Islamic Economics and Banking in the 21 st Century

advertisement
FINAL COMMUNIQUÉ
SIXTH INTERNATIONAL CONFERENCE ON
ISLAMIC ECONOMICS AND FINANCE
Tema:
“Islamic Economics and Banking in the 21st Century”
24 Nopember 2005
Konferensi Internasional Ekonomi dan Keuangan Islam Ke-6 telah diselenggarakan
pada 21-24 Nopember 2005 di Jakarta dengan tema ”Ekonomi dan Perbankan Islam
di abad 21”. Konferensi ini diselenggarakan atas kerjasama Bank Indonesia, Islamic
Research and Training Institute – Islamic Development Bank (IDB), International
Association for Islamic Economics, Universitas Indonesia dan Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia (ISEI) Pusat. Konferensi ini merupakan keenam dari rangkaian konferensi
yang dimulai pada tahun 1976 di Makkah Al Mukarramah, Saudi Arabia.
300
peserta dari 38 negara telah membahas 30 makalah dengan berbagai topik terkait
dengan ekonomi, perbankan dan keuangan Islam.
Pembukaan konferensi dilaksanakan di Istana Wakil Presiden RI dan dibuka oleh
Bapak Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia. Wakil Presiden menekankan
pentingnya memformulasikan solusi praktis dalam ekonomi dan keuangan Syariah
yang dapat diimplementasikan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan sosial. Dr. Ahmad Muhammed Ali, Presiden IDB, menyatakan kembali
komitmen IDB dalam melanjutkan dukungan terhadap pengembangan ekonomi
dan
keuangan
Islam.
Burhanuddin
Abdullah,
Gubernur
Bank
Indonesia
menekankan pentingnya konferensi ini, dan juga konferensi sebelumnya dalam
pengembangan disiplin ekonomi dan keuangan Islam.
Konferensi dimulai pada tanggal 21 November 2005 dengan sesi pleno dipimpin
oleh Profesor Khurshid Ahmed, Ketua the Islamic Foundation dan Rektor Markfield
Institute of Higher Education. Dr. Mabid Ali Al-Jarhi, Presiden International
Association for Islamic Economics memberikan sambutan selamat datang dan
menguraikan tahap-tahap perkembangan keuangan Syariah serta cara-cara untuk
mencapai tahap berikutnya.
Dr. Muhammad Omer Zubair, mantan Rektor King Abdulaziz University dan Ketua
Konferensi mengingatkan para peserta akan pelajaran yang diambil dari konferensi
pertama di Mekkah pada tahun 1976. Maulana Ibrahim, Deputi Gubernur Bank
Indonesia dan Ketua Panita Pengarah (Steering Committee) menjelaskan tentang
program, lingkup dan tujuan konferensi. Dr. Munawar Iqbal, Sekretaris Jenderal
Konferensi menjelaskan tentang aspek teknis dan administratif terkait pelaksanaan
konferensi. Pada sesi awal tersebut, Dr. Abbas Mirakhor, Direktur Eksekutif IMF
memberikan keynote address yang menekankan pentingya membangun saling
percaya
dalam
membangun
keberlanjutan
pembiayaan
pola
bagi
hasil
(musyarakah) dalam sistem keuangan syariah.
Konferensi ini berisi beberapa sesi pleno dan paralel yang berisi pemaparan dan
diskusi intensif terhadap makalah yang terkait dengan keuangan Islam. Disamping
itu dilaksanakan pula sesi diskusi khusus membahas mengenai pengembangan
pengajaran ekonomi dan keuangan Syariah pada level univeristas dimana empat
universtas terkemuka memberikan pengalaman dan menawarkan berbagai
pemikiran dalam meningkatkan efektivitas pengajaran. Professor B.J. Habibi,
Mantan Presiden RI memberikan ceramah pada dinner lecture, yang birisi rincian
tentang perjalanan Indonesia dalam membangun ekonomi nasional, menekankan
potensi yang amat besar dan menggariskan pelajaran yang dapat diambil oleh
negara dan umat Islam dalam membangun perekonomian. Professor Khurshid
Ahmed memberikan ceramah dalam acara dinner lecture yang lain, dimana ia
menganalisa perkembangan ilmu ekonomi Islam selama 30 tahun terakhir dan
menyampaikan refleksinya terhadap arah pengembangan dan tantangan yang
dihadapi sistem kapitalisme global.
Sejumlah pokok pendapat disampaikan peserta dan rekomendasi yang dapat
disampaikan dari hasil konferensi adalah sebagai berikut:
1.
Perhatian yang lebih besar harus diberikan kepada metodologi ekonomi Islam.
Sesi khusus harus disediakan untuk subyek ini pada rangkaian konferensi
berikutnya.
2.
Industri keuangan syariah harus berusaha menghindarkan diri dari produk
yang tidak sejalan dengan tujuan syariah (maqasid syariah), yang karenanya
tidak disetujui oleh mayoritas (ijma) para ulama. Selain itu, perlu upaya
menghindari produk keuangan yang mendorong perilaku konsumerisme yang
didasarkan pada dalih untuk menyediakan pinjaman individual, atau transaksi
yang semata-mata memperdagangkan uang.
3.
Negara-negara Islam dihimbau untuk menyediakan kerangka hukum dan
kelembagaan yang mendukung penggunaan pembiayaan syariah musyarakah
dan mudharabah. Hal ini termasuk perlakukan pajak yang adil dari sistem
keuangan yang berdasarkan bunga dan non-bunga, serta menguatkan
kepastian hukum untuk kontrak keuangan.
4.
Bank dan lembaga keuangan syariah harus berjuang untuk memainkan peran
penting dalam mempercepat pembangunan ekonomi melalui keterlibatan
yang lebih besar dalam membiayai kegiatan industri dan pertanian, dengan
menerapkan pola bagi hasil dan cara yang tidak menghindari pembagian
risiko dengan para pengusaha.
5.
Pemerintah di negara Islam diminta untuk menciptakan lingkungan dimana
prinsip berbagi risiko dapat berkembang dan keuangan Syariah dapat
beroperasi secara kompetitif dan efektif berdasarkan perlakuan yang sama
dengan tipe keuangan lainnya. Pengaturan dan pengawasan perbankan perlu
disusun untuk mengakomodir keunikan bank dan lembaga keuangan syariah.
6.
Pemerintah negara Islam amat dihimbau untuk menggunakan skema
pembiayaan syariah dalam kegiatan mereka, dan menghindari pembiayaan
utang berbasis bunga serta ekspansi ekonomi yang berlebihan yang
menyebabkan sistem ekonomi negara terancam ketidakstabilan.
7.
Para akademisi diminta untuk memberikan perhatian yang seimbang kepada
semua cabang ilmu ekonomi Islam selain berkonsentrasi pada bidang
keuangan dan perbankan syariah yang sekarang ini sudah dikenal.
8.
Negara-negara Islam harus memberikan perhatian pada kebijakan dan
strategi pembangunan ekonomi mereka yang diambil dari ilmu ekonomi
Islam. Perhatian perlu diberikan kepada pembangunan yang berkelanjutan,
kemandirian, meningkatkan kondisi kesejahteraan kaum miskin dan yang
kurang beruntung. Keadilan sosial dan pengentasan kemiskinan harus
diberikan prioritas lebih tinggi.
9.
Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat harus diizinkan untuk bersaing
dalam
melaksanakan
penghimpunan
zakat
berdasarkan
aturan
pengungkapan dan transparansi yang ketat. Dana yang dihimpun dapat
disalurkan melalui bank syariah untuk memindahkan sumber-sumber yang
produktif kepada kaum miskin dalam bentuk proyek pembiayaan mikro untuk
mendorong mereka agar mampu keluar dari kemiskinan. Semua cara yang
Islami lainnya untuk melakukan re-distribusi harus digunakan untuk tujuan
yang tersebut.
10.
Dunia secara cepat didominasi oleh unit-unit besar dan blok ekonomi. Oleh
karena itu rencana serius dan praktis harus diformulasikan untuk membawa
ekonomi negara Muslim secara bertahap ke arah integrasi ekonomi dan
diimplementasikan secara sistematis.
11.
Para peserta mencatat bahwa transformasi dari ekonomi konvensional ke
ekonomi Islam pada level lembaga dan nasional mungkin dilakukan melalui
rencana yang sesuai dalam jangka waktu yang memungkinkan. Oleh karena
itu para peserta menghimbau kepada pemerintah dan lembaga-lembaga
terkait untuk mempertimbangkan perumusan dan penerapan rencana
tersebut.
12.
Sumberdaya manusia dengan keterampilan dan pengetahuan dalam ekonomi
dan keuangan syariah diperlukan agar lembaga ekonomi Islam dapat bekerja.
Oleh karena itu dipandang perlu meningkatkan dan mendukung pendirian
lembaga pendidikan dan pelatihan dibidang ekonomi dan keuangan syariah
yang mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang terampil tersebut.
13.
Pendidikan dan pelatihan dibidang keuangan syariah yang umumnya
dilakukan secara ad hoc, sehingga kedepan perlu diberikan secara sistematik
dengan menggunakan materi pelatihan yang dipersiapkan secara matang dan
didukung penggunaan teknologi informasi dan modul aplikasi komputer.
14.
Universitas-universitas Islam, lembaga pendidikan dan perusahaan bisnis
dihimbau untuk mendirikan entitas yang dapat menghasilkan buku teks dan
bahan pelatihan yang dapat diterima masyarakat akademisi dan praktisi.
15.
Para peserta menghimbau agar International Association for Islamic Economics
mengelenggarakan konferensi ekonomi Islam secara reguler dengan jangka
waktu tidak lebih 3 tahun. Selain itu, mereka juga menghimbau organisasi
lain yang menyelenggarakan konferensi tentang ekonomi dan keuangan
syariah untuk berkordinasi dengan Asosiasi tersebut untuk menghindari
duplikasi dan menjaga kualitasnya.
16.
Peserta memberikan penghargaan tinggi terhadap inisiatif Islamic Research
and Training Institute (IRTI) IDB untuk mempromosikan pengajaran ekonomi
dan keuangan syariah melalui berbagai cara termasuk pengajaran jarak jauh
dan konferensi video. IRTI-IDB karenanya diharapkan untuk meneruskan
programnya pada bidang ini dengan tambahan penekanan.
17.
Peserta mencatat undangan dan kesediaan dari King Abdulaziz University Jeddah untuk menjadi tuan ruma penyelenggaraan Konferensi Internasional
Ekonomi Islam ke-7 di Jeddah, Saudi Arabia pada tahun 2007. peserta
menyatakan penghargaan yang tinggi kepada universitas dimaksud dan
pemerintah Saudi Arabia, dan menghimbau International Association for
Islamic Economics dan IRTI-IDB untuk bekerjasama dengan universitas tersebut
guna mengusahakan agar konferensi itu dapat terlaksana dengan baik.
18.
Peserta menyatakan penghargaan yang mendalam kepada rakyat, pemerintah
dan Bank Indonesia karena telah menunjukkan keramahan yang tinggi dalam
pelaksanaan konferensi yang sukses ini. Panitia konferensi diminta untuk
menyatakan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dari para peserta
kepada Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia karena telah berkenan
membuka konferensi secara resmi di istana beliau.
Download