Case Report Session TUBERKULOSIS PARU Oleh : MEIDIANASER PUTRA, S.Ked 06120170 Pembimbing : Dr. DJUNIANTO, Sp.PD BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUBUK BASUNG 2011 TUBERKULOSIS PARU A. DEFENISI Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis B. BIOMOLEKULER MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS 1. Morfologi dan struktur bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex waves), terhalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat adalah asam lemak berantai panjang (C60–C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding bakteri tersebut adalah polisakarida. Stuktur dinding bakteri yng kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. 2. Biomolekuler Genom Mycobacterium tuberculosis mempunyai kandungan Guanin (G) dan Cytosine (C) terbanyak. C. EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Orgnization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency“. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta kasus dengan hasil BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk dunia maka terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 kasus per 100.000 penduduk. Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia Tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. D. PATOGENESIS Kuman Myccobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut dengan sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami nasib salah satu dari yang berikut ini : • Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali • Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus • Menyebar dengan cara : o Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya o Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan atau paru yang disebelahnya atau tertelan o Penyebaran secara hematogen dan limfogen, penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh spontan, tapin bila daya tahan tubuh menurun penyebaran dapat menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberculosis milier, meningitis tuberculosis. Penyebaran melalui hematogen dapat menyebabkan tuberculosis pada organ yang diserang tersebut seperti tulang, ginjal Semua kejadian diatas merupakan proses tuberculosis primer. Tuberculosis post primer muncul setelah bertahun-tahun kemudian setelah tuberculosis primer, biasanya terjadi pada umur 15-45 tahun. Bentuk tuberculosis inilah yang akan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. E. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan TA sputum a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah : i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif b. Tuberkulosis paru BTA (-) i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Myccobacterium tuberculosis positif 2. Berdasarkan tipe pasien (riwayat pengobatan sebelumnya) a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh, atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif c. Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai d. Kasus gagal adalah pasien BTA positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik f. Kasus bekas TB : • Hasil pemeriksaan BTA negative (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif atau foto serial menunjukkkan gambaran yang tetap. • Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorak ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi. F. DIAGNOSIS 1. Gejala TB a. Gejala Utama Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih b. Gejala tambah yang sering dijumpai : • Dahak bercampur darah. • Batuk darah • Sesak nafas dan rasa nyeri dada • Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun rasa kurang enak badan (malaise) berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan deman meriang lebih dari sebulan. Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis . Oleh sebab itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut diatas harus dianggap sebagai seorang “ Suspek tuberkulosis “ atau tersangka penderita TBC dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 2. Penemuan Penderita Tuberkulosis ( TB ) a) Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangkas penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu ( SPS ). b) Penemuan penderita tuberkulosis pada anak Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit sebagian besar diagnosis tiberkulosis anak didasarkan atas gambar klinis gambar radiologis dan uji tuberkulin. 3. Diagnosis TB (a) Diagnosis tuberkulosis pada orang Dewasa Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BAT hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rantgen tidak mendukung TBC maka pemeriksaan dahak SPS diulangi dan apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan lain misalnya biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu bila tida ada perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi pemeriksaan dahak SPS. • Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TBC BTA positif • Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TBC • Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC BTA negatif rontgen positif • Bila hasil rontgen tidak di dukung TBC penderita tersebut bukan TBC yang tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen dada. G. PENGOBATAN 1. Tujuan • Menyembuhkan penderita • Mencegah kematian • Mencegah kekambuhan • Menurunkan tingkat penularan 2. Prinsip pengobatan Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO ) 3. Jenis dan dosis OAT a) Isoniasid ( H ) Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. b) Rifampisin ( R ) Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister ) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu. c) Pirasinamid ( Z ) Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB. d) Streptomisin ( S ) Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari. e) Etambulol ( E) Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan : Tahap Intensif Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister ( dormant ) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan 4. Panduan OAT DI Indonesia WHO dan IUATLD (Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease) me-rekomendasikan panduan OAT Standar, yaitu : Kategori 1 : - 2HRZE / 4 H3R3 - 2HRZE / 4 HR - 2HRZE / 6 HE Kategori 2: - 2HRZES / HRZE /5H3R3E3 - 2HRZES / HRZE / 5HRE Kategori 3: - 2HRZ / 4H3R3 - 2 HRZ / 4 HR - 2HRZ / 6 HE Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3 Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3 Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan (HRZE). Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan. a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 ) Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z) dan Etambutol ( E ). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk : - Penderita baru TBC Paru BTA Positif - Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan - Penderita TBC Ekstra Paru berat. b) Kategori –2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 ) Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah pemderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk : - Penderita kambuh (relaps) - Penderita Gagal (failure) - Penderita dengan Pengobatan setelah lalai (after default) c) Kategori –3 ( 2HRZ / 4H3R3 ) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZ ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu ( 4H3R3 ). Obat ini diberikan untuk : - Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan - Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis) pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit, TB tulang ( kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar aderenal. d) OAT sisipan ( HRZE ) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan ILUSTRASI KASUS Anamnesis Seorang pasien laki-laki umur 80 tahun, dirawat di Bangsal Interne Pria Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Basung sejak tanggal 17 Juni 2011 dengan : Keluhan Utama : Sesak nafas yang meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat penyakit sekarang : • Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Sesak dirasakan saat beraktivitas dan beristirahat dan tidak dipengaruhi cuaca • Riwayat batuk-batuk yang tidak sembuh sejak 1 bulan yang lalu, berdahak (+), tidak berdarah • Pasien sudah berobat ke BP3 di Lubuk Alung dan sedang dalam pengobatan 6 bulan, dalam 1 bulan ini sudah 4 hari os tidak minum obat. Anak dan isteri pasien tidak tahu regimen terapi pasien • Riwayat demam yang tidak diketahui penyebabnya ada, demam tidak tinggi, hilang timbul • Riwayat keringat malam ada, tapi tidak menjadi perhatian orang sakit • Riwayat berat badan turun disangkal pasien • Riwayat badan terasa letih, lesu ada • Riwayat napas berbunyi menciut tidak ada • Pasien mengeluhkan kulitnya gatal, berbintik-bintik dan berwarna merah di seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu dan telah berobat tapi tidak sembuhsembuh • Buang air kecil tidak ada keluhan • Buang air besar tak ada keluhan, berak hitam tidak ada Riwayat Penyakit Dahulu : • Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga : • Tidak ada anggota keluarga pasien dan lingkungan yang menderita batukbatuk lama Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan : • Pasien adalah seorang petani • Merokok 2 bungkus / hari sejak umur 20 tahun dan telah berhenti sejak 2 bulan ini. Indeks Brinkman= 24 x 60 = 1440 perokok berat Pemeriksaan Fisik Tanda Vital : Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis cooperatif Tekanan Darah : 100/60 mmHg Frekuensi Nadi : 100 x / menit Frekuensi Nafas : 42 x / menit Suhu : 37,6° C Status Generalisata : Kepala : tak ditemukan kelainan Kulit : tampak bintik-bintik merah diseluruh tubuh Mata : konjuntiva tak anemis, sklera tak ikterik Leher : Kelenjar Getah Bening tak membesar Kelenjar thyroid tidak membesar JVP 5-2 cmH2O Thorax : normochest Pulmo I : simetris kiri dan kanan Pa : fremitus meningkat, kiri sama dengan kanan Pe : sonor kiri sama kanan Aus : bronkovesikuler, ronchi +/+ basah halus nyaring diseluruh lapangan paru dan ronchi basah kasar di basal paru sinistra, wh -/- Cor I : iktus tidak terlihat Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Pe : batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V, kanan linea sternalis dextra, atas : RIC II sinistra Aus : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2, bising (-) Abdomen : I : tak membuncit Pa : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) epigastrium, nyeri lepas (-) Pe : tympani Aus : Bising Usus (+) normal Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan Extremitas : edem -/-, reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/- Diagnosis Kerja : Suspect TB paru DD : Community Acquired Pneumonia Diagnosa Sekunder : Dermatitis Periksaan penunjang : Pemeriksaan darah, urine rutin Darah rutin : Urine rutin : Hb : 12, 4 gram/dl warna : kuning muda Leukosit : 11.200 /mm³ albumin: +1 Trombosit : 292.000 /mm³ bilirubin: negatif Hematokrit: 42% reduksi: reagen habis Eritrosit : 4.750.000/mm3 DC : 0/1/2/76/19/2 sedimen eritrosit : negatif leukosit : positif 2-5/LPB silinder Terapi : 1. O2 3L/i : negatif kristal : negatif sel epitel : positif 1-3/LPB 2. IVFD RL 8 jam/kolf 3. Ceftriaxone 2gram / 24 jam (IV) 4. Ranitidine 1 amp/12 jam 5. Ambroxol syr 3xC1 6. Paracetamol 3x500mg Rencana : 1. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leuko, trombo, LED) 2. Pemeriksaan darah lengkap 3. Pemeriksaan BTA sputum 3 porsi ( S-P-S ) 4. Roentgen thorax posisi PA Darah Lengkap Kimia Klinik : GDR: 69mg/dl Ur/Kr: 17,82/1,3 mg/dl T. Protein: 7,5 gr/dl Alb/Glb: 2,8/4,7 gr/dl SGOT/SGPT: 18/23 U/L BTA sputum 1. negatif 2. pot BTA habis Roentgen Thorax PA Gambaran : infiltrate seperti awan dengan batas tidak tegas di kedua lapangan paru Kesan TB paru Diagnosis : TB paru duplex Diagnosa Sekunder : Dermatitis FOLLOW UP Tanggal 20 Juni 2011 S/ batuk (+) berdahak Sesak nafas (+) Demam (+) O/ Kes TD CMC Nd Nf T 120/60 88 25 38,1 A/ TB paru duplex + dermatitis P/ cek sputum SPS jika pot sudah ada Terapi lanjut Tanggal 21 Juni 2011 S/ batuk (+) berdahak Sesak nafas (+) berkurang Demam (+) O/ Kes TD CMC Nd Nf T 130/60 100 22 38,3 A/ TB paru duplex + dermatitis P/ terapi lanjut + ciprofloxacin infus 2x200mg cek lab darah rutin Tanggal 22 Juni 2011 S/ batuk (+) berdahak Sesak nafas (+) berkurang Demam (-) O/ Kes TD CMC Nd Nf T 130/60 96 23 37,6 Hasil Lab darah: Hb 10,5 gr/dl Leukosit 11.600/mm3 Ht 34% Trombosit 281.000/mm3 A/ TB paru duplex + dermatitis P/ terapi lanjut Tanggal 23 Juni 2011 S/ batuk (+) berdahak Sesak nafas (+) berkurang Demam (+) O/ Kes CMC TD Nd Nf T 150/80 110 24 38 A/ TB paru duplex + dermatitis P/ terapi lanjut Tanggal 24 Juni 2011 S/ batuk (+) berdahak Sesak nafas (+) berkurang Demam (-) O/ Kes CMC TD Nd Nf T 130/90 100 23 36,8 A/ TB paru duplex + dermatitis P/ terapi lanjut DISKUSI Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 80 tahun di bangsal Interne RSUD Lubuk Basung pada tanggal 17 Juni 2011 dengan diagnosis TB Paru Duplex dan dermatitis. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesis yang didapat dari pasien dan keluarganya yaitu sesak nafas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak ini meningkat sejak 2 hari yang lalu, sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas, istirahat dan cuaca. Pasien juga mempunyai riwayat batuk-batuk sejak 1 bulan yang lalu, batuk berdahak tapi tidak berdarah. Riwayat demam yang tidak diketahui penyebabnya, tidak tinggi dan hilang timbul. Pasien juga sering berkeringat pada malam hari dan badan terasa letih dan lesu. Pasien telah berobat ke BP3 Lubuk Alung dan sedang dalam pengobatan 6 bulan, dalam 1 bulan ini sudah 4 hari os tidak minum obat. Anak dan isteri pasien tidak tahu regimen terapi pasien. Pasien adalah seorang petani dan mempunyai kebiasaan merokok, sesuai Indeks Brinkman, pasien digolongkan sebagai perokok berat. Pasien juga mengeluhkan gatal dan panas pada kulit badan dan anggota geraknya. Dari pemeriksaan fisik, pada kulit didapatkan papul-papul berwarna merah di seluruh tubuh pasien. Pada pemeriksaan paru didapatkan ronchi +/+ basah halus nyaring diseluruh lapangan paru dan ronchi basah kasar di basal paru sinistra. Pada pemeriksaan foto thorak didapatkan infiltrat seperti awan dengan batas tidak tegas, yang memberikan kesan TB paru duplex. Dari hasil pemeriksaan sputum S-P-S, hanya bisa dilakukan satu kali (dengan hasil negatif) karena pot botol sputum tidak ada. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, shift to the right, dan albiminuria. Pasien ini diterapi dengan O2 3L/i, IVFD RL 8 jam/kolf, ceftriaxone 2gram / 24 jam (IV), ciprofloxacin infus 2x200mg, ranitidine 1 amp/12 jam, ambroxol syr 3xC1, paracetamol 3x500mg. Pasien masih diterapi dengan antibiotik broadspectrum karena belum ditemukannya bakteri M. tuberculosis di sputum, tapi radiologis mendukung TB aktif. DAFTAR PUSTAKA 1. Alsagaff dkk, 2001. Dasar-dasar diagnostik fisik paru. Laboratorium Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya 2. Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke- 8. Depkes RI. Jakarta 3. Crofton FJ et all, 2002 Tuberkulosis klinis. Edisi 2. MacMillan Education Ltd. London 4. Price, Sylvia. 2006. Tuberkulosis paru, dalam Patofisiologi. Vol 2. EGC: Jakarta 5. Green CW, 2006. Sari Buku Kecil HIV dan TB. Yayasan Spiritia. Jakarta 6. Amin Zulkifli, Bahar Asri,l 2007. Tuberkulosis Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta 7. Gunawan SG, 2007. Tuberkulostatik dan Leprostatik dalam Farrmakologi dan Terapi. Edisi 5. Depertemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta