BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Dasar – Dasar Asuransi Masa depan

advertisement
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Dasar – Dasar Asuransi
Masa depan penuh ketidakpastian, setiap saat dapat terjadi peristiwa yang
tidak diinginkan dan mengakibatkan kerugian, yang dikenal sebagi risiko.
Terdapat berbagai definisi risiko, antara lain (Henriarso, 2008):
1)
Merupakan ketidakpastian mengenai kejadian yang akan datang
2)
Merupakan keraguan atau ketidakpastian hasil dalam suatu situasi yang
telah ditetapkan semula
3)
Merupakan penyimpangan dari peristiwa yang diharapkan terjadi pada
masa mendatang
Hazard, adalah keadaan atau kondisi yang dapat menimbulkan atau
memperbesar kemungkinan terjadinya kerugian (Henriarso, 2008). Macammacam hazard:
1)
Physical Hazard, berhubungan dengan aspek fisik dari suatu obyek yang
dapat memperbesar terjadinya kerugian.
2)
Moral Hazard, berhubungan dengan sikap dan perilaku negatif dari
seseorang yang cenderung akan mengakibatkan kerugian pada pihak lain
3)
Morale Hazard, berhubungan dengan sikap sembrono dari seseorang
4)
Legal Hazard,
berhubungan dengan aspek-aspek hukum yang dapat
menimbulkan tuntutan dari pihak yang dirugikan.
13
Asuransi merupakan salah satu cara untuk memproteksi risiko (Henriarso,
2008), yang mengandung unsur:
1)
Adanya risiko
2)
Pembiayaan untuk menanggulangi risiko
3)
Dilakukan secara gotong-royong
Tujuan asuransi (Henriarso, 2008), dilihat dari:
1)
Aspek ekonomi, bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian melalui
pemindahan dan kombinasi risiko
2)
Aspek hukum, bertujuan untuk memindahkan risiko melalui pembayaran
premi yang dituangkan dalam kontrak asuransi
3)
Aspek bisnis, bertujuan untuk meminimalkan kerugian melalui pemindahan
risiko kepada badan usaha yang khusus menangani risiko
4)
Aspek sosial, bertujuan untuk memikul kerugian secara kolektif.
5)
Aspek matematika, bertujuan untuk meramalkan dan mendistribusikan
kerugian.
2.2
Jaminan Sosial
Sistem jaminan sosial secara garis besar mengikuti dua metode, yaitu
asuransi sosial (social insurance) dan bantuan sosial (social assistance)
(Henriarso, 2008). Asuransi sosial adalah jaminan sosial yang diberikan kepada
para peserta asuransi berdasarkan premi yang dibayarkannya. Sistem asuransi
kesehatan dan pensiun adalah dua bentuk asuransi sosial yang umum diterapkan
di banyak negara. Bantuan sosial adalah jaminan sosial yang umumnya diberikan
14
kepada kelompok lemah dalam masyarakat yang meskipun tidak membayar premi
tetapi dapat memperoleh tunjangan pendapatan atau pelayanan sosial. Programprogram kesejahteraan sosial bagi anak-anak, penyandang cacat, lanjut usia
merupakan beberapa contoh bantuan sosial. Baik jaminan sosial yang berbentuk
asuransi sosial maupun bantuan sosial, secara umum dikelola dengan mengikuti
strategi dasar di bawah ini(Henriarso, 2008) :
1)
Universal dan selektifitas. Jaminan sosial yang bersifat universal diberikan
secara
menyeluruh kepada semua warga negara. Sedangkan jaminan
sosial selektifitas hanya diberikan kepada kelompok tertentu saja melalui
pentargetan (selektifitas), misalnya kelompok miskin.
2)
In-cash dan in-kind. In-cash menunjuk pada jenis manfaat atau tunjangan
dalam jaminan sosial yang diberikan dalam bentuk uang (income transfer).
Sedangkan in-kind adalah jenis manfaat jaminan sosial yang berbentuk
barang atau pelayanan sosial (benefits in kind).
3)
Publik dan swasta. Jaminan sosial dapat diselenggarakan oleh negara
(publik) atau oleh lembaga-lembaga swasta yang umumnya berbentuk
Perseroan Terbatas.
Asuransi sosial memiliki kelebihan (Henriarso, 2008):
1)
Peserta memiliki hak untuk menerima manfaat (mengajukan klaim)
sebagai balasan atas premi yang dia bayar. Hak tersebut lebih kuat
daripada hak yang diberikan oleh sistem bantuan sosial.
15
2)
Berkaitan dengan sumber-sumber pendanaan, beban pembiayaan lebih
mudah diterima secara logis, karena beban asuransi dan tingkat manfaat
(pertanggungan) berhubungan erat.
3)
Tuntutan-tuntutan yang bersifat mementingkan diri sendiri, seperti “Saya
ingin lebih banyak manfaat, tetapi tidak ingin lebih banyak menanggung
beban premi” dapat dihindari.
Kelebihan bantuan sosial meliputi (Henriarso, 2008):
1)
Sistem ini menjangkau berbagai kalangan orang. Jika seseorang memenuhi
kondisi tertentu, dia dapat menerima manfaat terlepas dari apakah dia
turut memikul beban untuk mendapatkannya.
2)
Sistem ini dapat memenuhi kebutuhan secara lebih khusus.
3)
Sistem bantuan sosial mengandalkan pajak dengan mana antara pembayar
dan penerima seringkali tidak berkaitan.
Kelemahan asuransi sosial adalah kecenderungan terhadap keseragaman,
bentuk-bentuk manfaat yang tetap (fixed), dan kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan manfaat (the abuse of benefits). Kelemahan bantuan sosial adalah
cenderung menimbulkan ketergantungan dan meningkatkan pengeluaran fiskal.
2.3
Kualitas Layanan Elektronik (E-Servqual)
Salah satu tujuan perusahaan adalah menciptakan dan memelihara
pelanggannya. Hal ini bermakna bahwa untuk mencapai kesuksesan, perusahaan
harus mampu memastikan kebutuhan serta keinginan pelanggannya dan kondisi
tersebut tergambar di dalam layanan yang diberikan perusahaan (Taylor, 2001).
Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut perhatian lebih
16
kepada kebutuhan dan keinginan pesertanya serta berusaha memenuhi harapan
peserta dengan cara yang lebih unggul dan memuaskan dibandingkan pesaing
(Lesmana, 2008).
Kualitas layanan adalah pemahaman perusahaan tentang pelanggan agar
mampu menciptakan nilai unggul bagi pelanggan secara berkesinambungan
(Taylor, 2001). Setiap perusahaan berlomba-lomba meningkatkan layanan kepada
pelanggannya dengan tujuan untuk merebut pasar. Kualitas layanan merupakan
salah satu kunci sukses bagi perusahaan dalam menghadapi era kompetisi yang
semakin tajam (Lestari dan Mufattahah, 2009). Pelayanan yang berkualitas yang
diberikan kepada peserta dan calon peserta harus memiliki keunggulan kompetitif
dibanding kompetitor Jasa dikatakan berkualitas apabila jasa yang diterima relatif
lebih memuaskan daripada yang diharapkan pelanggan. Pentingnya meningkatkan
kualitas layanan adalah untuk menciptakan kepuasan pelanggan dengan
menjadikan pelanggan sebagai fokus utama (Lesmana, 2008). Konsep kualitas
layanan secara umum mencakup perihal menentukan apakah layanan yang
dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan. Kualitas layanan merupakan sebuah
elemen kritikal dari persepsi pelanggan (Edgar dan Fuchs, 2009).
Konsumen menilai kualitas layanan berdasarkan persepsi mereka dari hasil
teknis
yang
diberikan.
Secara
tradisional,
kualitas
layanan
telah
dikonseptualisasikan sebagai perbedaan antara harapan pelanggan tentang layanan
yang akan diterima dan persepsi kinerja jasa yang diterima (Akbar dan Parves,
2009). Menurut Asubonteng et al. (1996), kualitas layanan merupakan perbedaan
antara harapan pelanggan akan kinerja layanan sebelumnya terhadap umpan balik
17
layanan tersebut dan persepsi yang ditimbulkan ketika menerima layanan tersebut.
Cronin dan Taylor (1992) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai
kinerja aktual yang diberikan kepada pesertanya. Dalam ketiadaan ukuran yang
objektif, sebuah pendekatan yang tepat untuk memperkirakan kualitas dari suatu
perusahaan jasa adalah dengan mengukur kinerja dari jasa yang dipersepsikan
oleh konsumen (Cronin dan Taylor, 1992). Berdasarkan konsep kualitas jasa atau
service quality (Servqual) yang dikemukakan Parasuraman et al. (1988), kualitas
jasa pada dasarnya adalah hasil persepsi di dalam benak konsumen (perceived
service quality). Kualitas layanan yang dirasakan tersebut terbentuk di dalam
benak konsumen setelah membandingkan antara kinerja pelayanan yang mereka
terima dengan yang mereka harapkan. Perbandingan antara kinerja dan harapan
bisa memunculkan tiga kemungkinan, yaitu:
1)
Kinerja lebih besar daripada harapan konsumen yang berarti konsumen
merasa sangat puas dengan kualitas jasa yang diberikan perusahaan;
2)
Kinerja lebih kecil daripada harapan konsumen yang berarti harapan
konsumen terhadap kualitas jasa perusahaan tidak tercapai; atau
3)
Jika kinerja sama dengan harapan konsumen terhadap kualitas jasa dapat
dikatakan bahwa konsumen puas.
Servqual diidentifikasikan oleh Parasuraman et al. (1988) menjadi lima
dimensi pegangan konsumen dalam melakukan penilaian terhadap kualitas
layanan perusahaan jasa. Adapun dimensi-dimensi tersebut, meliputi bukti fisik
(tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan
(assurance), serta kepedulian (empathy).
18
1)
Bukti fisik (tangibles), merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan serta keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari layanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi
komunikasi.
2)
Kehandalan (reliabiliy), merupakan kemampuan untuk melakukan
pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, konsisten, dan
memuaskan.
3)
Ketanggapan (responsiveness), merupakan kemampuan untuk menolong
pelanggan serta ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan cepat dan
baik.
4)
Jaminan
(assurance),
merupakan
kemampuan
karyawan
untuk
menciptakan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah
dikemukakan kepada pelanggan.
5)
Kepedulian (empathy), merupakan rasa peduli dalam rangka memberikan
perhatian secara pribadi kepada pelanggan.
Begitu banyak penelitian akademik terkait pengukuran kualitas layanan
dan Servqual telah terbukti menjadi model yang banyak digunakan dalam
berbagai organisasi jasa untuk mengukur kualitas pelayanan (Siddiqi, 2011). Akan
tetapi, banyak peneliti menyatakan bahwa keseluruhan dimensi dari Servqual
tradisional belum mampu mengukur kualitas layanan elektronik karena sifatnya
yang spesifik (Kassim dan Abdullah, 2010), sedangkan konseptualisasi yang
19
dipergunakan antara peneliti satu dengan peneliti lainnya sangat bervariasi dan
tergantung pada fokus penelitian serta sifat dari situs web yang digunakan dalam
penelitian (Herington dan Weaven, 2007).
Sanjaya (2012) menyatakan bahwa Webqual merupakan salah satu metode
atau teknik pengukuran kualitas websites berdasarkan persepsi pengguna akhir.
Metode ini merupakan pengembangan dari Servqual yang dimulai sejak tahun
1998 dan telah mengalami beberapa interaksi dalam penyusunan dimensi dan
butir pertanyaannya. Versi terakhir dari penilaian kualitas layanan websites ini
adalah Webqual 4.0 yang terdiri atas tiga dimensi, yaitu kegunaan, kualitas
informasi, dan kualitas interaksi.
1)
Kegunaan, merupakan kualitas yang berkaian dengan desain websites,
misalnya penampilan, kemudahan penggunaan, navigasi, serta tampilan
yang disampaikan kepada pengguna.
2)
Kualitas informasi, merupakan kualitas isi websites, kesesuaian informasi
untuk keperluan pengguna seperti akurasi, format, dan relevansi.
3)
Kualitas interaksi layanan, merupakan kualitas interaksi yang dialami
pengguna ketika mereka mempelajari lebih dalam suatu websites,
diwujudkan oleh kepercayaan dan empati, misalnya masalah transaksi dan
keamanan informasi, pengiriman produk, personalisasi, dan komunikasi
dengan pemilik websites.
Kritik lain atas kurangnya validasi empiris skala kualitas layanan
elektronik, misalnya penelitian Yang dan Peterson (2004), memilih item yang
dikembangkan dari literatur kualitas layanan tradisional serta antarmuka manusia
20
dan komputer, yang mungkin tidak mengekspos multidimensional sebenarnya dari
kualitas layanan elektronik. Sumber terbesar dari kritik berkaitan dengan studi
masa lalu yang telah difokuskan pada evaluasi kualitas situs web daripada dimensi
kualitas seluruh layanan (Collier dan Bienstock, 2006 dalam Herington dan
Weaven, 2007).
Rahardjo (1999) mendefinisikan e-commerce sebagai satu set dinamis
teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, pelanggan
dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang,
pelayanan, serta informasi yang dilakukan secara elektronik. Zeithaml et al.
(2002) menemukan dimensi kualitas layanan elektronik atau E-Servqual yang
didasarkan atas skala dimensi kualitas layanan tradisional (Servqual) yang telah
dikembangkan sebelumnya. Zeithaml et al. (2002) mendefinisikan E-Servqual
sebagai suatu tingkat bagaimana sebuah website secara efektif dan efisien
memfasilitasi pelanggan dalam hal berbelanja, melakukan pembelian dan proses
penyerahan dari produk dan jasa. Pada penelitian yang dilakukan, dapat
diidentifikasi sebelas dimensi E-Servqual (Kassim dan Abdullah, 2010):
1)
Kehandalan (reliability), yaitu mengkoreksi fungsi teknikal dari situs dan
keakuratan dari layanan yang dijanjikan (memiliki persediaan item,
penyerahan terhadap apa yang dipesan, penyerahan seperti yang
dijanjikan), tagihan, serta informasi produk.
2)
Ketanggapan (responsiveness), yaitu respon yang cepat dan kemampuan
untuk membantu jika terdapat masalah atau pertanyaan dari pelanggan.
3)
Akses (access), yaitu kemampuan untuk menemukan situs secara cepat
21
dan untuk menjangkau perusahaan ketika dibutuhkan.
4)
Fleksibelitas (flexibility), yaitu pilihan dalam cara pembayaran, pengiriman
pesanan, pembelian, pencarian, dan pengembangan item.
5)
Kemudahan navigasi (ease of navigation), yaitu dimaksudkan bahwa situs
mengandung fungsi yang dapat membantu pelanggan dalam menemukan
apa yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan, termasuk fungsi
pencarian yang baik dan mengijinkan pelanggan untuk melakukan
manuver secara mudah dan cepat berbalik arah atau maju di halamanhalaman situs.
6)
Efisiensi (efficiency), yaitu situs mudah digunakan, terstruktur dengan
baik, dan berisi informasi minimum yang dibutuhkan pelanggan sebagai
masukan.
7)
Jaminan atau kepercayaan (assurance or Trust), yaitu keyakinan dari
pelanggan untuk melakukan persetujuan dengan situs dan berdasarkan
reputasi dari situs tersebut terhadap produk atau jasa yang dijual harus
jelas serta informasi yang dipresentasikan adalah benar.
8)
Kemanan atau privasi (security or privacy), yaitu tingkat di mana
pelanggan percaya bahwa situs perusahaan aman dari gangguan dan
terdapat perlindungan terhadap informasi pribadi.
9)
Pengetahuan harga (price knowledge), yaitu tingkat di mana pelanggan
dapat menentukan harga pengiriman, harga total, dan harga perbandingan
selama proses belanja.
10)
Estetika situs (site aesthetics), yaitu tampilan dari situs websites.
22
11)
Kustomisasi atau personalisasi (customization or personalization), yaitu
seberapa mudah situs dapat dikhususkan secara individual sesuai prioritas
pelanggan, sejarah, serta cara belanja.
Penelitian lebih lanjut terkait E-Servqual telah beralih ke dimensi atau
komponen dari kualitas pelayanan dalam e-commerce, yang menggunakan
dimensi kemudahan atau kesenangan penggunaan (ease of use), desain website
(web design), personalisasi atau kustomisasi (personalization or customization),
ketanggapan (responsiveness), serta jaminan (assurance). Efek dari dimensidimensi pada kepuasan pelanggan(yaitu baik sebagai anteseden maupun mediator
terhadap loyalitas) telah dikonsep dengan baik (Kassim dan Abdullah,2010)
Dimensi kemudahan penggunaan (ease of use) merupakan elemen penting
dari pemakaian teknologi komputer oleh pelanggan, khususnya bagi pengguna
baru. Dimensi ini mencakup fungsi, aksesibilitas informasi, kemudahan
pemesanan, serta navigasi. Kemudahan Penggunaan juga didefinisikan sebagai
sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas
dari usaha (Jogiyanto, 2007). Ho dan Ko (2008) menyatakan bahwa kemudahan
penggunaan dapat didefinisikan sebagai faktor di mana aktivitas self-service di
dalam layanan elektonik menyediakan proses yang jelas dan sederhana untuk
memastikan pelanggan dapat menggunakannya secara efektif. Persepsi individu
berkaitan dengan kemudahan dalam menggunakan teknologi merupakan tingkat di
mana individu percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan bebas dari
kesalahan. Persepsi ini kemudian akan berdampak pada perilaku pelanggan, yaitu
semakin tinggi persepsi seseorang tentang kemudahan menggunakan sistem,
23
semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan teknologi informasi (Anandarajan et al.,
2002). Menurut Davis (1989), pengertian perceived ease of use adalah tingkat di
mana seseorang meyakini bahwa penggunaan TI merupakan hal yang mudah dan
tidak memerlukan usaha keras oleh pemakainya. Konsep ini mencakup kejelasan
tujuan penggunaan TI dan kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan sesuai
dengan keinginan pemakai.
Alam dan Yasin (2009) menyatakan bahwa desain website berhubungan
erat dengan kepuasan pelanggan. Dimensi ini meliputi isi, organisasi, serta
struktur situs, yang secara visual menarik dan nyaman dipandang. Hal ini juga
diasumsikan bahwa antarmuka situs yang dirasakan langsung mempengaruhi
kepercayaan dari sistem. Artinya, kesan pertama dari sebuah situs web ritel sangat
mungkin mempengaruhi perkembangan kepercayaan dan komunikasi yang efektif
yang dapat memfasilitasi pemeliharaan kepercayaan pelanggan. Misalnya, elemen
grafis dari kegunaan atau desain isi yang paling mungkin untuk berkomunikasi
dalam pengaturan kepercayaan e-commerce.
Dimensi personalisasi merupakan bagian penting dari kualitas layanan
online (Zeithaml et al., 2002). Konsep personalisasi terdiri atas empat komponen
dalam pengaturan e-commerce, meliputi perhatian pribadi, preferensi, memahami
kebutuhan spesifik pelanggan, serta informasi mengenai modifikasi produk
tersebut. Dimensi personalisasi (personalization) atau dapat juga disebut
kustomisasi (customization) dari E-Servqual dapat juga dipahami sebagai dimensi
kepedulian (empathy) dari Servqual tradisional (Kassim dan Abdullah, 2010). Hal
ini mencerminkan sejauh mana informasi atau layanan disesuaikan untuk
24
memenuhi kebutuhan pengunjung individu.
Dimensi ketanggapan (responsiveness) dapat dipahami sebagai alat ukur
kemampuan perusahaan dan kesediaan untuk memberikan layanan yang cepat
ketika pelanggan memiliki pertanyaan atau masalah (Zeithaml et al., 2002).
Memahami kebutuhan pelanggan dan mengembangkan pelayanan berdasarkan
umpan balik yang responsif dapat meningkatkan kepuasan pelayanan dan juga
kepercayaan (Kassim dan Abdullah, 2010). Dimensi jaminan (assurance)
didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyampaikan kepercayaan dan
keyakinan. Keyakinan tersebut diwujudkan dengan mempercayakan segala proses
melalui web berdasarkan reputasi yang dimiliki oleh situs tersebut. Ketersediaan
peraturan keamanan menjadi tolak ukur jaminan yang dapat diberikan oleh web
perusahaan.
Di samping kemajuan teknis akan keamanan internet, seperti ilmu
membaca sandi, tanda tangan digital dan sertifikasi, pelanggan online masih
memperhatikan isu keamanan ketika menggunakan layanan online. Tingkat
kepercayaan konsumen berasal dari rasa aman akan gangguan atau kejahatan
dunia maya serta informasi pribadi yang terlindungi, yang melibatkan keyakinan
konsumen dalam merasakan keamanan terhadap situs berkaitan dengan reputasi
dari situs tersebut, perusahan pemilik situs, serta jasa atau produk yang dijual.
2.4
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Pemasaran
adalah
proses
mengelola
hubungan
pelanggan
yang
menguntungkan. Dua sasaran pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan
menjanjikan keunggulan nilai serta menjaga dan menumbuhkan pelanggan yang
25
ada dengan memberikan kepuasan (Kotler dan Armstrong, 2008:5). Menurut
Lovelock dan Wright (2008:96), kepuasan pelanggan merupakan reaksi emosional
jangka pendek pelanggan terhadap kinerja jasa tertentu. Pelanggan menilai tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah menggunakan jasa dan menggunakan
informasi ini untuk memperbaharui persepsi mereka tentang kualitas jasa, tetapi
sikap terhadap kualitas tidak bergantung pada pengalaman pakai pada informasi
dari mulut ke mulut atau dari iklan perusahaan. Namun, pelanggan harus benarbenar menggunakan suatu jasa untuk mengetahui apakah mereka puas atau tidak
dengan hasilnya. Oleh karena kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pascapembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,
netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. Ketika konsumen menggunakan produk
yang sudah dibelinya, apakah pembelian itu bersifat coba-coba atau pembelian
untuk pertama kalinya, mereka mulai mengevaluasi kinerja produk tersebut dan
kemudian membandingkan dengan harapannya. Hubungan antara apa yang
diharapkan konsumen dengan kinerja produk yang dirasakannya akan menentukan
tingkat kepuasannya. Ada tiga kemungkinan hasil yang diperoleh setelah evaluasi
tersebut (Schiffman dan Kanuk, 2008:507), yaitu:
1)
Kinerja produk memenuhi harapan konsumen, menyebabkan adanya
perasaan netral;
2)
Kinerja produk melebihi harapan konsumen, menyebabkan adanya kondisi
diskonfirmasi harapan positif (yang akhirnya menimbulkan kepuasan); dan
26
3)
Kinerja produk berada di bawah harapan konsumen, menyebabkan adanya
diskonfirmasi
harapan
negatif
(yang
akhirnya
menimbulkan
ketidakpuasan).
Dalam praktiknya, ketiga kemungkinan hasil tersebut umumnya
dikategorikan menjadi dua saja, yaitu pelanggan yang puas (untuk dua
kemungkinan hasil yang pertama) dan pelanggan yang tidak puas (Suprapti,
2010). Menurut Zeithaml dan Bitner (2006), kepuasan konsumen dipengaruhi
oleh empat hal, yaitu fitur produk dan layanan, emosi pelanggan, atribut
keberhasilan atau kegagalan layanan, serta persepsi dari ekuitas kejujuran.
1)
Fitur produk dan layanan
Kepuasan konsumen sangat dipengaruhi oleh evaluasi konsumen terhadap
fitur jasa. Fitur tergantung pada tipe jasa yang dievaluasi dari jasa yang
telah mengalami kritik dan saran.
2)
Emosi pelanggan
Emosi pelanggan juga dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap
kepuasan akan jasa yang dikonsumsi. Contoh emosi, misalnya suasana hati
pelanggan.
3)
Atribut keberhasilan atau kegagalan layanan
Atribut-atribut sebab akibat dari suatu kejadian juga mempengaruhi
persepsi tentang kepuasan pelanggan. Saat pelanggan mengalami kondisi
tak lazim saat mengkonsumsi suatu jasa, mereka cenderung mencari
penyebab dan memerikan penilaian mereka berdasarkan penyebab yang
dapat mempengaruhi kepuasan mereka.
27
4)
Persepsi dari ekuitas kejujuran kepuasan pelanggan dipengaruhi juga oleh
persepsi dari ekuitas kejujuran.
Kejujuran merupakan hal yang penting bagi persepsi kepuasan konsumen
atas barang atau jasa. Dalam konteks online, kepuasan didefinisikan sebagai
kepuasan pelanggan yang ditunjukkan melalui rasa hormat terhadap pengalaman
pembelian sebelumnya di masa lalu yang diberikan oleh perusahaan e-commerce
(Anderson dan Srinivasan, 2003). Supranto (2006) menyatakan bahwa instrumen
atau alat pengukuran kepuasan harus benar-benar dapat mengukur dengan tepat
persepsi dan sikap pelanggan. Jika alat ukur tersebut kurang baik maka tidak
dapat mewakili pendapat pelanggan. Keputusan berdasarkan informasi ini
mengganggu tercapainya sukses bisnis karena keputusan yang diambil bisa saja
salah. Sebaliknya, produk sebagai organisasi bisnis dengan informasi akurat
tentang persepsi pelanggan, akan dapat membuat keputusan yang lebih baik,
khususnya di dalam memberikan produk dan pelayanan yang lebih baik kepada
pelanggannya, sehingga pelanggan menjadi puas dan loyal.
Hubungan antara kualitas layanan dan loyalitas konsumen seperti
disampaikan oleh Parasuraman et al. (1988), yaitu kualitas layanan adalah sebuah
penilaian secara global, atau tingkah laku, yang berhubungan dengan layanan
yang unggul, sedangkan kepuasan dihubungkan dengan transaksi yang lebih
spesifik. Untuk dapat mempertahankan hubungan jangka panjang dengan para
pesertanya, perusahaan perlu menganut konsep kepuasan pelanggan.
2.5
Kepercayaan Pelanggan (Trust)
Zhang (2009) menemukan bahwa melakukan transaksi secara online
28
termasuk cara yang mudah dan canggih, akan tetapi kepercayaan konsumen
kepada perusahaan sangat rentan dan susah untuk didapatkan. Maka pemasar
harus mempercayakan pada suatu nama atau simbol yaitu merek guna
membangun hubungan. Merek disini sebagai pengganti kontak manusia dalam
berhubungan yaitu antara organisasi dan konsumen, dan kepercayaan mungkin
dapat dikembangkan dengan hal tersebut. Jasfar (2002), menyatakan kepercayaan
adalah perekat yang memungkinkan perusahaan untuk mempercayai orang lain
dalam mengorganisir dan menggunakan sumber daya secara efektif dalam
menciptakan nilai tambah. Adapun Mowen dan Minor (2008), mendeskripsikan
bahwa kepercayaan adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan
semua kesimpulan yang dibuat oleh konsumen tentang objek, atribut, dan
manfaatnya. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu di
mana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap. Menurut Hasan (2013)
Kepercayaan didefinisikan sebagai persepsi kepercayaan terhadap keandalan
perusahaan yang ditentukan oleh konfirmasi sistematis tentang harapan terhadap
tawaran perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa
penciptaan awal hubungan dan komitmen serta kelanjutannya didasarkan pada
kepercayaan. Untuk memastikan konsumen memiliki komitmen jangka panjang
kepada penyedia layanan online, perusahaan sering melihat melampaui kepuasan
untuk mengembangkan kepercayaan dalam rangka mengurangi risiko yang
dirasakan dari menggunakan layanan. Kepercayaan juga dilihat sebagai faktor
yang sangat penting dalam proses membangun dan mempertahankan hubungan
dalam layanan online. Perusahaan juga menghadapi tantangan dalam memperluas
29
penggunaan publik atas e-commerce. Pelanggan akan merasa perlu bahwa
informasi yang ditawarkan penyedia layanan bersifat rahasia dan tidak untuk
dijual kepada orang lain. Pelanggan harus percaya bahwa transaksi online aman.
Penelitian menunjukkan bahwa sampai 75 persen dari pembeli online tidak
menyelesaikan pembelian mereka di internet. Sebaliknya mereka menggunakan ecommerce untuk menemukan informasi produk dan menyelesaikan pembelian
mereka baik melalui telepon maupun dengan kunjungan ke lokasi toko (Kassim
dan Abdullah, 2010).
Kepercayaan didefinisikan sebagai keadaan psikologis yang menyusun
niat untuk menerima kerentanan berdasarkan ekspektasi niat atau perilaku lain.
Kepercayaan adalah katalis penting dalam membangun banyak hubungan
transaksional. Selanjutnya, percaya jika dikonseptualisasikan sebagai dimensi dari
model penerimaan teknologi, dapat juga dianggap memiliki pengaruh yang
mencolok pada kemauan pengguna untuk melakukan transaksi finansial dengan
informasi pribadi yang sensitif secara online (Kassim dan Abdullah, 2010).
Kepercayaan mengandung nilai bahwa merek yang kuat memberikan konsumen
penawaran dan pemahaman terkait risiko yang dirasakan terhadap pembelian dan
konsumsi suatu produk.
Konsumen yang percaya dengan suatu merek bersedia membayar harga
yang lebih tinggi atau premium dari nilai produk yang diinginkan (Horppu dan
Kuivalainen, 2008).
Dalam penelitian yang dilakukan Lichtenstein dan
Williamson (2006), pada konsumen bank di Australia menyatakan bahwa
kepercayaan sangat penting, karena memungkinkan terjadinya resiko tinggi.
30
Seiring maraknya kejahatan internet, seperti pembobolan akun (account hacking).
Konsep kepercayaan ini berarti bahwa peserta percaya terhadap kehandalan dalam
menjamin keamanan (security) dan kerahasiaan (privacy) akun peserta. Keamanan
berarti bahwa penggunaan sistem informasi tersebut aman, risiko hilangnya data
atau informasi sangat kecil, dan risiko pencurian (hacking) rendah. Kerahasiaan
berarti bahwa segala hal yang berkaitan dengan informasi pribadi pengguna
terjamin kerahasiaannya, serta tidak ada pihak ketiga yang dapat mengetahuinya.
Menurut Gerrard dan Cunningham (2003), pihak peserta meragukan aspek
Trustability pada kebijakan keamanan dan kerahasiaan (security and privacy
policy). Kepercayaan memiliki pengaruh yang signifikan pada keinginan peserta
untuk terlibat dalam transaksi finansial secara online dan pemberian informasi
yang bersifat rahasia (seperti kerahasiaan user id dan password). Dalam literatur
kualitas layanan, kepercayaan juga bisa dianggap sebagai kepercayaan atas
layanan itu sendiri (Parasuraman et al., 1985). Hubungan semacam itu sangat
penting untuk mengelola kepercayaan, karena pelanggan biasanya harus membeli
layanan sebelum mengalaminya. Hal ini terkait dengan isu-isu seperti keamanan
transaksi online, kepercayaan pelanggan dalam organisasi online, dan privasi.
Privasi, keamanan, dan etika adalah unsur penting dalam pengaturan e-commerce.
Tujuan penggunaan layanan online dapat dipengaruhi oleh persepsi
pengguna tentang kredibilitas keamanan dan privasi. Keamanan mengacu pada
perlindungan informasi atau sistem dari gangguan yang tidak bisa disanksikan.
Ketakutan akan rendahnya keamanan telah diidentifikasi di dalam studi-studi
terdahulu sebagai faktor yang paling mempengaruhi penggunaan layanan online.
31
Privasi, di sisi lain, mengacu pada perlindungan berbagai jenis data yang
dikumpulkan (dengan atau tanpa sepengetahuan pengguna) saat interaksi
pengguna dengan sistem online (Kassim dan Abdullah, 2010).
Pavlou (2001) menyatakan bahwa faktor kepercayaan dalam e-commerce
adalah perkiraan subyektif di mana konsumen percaya mereka dapat melakukan
transaksi online secara konsisten dan lebih lengkap sesuai dengan kebutuhan yang
diharapkan. Konsep kepercayaan dalam konteks ini adalah kepercayaan pada
penyelenggara transaksi online dan kepercayaan pada kelengkapan fitur layanan.
Upaya tinggi harus dilakukan oleh penyelenggara transaksi online agar
kepercayaan konsumen semakin tinggi, karena Trust mempunyai pengaruh besar
pada niat konsumen untuk melakukan transaksi secara online atau tidak
melakukannya. (Yee dan Faziharudean, 2010) terdapat tiga indikator kepercayaan
yang digunakan, meliputi:
1)
Integritas, merupakan persepsi konsumen bahwa perusahaan mengikuti
prinsip-prinsip yang dapat diterima seperti menepati janji, berperilaku
sesuai etika dan jujur.
2)
Kebaikan, yang didasarkan pada besarnya kepercayaan kemitraan yang
memiliki tujuan dan motivasi yang menjadi kelebihan untuk organisasi
lain pada saat kondisi yang baru muncul, yaitu kondisi di mana komitmen
tidak terbentuk.
3)
Kompetensi, merupakan kemampuan untuk memecahkan permasalahan
yang dihadapi oleh konsumen dan memenuhi segala keperluannya.
Doney dan Cannon (1997), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
32
mempengaruhi dalam proses terbentuknya kepercayaan antara lain: reputasi
perusahaan, besar-kecilnya perusahaan, saling menyenangi, baik antara pelanggan
dengan perusahaan maupun antara pelanggan dengan pegawai perusahaan.
2.6
Rekomendasi dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth)
Terciptanya kepuasan pelanggan juga dapat memberikan beberapa manfaat
antara lain: (a) hubungan antara pelanggan dan perusahaan menjadi harmonis; (b)
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang; (c) terciptanya loyalitas, dan
(d) membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (Tjiptono, 2007). Pelanggan
yang puas akan menjadi pelanggan pewarta yang memberitahukan orang lain
tentang pengalaman baik mereka dengan produk tersebut (Word of Mouth).
Harrison-Walker dalam Brown et al. (2005), menyatakan bahwa Word of Mouth
(WOM) merupakan sebuah komunikasi informal diantara seorang pembicara yang
tidak komersil dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah merek,
produk, perusahaan atau jasa. Word of Mouth dapat diartikan sebagai aktifitas
komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer
akan bercerita kepada orang lain tentang pengalamannya dalam proses pembelian
atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Pengalaman customer tersebut dapat
berupa pengalaman positif ataupun pengalaman negatif (Davidow, 2003).
Pengaruh seseorang dalam Word of Mouth sangat kuat karena informasi
dari sumber Word of Mouth relatif dipercaya dan terpercaya, selain itu bisa
mengurangi resiko dalam keputusan pembelian. Dimensi Word of Mouth menurut
Rosiana (2011) :
33
1)
Cerita positif, adalah keinginan konsumen untuk memberitakan atau
menceritakan hal-hal positif mengenai produk yang dikonsumsinya kepada
orang lain.
2)
Rekomendasi,
adalah
keinginan
konsumen
untuk
memberikan
rekomendasi kepada orang lain yang membutuhkan informasi mengenai
produk yang berkualitas.
3)
Ajakan, adalah kesediaan konsumen untuk mengajak orang lain agar
menggunakan produk yang telah dikonsumsinya.
Harrison-Walker (2001) menyatakan bahwa kualitas jasa merupakan salah
satu variabel yang dapat mempengaruhi Word of Mouth. Penelitian ini
menyatakan
bahwa
kualitas
jasa
secara
positif
berpengaruh
terhadap
kecenderungan pelanggan untuk melakukan Word of Mouth. Brown et al. (2005),
menyatakan ketika seorang pemasar mampu menawarkan tingkat kepuasan yang
masimal kepada konsumen, makan konsumen akan memiliki kecenderungan
untuk melakukan positif Word of Mouth. Brown et al. (2005), juga menyatakan
bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan pelanggan dan Word of Mouth.
Download