HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KREATIVITAS REMAJA PUTRI SMK NEGERI 1 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Sebagai SyaratSyarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Strata Satu (S1) Psikologi Disusun oleh : ANNY ANGGRAENI 01 320 030 1 2 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KREATIVITAS REMAJA PUTRI SMK NEGERI I DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA Disetujui tanggal : Dosen Pembimbing (Dr. Sukarti) 3 HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KREATIVITAS REMAJA PUTRI SMK NEGERI I DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA Anny Anggraeni Sukarti RR. Indah Ria INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara konformitas dengan kreativitas pada remaja putri SMK Negeri I Depok. Hipotesisi penelitian yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara konformitas dengan kreativitas pada remaja putri SMK Negeri I Depok Sleman Yogyakarta. Subjek penelitian adalah siswi kelas II Akuntasi yang berusia antara 15-18 tahun atau remaja tengah. Skala yang digunakan yaitu skala konformitas yang di modifikasi dari skala yang disusun oleh Siahaan (2001) yang mengacu pada teori Furhmann dan Cialdini yang berjumlah 33 aitem. Tes Kreativitas yang digunakan adalah tes kreativitas verbal dari Munandar. Tes tersebut terdiri atas enam subtes dengan masing-masing subtes terdiri dari 4 aitem. Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara konformitas dengan kreativitas remaja putri. Korelasi Spearman’s rho menunjukkan korelasi sebesar r = -0,364 yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara konformitas dengan kreativitas. Jadi hipotesis peneliti diterima. Kata Kunci: Konformitas, Kreativitas 4 Latar Belakang Masalah Kreativitas merupakan salah satu potensi dan kualitas diri yang perlu dikembangkan dan sangat dibutuhkan saat ini. Mengingat bahwa ada berbagai macam tantangan kehidupan dalam setiap bidang yang menuntut penyelesaian masalah dengan cara–cara baru atau dengan kata lain penyelesaian masalah secara kreatif. Ditambah lagi kondisi bangsa kita yang mengalami krisis seperti sekarang ini, sebagai generasi muda harus mampu menyumbangkan gagasan-gagasan yang bisa bermanfaat untuk banyak orang. Munandar (1999) menyebutkan bahwa kreativitas atau daya cipta memungkinkan munculnya penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya. Menurut Wycoff (2003), dunia sekitar berubah dengan sangat cepat. Begitu cepatnya sehingga manusia sering tidak sadar dan merasa seolah-olah berada di daerah baru. Daerah baru ini membutuhkan pendekatan dan cara penyelesaian yang baru dalam menghadapi tantangannya, yang kita namakan imajinasi dan kreativitas. Imajinasi dan kreativitas kita yang akan membuka pintu menuju kemajuan menuju produk baru dan pelayanan baru, menuju pasar dunia baru, menuju cara berkomunikasi yang baru, menghadirkan hal-hal yang lebih indah, lebih berirama, sekolah yang lebih baik, lapangan pekerjaan yang lebih banyak, dan akhir peperangan dan kelaparan. 5 Fakta menunjukkan masih banyak lulusan perguruan tinggi dinilai kurang dapat memenuhi tuntutan dunia kerja. Mereka hanya dapat menerapkan teknikteknik yang telah diajarkan, tetapi mereka tidak berdaya jika menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran-pemikiran atau pemecahan masalah secara kreatif. Selain itu juga masih banyak dari mereka yang tidak berhasil mencetuskan gagasan-gagasan kreatif atau karya-karya kreatifnya (Daruma 1997) . Hal ini dimungkinkan karena pendidikan formal pada umumnya masih lebih banyak melatih siswa-siswa dalam proses pemikiran yang rendah seperti kognisi dan ingatan, sedang proses pemikiran yang lebih tinggi seperti analisis, sintesis, evaluasi, kemampuan membuat prediksi, berfikir kreatif, serta sikapsikap yang memungkinkan siswa-siswa menghadapi masalah-masalah yang bukan rutin, justru kurang dikembangkan. Dalam hal ini peningkatan kreativitas anak di sekolah harus direalisasikan dengan melatih mereka dalam pengembangan proses berpikir kreatif yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswi SMK Negeri I Depok, mereka merasa bahwa selama ini sulit mengeluarkan kreativitasnya, salah satunya para siswa merasa takut jika mereka mengeluarkan ide-ide tidak diterima oleh teman-temannya, takut tidak dianggap bermutu dan dikatakan “sok pintar”. Oleh karena itu mereka lebih condong mengikuti perilaku yang sudah ada, aktivitas yang mereka lakukan menjadi cenderung mengikuti teman karena takut dikatakan kuno atau tidak kompak dengan teman dan takut tidak punya teman, sedangkan hasil wawancara peneliti dengan guru salah satu hal yang menghambat kreativitas siswa adalah mereka kurang diajarkan berpikir 6 yang logis alasannya sekolah ini adalah sekolah kejuruan oleh karena itu hal-hal yang di fokuskan lebih keketrampilannya. Selain itu keterangan yang diperoleh bahwa kreativitas siswi masih kurang dibidang ilmiah meskipun tidak dibawah standar normal, sehingga ketika dihadapkan pada sutau situasi dimana mereka harus menujukkan kemampuannya, mereka harus selalu didorong dan diberikan contoh terlebih dahulu. Menurut pendapat Gymnastiar (www.republika.com) mengatakan bahwa kemampuan kita untuk berkreasi, berinovasi dan menerobos hal-hal yang baru sebenarnya sangat luar biasa. Asalkan tidak terbelenggu oleh pendapat, sistem, dan lingkungan yang telah ada sebelumnya. Selain itu, kita harus selalu memulai sesuatu dengan perhitungan yang matang. Orang yang berpikir kreatif tidak selamanya dapat menjadi orang yang kreatif, kalau orang itu tidak mau menindak lanjuti ide, gagasan, konsep-konsep, pemikiran-pemikirannya, ke dalam tindakan yang nyata (Dariyo, 2004). Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemikir kreatif harus mau bersusah payah, bertindak dan melakukan aktivitas untuk mengaktualisasikan pemikirannya. Dalam upaya memupuk dan mengembangkan kreativitas diperlukan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas, baik yang bersumber dari diri individu maupun yang bersumber dari luar diri individu. Menurut Amabile (1983) mengemukakan faktor dari diri individu yang mempengaruhi kreativitas antara lain intelegensi, motivasi, kemandirian, kepercayaan diri dan disiplin diri, sedang faktor yang bersumber dari luar diri 7 anak adalah faktor lingkungan yang memberikan kondisi ada atau tidak adanya tekanan-tekanan sosial dilingkungannya. Gymnastiar (www.republika.com) juga berpendapat bahwa orang kreatif adalah orang yang tidak terbelenggu dengan pendapatnya sendiri. Tentu, terbuka dengan hal-hal baru tidak harus menjadikan kita mengikuti hal-hal baru tersebut. Kita bisa mengolahnya, menyaring hal-hal yang baik, dan menyesuaikan dengan nilai-nilai yang kita anut. Sementara kreativitas diteliti lebih tinggi tingkatannya pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, terutama setelah masa berlalunya masa kanak-kanak (Hurlock, 1990). Kemungkinan terjadinya karena adanya perbedaan perlakuan yaitu laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, mengambil resiko, dan inisiatif. Pendapat tersebut didukung oleh Haring dan Anderson (Daruma, 1997) mengemukakan bahwa dalam masyarakat, perempuan diberi kesempatan untuk lebih dependen, sehingga dalam proses perkembangannya selalu tergantung pada orang lain. Perlakuan sosial yang demikian mengakibatkan kreativitas anak perempuan kurang berkembang karena perlakuan-perlakuan terhadap mereka kurang mendukung kearah pemikiran yang kreatif, sehingga pada masa perkembangannya remaja putri hanya mengikuti pola-pola yang terdapat dilingkungannya. Menurut Amabile (Negara dkk, 2000) salah satu elemen kreativitas adalah gaya kepribadian yang terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: sensitif terhadap masalah, fleksibel, keaslian, bertanggung jawab terhadap perasaan, terbuka, 8 menerima dan mengonsultasikan sesuatu yang tampak berlawanan, mandiri, percaya diri, independen, gigih, spontan, rendah hati, dinamis. Menurut pendapat Hilgard dan Atkinson (Gandadiputra, 1980) ciri atau karakteristik orang-orang kreatif adalah bebas dalam berpikir dan bertindak, sehingga orang yang kreatif tidak menyukai kegiatan-kegiatan kelompok yang menuntut konformitas dan tidak mudah dipengaruhi oleh desakan-desakan sosial bila mereka telah yakin bahwa pendapatnya sendiri benar, kencenderungan untuk kurang dogmatis dan lebih relativistik dalam pandangan-pandangan hidupnya dibandingkan dengan orang-orang yang dinilai tidak kreatif, berkemauan untuk mengakui dorongan-dorongan dirinya yang tidak berdasarkan akal, menyukai halhal yang rumit dan baru, menghargai humor dan mereka mempunyai a good sense of humor, menekankan pentingnya nilai-nilai teorits dan estetik. Sebagai remaja, waktu lebih banyak dihabiskan dengan teman sesama remaja daripada dengan orang tua atau anggota keluarga lain, karena para remaja bersama-sama di sekolah dari pagi sampai siang, belum lagi kalau ada ekstra kurikuler, les, bahkan nonton bioskop atau ke mal bersama. Acara liburan pun seringkali dilewatkan untuk berekreasi juga bersama teman, seperti misalnya pergi camping atau berdarmawisata ke kota lain. Kelompok sebaya, dalam hal ini teman sekolah, sangat besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi selama masa remaja. Kelompok teman sebaya tidak hanya berfungsi sebagai sumber pelindung perasaan, tetapi juga membuat acuan perilaku sosial yang dapat diterima dan mengharapkan agar anggota-anggota kelompoknya dapat menyesuaikan diri dengan acuan-acuan tersebut. Kelompok 9 meminta agar anggota-anggota setia pada kelompok dan terikat pada tujuan kelompok yang telah ditetapkan. Interaksi yang intensif ini juga disertai oleh fenomena yang disebut peer pressure atau tekanan teman sebaya, tentunya bisa dirasakan betapa besar pengaruh teman sebaya dalam kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari cara berbicara, berpakaian, sampai bertingkah laku, kita tidak hanya mengikuti apa yang diajarkan dan diarahkan oleh orang tua di rumah, tetapi juga memperhatikan dan mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-teman sebaya (www.kompas.com) Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan salah satu faktor yang menyebabkan remaja putri kurang atau tidak kreatif salah satunya karena faktor konformitas. Ubaydillah (www.e-psikologi.com) mengatakan, konformitas adalah musuh utama kreativitas, lanjutnya terimalah kenyataan bahwa persoalan tertentu sudah tercipta sudut pandang kolektif tertentu tetapi yang tidak boleh diabaikan adalah kesempatan memunculkan sudut pandang pribadi terhadap persoalan tertentu. Dari penelitian diketahui bahwa konformitas merupakan salah satu pengaruh sosial yang turut mempengaruhi kreativitas individu. Hal ini dapat dijelaskan bahwa konformitas turut terbentuk salah satunya karena pengaruh dari aspek-aspek kepribadian individu, di antaranya adalah fungsi kognitif, fungsi emosi, dan motivasi, konsep diri, hubungan interpersonal, beserta sikap dan nilainilai individu (Krech dkk.1962). 10 Menururt Sears (1991) konformitas adalah bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena setiap orang menampilkan perilaku tersebut. Konformitas adalah usaha manusia untuk berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dengan mengubah persepsi, pandangan, sikap, atau perilaku pribadinya sesuai dengan tuntutan lingkungan, baik yang bersifat nyata maupun tidak nyata. Konformitas terjadi saat individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain disebabkan karena ada ataupun tidak adanya tekanan dari orang lain, maka individu cenderung menyamakan dirinya dengan orang lain sehingga menjadi sama dengan orang lain tersebut. Pada intinya konformitas dilakukan individu sebagai upaya untuk menjaga keharmonisan dan keselarasan dengan kelompok ataupun anggotaanggota kelompok lainnya. Penjelasan diatas mendukung penelitian yang dilakukan oleh Asch (Michener & DeLamater, 1999) hasil penelitannya menunjukkan bahwa konformitas lebih mudah terjadi pada wanita karena sifatsifat wanita pada umumnya seperti penurut, pasif, tunduk pada otoritas, mengalah dan enggan memunculkan konflik dalam upaya menjaga keharmonisan pada orang lain atau kelompoknya. Seperti terlihat Di Indonesia ini remaja usia SMP atau SMU melakukan konformitas dalam berbagai hal misal cara berpakaian. pola perilaku, bahasa , kegiatan kelompok, gaya yang sama. Selain itu pada remaja putri konformitas lebih mudah terjadi dalam penampilan fisik dan kegiatan kelompok. Mereka cenderung melakukan konformitas untuk mengikuti tren remaja masa kini karena jika tidak mengikutinya, remaja akan merasa berbeda dengan teman remaja sebayanya dan takut dianggap kuno, sehingga kemungkinan 11 kreativitas yang ada pada diri remaja akan tertekan oleh tren remaja yang berkembang pada saat itu. Keadaan ini juga didorong semakin banyaknya majalah-majalah remaja dan tayangan-tayangan di media audio visual yang isinya mengulas tentang masalah tren yang sedang berkembang dan gaya hidup para bintang. Hal itu telah menjadi acuan atau pedoman yang menjerat para remaja, kondisi tersebut menunjukkan remaja telah mengintimitasi gaya hidup dari kelompok maupun lingkungan sehingga kemampuan yang seharusnya dapat muncul atas kreativitas sendiri menjadi terlupakan. Dalam penelitian ini ingin mengetahui apakah remaja putri telah sedemikian konformnya dengan sikap, nilai atau perilaku ataupun tindakannya, yang berakibat membelenggu kreativitas. Jika memang demikian dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yakni sejauh mana pengaruh konformitas terhadap kreativitas remaja putri. HIPOTESIS Berdasarkan teori diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan negatif antara konformitas dengan kreativitas pada remaja putri SMK Negeri I Depok Sleman Yogyakarta. METODE PENELITIAN Variabel-variabel penelitian 1. Variabel Dependent : Kreativitas 2. Variabel Independent : Konformitas 12 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah remaja putri kelas dua SMK Negeri 1 Depok, Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini mempunyai karakteristik sebagai remaja awal dan remaja tengah berumur antara 15 – 18 tahun. Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur tes kreativitas verbal dan skala konformitas. Tes yang digunakan adalah Tes Kreativitas Verbal dari Utami Munandar, Tes Kreativitas Verbal ini terdiri atas enam subtes yang masingmasing subtes terdiri dari 4 aitem., sedangkan alat ukur skala konformitas peneliti memodifikasi dari skala konformitas yang disusun oleh Siahaan (2001) yang mengacu pada teori Furhman dan Cialdini, terdiri dari dua aspek (a) penyesuaian perilaku dengan perilaku kelompok (perubahan perilaku). Individu menyesuaikan perilakunya agar sama dengan perilaku kelompok dengan berpegang pada standar kelompok (b) perilaku standar kelompok (tekanan kelompok), ada tuntutan yang dirasakan individu dalam kelompok ketika mengetahui informasi dan norma yang berasal dari kelompok. Tuntutan ini dapat menjadi tekanan yang bersifat imajiner atau nyata bagi individu. METODE ANALISIS DATA Metode analisis data yang dugunakan untuk melihat hubungan antara konformitas dengan kreativitas adalah dengan menggunakan korelasi Spearman bila berdistribusi tidak normal dan linear. Apabila hasil statistik menunjukkan 13 distribusi normal dan linear maka digunakan korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis menggunakan perhitungan statistik dengan bantuan program komputer SPSS 11.00 for windows. HASIL PENELITIAN Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas dan kreativitas (r=–0.364, p<0.05) atau dengan kata lain ada hubungan negatif yang signifikan di antara kedua variabel tersebut, sehingga berarti hipotesis yang diajukan diterima, yaitu semakin rendah tingkat konformitasnya semakin tinggi kreativitasnya, demikian pula sebaliknya, semakin tinggi konformitasnya semakin rendah pula kreativitasnya. PEMBAHASAN Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas dan kreativitas (r=–0.364, p<0.05) atau dengan kata lain ada hubungan negatif yang sangat signifikan di antara kedua variabel tersebut, berarti hipotesis yang diajukan diterima Amabile (Negara.S.C, 2002) menyatakan bahwa salah satu aspek kepribadian individu yang turut mempengaruhi kreativitas adalah independent dimana orang kreatif mengabaikan konformitas. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Hilgard dan Atkinson (Gandadiputra, 1980), tentang salah satu ciri atau karakteristik orang-orang kreatif adalah bebas dalam berpikir dan bertindak, sehingga orang yang kreatif tidak menyukai kegiatan-kegiatan kelompok yang 14 menuntut konformitas dan tidak mudah dipengaruhi oleh desakan-desakan sosial bila mereka telah yakin bahwa pendapat-pendapatnya sendiri benar. Karakteristik ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Evans (1991), Csikszentmihalyl (1996), dan Parkin (2000) yang mengatakan bahwa salah satu karakteristik yang berkaitan dengan kreativitas adalah tidak mudah untuk melakukan konformitas. Hal ini terjadi karena orang-orang yang mudah melakukan konformitas cenderung kurang fleksibel dalam berpikir, sering menekan emosinya, menghindari situasi yang mendukung kreativitas, kurang percaya diri, kurang mempunyai ide, dan lebih mengutamakan keamanan untuk dirinya dan menjaga penerimaan orang lain terhadap dirinya. Dalam penelitian ini, sumbangan efektif konformitas mempengaruhi kreativitas hanya sebesar 16,5%. Disimpulkan bahwa terdapat 83,5% faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kreativitas remaja diantaranya, faktor motivasi baik dari keluarga, sekolah maupun masyarakat. Munandar (1988) mengatakan bahwa tanggung jawab orang tua ialah mengenal potensi setiap anak dan menciptakan suatu iklim atau suasana di dalam keluarga yang memupuk dan mendororng perwujudan potensi kreatif, lebih lanjut Munandar bahwa dilingkungan Sekolah Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, yang mendorong minat anak untuk ilmu pengetahuan dan untuk seni. Motivator dari masyarakat salah satunya dengan cara melakukan kegiatan–kegiatan yang merupakan prakarsa baik dari perorangan maupun kelembangan yang bertujuan mendorong pengembangan bakat dan kreativitas pribadi dari anggota masyarakat. 15 Hal ini didukung oleh pernyataan De Bono (Suharman, 2002), yang menyatakan bahwa perbedaan pokok antara orang kreatif dengan orang yang tidak kreatif terletak pada motivasinya. Pada dasarnya motivasi merupakan suatu keinginan, niat, kebutuhan, atau kemauan yang ada di dalam diri seseorang (Suharman, 2002). Hasil penelitian Pratitis.T.N (2002) yang membedakan antara motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik menunjukkan bahwa kedua motivasi tersebut mempengaruhi munculnya kreativitas, tetapi motivasi intrinsik cenderung lebih mampu memberikan dorongan dibandingkan motivasi ekstrinsik Faktor status ekonomi dan situasi tempat tinggal, keadaan rumah dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh suatu keluarga merupakan faktor yang dapat menunjang perkembangan intelektual anak. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Munandar (1982) membuktikan bahwa anak-anak yang datang dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi memungkinkan tingkat kreativitas yang lebih baik dari pada anak-anak yang berasal dari status sosial ekonomi yang lebih rendah, dalam penelitian ini subjek berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang beragam, sehingga dapat dikatakan ada sebagian siswi yang mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreativitasnya, tetapi ada juga siswi yang tidak mampu mengembangkan kreativitasnya karena benturan status ekonomi, walaupun tidak menutup kemungkinan ia dapat mengembangkan kreativitasnya tanpa harus ada fasilitas yang memadai. Faktor situasi tempat tinggal individu dan masyarakat yang kurang menghargai keunikan, kreativitas, maupun perbedaan akan sulit mengembangkan rasa kreatif individu. Yulistyowati (Suharman, 2000) 16 menemukan bahwa subjek yang bertempat tinggal di lingkungan yang berbeda (desa-kota) menunjukkan kreativitas yang berbeda. Faktor budaya seperti keterbukaan terhadap budaya yang berbeda dapat memberikan inspirasi bagi perkembangan kreativitas. Media budaya yang terbuka untuk semua orang dan pengaruh budaya setempat juga memiliki andil dalam mendorong individu menemukan kreativitasnya. Menurut Arieti (Munandar, 1980) rangsangan dan lingkungan kebudayaan tidak hanya harus tersedia , tetapi juga harus diingini dan mudah didapatkan. Faktor penghargaan terhadap orang kreatif. Budaya di Indonesia cenderung menanamkan untuk tidak menonjolkan diri dalam berprestasi, yang berkaitan dengan perasaan superior atau sombong. Namun dalam hal ini penghargaan terhadap individu kreatif adalah penting agar individu merasa dihargai sebagai orang yang produktif dalam menghasilkan sesuatu. Areti (Munandar, 1980) mengungkapkan bahwa insentif dari luar dapat meguatkan motivasi untuk berprestasi tidak terutama karena hadiahnya, tetapi karena hadiah tersebut melambangkan penghargaan terhadap si pencipta. Faktor pendidikan orang tua, dari beberapa penelitian dapat disimpulkan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin besar pula kemungkinan mereka untuk menciptakan lingkungan yang dapat menstimulusi perkembangan kreativitas ( Hurlock.1990,. Munandar. 1982). Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan diantaranya pelaksanaan tes yang tidak sesuai prosedur, karena keterbatasan waktu dan ruangan yang disediakan oleh pihak sekolah maka penelitian ini dilakukan secara 17 klasikal. Pelaksanaan tes secara klasikal ini sebenarnya sangat tidak menguntungkan karena membuka peluang bagi subyek untuk melihat jawaban subyel lainnya. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa konformitas bukanlah satusatunya faktor yang berpengaruh terhadap kreativitas. Masih banyak faktor diluar faktor-faktor yang telah diuraikan yang belum diperhitungkan dalam penelitian ini yang masih memerlukan pengkajian lebih mendalam pada penelitian selanjutnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ada hubungan antara konformitas dengan kreativitas pada remaja putri SMK Negeri I Depok Sleman Yogyakarta, hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan yang arahnya negatif antara konformitas dengan kreativitas pada remaja putri SMK Negeri I Depok Sleman Yogyakarta. Saran Mencermati bahwa kreativitas dan konformitas pada remaja putri SMK Negeri 1 Depok Sleman Yogyakarta dalam kategori sedang, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Saran kepada pihak sekolah Penelitian ini menunjukkan bahwa konformitas dapat mempengaruhi kreativitas oleh karena itu sebaiknya pihak sekolah tetap menjaga agar para siswa tidak mengalami konformitas yang berlebih, karena hal tersebut dapat 18 menghambat kreativitas, misalnya dalam proses belajar siswa selalu dilatih untuk berpikir kritis dan mandiri, untuk lebih menambah kreativitas siswa pihak sekolah bisa menyelengarakan kegiatan yang bisa merangsang kreativitas misalnya mengadakan program membaca, karena membaca dapat berperan mempertajam kreativitas, dengan membaca berarti menambah dan membuka wawasan baru dengan menyediakan waktu sekitar 15 menit, selajutnya siswa ditugaskan membuat rangkuman apa yang telah dibaca, selain itu pihak sekolah bisa mengiatkan kegiatan menulis baik berupa cerpen, puisi, karikatur dan yang lainnya yang dipajang di majalah dinding karena dengan begitu siswa dapat mengekpresikan ide-idenya. 2. Saran kepada peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai kreativitas dan konformitas, diharapkan untuk memperhatikan alat ukur yang digunakan, seperti skala yang harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman subyek penelitian dan disusun sedemikian rupa sehingga subyek penelitian dapat memberikan jawaban yang benar-benar sesuai dengan keadaan dirinya. Selain itu, melakukan persiapan pelaksanaan penelitian yang lebih matang meliputi kesepakatan waktu yang jelas dengan pihak sekolah misalnya pemilihan waktu, tempat penelitian, dan subyek penelitian sehingga hasilnya maksimal, selain itu dapat juga menggali faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kreativitas.