggulangan digunakan asas universal dan prinsip
ubikuitas yakni delik-delik yang dilakukan terjadi sebagian di wilayah teritorial
negara dan sebagian di luar teritorial suatu negara, harus dapat dibawa ke dalam
yurisdiksi setiap negara yang terkait, sehingga kompetensi badan peradilan
memiliki kewenangan baik secara absolut maupun relatif untuk menyelesaikan
16
segala tindak pidana mayantara yang terjadi di wilayah teritorial kekuasaan
pengadilan Negara Indonesia.
Apabila dibandingkan dengan tesis-tesis tersebut di atas, tentu terlihat
perbedaannya. Tesis ini dengan judul “Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan
Tampilan Website di Indonesia” dengan rumusan masalah :
1. Bagaimanakah pengaturan perumusan tindak pidana peniruan tampilan
website?
2. Bagaimanakah kebijakan formulasi dalam sistem sanksi di masa
mendatang terhadap peniruan tampilan website di Indonesia?
Tesis yang ditulis oleh penulis sudah tentu memiliki perbedaan yang
signifikan dalam fokus penelitian terhadap kejahatan yang ditujukan terhadap hak
cipta (hak milik) hasil karya seseorang di internet. Penulis meneliti mengenai
kebijakan formulasi terhadap peniruan tampilan website di Indonesia yang juga
termaksud dalam kejahatan hak kekayaan intelektual khususnya terhadap hak
cipta. Sedangkan ketiga tesis tersebut menekankan pada penggandaan karya cipta
lagu, tindak pidana hak cipta pada cakram optik (optical disc) dalam perspektif
kebijakan hukum pidana di Indonesia serta upaya penanggulangan tindak pidana
mayantara (cybercrime) melalui kebijakan hukum pidana Indonesia. Dengan
demikian kajian mengenai Kebijakan Formulasi Terhadap Peniruan Tampilan
Website di Indonesia memang belum pernah dibahas sebelumnya.
1.6 Landasan Teoritis
Landasan teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum
ataupun khusus atau mengemukakan teori-teori yang dipergunakan sebagai
17
landasan, kemudian konsep-konsep hukum serta asas-asas hukum yang terkait
dengan penelitian ini. Sebagai landasan dimaksud untuk mewujudkan kebenaran
ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya
penelusuran (controleur baar). 23 Adapun teori dan konsep yang dipergunakan
dalam peneltian ini seperti teori kebijakan hukum pidana, teori pemidanaan,
konsep cybercrime serta konsep reward dan recovery.
Kebijakan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum.
Dalam hal ini arti penegakan hukum itu sendiri adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut
keinginan-keinginan hukum disini adalah pikiran-pikiran badan pembuat undangundang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. Tahap formulasi
adalah tahap penentuan aturan baik yang bersifat substantif ataupun formal,
sedangkan tahap aplikasi dan eksekusi merupakan tahap penegakan hukum.
Berbicara cybercrime yang merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari
kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional.
Volodymyr Golubev menyebutnya sebagai the new form of anti-social behavior.24
Cybercrime memiliki karakteristik tersendiri, para pelaku umumnya orang yang
muda yang menguasai teknologi informasi. Ada bermacam-macam jenis
kejahatan yang dilakukan dalam dunia maya. Beberapa literatur dan situs-situs
yang mengetengahkan cybercrime, ada berpuluh-puluh jenis kejahatan yang
berkaitan dengan dunia cyber. Termaksud dalam kategori kejahatan umum yang
23
Pedoman Penulisan, Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi
Magister (S2) Ilmu Hukum, 2013, Universitas Udayana, Denpasar, h. 31.
24
Barda Nawawi Arief, 2006, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian
Cybercrime di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1.
18
difasilitasi teknologi informasi antara lain penipuan kartu kredit, penipuan bursa
efek, penipuan perbankan, pornografi anak, perdagangan narkoba serta
terorisme. 25 Selain kejahatan yang telah disebutkan di atas, jenis kejahatan lainnya
yang termaksud cybercrime adalah diantaranya offense against intellectual
property. Kajahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang
dimiliki pihak lain di internet. Konsep kekayaan intelektual sendiri senantiasa
mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga dengan kondisi demikian hak kekayaan intelektual
berkembang secara dinamis.
Hukum bertindak dan menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati
secara eksklusif hasil karyanya itu dengan bantuan negara, terutama dalam
hubungan kepemilikan terhadap hak cipta. Hal ini menunjukan bahwa
perlindungan hukum merupakan kepentingan pemilik hak cipta sebagai subjek
hak, dengan membatasi oleh tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat.
Pembaharuan hukum pidana dapat dikatakan sebagai pembaharuan terhadap
masalah perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang dapat dipidana, pelaku
kejahatan dan sanksi yang diancamkannya yang pada dasarnya hal itu terletak
pada masalah mengenai perbuatan apa yang sepatutnya dipidana, syarat apa yang
seharusnya
dipenuhi
guna
untuk
dapat
mempermasalahkan
atau
mempertanggungjawabkan seseorang yang melakukan perbuatan itu dan sanksi
(pidana) apa yang dikenakan kepada orang itu.
25
Mansur dan Gultom, Op Cit, h. 60.
19
Adapun teori-teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan sesuai
dengan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
1. Teori Kebijakan Hukum Pidana
Berbicara mengenai kebijakan hukum pidana, tentunya tidak terlepas dari
pengertian kebijakan itu sendiri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang
dimaksud kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara
bertindak (pemerintah, organisasi) dan pernyataan cita-cita tujuan, prinsip atau
maksud sebagai garis besar pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai
sasaran, haluan. Istilah “kebijakan” diambil dari istilah “policy” (Inggris) atau
“politiek” (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing tersebut, maka istilah
kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum pidana.
Dalam kepustakaan asing istilah “politik hukum pidana” sering dikenal dengan
berbagai istilah, antara lain “penal policy”, “criminal law policy”, “strafrechts
politiek”. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik
hukum maupun politik kriminal. Menurut Sudarto, politik hukum adalah :
a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu saat.
b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa
digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat
dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 26
Bertolak dari pengertian demikian Sudarto selanjutnya menyatakan bahwa
melaksanakan politik hukum pidana berarti melakukan pilihan untuk menciptakan
26
Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta (Selanjutnya disebut
Barda Nawawi Arief II), h. 26.
20
atau menyusun perundang-undangan pidana yang paing baik dalam arti memenuhi
syarat keadilan dan daya guna bagi masyarakat. Dalam kesempatan lain beliau
menyataan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti usaha mewujudkan
peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi
pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 27
Kebijakan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum.
Pembaharuan hukum setidaknya mempunyai dua makna legal reform dan law
reform. Secara sederhana, dalam legal reform adalah undang-undangnya yang
mendapatkan perubahan dan lebih mengedepankan arus dari kaum intelektual
yang telah menguasai ilmu undang-undang. Sementara dalam law reform lebih
mengetengahkan nilai-nilai ekstra legal masuk ke dalamnya. 28
Menurut
Barda Nawawi
Arief,
pembaharuan
hukum
pidana
yaitu
pembaharuan hukum pidana yang pada hakekatnya mengandung makna. Suatu
upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai
dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik dan sosio kultural
masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan
kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 29 Lebih lanjut dikatakan, bahwa
pembaharuan hukum pidana (penal reform) harus dilakukan dengan pendekatan
kebijakan, oleh karena pada hakekatnya pembaharuan hukum pidana merupakan
bagian dari suatu kebijakan. Makna dan hakekat pembaharuan hukum pidana
tersebut dapat dipahami sebagai berikut :
27
Mokhammad Najih, 2008, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi (Implementasi
Hukum Pidana Sebagai Instrumen Dalam Mewujudkan Tujuan Negara), In-Trans Publishing,
Malang, h. 30.
28
Budi Suharyanto, Op Cit, h. 28.
29
Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 27.
21
a. Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan
1) Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaharuan pidana pada
hakekatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi
masalah-masalah sosial (termaksud masalah kemanusiaan).
2) Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum
pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya
perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan
kejahatan).
b. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum
pidana pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui
substansi hukum (legal substance) dalam rangka lebih mengefektifkan
penegakan hukum.
a. Dilihat dari pendekatan nilai
Pendekatan hukum pidana merupakan upaya melakukan
peninjauan kembali reorientasi dan reevaluasi nilai-nilai sosio
politik, sosio filosofik dan sosio kultural yang melandasi dan
memberi isi terhadap muatan normatif dan substansi hukum
pidana yang dicita-citakan. 30
Kebijakan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan penegakan hukum.
Dalam hal ini arti penegakan hukum itu sendiri adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut
keinginan-keinginan hukum disini adalah pikiran-pikiran badan pembuat undangundang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu. 31 Ditegaskan
bahwa pembaharuan hukum pidana (penal reform) merupakan bagian dari
kebijakan atau politik hukum pidana (penal policy). 32 Makna dan hakikat
pembaharuan hukum pidana berkaitan erat dengan latar belakang dan urgensi
diadakannya pembaharuan hukum pidana itu sendiri. Dengan demikian,
pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna, suatu upaya
untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan
nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofisiologis, dan sosiokultural masyarakat
30
Ibid
Satjipto Raharjo, 2005, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, CV.
Sinar Baru, Bandung, h. 24.
32
Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 28.
31
22
Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan kebijakan
penegakan hukum di Indonesia. 33
2. Teori Pemidanaan
Perbuatan pidana hanya merujuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan
dengan suatu pidana. Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga
dijatuhi pidana sebagaimana diancam, ini tergantung dari soal apakah dalam
melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Sebab asas dalam
pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan (Geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea). Asas
ini tidak tersebut dalam KUHAP tapi dalam kenyataannya juga berlaku di
Indonesia. Punishment is a concept; criminal punishment is a legal fact. This
important distinction is obscured by loose references in judicial opinions to
“punishment” when what it meant is “criminal punishment”. 34 Criminal
punishment always includes but is not limited to a formal judgment of guilt.
Typically, this judgment is entered when the trier of fact, judge or jury, determines
that the defedant is guilty of the offense charged. 35
Meskipun di dalam hukum terdapat sanksi sebagai kekuatan memaksa agar
orang yang taat pada hukum, namun hal ini tidak menjadi jaminan tegaknya
hukum. Untuk menjatuhkan pidana, menurut Moeljatno menyatakan lebih baik
dengan kalimat, bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi
pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana, tetapi meskipun melakukan
33
Ibid, h. 29.
Herbert L. Packer, 1968, The Limits of The Criminal Sanction, Stanford University
Press, California, h. 35.
35
Ibid, h. 36.
34
23
perbuatan pidana tidak selalu dia dapat dipidana. Hukum pidana pada dasarnya
berpangkal pada dua hal yaitu :
a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
Dengan “perbuatan yang memenuhi syarat-syarat”, tersebut dimaksudkan
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya
pemberian pidana. Perbuatan seperti ini dapat disebut sebagai “perbuatan
pidana” atau juga dapat disebut sebagai “perbuatan jahat” (verbrechen atau
istilah dalam bahasa Inggris sebagai crime), oleh karena dalam
“perbuatan” ini harus ada orang yang melakukannya, maka persoalan
tentang perbuatan tertentu tersebut dapat dijabarkan menjadi dua persoalan
yaitu perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar perbuatan itu. 36
b. Pidana
Yang dimaksud pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat
tertentu. 37 Ada tiga pengertian dasar dalam hukum pidana :
1) Sifat melawan hukum
2) Kesalahan (schuld)
3) Pidana (straf) 38
Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi
meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak
dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana.
Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan
perbuatan itu harus mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).39
Dengan perkataan lain orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya jika dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya harus dapat
dipertanggungkan kepada orang tersebut.
James F. Gilsinan mengatakan, there are five decision criteria used to
determine if an incident involves a violation of the criminal law. An exploration of
36
Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 1-2.
Ibid, h. 5.
38
Ibid
39
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, h. 85.
37
24
these criteria will demonstrate the problems inherent in the legal scheme of crime
classification. To be considered a crime, an act must :
1) be observable,
2) be a violation of etheir statufe or case law,
3) have a prescribed punishment called for in law.
Concerning actor :
4) he or she must intend to commit a crime,
5) he or she must be acting without defense or justification. 40
Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam perumusan tujuan pemidanaan adalah :
a. Pada hakekatnya undang-undang merupakan sistem hukum yang bertujuan
sehingga dirumuskan pidana dan aturan pemidanaan dalam undangundang, pada hakikatnya hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan;
b. Dilihat secara fungsional operasional, pemidanaan merupakan suatu
rangkaian proses dan kebijakan yang konkretasinya sengaja direncanakan
melalui tiga tahap. Agar ada keterjalinan dan keterpaduan antara ketiga
tahap itu sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan, maka dirumuskan
tujuan pemidanaan;
c. Perumusan tujuan pemidanaan dimaksudkan sebagai “fungsi pengendalian
kontrol” dan sekaligus memberikan landasan filosofis, dasar rasionalitas
dan motivasi pemidanaan yang jelas dan terarah. 41
Teori tentang tujuan pemidanaan yang berkisar pada perbedaan hakekat ide
dasar tentang pemidanaan, antara lain tujuan teori pemidanaan tersebut yakni :
1) Teori Retributive
Pandangan/teori retributive ini merupakan pandangan atau teori yang
dianggap paling klasik mengenai konsep pemidanaan. Dalam pandangan ini,
diandaikan bahwa setiap individu manusia itu bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri. Menurut pandangan ini seorang pelaku tindak pidana
40
James F. Gislinan, 1990, Criminology and Public Policy An Introduction, Prentice
Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, h. 20.
41
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h.
136-137.
25
mutlak harus dipidana. Semboyan yang sangat populer dalam era ini adalah darah
diganti darah, nyawa diganti nyawa. Berdasarkan semboyan yang demikian itulah
muncul kemudian pendapat yang menyatakan, bahwa teori retributive atau teori
pembalasan dalam pemidanaan merupakan a relic of barbarism. Bagi penganut
pandangan ini maka pemidanaan atas perbuatan yang salah adalah adil, karena
akan memperbaiki keseimbangan moral yang dirusak oleh kejahatan. Pidana,
menurut pandangan ini mengandung moral, yang bebas dari akibat lain yang
diharapkan lebih lanjut. The retributive view rests on idea that it is right for the
wicked to be punished: because man is responsible for his actions, he ought to
receive his just deserts. 42
Selanjutnya Nigel Walker menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut
teori retribusi. Pertama, penganut teori retributif murni yang memandang pidana
harus sepadan dengan kesalahan si pelaku. Kedua, penganut teori retributif tidak
murni dipecah lagi menjadi :
a. Penganut teori retributif terbatas (The Limiting Retributivist) yang
berpandangan bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang
lebih penting adalah, keadaan tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh
sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat
untuk penetapan kesalahan pelanggaran.
b. Penganut teori retributif distribusi (Retribution in Distribution). Penganut
teori ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum
pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun juga
42
Herbert L. Packer, Op Cit, h. 37.
26
gagasan bahwa seharusnya ada batas yang tepat dalam retribusi pada
beratnya sanksi. Bahwa selama membatasi sanksi dalam hukum pidana
maka
orang-orang
yang
telah
melakukan
kejahatan
dan
tidak
membenarkan sanksi ini digunakan pada orang yang bukan pelanggar. 43
2) Teori Teleologis
Berbeda dengan teori retributive yang menekankan pada pentingnya pidana
sebagai pembalasan, maka menurut teori teleologis pidana digunakan sebagai
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mencapai kemanfaatan. Baik yang
berkaitan dengan dunia. Dengan demikian, menurut teori ini pidana dimaksudkan
sebagai alat pencegahan baik yang bersifat khusus (special prevention). Teori
kedua ini melihat punishment sebagai cara untuk mencegah atau mengurangi
kejahatan. Premisnya adalah bahwa dijatuhkannya pidana yaitu memang
menimbulkan akibat lebih daripada tidak dijatuhkannya pidana terhadap pihakpihak yang terlibat. Karena titik tekan teori ini pada aspek kemanfaatan yaitu
untuk memperbaiki pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan, oleh
penulis yang lain teori ini disebut sebagai teori/pandangan utilitarian prevention.
3) Teori Retributivisme Teleologis
Menurut aliran ini sistem pemidanaan bersifat plural, karena menghubungkan
prinsip-prinsip teleologis, misalnya utilitarianism, dan prinsip-prinsip retributivist
dalam satu kesatuan, sehingga sering disebut aliran integratif. Bertolak dari
prinsip utilitarian dan teleologis pandangan ini menganjurkan untuk mengadakan
artikulasi terhadap teori pemidanaan yang mengintegrasikan fungsi pidana
43
M. Sholehuddin, 2007, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track
System & Implementasinya), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 36-37.
27
sekaligus baik yang bersifat retribution maupun yang bersifat utilitarian misalnya
pencegahan dan rehabilitasi. 44
3. Konsep Cybercrime
Sesuai awal penemuan teknologi komputer di era 1940-an, perkembangan
etika komputer juga dimulai dari era tersebut dan secara bertahap berkembang
menjadi sebuah disiplin ilmu baru dimasa sekarang ini. Perkembangan tersebut
akan dibagi menjadi beberapa tahap seperti yang akan dibahas berikut ini :
a. Era 1940-1950
Munculnya etika komputer sebagai sebuah bidang studi dimulai dari
pekerjaan Profesor Norbert Wiener. Selama Perang Dunia II (pada awal 1940-an)
Profesor MIT membantu mengembangkan suatu meriam anti pesawat yang
mampu menembak jatuh sebuah pesawat tempur yang melintas di atasnya.
Tantangan universal dari proyek tersebut menyebabkan Wiener dan beberapa
rekan kerjanya harus memperhatikan sisi lain dari sebuah perkembangan
teknologi, yaitu etika. Pada perkembangannya, penelitian di bidang etika dan
teknologi tersebut akhirnya menciptakan suatu bidang riset baru yang disebut
cybernetics, sibernetika adalah sebuah studi interdisiplin tentang struktur sistem
regulasi. Sibernetika berhubungan erat dengan teori informasi, teori pengendalian
dan teori sistem, setidaknya dalam bentuk urutan pertamanya. (Sibernetika urutan
kedua memiliki metodologi krusial dan implikasi epistemologi yang mendasar
untuk bidang tersebut secara keseluruhan). 45 (Cyberbetics is the science that
studies the abstract principles of organization in complex systems. It is concerned
44
45
Mei 2013
Syamsul Hidayat, 2010, Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta, h. 62.
Wikipedia, Cybernetics, http://id.wikipedia.org/wiki/Sibernetika#Definisi diakses 8
28
not so much with what systems consist of, but how they function. Cybernetics
focuses on how systems use information, models, and control actions to steer
towards and maintain their goals, while conteracting various disturbances. Being
inherently transdisciplinary, cybernetic reasoning can be applied to understand,
model and design systems of any kind: physical, technological, biological,
ecological, psychological, social, or any combination of those. Second-order
cybernetics in particular studies the role of the (human) observe in the
construction of models of systems and other observers) 46 atau the science of
information feedback systems, dimana merupakan sistem kontrol dan komunikasi
yang memungkinkan feedback atau umpan balik.
Bidang ini menjadi disiplin ilmu komunikasi yang berkaitan dengan
mengontrol mesin komputer. Istilah ini dipakai pertama kali oleh Louis
Couffignal tahun 1958. Kini istilah cyber berkembang menjadi segala sesuatu
yang berkaitan dengan internet, kecerdasan buatan dan jaringan komputer. 47
Konsep cybernetics tersebut dikombinasikan dengan komputer digital yang
dikembangkan pada waktu itu membuat Wiener akhirnya menarik beberapa
kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi yang sekarang dikenal dengan
sebutan Teknologi Informasi (TI). Pada tahun 1950-an, Wiener menerbitkan
sebuah buku yang monumental, berjudul The Human Use of Human Beings. Buku
Wiener ini mencakup beberapa bagian pokok tentang hidup manusia, prinsipprinsip hukum dan etika di bidang komputer.
46
R. A Meyers, 2001, Encyclopedia of Physical Science & Technology, 3rd ed, Academic
Press, New York, h. 2.
47
Wordpress, Cybernetics System, http://willmen46.wordpress.com/2007/09/21/cyber
netik-system/ diakses 8 Mei 2013
29
b. Era 1960-an
Pada pertengahan tahun 1960-an, Donn Parker dari SRI Internasional Menlo
Park California melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer
yang tidak sah dan tidak sesuai dengan profesionalisme di bidang komputer.
Meningkatnya jumlah penggunaan komputer pada era tersebut membuat Donn
Parker melakukan penelitian secara ilegal. 48 Waktu itu Parker menyampaikan
suatu ungkapan sebagai titik tolak penelitiannya, yaitu that when people entered
the computer center they left their ethics at the door (Fodor and Bynum, 1992). 49
c. Era 1970-an
Perkembangan etika komputer di era 1970-an diwarnai dengan adanya
kecerdasan buatan yang memicu perkembangan program komputer yang
memungkinkan manusia berinteraksi langsung dengan komputer, salah satunya
ELIZA. Eliza adalah sebuah program komputer yang terkenal di tahun 1966, yang
pertama kali dibuat oleh Joseph Weizenbaun dari MIT, yang berparodi sebagai
seorang terapis Rogerian. Secara original menggunakan bahasa LISP dan
kemudian dikonversi dalam BASIC oleh Jeff Schrager kemudian ke dalam
Microsoft BASIC oleh Steve North. 50 Program psikoterapi Rogerian ini diciptakan
oleh Joseph Weizenbaum dan memunculkan banyak kontroversi karena
Weizenbaum
telah
melakukan
komputerisasi
psikoterapi
dalam
bidang
kedokteran. Perkembangan tersebut kemudian memunculkan istilah computer
48
Wikipedia, Donn Parker (Etika Komputer), http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_
komputer diakses 8 Mei 2013
49
Ratna Mutu Manikam, Makalah Etika dan Hukum Bidang Teknologi Informasi
(Pengantar Teknologi Informasi), Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB, h. 2.
50
Jurnal Hukum, Bab III Analisis dan Perancangan Program, http://thesis.binus.ac.id/
Doc/Bab3/2007-2-00224-IF%20BAB%20III.pdf diakses 20 Mei 2013
30
ethic yang dikemukakan oleh Walter Maner. Maner menawarkan suatu kursus
eksperimental atas materi pokok tersebut pada Old Dominion University in
Virginia. Sepanjang tahun 1978 ia juga mempublikasikan sendiri karyanya Stater
Kit in Computer Ethic. Era ini terus berlanjut hingga tahun 1980-an dan menjadi
masa keemasan etika komputer, khususnya setelah diterbitkannya buku teks
pertama mengenai etika komputer yang ditulis oleh Deborah Johnson dengan
judul computer ethic.
d. Era 1980-an
Tahun 1980-an sejumlah konsekuensi sosial dan teknologi informasi yang etis
menjadi isu publik di Amerika dan Eropa. Hal-hal yang sering dibahas adalah
computer-enabled crime atau kejahatan komputer, masalah-masalah yang
disebabkan karena kegagalan sistem komputer, invasi keleluasaan pribadi melalui
database komputer dan perkara pengadilan mengenai kepemilikan perangkat
lunak. Pertengahan 80-an James Moor dari Dartmounth College menerbitkan
artikel menarik yang berjudul “what is computer ethics” sebagai isu khusus jurnal
Metaphilosophy (Moor, 1985).
e. Era 1990-an sampai sekarang
Sepanjang tahun 1990, berbagai pelatihan baru di universitas, pusat riset,
konferensi, jurnal, buku teks dan artikel yang menunjukan suatu keanekaragaman
yang luas tentang topik di bidang etika komputer. Perkembangan yang cukup
penting lainnya adalah kepeloporan Simon Rogerson dar De Montfort University
(UK), yang mendirikan Centre for Computing and Social Responsibility. Di dalam
pandangan Rogerson, ada kebutuhan dalam pertengahan tahun 1990 untuk sebuah
31
generasi kedua yaitu tentang pengembangan etika komputer. Berkat jasa dan
kontribusi pemikiran yang brilian dari para ilmuwan di bidang etika komputer,
dimulai dari Wiener, Parker, Weizenbaun sampai pada Rogerson. Akhirnya etika
komputer menjadi salah satu bidang ilmu utama pada banyak pusat riset dan
perguruan tinggi dunia yang terus mengikuti perkembangan komputer itu sendiri.
Munculnya bentuk kejahatan baru yang tidak saja bersifat lintas batas
(transnasional) tetapi juga berwujud dalam tindakan virtual telah menyadarkan
masyarakat internasional tentang perlunya perangkat hukum yang dapat
digunakan sebagai kaidah hukum internasional dalam mengatasi kasus-kasus
cybercrime. 51 Instrumen hukum internasional publik yang mengatur masalah
kejahatan siber yang saat ini paling mendapat perhatian adalah konvensi tentang
Kejahatan Siber (Convention on Cybercrime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa.
Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh organisasi regional Eropa, tetapi
dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan diakses oleh negara
manapun di dunia yang memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan
siber. 52
Computer crime laws in many states prohibit a person from performing
certain acts without authorization, including 1) accessing a computer, system
or network; 2) modifying, damaging, using, disclosing, copying or taking
programs or data; 3) introducing a virus or other contaminant into a
computer system; 4) using a computer in a scheme to defraut; 5) interfering
with someone else’s computer access or use; 6) using encryption in aid of a
crime; 7) falsifying e-mail source information; and 8) stealing an information
service from provider. 53
51
Ahmad M. Ramli, Op Cit, h. 23.
Makalah Seminar Nasional, 2003, Instrumen Hukum Internasional tentang Cyber
Crime dan Antisipasi Implementasinya dalam Hukum Nasional, Information Technology Security
dan Cybercrime, Kementrian Komunikasi dan Informasi RI, Jakarta, h. 2.
53
FindLaw, Cybercrime, http://criminal.findlaw.com/criminal-charges/computercrimes
.html diakses 18 Februari 2013
52
32
Kejahatan dalam dunia maya (cybercrime) secara sederhana dapat diartikan
sebagai jenis kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan media internet
sebagai alat bantu. Dapat digambarkan bahwa cybercrime memiliki ciri-ciri
khusus, yaitu :
1)
2)
3)
4)
Non-violence (tanpa kekerasan).
Sedikit melibatkan kontak fisik (Minimize of physical contact).
Menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi.
Memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi, media dan
informatika) global. Freddy Haris menyatakan bahwa cyber crime adalah
sebuah tindak pidana yang memenuhi karakteristik-karakteristik sebagai
berikut : 1. Unauthorized access (dengan maksud untuk memfasilitasi
kejahatan); 2. Unauthorized alteration or destruction of data; 3.
Mangganggu atau merusak operasi komputer; 4. Mencegah atau
menghambat akses pada komputer. 54
Apabila memperhatikan ciri ketiga dan keempat yaitu menggunakan peralatan
dan teknologi serta memanfaatkan jaringan telematika global, nampak jelas bahwa
cybercrime jelas dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, serta berdampak
luas seakan-akan tanpa batas. Keadaan tersebut mengakibatkan pelaku kejahatan,
korban serta tempat terjadinya perbuatan pidana kemudian akibat yang
ditimbulkannya dapat terjadi di negara manapun. Aspek tersebut merupakan salah
satu aspek transnasional/internasional dari kejahatan ini.
Cyberspace adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas
wilayah
maupun
kenegaraan.
Sehubungan
dengan
adanya
unsur-unsur
internasional dari kejahatan dunia maya (cybercrime) tentunya akan menimbulkan
54
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op Cit, h. 27.
33
masalah tersendiri. 55 Ada 2 (dua) model yang diusulkan oleh Mieke untuk
mengatur kegiatan-kegiatan di cyberspace, yaitu :
a. Model
ketentuan
payung
(Umbrella
Provisions)
sebagai
upaya
harmonisasi hukum. Model ketentuan payung untuk peraturan perundangundangan yang mengatur kegiatan-kegiatan di cyberspace di satu sisi
memiliki kebaikan, yaitu akan menghasilkan suatu master piece dengan
memahami sangat beragamnya hal-hal yang perlu diatur. Namun di sisi
lain kelemahannya adalah menimbulkan konsekuensi logis untuk
mempersiapkan dalam waktu yang tidak boleh terlalu lama bagi seluruh
rancangan peraturan perundang-undangan yang lebih khusus atau spesifik
(baik pada tingkatan yang sederajat maupun pengaturan pelaksanaan
teknisnya) agar terhindarkan dari kekosongan hukum. Model ketentuan
payung dapat memuat :
1) Materi-materi pokok saja yang perlu diatur dengan memperhatikan
semua kepentingan, antara lain seperti pelaku usaha, konsumen,
pemerintah, penegak hukum; dan
2) Keterkaitan hubungan dengan peraturan perundang-undangan yang
telah ada terlebih dahulu dan yang akan datang agar tercipta suatu
hubungan sinergis.
b. Model Triangle Regulations sebagai upaya mengantisipasi pesatnya laju
kegiatan-kegiatan di cyberspace. Model triangle regulations merupakan
upaya yang lebih menitikberatkan kepada permasalahan manakah yang
55
Ibid, h. 30.
34
perlu lebih dahulu diberikan prioritas, sehingga mampu secara efisien dan
efektif menukik. Jadi tidak perlu adanya pengaturan yang harus memuat
seluruh kegiatan di cyberspace. Berdasarkan skala prioritas 3 regulasi
yang dapat disusun terlebih dahulu, yaitu :
1) Pengaturan sehubungan transaksi perdagangan elektronika (ecomerce) atau on-line transaction, yang di dalamnya memuat
antara lain tentang digital signature dan certification of authority,
aspek pembuktian, perlindungan konsumen, anti monopoli dan
persaingan sehat, perpajakan serta asuransi;
2) Pengaturan sehubungan privacy protection terhadap pelaku bisnis
dan konsumen, yang di dalamnya memuat antara lain perlindungan
electronic database, individual/company records; dan
3) Pengaturan sehubungan cybercrime, yang di dalamnya memuat
antara lain yuridiksi dan kompetensi dari badan peradilan terhadap
kasus-kasus yang terjadi dalam cyberspace, penipuan melalui
komputer atau melalui jaringan telekomunikasi, ancaman dan
pemerasan, fitnah atau penghujatan (defamation), kegiatan
transaksi atau substansi yang berbahaya, eksploitasi seksual dari
anak-anak, substansi yang tidak layak untuk ditransmisikan. 56
4. Konsep Reward dan Recovery
Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya
tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat
56
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op Cit, h. 116.
35
diterapkan di kehidupan manusia. Hak cipta atas desain dalam sebuah website
dapat berdiri sendiri 57 (dengan tetap mengingat bahwa keseluruhan website
dilindungi hak cipta sebagai program komputer). Kehadiran ketentuan dalam
bidang hak kekayaan intelektual dilihat dari aspek historis pada dasarnya telah
mengalami perjalanan yang sangat panjang. Secara legal formal, Indonesia telah
mengenal istilah kekayaan intelektual pada era 90-an awal dengan lahirnya tiga
undang-undang, yaitu Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten dan
Undang-Undang Hak Cipta. 58 Hak kekayaan intelektual sebenarnya bukanlah
suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak zaman Pemerintahan Hindia Belanda,
Indonesia telah mempunyai undang-undang tentang hak kekayaan intelektual
yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan
Pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan di
Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.
Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang Hak Kekayaan Intelektual
adalah sebagai berikut :
a. Auterswet 1912 (Undang-Undang Hak Pengarang 1912, Undang-Undang
Hak Cipta; S. 1912-600);
b. Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik
Industrial Kolonial 1912;S.1912-545 jo. S. 1913-214);
c. Octrooitwet 1910 (Undang-Undang Paten 1910; S. 1910-33, yis S.191133, S.1922-54. 59
Undang-Undang Hak Cipta pertama di Belanda diundangkan pada tahun
1803, yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1817
dan diperbarui lagi sesuai konvensi Bern 1886 menjadi Auterurswet 1912,
57
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 58.
Adrian Sutedi, Op Cit, h. 11.
59
Ibid, h. 1-2.
58
36
Indonesia (Hindia Belanda saat itu) sebagai negara jajahan Belanda, terikat dalam
konvensi Bern tersebut, sebagaimana diumumkan dalam S. 1914-797.60
Perlindungan internasional hak kekayaan intelektual, untuk pertama kali diberikan
oleh The Paris Union - 1883 (The Paris Convention fo The Protection of
Industrial Property). 61 Beberapa konvesi internasional mengenai hak cipta dan
hak terkait yakni :
1. Bern Convention for The Protection of Literary and Artistic Works
(WIPO).
2. Universal Copyrights Convention (UNESCO).
3. Rome Convention for The Protection of Producers of Phonograms and
Broadcasting Organization.
4. Geneva Convention for the Protection of Producers of Phonograms
Againts Unauthorized Duplication of Their Phonograms, 29 Oktober
1971.
5. Brussels Convention Relatif fo the Distribution of Programme Crriying
Signals Transmitted by Satellite, 21 Mei 1974. 62
Suryanti Hartono, mengatakan ada 4 prinsip dalam sistem hak kekayaan
intelektual untuk menyeimbangkan kepentingan individu dengan kepentingan
masyarakat yaitu :
1. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan
intelektualnya wajar memperoleh imbalan baik berupa materi maupun
bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas
hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa
suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yang
disebut hak. Alasan melekatnya hak pada hak kekayaan intelektual adalah
60
Ibid
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 14.
62
Ibid, h. 15.
61
37
penciptaan berdasarkan kemampuan intelektualnya. Perlindungan ini pun
tidak terbatas di dalam negeri pencipta sendiri, melainkan dapat meliputi
perlindungan di luar batas negaranya.
2. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Hak kekayaan intelektual yang diekspresikan kepada khalayak umum
dalam berbagai bentuknya, memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta
berguna bagi kehidupan manusia. Adanya nilai ekonomi pada hak
kekayaan intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya.
Pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya,
misalnya dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan
dibawakan lagu ciptaannya oleh orang lain, maupun group band secara
komersial.
3. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat
besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat
manusia. Selain itu akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat
dan negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang
dibakukan dalam sistem hak kekayaan intelektual diharapkan mampu
membangkitkan semangat dan minat untuk melahirkan ciptaan baru.
4. Prinsip Sosial (The Social Argument)
Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai invidu yang berdiri
sendiri terlepas dari manusia yang lain, akan tetapi hukum mengatur
kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi manusia dalam
38
hubungannya dengan manusia lain sama-sama terikat dalam ikatan satu
kemasyarakatan. Sistem hak kekayaan intelektual dalam memberikan
perlindungan kepada pencipta, tidak boleh diberikan semata-mata untuk
memenuhi kepentingan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan
ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam
undang-undang hak cipta di Indonesia. 63
Pengaturan hak cipta merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan
oleh undang-undang kepada mereka yang memiliki kreatifitas penciptaan suatu
karya-karya. Perlindungan ini juga diberikan oleh undang-undang karena
berkaitan dengan hak ekonomi (economic right), hak ekonomi adalah hak yang
dimiliki oleh seseorang inventor dan pendesain untuk mendapatkan keuntungan
atas invensi dan karya desain industrinya. Hak ekonomi tersebut berkembang
dengan pemanfaatan hak secara komersial 64 dan hak moral (moral right), hak
moral adalah hak untuk melindungi kepentingan pribadi inventor (penemu) dan
reputasi pendesain. Dalam konsep ini hak pencipta (droit auteur, author rights),
terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai
ekonomi seperti uang dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi
si inventor dan pendesain. 65
Sebagaimana dikesankan dari namanya, hak cipta melindungi karya-karya
yang ditiru tanpa izin maupun membuat turunan dari suatu yang dilindungi hak
63
Dwi Anandita Hari Wibowo, 2010, Royalti Hak Cipta Lagu Indonesia Oleh Yayasan
Karya Cipta Indonesia Dikaitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta,
Tesis, Universitas Udayana, Denpasar, h. 25.
64
Sudarmanto, 2012, Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Intelektual (Serta
Implementasinya Bagi Indonesia), PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, Jakarta, h. 1.
65
Ibid, h. 2.
39
cipta tanpa ijin dari pemilik hak cipta untuk tujuan komersial. Namun hak cipta
lebih dari sekedar peniruan semata-mata dan meluas kepada aktifitas-aktifitas
seperti
pembuatan
saduran
karya-karya
tersebut,
memamerkan
atau
mempertunjukan karya tersebut di muka umum, penyiaran karya demikian dan
memperjual belikan karya demikian. Hak cipta yang merupakan bagian dari
ketentuan hukum merupakan hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk memberikan pengumuman atau memperbanyak ciptaannya maupun
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal,
yang disebut juga sebagai penelitian kepustakaan. Penelitian hukum normatif
disebut juga penelitian hukum doktrinal, karena penelitian ini dilakukan atau
ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum lain.
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan (di samping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris
yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan
tersebut, mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 66
66
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13-14.
40
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulisan pada tesis ini dilakukan
dengan menggunakan penelitian normatif, titik tolak adanya kekosongan norma
dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan yakni peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
1.7.2 Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian hukum bertujuan untuk mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari
jawabnya. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah beberapa
metode yang dikenal dalam penelitian hukum normatif, yaitu metode pendekatan
terhadap perundang-undangan (the statute approach), pendekatan kasus (the case
approach), 67 pendekatan secara faktual (the fact approach), pendekatan analisis
konsep hukum (analitical and conceptual approach), pendekatan melalui
rumusan atau frase (word and pharase approach) dan pendekatan sejarah
(historical approach). 68 Keenam pendekatan tersebut akan digabungkan dengan
pendekatan yang biasa dipergunakan dalam hukum pidana, yang disebut dengan
pendekatan kebijakan. Pendekatan kebijakan mencakup pengertian yang saling
terkait antara pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang
berorientasi pada nilai. 69
67
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h. 93.
68
Pedoman Penulisan, Op Cit, h. 32.
69
Barda Nawawi Arief, 1996, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan
Dengan Pidana Penjara, Universitas Diponegoro, Semarang (Selanjutnya disebut Barda Nawawi
Arief III), h. 61.
41
1.7.3 Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum atau data yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini
adalah bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang telah penulis
uraikan dalam rumusan masalah. Adapun bahan hukum yang digunakan :
1.7.3.1 Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas. 70 Bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau
mutakhir ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai
suatu gagasan atau (ide). 71 Asas dan norma-norma hukum, perwujudan asas dan
kaidah hukum yang berupa Peraturan Dasar, Konvensi Ketatanegaraan, Peraturan
Perundang-Undangan, Putusan Pengadilan dan Keputusan Tata Usaha Negara.
Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4220).
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4252).
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843).
70
71
Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, h. 141.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Cit, h. 29.
42
5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik.
6. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2001 tentang Penggunaan Komputer
dengan Aplikasi Komputer Berbahasa Indonesia.
1.7.3.1 Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku hukum (teks books), kamus-kamus hukum, bibliografi, penerbitan
pemerintah, indeks, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar putusan
pengadilan. 72 Dengan kata lain bahan hukum sekunder merupakan bahan pustaka
yang berisikan informasi tentang bahan hukum primer.
Adapun bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam tesis ini antara lain
buku-buku hukum (teks books) yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas
dalam tesis ini, kamus hukum, jurnal dan makalah serta bahan-bahan hukum
artikel yang diperoleh dari internet (situs resmi).
1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam tesis ini adalah
penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan membuat catatan-catatan
yang diperoleh dari literatur-literatur dan perundang-undangan. Pengumpulan
bahan hukum tersebut difokuskan pada materi-materi hukum yang berhubungan
langsung dengan objek permasalahan. Adapun pencatatan dilakukan dengan
72
Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, h. 141.
43
menggunakan sistem kartu (card system). Lazimnya dikenal dua macam kartu
yang diperlukan untuk mencatat bahan hukum, yakni :
a. Kartu kutipan, yang dipergunakan untuk mencatat atau mengutip data
beserta sumber darimana data tersebut diperoleh (nama pengarang atau
penulis, judul buku atau artikel, impresum, halaman dan lain sebagainya).
b. Kartu bibliografi, dipergunakan untuk mencatat sumber bacaan yang
dipergunakan. Kartu ini sangat penting dan berguna pada waktu menyusun
daftar kepustakaan sebagai bagian penutup laporan penelitian yang ditulis
atau disusunnya. 73
Pada penulisan tesis ini penulis menggunakan kartu kutipan guna mengumpulkan
data kepustakaan.
1.7.5 Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang dikumpulkan kemudian diklasifikasikan dan disusun
menggunakan analisis sebagai berikut :
1. Teknik Deskripsi, adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari
penggunaannya. Deskripsi berarti penggambaran atau uraian apa adanya
terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non
hukum.
2. Teknik Konstruksi, berupa pembentukan konstruksi yuridis dengan
melakukan analogi dan pembalikan proposisi (acontrario).
3. Teknik Interpretasi, berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu
hukum seperti penafsiran gramatika, historis, sistimatis, teleologis,
kontektual, dan lain-lain.
4. Teknik Evaluasi, penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak
setuju, benar atau salah, syah atau tidak syah oleh peneliti terhadap suatu
pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang
tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder.
5. Teknik Argumentasi, merupakan teknik analisis bahan hukum yang tidak
bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan
pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan
73
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Cit, h. 53.
44
permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan
kedalaman penalaran hukum.
6. Teknik Sistematisasi, adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu
konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundangundangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat. 74
Bahan hukum yang dikumpulkan terkait penyusunan penelitian ini disusun
secara deskriptif terhadap norma-norma hukum dalam peraturan hukum yang
mengatur tentang kejahatan di internet (cybercrime) terhadap peniruan tampilan
website. Analisis kemudian dilakukan untuk mencari keterkaitan diantara suatu
rumusan konsep hukum atau proposisi hukum terkait pengaturan serta kebijakan
hukum pidana antara peraturan perundang-undangan. Bahan hukum yang telah
dikumpulkan tersebut kemudian dianalisis melalui legal resening/penalaran yakni
secara argumentatif atau logika yang disusun secara sistematis, selanjutnya
diuraikan secara deskriptif berdasarkan kategori-kategori hukum tertentu.
Selanjutnya dilakukan analisis evaluatif yakni mengevaluasi atau melakukan
penilaian terhadap suatu pernyataan maupun pandangan norma baik dari sumber
bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder yang telah terkumpul
mengenai perumusan norma yang mengatur mengenai peniruan tampilan website
di Indonesia.
Bahan hukum yang dihimpun dari studi pustaka dikumpulkan dan
diklasifikasikan berdasarkan substansinya, diuraikan dan dihubungkan dengan
teori-teori
yang
bersumber
dari
literatur.
Kemudian
diuraikan
untuk
menggambarkan secara jelas dan sistematis permasalahan yang dibahas. Secara
argumentatif hasil analisis tersebut diharapkan dapat diperoleh simpulan serta
74
Pedoman Penulisan, Op Cit, h. 34-36.
45
memberikan pendapat hukum terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini.
BAB II
PENGERTIAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA, TINDAK PIDANA
KOMPUTER DAN WEBSITE
2.1 Kebijakan Hukum Pidana
2.1.1 Pengertian Kebijakan Hukum Pidana
Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia, baik itu bersifat
individu maupun kolektif. Perlindungan tersebut bisa dilakukan dengan
membentuk suatu peraturan atau kaidah dengan disertai sanksi yang bersifat
mengikat dan memaksa. Hukum pidana mempunyai tempat dan peran yang
penting dalam ruang lingkup hukum publik. Hukum pidana merupakan
seperangkat dogma, sistem aturan serta norma yang menempatkan tingkah laku
individu manusia sebagai objek sekaligus subjek utama dalam pengaturannya. Hal
ini menunjukkan bahwa hukum pidana memiliki fungsi mempertahankan
ketertiban dan memelihara keteraturan yang terdapat dalam tata pergaulan
masyarakat. Namun adapun keterbatasan kemampuan hukum pidana dalam
penanggulangan kejahatan, berikut ini diungkapkan oleh para sarjana antara lain :
a. Rubin menyatakan bahwa pemidanaan (apapun hakikatnya, apakah
dimaksudkan untuk menghukum atau untuk memperbaiki) sedikit atau
tidak mempunyai pengaruh terhadap masalah kejahatan.
b. Schultz mengatakan, bahwa naik turunnya kejahatan di suatu negara
tidaklah berhubungan dengan perubahan-perubahan di dalam hukumnya
atau kecenderungan dalam putusan-putusan pengadilan, tetapi
berhubungan dengan bekerjanya atau berfungsinya perubahan-perubahan
kultural yang besar dalam kehidupan masyarakat.
c. Johannes Andenaes menyatakan, bahwa bekerjanya hukum pidana
selamanya harus dilihat dari keseluruhan konteks kulturalnya. Ada saling
pengaruh antara hukum dengan faktor-faktor lain yang membentuk sikap
dan tindakan kita.
d. Wolf Middendorf menyatakan bahwa sangatlah sulit untuk melakukan
evaluasi terhadap efektivitas dari general deterrence karena mekanisme
46
47
pencegahan (deterrence) itu tidak diketahui. Kita tidak dapat mengetahui
hubungan yang sesungguhnya antara sebab dan akibat. Orang mungkin
melakukan kejahatan atau mungkin menanggulanginya lagi tanpa
hubungan ada tidaknya undang-undang pidana yang dijatuhkan. Saranasarana kontrol sosial lainnya, seperti kekuasaan orang tua, kebiasaankebiasaan atau agama mungkin dapat mencegah perbuatan yang sama
kuatnya dengan ketakutan orang pada pidana. 75
Berkenaan dengan itu menarik melihat pengertian kebijakan hukum pidana
yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief yang seterusnya menyatakan, istilah
kebijakan dalam tulisan ini diambil dari istilah policy (Inggris) atau politiek
(Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing ini, maka istilah kebijakan hukum
pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dilihat dari arti
luas, kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang
hukum pidana materiel, di bidang hukum pidana formal dan di bidang hukum
pelaksana pidana. 76
Kebijakan formulasi hukum pidana diartikan sebagai suatu usaha untuk
membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik.
Pengertian tersebut dilihat pula dalam definisi yang dikemukakan oleh Marc
Ancel yang menyatakan bahwa penal policy sebagai suatu ilmu sekaligus seni
yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara
lebih baik dan memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang,
tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada
75
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h.
41-42.
76
Mokhammad Najih, Op Cit, h. 29-32.
48
penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 77 Kebijakan formulasi hukum
pidana tentunya sangat berkaitan dan tidak terlepas dari objek yang hendak diatur
yaitu kejahatan atau stafbaarfeit. Simons mengatakan bahwa strafbaarfeit itu
adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum dan
berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab. Sedangkan Van Hammel mengatakan bahwa strafbaarfeit itu
adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan
hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Adanya unsur perumusan
dalam undang-undang dan pertanggungjawaban pidana merupakan ciri mendasar
dari definisi kejahatan atau perbuatan pidana menurut Simons dan Van Hammel,
dapat pula dikatakan suatu strafbaarfeit mempunyai elemen “wederrechtelijkheid
dan schuld”. 78
Adapun fungsi dari kebijakan formulasi hukum pidana itu sendiri dalam suatu
masyarakat yang sedang mengalami proses tumbuh kembang atau modernisasi,
erat kaitannya dengan kegunaan hukum dalam proses tersebut. Kegunaan itu pada
dasarnya dapat berfungsi ganda, yaitu :
1. Membentuk hukum baru (to develop new laws);
2. Memperkuat hukum yang sudah ada (to strengthen the existing laws); dan
3. Memperjelas batasan ruang lingkup fungsi hukum yang sudah ada (to
clarify the scope and function of existing laws).
77
Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Pengembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta (Selanjutnya disebut
Barda Nawawi Arief II), h. 80.
78
Wordpress, Tindak Pidana, http://lotusbougenville.wordpress.com/2009/11/10/tindakpidana/ diakses 27 Mei 2013
49
Bertolak dari fungsi kebijakan formulasi hukum pidana dalam ide
pembentukan hukum baru atau peraturan hukum pidana yang akan datang (ius
constituendum) terutama peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan
terhadap kepentingan hukum negara khususnya penanggulangan persiapan
sebagai delik yang dapat dirumuskan atau diformulasikan secara lebih baik sesuai
tujuan utama dari pemidanaan yaitu melindungi masyarakat secara keseluruhan.
Kebijakan formulasi/legislatif merupakan salah satu dari 3 (tiga) rangkaian proses
kebijakan hukum pidana. Sedangkan substansi/masalah pokok dalam kebijakan
formulasi terdiri dari 3 (tiga) yaitu :
1. Masalah tindak pidana;
2. Masalah kesalahan;
3. Masalah pidana (pemidanaan). 79
Penggunaan upaya penal (sanksi/hukum pidana) dalam mengatur masyarakat
(lewat perundang-undangan) pada hakikatnya merupakan bagian daripada suatu
langkah kebijakan (policy). Mengingat berbagai keterbatasan-keterbatasan dan
kelemahan hukum pidana maka dilihat dari sudut kebijakan, penggunaan atau
intervensi penal seyogyanya dilakukan dengan lebih hati-hati, cermat, hemat,
selektif dan limitatif. Dengan kata lain sarana penal tidak selalu harus dipanggil
atau digunakan dalam setiap produk legislatif. Dalam menggunakan saran penal
Nigel Walker pernah mengingatkan adanya prinsip-prinsip pembatas the limiting
principles yang sepatutnya mendapat perhatian antara lain :
a. Jangan hukum pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan;
79
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief III), h.
111.
50
b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang
tidak merugikan atau membahayakan;
c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang
dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih
ringan;
d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian atau bahaya yang
timbul dari pidana lebih besar daripada kerugian atau bahaya dari
perbuatan atau tindak pidana itu sendiri;
e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat lebih
berbahaya daripada perbuatan yang akan dicegah;
f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang tidak mendapat
dukungan kuat dari publik. 80
Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada
hakikatnya tidak dapat dilepas daripada tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi
kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik
kriminal. 81 Adapun fungsionalisasinya atau operasionalisasinya melalui beberapa
tahap :
a. Tahap formulasi (kebijakan legislatif);
b. Tahap aplikatif (kebijakan yudikatif);
c. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif). 82
Jadi dalam pengambilan kebijakan hukum pidana, baik kebijakan di bidang
hukum pidana materil maupun formil harus dilakukan secara integral atau
komprehensif melalui kebijakan dan pendekatan nilai. Karena apabila tidak maka
kebijakan hukum pidana itu tidak akan efektif mencegah kejahatan dan secara
lebih luas melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.
80
Ibid, h. 47-48.
Mokhammad Najih, Op Cit, h. 32.
82
Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan
Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi
Arief V), h. 75.
81
51
2.2 Tindak Pidana Komputer (Computer Related Crime)
2.2.1 Pengertian Tindak Pidana Komputer (Computer Related Crime)
Secara terminologis, kejahatan yang berbasis pada teknologi informasi
dengan menggunakan media komputer sebagaimana terjadi saat ini, dapat disebut
dengan beberapa istilah yaitu computer misuse, computer abuse, computer fraud,
computer-related crime, computer-assisted crime atau computer crime. 83 Istilah
cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang berhubungan
dengan dunia maya (cyberspace) dan tindakan kejahatan yang menggunakan
komputer. Kejahatan tidak bisa dibicarakan hanya dengan memfokuskan
permasalahan saja yang menjadi sebabnya, karena kejahatan merupakan peristiwa
yang mempunyai faktor multidimensi yang menjadi penyebabnya dan mempunyai
pengertian yang relatif. Menarik sekali apa yang di kemukakan oleh J. E.
Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro dalam kaitannya dengan perilaku
masyarakat dan ruang serta waktu :
Berbicara mengenai kejahatan dan penjahat, saya berkesimpulan bahwa
kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan
penanaman yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian
dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai
oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan
yang anti sosial, suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau
perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai ruang dan waktu. 84
Kejahatan yang berhubungan dengan komputer merupakan keseluruhan
bentuk kejahatan yang ditujukan terhadap komputer, jaringan komputer dan para
penggunanya serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang menggunakan atau
83
Widodo, 2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cybercrime (Alternatif Ancaman Pidana
Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelaku Cybercrime), Laksbang Mediatama,
Yogyakarta, h. 23.
84
Agus Raharjo, 2002, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 30.
52
dengan bantuan peralatan komputer. Perkembangan teknologi jaringan komputer
global atau internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace,
sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas baru yaitu
realitas virtual.
Pesatnya perkembang teknologi komputer membawa dampak negatif
terutama bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan dan mencari keuntungan
dengan cara yang tidak dibenarkan. Hal ini memunculkan suatu anggapan tentang
kejahatan di dunia komputer yang disebut computer crime yakni kejahatan
komputer yang juga diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.
Revolusi teknologi komputer menjadi media informasi dan komunikasi global
yang saat ini menjadi pembicaraan hangat dalam kelas menengah negeri ini,
menjadikan internet menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Beberapa definisi mengenai kejahatan komputer atau penyalahgunaan komputer,
antara lain :
“...any illegal act requiring knowledge of computer technology for its
perpretation, or prosecution. It has two main catagories. First, computer as a
tool of crime, such as found, an theaf property...second, computer is the
object of crime such sabotage, theaf or alteration data,...” 85
Kemudian definisi lain mengenai kejahatan komouter ini dikeluarkan oleh
Organization of European Community Development (OECD) :
“Any illegal, untethicall or unauthorized behaviour relating to the
authomathic processing and/or the transmission of data”. 86
85
Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 394.
86
Ibid, h. 395.
53
Ada ahli yang menyamakan antara tindak kejahatan cyber (cybercrime)
dengan tindak kejahatan komputer, dan ada ahli yang membedakan di antara
keduanya. Meskipun belum ada kesepahaman mengenai definisi kejahatan
teknologi informasi, namun ada kesamaan pengertian universal mengenai
kejahatan komputer. 87 The analysis is intended to be sufficiently general to cover
not just felonies, but all types of violations on the cyberspace. A pratical definition
of a cybercrime is offered in Kshetri (2009): a cybercrime is defined as a criminal
activity in which computers or computer networks are the principal means of
committing an offense or violating laws, rules or regulations. The definition of
cybercrime is similiar to that of Becker’s (1968) approach of defining a crime. 88
Kejahatan komputer (cybercrime) adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang
yang mahir dan paham mengenai komputer dan internet. 89 Saking pahamnya,
orang yang bersangkutan bisa memanfaatkan kelemahan dan kelebihan komputer
dan jaringan maya internet untuk suatu tindak kejahatan.
Adapun secara umum yang dimaksud dengan kejahatan komputer atau
kejahatan dunia cyber (cybercrime) adalah upaya memasuki dan atau
menggunakan fasilitas komputer atau dengan bantuan peralatan komputer (the
entirely new forms of crime that were directed at computers, networks and their
users, and the more traditional form of crime that were now being committed with
87
Agus Raharjo, Op Cit, h. 27.
Nir Ksetri, 2010, The Global Cybercrime Industry (Economic, Institutional and
Strategic Prespectives), Spinger Heidelberg Dordrecht, London New York, h. 3.
89
Susanto, Hermawan Sulistyo dan Tjuk Sugiarso, 2005, Cybercrime (Motif dan
Penindakan), Grafika Indah, Jakarta, h. 14.
88
54
the use or assistance of computer equipment) 90 maupun dengan menggunakan
jaringan komputer tanpa ijin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa
menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang
dimasuki atau digunakan tersebut. Bila seseorang menggunakan komputer atau
bagian dari jaringan komputer tanpa seijin yang berhak, tindakan tersebut sudah
tergolong pada kejahatan komputer dan merupakan kejahatan digital yang
merugikan orang lain atau pihak-pihak tertentu yang dilakukan pada media digital
atau dengan bantuan perangkat-perangkat komputer. Cybercrime memiliki
karakteristik yang unik yakni mengenai ruang lingkup kejahatannya, sifat
kejahatannya, pelaku, modus hingga jenis kerugian yang ditimbulkan. Dari
paparan di atas karakteristik cybercrime adalah sebagai berikut :
Pertama, kejahatan
(crime) merupakan
potret realitas konkrit dari
perkembangan hidup masyarakat, yang secara langsung maupun tidak langsung
telah atau sedang menggugat kondisi masyarakat, bahwa di dalam kehidupan
masyarakat niscaya ada celah kerawanan yang potensial melahirkan individuindividu berperilaku menyimpang. Aplikasi sosial dari komputer termasuk
menggunakan komputer dalam memecahkan masalah sosial membawa dampak
dan memberi pengaruh seperti masalah kejahatan. Di dalam diri masyarakat ada
pergulatan kepentingan yang tidak selalu dipenuhi dengan jalan yang benar,
artinya ada cara-cara tidak benar dan melanggar hukum yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang guna memenuhi kepentingannya.
90
Barda Nawawi Arief, 2006, Tindak Pidana Mayantara (Perkembangan Kajian
Cybercrime Di Indonesia), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Barda Nawawi
Arief IV), h. 43.
55
Kedua, cybercrime dapat disebut sebagai kejahatan yang berelasi dengan
kepentingan
seseorang
atau
sekelompok
orang.
Ada
seseorang
yang
memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk memperluas daya jangkau cybercrime.
Kepentingan bisnis, politik, budaya, agama dan lain sebagainya dapat saja
menjadi motif, alasan dan dalil yang membuat seseorang dan sekelompok orang
terjerumus pada cybercrime. Berdasarkan motifnya cybercrime terbagi menjadi 2
yaitu :
1. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni dimana orang yang melakukan
kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara
sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakan, pencurian, tindakan
anarkis, terhadap suatu system informasi atau sistem komputer.
2. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu dimana kejahatan ini tidak
jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan
pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan
anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer tersebut. 91
Ketiga,
cybercrime
merupakan
salah
satu
jenis
kejahatan
yang
membahayakan kehidupan individu, masyarakat dan negara. Jenis kejahatan ini
(cybercrime) tidak tepat jika disebut sebagai crime without victim, tetapi dapat
dikategorikan sebagai kejahatan yang dapat menimbulkan korban berlapis-lapis
baik secara privat maupun publik. Hak privat dapat terancam, terganggu, bahkan
hilang atau rusak akibat ulah segelintir orang atau beberapa orang yang
memanfaatkan kelebihan ilmunya dan teknologi dengan modus operandi yang
tergolong dalam cybercrime.
Keempat, cybercrime menjadi kejahatan serius yang bisa membahayakan
keamanan individu, masyarakat, negara dan tatanan kehidupan global, karena
pelaku-pelaku cybercrime secara umum adalah orang-orang yang mempunyai
91
Ibid
56
keunggulan kemampuan keilmuan dan teknologi. Siapapun orangnya yang punya
kemampuan menggunakan internet bisa terjebak menjadi korban kejahatan ini.
Namun sebaliknya, seseorang juga dapat dengan mudah menjadi penjahatpenjahat akibat terkondisikan secara terus menerus atau dipaksa secara psikologis
dan budaya untuk mengikuti serta berkiblat kepada pengaruh kriminalitas dan
disnormatifitas yang dipenetrasikan masyarakat global.
Kelima, korban dari kejahatan ruang maya (cybercrime) semakin hari
semakin beragam. Kegiatan-kegiatan kenegaraan yang tentu saja sangat penting
bagi kelangsungan hidup masyarakat dan negara tidak selalu bisa dijamin aman
dari ancaman penjahat-penjahat di jagad maya ini. Hal ini menjadi suatu bukti,
bahwa kemampuan intelektualitas dan teknologi pelaku kejahatan tidak bisa
dianggap ringan oleh aparat penegak hukum. Dalam realitasnya, tindak kejahatan
ini sudah demikian maju, yang tentu saja sulit disejajarkan dengan kemampuan
aparat untuk menanganinya, apalagi bila aparat-aparatnya tidak selalu
mendapatkan pelatihan-pelatihan yang memadai untuk mengimbangi dan
mengantisipasi gerak kejahatan bergaya kontemporer. 92
2.2.2 Ruang Lingkup Tindak Pidana Komputer
Tidak terbatasnya ruang dan waktu dalam melakukan aktivitas dengan
menggunakan internet sebagai media, menyebabkan sulitnya suatu aktivitas dalam
dunia maya di deteksi secara konvensional. Kejahatan komputer (computer crime)
merupakan salah satu dari sekian banyak aspek yang tidak dapat dilupakan begitu
92
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op Cit, h. 134.
57
saja dalam dunia maya. Kejahatan komputer dalam era reformasi di antaranya
adalah :
1. Data diddling, merupakan perubahan data sebelum, pada saat pemasukan
data atau informasi (input), atau pada saat pengeluaran (output) dalam
pengoperasian komputer;
2. Superzapping, merupakan penggunaan komputer secara tidak sah untuk
memodifikasi, menghancurkan, menggandakan, memasukan data atau
informasi, yang akibatnya akan membuat komputer mati;
3. Scavenging, mirip dengan penyadapan dan biasa disebut sebagai browsing,
yaitu memperoleh informasi dengan cara melintas dalam sistem komputer
setelah suatu pekerjaan dilakukan;
4. Wiretrapping, secara umum menyadap komunikasi dengan menggunakan
kabel (wire) pada telepon dan merekamnya. Pada komputerpun demikian,
pada saat seseorang melakukan komunikasi dengan menggunakan internet
dapat dilakukan penyadapan, sehingga informasi yang mungkin rahasia
dapat diketahui orang lain;
5. Trojan Horse, merupakan suatu prosedur menambah atau mengurangi data
atau instruksi suatu program, sehingga program tersebut selain
menjalankan tugas sebenarnya juga akan melaksanakan tugas lain yang
tidak sah;
6. Logic Bomb, merupakan suatu program yang dibuat dan dapat digunakan
oleh pelakunya sewaktu-waktu atau tergantung dari keinginan si pelaku,
dari situ terlihat bahwa informasi yang ada di dalam komputer tersebut
dapat terganggu (rusak) atau bahkan hilang. 93
Pada dasarnya cybercrime meliputi semua tindak pidana yang berkenaan
dengan informasi, sistem informasi (informasi system) itu sendiri, serta sistem
komunikasi yang merupakan sarana untuk menyampaikan atau pertukaran
informasi itu kepada pihak lainnya. Istilah tindak pidana atau dalam bahasa
Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam
Strafbetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sekarang berlaku di
Indonesia. 94 Ada istilah dalam bahasa asing yaitu delict. Tindak pidana berarti
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Dan pelaku ini
93
Edmon Makarim, Op Cit, h. 396-397
Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika
Aditama, Bandung, h. 59.
94
58
dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana. Hak cipta adalah hak khusus
bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 95 Hukum yang
mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan
suatu gagasan umum, konsep, fakta, gaya atau teknik yang mungkin terwujud atau
terwakili di dalam ciptaan tersebut. Hak eksklusif pencipta diatur dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002, adapun beberapa hak eksklusif yang umumnya
diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk :
a. Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan
tersebut (termaksud, pada umumnya, salinan elektronik);
b. Mengimpor dan mengekspor ciptaan;
c. Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi
ciptaan);
d. Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum;
e. Menjual atau mengalihkan hak ekslusif tersebut kepada orang atau pihak
lain.
Pelanggaran hak cipta pada prinsipnya merupakan perbuatan yang
bertentangan atau melanggar terhadap hak eksklusif, baik hak ekonomi maupun
hak moral dari pencipta atau pemegang hak cipta. Pelanggaran ini dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum (perdata, pidana dan administratif). Khusus
mengenai pelanggaran hak cipta sebagai tindak pidana, yang artinya sebagai
perbuatan yang dilarang dan yang melakukannya dikenakan sanksi pidana, hal ini
diatur dalam pasal 72 sampai 73 Bab XIII Ketentuan pidana. Tindak pidana di
95
Sentosa Sembiring, 2002, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan
Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Cet. 1, CV. Yrama Widya, Bandung, h. 14.
59
bidang hak cipta (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta)
adalah sebagai berikut :
1. Tindak pidana mengumumkan atau memperbanyak ciptaan orang lain,
dan membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau
gambar pertunjukan, dan memperbanyak dan/atau menyewakan karya
rekaman suara atau rekaman bunyi [(Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 2 Ayat
(1), jo Pasal 72 Ayat (1), jo Pasal 49 ayat (1) dan (2)];
2. Tindak pidana sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau
menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
(Pasal 72 Ayat 2);
3. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial program komputer [Pasal 72 Ayat 3];
4. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan
negara, kesusilaan serta ketertiban umum [Pasal 72 Ayat (4) jo Pasal 17];
5. Tindak pidana memperbanyak atau mengumumkan potret, dan membuat,
memperbanyak dan/atau menyiarkan ulang karya siaran [Pasal 72 Ayat
(5) jo Pasal 19, Pasal 72 Ayat (5) jo Pasal 20, dan Pasal 72 Ayat (5) jo
Pasal 20, dan Pasal 72 Ayat (5) jo Pasal 49 Ayat (3)];
6. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta
dan mengubah ciptaan, meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama
pencipta, mengganti atau mengubah judul, atau mengubah isi ciptaan
[Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal 24 dan Pasal 72 jo Pasal 55];
7. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah
informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta [Pasal 72
Ayat (7) jo Pasal 25];
8. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan, atau dibuat
tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak pencipta
[Pasal 72 Ayat (8) jo Pasal 27];
9. Tindak pidana sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan
persyaratan produksi yang ditetapkan [Pasal 72 Ayat (9) jo Pasal 28]; 96
Unsur-unsur dan sifat hak cipta adalah sebagai berikut :
a. Hak cipta adalah suatu hak eksklusif (exsclusive right) berupa hak yang
bersifat khusus, bersifat istimewa yang semata-mata hanya diperuntukan
bagi pencipta atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihak lain
yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau
pemegang hak cipta.
b. Fungsi hak cipta bagi pencipta atau pemegang hak cipta adalah untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dan atau memberikan izin
96
Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan
Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang, h. ix-x.
60
kepada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
tersebut.
c. Ada pembatasan-pembatasan dalam hal penggunaan hak cipta yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal melaksanakan
hak eksklusif pencipta berupa hak mengumumkan atau memperbanyak
ciptaan atau memberikan izin pada pihak lain untuk memperbanyak
ciptaan atau memberikan izin pada pihak lain untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaan tidak sebebas-bebasnya. Namun dibatasi oleh
ketentuan atau hukum dalam undang-undang hak cipta itu sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam hak cipta terkandung fungsi sosial. Dalam
penggunaan dan pemanfaatannya, hendaknya mempunyai fungsi sosial.
Dalam penggunaan dan pemanfaatannya, hendaknya mempunyai fungsi
sosial.
d. Hak cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud (benda
immateriil) yang dapat dialihkan atau beralih pada pihak lain baik
seluruhnya maupun sebagian. 97
Ruang lingkup hak cipta meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra yaitu meliputi karya :
a. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang
diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara
diucapkan;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termaksud karawitan dan
rekaman suara;
e. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantonim;
f. Karya pertunjukan;
g. Karya siaran;
h. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan, yang berupa seni
kerajinan tangan;
i. Arsiterktur;
j. Peta;
k. Seni batik;
l. Fotografi;
m. Sinimatografi;
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil
pengalihwujudan. 98
97
98
Sentosa Sembiring, Op Cit, h. 14.
Ibid, h. 19.
61
Dipahami bahwa yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta adalah yang
termaksud dalam karya seni ilmu pengetahuan, kesenian dan kesusastraan.
Hukum hak cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan,
menjual atau membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan
oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh
orang lain. Hak cipta sering diasosiasikan sebagai jual beli lisensi. Namun
distribusi hak cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual beli, sebab bisa saja
sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan
didistribusikan (tanpa jual beli). Misalnya yang kita kenal dalam dunia open
source, yang merupakan sumber terbuka (Inggris: Open Source) adalah sistem
pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu atau lembaga pusat,
tetapi oleh para perilaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber
(source-code) yang tersebar dan tersedia bebas (biasanya menggunakan fasilitas
komunikasi internet). 99 Keaslian karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun
distribusi dan retribusi mengacu pada aturan open source. Masalah perlindungan
hak cipta di internet memperoleh perhatian yang cukup besar, mengingat
konsekuensi dari kreasi yang terdapat dalam medium digital seperti internet
berdampak pada permasalahan hukum hak cipta.
2.3 Pengertian Website
2.3.1 Pengertian Tampilan Halaman Website
Website atau situs diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan
informasi data teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan
99
2013
Wikipedia, Open Source, http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_terbuka diakses 24 Mei
62
atau gabungan dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang
membentuk satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing
dihubungkan dengan jaringan-jaringan halaman (hyperlink). Www atau world
wide web maupun web saja adalah sebuah sistem yang saling terkait dalam sebuah
dokumen berformat hypertext yang berisi ragam informasi yang dapat diakses
melalui sebuah perangkat yang disebut web browser. 100 Bersifat statis apabila isi
informasi website tetap, jarang berubah dan isi informasinya searah hanya dari
pemilik website. Bersifat dinamis apabila isi informasi website selalu berubahubah dan isi informasinya interaktif dua arah berasal dari pemilik serta pengguna
website. Contoh website statis adalah berisi profil perusahaan, sedangkan website
dinamis adalah seperti friendster, multiply dan lain sebagainya. Dalam sisi
pengembangannya website statis hanya bisa diupdate oleh pemiliknya saja,
sedangkan website dinamis bisa diupdate oleh penggunamaupun pemilik. Dalam
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Hak
Cipta tidak ditemui istilah website dan juga beserta pengertiannya.
Adapun di dalam Undang-Undang Hak Cipta tidak ditemui istilah dari kata
pembajakan namun secara umum telah merupakan kata yang biasa digunakan
sebagai suatu perbuatan pidana atau tindak pidana bagi pelanggaran hak cipta.
Istilah pembajakan menurut S. S. Pelenkahu di dalam terbitan bukunya Masalah
Kejahatan dan Penanggulangannya adalah istilah yang digunakan untuk
pengambil alihan, perampasan hak milik orang lain atau badan/perusahan lain.
Pembajakan tidak selalu ditujukan kepada barang fisik, tetapi juga pada apa yang
100
Wordpress, World Wide Web, http://globalbabali.wordpress.com/tugassekolah/
pengertian-html-http-url-ftp-domain hosting-dan-www/ diakses 29 Mei 2013
63
disebut milik intelektual (intellectual property) seperti hak cipta, hak merek dan
paten yang diatur dalam undang-undang khusus lengkap dengan ancaman
hukuman atas pelanggarannya. 101 Untuk tindak pidana di bidang hak cipta, yang
merupakan lingkup bagian hak kekayaan intelektual merupakan padanan dari kata
dari istilah Intellectual Property Rights. 102
Pembajakan adalah membuat turunan dari suatu yang dilindungi hak cipta
tanpa ijin dari pemilik hak cipta. 103 Pembajakan adalah tindak pidana berarti suatu
pelanggaran terhadap hak cipta seseorang yang hasil karyanya diperbanyak atau
digandakan tanpa seijin penciptanya yang memiliki hak cipta memenuhi unsur
tindak pidana apabila jika konsumen dimaksud membelinya dalam jumlah besar,
meski sudah mengetahui hasil bajakan dan tidak dikonsumsi sendiri, melainkan
dipamerkan/menyiarkan dan atau mengedarkannya barang hasil tindak pidana.
Dari pengertian pembajakan di atas secara umum bahwa unsur-unsur pengertian
tindak pidana hak cipta adalah sebagai berikut :
1. Pengambilalihan
Maksudnya pemindahtanganan suatu hak cipta yang sah ke tangan orang
lain tanpa ijin dari pencipta aslinya;
2. Perampasan hak milik orang lain
Berarti mengambil alih secara paksa hak milik seseorang tanpa adanya hak
cipta atau ijin dari pemilik hak sebenarnya;
3. Memperbanyak dan mengadakan tanpa ijin penciptanya
Maksudnya perbuatan memperbanyak atau menambahn jumlah ciptaan
yang bukan haknya tanpa ijin dari penciptanya;
4. Memamerkan atau menyiarkan dan mengedarkan tanpa hak. 104
101
Prakoso Kuspriyatno, 2006, Tesis Tindak Pidana Hak Cipta Pada Cakram Optik
(Optical Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia, Universitas Udayana,
Denpasar
102
Ibid, h. 37.
103
Makalah Hukum Nasional, 2004, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual),
Pusat Dokumen dan Informasi Hukum, Jakarta, h. 58.
104
Muhammad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 98.
64
Menurut Asril Sitompul ada dua kategori hak cipta di internet, yakni yang
pertama, hak cipta atas isi (content) yang terdapat di media internet yang berupa
hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review, program atau bentuk
lainnya yang sejenis. Kemudian yang kedua, hak cipta atas alamat situs website
dan alamat surat elektronik atau email dari pelanggan jasa internet. Begitu banyak
permasalahan hukum hak cipta di internet, salah satunya yakni website.
Pada pembuatan website semua tahap persiapan sebelum penguploadan
website, tersebut dalam internet, website itu dirancang dalam suatu HTML Editor.
HTML Editor adalah aplikasi perangkat lunak untuk membuat halaman web.
Meskipun markub HTML dari suatu halaman web dapat ditulis dengan editor teks
apapun, HTML editor khusus menawarkan kemudahan dan menambahkan
fungsionalitas. 105
HTML (hyper text markup language) adalah sebuah bahasa markup yang
digunakan untuk membuat sebuah halaman website dan menampilkan berbagai
informasi di dalam sebuah browser internet. HTML sebuah standar yang
digunakan secara luas untuk menampilkan halaman website. HTML editor adalah
sebuah program komputer. Pembuatan merancang website dengan menggunakan
HTML editor sebagai sarana, adalah sama seperti membuat suatu program
aplikasi dengan menggunakan program pascal. Kesimpulan dari hal tersebut
adalah bahwa rancangan website yang dibuat dalam bentuk HTML editor itu
adalah program komputer. 106
105
Wikipedia, HTML Editor, http://en.wikipedia.org /wiki/HTML_editor diakses 23 Mei
106
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 59.
2013
65
2.3.2 Unsur-Unsur Penyedia Website
Secara keseluruhan website itu dilindungi oleh hak cipta. Hak cipta atas
desain yang dimaksud disini bukanlah desain dalam lingkup pengertian UndangUndang Desain Industri. Desain yang dimaksud adalah karya seni yang
ditampilkan dalam sebuah website, yang berupa gambar logo, dan lain-lain yang
terdapat dalam sebuah tampilan website. Hak cipta atas desain yang terdapat
dalam sebuah website dapat berdiri sendiri (dengan tetap mengingat bahwa
keseluruhan website dilindungi hak cipta sebagai program komputer). 107 Hal ini
berarti menggandakan atau mengkopi suatu desain dari suatu website (tanpa harus
mengkopi keseluruhan website) dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap
hak cipta atas karya seni berupa desain tersebut. Typographical Arrangement,
copyright in typographical arrangement is suggested wording for typographical
copyright. The following wording could be used to clarify the respective copyright
position; Copyright in the typographical arrangement, design, layout (as
appropriate) vests in the publisher/illusator (as appropriate). Assignment of
Copyright, The following wording could be used to claim the copyright; In
consideration of thr rights granted in this Agreement, all copyright and rights in
the nature of copyright in the work are hereby assigned to the Crown. For the
avoidance of doubt, this includes all copyright in the typographical arrangement
and all design elements of the work 108 (tata cara penyusunan suatu karya)
diberikan perlindungan oleh hak cipta.
107
Ibid
Artikel, 2005, Guidance-Copyright in Typographical Arrangement, http://www.
nationalarchives.gov.uk/documents/copyright-typographical-arrangement.pdf diakses 23 Mei
2013
108
66
Pemilik hak atas typographical arrangement atas suatu website (pengaturan
letak, icon, desain, gambar dalam website) diberikan kepada orang yang
mengaturnya. Jadi, bila pengaturan itu dilakukan oleh orang lain, maka orang
itulah yang menjadi pemegang hak cipta atas typographical arrangement website
tersebut. Hal ini penting karena dalam hal perlindungan hak cipta terhadap materi
website itu telah berakhir, masih ada kemungkinan bahwa perlindungan terhadap
typographical arrangement itu belum berakhir, sehingga orang yang mengkopi
website tersebut masih dapat dikenakan tuntutan atas pelanggaran hak cipta.109
Jadi dalam sebuah website terdapat beberapa hak cipta, selain hak atas tulisan
artikel di website itu, juga terdapat hak cipta atas program komputer (website
adalah program komputer), hak cipta atas desain dalam website dan juga hak cipta
atas typographical arrangement website tersebut. 110 Untuk menyediakan sebuah
website, maka harus tersedia unsur-unsur penunjangnya, adalah sebagai berikut :
1. Nama domain (Domain name/URL-Uniform Resource Locator)
Nama domain atau biasa disebut dengan Domain Name atau URL adalah alamat
unik di dunia internet yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah website,
atau dengan kata lain domain name adalah alamat yang digunakan untuk
menemukan sebuah website pada dunia internet. Nama domain diperjualbelikan
secara bebas di internet dengan status sewa tahunan. Setelah nama domain itu
terbeli di salah satu penyedia jasa pendaftaran, maka pengguna disediakan sebuah
kontrol panel untuk administrasinya. Jika pengguna lupa/tidak memperpanjang
masa sewanya, maka nama domain itu akan di lepas lagi ketersediaannya untuk
umum. Nama domain sendiri mempunyai identifikasi ekstensi/akhiran sesuai
dengan kepentingan dan lokasi keberadaan website tersebut. Contoh nama domain
ber-ekstensi lokasi Negara Indonesia adalah :
a. .co.id : Untuk Badan Usaha yang mempunyai badan hukum sah
b. .ac.id : Untuk Lembaga Pendidikan
c. .go.id : Khusus untuk Lembaga Pemerintahan Republik Indonesia
d. .mil.id : Khusus untuk Lembaga Militer Republik Indonesia
109
110
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 59.
Ibid
67
e. .or.id : Untuk segala macam organisasi yand tidak termasuk dalam
kategori “ac.id”,”co.id”,”go.id”,”mil.id” dan lain lain
f. .war.net.id : untuk industri warung internet di Indonesia
g. .sch.id : khusus untuk Lembaga Pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan seperti SD, SMP dan atau SMU
h. .web.id : Ditujukan bagi badan usaha, organisasi ataupun perseorangan
yang melakukan kegiatannya di World Wide Web.
2. Rumah tempat website
Web Hosting dapat diartikan sebagai ruangan yang terdapat dalam harddisk
tempat menyimpan berbagai data, file-file, gambar, video, data email, statistik,
database dan lain sebagainya yang akan ditampilkan di website. Besarnya data
yang dimasukkan tergantung pada besarnya web hosting yang disewa/dipunyai,
semakin besar web hosting semakin besar pula data yang dapat dimasukkan dan
ditampilkan dalam website. Web Hosting juga diperoleh dengan menyewa.
Pengguna akan memperoleh kontrol panel yang terproteksi dengan username dan
password untuk administrasi websitenya. Besarnya hosting ditentukan ruangan
harddisk dengan ukuran MB (Mega Byte) atau GB (Giga Byte). Lama penyewaan
web hosting rata-rata dihitung per tahun. Penyewaan hosting dilakukan dari
perusahaan-perusahaan penyewa web hosting yang banyak dijumpai baik di
Indonesia maupun Luar Negeri. Lokasi peletakan pusat data (datacenter) web
hosting bermacam-macam. Ada yang di Jakarta, Singapore, Inggris, Amerika, dll
dengan harga sewa bervariasi.
3. Bahasa program (scripts program)
Adalah bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan setiap perintah dalam
website yang pada saat diakses. Jenis bahasa program sangat menentukan statis,
dinamis atau interaktifnya sebuah website. Semakin banyak ragam bahasa
program yang digunakan maka akan terlihat website semakin dinamis, dan
interaktif serta terlihat bagus. Beragam bahasa program saat ini telah hadir untuk
mendukung kualitas website. Jenis jenis bahasa program yang banyak dipakai
para desainer website antara lain HTML, ASP, PHP, JSP, Java Scripts, Java
applets, XML, Ajax dsb. Bahasa dasar yang dipakai setiap situs adalah HTML
sedangkan PHP, ASP, JSP dan lainnya merupakan bahasa pendukung yang
bertindak sebagai pengatur dinamis, dan interaktifnya situs. Bahasa program ASP,
PHP, JSP atau lainnya bisa dibuat sendiri. Bahasa program ini biasanya digunakan
untuk membangun portal berita, artikel, forum diskusi, buku tamu, anggota
organisasi, email, mailing list dan lain sebagainya yang memerlukan update setiap
saat.
4. Desain website
Setelah melakukan penyewaan domain name dan web hosting serta penguasaan
bahasa program (scripts program), unsur website yang penting dan utama adalah
desain. Desain website menentukan kualitas dan keindahan sebuah website.
68
Desain sangat berpengaruh kepada penilaian pengunjung akan bagus tidaknya
sebuah website. Untuk membuat website biasanya dapat dilakukan sendiri atau
menyewa jasa website designer. Saat ini sangat banyak jasa web designer,
terutama di kota-kota besar. Perlu diketahui bahwa kualitas situs sangat
ditentukan oleh kualitas designer. Semakin banyak penguasaan web designer
tentang beragam program/software pendukung pembuatan situs maka akan
dihasilkan situs yang semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya. Jasa web
designer ini yang umumnya memerlukan biaya yang tertinggi dari seluruh biaya
pembangunan situs dan semuanya itu tergantung kualitas designer. Programprogram desain website salah satunya adalah Macromedia Firework, Adobe
Photoshop, Adobe Dreamweaver, Microsoft Frontpage, dll.
5. Program transfer data ke pusat data
Para web designer mengerjakan website dikomputernya sendiri. Berbagai bahasa
program, data informasi teks, gambar, video, dan suara telah menjadi file-file
pendukung adanya website. File tersebut bisa dibuka menggunakan program
penjelajah (browser) sehingga terlihatlah sebuah website utuh di dalam komputer
sendiri (offline). Tetapi file-file tersebut perlu untuk diletakkan dirumah hosting
versi online agar terakses ke seluruh dunia. Pengguna akan diberikan akses FTP
(File Transfer Protocol) setelah memesan sebuah web hosting untuk
memindahkan file-file website ke pusat data web hosting. Untuk dapat
menggunakan FTP diperlukan sebuah program FTP, misalnya WS FTP, Smart
FTP, Cute FTP, dll. Program FTP ini banyak ditemui di internet dengan status
penggunaan gratis maupun harus membayar. Para web designer pun dapat
menggunakan fasilitas FTP yang terintegrasi dengan program pembuat website,
misal Adobe Dreamweaver.
6. Publikasi website
Keberadaan website tidak ada gunanya dibangun tanpa dikunjungi atau dikenal
oleh masyarakat atau pengunjung internet. Karena efektif tidaknya situs sangat
tergantung dari besarnya pengunjung dan komentar yang masuk. Untuk
mengenalkan situs kepada masyarakat memerlukan apa yang disebut publikasi
atau promosi. Publikasi situs di masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti dengan pamlet-pamlet, selebaran, baliho, kartu nama dan lain sebagainya
tapi cara ini bisa dikatakan masih kurang efektif dan sangat terbatas. Cara yang
biasanya dilakukan dan paling efektif dengan tak terbatas ruang atau waktu adalah
publikasi langsung di internet melalui search engine-search engine (mesin
pencari, seperti : Yahoo, Google, MSN, Search Indonesia, dsb). Cara publikasi di
search engine ada yang gratis dan ada pula yang membayar. Yang gratis biasanya
terbatas dan cukup lama untuk bisa masuk dan dikenali di search engine terkenal
seperti Yahoo atau Google. Cara efektif publikasi adalah dengan membayar,
walaupun harus sedikit mengeluarkan akan tetapi situs cepat masuk ke search
engine dan dikenal oleh pengunjung.
BAB III
PERUMUSAN TINDAK PIDANA PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE
DI INDONESIA
3.1 Perumusan Tindak Pidana Peniruan Tampilan Website di Indonesia
Munculnya
kejahatan
dengan
dimensi
baru
sebagai
akibat
dari
penyalahgunaan internet. Seperti halnya di dunia nyata, dalam dunia maya
internet ternyata mengundang tangan-tangan kriminal dalam bereaksi, baik untuk
mencari keuntungan materi maupun bentuk untuk sekedar melampiaskan
keisengan. Hal ini memunculkan fenomena khas yang sering disebut dalam
bahasa asing sebagai cybercrime (kejahatan di dunia maya). 111
Ada bermacam-macam jenis kejahatan yang dapat dilakukan di dunia maya.
Beberapa literatur dan situs-situs yang mengetengahkan cybercrime, ada
berpuluh-puluh jenis kejahatan yang berkaitan dengan dunia cyber. Termasuk
dalam kategori kejahatan umum yang difasilitasi teknologi informasi antara lain
penipuan kartu kredit, penipuan bursa efek, penipuan perbankan, pornografi anak,
perdagangan narkoba serta terorisme. 112 Selain kejahatan yang telah disebutkan di
atas jenis kejahatan lainnya yang termaksud cybercrime, adalah diantaranya
offense againts intellectual property. Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas
kekayaan intelektual dimiliki pihak lain di internet. Konsep hak kekayaan
intelektual
sendiri
senantiasa
mengalami
perkembangan
seiring
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dengan kondisi
111
112
Didik, M. Arief Mansur dan Eltaris Gultom, Op Cit, h. 60.
Ibid
69
70
demikian hak kekayaan intelektual berkembang secara dinamis. Istilah hak
kekayaan intelektual sebagai terjemahan dari kata intellectual property rights. 113
Namun demikian di dalam prakteknya terjemahan hak kekayaan intelektual
bukanlah satu-satunya terjemahan dari kata intellectual property rights. Beberapa
terjemahan lainnya diantaranya ada yang menerjemahkan hak atas kekayaan
intelektual atau hak atas kepemilikan intelektual. Menurut Dicky R. Munaf :
Hak kekayaan intelektual merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, cipta
manusia karena lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan merupakan
hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang
diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang
memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia juga
mempunyai nilai ekonomi. Esensi yang terpenting dari setiap bagian hak
kekayaan intelektual adalah adanya suatu ciptaan tertentu. Bentuk nyata dari
ciptaan tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan
sastra. 114
Menurutnya lagi bahwa sifat dari hak kekayaan intelektual adalah :
a. Mempunyai jangka waktu terbatas, artinya setelah habis masa
perlindungan inovasinya, maka ada yang dapat diperpanjang (hak
merek), tetapi ada juga setelah habis masa perlindungannya menjadi
milik umum (hak paten).
b. Bersifat eksklusif dan mutlak, maksudnya hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap siapapun, dan si pemilik mempunyai hak
monopoli yaitu penemu dapat mempergunakan haknya dengan melarang
siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan maupun menggunakan
teknologi yang dimilikinya.
c. Bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan. 115
Internet berkembang dengan pesat sekali bahkan perkembangannya tersebut
sangat dirasakan tatkala internet diterapkan dalam berbagai aktivitas kehidupan
manusia itu e-ducation, e-goverment, e-democracy, e-commerse dan lain
sebagainya. Internet saat ini dapat diakses melalui software seperti netscape,
113
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 2.
Ibid, h. 3.
115
Ibid
114
71
mosaic, the internet explorer dan penyedia lainnya melalui jasa komersial seperti
american online dan prodigy. Melalui penggunaan software seperti di atas, maka
pemilik komputer dapat memasukkan dokumen ke dalam komputernya dan
sekaligus pula si pemilik komputer dapat mengakses dan membaca dokumen.
Selain itu, pengguna dapat melakukan perjalanan untuk mencari dokumendokumen yang ditempatkan dengan jumlah ribuan. 116
Internet adalah suatu lingkungan dan manusia baru yang di dalamnya terdiri
dari orang-orang dari berbagai negara, budaya, bahasa, usia dan pekerjaan, selama
jaringan komputer terkoneksi melalui infrastruktur telekomunikasi yang
menyebarkan informasi melalui proses dan ditransmisikan secara digital.
Kehadiran internet telah memunculkan suatu fenomena baru terhadap aspek-aspek
kehidupan manusia. Dari sisi hukum, sangat jelas fenomena internet berpengaruh
terhadap model pengaturan terhadap hukum di internet. Kompleksitas pengaturan
tersebut melahirkan permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum adalah
hak cipta.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta terdapat
tiga belas macam tindak pidana hak cipta sebagai berikut :
a. Tindak pidana tanpa persetujuan pelaku membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan pelaku diatur
dalam Pasal 72 ayat (1) jo Pasal 49 ayat (1);
b. Tindak pidana tanpa persetujuan produser rekaman memperbanyak
dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi diatur
dalam Pasal 72 ayat (1) jo Pasal 49 ayat (2);
c. Tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan
atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak
terkait diatur dalam Pasal 72 ayat 2;
116
Ibid, h. 55.
72
d. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial program komputer diatur dalam Pasal 72 ayat 3;
e. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan
negara, kesusilaan, serta ketertiban umum diatur dalam Pasal 72 ayat (4)
jo Pasal 17;
f. Tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau mengumumkan potret
tanpa izin pemiliknya atau ahli warisnya diatur dalam Pasal 72 ayat (4) jo
Pasal 17;
g. Tindak pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat
tanpa persetujuan orang yang dipotret apabila bertentangan dengan
kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret diatur dalam Pasal 72
ayat (5) jo Pasal 20;
h. Tindak pidana dengan sengaja membuat, memperbanyak, dan/atau
menyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi diatur dalam Pasal 72
ayat (5) jo Pasal 49 ayat (3);
i. Tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak tidak
mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan diatur dalam Pasal
72 ayat 6 jo Pasal 24;
j. Tindak pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama
pencipta, mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul
atau isi ciptaan diatur dalam Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 55;
k. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah
informasi elektronik tentang informasi manajemen hak cipta diatur dalam
Pasal 72 ayat (7) jo Pasal 25;
l. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan atau dibuat
tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengamanan hak
pencipta diatur dalam Pasal 72 ayat (8) jo Pasal 27;
m. Tindak pidana sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan
persyaratan produksi yang ditetapkan diatur dalam Pasal 72 ayat (9) jo
Pasal 28. 117
Secara hakiki hak cipta termasuk hak milik immateriil karena menyangkut
ide, gagasan, pemikiran, maupun imajinasi dari seseorang yang dituangkan dalam
bentuk karya cipta, seperti buku ilmiah, karangan sastra, maupun karya seni. Hak
cipta itu sendiri muncul secara otomatis pada si pencipta. Pengaturan hak cipta di
Indonesia meliputi pada bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang
selanjutnya dirinci dalam 14 bagian. Di samping pengetahuan itu difokuskan pada
117
Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan
Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang (Selanjutnya disebut Adami Chazawi I), h. 7.
73
14 bidang tersebut, pengaturan hak cipta di Indonesia juga mengenal beberapa
pengecualian yang dianggap bukan pelanggaran hak cipta. Pengecualianpengecualian itu antara lain :
a. Pengumuman dan perbanyakan dari lembaga negara dan lagu kebangsaan
menurut sifat aslinya;
b. Pengumuman dan perbanyakan dari segala sesuatu yang diumumkan oleh
atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta dinyatakan
dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan
pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika cipta itu diumumkan;
c. Pengambilan, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dari kantor berita,
badan penyiar radio atau televisi dan surat kabar dan surat kabar setelah
satu kali dua puluh empat jam terhitung dari saat pengumuman pertama
berita itu dan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. 118
Dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menambahkan
beberapa hal yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta yakni :
a. Mengumumkan dan atau memperbanyak lambang negara dan lagu
kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Mengumumkan dan atau memperbanyak segala sesuatu yang diumumkan
dan atau diperbanyak atas nama pemerintah;
c. Mengambil berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, jika
sumbernya harus disebutkan secara lengkap;
d. Begitu pula dengan menyebut sumbernya secara jelas dan lengkap, tidak
dianggap pelanggaran jika menggunakan ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
e. Mengambil ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
f. Mengambil ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan atau pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut
bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pencipta;
g. Memperbanyak suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
dalam bentuk huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
perbanyakan itu bersifat komersial;
118
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 41.
74
h. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan
aktivitasnya;
i. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis
dan atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan;
j. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri;
k. Memotret orang atau pelaku (aktor) pertunjukan lebih dalam suatu
pertunjukan umum walaupun bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain
oleh orang yang berkepentingan;
l. Memotret untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan
proses peradilan pidana;
m. Kecuali terdapat persetujuan lain antara pemegang hak cipta dan pemilik
ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau seni
lain, pemilik berhak tanpa persetujuan pemegang hak cipta untuk
mempertunjukan ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau
memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi Pasal 19 atau
Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa hasil potret. 119
Menurut Asril Sitompul ada 2 kategori hak cipta di internet, yakni :
1) Hak cipta atas isi (content) yang terdapat dalam media di internet yang
berupa hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review,
program, atau bentuk lainnya yang sejenis.
2) Hak cipta atas nama alamat situs web dan alamat surat elektronik atau
email dari pelanggan jasa internet. 120
WIPO melalui 179 negara anggotanya telah mengambil tanggung jawab
untuk memformulasikan kerangka kebijakan dan hukum di tingkat internasional
untuk mengakui ciptaan dan perlindungan hak kekayaan. Tujuan akhirnya adalah
untuk mendorong ketepatan dan keseimbangan di dalam hukum, menyediakan
hak yang kuat dan efektif, tetapi di dalam batasan yang wajar dan dengan
pengecualian yang fair. WIPO mengadministrasikan 23 kesepakatan traktat
internasional dengan aspek yang berbeda dari perlindungan hak kekayaan
119
Hadi Juliawan Hakim, 2009, Tesis Prinsip Ganti Rugi Dalam Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2002 (Studi Kasus Terhadap Pembajakan Piranti Lunak), Universitas Mataram,
Mataram, h. 34-37.
120
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 56.
75
intelektual. Di bawah The Berne Convention, konvensi hak cipta internasional
yang utama, melindungi hak cipta melingkupi semua literary dan karya artistik.
Istilah ini meliputi bentuk berbeda dari kreatifitas, seperti tulisan, fiksi dan non
fiksi, mencakup ilmu pengetahuan dan teks teknikal dan program komputer;
database yang merupakan kumpulan isi yang diseleksi dan diatur; karya musik;
audiovisual; karya di bidang seni; mencakup gambar dan lukisan; dan photografi.
Meskipun WIPO telah mengambil tanggung jawab, namun permasalahan hukum
hak cipta di internet senantiasa menjadi permasalahan yang menarik untuk dikaji.
Terlebih, disadari bahwa selama ini penegakan di hampir setiap negara sangat
bergantung dengan hukum nasionalnya. Hal ini mengandung arti bahwa jawaban
hukum secara internasional belum berarti telah memberikan sebuah solusi
penyelesaian atas permasalahan-permasalahan hukum hak cipta di internet. 121
Seseorang merasa dirugikan apabila hasil imajinasi intelektualnya yang telah
tertulis digandakan begitu saja, kebutuhan untuk melindungi barang dan atau jasa
dari kemungkinan pemalsuan, pembajakan, plagiat maupun peniruan atau
persaingan tidak wajar (curang) juga berarti kebutuhan untuk melindungi hak
kekayaan intelektual yang digunakan pada proses pembuatan produk yang
bersangkutan. 122 Mengenai peniruan terhadap tampilan halaman (home page)
sebuah situs atau website di dunia maya terdapat dalam Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal
24 Ayat (1) dan (2) tersebut dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur subjektif
1) Kesalahan; Dengan sengaja
b. Unsur objektif
121
Ibid, h. 57.
Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual (Aspek
Hukum Bisnis), PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta, h. 3.
122
76
2) Pembuatnya; Pemegang hak cipta
3) Melawan hukum; Tanpa hak
4) Pebuatannya;
a) Tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya;
b) Mengubah ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan pada
pemegang hak cipta;
5) Objek : Ciptaan. 123
Indonesia hak cipta merupakan instrumen hukum yang sangat diperlukan bagi
pengembangan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia, untuk itu
diperlukan sikap dasar untuk mencetak sumber daya manusia, yaitu dengan
mengakui dan menghargai keahlian serta hasil diperoleh dari keahlian tersebut.
Unsur-unsur yang dapat diuraikan sebagaimana penjelasan di atas yakni :
1. Kesalahan : Dengan sengaja
Berdasarkan rumusan tindak pidana Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 24 ayat (1) dan
(2), kesengajaan pemegang hak cipta (pembuat) atau disebut pelaku harus
ditujukan pada unsur-unsur “tanpa hak”, perbuatan “tidak mencantumkan” (pasif)
dan “mengubah” ciptaan yang hak ciptannya telah diserahkan pada pemegang hak
cipta, beserta objek suatu “ciptaan”. Artinya diuraikan sebagai berikut :
a. Pemegang hak cipta (pembuat) menghendaki untuk melakukan perbuatan
“tidak mencantumkan” nama pencipta dalam ciptaannya dan atau
perbuatan “mengubah” ciptaan yang disadarinya hak cipta telah
diserahkan kepadanya.
b. Pembuat menyadari bahwa tidak mencantumkan nama pencipta dan
mengubah isi ciptaan pencipta tersebut sebagai melawan hukum, karena
disadarinya kelakuannya itu tanpa mendapat persetujuan dari pencipta atau
ahli warisnya.
c. Pembuat mengerti bahwa tidak mencantumkan nama pencipta dan atau
mengubah ciptaan dilakukan pada suatu ciptaan tertentu. 124
123
Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan
Intelektual, Bayumedia Publishing, Malang (Selanjutnya disebut Adami Chazawi II), h. 86-87.
124
Ibid
77
Sebagai orang normal kesadaran itu dipastikan ada. Sementara itu, kesadaran atas
dirinya sebagai pemegang hak cipta tidak diperlukan karena letak unsur kualitas
pemegang hak cipta diletakkan sebelum kata sengaja dalam kalimat rumusan
Pasal 24. Atau, dalam kalimat rumusan tindak pidana gabungan Pasal 72 Ayat (6)
dan Pasal 24 dalam suatu naskah tersebut. 125 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal
24 Undang-Undang Hak Cipta, yakni :
a. Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang hak cipta
supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya;
b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptaannya telah
diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau
dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah meninggal
dunia;
c. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap
perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan
nama atau nama samaran pencipta;
d. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai
dengan kepatutan dalam masyarakat. 126
2. Pembuatannya : Pemegang hak cipta
Pencipta adalah pemegang hak cipta. Pencipta dapat mengalihkan atau
menyerahkan hak cipta tersebut pada orang atau pihak lain. Pihak lain ini juga
pemegang hak cipta dan pemegang hak cipta yang bukan pencipta itulah yang
dimaksud sebagai subjek hukum tindak pidana menurut Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal
24. Perlu diketahui bahwa hak cipta berisi hak ekonomi (economic right) dan hak
moral (moral right). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat atau
keuntungan ekonomi atas suatu ciptaan serta produk dari hak terkait (neighboring
right) tidak ada perbedaan yang tajam antara hak cipta (copy rights) dengan
neighboring rights. Sebuah karya pertunjukan atau karya seni lainnya yang
125
Ibid
Hak moral dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta, Sinar Grafika, Jakarta, h. 67.
126
78
disiarkan oleh lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum
kedua hak ini. Copy rights berada di tangan pencipta atau produsernya, sedangkan
neighboring rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang mengumandangkan
siaran tersebut, 127 seperti hak eksklusif yang ada pada pelaku, produser rekaman,
lembaga penyiaran. Sementara itu, hak moral adalah hak yang melekat pada
pribadi penciptanya yang menurut sifatnya tidak dapat dialihkan dan dilenyapkan
dengan cara apapun.
Hak ekonomi yang ada dalam hak cipta dapat beralih dan dialihkan dan
dipisahkan dengan penciptanya, bahkan dapat dialihkan lagi sampai beberapa kali.
Beralihnya hak ekonomi dalam hak cipta karena pewarisan maupun melalui
perjanjian lisensi. Pasal 3 yang menyebutkan bahwa hak cipta yang dapat
dialihkan adalah hak ekonomi dalam hak cipta, sedangkan hak moral tidak. Hak
moral itulah yang dilindungi oleh norma tindak pidana Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal
24. Walaupun hak ekonomi dalam hak cipta telah dialihkan tetapi pencipta atau
ahli warisnya tetap mempunyai hak moral dalam hak cipta. Dengan demikian,
Pasal 24 melindungan agar nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya
dan melindungi keaslian ciptaannya (Ayat 2). Tindak pidana Pasal 72 Ayat (6) jo
Pasal 24 secara tegas melindungi kepentingan hukum pencipta atas hak moral
dalam hak cipta. Bahkan, perlindungan hukum tersebut sampai kepada ahli
warisnya. Untuk perlindungan hak moral itu oleh UHC Indonesia telah
dicantumkan ketentuan normatif yang dimuat pasal 56 yang berbunyi :
127
OK. Sadikin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 134.
79
Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak
mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat seseorang tanpa
persetujuannya :
a. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu;
b. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
c. Mengganti atau mengubah judul ciptaan itu;
d. Mengubah isi ciptaan itu. 128
Hak moral pun dapat diwariskan, jika pencipta meninggal dunia dan hak
moral tetap melekat dan beralih pada ahli waris. Dengan beralihnya hak menuntut
dicantumkannya nama pencipta atas ciptaannya dan hak mempertahankan
keaslian ciptaan oleh ahli warisnya sebagai bukti bahwa hak moral dapat
dialihkan melalui melalui pewarisan. Kemudian dipertahankan dan ditegakkan
oleh ahli warisnya. Jadi jelas bahwa peralihan hak cipta melalui pewarisan dan
menurut Pasal 3 sifatnya termaksud hak moral dan hak ekonomi dalam hak cipta.
Akan tetapi, peralihan hak cipta melalui cara-cara selain pewarisan, menurut
sifatnya hanya dapat dilakukan terhadap hak ekonomi. 129
3. Melawan hukum : Tanpa hak
Menurut memorie van toelichting, dicantumkannya unsur melawan hukum
(wederrechtelijk) dalam rumusan beberapa tindak pidana adalah untuk
menghadapi kemungkinan jangan sampai orang yang sebenarnya menggunakan
haknya dalam melakukan perbuatan itu akan dapat dipidana. 130 Sifat melawan
hukum tertulis “tanpa hak”. Pembuat tidak berhak untuk “tidak mencantumkan”
nama penciptanya. Tidak berhak untuk “mengubah ciptaan”. Letak tidak
128
Ibid, h. 101.
Adami Chazawi, Op Cit, h. 89.
130
Frans Maramis, 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 106
129
80
berhaknya pemegang hak cipta untuk berbuat demikian karena tidak mendapat
persetujuan atau izin dari pencipta, atau jika telah meninggal oleh ahli warisnya.
Jika sudah meninggal, apakah cukup persetujuan dari salah satu atau sebagian
ahli waris, agar “tidak mencantumkan” nama pencipta atau “mengubah” ciptaan
menjadi perbuatan hukum. Berdasarkan hak yang sama dalam hal mewarisi
terhadap budel waris, dimana hak cipta adalah juga budel maka persetujuan wajib
dimintakan pada semua ahli waris. Sifat melawan hukum perbuatan yang
demikian termaksud melawan hukum objektif. Walaupun sifat objektif dari
melawan hukum yang demikian sangat jelas dan terang. Namun jika dilihat dari
hubungan unsur sifat melawan hukum dengan unsur kesengajaan, maka
diperlukan kesadaran si pembuat bahwa perbuatan “tanpa mencantumkan” nama
pencipta atau “mengubah” ciptaan tiada persetujuan dari pencipta atau ahli
warisnya sebagai tercela atau melawan hukum. Oleh karena itu, sikap yang
demikian menjadi sifat melawan hukum subjektif. Kesimpulannya, dasar sifat
melawan hukum perbuatan adalah objektif (melawan hukum objektif) dan sifat itu
perlu disadari oleh si pembuat (melawan hukum subjektif). Menurut Hutauruk ada
dua unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian hak cipta yang
termuat dalam ketentuan UHC Indonesia, yaitu :
a. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain;
b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apa pun
tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya,
menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama
samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya). 131
4. Perbuatan : Tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan
131
OK. Saidin, Op Cit, h. 60.
81
Pembuat dalam tindak pidana ini ialah pemegang hak cipta yang bukan
pencipta tetapi pemegang hak cipta yang diperoleh dari pencipta. Perbuatan yang
dilarang adalah dua. Pertama, “tidak mencantumkan” nama pencipta pada
ciptaannya. Kedua, “mengubah” ciptaan yang hak ciptanya telah dialihkan pada
pemegang hak cipta. 132
Perbuatan “tidak mencantumkan” merupakan perbuatan pasif, yakni tidak
melakukan perbuatan yang menurut hukum wajib dilakukan oleh seseorang. Jadi,
dalam setiap perbuatan pasif dipastikan ada suatu kewajiban hukum yang
dilanggar yakni untuk melakukan suatu. Kewajiban hukum pemegang hak cipta
adalah kewajiban hukum untuk mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya.
Ada dua modus perbuatan “tidak mencantumkan” nama pencipta. Pertama, tidak
mencantumkan nama siapa pun atau “anonim”. Kedua, mencantumkan nama lain
bukan nama pencipta. Keduanya masuk dalam kategori “tidak mencantumkan”
nama penciptanya. 133
Perbuatan kedua “mengubah” ciptaan harus diartikan terhadap semua yang
terdapat pada ciptaan. Misalnya, sebuah karangan ilmiah yang dibukukan, bisa
pada judul dan isi karangan, termasuk sistematika karangan. “Mengubah” artinya
melakukan suatu perbuatan terhadap suatu ciptaan dengan wujud dan cara apa pun
sehingga apa yang diubah menjadi lain atau berbeda dari keadaan semula atau lain
dari yang asli. Caranya bisa dengan menambah, menghilangkan, dan sebagainya
atas bagian tertentu dari ciptaan. Pasal 24 ayat (3) 134 memberi keterangan yang
mengatakan bahwa “ketentuan ayat (2) (in casu “mengubah”) berlaku juga
132
Adami Chazawi, Op Cit, h. 90.
Ibid
134
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Op Cit, h. 67.
133
82
terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman nama, dan
perubahan nama atau nama samaran pencipta. Kalimat tersebut memperluas
pengertian “mengubah” ciptaan. Jika perbuatan “mengubah” dilakukan pada
ciptaan yang wujudnya tulisan maka perbuatan ini sama artinya dengan memalsu
(vervalsen) pada kejahatan pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP). Tidak ada
perbedaan yang prinsip antara memalsu surat dengan memalsu ciptaan. Samasama mengenai isinya, yakni isinya surat dan isi ciptaan menurut Pasal 72 ayat (6)
jo Pasal 24. Memalsu surat adalah mengubah dengan wujud dan cara apa pun oleh
orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang mengakibatkan sebagian atau
seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan surat semula. Perbuatan
mengubah terhadap objek suatu ciptaan sama artinya dengan memalsu adalah
mengubah dengan wujud dan cara apa pun atas bagian-bagian tertentu suatu
ciptaan oleh orang yang tidak berhak (tanpa izin pencipta) sehingga pada bagian
tersebut berbeda dengan ciptaan semula.
5. Objek : Ciptaan 135
Objek tindak pidana ini ialah suatu ciptaan, jadi bendanya terletak pada
wujud (misalnya suatu karangan) bukan hak yang melekat pada benda, seperti hak
ekonomi dalam hak cipta. Pasal 1 angka 3 secara singkat memberikan batasan
otentik mengenai apa yang dimaksud ciptaan. Ciptaan adalah hasil setiap karya
pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni,
atau sastra. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
135
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra, Ibid, h. 54.
83
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Dari definisi ciptaan dan pencipta yang dikutip tersebut maka suatu ciptaan
memenuhi unsur berikut :
a. Merupakan hasil inspirasi karya berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian seseorang atau beberapa
orang.
b. Dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
c. Yang dituangkan (ada kesengajaan) ke dalam bentuk yang khas.
d. Yang menunjukkan keasliannya.
e. Yang hasil inspirasi dalam bentuknya yang khas tersebut bersifat
pribadi. 136
Terciptanya suatu ciptaan hanya bisa dihasilkan dengan menggunakan
pikiran, gagasan, ide, kecekatan, keterampilan, atau keahlian berdasarkan
kemampuan seseorang atau beberapa orang. Oleh karena itu, dalam hak cipta
bukan sekedar terdapat hak moral tetapi juga hak ekonomi. Suatu penghargaan
yang sangat tinggi terhadap ciptaan, terutama oleh sebab adanya hak moral dalam
hak cipta yang melekat dan mengikuti pribadi pencipta dan tidak dapat dialihkan
dan dihapus dengan cara apa pun.
Pasal 12 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta
merinci tiga bidang objek ciptaan (ilmu pengetahuan, seni dan sastra) yang
mendapat perlindungan hak cipta adalah sebagai berikut :
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, perwayangan, dan pantomim.
136
Adami Chazawi, Op Cit, h. 92.
84
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
Ciptaan mendapat perlindungan hukum kalau inspirasi, imajinasi, ide,
gagasan, dan sebagainya tadi sudah dituangkan dalam bentuknya yang khas.
Tidak mempunyai nilai apa-apa apabila masih berwujud gagasan, ide,
keterampilan atau kecekatan, apabila belum diwujudkan dalam bentuknya yang
khas. Ada bentuknya, artinya dapat dilihat dan dapat dibaca bukan sekedar dapat
didengar, bersifat khusus dan dapat dibedakan secara jelas dari ciptaan lainnya.
Dalam bentuknya yang khas, artinya karya tersebut telah selesai diwujudkan
sehingga dapat dilihat atau didengar atau dapat dibaca, termaksud pembacaan
huruf braile. Bersifat pribadi, artinya antara ciptaan dan penciptanya manunggal
yang tidak dapat dipisahkan. Perwujudan sifat pribadi ciptaan adalah pada hak
moral dalam hak cipta yang tidak dapat dialihkan pada siapa pun, dilepas, atau
dihapus dengan cara apa pun dari pribadi penciptanya. Ciptaan harus
menunjukkan keasliannya. Suatu ciptaan disebut asli atau menunjukkan
keasliannya, bila keberadaan ciptaan dalam bentuknya yang khas harus pertama
kali. Hak cipta atas ciptaan tidak memerlukan syarat pendaftaran yang berbeda
dengan paten atau merek. Oleh karena itu, orang yang merasa sebagai pencipta
wajib membuktikan dialah yang pertama kali mengadakan atau membuat ciptaan
85
secara pribadi dan dalam bentuknya khas. Adapun prinsip lainnya yang dijelaskan
secara lebih singkat, yakni :
a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinal), keaslian sangat erat
berhubungan dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.
b. Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan
diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain. Ini
berarti bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita
belum merupakan suatu ciptaan.
c. Karena hak cipta hak eksklusif, maka tidak boleh ada orang lain yang
boleh melakukan perbanyakan dan pengumuman kecuali dengan izin
pencipta. 137
3.2 Program Komputer, Data Base dan Website
Komputer keberadaannya diambil dari bahasa Latin computare yang berarti
menghitung (to compute). 138 Menurut John J. Borking “In essence, a computer
program is a set of instructions in the form of numeric codes, which are loaded
into the computer’s memory in order to tell the computer in what way a problem
has to be solved.” Menurut David I. Bainbridge, program komputer adalah
serangkaian instruksi yang mengendalikan atau mengubah operasi-operasi
komputer. 139 Perlu kita ketahui bahwa program komputer bukanlah seperti
program yang ditemukan di dalam radio dan televisi. Program komputer yang
dimaksud adalah instruksi-instruksi yang berupa kode-kode numerik, dimana
137
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 39.
Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian),
Rajawali Press, Jakarta, h. 57.
139
Ibid, h. 80-81.
138
86
instruksi-instruksi dan kode-kode numerik tersebut berada di dalam memori
komputer untuk menginformasikan komputer pekejaan apa yang harus
diselesaikan. Komputer tidak dapat berpikir, hanya mengerjakan sesuatu sesuai
instruksi yang diberikan kepadanya oleh orang yang sedang mengoperasikan
komputer.
Secara teknis, program komputer dibedakan atas program komputer sistem
operasi dan program komputer aplikasi :
Application Programs
Communication
Database Management
Control Programme
System
(CCP)
(DBMS)
System
Utilities
Program
Operating System (OS)
Hardware
Gambar 3.1.1 140
Komputer pada dasarnya membutuhkan keberadaan program agar bisa
menjalankan fungsinya sebagai komputer dalam arti dioperasikan. Biasanya hal
ini dilakukan dengan cara mengeksekusi serangkaian instruksi program tersebut
pada prosesor, unit pemroses sentral (UPS) (Bahasa Inggris : Central Processing
Unit : CPU), merujuk kepada perangkat keras komputer yang memahami dan
melaksanakan perintah dan data dari perangkat lunak. Istilah lain, pemroses atau
140
Ibid, h. 82.
87
prosesor (processor), sering digunakan untuk menyebut CPU. 141 Kemampuan
daripada komputer untuk membagi data dengan komputer lainnya melalui
jaringan yang saling terhubung, dimana suatu jaringan komputer mencakup pada
komputer utama (server) dan sejumlah stasiun pengendali lainnya. Sebuah
program biasanya memiliki suatu bentuk model pengeksekusian tertentu agar
dapat secara langsung dieksekusi oleh komputer. Program yang sama dalam
format kode yang dapat dibaca oleh manusia disebut sebagai kode sumber, bentuk
program yang memungkinkan programmer menganalisis serta melakukan
penelaahan algoritma yang digunakan pada program tersebut.
Program komputer sebagai hasil pemikiran intelektual dari pembuatan
program adalah diakui sebagai suatu karya cipta, yaitu karya dari perwujudan
cipta, rasa dan karsanya. Hal inilah yang dilindungi oleh hukum. Objek
perlindungan sebuah program komputer adalah serangkaian kode yang mengisi
instruksi. Instruksi-instruksi dari bahasa tertulis ini dirancang untuk mengatur
microprocessor agar dapat melakukan tugas-tugas sederhana yang dikehendaki
secara tahap demi tahap serta untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Di
dalam instruksi inilah terlihat ekspresi dari si pembuat program atau pencipta. 142
Perlindungan hak cipta dalam era digital merupakan segala sesuatu yang
disediakan oleh hak cipta yang digunakan untuk kepentingan umum atau publik
agar dapat menyelesaikan konflik hukum hak cipta di era digital. Beberapa tahun
terakhir ini, hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) merupakan
perlindungan yang telah menjadi terkenal dengan banyaknya teknologi baru
141
Wikipedia, Prosesor “Unit Pemroses Sentral”, http://id.wikipedia.org/wiki/Prosesor
diakses 11 Juni 2013
142
Budi Agus Riswandi, Op Cit, h. 58.
88
menjadi pentingnya kekayaan intelektual. Namun perkembangan teknologi baru
telah menimbulkan konsep baru pula, seperti program komputer, database
komputer, layout komputer, berbagai bekerja pada web, dan lain-lain sehingga
sangat perlu untuk lebih banyak mengetahui tentang hak cipta yang erat kaitannya
dengan komputer program atau software, database komputer dan berbagai hal
dalam kaitannya dengan ruang lingkup cyber. Seperti kita ketahui bahwa hak cipta
merupakan isu kunci dalam hak kekayaan intelektual di era digital, hal tersebut
menunjukan bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan komputer dapat dilindungi
di dalam hukum hak cipta.
Perlindungan hak cipta secara domestik saja dirasakan tidaklah cukup dan
kurang membawa arti atau manfaat bagi pertumbuhan kreativitas para pencipta.
Kreativitas dan aktivitas para pencipta dalam rangka memacu pertumbuhan untuk
mendorong karya cipta tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin di setiap
saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar
diperoleh pencipta. Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum ada yang
berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat
serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas, dan
pendapat lain bahwa konsep hak cipta harus diperbaiki, agar sesuai dengan
kondisi sekarang dengan adanya masyarakat informasi baru. Adapun Asosiasi
Hak Cipta di Indonesia antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KCI : Karya Cipta Indonesia
ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
89
7. IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
8. MPA : Motion Picture Assosiation
9. BSA : Bussiness Software Assosiation, Prioritas kebijakan BSA termasuk;
perlindungan kakayaan intelektual (hak cipta, paten, mandat teknologi),
pembukaan pasar untuk perdagangan yang bebas penghalang, keamanan
data, peningkatan kesempatan (di Brasil, Cina, India, Rusia dan pasar
berkembang lainnya), inovasi dan pilihan piranti lunak, pemerintahan
elektronik (e-government) dan tenaga kerja serta pendidikan. BSA
Business Software Alliance (BSA) adalah asosiasi perdagangan nirlaba
yang didirikan untuk memajukan sasaran industri piranti lunak dan mitra
piranti kerasnya. Organisasi ini adalah organisasi terkemuka yang
didedikasikan untuk mendukung dunia digital yang legal dan aman. 143
10. YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia. 144
Database merupakan salah satu komponen penting dalam sistem informasi,
karena merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi pemakai. Penerapan
database dalam sistem informasi disebut dengan database system, yaitu suatu
sistem informasi yang mengintegrasikan kumpulan dari data yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya dan membuatnya tersedia untuk beberapa
aplikasi yang bermacam-macam di dalam suatu organisasi. Menurut David
Bainbridge, definisi data base adalah a collection of data stored in or on
computer media ussualy in the form of computer file or files. Data base are
accessed, maipulated, modified, displayed and printed using computer programs
and ussually have associated indexes, dictionaries, format and layout files. 145
Data yang berada dalam basis data perlu diorganisasi sedemikian rupa,
supaya informasi yang dihasilkan berkualitas. Organisasi basis data yang baik
juga berguna untuk efesiensi kapasitas penyimpanan. Basis data akan diakses atau
dimanipulasi dengan menggunakan perangkat lunak, umumnya disebut dengan
143
BSA “Bussiness Software Assosiation”, http://ww2.bsa.org/country/BSA%20and%20
Members.aspx diakses 13 Juni 2013
144
Wikipedia, Hak Cipta “Asosiasi Hak Cipta di Indonesia”, http://id.wikipedia.org.wiki/
Hak_cipta diakses 13 Juni 2013
145
Edmon Makarim, Op Cit, h. 298.
90
DBMS (Database Management System). Database seperti ini dapat dilindungi
oleh hak cipta. Berbicara tentang hak cipta, database yang merupakan bagian atau
komponen penting dari komputer sangat berperan untuk memproses berbagai
macam pekerjaan di dalam tiap bagiannya. Sumber-sumber data yang ada
dikumpulkan dalam file-file yang tidak berhungan satu dengan yang lainnya, di
mana beberapa aplikasi yang berdiri sendiri akan terus bertambah setiap tahunnya.
Tiap aplikasi yang terpisah ini memiliki file-nya tersendiri, input datanya, proses
program (untuk memperoleh data terbaru) dan masukan informasinya sendiri.
Tiap aplikasi yang terpisah ini memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu adanya
kemungkinan terjadinya duplikasi data. Karena tiap-tiap aplikasi membentuk file
datanya sendiri, akan menimbulkan beberapa kelemahan, yaitu sebagai berikut :
1. Terjadinya duplikasi data (data redundancy)
Misalnya terdapat dua data, yaitu file data personalia yang digunakan untuk
aplikasi personalia dan file data gaji yang digunakan untuk penggajian. Kedua
file ini akan berisi beberapa item data yang sama, terjadi duplikasi. Kedua file
ini akan berisi beberapa item data yang sama, terjadi duplikasi. Akibatnya
apabila hendak memodifikasi data yang duplikat harus dilakukan untuk
beberapa file, sehingga terjadi ketidakefisienan. Dan terjadi pemborosan
terhadap tempat simpanan luar.
2. Tidak terjadi hubungan data (data reliability)
Karena tiap-tiap aplikasi menyelenggarakan file tersendiri, hubungan data
ke file diaplikasi yang lain tidak ada. Ketidakpuasan ini menyebabkan para
perancang perangkat lunak mencari jalan agar dapat mengonsolidasikan tiap
kegiatan yang ada. Hasil dari pencarian itu adalah ditemukannya sekarang
paket manajemen database. Di dalam paket baru ini tiap record data file akan
disimpan (biasanya dalam satu atau lebih disk magnetik) dalam alat
penyimpan akses langsung (direct-acces storage device/DASD). Transaksi
data hanya dilakukan sekali dan data-data ini telah siap digunakan ke dalam
berbagai macam aplikasi yang ada oleh pengguna database. 146
Database dalam Undang-Undang Hak Cipta merupakan kompilasi data dalam
bentuk apa pun yang dapat dibaca oleh mesin (komputer) atau dalam bentuk lain,
146
Ibid, h. 297-298.
91
yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi
intelektual. Dikaji lebih lanjut, jika kita melihat proses-proses dalam memperoleh,
mengolah, menyimpan serta mengelola suatu database jelas merupakan suatu
upaya atau kemampuan seseorang, maka dengan sendirinya timbul hak atas
pengelolaan data tersebut. The KDD (knowladge discovery database) process
begins with the analysis of data stored in a database or data warehouse and ends
with the production of new knowledge. (Fayyad et al 1996) describe knowledge
discovery as a process with five distinct stages :
1.
2.
3.
4.
5.
Data selection;
Data pre-processing;
Data transformation;
Data mining;
Evaluation/deployment. 147
Perlu diketahui untuk melakukan hal tersebut memerlukan investasi yang cukup
besar, tentunya setiap orang akan membutuhkan perlindungan atas nilai-nilai
ekonomis (hak ekonomis dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta) dari database tersebut. Perlindungan terhadap database diberikan
dengan tidak mengurangi hak pencipta lain yang ciptaannya dimasukan dalam
database tersebut. Hak dan kewajiban atas pengelolaan atas data tentunya akan
dibatasi dengan hak subjektif seseorang yang merupakan objek dari personal data
tersebut.
Website dirancang dalam suatu HTML Editor, dimana HTML editor ini
merupakan sebuah program komputer. 148 Perancangan atas sebuah website dengan
menggunakan sarana HTML Editor adalah sama seperti membuat suatu program
147
Andrew Stranieri and John Zeleznikow, 2005, Knowledge Discovery From Legal
Databases, Spinger, Netherlands, h. 10-11.
148
Edmon Makarim, Op Cit, h. 303.
92
aplikasi dengan menggunakan program pascal. Website merupakan kumpulan dari
web pages mengenai hal atau suatu organisasi tertentu. Web page adalah tampilan
pada sebuah halaman di internet yang memiliki alamat tertentu, di mana alamat
itu tidak ada yang sama satu dengan lainnya. Beberapa hal yang menarik yang
perlu diketahui adalah bahwa kebanyakan orang membangun website-nya dengan
meniru website orang lain. Dengan semikian secara keseluruhan, website
dilindungi oleh hak cipta.
Tuntutan untuk mengakui dan menghormati keberadaan hak (cipta) terkait
dengan pengaruh pemikiran hukum dari Mazhab atau doktrin hukum alam yang
sangat menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang
dikenal pada sistem hukum sipil (civil law system) Eropa Kontinental, termasuk
juga Indonesia. 149 Meniru yang dimaksud di sini adalah dengan mengopi sebagian
dari website orang lain, misalnya icon (lambang yang berbentuk gambar) dari
website orang lain. 150 Keaslian (originality) merupakan suatu standar agar dapat
dinilai (standart of copyright ability) atas karya cipta di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra. Selain diantaranya sebagai perwujudan (fixation) yang merupakan
suatu karya yang diwujudkan dalam suatu media ekspresi yang berwujud
manakala pembuatannya ke dalam perbanyakan atau berdasarkan kewenangan
pencipta, secara permanen atau stabil yang dapat dilihat, direproduksi atau
dikomunikasikan ataupun kreativitas karya cipta tersebut yang membutuhkan
penilaian kreatif mandiri dari pencipta dalam karyanya, yaitu kreativitas tersebut
dengan menunjukkan karya asli.
149
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 189.
150
Edmon Makarim, Op Cit, h. 300.
93
Adapun contoh peniruan tampilan website, di sini perbandingan peniruan
tampilan website desain Microsoft MClub terhadap website Plurk :
94
Ruang lingkup internet, kaidah-kaidah hukum yang terbangun di dalamnya
jelas berbanding lurus dengan karakteristik suatu masyarakat informasi
(information society). The criminal abuse of telecommunication and information
95
technologies for fun or otherwise have made all the aspects of human life
susceptible to the criminals operating in the cyberworld. 151
Mengingat keberadaan software atau perangkat lunak komputer tertentu dapat
melakukannya dengan sangat mudah, seperti mozaic-type internet browser
(termasuk netscape navigator). Meskipun demikian, tidak berarti membangun
suatu website hanyalah semudah mengopi milik orang lain. Ada langkah-langkah
yang perlu dilakukan antara lain :
1. Memilih nama sebagai domain name, nama domain “domain name”;
Eksistensinya berfungsi sebagai alamat dan nama dalam sistem jaringan
komputerisasi dan telekomunikasi, lebih bersifat sebagai amanat yang
diberikan oleh masyarakat hukum pengguna internet (daripada sebagai
suatu properti), asasnya adalah berlaku universal yakni “first come first
served basis”, tidak ada pemeriksaan substantif dan sepanjang tidak dapat
dibuktikan beritikad tidak baik (perolehan nama domain bukanlah suatu
tindakan melawan hukum) 152 dari website;
2. Memilih software (perangkat lunak) yang akan digunakan;
3. Merancang website yang diinginkan;
4. Meng-upload website yang bersangkutan. 153
Perlu diperhatikan domain name yang dipilih melanggar hak atas orang lain
atas penggunaan domain name tersebut. Maksudnya adalah penggunaan domain
name dari orang/badan hukum yang di mata masyarakat dianggap lebih pantas
menggunakannya. Salah satu implikasi dari kehadiran internet ini memang sangat
erat berkaitan dengan domain name yang merupakan alamat di internet yang
untuk
mendapatkannya
dilakukan
dengan
mendaftar
melalui
InternNIC
berdasarkan sistem first come first served. Domain name merupakan sesuatu hal
151
Pradmo Kr Singh, 2007, Law on Cybercrimes (Along With IT Act and Relevant Rules),
Book Enclave Jaipur, India, h. 41.
152
Edmon Makarim, Op Cit, h. 323.
153
Ibid, h. 301-303.
96
yang unik dan merupakan sumber daya yang langka yang sering menyebabkan
terjadinya konflik dengan sistem merek.
3.3
Hak
Cipta
Atas
Design,
Typefaces
of Website
(Typographical
Arrangement)
Copyrights means the exclusive right of an author or producer of the art, etc.,
which empowers him to do or authorise others do certain acts for the
publication or commercial exploitation of the copyright material, which may
include a book, literary, dramatic, musical, paintings and such artistic works,
and cinematograph film and sound recording, etc. Such right is considered to
be quid-pm-quo and its the b.enefit accured to the author for the creation or
intellectual property produced by him. Therefore, any kind of commercial
exploitation of copyright materials by unauthorised persons amounts to a
crime against the author as well as the society and is termed as “piracy”. 154
Undang-Undang Hak
cipta menjamin
perlindungan
sebuah
website
berdasarkan layout atau tampilan dan isinya. Hak cipta atas website dapat
didaftarkan halaman depannya saja yaitu sebagai susunan perwajahan sedangkan
sata atau tulisan atau isinya didaftarkan sebagai sebuah buku yang masa
perlindungannya adalah jika atas nama perorangan berlaku selama hidup pencipta
plus 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. 155 Beberapa hal yang menarik
yang perlu diketahui adalah bahwa sebagian orang di dalam membuat sebuah
website dapat dengan mudah hanya dengan meniru website yang telah ada.
Dikarenakan hal tersebut sering terjadi, beribu-ribu website dapat ditemukan di
internet, dan tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian besar pengguna
komputer dan internet akan mengkopi atau meniru website orang lain tanpa
membuat dengan ide dan kreatifitas sendiri. Meskipun demikian, tidak berarti
154
Pradmo Kr Singh, Op Cit, h. 54.
Edukasi Kompasiana, “Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hak Cipta Desain dan Isi
Sebuah Website itu?” http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/08/bagaimanakah-bentukperlin
dungan-hak-cipta-desain-dan-isi-sebuah-website-itu-113560.html diakses 15 Juni 2013
155
97
membangun sebuah website hanyalah mengopi milik orang lain. Ada langkahlangkah yang perlu kita lakukan. Langkah-langkah itu adalah :
1. Memilih nama sebagai domain name dari website anda nantinya. Hal ini
bukan suatu gurauan. Nama bagi website anda (domain name) haruslah
berbeda dengan nama yang sudah ada atau sudah dipakai orang
sebelumnya. Domain name sangat menentukan bagi sebuah website.
Domain name yang terlalu panjang dan susah diingat akan memiliki
kemungkinan lebih kecil untuk dikunjungi orang bila dibandingkan
dengan domain name yang singkat dan menarik, juga mudah diingat.
Untuk mengetahui apakah sebuah nama telah digunakan oleh orang lain,
bisa dilihat pada www.internic.net. Sehingga domain name yang
digunakan tidak melanggar hak orang lain atas penggunaan domain name
tersebut. Hal ini dimaksudkan penggunaan domain name dari orang atau
badan hukum yang di mata masyarakat dianggap lebih pantas
menggunakannya. Misalnya seorang programer bernama Julia Robert yang
ingin membuat atau menggunakan domain name www.juliarobert.com
untuk websitenya akan digugat oleh artis Julia Robert yang menurut
pandangan masyarakat lebih pantas untuk menggunakan domain name
tersebut. Demikian juga dengan penggunaan domain name yang
merupakan nama dari sebuah perusahaan, apalagi perusahaan yang
dimaksud sudah dikenal kalangan masyarakat luas. Dengan ketelitian
menggunakan memilih domain name yang akan digunakan, akan
mengurangi resiko gugatan terhadap penggunaan domain name yang
bersangkutan. Setelah itu harus ditentukan apakah domain name yang
bersangkutan akan didaftarkan sebagai generic domains, adapun generic
domain adalah kelompok Top Level Domain yang tidak mencirikan
negara. Berikut contoh Generic Domain; .com (menerangkan situs
komersial), .net (menerangkan situs penyedia layanan internet, .edu
(menerangkan situs lembaga pendidikan), .org (menerangkan situs
organisasi non komersial) dll 156 atau country domains, berikut contoh
country domain; misalnya kode negara .au (Australia), .id (Indonesia), .jp
(Japan), .sg (Singapura) dll. 157 Pendaftaran terhadap generic domains
dapat dilakukan di www.internic.net, sedangkan pendaftaran untuk
masing-masing negara adalah berbeda-beda.
2. Memilih software (perangkat lunak) yang akan digunakan. Software yang
diperlukan antara lain adalah web browser, e-mail, FTP (file transfer
protocol) program, HTML editors (visual design editors dan HTML code
editors), graphics equipment dan imaging software. Masing-masing
software tersebut memiliki fungsi masing-masing. Web browser berfungsi
untuk membaca dan men-download web document. Sebaiknya digunakan
browser yang banyak dipakai, karena terkadang tampilan dari tiap browser
156
Wordpress, Domain Name System, http://tukshareaja.wordpress.com/2011/02/02/
domain-name-system/ diakses 16 Juni 2013
157
Ibid
98
dapat berbeda. E-mail berfungsi untuk mengirim dan menerima pesan.
Software e-mail yang dipilih sebaiknya dapat menyaring pesan yang
masuk dan me-manage-nya dengan baik. File transfer protocol berfungsi
untuk meng-upload (memasukkan) file baru ke dalam website. HTML
editor berfungsi untuk merancang dan mengubah tampilan website. FTP
ini terbagi dua berdasarkan fungsinya, yaitu untuk yang berkaitan dengan
grafik, tampilan visual dan yang berhubungan dengan desain, disebut
dengan visual design editors. Sedangkan yang berkaitan dengan teks
disebut HTML code editor. Graphics equipment berfungsi untuk membuat
grafik ataupun gambar. Alat yang digunakan dapat berupa scanner
ataupun kamera digital. Sedangkan imaging software adalah software yang
berfungsi untuk mengedit grafik atau gambar yang telah kita ambil dengan
scanner ataupun kamera digital tadi.
3. Setelah memilih sofware yang akan digunakan, mulailah untuk merancang
website yang diinginkan. Masing-masing software dipergunakan sesuai
dengan fungsinya.
4. Setelah selesai, pekerjaan terakhir adalah meng-up-load website yang
bersangkutan. Ada dua cara untuk hal ini, yaitu dengan menggunakan
(menyewa jasa) server orang lain, atau dengan menggunakan server
sendiri. Cara pertama adalah yang paling banyak dilakukan karena biaya
yang dibutuhkan jauh lebih kecil, dan tidak menambah pekerjaan untuk
mengawasi server terkait. Pilihan kedua biasanya dilakukan oleh
perusahaan yang memang bergerak di bidang usaha yang di mana IT
(information techology) merupakan hal vital bagi perusahaan itu.
Perusahaan itu pada umumnya merupakan perusahaan yang besar.
Pekerjaan di atas dapat diserahkan pada jasa web hosting, yang akan
mengurusi up-load dari website tersebut, termasuk pemeliharaan website
tersebut (tidak termasuk penyediaan materi website karena itu dilakukan
oleh orang atau perusahaan pemilik website terkait). Pemeliharaan website
adalah pemeliharaan (up-dating) dari materi website tersebut, dan juga
pekerjaan teknis yang terkait dengan pemliharaan server. 158
Pada pembuatan website semua tahap persiapan sebelum peng-up-load-an
website tersebut ke dalam internet, website itu dirancang dalam suatu HTML
(Hyper Text Markup Language) Editor. Hyper Text Markup Language Editor ini
adalah sebuah program komputer. Rancangan website yang dibuat dalam bentuk
HTML Editor itu adalah program komputer. Dengan demikian secara
keseluruhan, bahwa website itu dilindungi oleh hak cipta. Menurut World
158
Edmon makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 301-303.
99
Intelectual Property Organization (WIPO) “For the purpose of the law: computer
program means a set of instruction capable, when incorporated in a machinereadable medium, of causing a machine having information-processing
capabilities to indicate, perform or archive a particular function, task or
result.” 159 Menurut pasal 1 angka 8 Undang-Undang Hak Cipta, program
komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa,
kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang
dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus,
termaksud persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
Sesungguhnya dengan itu, WIPO yang merupakan organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah mengidentifikasikan bahwa bahan-bahan yang
termasuk dalam software komputer adalah :
1.
2.
3.
4.
Materi-materi pendukung (flowchart, deskripsi tertulis program);
Dokumentasi tentang bagaimana menggunakan program (user’s guide);
Untaian perintah (listing program) itu sendiri; dan
Tampilan look and field dari program tersebut. 160
Memahami konsepsi hak cipta tidak dapat hanya mengandalkan pada
pengenalan norma-norma hukum dan pranata tertulis. Sebagai substansi yang
relatif baru bagi sebagian masyarakat Indonesia, betapapun perlu terlebih dahulu
dipahami konsepsi dan teori dasar termasuk justifikasi pengaturannya dalam
perangkat hukum dan peraturan perundang-undangan. Bangsa Indonesia memiliki
nilai-nilai yang secara kukuh mendasari terbentuknya sikap pengakuan,
159
160
Ibid, h. 288.
Ibid, h. 291.
100
penghormatan dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain, termasuk hak-hak
khusus yang terkait dengan hasil karya ciptanya. 161 Dalam ekonomi global yang
berkembang pesat sekarang ini, pengetahuan komputer teknologi merupakan
persyaratan penting untuk mengakses dan menggunakan informasi, mempercepat
transfer teknologi dan mendorong pertumbuhan produktivitas. Berdasarkan
perjanjian TRIPS, program komputer sekarang memenuhi syarat untuk
perlindungan hak cipta sama seperti setiap karya sastra lain, serta untuk bentuk
lain perlindungan ilmu pengetahuan, termasuk dengan paten di beberapa negara,
seperti Amerika Serikat. Perlindungan hak cipta memungkinkan perusahaan untuk
mencegah menyalin, persaingan batas dan harga biaya untuk produk ini.
161
Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 18-19.
BAB IV
KEBIJAKAN FORMULASI DALAM PERUMUSAN SISTEM SANKSI
PENIRUAN TAMPILAN WEBSITE DI MASA MENDATANG
4.1 Perumusan Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana
Hukum pidana terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan
larangan-larangan yang (oleh pembentuk Undang-Undang) dikaitkan dengan
suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
Tujuan pidana adalah mencegah kejahatan, karena itu pidana harus sebanding
dengan kekejaman dari suatu kejahatan. Pidana dipandang sebagai suatu nestapa
yang dikenakan kepada pembuat yang melakukan delik.
Sanksi pidana pada umumnya dirumuskan dalam bentuk delik, walaupun ada
juga yang dirumuskan terpisah dalam pasal (ketentuan khusus) lainnya. Jenis
pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola
KUHP ialah pidana pokok dengan menggunakan 9 (sembilan) bentuk perumusan,
yaitu :
a. diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
tertentu;
b. diancam dengan penjara seumur hidup atau penjara tertentu;
c. diancam dengan pidana penjara tertentu;
d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan;
e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda;
f. diancam dengan pidana penjara atau denda;
g. diancam dengan pidana kurungan;
h. diancam dengan pidana kurungan atau denda;
i. diancam dengan denda. 162
Dari 9 (sembilan) bentuk perumusan di atas, dapat diidentifikasikan hal-hal
sebagai berikut :
162
Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 23.
101
102
1. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu :
a. Perumusan tunggal yaitu hanya diancam 1 (satu) pidana pokok;
b. Perumusan alternatif.
2. Pidana pokok yang diancamkan atau dirumuskan secara tunggal, hanya
pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara
seumur hidup yang diancam secara tunggal.
3. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang
paling ringan. 163
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia telah memberikan
pengaturan yang jelas mengenai batas-batas berlakunya aturan perundangundangan hukum pidana. Hal ini diatur dalam Bab I buku Kesatu Kitab UndangUndang Hukum Pidana yang terdiri dari sembilan pasal mulai dari pasal 1 sampai
dengan pasal 9. Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur mengenai
batas-batas berlakunya hukum pidana menurut waktu atau saat terjadinya
perbuatan. Sedangkan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Kitab UndangUndang Hukum Pidana diatur mengenai batas-batas berlakunya perundangundangan hukum pidana menurut tempat terjadinya perbuatan.
Berkenaan dengan pengaturan di atas, Moeljatno mengemukakan bahwa dari
sudut suatu negara ada dua kemungkinan pendirian, yaitu :
1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana
yang terjadi di dalam wilayah negara, baik dilakukan oleh warga
negaranya sendiri maupun oleh orang asing (asas teritorial).
2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana
yang dilakukan oleh warga negara, di mana saja, juga di luar wilayah
negara (asas personal). Juga dinamakan prinsip nasional yang aktif. 164
Lebih lanjut Moeljatno mengatakan dasar lain yang masuk akal bahwa hukum
pidana suatu negara mungkin berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang terjadi di
luar negara adalah asas melindungi kepentingan (beschermingsprincipe atau
163
164
Ibid, h. 166.
Didik, M. Arief Mansur dan Eltaris Gultom, Op Cit, h. 41.
103
schutzprinsipe). Ini dapat dibedakan antara melindungi kepentingan nasional
(prinsip nasional pasif) dan melindungi kepentingan internasional. 165
Terhadap pernyataan yang diberikan Moeljatno di atas, diikuti dengan hal
tersebut Romli Atmasasmita mengatakan :
Semua asas-asas yang terkandung di dalam Pasal 2-9 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana merupakan yurisdiksi kriminal suatu negara, termaksud
kewenangan negara untuk menangkap, menahan, menuntut dan mengadili
seseorang yang disangka telah melakukan suatu tindakan pidana baik di
dalam wilayah negara maupun di luar wilayah negara yang bersangkutan.
Sekalipun demikian kewenangan tersebut masih bersifat terbatas. 166
Pernyataan-pernyataan di atas jelas bahwa pada hakikatnya untuk beberapa
kasus yang melibatkan aspek asing di dalamnya (pelaku, tempat terjadinya dan
sebagainya). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sudah dapat diberlakukan
sekalipun sifatnya masih terbatas, artinya belum dapat diterapkan untuk semua
jenis kejahatan transnasional. Hal ini menjadi satu kelemahan yang menjadi tugas
daripada aparatur negara untuk merumuskan berbagai aturan yang akan menjadi
kaidah hukum yang akan menjawab berbagai kekurangan yang terjadi di dalam
tatanan hukum nasional maupun internasional.
Hukum pidana dalam bidang teknologi informasi merupakan istilah baru yang
lazim di lingkungan akademisi, namun belum merupakan istilah yuridis. Hukum
pidana tersebut pada hakikatnya merupakan bagian dari hukum pidana yang
mengatur tentang kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computerrelated crime) atau biasa disebut cybercrime. There are almost as many terms to
describe cybercrime as there are cybercrimes. Early descriptions included
165
166
Ibid
Ibid
104
‘computer crime’, ‘computerrelated crime’ or ‘crime by computer’. As digital
technology became more pervasive, terms such as ‘high-technology’ or
‘information-age’ crime were added to the lexicon. The advent of the Internet
brought us ‘cybercrime’ and ‘Internet’ or ‘net’ crime. Other variants include
‘digital’, ‘electronic’ (or ‘e-‘), ‘virtual’, ‘IT’, ‘high-tech’ and ‘technologyenabled’
crime. 167 Asas-asas keberlakuan hukum pidana dalam bidang teknologi sama
dengan asas-asas umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, antara lain
asas legalitas, nasionalitas aktif, nasionalitas pasif dan asas universalitas. Begitu
pula dengan keberlakuan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Sumber dari sumber hukum pidana di bidang teknologi
informasi Indonesia adalah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan ketentuan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(sebagai sumber hukum pidana materiel), Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana dan ketentuan acara pidana lain yang ada di luar KUHAP (sebagai sumber
hukum dalam pidana formil), ketentuan buku I Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur pelaksanaan
pemidanaan (sebagai sumber hukum penitensier). 168
Computer crime laws in many states prohibit a person from performing
certain acts without authorization, including 1) accessing a computer, system
or network; 2) modifying, damaging, using, disclosing, copying or taking
programs or data; 3) introducing a virus or other contaimant into a computer
system; 4) using a computer in a scheme to defraut; 5) interfering with
someone else’s computer access or use; 6) using encryption in aid of a crime;
167
Jonathan Clought, 2010, Principles of Cybercrime, Cambridge University Press, New
York, h. 9.
168
Widodo, 2013, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta, h. 27.
105
7) falsifying e-mail source information; and 8) stealing an information
service from provider. 169
Peningkatan
kualitas
kejahatan
tersebut
diwarnai
dengan
semakin
bervariasinya bentuk-bentuk kejahatan dengan memanfaatkan kecanggihan
peralatan-peralatan yang diotomatisasikan. Digitalisasi memungkinkan kita
membuat salinan dan mengubah suatu ciptaan dengan sangat mudah. 170 Pada
umumnya kejahatan di bidang informatika atau di bidang komputer atau yang
menyangkut alat yang diotomatisasikan, merupakan kejahatan biasa tetapi dengan
menggunakan peralatan canggih. Kalau dahulu orang mencuri dengan memakai
kunci palsu maka sekarang memakai atau mengutak-atik peralatan komputer atau
alat-alat yang diotomatisasikan dengan menggunakan internet. A computer crime
may be committed without circumventing the normal computer operations. In
other words, it is entirely possible to have a computer crime that does not involve
a security breach. 171 Hal ini jelas bahwa perkembangan kejahatan semakin maju
dari waktu ke waktu, sehingga dari itu pula dibutuhkan perangkat hukum yang
mampu menanggulangi kejahatan-kejahatan tersebut.
Pada dasarnya ada dua hal yang menyebabkan pengaturan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana daya jangkaunya bersifat terbatas yaitu :
a. Keterbatasan pengaturan mengenai jenis-jenis tindak pidana;
Hal ini sangat wajar terjadi mengingat suasana yang mempengaruhi pada
saat penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita sangat jauh
berbeda dengan kondisi.
169
FindLaw, Cybercrime, http://criminal.findlaw.com/criminal-chargers/computer-crim
es.html diakses 18 Februari 2013
170
Tamotsu Hozumi, 2006, Asian Copyright Handbook Indonesian Version (Buku
Panduan Hak Cipta Asia), Asia/Pasific Cultural Centre for Unesco (ACCU) & Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), Jakarta, h. 44.
171
Chuck Easttom and Det Jeff Taylor, 2011, Computer Crime, Investigation and The
Law, Course Technology PTR, Boston USA, h. 5.
106
b. Keterbatasan dalam pengaturan mengenai pelaku tindak pidana;
Dalam era teknologi informasi seperti sekarang ini penentuan siapa yang
dapat dikualifikasikan sebagai pelaku tindak pidana lebih kompleks
sifatnya. 172
Pada keterbatasan-keterbatasan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, maka berkenaan dengan ruang lingkup berlakunya hukum pidana
dalam kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya yang bersifat transnasional,
perlu kiranya dikembangkan kemungkinan perluasan yurisdiksi kriminal.
Sebagaimana
kita
ketahui
bahwa
perluasan
yurisdiksi
dimungkinkan
keberadaannya berdasarkan hukum internasional. Dikemukakan oleh J.G. Starke
bahwa perluasan yurisdiksi kriminal yang meliputi hak untuk melakukan
penuntutan dan penjatuhan pidana atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam
batas wilayah suatu negara akan tetapi diselesaikan dalam wilayah negara lain.
Perluasan yurisdiksi kriminal ini disebut subjective territorial principle. Perluasan
yurisdiksi kriminal yang kedua meliputi kejahatan yang dilakukan di negara lain
akan tetapi (a) diselesaikan dalam batas negara wilayah negara yang dirugikan dan
(b)
mengakibatkan
dampak
yang
sangat
merugikan
bagi
kepentingan
perekonomian dan kesejahteraan sosial negara yang bersangkutan. Perluasan
yurisdiksi kriminal ini disebut objective territorial principle. 173
Kejahatan dunia maya (cybercrime) bukan hal yang baru bagi Kitab UndangUndang Hukum Pidana telah mengatur hubungan-hubungan hukum tentang
kejahatan yang berkaitan dengan komputer (computer crime) yang kemudian
berkembang menjadi cybercrime. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang
172
173
Didik, M. Arief Mansur dan Eltaris Gultom, Op Cit, h. 41.
Ibid
107
sejalan dalam menangani kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer
yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah cybercrime yakni :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mampu untuk menangani
kejahatan di bidang komputer (computer crime) bahwa kejahatan
komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk menanganinya. Pengaturan
untuk menangani kejahatan komputer sebaiknya diintegrasikan ke dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan bukan ke dalam undangundang itu sendiri.
2. Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime)
memerlukan ketentuan atau aturan khusus di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana atau undang-undang tersendiri yang mengatur
tindak pidana di bidang komputer dan beberapa penjelasan pakar hukum
pidana tentang regulasi (UU) terhadap cybercrime sebagai berikut :
1) Menurut Sahetapy, tentang bahwa hukum pidana yang ada tidak
siap menghadapi kejahatan komputer (computer crime), karena
tidak segampang itu menganggap kejahatan komputer berupa
pencurian data sebagai suatu pencurian. Kalau dikatakan
pencurian harus ada barang yang hilang. Kesulitan ada pada
pembuktian dan kerugian besar yang mungkin terjadi
melatarbelakangi pendapatnya yang mengatakan perlunya produk
hukum baru untuk menangani kejahatan komputer agar dakwaan
terhadap pelaku kejahatan tidak meleset.
2) Menurut J. Sudama Sastroandjojo, menghendaki perlu adanya
ketentuan baru yang mengatur permasalahan tindak pidana yang
komputer haruslah ditangani secara khusus, karena caranya,
lingkungan, waktu dan letak dalam melakukan kejahatan
komputer adalah berbeda dengan tindak pidana lain.
3) Menurut penulis, bahwa hukum pidana masih mengatur kejahatan
secara umum dan belum mengatur kejahatan secara khusus,
terlebih kejahatan dunia maya (cybercrime) yang paling sulit ada
dua hal yaitu menetapkan tempat kejadian perkara (locus delicty)
yang merupakan unsur dimana tindak pidana tersebut diproses
hukum (Pengadilan) dan dalam pembuktian tentu harus
menggunakan pakar atau ahlinya untuk dapat memenuhi unsur
kejahatan tindak pidana yang timbul dan ada korban akibat
kejahatan dunia maya (cybercrime). 174
174
Makalah Hukum, Ferry A Karo Sitepu, 2012, Makalah Bagaimana Menjerat Pelaku
Cybercrime dengan KUHP, Praktisi Hukum Dosen Pascasarjana UMA Medan (Ketua Dewan
Pembina LBH Maranatha GBKP), http://gbkp.or.id/index.php/component/content/article/84gbkp/artikel/284-bagaimana-menjerat-pelaku-cyber-crime-dengan-kuhp diakses 18 Mei 2013
108
Oleh karena itu apabila memperhatikan pada ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahwa prinsip yang
dianut dalam yurisdiksi hukum pidana kita adalah prinsip teritorial, prinsip
nasional, prinsip nasional pasif atau prinsip perlindungan dan prinsip universal. 175
Berbicara hubungan antara kebijakan kriminal (hukum pidana) dengan
perkembangan kejahatan, yaitu dikatakan bahwa dalam konteks penegakkan
hukum yang mempergunakan pendekatan sistem Romli Atmasasmita menyatakan
terdapat hubungan pengaruh timbal balik yang signifikan antara perkembangan
kejahatan dan kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh para penegak
hukum. 176 Crelinstein, Labarge-Altmejd and Szabo (1978, p. xi) correctly point
out : Historically, all crimes were “political”, the separation of the legislative,
executive and judicial powers being a major achievement of modern statehood.
One can say that nineteenth-and twentieth-century social evolution resulted in the
“depoliticization” of the judicial system. The responsiveness of the holders of
political power to the aspirations of the general public for material well-being
and civil liberties tended to rule out violent means as a viable method for
challenging the established rules of the social order. 177
Kemudian Satjipto Rahardjo menyatakan :
Politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk
mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat
yang cakupannya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu
1) tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada; 2) cara-cara apa
dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan
175
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op Cit, h. 43.
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung, h. 39.
177
Frank E. Hagan, 1989, Introduction to Criminology (Theories, Methods and Criminal
Behavior), Sage Publications Inc, United States of America, h. 282.
176
109
tersebut; 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu
diubah; 4) dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk
membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut dengan baik. 178
Mantan Ketua Perancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Soedarto
mengemukakan :
Bahwa politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara
yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki
yang diperkirakan akan dipergunakan untuk mengekspresikan apa yang
terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 179
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka kebijakan formulasi hukum pidana
yang berupaya mencapai tujuannya melalui kebijakan kriminal dengan
menggunakan sarana penal (hukum pidana), merupakan serangkaian proses yang
terdiri atas tiga tahap, yakni pertama tahap kebijakan legislatif atau formulatif;
kedua, tahap kebijakan yudikatif atau aplikatif dan ketiga adalah tahap kebijakan
eksekutif atau administratif 180 yang digunakan sebagai pendekatan dalam
penanggulangan kejahatan tersebut. Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa
kebijakan formulasi hukum pidana ini memang sepatutnya dikaji karena
merupakan tahap paling strategis dari upaya penanggulangan kejahatan melalui
penal policy. Merupakan setiap usaha atau kebijakan untuk membuat peraturan
hukum pidana yang baik. Oleh karena itu, kesalahan atau kelemahan kebijakan
formulasi dapat dipandang sebagai kesalahan strategis dan oleh karenanya dapat
menghambat
178
atau
setidak-tidaknya
akan
berpengaruh
pada
efektivitas
Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 2.
179
Ibid
180
Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 78-79.
110
penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana. 181 Adapun garis
kebijakan hukum pidana adalah untuk menentukan :
1. Sebarapa jauh ketetuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau
diperbaharui;
2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana;
3. Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan
pidana harus dilaksanakan.
Sistem adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin systema atau
Yunani systema, artinya suatu yang terorganisasi keseluruhan kompleks dan dari
kata itu juga dikenal istilah synistanai, artinya digabungkan, dikombinasikan.
Dalam kaitannya dengan hukum sistem dapat disingkat artinya menjadi susunan
(pidana) dan cara (pemidanaan). 182 Istilah pidana sering diartikan sebagai
hukuman. Hukuman berasal dari kata straf dan istilah dihukum yang berasal dari
perkataan wordt gestraft, menurut Mulyatno merupakan istilah-istilah yang
konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan
istilah yang inkonvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata straf dan
diancam pidana untuk menggantikan kata wordt gestraft. 183
Menurut Mulyatno, kalau straf diartikan hukuman, maka strafrecht
seharusnya diartikan hukuman-hukuman. Hanya hukum yang mampu menentukan
hukuman atas kejahatan. 184 Menurut beliau dihukum berarti diterapi hukum, baik
hukum pidana maupun hukum perdata. Hukuman adalah hasil atau akibat dari
181
Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 119-120.
182
Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, h. 1.
183
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT.
Alumni, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief VI), h. 1.
184
Cesare Beccaria, 2011, Perihal Kejahatan dan Hukuman, Genta Publishing,
Yogyakarta, h. 6.
111
penerapan hukum tadi yang maknanya lebih luas daripada pidana, sebab
mencakup juga keputusan hakim dalam lapangan hukum perdata. Demikian pula
Sudarto menyatakan bahwa penghukuman berasal dari kata dasar hukum,
sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang
hukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya
menyangkut bidang hukum pidana saja, tetapi juga hukum perdata.
Selanjutnya, dikemukakan oleh beliau bahwa istilah penghukuman dapat
disempitkan artinya, yakni 185 penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap
kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim.
Penghukuman dalam arti yang demikian menurut Sudarto mempunyai makna
sama dengan sentence atau veroordeling, misalnya dalam pengertian sentence
conditionally atau voorwaardelijk veroordeeld yang sama artinya dengan
dihukum bersyarat atau dipidana bersyarat. Akhirnya, dikemukakan oleh Sudarto
bahwa istilah hukuman kadang-kadang digunakan untuk pengganti perkataan
straf, tetapi menurut beliau istilah pidana lebih baik dari hukuman. 186
Secara singkat sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai sistem pemberian
atau penjatuhan pidana. Jan Remmelink mengatakan bahwa pemidanaan
merupakan pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa
yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum. L.
H. C Hulsman mengemukakan bahwa sistem pemidanaan adalah aturan
185
186
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op Cit, h. 1.
Ibid
112
perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. 187
Sistem pemberian atau penjatuhan pidana atau sistem pemidanaan itu dapat dilihat
dari dua sudut, yaitu fungsional dan sudut substantif. Sudut fungsional terdiri dari
hukum pidana materil, hukum pidana formal dan hukum pelaksana pidana.
Sedangkan dari sudut substantif terdiri dari aturan umum dan aturan khusus, yakni
sebagai berikut :
1. Dari sudut fungsional
Dilihat dari sudut bekerjanya atau berfungsinya atau prosesnya, sistem
pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem (aturan
perundang-undangan) untuk fungsionalisasi atau operasionalisasi atau
kongkretisasi pidana. Dan atau keseluruhan sistem (aturan perundangundangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau
dioperasionalisasikan secara konkret sehingga seorangg dijatuhi sanksi
(hukum) pidana. Dengan pengertian demikian, maka sistem pemidanaan
identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang terdiri dari
subsistem hukum pidana materil atau substantif, subsistem hukum pidana
formal dan subsistem hukum pelaksanaan pidana. Ketiga subsistem ini
merupaka satu kesatuan sistem pemidanaan karena tidak mungkin hukum
pidana dioperasionalkan atau ditegakkan secara kongkret hanya dengan
salah satu subsistem itu. Pengertian sistem pemidanaan yang yang
demikian itu dapat disebut dengan sistem pemidanaan fungsional atau
sistem pemidanaan dalam arti luas.
2. Dari sudut norma substantif
Jika dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif, sistem
pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan atau norma
hukum pidana materiil untuk pemberian atau penjatuhan dan pelaksana
pidana. 188
Pengertian tersebut, maka keseluruhan peraturan perundang-undangan yang
ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun undang-undang khusus
di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada hakikatnya merupakan suatu
187
Adami Chazawi, 2007, Pembelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada,
Jakarta (Selanjutnya disebut Adami Chazawi II), h. 157.
188
Barda Nawawi Arief, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian
dan Perbandingan, PT. Citra Aditya, Bandung (Selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief VII), h.
261.
113
kesatuan sistem pemidanaan yang terdiri dari aturan umum dan aturan khusus.
Dengan demikian, tidak seorang pun dapat dihukum karena suatu perbuatan
kecuali atas undang-undang yang telah berlaku sebelum perbuatan itu dilakukan.
Ketentuan ini bersumber dari hak asasi manusia agar tidak terjadi kesewenangan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) tersebut, ada jaminan bagi setiap orang yakni
kepastian hukum (legal certainty). 189
4.2 Perumusan Sistem Sanksi Terhadap Peniruan Tampilan Website
Pada dasarnya hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia baik
bersifat individu maupun kolektif. Banyaknya jumlah manusia dan beragamnya
kepentingan mereka tidak mustahil menimbulkan pergeseran antara yang satu
dengan yang lainnya. Oleh karenanya perlulah dilakukan perlindungan terhadap
kepentingan tersebut untuk kehidupan yang lebih baik. Perlindungan itu bisa
dilakukan dengan membentuk suatu peraturan atau kaidah dengan disertai sanksi
yang bersifat mengikat dan memaksa. Jika hukum menentukan sanksi kriminal
terhadap juristic person dalam kondisi hanya organnya yang bertindak dengan
sengaja secara melawan hukum, maka adalah mungkin untuk mengatakan bahwa
juristic person harus memiliki pikiran bersalah untuk dihukum. 190
Di dalam KUHP disebutkan bahwa sanksi pidana terdiri dari pidana pokok
dan pidana tambahan. Pidana pokok adalah pidana yang berdiri sendiri artinya
merupakan jenis pidana yang dapat dijatuhkan tanpa bergantung pada sanksi
pidana lainnya, sedangkan pidana tambahan merupakan sanksi pidana yang tidak
189
Leiden Marpaung, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h.
114.
190
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Konstitusi Press Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi, Jakarta, h. 83.
114
bisa berdiri sendiri artinya tidak dapat dijatuhkan sendiri akan tetapi bergantung
pada pidana pokok, jadi hukuman pidana tambahan hanya sebagai penyerta bagi
pidana pokok.
Menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP) jenis pidana
menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10 adalah sebagai berikut, hukumanhukuman ialah :
1. Pidana Pokok
a. Pidana Mati;
b. Pidana Penjara;
c. Pidana Kurungan;
d. Pidana Denda;
e. Pidana Tutupan;
2. Pidana Tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu;
b. Perampasan barang-barang tertentu;
c. Pengumuman putusan hakim. 191
Pada dasarnya sistem pemidanaan terhadap pelaku kejahatan adalah sama,
yaitu dengan memberikan sanksi berupa pidana terhadap pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan. Umumnya, hak cipta dilanggar jika materi hak cipta tersebut
digunakan tanpa ijin dengan cara yang eksklusif dimiliki oleh pemegang hak
cipta, kecuali jika ada pengecualian terhadap bentuk pelanggaran hak cipta
tersebut. Untuk pelanggaran yang terjadi, harus ada kesamaan antara dua karya
yang ada. Tetapi, si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak,
atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak cipta tidak dilanggar jika
karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini masing-masing
191
R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentar Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, h. 34.
115
pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka. 192 Hak cipta juga
dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari sesuatu yang memperoleh
perlindungan hak cipta dikopi. Pengadilan menentukan apakah suatu bagian
merupakan bagian pokok dengan meneliti apakah bagian yang digunakan itu
penting, memiliki unsur pembeda atau bagian yang mudah dikenali. Bagian ini
tidak harus dalam jumlah atau bentuk besar untuk menjadi bagian pokok.
Substansi di sini dimaksudkan sebagai bagian penting, bukan bagian dalam
jumlah besar. Jadi, pokok disini dimaksudkan pada kualitasnya, bukan jumlahnya.
Dan dapat diketahui bahwa berbagai negara di dunia yang telah maju,
memberikan perindungan kepada hak cipta merupakan suatu hal yang patut
diberikan jalan besar. Hal ini dikarenakan bahwa hak cipta merupakan satu hal
yang prinsipil bagi seorang pencipta kreativitas.
Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu
hak cipta adalah saat orang tersebut :
a. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak
lain untuk melanggar hak cipta.
b. Memiliki hubungan dagang atau komersiil dengan barang bajakan dari
materi hak cipta.
c. Mengimpor kopi atau salinan materi hak cipta tertentu untuk dijual atau
didistribusikan.
d. Memiliki hubungan dagang atau komersiil dengan kopi atau salinan
tertentu dari materi hak cipta yang diimpor tanpa ijin.
e. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuk digunakan
sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang
melanggar hak cipta. 193
192
Australia Indonesia Partnership, 2008, Intellectual Property Rights (Hak Kekayaan
Intelektual), Indonesia Asian Law Group Pty Ltd, h. 172.
193
Ibid
116
Dilihat dalam garis-garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai
sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, maka hukum pidana itu adalah
bagian dari hukum publik yang memuat atau berisi ketentuan-ketentuan tentang :
1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan atau berhubungan
dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun
pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana
(straf) bagi yang melanggar larangan itu.
2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi atau harus ada bagi
si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan
pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
3. Tindakan dan upaya-upaya yang oleh atau harus dilakukan negara melalui
alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang
disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka
usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana
terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus
dilakukan tersangka dan terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha
melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam
upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut. 194
Mengacu pada penjelasan di atas ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka dapat
diuraikan :
Pada Pasal 72 ayat (1) yang menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing minimum khusus 1 (satu)
bulan dan/atau denda minimum khusus Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara maksimal khusus 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
maksimal khusus Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara minimum
khusus 1 (satu) bulan dan/atau pidana denda minimum khusus Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau pidana penjara maksimal khusus 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda maksimal khusus Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Berarti dalam
194
Adami Chazawi, Op Cit, h. 1-2.
117
pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap tindak pidana mengumumkan
atau memperbanyak ciptaan orang lain (Pasal 2 ayat (1)), dan tindak pidana
membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar
pertunjukan (Pasal 49 ayat (1)) dan tindak pidana tanpa izin memperbanyak
dan/atau menyewakan rekaman suara atau rekaman bunyi (Pasal 49 ayat (2))
mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem
ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis
ancaman pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata
“dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat
digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (2) yang menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda maksimal khusus Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan
mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem
ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis pidana.
Penggabungan sistem ancaman pidana tersebut terletak pada kata “dan/atau”
sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat
digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (3) yang menyatakan :
118
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan
pidana penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal
khusus Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 5 (lima) tahun dan atau/atau denda maksimal khusus Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan
mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem
ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal 2 jenis pidana.
Penggabungan sistem ancaman pidana tersebut terletak pada kata “dan/atau”
sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat
digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (4) menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana
penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang dijatuhkan terhadap
tindak pidana dengan sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan, dan keamanan negara,
kesusilaan, serta ketertiban umum (Pasal 17) mengenal sistem ancaman pidana
alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif
adalah sistem yang mengenal 2 jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman
pidana tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau
bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut.
119
Pada Pasal 72 ayat (5) menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun
dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang
dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau
mengumumkan potret tanpa izin pemiliknya atau ahli warisnya (pasal 19), tindak
pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat tanpa persetujuan
orang yang dipotret apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari
orang yang dipotret (Pasal 20), dan tindak pidana dengan sengaja membuat,
memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi (Pasal
49 (ayat 3)) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari
sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua
jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau”
sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat
digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (6) menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal
55 dipidana dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau
denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang
120
dijatuhkan terhadap tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak
tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan (Pasal 24) dan tindak
pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama pencipta,
mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul atau isi ciptaan
(Pasal 55) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari
sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua
jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau”
sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat
digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (7) menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana
dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda
maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang
dijatuhkan tehadap tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak meniadakan atau
mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta (Pasal
25) mengenal sistem ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem
ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis
pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau”
sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat
digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (8) menyatakan :
121
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara maksimal khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda
maksimal khusus Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 2 (dua) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang
dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak merusak,
meniadakan, atau dibuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai
pengaman hak pencipta (Pasal 27) mengenal sistem ancaman pidana alternatif
kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana alternatif kumulatif adalah sistem
yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan sistem ancaman tersebut terletak
pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2 hal atau bagian yang dapat dipilih
dan dapat digabungkan kedua hal tersebut.
Pada Pasal 72 ayat (9) menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana
penjara maksimal khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Pemidanaanya pada pasal tersebut menjatuhkan pidana penjara maksimal
khusus 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal khusus Rp 1.500.000.00,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah). Berarti dalam pasal tersebut pemidanaan yang
dijatuhkan terhadap tindak pidana dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan (Pasal 28) mengenal sistem
ancaman pidana alternatif kumulatif. Maksud dari sistem ancaman pidana
alternatif kumulatif adalah sistem yang mengenal dua jenis pidana. Penggabungan
122
sistem ancaman tersebut terletak pada kata “dan/atau” sehingga ditafsirkan ada 2
hal atau bagian yang dapat dipilih dan dapat digabungkan kedua hal tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Perumusan tindak pidana terhadap peniruan tampilan website dirumuskan
bahwa memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif. Adapun unsur
subjektif yakni adanya kesalahan dengan sengaja. Bahwa kesengajaan
pemegang hak cipta (pembuat) atau disebut pelaku menghendaki atau
menyadari untuk melakukan perbuatan tersebut. Kemudian memenuhi
unsur objektif yakni pembuatnya pemegang hak cipta dengan melawan
hukum dan tanpa hak, perbuatannya tidak mencantumkan nama pencipta
dalam ciptaannya tersebut dan mengubah ciptaan yang diartikan terhadap
semua yang terdapat dalam ciptaan, yang hak ciptanya telah diserahkan
pada pemegang hak cipta dan dengan objek tindak pidananya adalah
ciptaan. Bendanya terletak pada wujud bukan hak yang melekat pada
benda.
2. Berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa sistem
pemidaaan pelaku peniruan tampilan website termaksud kedalam pidana
pokok yakni pidana penjara dan denda. Mengacu pada Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam Pasal 72 Ayat (6) jo Pasal
24 dengan rumusan “Pemegang hak cipta dengan sengaja dan tanpa hak
tidak mencantumkan nama pencipta dalam ciptaannya atau mengubah
suatu ciptaan yang hak ciptanya telah diserahkan pada pemegang hak cipta
dipidana dengan pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun dan/atau denda
123
124
maksimal Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Di dalam
pasal tersebut dimaksudkan sistem yang mengenal dua jenis pidana sistem
ancaman pidana alternatif kumulatif.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diambil beberapa saran
sebagai berikut :
1.
Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik, namun pengaturan tampilan website belum diatur.
Dibutuhkan adanya kajian lebih lengkap untuk menciptakan atau membuat
perundang-undangan khusus yang dapat menjerat para pelaku kejahatan di
bidang komputer, khususnya kejahatan peniruan tampilan website agar
terciptanya pengaturan hukum yang jelas mengenai kejahatan-kejahatan
yang berhubungan dengan komputer dan hak kekayaan intelektual di
internet.
2.
Bagi pengelola dan pemilik website untuk dapat menjaga atau
mengantisipasi websitenya dari tindakan peniruan, sebaiknya melakukan
langkah-langkah preventif seperti, mengatur akses, menutup layanan yang
tidak diperlukan, memasang proteksi, menggunakan fire wall untuk
menjaga akses keluar masuk bagi yang tidak memiliki ijin untuk
mengaksesnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.
BUKU
Arief, Barda Nawawi, 1996, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan
Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Universitas Diponegoro, Semarang.
_____, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum
Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
_____, 2001, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
_____, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
_____, 2006, Tindak Pidana Mayantara (Perkembangan Kajian Cybercrime di
Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
_____, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
_____, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian dan
Perbandingan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
_____, dan Muladi, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT. Alumni,
Bandung.
Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Konstitusi Press Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi, Jakarta.
Atmasasmita, Romli, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung.
Beccaria, Cesare, 2011, Perihal Kejahatan dan Hukuman, Genta Publishing,
Yogyakarta.
Chazawi, Adami, 2007, Pembelajaran Hukum Pidana 1 (Stelsel Pidana, Tindak
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana,
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
_______, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan
Penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bayumedia Publishing,
Malang.
Clought, Jonathan, 2010, Principles of Cybercrime, Cambridge University Press,
New York.
Djumhana, Muhammad, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Easttom, Chuck and Det Jeff Taylor, 2011, Computer Crime, Investigation and
The Law, Course Technology PTR, Boston USA.
Gislinan, James F., 1990, Criminology and Public Policy An Introduction,
Pretince Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Hagan, Frank E., 1989, Introduction to Criminology (Theories, Methods and
Criminal Behavior), Sage Publications Inc, United States of America.
Hamzah, Andi, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Hidayat, Syamsul, 2010, Pidana Mati di Indonesia, Genta Press, Yogyakarta.
Hozumi, Tamotsu, 2006, Asian Copyright Handbook Indonesian Version (Buku
Panduan Hak Cipta Asia), Asia/Pasifik Cultural Centre for Unesco
(ACCU) & Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), Jakarta.
Ksetri, Nir, 2010, The Global Cybercrime Industry (Economic, Institutional and
Strategic Prespectives), Spinger Heidelberg Dordrecht, London New
York.
Makarim, Edmon, 2005, Pengantar Hukum Telematika (Suatu Kompilasi Kajian),
Rajawali Press, Jakarta.
_______, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Mansur, Didik M. Arief, dan Elisatris Gultom, 2005, Aspek Hukum Terknologi
Informasi (Cyber Law), PT. Refika Aditama, Bandung.
Maramis, Frans, 2012, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Margono, Suyud, dan Amir Angkasa, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual
(Aspek Hukum Bisnis), PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta.
Marpaung, Leiden, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika,
Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
MD, Moh Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Meyers, R. A., 2001, Encyclopedia of Physical Science & Technology, Academic
Press, New York.
Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Najih, Mokhammad, 2008, Politik Hukum Pidana Pasca Reformasi (Implementasi
Hukum Pidana Sebagai Instrumen Dalam Mewujudkan Tujuan Negara,
In-Trans Publishing, Malang.
OK, Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Packer, Herbert L., 1968, The Limits of The Criminal Sanction, Stanford
University Press, California.
Parthiana, I Wayan, 2006, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung.
Partnership, Australia Indonesia, 2008, Intellectual Property Rights (Hak
Kekayaan Intelektual), Indonesia Asian Law Group Pty Ltd.
Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika
Aditama, Bandung.
Raharjo, Agus, 2002, Cybercrime (Pemahaman dan Upaya Pencegahan
Kejahatan Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Raharjo, Satjipto, 2005, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,
CV. Sinar Baru, Bandung.
Ramli, M. Ahmad, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia,
PT. Refika Aditama, Bandung.
Riswandi, Budi Agus, 2009, Hak Cipta di Internet (Aspek Hukum dan
Permasalahannya di Indonesia), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
_______, dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Saydam, Gauzali, 2005, Teknologi Telekomunikasi (Perkembangan dan Aplikasi),
CV. Alfabeta, Bandung.
Sembiring, Sentosa, 2002, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan
Intelektual di Bidang Hak Cipta dan Merek, CV. Yrama Widya, Bandung.
Sholehuddin. M., 2007, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double
Track System dan Implementasinya), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Singh, Patmo Kr., 2007, Law on Cybercrimes (Along With IT Act and Relevant
Rules), Book Enclave Jaipur, India.
Sitompul, Asril, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di
Cyberspace, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Soelistyo, Henry, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Stranieri, Andrew, and John Zeleznikow, 2005, Knowledge Discovery From Legal
Databases, Spinger, Netherlands.
Sudarmanto, 2012, Kekayaan Intelektual dan Hak Kekayaan Intelektual Serta
Implikasinya Bagi Indonesia (Pengantar Tentang Hak Kekayaan
Intelektual, Tinjauan Aspek Edukatif dan Marketing), PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang.
Suhariyanto, Budi, 2012, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime)
Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Susanto, Hermawan Sulistyo dan Tjuk Sugiarso, 2005, Cybercrime (Motif dan
Penindakan), Grafika Indah, Jakarta.
Sutedi, Adrian, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta.
Wahid, Abdul, dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime),
PT. Refika Aditama, Bandung.
Widodo, 2009, Sistem Pemidanaan Dalam Cybercrime (Alternatif Ancaman
Pidana Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan Bagi Pelaku Cybercrime),
Laksbang Mediatama, Yogyakarta.
______, 2013, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo,
Yogyakarta.
B.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.
________________, Undang-Undang Tentang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002.
________________, Undang-Undang Tentang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.
C.
TESIS
Wibowo, Dwi Anandita Hari, 2010, (Royalti Hak Cipta Lagu Indonesia Oleh
Yayasan Karya Cipta Indonesia Dikaitkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta), Universitas Udayana, Denpasar.
Kuspriyatno, Prakoso, 2006, Tindak Pidana Hak Cipta Pada Cakram Optik
(Optical Disc) Dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia,
Universitas Udayana, Denpasar.
Hakim, Hadi Juliawan, 2009, Prinsip Ganti Rugi Dalam Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2002 (Studi Kasus Terhadap Pembajakan Piranti Lunak),
Universitas Mataram, Mataram.
D.
MAKALAH DAN ARTIKEL INTERNET
Ahmad M. Ramli, 2003, Instrumen Hukum Internasional tentang Cybercrime
dan Antisipasi Implementasinya dalam Hukum Nasional, Makalah
Seminar Nasional Information Technology Security dan Cybercrime,
Kementrian Komunikasi dan Informasi RI, Jakarta
Ainun Nazieb, 2011, Smells Like Facebook, http://nazieb.com/456/smells-likefacebook
Bab III, 2007, Analisis dan Perancangan Program, http://thesis.binus.ac.id/Doc/
Bab3/2007-2-00224-IF%20BAB%20III.pdf
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia, 2004, Makalah Hukum Nasional (Bentuk-Bentuk Pelanggaran
Hak Kekayaan Intelektual, Pusat Dokumen dan Informasi Hukum, Jakarta
BSA, “Bussines Software Aliance”, 2011, http://ww2.bsa.org/country/BSA%20
and%20Members.aspx
Edukasi Kompasiana, 2010, Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hak Cipta
Desain dan Isi Sebuah Website Itu?, http://edukasi.kompasiana.com/
2010/04/08/bagaimanakah-bentuk-perlindungan-hak-cipta-desain-dan-isi
-sebuah-website-itu-113560.html
Ferry A. Karo Sitepu, 2012, Makalah Bagaimana Menjerat Pelaku Cybercrime
dengan KUHP, http://gbkp.or.id/index.php/component/content/article/84gbkp/artikel/284-bagaimana-menjerat-pelaku-cyber-crime-dengan-kuhp
FindLaw, 2013, Cybercrime,
computer-crimes.html
http://criminal.findlaw.com/criminal-chargers/
National Archives, 2005, Artikel Copyright Typographical Arrangement Pdf,
http://www.nationalarchives.gov.uk/documents/copyright-typographicalarrangement.pdf
Techno Okezone, 2011, Blogger yang Disomasi Facebook Mulai Tertutup,
http://techno//okezone.com/read/2011/11/18/55/531057/blogger-yangdiso
masi -facebook-mulai-tertutup
Wikipedia, 2013, Cybernetics, http://id.wikipedia.org/wiki/Sibernetika#Definisi
_________, 2013, Donn Parker (Etika Komputer), http://id.wikipedia.org/wiki/
Etika_komputer
_________, 2013, Hak Cipta, https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
_________, 2013, HTML Editor, http://en.wikipedia.org/wiki/HTML_editor
_________, 2013, Online, http://id/wikipedia.org/wiki/Dalam_jaringan_dan_luar
_jaringan
_________, 2013, Prosesor, http://id.wikipedia.org/wiki/Prosesor
_________, 2003, Open Source, http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_terbuka
Wordpress, 2007, Cybernetics System, http://willmen46.wordpress.com/2007/09/
21/cybernetik-system/
_________, 2009, Microsoft Cina Mencuri Layanan Nomor Satu Microblogging
di Asia, http://myramblin.wordpress.com/2009/12/15/microsoft-cinamencuri-layanan-nomor-satu-microblogging-di-asia/
_________, 2009, Tindak Pidana, http://lotusbougenville.wordpress.com/2009/
11/10/tindak-pidana/
_________, 2011, World Wide Web, http://globalbabali.wordpress.com/tugassekolah/pengertian-html-http-url-ftp-domain-hosting-dan-www/
Download