BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian saham Saham merupakan salah satu sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal. Saham juga merupakan sekuritas yang paling dikenal masyarakat Indonesia sehingga pasar ekuitas pada pasar modal sering disebut dengan pasar saham oleh masyarakat Indonesia. Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder atau stockholder) (Samsul, 2006:45). Menurut Wiagustini (2010:210) saham merupakan tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Seseorang atau suatu pihak dikatakan sah menjadi pemegang saham apabila dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) orang atau pihak tersebut telah terdaftar sebagai pemegang saham. Saham dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock) Saham biasa merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (Husnan, 2003:275). Saham biasa (common stock) adalah sertifikat yang menunjukan kepemilikan suatu perusahaan. Sebagai pemilik, pemegang saham memiliki hak proposional dalam berbagai pengambilan keputusan perusahaan seperti persetujuan dalam pengambilan keputusan pada rapat umum pemegang saham (RUPS) (Tandelilin, 2010:32). Menurut Samsul (2006:45) saham biasa adalah jenis saham yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Harga saham biasa merupakan dasar 11 penghitungan indeks harga saham di pasar modal. Selain itu, suara dalam RUPS hanya dapat dimiliki oleh pemegang saham biasa. Menurut Bodie (2009:45) saham biasa memilliki dua karakteristik penting sebagai alat investasi yaitu klaim sisa (residual claim) dan kewajiban terbatas (limited liabillity). Klaim sisa memiliki arti bahwa pemegang saham biasa berada pada barisan terakhir dari pihak-pihak yang memiliki klaim atas aset dan pendapatan perusahaan. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, pemegang saham biasa memiliki klaim setelah klaim dari pihak-pihak kantor pajak, karyawan, pemasok, pemegang obligasi, dan kreditor. Saham preferen (preferred stock) adalah jenis saham yang memiliki hak lebih dahulu untuk menerima laba dan memiliki hak laba kumulatif. Hak kumulatif adalah hak dimana pemegang saham preferen mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada tahun perusahaan mengalami kerugian, tetapi dibayarkan pada tahun berikutnya ketika perusahaan mengalami keuntungan sehingga besar laba yang diterima pemegang saham preferen tersebut adalah dua kali lipat. Hak ini diberikan kepada pemegang saham preferen karena ketika perusahan mengalami kesulitan keuangan, merekalah yang memasok dana ke perusahaan tersebut (Samsul, 2006:45). Saham preferen memliki persamaan seperti halnya obligasi dimana pemegang saham preferen akan mendapatkan laba tetap setiap tahun tanpa jatuh tempo. Perusahan tidak memiliki kewajiban tertulis untuk membayar deviden yang berarti perusahaan dapat menahan pembayaran deviden yang ditujukan kepada pemegang saham preferen (Bodie, dkk., 2009:45). 12 2.1.2 Pengertian return saham Tujuan utama investor melakukan invetasi adalah untuk memaksimalkan return. Return adalah sejumlah imbalan yang didapatkan investor atas keberanian menanggung risiko dalam melakukan suatu investasi. Sumber return terdiri dari dua komponen yaitu yield dan capital gain (loss). Yield adalah komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi berupa deviden. Capital gain (loss) adalah komponen kedua dari return yang merupakan kenaikan atau penurunan harga saham yang dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi investor. Return total suatu investasi dapat dihitung dengan menjumlahkan yield dan capital gain (Tandelilin, 2010:102). Return dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu realized return dan expected return. Realized return merupakan return yang telah terjadi. Expected return dihitung menggunakan data historis dan merupakan salah satu pengukur kinerja suatu perusahaan. Expected return merupakan return harapan yang akan diperoleh investor dimasa yang akan datang. Kedua return tersebut memliki perbedaan dimana realized return bersifat sudah terjadi sedangkan expected return bersifat belum terjadi (Hartono, 2009:199). 2.1.3 Estimasi return saham Return investasi dimasa yang akan datang merupakan return harapan yang hanya dapat diperkirakan melalui estimasi. Return harapan dapat menghasilkan return yang berbeda dari return aktual yang diterima. Secara umum mengestimasi 13 return harapan dapat dihitung menggunakan metode-metode berikut ini (Tandelilin, 2010:106) 1) metode rata-rata tertimbang Return harapan atas suatu sekuritas dapat diestimasi dengan cara mencari nilai rata-rata tertimbang dari semua return yang mungkin terjadi. Untuk mengestimasi return sekuritas sebagai aset tunggal investor harus memperhitungkan kemungkinan terwujudnya tingkat return tertentu yaitu probabilitas kejadian. Hasil dari perkiraan return harapan dan probabilitas disebut dengan distribusi probabilitas dimana spesifikasi tingkat return harapan dan tingkat probabilitas terjadinya return tersebut ditunjukan pada distribusi probabilitas tersebut. Nilai return harapan dapat dihitung dengan menentukan nilai rata-rata tertimbang dari distribusi return tersebut. Rumus menghitung return harapan dituliskan dalam persamaan berikut: 𝐸(𝑅) = ∑𝑛𝑡=1 𝑅𝑖 𝑝𝑟𝑖 ……………………………………………………(1) Keterangan: E(R) = return harapan dari suatu sekuritas Ri = return ke-i yang mungkin terjadi pri = probabilitas kejadian return ke-i n = banyaknya return yang mungkin terjadi 14 2) metode rata-rata aritmatik (arithmetic mean) Disamping cara menghitung return harapan dengan metode nilai rata-rata tertimbang, perhitungan return harapan dapat dihitung menggunakan metode rata-rata aritmatik (arithmetic mean). Metode arithmetic mean adalah metode perhitungan statistik untuk menghitung nilai rata-rata. Metode ini sesuai apabila digunakan dalam perhitungan suatu rangkaian aliran return dalam suatu periode tertentu. Secara matematis rumus arithmetic mean dapat ditulis sebagai berikut: 𝑥= ∑𝑋 𝑛 …………………………………………………………………(2) Keterangan: x = return harapan ∑X = penjumlahan nilai return selama suatu periode n = total jumlah periode 3) metode rata-rata geometrik (geometric mean) Metode rata-rata geometrik dapat mengatasi kekurangan pada metode ratarata aritmatik dimana metode rata-rata geometrik dapat menunjukan nilai rata-rata yang sebenarnya dari suatu distribusi return dalam periode waktu tertentu. Perhitungan geometric mean memiliki sifat compounding atau pelipatgandaan aliran return selama periode tertentu. Metode rata-rata geometrik sangat tepat digunakan ketika menghitung tingkat perubahan aliran 15 return pada periode yang bersifat serial dan kumulatif. Rumus menghitung dengan metode rata-rata geometrik adalah sebagai berikut: G=[(1+R1) (1+R2) …… (1+Rn)] 1 / n – 1 …………………………….(3) Keterangan: G = nilai return harapan Rn = return relative pada periode n 2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi return saham Investor perlu memperhatikan deviden dan earning perusahaan dalam menentukan nilai saham perusahaan yang sangat tergantung pada keuntungan yang dihasilkan suatu perusahaan. Menurut Tandelilin (2010:338) prospek perusahaan sangat tergantung pada kondisi ekonomi makro dan kondisi internal perusahaan itu sendiri. Ini berarti tingkat return yang dihasilkan perusahaan dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro dan faktor internal perusahaan. Menurut Tandelilin (2010:363) kondisi internal perusahaan dapat mempengaruhi return saham suatu perusahaan. Analisis perusahan digunakan investor untuk mengetahui kondisi internal suatu perusahan.Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalamanalisis perusahaan antara lain : earning per share, price earning ratio, profitabilitas perusahaan dan informasi laporan keuangan berupa neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas (Tandelilin, 2010:378). 16 Tandelilin (2010:339) menyebutkan bahwa analisis makro ekonomi perlu dilakukan investor karena adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan makro terhadap kinerja pasar modal. Ketika perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan maka pasar modal negara tersebut juga mengalami pertumbuhan. Pasar modal mencerminkan kondisi ekonomi makro dimana nilai investasi ditentukan oleh aliran kas dan tingkat return yang di pengaruhi oleh perubahan lingkungan ekonomi makro. Samsul (2006:200) menyebutkan bahwa faktor makro ekonomi merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi memiliki pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa dalam mengestimasi aliran kas, bunga, premi risiko, atau return suatu sekuritas, investor perlu mempertimbangkan analisis ekonomi. Investor perlu memperhatikan beberapa indikator dalam menganalisis faktor makro ekonomi yaitu variabel ekonomi makro yang mempengaruhi keuntungan perusahaan. Variabel makro ekonomi yang perlu diperhatikan investor antara lain adalah tingkat suku bunga, tingkat inflasi, kurs rupiah, produk domestik bruto (PDB), anggaran defisit, investasi swasta, dan neraca perdagangan dan pembayaran (Tandelilin, 2010:343). Faktor makro ekonomi yang dapat mempengaruhi kinerja saham maupun kinerja perusahaan antara lain: tingkat bunga umum domestik, tingkat inflasi, peraturan perpajakan, kebijakan khusus pemerintah yang terkait dengan perusahaan tertentu, kurs valuta asing, tingkat bunga pinjaman luar negeri, kondisi perekonomian international, siklus ekonomi, faham ekonomi, peredaran uang (Samsul, 2006:200). Penelitian ini membatasi 17 untuk mencari pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai kurs rupiah dan produk domestik bruto terhadap return saham. 2.1.5 Tingkat suku bunga Tandelilin (2010:343) menyatakan bahwa perubahan tingkat suku bunga menyebabkan perubahan pada tingkat suku bunga yang diisyaratkan pada suatu sekuritas. Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang pada aliran kas perusahaan yang dapat menyebabkan kesempatankesempatan investasi yang ada menjadi tidak menarik bagi investor. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan. Selain itu suku bunga yang tinggi akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor akan meningkat. Meningkatnya tingkat suku bunga juga mengakibatkan investor dapat menarik investasinya di pasar modal dan memindahkan investasinya pada tabungan atau deposito. Bodie dkk (2009:178) mengatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi mengurangi nilai kas sekarang dari arus kas masa depan, sehingga mengurangi daya tarik peluang investasi. Menurut Samsul (2006:201) kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak yang negatif terhadap setiap emiten, karena meningkatkan beban bunga kredit serta menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan menurunnya harga saham di pasar. Naiknya tingkat suku bunga deposito akan mengakibatkan investor menjual sahamnya di pasar modal, dan menabung hasil penjualan saham tersebut dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran mengakibatkan jatuhnya harga saham di pasar modal. 18 2.1.6 Tingkat inflasi Inflasi adalah kecendrungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi perokonomian yang panas dimana kondisi perekonomian mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya yang mengakibatkan harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang tinggi juga mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Disamping itu inflasi yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan penurunan pendapatan riil investor dari investasinya. Peningkatan inflasi berdampak pada peningkatan harga jual dan biaya produksi perusahaan. Apabila biaya produksi mengalami peningkatan lebih tinggi daripada peningkatan penjualan perusahan, maka profitabilitas perusahaan mengalami penurunan yang berakibat terhadap penurunan tingkat return saham. Sebaliknya apabila penjualan perusahaan mengalami peningkatan yang lebih tinggi daripada biaya produksi perusahaan maka profitabilitas perusahan mengalami peningkatan. Secara relatif penigkatan inflasi merupakan sinyal negatif bagi para investor (Tandelilin, 2010:343). Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap return saham tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerugian perekonomian secara keseluruhan, dimana banyak perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Inflasi yang sangat rendah dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi sangat lamban yang menyebabkan harga saham bergerak dengan lamban (Samsul, 2006:201). 19 2.1.7 Nilai kurs rupiah Kurs merupakan tingkat dimana nilai mata uang domestik dikonversi menjadi nilai mata uang asing (Bodie, dkk. 2009:175). Depresiasi kurs mata uang domestik dapat memberi dampak negatif terhadap emiten yang memiliki hutang dalam mata uang asing sedangkan produk emiten tersebut dijual didalam negeri. Hal ini mengakibatkan penurunan harga saham emiten tersebut di bursa efek. Penurunan harga saham berarti terjadi penurunan terhadap return saham (Samsul, 2006:202). Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing merupakan sinyal positif bagi perekonomian yang sedang mengalami inflasi. Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku (Tandelilin, 2010:344). 2.1.8 Produk domestik bruto Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa total dari suatu negara. Bodie, dkk. (2009:177) mengatakan PDB termasuk faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham dan PDB yang bertumbuh dengan cepat menunjukan bahwa perekonomian mengalami pertumbuhan. Tandelilin (2010:343) menjelaskan bahwa pertumbuhan PDB mengindikasikan terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang baik akan mengakibatkan peningkatan daya beli masyarakat yang merupakan peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk yang dihasilkan. Adanya peningkatan penjualan perusahaan maka peluang keuntungan yang akan diperoleh 20 perusahaan meningkat. Ini berarti peningkatan PDB merupakan sinyal yang baik bagi para investor untuk berinvestasi. 2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh tingkat suku bunga terhadap return saham Samsul (2006:201) mengatakan bahwa kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak yang negatif terhadap setiap emiten, karena meningkatkan beban bunga kredit serta menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan menurunnya harga saham di pasar. Tandelilin (2010:343) menyatakan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham. Perubahan tingkat suku bunga menyebabkan perubahan pada tingkat suku bunga yang diisyaratkan pada suatu sekuritas. Meningkatnya tingkat suku bunga mengakibatkan investor dapat menarik investasinya di pasar modal dan memindahkan investasinya pada tabungan atau deposito. Nazwar (2008) meneliti mengenai analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap return saham syariah di Indonesia menemukan bahwa tingkat suku bunga (interest rate) berpengaruh signifikan terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan Uddin et al (2007) mengenai pengaruh pertumbuhan tingkat suku bunga terhadap harga saham, menemukan bahwa pertumbuhan tingkat suku bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Sodikin (2007) dalam penelitiannya mengenai variable makro ekonomi yang mempengaruhi return saham di BEJ menemukan tingkat suku bunga berpengaruf terhadap return saham. Kajian empiris inilah yang 21 menjadi dasar dalam perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu H1 : tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham. 2.2.2 Pengaruh tingkat inflasi terhadap return saham Tandelilin (2010:343) mengatakan bahwa secara relatif inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham. Inflasi yang tinggi mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Inflasi yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan penurunan pendapatan riil investor dari investasinya. Peningkatan inflasi berdampak pada peningkatan harga jual dan biaya produksi perusahaan. Apabila biaya produksi mengalami peningkatan lebih tinggi daripada peningkatan penjualan perusahan, maka profitabilitas perusahaan mengalami penurunan yang berakibat terhadap penurunan tingkat return saham. Sebaliknya apabila penjualan perusahaan mengalami peningkatan yang lebih tinggi daripada biaya produksi perusahaan maka profitabilitas perusahan mengalami peningkatan. Sitinjak (2011) yang meneliti mengenai faktor makro ekonomi (variabel crr) pada return portofolio pasar saham di indonesia saat bullish dan bearish menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap return portofolio. Penelitian lain oleh Jana (2013) mengenai hubungan antara tingkat inflasi terhadap harga saham pada bursa efek india menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Karim (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham. Nasir (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini menjadi dasar pengembangan hipotesis yang diajukan yaitu: 22 H2 : tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham 2.2.3 Pengaruh nilai kurs rupiah terhadap return saham Tandelilin (2010:344) mengatakan bahwa nilai kurs berdampak positif terhadap return saham. Menguatnya kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing merupakan sinyal positif bagi perekonomian yang sedang mengalami inflasi. Menguatnya kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini akan mengakibatkan investor untuk membeli saham yang berakibat pada peningkatan harga saham dan return saham. Penelitian yang dilakukan Ahmadi et al (2012) mengenai pengaruh kurs valuta asing terhadap return saham di pasar modal Teheran menemukan bahwa perubahan kurs valuta asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan Kamir (2015) menemukan bahwa nilai kurs rupiah berpengaruh positif terhadap return saham. Handiani (2014) menemukan bahwa nilai kurs rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Penelitian lain yang dilakukan Hadianto (2009) menemukan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini menjadi dasar perumusan hipotesis yang diajukan, yaitu: H3 : nilai kurs rupiah berpengaruh positif terhadap return saham 2.2.4 Pengaruh produk domestik bruto terhadap return saham Tandelilin (2010:343) mengatakan bahwa meningkatnya produk domestik bruto mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan return. Penelitian yang dilakukan oleh Signh (2011) menemukan 23 bahwa produk domestik bruto berpengaruh signifikan terhadap return saham. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hsing (2011) menemukan bahwa produk domestik bruto mempengaruhi return saham dengan hubungan yang positif. Hal ini menjadi dasar dalam merumuskan hipotesis yang diajukan, yaitu: H4 : produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap return saham Berdasarkan hipotesis yang ada, maka dapat digambarkan kerangka konsepsual seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Nilai Kurs Rupiah dan Produk Domestik Bruto terhadap Return Saham pada Perusahaan Food and Beverage Periode 2009-2013 H1 Tingkat Suku Bunga (X1) :Gambar diolah peneliti, 2013 Sumber H2 Tingkat Inflasi (X2) H3 Return Saham (Y) Nilai Kurs Rupiah (X3) H4 Produk Domestik Bruto (X4) Sumber : Data diolah peneliti, 2016 24