ANALISIS SEKTOR-SEKTOR EKONOMI (SEKTOR BASIS DAN NON BASIS) DI KABUPATEN SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN oleh SUHARWAN HAMZAH Abstract The study aims to explain the basic and non basic sectors from the GDRP and manpower absorption view points. The data used for the analysis are the GDRP, investment, minimum wage, consumption, and the manpower in accordance with the economic sectors of both Soppeng Regency and South Sulawesi Province within the period of 1990-2004. The analysis applies Location Quotient analysis. The research indicates that based on the Location Quotient measure, it was discovered that Soppeng Regency under four periods of observations (1990, 1995, 2000, and 2004) of its GDRP and manpower absorption indicate agricultural sector, electricity, gas and clean water, transportation and communication, and services sectors are categorized as basic sectors. However, mining and excavation sectors, manufacturing sector, building and construction sectors, trade, hotel and restaurant sectors, finance, rental and firm service sectors are classified as non basic. Key Words : GDRP, employee, basic economic sector Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi ekonomi yang dimiliki daerah tersebut. Potensi ekonomi di suatu daerah tidaklah berarti jika tidak ada upaya memanfaatkan dan mengembangkan potensi ekonomi secara optimal. Oleh karena itu, pengembangan seluruh potensi ekonomi yang potensial harus menjadi prioritas utama untuk digali dan dikembangkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah secara utuh. Untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam dan potensi yang dimiliki tersebut, maka perhatian utama ditujukan untuk melihat komposisi ekonomi dengan mengetahui sumbangan atau peranan masing-masing kegiatan ekonomi atau sektor dalam perekonomiannya. Disamping itu, proses perubahan komposisi ekonomi tersebut tidak terpisahkan dengan pertumbuhan ekonomi yakni dengan penekanan pada kenaikan output perkapita dalam jangka panjang melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terus berlangsung secara dinamis. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki peranan yang berarti dalam mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, struktur ekonomi, dan berbagai indikator tingkat kemakmuran masyarakat pada suatu daerah. Besar kecilnya PDRB sangat bergantung pada potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan kelembagaan yang dimiliki oleh suatu daerah. Menyadari akan hal tersebut, maka pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan PDRB daerahnya, termasuk di Kabupaten Soppeng. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang dilaksanakan diarahkan untuk menciptakan perubahan komposisi ekonomi yang lebih kompetitif dan bernilai tambah yang tinggi serta cenderung dapat menyebabkan kesempatan kerja bagi masyarakat yang diikuti meningkatnya pertumbuhan ekonomi, penciptaan pemerataan dan stabilitas serta penciptaan kesempatan kerja sehingga mendorong peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang turut memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional yang berbasis pembangunan daerah. Dari kegiatan tenaga kerja, dapat diperoleh pendapatan daerah yang merupakan salah satu sumber dana untuk pembangunan. Pemanfaatan tenaga kerja yang tidak optimal dan kelangkaan kesempatan kerja masih merupakan masalah utama. Pembangunan ekonomi seharusnya membawa partisipasi aktif dalam kegiatan yang bersifat produktif oleh semua masyarakat yang ingin dan yang mampu untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang produktif mempunyai berbagai dampak positif, diantaranya menambah upah dan pendapatan nyata bagi masyarakat. Hal tersebut dapat meningkatkan daya konsumsi masyarakat dalam tata susunan masyarakat secara menyeluruh. Selanjutnya, dalam melakukan pembangunan ekonomi berdasarkan prioritas, suatu daerah terlebih dahulu harus mengetahui dan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang menjadi unggul untuk dapat dikembangkan sehingga sektor ekonomi tersebut dapat dijadikan andalan sebagai modal dasar pembangunan daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, khususnya di Kabupaten Soppeng. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sektor ekonomi manakah yang merupakan sektor basis ditinjau dari aspek PDRB dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Soppeng ? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor basis ditinjau dari aspek PDRB dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Soppeng. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi Istilah pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menggambarkan bahwa suatu perekonomian telah mengalami perkembangan ekonomi dan mencapai taraf kemakmuran yang lebih tinggi. Dilain segi, istilah tersebut bertujuan untuk menggambarkan tentang masalah ekonomi yang dihadapi dalam jangka panjang. Djojohadikusumo (1994:55) memberikan batasan tentang pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan ciri pokok, yaitu laju pertumbuhan pendapatan per kapita dalam arti nyata (riil), persebaran (distribusi) angkatan kerja menurut sektor kegiatan yang menjadi sumber nafkahnya serta pola persebaran penduduk dalam masyarakat. Pertumbuhan suatu perekonomian yang baik merupakan perekonomian yang mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh penduduk di negara atau di daerah yang bersangkutan. Todaro (1997:112) menyatakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural yang tinggi. Berapapun perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktifitas pertanian kearah sektor non pertanian dan sektor industri ke sektor jasa. Pada suatu wilayah yang sedang berkembang, proses pertumbuhan ekonomi akan tercermin dari pergeseran sektor ekonomi tradisional, yaitu sektor pertanian akan mengalami penurunan di satu sisi dan peningkatan peran sektor non pertanian di sisi lainnya. Kuznets (dalam Jhingan, 1999:57) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Teori Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan salah satu unsur sumberdaya yang senantiasa berkarya, berkreatifitas, dan berproduktifitas yang sangat berarti dalam mewujudkan perkembangan ekonomi dengan berdasarkan pada tingkat pemenuhan kesejahteraan, baik secara individu, kelompok bahkan melalui organisasi formal lainnya. Oleh karena itu, tenaga kerja harus diberikan upah sesuai dengan tingkat keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Kesempatan kerja dan jumlah serta kualitas orang yang digunakan dalam pekerjaan mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan. Ini bukan hanya karena tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan tetapi juga karena pekerjaan. Pendapat ini selanjutnya akan dapat menimbulkan pasar dan inilah yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran pemerataan pembangunan sekaligus berfungsi untuk menciptakan ketahanan nasional serta partisipasi aktif masyarakat pada umumnya, khususnya generasi muda dan wanita dalam memikul beban, tanggung jawab serta hak untuk menikmati kembali hasil pembangunan, tidak terlepas dari faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya, seperti kondisi ekonomi, sosial budaya, politik, dan lain-lain. (Soeharsono, 1982). Dengan demikian, bahwa penciptaan kesempatan kerja bukan hanya sekedar menciptakan kesempatan kerja pada khususnya, tetapi sekaligus juga meningkatkan mutu sumber daya manusia agar mampu bekerja lebih produktif menciptakan nilai tambah dan menjamin produksi yang lebih baik dengan menggunakan teknologi tepat guna. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk ekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (Arsyad, 1999:116). Teori basis ekonomi biasa disebut analisis basis yang digunakan untuk mengidentifikasi pendapatan basis. Menurut teori ini daerah dapat dibedakan ke dalam daerah basis dan bukan basis. Salah satu metode yang digunakan dalam mengidentifikasi sektor basis, yaitu metode location quotient (LQ). Dengan menggunakan metode ini, maka sektor-sektor basis dan non basis dapat diketahui hanya dengan melihat koefisien rasio antara variabel regional/daerah kabupaten (nilai tambah, kesempatan kerja, maupun pendapatan) dalam sektor tertentu dengan variabel provinsi dalam sektor yang sama. Alasan penggunaan metode location quotient (LQ), yaitu bahwa setiap sektor basis itu selain menghasilkan barang atau jasa yang dipasarkan secara lokal juga memproduksi barang atau jasa yang dijual ke pasaran ekspor. Dengan demikian, perhatian pemerintah sangat diharapkan terutama dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor basis melalui alokasi pengeluaran pembangunan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dasar pemikiran dari penggunaan teknik analisis location quotient (LQ) yang dilandasi teori ekonomi basis terkandung makna sebagai berikut : karena industri basis menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar daerah maupun untuk pasar luar daerah, maka penjualan dari hasil luar daerah akan mendatangkan arus pendapatan ke daerah itu. Arus pendapatan ini menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi yang pada akhirnya menaikkan pendapatan daerah dari kesempatan kerja (Arsyad, 1999:291). Menurut Yunus (2006) bahwa pada prinsipnya penentuan sektor basis tampak tidak jauh berbeda dengan prinsip penentuan spesialisasi atas dasar keunggulan komparatif dari teori perdagangan internasional klasik (Richardian) yang melahirkan penjelasan tentang terjadinya trade flow dalam bentuk interindustry trade antar negara (berbeda antara apa yang akan diekspor dan diimpor suatu negara atau aliran perdagangan satu arah). Dalam pengembangannya, mirip dengan upaya untuk menjelaskan pola perdagangan tersebut antara daerah/wilayah dalam suatu negara dengan memasukkan teori atau ekonomi regional serta staple approach. Terdapat daerah basis (swasembada dan atau surplus) disamping non basis (daerah minus) yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk sektoral (sektor basis dan non basis). Analisis Location Quotient Location quotient atau disingkat LQ merupakan suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor atau industri tersebut secara nasional. Menggunakan location quotient sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, location quotient tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapaitas riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap produk terebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensi untuk dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Untuk mengetahui sektor ekonomi termasuk dalam kategori basis dan bukan basis dilakukan dengan cara membandingkan setiap sektor perekonomian dengan peranan kegiatan ekonomi sehingga dapat diketahui sektor-sektor yang menjadi sektor basis atau yang potensial di daerah. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini dipilih karena dianggap cukup untuk memberikan analisis sector-sektor ekonomi di Kabupaten Soppeng dan Provinsi Sulawesi Selatan. Pengumpulan data penelitian lebih banyak ditekankan pada penelitian data sekunder yang berupa data-data, dokumen-dokumen, dan laporan yang telah ada sebelumnya. Analisis data dalam penelitian ini, yaitu analisis Location Quetiont. Metode ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan sektor-sektor basis dan non basis suatu daerah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan tenaga kerja lokal dan provinsi sebagai indikator pertumbuhan. Formula matematisnya yaitu : R V /V R LQ 1 V1 / V Dimana: V1R = Total PDRB/tenaga kerja suatu sektor kabupaten V1 = Total PDRB/tenaga kerja suatu sektor provinsi VR = Total PDRB/tenaga kerja seluruh sektor kabupaten V = Total PDRB/tenaga kerja seluruh sektor provinsi Kesimpulan dari analisis formula di atas, menghasilkan tiga kesimpulan berikut : a. Apabila LQ > 1, maka disebut sektor basis, yakni sektor yang mampu melayani di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan (ekspor). b. Apabila LQ < 1, maka disebut sektor non basis, yakni sektor yang hanya melayani di daerah yang bersangkutan (lokal) c. Apabila LQ = 1 berarti kegiatan sektor kabupaten/kota sama dengan propinsi. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perkembangan PDRB dan Tenaga Kerja di Kab. Soppeng dan Provinsi Sulawesi Selatan 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perekonomian daerah Kabupaten Soppeng dapat diukur melalui indikator ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu ukuran kuantitas yang dapat memberikan pembaharuan tentang keadaan atau perkembangan pembangunan ekonomi pada masa lalu, sedang berjalan dan sasaran yang akan ditempuh pada masa akan datang. Produk Domestik Regional Bruto bermanfaat bagi perencanaan pembangunan daerah khususnya pembangunan ekonomi daerah, antara lain : mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah, mengenai struktur perekonomian daerah, salah satu indikator kemakmuran dan kemajuan daerah dan mengetahui kinerja dan produktifitas sektor dan sub sektor ekonomi. Sebagai bahan analisis dalam penelitian ini, gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Soppeng dapat dilihat melalui data Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Soppeng dalam titik waktu pengamatan yakni tahun 1990 (tahun dasar pengamatan), 1995, 2000 dan tahun 2004 (tahun akhir pengamatan). Untuk menganalisis Shift Share dan Location Quetiont digunakan PDRB atas dasar harga konstan, sebagai berikut : Tabel 1. PDRB Kabupaten Soppeng Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha 1990 79.365,74 Pertanian Pertambangan dan 1.287,41 Penggalian 19.403,22 Industri Pengolahan 887,25 Listrik, Gas, dan Air Bersih 13.615,41 Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan 18.097,61 Restoran Pengangkutan dan 11.765,83 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 9.706,39 Jasa Perusahaan 24.651,18 Jasa-jasa 178.780,04 Total Sumber : BPS Kab. Soppeng Tabel 2. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1995 2000 2004 102.213,42 121.908,93 137.718,58 2.051,34 1.755,88 1.906,66 23.816,25 1.493,12 17.172,76 30.337,00 2.748,52 18.568,12 34.799,98 4.007,22 18.613,04 21.262,51 27.540,00 30.958,50 14.907,63 17.160,59 20.961,43 12.876,36 12.451,07 18.248,93 31.441,51 227.234,90 35.804,31 268.274,42 42.489,02 309.703,36 PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 1990 1.478.872,81 Pertanian Pertambangan dan 180.372,36 Penggalian 727.639,32 Industri Pengolahan 63.774,96 Listrik, Gas, dan Air Bersih 407.002,18 Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan 1.068.251,41 Restoran Pengangkutan dan 355.325,94 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 402.358,90 Jasa Perusahaan 827.605,98 Jasa-jasa 5.511.203,86 Total Sumber : BPS Prov. Sulawesi Selatan 1995 2000 2004 3.241.399,63 3.519.653,06 3.795.123,94 307.422,41 486.408,28 541.703,25 1.040.763,32 89.403,74 512.858,67 1.306.792,60 137.332,26 441.773,06 1.491.381,26 170.862,65 545.241,42 1.406.473,40 1.698.229,34 2.194.112,59 560.212,53 801.648,15 1.058.893,29 535.739,21 434.088,58 690.748,22 1.063.653,35 8.757.926,26 1.276.022,30 10.101.947,63 1.386.681,17 11.874.747,79 Dari Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa sektor yang paling besar perkembangannya dari tahun 1990-2004 di kab. Soppeng dan Prov. Sulawesi Selatan adalah sektor pertanian karena memang Kab. Soppeng merupakan salah satu daerah penghasil beras di Prov. Sulawesi Selatan bersama dengan lima kabupaten lain, yakni Bone, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu. 2. Tenaga Kerja Adapun perkembangan tenaga kerja di Kab. Soppeng pada tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 serta perbandingannya dengan perkembangan tenaga kerja Prov. Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Tenaga Kerja Kabupaten Soppeng Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 Atas Dasar Harga Konstan (Jiwa) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha 1990 45.631 Pertanian Pertambangan dan 194 Penggalian 2.759 Industri Pengolahan 29 Listrik, Gas, dan Air Bersih 602 Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan 6.538 Restoran Pengangkutan dan 764 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 79 Jasa Perusahaan 6.421 Jasa-jasa 63.017 Total Sumber : BPS Kab. Soppeng 1995 2000 2004 48.282 59.832 59.504 380 109 174 4.356 398 1.366 2.654 91 627 3.710 483 1.014 9.069 11.297 10.660 3.076 3.635 4.294 132 201 256 9.951 77.010 11.815 90.261 11.272 91.367 Tabel 4. Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 Atas Dasar Harga Konstan (Jiwa) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lapangan Usaha 1990 1.502.872 Pertanian Pertambangan dan 14.522 Penggalian 131.095 Industri Pengolahan 6.527 Listrik, Gas, dan Air Bersih 62.178 Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan 335.912 Restoran Pengangkutan dan 70.409 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 7.832 Jasa Perusahaan 305.331 Jasa-jasa 2.436.678 Total Sumber : BPS Prov. Sulawesi Selatan 1995 2000 2004 1.558.967 1.624.337 1.844.713 21.955 14.026 16.934 175.787 11.376 69.676 176.902 3.491 71.242 169.640 10.472 80.207 364.205 443.751 451.396 90.437 138.847 167.716 15.671 8.602 12.086 423.196 2.731.270 393.901 2.875.099 359.907 3.113.071 Dari Tabel 3 dan 4, dapat dijelaskan bahwa sektor yang paling besar dalam penyerapan tenaga kerja pada tahun 1990-2004 di Kab. Soppeng dan Prov. Sulawesi Selatan adalah sektor pertanian karena memang mayoritas penduduk di Kab. Soppeng bekerja pada sektor pertanian yang didukung oleh lahan pertanian yang cukup luas. B. Identifikasi Sektor Basis dan Non Basis di Kabuapten Soppeng 1. Identifikasi Sektor-sektor Basis berdasarkan Indikator PDRB Melalui analisis location quetiont yang digunakan dalam penelitian ini maka dapat diketahui nilai location quetiont sektor-sektor ekonomi berdasarkan indikator PDRB Kabupaten Soppeng pada tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004. Adapun hasil dari analisis location quetiont PDRB Kabupaten Soppeng terlihat pada tabel berikut : Tabel 5. Nilai Location Quetiont PDRB Kabupaten Soppeng Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 No 1 Lapangan Usaha 1990 Pertanian 1,654 Pertambangan dan 2 0,220 Penggalian 3 Industri Pengolahan 0,822 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,909 5 Bangunan/Konstruksi 0,367 Perdagangan, Hotel dan 6 0,522 Restoran Pengangkutan dan 7 1,021 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 8 0,744 Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa 0,918 Sumber : Hasil analisis dari Tabel 1 dan 2 1995 1,215 2000 1,304 2004 1,391 0,257 0,136 0,135 0,882 1,034 0,532 0,874 1,086 0,624 0,895 1,109 0,586 0,583 0,611 0,541 0,926 1,006 1,059 0,943 0,880 0,913 1,139 1,057 1,175 Keterangan : Nilai LQ > 1 = Basis Nilai LQ < 1 = Non Basis Berdasarkan hasil analisis nilai LQ pada Tabel 5, terlihat bahwa sektor ekonomi berdasarkan indikator PDRB yang menjadi sektor basis di Kabupaten Soppeng adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa relatif berkembang dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian pada periode tahun 1990 memiliki besaran nilai 1,654, pada periode tahun 1995 dengan besaran nilai 1,215, dan pada periode tahun 2000 dengan besaran nilai 1,304, serta pada tahun 2004 dengan besaran nilai 1,391. Nilai tersebut menunjukkan bahwa peranan sektor ini setiap tahunnya mengalami peningkatan dan merupakan sektor basis utama di Kabupaten Soppeng. Hal ini disebabkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB memang besar yang didukung oleh kondisi alam yang cocok untuk pertanian, terutama tanaman padi dan palawija, tanaman perkebunan, dan kehutanan. Dengan demikian sektor pertanian di Kabupaten Soppeng merupakan sektor yang mampu melayani Kabupaten Soppeng sendiri dan juga daerah lain. Demikian juga sektor listrik, gas dan air bersih pada periode tahun 1990 memiliki besaran nilai 0,909, pada periode tahun 1995 dengan besaran nilai 1,034, pada periode tahun 2000 dengan besaran nilai 1,086 dan pada tahun 2004 dengan besaran nilai 1,109. Lajunya sektor tersebut terutama oleh meningkatnya pertumbuhan sub sektor listrik yang cukup memberikan peranan terhadap peningkatan sektor tersebut. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga terkategori sebagai basis, pada periode 1990 dengan besaran nilai 1,021, pada tahun 1995 meningkat menjadi 0,926, dan pada tahun 2000 menjadi 1,006 dan pada periode tahun 2004 menjadi 1,059. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya transportasi dan komunikasi, seperti jangkauan transportasi yang sudah merambah ke desa-desa, serta peningkatan jumlah jaringan telepon akibat semakin dibutuhkannya sarana tersebut. Sektor basis lainnya adalah sektor jasa-jasa, berdasarkan hasil analisis location quetiont nilainya pada tahun 1990 sebesar 0,918, pada tahun 1995 dengan besaran nilai 1,139, pada tahun 2000 sektor ini merupakan basis dengan besaran nilai 1,057, dan pada tahun 2004 menunjukkan besaran nilai 1,175. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan peranan dari sektor ini terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Soppeng dari tahun ke tahun, sehingga sektor jasa-jasa di Kabupaten Soppeng merupakan sektor yang mampu melayani daerah sendiri dan juga daerah lain di luar Kabupaten Soppeng. Sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2004 memiliki nilai location quetiont < 1, sehingga sektor ini dikategorikan sebagai sektor non basis. Hal ini terjadi karena daerah Kabupaten Soppeng yang sangat minim dengan bahan-bahan mineral dan tambang sehingga peranan sektor pertambangan dan penggalian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Soppeng masih lemah. Sektor industri pengolahan berdasarkan nilai location quetiont pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2004 berada pada nilai lebih kecil dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan di Kabupaten Soppeng dikategorikan sebagai sektor non basis sehingga dapat dikatakan bahwa sektor industri pengolahan hanya mampu melayani kebutuhan di daerah Kabupaten Soppeng. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai location quetiont < 1, sehingga sektor ini dikategorikan sebagai sektor non basis. Sektor ini juga memiliki besaran yang berfluktuasi . Laju peranan sektor ini hingga akhir tahun analisis masih didominasi oleh sub sektor perdagangan, namun sub sektor hotel dan restoran kurang memberikan kontribusinya terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Soppeng karena masih kurangnya kegiatan dalam bidang usaha tersebut. Demikian pula halnya dengan sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memliki nilai location quetiont < 1 sehingga sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor non basis di Kabupaten Soppeng. Dengan demikian sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan hanya mampu melayani kebutuhan di Kabupaten Soppeng. Berdasarkan hasil analisis dari sektor-sektor ekonomi yang basis dan non basis di Kabupaten Soppeng, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh bagi para pelaku ekonomi, pengambil kebijakan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Soppeng untuk menjamin kestabilan sektor pertanian yaitu peningkatan peranan dari setiap sub sektor berupa penggunaan sarana dan prasarana bidang pertanian secara tepat guna, peningkatan kualitas produksi tanaman pangan, pengolahan bahan makanan yang variatif serta penggunaan bibit unggul bagi perkebunan dan perikanan pada sektor pertanian. Sementara pada sektor ekonomi yang utama lainnya dalam lapangan usaha industri, seperti melakukan promosi sebaik mungkin dalam rangka mempublikasikan peluang-peluang investasi untuk sub sektor industri non migas, berupa kerajinan rumah tangga, obyek-obyek wisata seperti Permandian Air Panas Lejja, Permandian Alam Ompo, dan Permandian Alam Citta. Selain itu, perlu adanya perluasan jalan dan jembatan dalam rangka pengembangan daerah Kabupaten Soppeng. Sedangkan pada sektor jasa, langkah yang sebaiknya dilakukan, yaitu peningkatan pelayanan dan kualitas jasa perusahaan daerah, penambahan jumlah sarana dan prasarana perekonomian, berupa peningkatan jumlah sarana perbelanjaan skala besar, jasa sosial kemasyarakatan, kemudahan pemberian kredit usaha dari dunia perbankan bagi usaha kecil dan menengah, serta usaha perorangan dan rumah tangga sehingga kontribusinya terhadap pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Soppeng menjadi lebih baik di masa mendatang. 2. Identifikasi Sektor-sektor Basis dari Indikator Tenaga Kerja Untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor yang terjadi pada kurun waktu tahun 1990, 1995, 2000, dan 2004 bila ditinjau dari komposisi tenaga kerja menurut lapangan usaha dalam analisis location quetiont dengan menggunakan rumus dan cara penyelesaian yang sama pada indikator PDRB sebelumnya, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 6. Nilai Location Quetiont Tenaga Kerja Kabupaten Soppeng Menurut Lapangan Usaha Tahun 1990, 1995, 2000, 2004 No 1 Lapangan Usaha 1990 Pertanian 1,174 Pertambangan dan 2 0,517 Penggalian 3 Industri Pengolahan 0,814 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,712 5 Bangunan/Konstruksi 0,374 Perdagangan, Hotel dan 6 0,753 Restoran Pengangkutan dan 7 0,720 Komunikasi Keuangan, Persewaan dan 8 0,390 Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa 0,813 Sumber : Hasil analisis dari Tabel 3 dan 4 1995 1,098 2000 1,173 2004 1,099 0,614 0,248 0,350 0,879 1,241 0,695 0,478 0,930 0,280 0,745 1,272 0,431 0,883 0,811 0,805 1,106 0,934 1,032 0,299 0,744 0,822 0,834 0,955 1,067 Keterangan : Nilai LQ > 1 = Basis Nilai LQ < 1 = Non Basis Berdasarkan hasil analisis location quetiont dari indikator tenaga kerja pada periode tahun 1990, 1995, 2000 dan 2004, maka dapat diketahui sektor-sektor ekonomi yang menjadi basis berikut perubahannya sebagaimana tampak pada Tabel 6. Secara umum yang merupakan sektor basis dilihat dari indikator tenaga kerja di Kabupaten Soppeng adalah sektor pertanian yang menunjukkan nilai location quetiont > 1 pada setiap tahun pengamatan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar penduduk di Kabupaten Soppeng yang mempunyai kegiatan utama pada sektor pertanian. Sektor listrik, gas dan air bersih yang pada tahun 1990 memiliki nilai location quetiont < 1, dan pada tahun 1995 mengalami peningkatan, dan pada tahun 2004 mencapai sektor basis dengan nilai location quetiont > 1. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan kegiatan pada sektor listrik, gas dan air bersih sehingga penyerapan tenaga kerja pada sektor ini mengalami peningkatan. Sektor pengangkutan dan komunikasi juga dikategorikan sebagai sektor basis karena mempunyai nilai location quetiont > 1. Hal ini terjadi karena kebutuhan masyarakat akan sarana angkutan dan sarana komunikasi yang semakin meningkat, sehingga banyak terjadi penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Hal yang sama terjadi pada sektor jasa-jasa yang pada awalnya berada pada sektor non basis dengan nilai location quetiont < 1 dan mengalami peningkatan yang berarti sehingga pada tahun 2004 memiliki nilai location quetiont > 1 dengan besaran nilai 1,067 sehingga dikategorikan sebagai sektor basis dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Soppeng. Sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2004 memiliki nilai location quetiont < 1, sehingga sektor ini dikategorikan sebagai sektor non basis. Hal ini terjadi karena memang daerah Kabupaten Soppeng yang sangat minim dengan bahan-bahan mineral dan tambang sehingga peranan sektor pertambangan dan penggalian terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Soppeng masih lemah. Sektor industri pengolahan memiliki nilai location quetiont pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2004 berada pada nilai < 1, yang menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan di Kabupaten Soppeng dikategorikan sebagai sektor non basis sehingga dapat dikatakan bahwa sektor industri pengolahan hanya mampu melayani kebutuhan di daerah Kabupaten Soppeng. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memiliki nilai location quetiont < 1, sehingga sektor ini dikategorikan sebagai sektor non basis. Laju peranan sektor ini hingga akhir tahun analisis masih didominasi oleh sub sektor perdagangan, namun sub sektor hotel dan restoran kurang memberikan kontribusinya terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Soppeng karena masih kurangnya kegiatan dalam bidang usaha tersebut. Demikian pula halnya dengan sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memliki nilai location quetiont < 1 sehingga sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor non basis di Kabupaten Soppeng. Dengan demikian, maka sektor-sektor tersebut masih lemah dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Soppeng. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis yang dikemukakan pada bab sebelumnya , maka kesimpulan yang diperoleh adalah sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor basis dalam empat titik tahun pengamatan (1990, 1995, 2000, dan 2004) berdasarkan indikator PRBB dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Soppeng, yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa berdasarkan indikator PDRB, sedangkan sektor lainnya merupakan sektor non basis. Hal yang sama jika berdasarkan indikator penyerapan tenaga kerja, yang merupakan sektor basis, yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan saran, yaitu pengembangan sektor basis sebaiknya dilakukan secara beriringan, agar terjadi penguatan struktur ekonomi yang seimbang, baik pada sektor pertanian, sektor industri maupun sektor jasa, mengingat masing-masing sektor tersebut saling terkait dalam memenuhi pertumbuhan dan perkembangan PDRB di Kabupaten Soppeng. Sedangkan sektor non basis perlu dilakukan peningkatan peranan sektor dengan tetap mengacu pada kondisi wilayah dan perekonomian Kabupaten Soppeng di masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 1989. Beberapa Dimensi Ekonomi Regional, Universitas Hasanuddin, Makassar. ---------------, 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta. Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta. Azis, Iwan Jaya, 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Badan Pusat Statistik Kab. Soppeng, 2005. Soppeng dalam Angka. ----------------, 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Soppeng. Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2005. Sulawesi Selatan dalam Angka. Boediono, 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi I, BPFE, Yogyakarta. Brown, H.J., 1969. Shift and Share Projection of Regional Economic Growth : An Empirical Test, Journal of Economic Science (terjemahan). Djojohadikusumo, Sumitro, 1994. Perkembangan Potensi Ekonomi Dasar Teori Pertumbuhan dan Pembangunan, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Glasson, Jhon, 1990. Pengantar Perencanaan Regional (terjemahan oleh Paul Sihotang), Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Hadeyang, Sharma, 2002. Analisis Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis, Tidak dipublikasikan. PPS UH, Makassar. Jhingan, M. L., 1999. The Economics of the Development and Planning (terjemahan D. Guritno). CV. Rajawali, Jakarta Mardiasmo, 1999. Otonomi Daerah. Makalah pada Seminar Promoting Good Governance. FE UGM, Yogyakarta. Muana, Nanga, 2001. Makro Ekonomi, Teori, Masalah dan Kebijakan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Prayitno, Hadi dan Budi Santosa, 1996, Ekonomi Pembangunan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahardja, Dwam. M., 1984. Tranformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. UI Press, Jakarta. Richardson, H., 1997. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional (terjemahan Paul Sihotang). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Sagir, Soeharsono, 1982. Kesempatan Kerja dan Ketahanan Nasional dan Pembangunan Indonesia Seutuhnya. Alumni, Bandung. Simanjuntak, P. J., 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan, Edisi Kedua. Kencana, Jakarta. Swasono, Yudo, 1983. Metode Perencanaan Tenaga Kerja Tingkat Nasional. BPFE, Yogyakarta. Todaro, P. Michael, 1997. Ekonomi Indonesia, Fakta dan Tatanan dalam Era Liberalisasi . Kanisius, Yogyakarta. Yunus, Muhammad, 2006. Pembangunan Pertanian dan Perikanan sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia. Makalah pada Seminar Regional dan Diskusi Terfokus ISEI. Makassar.