iii. kerangka pemikiran

advertisement
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Pengertian Usaha
Menurut Gittinger (1986) bisnis atau usaha adalah suatu keseluruhan
aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan
(benefit), atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk
mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dapat direncanakan,
dibiayai, dan dilaksanakan sebagai suatu unit. Proyek pertanian adalah suatu
kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barangbarang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah
beberapa periode waktu (Gittinger 1986).
3.1.2. Studi Kelayakan Usaha
Menurut Kasmir (2003) pengertian studi kelayakan bisnis atau usaha
adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan
atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau
tidak usaha tersebut dijalankan. Umar (2007) mendefinisikan studi kelayakan
bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya
menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat
dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan, misalnya rencana peluncuran
produk baru.
Dalam arti luas, studi kelayakan investasi diartikan sebagai suatu
penelitian tentang dapat tidaknya proyek investasi dilaksanakan secara
menguntungkan dengan indikasi adanya manfaat bagi masyarakat luas yang bisa
terwujud dari penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah
ataupun manfaat untuk pemerintah berupa penghematan atau penambahan devisa
(Husnan dan Muhammad 2005). Nurmalina et al. (2009) memberikan penjelasan
bahwa studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah
suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan.
24
Studi kelayakan bisnis digunakan untuk menilai sejauh mana manfaat yang
dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha/proyek, serta sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan dalam bisnis (Ibrahim
2003). Tujuan studi kelayakan proyek atau bisnis adalah untuk mengetahui tingkat
keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, menghindari
pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang
tidak menguntungkan, mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada
sehingga dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan
menentukan prioritas investasi (Gray et al. 1993). Suatu proyek dapat dianjurkan
untuk dilaksanakan atau tidak dan dapat dinyatakan terbaik untuk dipilih diantara
berbagai alternatif, hanyalah bila hasil-hasil yang diperoleh dari proyek tersebut
dapat dibandingkan dengan sumber-sumber yang diperlukan. Untuk maksud ini
telah dikembangkan berbagai cara pengukuran yang dinamakan kriteria investasi
antara lain : Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio,
Paybacak Period, analisis sensitivitas, dan analisis nilai pengganti (Suryana
2008).
Selain menganalisis kriteria investasi yang telah disebutkan di atas, dalam
pengelolaan bisnis juga sering dianalisis mengenai kriteria tambahan. Kriteria
tersebut yaitu Break Even Point (BEP) dan Harga Pokok Produksi (HPP).
3.1.3. Aspek Studi Kelayakan Usaha
Dalam menganalisa suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan
aspek-aspek yang saling berkaitan secara bersama-sama menentukan bagaimana
keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan
mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan
proyek dan siklus pelaksanaannya (Gittinger 1986). Nurmalina et al. (2009)
menyebutkan secara umum aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam studi
kelayakan usaha meliputi aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, ekonomisosial-budaya, lingkungan, dan finansial. Seluruh aspek harus dipertimbangkan
pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan proyek dan siklus perecanannya
(Nurmalina et al. 2009).
25
3.1.3.1. Aspek Pasar
Ibrahim (2003) menjelaskan bahwa analisis pasar dilakukan dengan tujuan
untuk menguji serta menilai sejauh mana pemasaran dari produk yang dihasilkan
dapat mendukung pengembangan usaha atau proyek yang dilaksanakan. Husnan
dan Suwarsono (2000) menyatakan aspek pasar mempelajari tentang permintaan,
penawaran, program pemasaran, dan pangsa pasar (market share) perusahaan.
3.1.3.2. Aspek Teknis
Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya
usaha. Menurut Ibrahim (2003) aspek teknis merupakan kelanjutan dari aspek
pemasaran, kegiatan ini timbul apabila sebuah gagasan usaha atau proyek yang
direncanakan telah menunjukan peluang yang cukup cerah dilihat dari segi
pemasaran. Aspek pokok yang perlu dibahas dalam aspek teknis produksi antara
lain masalah lokasi, luas produksi, proses produksi, peralatan yang digunakan,
serta lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu
aspek berkenaan dengan proses pembangunan usaha secara teknis dan
pengorganisasiannya setelah usaha tersebut selesai dibangun. Penilaian terhadap
aspek ini penting dilakukan sebelum suatu usaha dijalankan. Penentuan aspek
teknis perusahaan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan teknis dan operasi.
Sedangkan menurut Nurmalina et al. (2009) aspek teknis meliputi pembahasan
menganai lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan pemilihan
jenis teknologi dan equipment.
Berdasarkan beberapa pendapat menganai aspek teknis maka terdapat halhal yang perlu diperhatikan terkait aspek teknis antara lain:
1) Lokasi usaha
Lokasi usaha untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian, yaitu lokasi
lahan pabrik dan lokasi bukan pabrik. Lokasi bukan pabrik mengacu pada
lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses
produksi, yaitu lokasi pembangunan administrasi perkantoran dan pemasaran.
Terdapat beberapa variabel yang dapat diperhatikan dalam pemilihan lokasi
usaha. Variabel tersebut di dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu
26
variabel utama (primer) dan variabel bukan utama (sekunder). Variabel utama
meliputi ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan
air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportrasi. Sedangkan variabelvariabel sekunder terdiri dari hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan
keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat (adat istiadat) dan perencanaan
masa depan perusahaan.
2) Skala Operasional atau Luas Produksi
Skala operasional atau luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya
diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan,
persediaan kapasitas mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola
proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen, serta kemungkinan
adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang.
3) Layout atau Tata Letak Alur Produksi
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian pengertian
layout mencakup layout site (layout lokasi usaha), layout pabrik, layout
bangunan bukan pabrik dan fasilitas-fasilitasnya.
4) Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan
Prinsip-prinsip yang dipegang dalam penentuan jenis teknologi dan peralatan
antara lain seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan, manfaat
ekonomi yang diharapkan, ketepatan teknologi dengan bahan mentah yang
digunakan, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain
yang memiliki ciri-ciri mendekati lokasi usaha, kemampuan pengetahuan
penduduk (tenaga kerja setempat), dan kemungkinan pengembangannya serta
pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan.
5) Proses Produksi
Menurut Nurmalina et al. (2009) terdapat tiga jenis proses produksi yaitu
proses produksi yang terputus-putus, kontinu, dan kombinasi. Pada proses
produksi perlu mempertimbangakan risiko produksi yang mungkin terjadi dari
usaha agar analisis tidak over estimate. Menurut Kadarsan (1992) risiko dan
ketidakpastian menjelaskan suatu keadaan yang meumungkinkan adanya
27
berbagai macam hasil usaha atau berbagai macam akibat dari usaha-usaha
tertentu. Harwood et al. (1999) menyatakan bahwa sumber risiko pada
kegiatan pertanian meliputi: 1) risiko produksi; 2) risiko harga atau pasar; 3)
risiko institusi; serta 4) risiko finansial.
3.1.3.3. Aspek Manajemen
Menurut Ibrahim (2003) aspek manajemen berhubungan dengan institusi
atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola
sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Pengkajian
aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola usaha dan struktur
organisasi yang ada (Husnan & Suwarsono 2000). Usaha yang dijalankan akan
berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari
merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikan agar tidak terjadi
penyimpangan. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus
sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya.
Pada proyek pertanian, perusahaan harus mempertimbangkan kemampuan
manajerial para petani yang akan ikut serta dalam proyek. Jika petani memiliki
pengalaman terbatas pada masalah produksi, maka mereka harus diberikan waktu
yang cukup agar dapat meningkatkan kemampuan mereka (Gittinger 1986).
Menurut Husnan dan Suwartono (1994) hal yang perlu diperhatikan dalam aspek
manajemen ini adalah bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang
diperlukan agar usaha dapat berjalan dengan lancar, persyaratan-persyaratan yang
diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur organisasi yang
digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan.
3.1.3.4. Aspek Hukum
Aspek hukum berkaitan dengan legalitas perusahaan. Analisis aspek
hukum terdiri dari bentuk badan usaha yang digunakan, jaminan-jaminan yang
dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertifikat, dan izin
yang diperlukan dalam menjalankan usaha (Nurmalina et al. 2009).
28
3.1.3.5. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah
seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap
masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari diantaranya
penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, semakin
ramainya daerah lokasi bisnis, memperlancar lalu lintas, adanya penerangan
listrik, telepon, dan sarana lainnya. Aspek sosial memperhatikan manfaat dan
pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi
bisnis. Pada aspek ekonomi suatu bisnis diantaranya dapat memberikan peluang
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), pendpatan dari pajak, dan dapat
menambah aktivitas ekonomi. Dari aspek sosial sejauhmana bisnis dapat secara
budaya mengubah jenis kebudayaan pada masyarakat (Nurmalina et al. 2009).
3.1.3.6. Aspek Lingkungan
Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap
lingkungan apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik
atau semakin rusak. Mereka yang merancang atau menganalisis kegiatan investasi
harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungan yang merugikan.
3.1.3.7. Aspek Finansial
Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya
dan manfaat untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama
umur usaha. Penelitian dalam aspek finansial dilakukan untuk menilai biaya-biaya
apa saja yang akan dihitung dan berapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan.
Kemudian juga meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika usaha
dijalankan. Penelitian ini meliputi lama pengembalian investasi yang ditanamkan,
sumber pembiayaan usaha, dan tingkat suku bunga yang berlaku. Sehingga jika
dihitung dengan formula penilaian investasi akan sangat menguntungkan.
Husnan dan Suwarsono (2000) menyebutkan bahwa analisis terhadap
aspek finansial dilakukan untuk melihat apakah proyek tersebut mampu
memenuhi kewajiban finansial ke dalam dan ke luar perusahaan serta dapat
29
mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan atau pemiliknya. Dalam
pengkajian aspek finansial diperhitungkan besarnya dana yang diperlukan, sumber
pendanaan, keuntungan yang didapatkan dan dampaknya bagi perekonomian
(Nurmalina et al. 2009).
3.1.4. Teori Biaya dan Manfaat
Biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang langsung maupun tidak
langsung mengurangi tujuan proyek atau bisnis, sedangkan manfaat adalah segala
sesuatu yang, baik langsung maupun tidak langsung, membantu tercapainya suatu
tujuan dari suatu proyek (Gittinger 1986).
Menurut Kuntjoro (2002) biaya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Biaya modal, merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat
jangka panjang. Contoh dari biaya modal adalah: tanah, bangunan dan
perlengkapannya, pabrik dan mesin-mesinnya, biaya pendahuluan sebelum
operasi, biaya penelitian, dan sebagainya.
2) Biaya operasional, disebut juga biaya modal kerja, merupakan kebutuhan dana
yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilaksanakan. Biaya ini didasarkan
pada situasi produksi, artinya biaya dibutuhkan sesuai dengan tahapan operasi.
Contoh dari biaya operasional adalah biaya bahan mentah, tenaga kerja, biaya
perlengkapan, dan biaya penunjang.
3) Biaya lainnya, merupakan biaya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek,
seperti pajak, bunga pinjaman, dan asuransi.
Menurut Kadariah (1999) manfaat dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:
1) Manfaat langsung (direct benefit), yaitu manfaat yang langsung dirasakan
dalam suatu proyek, seperti kenaikan dalam produksi fisik, perbaikan mutu
produk, perubahan dalam bentuk (grading and processing) dan keuntungan
dari mekanisasi.
2) Manfaat tidak langsung (indirect benefits), yaitu manfaat yang timbul atau
dirasakan di luar proyek karena adanya realisasi dari suatu proyek.
30
3) Manfaat yang tidak dapat diukur (intangible benefits), yaitu suatu manfaat
yang sulit dinilai dengan uang, seperti perbaikan lingkungan hidup dan
kesehatan masyarakat, perbaikan pemandangan karena adanya taman, dan
perbaikan distribusi pendapatan.
3.1.5. Penentuan Umur Proyek
Penentuan umur proyek diperlukan untuk mengetahui sampai sejauhmana
batasan waktu pengembalian atas modal (investasi) yang telah dikeluarkan pada
awal proyek (usaha). Selain itu, umur proyek juga berguna untuk mengetahui
kapan perusahaan harus melakukan reinvestasi terhadap aset yang terbesar dari
usaha sehingga dapat menjadi suatu peringatan bagi perusahaan sebelum aset
tersebut harus direinvestasi.
Untuk menentukan umur proyek terdapat beberapa pedoman yang dapat
digunakan antara lain (Kadariah et al. 2001):
1) Sebagai ukuran umum dapat diambil suatu periode (jangka waktu) yang kirakira sama dengan umur ekonomis suatu aset. Aset yang dijadikan patokan
penentuan umur usaha adalah aset yang memiliki nilai investasi terbesar atau
yang memiliki umur ekonomis terlama.
2) Untuk proyek yang memiliki modal yang sangat besar, umur proyek yang
digunakan adalah umur teknis. Dalam hal ini untuk proyek tertentu umur
teknis dari unsur-unsur pokok investasi adalah lama, tetapi umur ekonomisnya
dapat jauh lebih pendek karena absolence (ketinggalan jaman karena
penemuan teknologi baru yang lebih efisien).
3.1.6. Penyusunan Cash Flow
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan
dalam suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang
masung ke perusahaan dan jenis pemasukan tersebut. Cash flow juga
menggambarkan berapa uang yang keluar serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan.
Aliran kas penting digunakan dalam akuntansi karena laba dalam pengertian
akuntansi tidak sama dengan kas masuk bersih, dan yang relevan bagi investor
adalah kas bukan laba. Menurut Nurmalina et al. (2009) cash flow merupakan
31
arus manfaat bersih sebagai hasil pengurangan biaya terhadap arus manfaat. Cash
flow disusun untuk menunjukan perubahan kas selama satu periode tertentu serta
memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukan dari
mana sumber-sumber kas dan pengunaan-penggunaannya. Unsur-unsur cash flow
terdiri dari arus penerimaan (inflow), arus pengeluaran (outflow), manfaat bersih
(net benefit), dan manfaat bersih tambahan (incremental net benefit) bila
diperlukan.
3.1.7. Analisis Kelayakan Investasi
Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan
biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur suatu proyek dapat
digunakan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak
berdiskonto. Perbedaan dua cara ini terletak pada konsep time value of money
yang digunakan pada model perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto
merupakan suatu teknik yang dapat ”menurunkan” manfaat yang diperoleh pada
masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang,
sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu
ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai
lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger 1986).
Konsep time value of money menyatakan bahwa nilai sekarang (present
value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang
(future value). Ada dua sebab yang menyebabkan hal itu terjadi yaitu: time
preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih
disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan datang)
dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang
memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang
melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun
bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al. 2001).
Kadariah et al. (2001) juga mengungkapkan bahwa kedua unsur tersebut
berhubungan timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga
modal yaitu suku bunga, sehingga dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan
untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu
32
tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku bunga dilakukan melalui proses
”discounting”.
3.1.8. Penentuan Tingkat Diskonto
Untuk menghitung nilai sekarang diperlukan tingkat diskonto (discount
rate) atau lebih tepatnya dalam analisis bisnis adalah Opportunity Cost of Capital
(OCC). Menurut Nurmalina et al. (2009) pertimbangan pemilihan OCC yaitu:
1) The Marginal Cost of Money dari bisnis yang dianalisis. Seringkali merupakan
tingkat bunga pinjaman apabila modal bisnis merupakan modal pinjaman, baik
dari seseorang individu maupun dari lembaga keuangan atau non keuangan.
Dalam hal ini tingkat bunga pinjaman dapat digunakan sebagai OCC bisnis.
Apabila modal bisnis merupakan modal sendiri, maka OCC yang digunakan
dapat berupa tingkat bunga deposito dan surat berharga misalnya sukuk dan
ORI. Ababila sumber modal merupakan kombinasi antara modal sendiri dan
modal pinjaman, maka dipergunakan rata-rata tertimbang antara keduanya.
Formulasi yang bisa digunakan yaitu:
OCC
i x Rp X
Rp X
r x Rp Y
x 100%
Rp Y
Dimana:
i
= tingkat bunga pinjaman (I % per tahun)
Rp X = modal pinjaman
Rp Y = modal sendiri
r
= OCC modal sendiri (r % per tahun)
2) Tingkat keuntungan yang diharapkan oleh pengusaha (pemilik) juga bisa
digunakan sebagai OCC. Kalau pemilik bisnis mengharapkan tingkat
pengembalian modal (rate of return) sebesar 20 persen maka OCC bisnis
adalah 20 %.
3) Tingkat pengembalian (rate of return) dari bisnis alternatif yang terbaik yang
dapat atau ingin dilakukan (the next best alternatif). Apabila bisnis alternatif
selain dari bisnis yang dianalisis diperkirakan akan memberikan tingkat
pengembalian modal sebesar 25 persen, maka paling tidak bisnis yang sedang
33
dianalisis harus dapat mengembalikan modal sebesar 25 persen. Maka OCC
bisnis adalah 25 persen.
3.1.9. Kriteria Kelayakan Investasi
Studi kelayakan bisnis pada dasarnya bertujuan untuk menentukan
kelayakan bisnis berdasarkan kriteria investasi (Nurmalina et al. 2009). Menurut
Nurmalina et al. (2009) beberapa kriteria investasi diantaranya adalah nilai bersih
kini (Net Present Value = NPV), rasio manfaat biaya (Net Benefit Cost Ratio =
Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return = IRR), dan
jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period = PP).
3.1.9.1. Net Present Value (NPV)
Net present value (NPV) suatu usaha menunjukan manfaat bersih yang
diterima usaha selama umur usaha pada tingkat suku bunga tertentu. NPV juga
dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh
investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang
relevan. Menurut Nurmalina et al. (2009) Net present value (NPV) atau nilai kini
manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total
present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan
selama umur bisnis. Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan NPV adalah satuan
mata uang.
3.1.9.2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) menyatakan besarnya pengembalian
terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur usaha. Net
B/C merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang
positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Menurut Nurmalina et
al. (2009) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih
yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Nilai Net B/C
menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya
sebesar satu satuan mata uang.
34
3.1.9.3. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Gittinger (1986) IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern
tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan
persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat
dibayar oleh usaha untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap
layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan
sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka
usaha tidak layak untuk dijalankan. Internal Rate of Return (IRR) merupakan
tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan, atau
didefinisiskan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value
(NPV) sama dengan nol.
Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari
suatu proyek setiap tahunnya, yang dapat digunakan kembali untuk mendanai
biaya-biaya operasional dan investasi proyek baru, sekaligus untuk menunjukkan
kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Perhitungan IRR pada
umumnya dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat
discount rate yang lebih rendah yang menghasilkan NPV positif dengan tingkat
discount rate yang lebih tinggi yang menghasilkan NPV negatif. Hubungan antara
NPV dengan IRR dapat dituliskan seperti pada Gambar 1.
NPV
NPVocc
IRR
NPV +
i = Discount Rate
NPV (OCC)
(i1)
i2
Gambar 1. Hubungan antara NPV dan IRR melalui Metode Interpolasi
Sumber: Nurmalina et al. 2009 (diolah)
35
3.1.9.4. Payback Period (PP)
Payback period atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu
metode dalam menilai kelayakan usaha yang digunakan untuk mengukur periode
jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat kembali,
semakin baik suatu usaha untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat
dipakai untuk membiayai kegiatan lain. Suatu investasi dianggap layak apabila PP
lebih kecil dari umur usaha. Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat
investasi akan kembali. Proyek yang memiliki nilai PP kecil atau cepat,
dinyatakan baik dan kemungkinan besar akan dipilih. Jika sampai pada saat
proyek berakhir belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka
sebaiknya proyek tidak dilaksanakan. Nurmalina et al. (2009) menyebutkan
bahwa metode PP ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu: (1) diabaikannya nilai
waktu uang (time value of money) dan (2) diabaikannya cash flow setelah payback
period. Metode PP ini merupakan metode untuk melengkapi penilaian investasi.
3.1.10. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah suatu proses keuangan yang mencantumkan
penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi yang
menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode tersebut. Laba merupakan
selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Penerimaan laba diperoleh dari
penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan potongan penjualan, barang
yang dikembalikan, dan pajak penjualan. Pengeluaran tunai untuk operasi
mencakup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk memproduksi output,
diantaranya adalah biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku (Nurmalina et al.
2009).
Komponen lain dalam laporan laba rugi adalah adanya biaya penjualan,
biaya umum, dan biaya administrasi. Pengurangan komponen-komponen tersebut
terhadap laba bruto akan menghasilkan laba operasi sebelum penyusutan.
Penyusutan, termasuk pengeluaran operasi bukan tunai, yang merupakan proses
alokasi biaya yang berasal dari harta tetap tersebut menjadi berkurang.
Pengurangan penyusutan terhadap laba operasi sebelum penyusutan menghasilkan
laba operasi sebelum bunga dan pajak.
36
Berdasarkan laporan laba rugi dapat dihitung besarnya Harga Pokok
Produksi (HPP) dan titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP). Harga
pokok produksi (HPP) merupakan cara penentuan harga berdasarkan biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk dan besarnya harga pokok produksi
merupakan acuan yang digunakan oleh produsen dalam penetapan harga jual
produk. Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan yang berada pada titik
impas yaitu pada saat tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan
besarnya pengeluaran perusahaan sehingga pada saat itu, perusahaan tidak
mengalami keuntungan maupun kerugian. Nilai BEP dapat diketahui melalui
pendekatan grafik seperti pada Gambar 2.
Biaya dan Penghasilan
TR
TC
Titik Impas
FC
P
VC
0
Y
Volume Penjualan
(Satuan)
Keterangan:
P
= Price (Harga)
Y = Kuantitas Produk
TR = Total Revenue (Penghasilan Total)
TC = Total Cost (Biaya Total)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
Titik Impas = Break Even Point (BEP)
Gambar 2. Break Even Point (BEP)
Sumber: Mulyadi (2001)
3.1.11. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)
Analisis nilai pengganti (switching value) merupakan variasi dari analisis
sensitivitas yang digunakan untuk mengukur “perubahan maksimum” dari
perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output atau penurunan
37
produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau
peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap
layak (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan nilai pengganti (switching value)
mengacu pada seberapa besar perubahan terjadi yang menyebabkan nilai NPV = 0
atau merupakan titik impas selama umur usaha. Pada kondisi NPV = 0 akan
membuat nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga dan nilai Net B/C = 1.
Dengan melakukan analisis switching value, dapat diketahui besarnya perubahan
yang mengakibatkan usaha tetap layak dijalankan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Semakin banyak berdiri warung tenda, rumah makan, katering, hingga
restoran dan hotel yang menyediakan menu daging bebek (daging itik)
mengindikasikan minat masyarakat terhadap daging itik semakin meningkat. Hal
tersebut dapat menyebabkan permintaan terhadap karkas itik juga meningkat.
Kondisi demikian menyebabkan terdapat peluang peluangbagi perkembangan
usaha ternak itik pedaging termasuk usaha pada tahap pembesaran.
Adanya peluang dalam usaha ternak itik pedaging juga menjadikan usaha
pembesaran itik pedaging sebagai tren baru dalam usaha ternak itik. Usaha itik
pedaging pada tahap pembesaran dianggap relatif lebih mudah untuk dijalankan
(Wakhid 2010). Peternakan Maju Bersama didirikan atas dasar adanya informasi
permintaan daging itik yang tinggi dan kemudahan melakukan usaha itik pedaging
pada tahap pembesaran.
Peternakan Maju Bersama merupakan salah satu perusahaan peternakan
yang bergerak dalam bidang usaha pembesaran itik pedaging. Peternakan Maju
Bersama berdiri pada Maret 2011. Peternakan Maju Bersama memiliki satu unit
kandang intensif dengan kapasitas 2.000 ekor itik per siklus produksi yang
sekaligus menunjukan kapasitas perusahaan.
Analisis studi kelayakan usaha perlu dilakukan terhadap Peternakan Maju
Bersama. Hal itu untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha dari Peternakan
Maju Bersama baik dari aspek non finansial maupun finansial. Mengingat
Peternakan Maju Bersama telah menggunakan investasi yang cukup besar,
merupakan perusahaan yang baru didirikan, dan pihak perusahaan belum
38
melakukan analisis kelayakan usaha, maka penelitian mengenai kelayakan usaha
menjadi penting untuk dilakukan.
Penelitian kelayakan usaha tersebut meliputi aspek non finansial dan
finansial. Aspek non finansial meliputi aspek pasar, teknis, manajemen, hukum,
sosial-ekonomi-budaya, dan lingkungan. Pada aspek pasar, variabel-variabel yang
akan dianalisis meliputi penawaran dan permintaan yang akan menunjukan
adanya peluang pasar serta bauran pemasaran dan strategi pemasaran yang
diharapkan. Pada aspek teknis, variabel-variabel yang dianalisis meliputi lokasi
usaha, luas produksi, layout, dan proses produksi. Pada aspek manajemen,
variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi struktur organisasi, job
description, dan sistem upah. Pada aspek hukum, variabel-variabel yang akan
dianalisis meliputi bentuk badan usaha dan perizinan usaha. Pada aspek sosialekonomi-budaya, akan dikaji pengaruh usaha terhadap penyerapan tenaga kerja,
ekonomi, dan budaya setempat. Pada aspek lingkungan, akan dikaji mengenai
pengaruh usaha terhadap lingkungan sekitar.
Analisis aspek finansial meliputi analisis finansial dan analisis nilai
pengganti (switching value). Analisis finansial akan mengukur kelayakan usaha
pembesaran itik pedaging pada Peternakan Maju Bersama yaitu dengan
menggunakan alat analisis kriteria investasi yang terdiri dari: Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback
Period (PP), Break Even Point (BEP), dan Harga Pokok Produksi (HPP).
Setelah melakukan kegiatan analisis aspek finansial dan didapatkan hasil
mengenai kelayakan usaha pada kondisi saat ini, maka dilakukan analisis nilai
pengganti (switching value). Dalam analisis ini, digunakan peubah (variabel)
berupa kenaikan harga pakan broiler, kenaikan harga bibit, penurunan harga
karkas, dan penurunan volume produksi. Penentuan variabel ini didasarkan pada
fakta bahwa variabel-variabel tersebut merupakan komponen terpenting dalam
struktur biaya dan penerimaan perusahaan. Variabel harga berpotensi mengalami
fluktuatif harga yang dapat menyebabkan perubahan tingkat kelayakan usaha
Peternakan Maju Bersama. Demikian juga penurunan volume produksi akan
menyebabkan penurunan penerimaan yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat
kelayakan usaha. Dengan menggunakan metode switching value ini, akan
39
diperoleh informasi mengenai harga pakan broiler dan bibit tertinggi, harga jual
karkas terendah, dan volume produksi terendah (dalam hal ini tingkat
kelangsungan hidup itik setiap siklus produksi) yang masih dapat ditoleransi
sehingga usaha pembesaran itik pedaging yang dilakukan masih layak untuk
dijalankan secara finansial.
Hasil dari seluruh analisis kelayakan usaha, yang meliputi analisis aspek
non finansial dan aspek finansial, akan digunakan untuk menentukan apakah
usaha pembesaran itik di Peternakan Maju Bersama layak untuk dijalankan atau
tidak. Jika hasil analisis adalah layak, maka usaha pembesaran itik dapat
direalisasikan. Akan tetapi, jika hasil dari analisis adalah tidak layak, maka
perusahaan perlu melakukan evaluasi dan menyiapkan solusi sehingga usaha
menjadi layak untuk dijalankan.
Dari hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran yang bermanfaat
bagi usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama. Alur kerangka
pemikiran operasional secara terstruktur dapat dilihat pada Gambar 3.
40
•
•
•
Terdapat Informasi Peningkatan Permintaan
Karkas Itik
Terdapat Peluang Usaha Pembesaran Itik
Pedaging
Usaha Tahap Pembesaran Dianggap Relatif
Mudah Dijalankan
Peternakan Maju Bersama
Analisis Kelayakan Usaha
•
•
•
•
•
•
Non Finansial
Finansial
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen
Aspek Hukum
Aspek Sosial-EkonomiBudaya
Aspek Lingkungan
Proyeksi L/R, NPV, IRR,
Net B/C, Payback Period,
BEP, dan HPP
Analisis
Switching Value
Layak
Tidak Layak
Implementasi
Evaluasi
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
41
Download