BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Turnover 2.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1.
Turnover
2.1.1. Pengertian Turnover
Istilah turnover berasal dari kamus Inggris-Indonesia berarti pergantian.
Sedangkan Mobley (1996) seorang pakar dalam masalah pergantian karyawan
memberikan batasan turnover sebagai berhentinya individu dari anggota suatu
organisasi yang bersangkutan. Sementara Cascio dalam Novliadi (2007)
mendefinisikan turnover sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen
antara perusahaan dengan karyawannya.
2.1.2. Pengaruh Turnover
Turnover cukup merugikan perusahaan karena banyak biaya yang telah
dikeluarkan seperti uang pisah, ketidak manfaatan fasilitas sampai mendapatkan
karyawan yang keluar, biaya kepegawaian (seperti rekruitmen, interview, test,
pencatatan komputer, kepindahan, administrasi pencatatan, dan perubahan
payroll). Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai karyawan baru
mencapai tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti
tersebut. Mobley (1996) juga mengakui bahwa turnover dapat berdampak positif
baik bagi perusahaan maupun karyawan sendiri. Dengan adanya turnover yang
dilakukan oleh karyawan yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan
kepada perusahaan untuk merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi.
Sementara itu karyawan yang berpotensi akan dapat mengembangkan potensinya
Universitas Sumatera Utara
di perusahaan lain dari pada karyawan tersebut tetap berada di perusahaan
sebelumnya yang kurang menghargai potensinya. Turnover yang tinggi
mempunyai dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Aspek negatif yang
dirasakan adalah susahnya mencari pengganti karyawan yang keluar tersebut dari
segi kualitas, tingginya biaya pergantian karyawan tersebut baik secara langsung
maupun tidak langsung, karyawan yang tinggal akan terganggu dan perginya
rekan kerjanya yang berprestasi tersebut, dan juga reputasi perusahaan dimata
masyarakat tidak baik. Aspek positifnya, adanya kesempatan bagi perusahaan
untuk melakukan promosi internal dan pemasukan tenaga ahli.
Perusahaan yang berteknologi tinggi selalu merasa khawatir akan turnover
bagi karyawannya yang berpotensi tinggi. Untuk mengantisipasi hal tersebut
beberapa perusahaan meminta semua karyawannya untuk menandatangani
persetujuan non-compete yang membatasi karyawannnya tersebut tidak keluar
dari perusahaan tempat mereka bekerja.
2.1.3. Penyebab Turnover
Ada beberapa pakar mengemukakan penyebab turnover.
Falconi (2001) menguraikan beberapa penyebab turnover, antara lain:
a. Kesempatan promosi
b. Kesempatan pembayaran
c. Ketidak puasan terhadap pekerjaan itu sendiri
d. Faktor personal seperti usia, jenis kelamin, masa kerja, dan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Mobley (1996) menggariskan secara detil faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya turnover :
1. Faktor Ekseternal
Dari faktor eksternal ada dua sisi yang bisa dilihat:
Aspek lingkungan. Dalam aspek ini tersedianya pilihan-pilihan pekerjaan lain
dapat menjadi faktor untuk kemungkinan keluar.
1.2
Aspek individu. Dalam aspek ini, usia muda, jenis kelamin dan masa
kerja lebih singkat, besar kemungkinannya untuk keluar.
2. Aspek Internal
Dari faktor internal ini, ada lima sisi yang bisa dilihat:
2.1
Budaya Organisasi.
Kepuasan terhadap kondisi-kondisi kerja dan kepuasan terhada kerabatkerabat kerja merupakan faktor-faktor yang dapat menentukan turnover.
2.2
Gaya Kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan, kepuasan terhadap pemimpin dan variabelvariabel lainnya seperti sentralisasi merupakan faktor yang menentukan
turnover.
2.3
Kompensasi
Penggajian dan kepuasan terhadap pembayaran merupakan faktorfaktor yang dapat menentukan turnover
2.4
Kepuasan Kerja
Kepuasan terhadap pekerjaan, secara menyeluruh dan kepuasan
terhadap bobot pekerjaan merupakan faktor yang dapat menentukan
turnover.
Universitas Sumatera Utara
2.5
Karir
Kepuasan terhadap promosi merupakan salah satu faktor yang dapat
mentukan turnover.
2.2.
Budaya Organisasi
Budaya Organisasi mulai meluas pemakaiannya dalam organisasi sejak
tahun 1960-an hingga akhir 1970-an. Sejalan dengan perkembangan waktu dan
zaman, muncul bermacam - macam persepsi tentang budaya organisasi. Salah satu
penyebab perbedaan persepsi dilatari oleh perbedaan latar belakang dan
pendekatan yang digunakan para analisis dalam menganalisis budaya organisasi.
Bagi para manajer dan konsultan organisasi misalnya, budaya perusahaan
dipandang sebagai suatu hal yang berkaitan dengan perubahan karena pendekatan
yang mereka gunakan untuk menganalisis budaya perusahaan mengacu pada
analytic approach . Pendekatan ini melihat budaya perusahaan dalam wujud wujud yang bisa dimanipulasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Sementara
akademisi, menganalisis budaya perusahaan sebagai hal yang berkaitan dengan
pemahaman akan makna dan pemaknaan karena alur pemikiran merek dilandasi
oleh synthetic approach. Pendekatan yang kedua menganalisis budaya organisasi
sebagai hal yang dibawa masuk ke dalam organisasi untuk disamakan dan
dikembangkan. Akibatnya, mereka cenderung menganalisis budaya dari aspek
share meaning khususnya siapa dan mengapa budaya organisasi dikembangkan.
Terlepas dari silang pendapat tentang budaya organisasi dibawah ini ada
beberapa pendapat para ilmuan dan praktisi tentang definisi budaya Organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Budaya organisasi menurut Armstrong (1999) adalah bentuk dari
kepercayaan, sikap, asumsi dan nilai-nilai dalam suatu organisasi yang mungkin
tidak diucapkan, akan tetapi ketiadaan instruksi langsung membuat individu
bertindak dan berinteraksi dengan kuat mempengaruhi cara individu tersebut
melakukan tugas.
"Corporate culture is the pattern of shared beliefs, attitudes, assumptions
and value in a organization which may not have been articulated, but in
the absence of direct instruction, shape the way people act and interact,
and strongly influence the ways in which things gel done."
Lebih lanjut Schein dalam buku Amstrong (1999) mendefinisikan budaya
organisasi adalah:
"The pattern of basic assumptions that a given group has invented,
discovered or developed in learning to cope with its problems of external
adaptation and internal integration, and that have worked -well enough to
be considered valid, and, therefore, to be taught to new members as the
correct way to perceive, think and feel in relation to those problems. "
Lebih lanjut Amstrong (1999) menjelaskan bahwa budaya perusahaan
dapat dijelaskan dalam bentuk:
a. Values (nilai perilaku dan tindakan): perilaku dan tindakan adalah pola-pola
konsisten dari suatu kelompok individu dalam mengerjakan hal yang biasa
mereka lakukan. Nilai diekpresikan dalam bentuk kepercayaan tentang apa
yang terbaik atau yang baik untuk organisasi dan pada tingkah laku apa hal hal terebut dapat diharapkan. Semakin kuat nilai tersebut maka semakin besar
Universitas Sumatera Utara
pengaruhnya
terhadap
tingkah
laku.
Perhatian
terhadap
pelanggan,
berkompetisi, inovasi, teamwork adalah bagian dari dimensi ini. Nilai-nilai
diwujudkan dalam norma dan artefacts.
b. Norms (norma-norma): Aturan main yang mengajarkan petunjuk secara
informal tentang bagaimana bertindak. Norma mengajarkan orang tentang apa
yang harus dilakukan, dikatakan, dipercayai atau dipakai. Norma tidak pemah
ditulis, kalaupun ditulis norma akan berupa suatu kebijakan atau prosedur.
Norma diungkapkan dari mulut ke mulut atau sikap yang dapat dilihat
reaksinya dari lawan bicara. Bagaimana manajer memperlakukan bawahan dan
bagaimana bawahan berhubungan dengan sesama rekan sekerja, loyalitas,
status, kinerja adalah bagian dari dimensi ini.
c. Artifacts (Artifak): Artifak dan etiket adalah aspek tangible, baik verbal
maupun behavioral dari budaya organisasi yang kelihatan, didengar dan dirasa
meliputi hal-hal seperti lingkungan kerja, bahasa dan gaya dalam surat, memo,
etika dalam rapat atau bertelepon dan cara menerima tamu atau menerima
telepon.
Amstrong (1999) juga mengatakan bahwa budaya organisasi adalah kunci
penting dalam pencapaian misi dan strategi organisasi, peningkatan efektifitas
organisasi dan manajemen perubahan. Budaya organisasi dapat berjalan pada
suatu organisasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang kondusif dalam
rangka peningkatan kinerja dan manajemen perubahan.
P. Robbins (2008) menegaskan ada 10
karakteristik utama yang dapat
menjadikan ciri budaya organisasi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan indipendensi
yang dipunyai oleh individu.
2.
Toleransi terhadap tindakan berisiko, yaitu sejauh mana para anggota
organisasi dianjurkan untuk bertindak agresif dan inovatif dalam mengambil
risiko.
3.
Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran
dan harapan mengenai prestasi.
4.
Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk
bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5.
Dukungan dari manajemen, yaitu tingkat sejauh mana para pemimpin
memberikan komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap
bawahannya.
6.
Kontrol, yaitu jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang dipakai
untuk mengevaluasi dan mengendalikan perilaku anggota organisasi.
7.
Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasikan dirinya
secara keseluruhan dengan organisasinya dari pada dengan kelompok kerja
tertentu/dengan keahlian profesinya.
8.
Sistem imbalan, yaitu sejauh mana tingkat alokasi imbalan (kenaikan gaji
atau promosi jabatan) didasarkan atas kriteria prestasi sebagai kebutuhan
senioritas.
9.
Toleransi terhadap konflik, yaitu sejauh mana tingkat para anggota organisasi
didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
10. Pola komunikasi, yaitu sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh
hirarki kewenangan yang formal.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik tersebut di atas mencakup dimensi struktur dan perilaku,
misalnya pada poin dukungan manusia adalah untuk ukuran mengenai perilaku
kepemimpinan. Kebanyakan dimensi tersebut berkaitan erat dengan disain
organisasi.
2.3.
Gaya Kepemimpinan
2.3.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan bukanlah suatu watak yang secara umum diterima seperti
“karismatik”, sangat berpengaruh, atau sangat disukai, tetapi sesuatu yang
berhubungan dengan produktivitas kelompok pada situasi tertentu yang diberikan.
Dalam beberapa kasus menjadi seseoarang yang disukai itu mungkin merupakan
bantuan, tetapi dalam beberapa kasus lainnya bisa merupakan halangan. Dalam
beberapa pekerjaan, seseorang yang agresif dan manipulatif bisa memperoleh
promosi, tetapi dalam pekerjaan lainnya seseorang yang bersifat seperti itu malah
bisa dipecat. Jadi dibawah ini beberapa pendapat ilmuan dan praktisi tentang
kepemimpinan.
Siagian (2002),
Mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya
sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin
meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya.
Stephen Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan kepemimpinan
(leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna
mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
Terry 1960 (dalam Sutrisno, 2010), menganggap kepemimpinan sebagai
kegiatan untuk mempengaruhi orang agar bekerja dengan rela untuk mencapai
Universitas Sumatera Utara
tujuan bersama. Secara luas kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang
terorganisasi untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, materiil,
dan finansial guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Zainun dalam Sutrisno,
2010).
2.3.2. Tipe Kepemimpinan
Dibawah ini ada beberapa pendapat ilmuan tentang tipe-tipe kepemimpinan.
Newstrom dan Davis (1997) membagi gaya kepemimpinan ke dalam 4 tipe:
1.
Direktif
Direktif artinya pemimpin memfokuskan pada pemberian tugas yang jelas,
standar kinerja yang sukses, jadwal kerja.
2.
Pendukung
Pendukung artinya pemimpin menunjukkan dukungannya kepada guru-guru
dengan cara menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan
3.
Berorientasi pada pencapaian
Berorientasi pada pencapaian artinya pemimpin menaruh tingkat pencapaian
yang tinggi untuk karyawan, mengkomunikasikan keyakinan dalam kapasitas
karyawan tersebut dalam mencapai cita-cita yang penuh tantangan, dan
membentuk pola tingkah laku yang diharapkan.
4.
Partisipatif
Partisipatif artinya pemimpin mengajak karyawan untuk memberikan input
dalam membuat keputusan, dan secara serius memakai saran-saran tersebut
sebagai keputusan final yang dibuat.
Universitas Sumatera Utara
Robert House dalam P. Robbins dan Coulter (2010) mengembangkan teori
jalur-tujuan (Path-Goal Theory) sebagai pendekatan yang sering dijadikan
rujukan dalam memahami kepemimipinan. House Mengidentifikasi empat
perilaku kepemimpinan :
1. Pemimpin yang mengarahkan (directive leader).
Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari
mereka, jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara – cara menyelesaikan tugas.
2. Pemimpin yang mendukung (supportive leader).
Pemimpin menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan pengikutnya dan
bersifat ramah.
3. Pemimpin yang partisipatif (participative leader).
Pemimpin partisipatif berkonsultasi
dengan
anggota
kelompok
dan
menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil keputusan.
4. Pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented leader.
Pemimpin
menetapkan
sekumpulan
tujuan
yang
menantang
dan
mengharapkan bawahannya untuk berprestasi semaksimal mungkin.
George R, Terry dalam Martoyo (2000) membagi gaya kepemimpinan ke
dalam 6 tipe:
1.
Tipe pribadi
Pemimpin tipe ini didasarkan pada kontak pribadi secara langsung dengan
bawahannya.
2.
Tipe non-pribadi
Universitas Sumatera Utara
Pemimpin tipe ini memberikan cermin kurang adanya kontak pribadi
pemimpin yang bersangkutan dengan bawahan-bawahannya.
3.
Tipe demokratis
Pemimpin dengan tipe ini menitikberatkan pada partisipasi kelompok dengan
memanfaatkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat kelompok.
4.
Tipe paternalistis
Pemimpin dengan tipe ini cenderung ke "bapak" an, sehingga sangat
memikirkan keinginan dan kesejahteraan anak buah, terlalu membimbing dan
melindungi.
5.
Tipe indegenous
Pemimpin tipe ini timbul dalam organisasi kemasyarakatan yang informil
seperti kumpulan sepak bola.
2.4.
Kepuasan Kerja
2.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut
Handoko (1992) dalam Sutrisno (2010)
kepuasan
kerja
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi
para karyawan memandang pekerjaan mereka. Ini tampak dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya.
Umar (2008) mendefinisikan kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan
pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Apabila
seseorang bergabung dalam suatu organisasi sebagai seorang pekerja, Ia
membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa
Universitas Sumatera Utara
lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan
kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan
pekerjaan.
Menurut Sofyandi (2007) kepuasan kerja merupakan sikap umum
seseorang dalam menghadapi pekerjaannya, seseorang yang tinggi kepuasan
kerjanya memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorng yang
tidak memperoleh kepuasan dalam pekerjaanya memiliki sikap yang negatif
terhadap pekerjaannya
Lebih jauh tentang kepuasan kerja, Siagian (2002) mengaitkan masalah
kepuasan kerja dengan beberapa aspek untuk membuktikan adanya pengaruh di
antaranya, yaitu: kepuasan kerja dan prestasi, kepuasan kerja dan kemangkiran,
kepuasan kerja dan keinginan pindah, kepuasan kerja dan usia, kepuasan kerja dan
tingkat jabatan, kepuasan kerja dan besar kecilnya organisasi. Kata kunci yang
merupakan jawaban persoalan yang muncul dan kaitan yang dikemukakan
tersebut di atas adalah adanya kepuasan kerja. Salah satu tujuan dan pengelolaan
sumber daya manusia adalah bagaimana memberikan kepuasan kerja kepada
pegawai sehingga termotivasi untuk bekerja dengan baik serta menghasilkan
kinerja yang tinggi. Namun, kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana baik
dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya. Banyak faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja pegawai.
2.4.2. Teori-Teori Kepuasan Kerja
Yulk (1998) menyampaikan bahwa teori-teori kepuasan kerja adalah:
1. Teori Discrepancy
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan maupun ketidakpuasan atas pekerjaan tergantung dari perbedaan
antara apa yang dirasa karyawan akan diterimanya dengan apa yang
diterapkannya. Jumlah yang diinginkan dinyatakan sebagai jumlah minimum
yang diperhikan untuk memenuhi kebutuhannya saat ini. Sedangkan seseorang
akan puas bila tidak ada lagi perbedaan antara yang diinginkan dan keadaan
yang sebenarnya. Seseorang akan tidak puas bila jumlah yang diterima kurang
daii yang diinginkannya.
2. Teori Equity Adams
Teori ini mengatakan bahwa equity di sini adatah bila ratio outcomes
(keluaran) dan input (masukan) sama dengan ratio comparison person. Input
adalah masukan yang diberikan karyawan seperti: pendidikan, pengalaman,
kestabilan, keahlian, jumlah jam kerja. Outcomes adalah: gaji, jaminan, status,
penghargaan dan kesempatan untuk membuat prestasi Comparison person
adalah seseorang dalam organisasi yang sama, seseorang dalam organisasi
yang berbeda, atau bahkan seseorang itu adalah karyawan sendiri di pekerjaan
sebelumnya.
3. Teori Dua Faktor
Kepuasan kerja dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori, yaitu:
a. Faktor hygiene (dissatisfiers) yaitu faktor ekstrinsik yang menimbulkan
rasa tidak bahagia pada karyawan apabila factor dasar ini tidak terpenuhi.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah: upah, keamanan kerja, kondisi
kerja, status, prosedur kerja, supervisi
teknis,
mutu
dan
hubungan
interpersonal, kemungkinan berkembang dan peraturan. Bila faktor
hygiene memberikan tingkat kepuasan yang minimum kepada karyawan,
Universitas Sumatera Utara
maka faktor hygiene ini tidak mempunyai dampak pada perasaan
karyawan tentang pekerjaan mereka. Maksudnya bila seorang karyawan
bekerja dengan faktor hygiene yang rendah maka akan memberi dampak
negarif pada moral & produktifitas karyawan. Namun, bila faktor hygiene
'mi kembali baik, produktifitas atau moral karyawan pun tidak akan
meningkat.
Karyawan
menganggap
bahwa
mereka
tidak
perlu
berterimakasih karena faktor hygiene tersebutmemanghak karyawan
tersebut.
b. Faktor satisfier yaitu faktor intrinsik (motivator) yang relevan dengan
kebutuhan psikologjis karyawan yang lebih tinggi. Bila faktor int tidak
ada, maka akan menimbulkan rasa ketidakpuasan karyawan. Faktorfaktor yang dimaksud adalah: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab dan kemajuan.
Motivator lebih berjangka panjang, mempunyai efek positf pada
karyawan dibanding fektor hygiene. Motivator lebih memberikan
kesempatan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitas
karyawan.
P. Robbins (2008) menuliskan variabel-variabel yang berkaitan dengan
kerja yang menentukan kepuasan kerja sebagai berikut:
a.
Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan
untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka
bekerja.
Universitas Sumatera Utara
b.
Ganjaran yang pantas
Karyawan menginginkan sistem upah yang adil berdasarkan tuntutan
pekerjaan, tingkat keterampilan individu.
c.
Rekan kerja yang mendukung
Karyawan membutuhkan kerja yang mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
d.
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan:
Kecocokan
yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan
pekerjaannya akan mengbasilkan kepuasan kerja.
2.5.
Kompensasi
2.5.1. Pengertian Kompensasi
Dibawah ini ada beberapa pendapat para ilmuan dan praktisi tentang definisi
kompensasi. Kompensasi menurut Nasution (2005) adalah segala sesuatu yang
diterima para karyawan sebagai balas jasa atas kerja ataupun kinerja yang telah
mereka hasilkan. Menurut Sofyandi (2008) definisi kompensasi adalah suatu
bentuk biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan harapan bahwa
perusahaan akan memperoleh imbalan dalam bentuk prestasi kerja dari
karyawannya (sudah barang tentu bahwa prestasi kerja yang diberikan karyawan
harus lebih besar daripada kompensasi yang dikeluarkan perusahaan). Menurut
Handoko (1992) dalam Sutrisno (2010), yang dimaksud dengan kompensasi
adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Jenis Kompensasi
Menurut Simamora (1999) membagi kompensasi menjadi dua bentuk,
kompensasi finansial (financial compensation) dan non-finansial (non-financial
compensation). Kompensasi finansial lebih lanjut dibagi kedalam finansial
langsung (direct financial) dan finansial tidak langsung (indirect financial
compensation).
Menurut Robbins (2008) jenis kompensasi yang didistribusikan pada
karyawan terdiri dari:
a. Kompensasi Ektrinsik
Kompensaisi ektrinsik adalah penghargaan nyata dan berupa penghargaan
moneter (uang) seperti Gaji, Asuransi, Tunjangan dan lain-lain.
b. Kompensasi Intrinsik
Kompensasi intrinsik adalah imbalan yang tidak berbentuk fisik dan hanya
dapat dirasakan berupa pengakuan dari lingkungan, jenjang karir yang jelas,
kondisi lingkungan kerja, kemampuan berkembang, dan lain-lain.
Sedangkan Menurut Hadari Nawawi (2008 mengatakan bahwa jenis-jenis
kompensasi adalah sebagai berikut:
a. Kompensasi langsung.
Kompensasi langsung adalah penghargaan/ganjaran yang disebut gaji atau
upah, yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap.
Kompensasi langsung disebut juga upah dasar yakni upah atau gaji tetap yang
diterima seorang pekerja dalam bentuk upah bulanan (salary) atau upah
mingguan atau upah setiap jam dalam bekerja (hourly wage).
b. Kompensasi tidak langsung (indirect compensation)
Universitas Sumatera Utara
Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan/manfaat
lainnya bagi para pekerja di luar gaji, atau upah tetap, dapat berupa uang, atau
barang. Misalnya THR, Tunjangan Hari Natal, pemberian jaminan kesehatan,
liburan, cuti dan lain-lain.
c. Insentif.
Insentif adalah penghargaan/ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para
pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktuwaktu. Misalnya dalam bentuk pemberian bonus
2.6.
Karir
2.6.1. Pengertian Karir
Menurut Nasution (2005) bahwa karir adalah rangkaian dari pengalamanpengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan dari posisi satu keposisi lainnya
selama masa kerjanya.
2.6.2. Perencanaan Karir
Salah satu unsur penting dalam manajemen sumber daya manusia adalah
perencanaan karir karyawan. Perencanaan karir karyawan adalah suatu proses
yang bertujuan agar karir tenaga kerja dapat dikembangkan sesuai dengan bakat
dan kemampuannya sehingga bisa berfungsi dengan baik dan optimal bagi
perusahaan (Sutrisno, 2010).
Lebih jauh Nasution (2005) mangatakan bahwa Pengembangan karir
adalah salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia dalam upaya
membantu individu-individu untuk merencanakan karir di masa depan dalam
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang bersangkutan, dengan harapan dapat membantu perusahaan
tersebut dalam mencapai tujuannya dan dilain pihak juga membantu individu
tersebut dalam mencapai pengembangan dirinya secara maksimum.
Proses penyusunan jalur karir didalam sebuah perusahaan disebut
perencanaan karir organisasional. Di sebagian besar organisasi, program
perencanaan karir diharapkan mencapai satu atau lebih tujuan. Tujuan itu adalah
sebagai berikut:
1. Pengembangan yang lebih efektif tenaga berbakat yang tersedia.
2. Kesempatan penilaian diri bagi para karyawan untuk memikirkan jalurjalur karir tradisional atau yang baru.
3. Pengembangan sumber daya manusia yang lebih efisien di dalam dan/atau
lokasi geografis.
4. Kepuasan kebutuhan pengembangan pribadi karyawan.
5. Peningkatan kinerja melalui pengalaman on the job training yang
diberikan oleh perpindahan karir vertikal dan horizontal.
6. Meningkatkan
loyalitas
dan
motivasi
karyawan
menyebabkan
berkurangnya turnover.
7. Suatu metode penentuan kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
Lebih lanjut Martoyo (2000) menjelasakan tentang tujuan dilakukannya
pengembangan karir, yaitu:
1.
Mengembangkan para karyawan yang dapat dipromosikan.
2.
Menurunkan perputaran karyawan.
3.
Mengungkap potensi karyawan.
4.
Mendorong pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
5.
Mengurangi penimbunan.
6.
Memuaskan kebutuhan karyawan.
7.
Membantu pelaksanaan rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui.
Tujuan-tujuan tersebut di atas dapat digunakan sebagai indikator apakah
suatu organisasi atau perusahaan telah memilih sistim pengembangan karir yang
baik. Secara informal pengelolaan karir sangat penting bagi struktur organisasi.
Menurut Siagian (2002), secara spesifik, bagian
personalialah yang paling
intensif terlibat dalam perencanaan karir anggota organisasi
Agar karir dapat terencana dengan baik, maka karir tersebut perlu dikelola
melalui manajemen karir. Sejalan dengan itu Martoyo (2000) mengatakan
beberapa
keuntungan
yang
diperoleh
jika
perusahaan
mengembangkan
perencanaan karir dengan baik adalah:
1. Perencanaan karir yang baik dapat mempersiapkan tenaga-tenaga berbakat
untuk dapat dipromosikan.
2. Perencanaan karir yang baik, yang menandakan adanya perhatian yang
pemm terhadap karir individual karyawan, akan membangkitkan loyalitas
kepaa perusahaan. Pada gilirannya, hal ini akan mengurangi turnover
karyawan.
3. Karena karyawan memiliki tujuan yang khusus, maka dengan adanya
perencanaan karir karyawan tersebut dapat terus menggali lebih banyak
potensinya.
4. Dengan perencanaan karir yang baik, karyawan akan termotivasi untuk
terus tumbuh dan berkembang.
Universitas Sumatera Utara
5. Dengan adanya perencanaan karir yang baik, maka para karyawan,
manajer dan bagian sumberdaya manusia menjadi sadar akan pentingnya
kualifikasi karyawan.
6. Dengan adanya kesempatan yang lebih luas bagi karyawan untuk
berkembang maka kebutuhan akan penghargaan bagi karyawan tesebut
akan dapat dipenuhi.
7. Perencanaan karir yang baik dapat mempersiapkan tenaga-tenaga berbakat
untuk dapat dipromosikan.
8. Perencanaan karir yang baik, yang menandakan adanya perhatian yang
penuh terhadap karir individual karyawan, akan membangkitkan loyalitas
kepada perusahaan. Pada gilirannya, hal ini akan mengurangi turnover
karyawan.
9. Karena karyawan memiliki tujuan yang khusus, maka dengan adanya
perencanaan karir karyawan tersebut dapat terus menggali lebih banyak
potensinya.
10. Dengan perencanaan karir yang baik, karyawan akan termotivasi untuk
terus tumbuh dan berkembang.
11. Dengan adanya perencanaan karir yang baik, maka para karyawan,
manajer dan bagian sumberdaya manusia menjadi sadar akan pentingnya
kualifikasi karyawan.
12. Dengan adanya kesempatan yang lebih luas bagi karyawan untuk
berkembang maka kebutuhan akan penghargaan bagi karyawan tesebut
akan dapat dipenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjamin tersedianya pegawai dan untuk menghindari adanya
tingkat perpindahan yang tinggi, suatu organisasi perlu membuat perencanaan
karir.
Universitas Sumatera Utara
Download