BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini masalah kesehatan telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Penyebabnya diduga akibat perubahan gaya hidup, pola makanan, faktor lingkungan, kurangnya aktivitas, terlalu banyak mengkonsumsi makanan mengandung lemak dan kolesterol serta kurangnya asupan serat dapat memicu penyakit degeneratif (Waloya, dkk., 2013). Hiperkolesterolemia merupakan penyebab utama meningkatnya risiko aterogenesis. Baik gangguan genetik maupun makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol merupakan penyebab meningkatnya kadar lipid pada populasi AS dan banyak negara maju lainnya di seluruh dunia (Mahley dan Bersot, 2012). Hiperkolesterolemia adalah salah satu kondisi di mana kadar kolesterol darah melebihi 250 mg/dl. Prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia rentang umur 2565 tahun menurut Survei Konsumsi Rumah Tangga (SKRT) 2004 adalah sebesar 1,5% dan prevalensi batas tinggi (kadar kolesterol darah 200 mg-249 mg/dl) adalah sebesar 11,2%. Kelompok batas tinggi dapat menjadi hiperkolesterolemia apabila tidak menjaga pola hidup sehat dan seimbang (Waloya, dkk., 2013). Kolesterol dalam darah umumnya berasal dari menu makanan yang dikonsumsi. Semakin banyak konsumsi makanan berlemak, maka akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolesterol. Selain faktor makanan, kolesterol yang tinggi juga bisa disebabkan oleh faktor keturunan (LIPI, 2009). Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, diproduksi dihati dan sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi kolesterol berlebih akan menimbulkan 1 Universitas Sumatera Utara masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak (Fauziah, dkk., 2014). Peran utamanya dalam proses patologis adalah sebagai faktor pembentukan arterosklerosis arteri-arteri vital, yang menimbulkan penyakit pembuluh darah perifer, koroner, dan serebrovaskular. Arterosklerosis ditandai oleh adanya penimbunan kolesterol dan ester kolesterol dari lipoprotein plasma ke dinding arteri (Botham dan Mayes, 2014). Penggunaan obat herbal kembali menjadi tren di Indonesia. Herbal adalah bahan alam yang diolah ataupun tidak diolah yang digunakan untuk tujuan kesehatan yang berasal dari tumbuhan hewan maupun mineral (Dirjen Binfar dan Alkes, 2013). Masyarakat kembali menggunakan bahan alam tersebut sebagai alternatif pilihan untuk mengobati berbagai penyakit. Penggunaan bahan alam atau herbal sempat tergeser seiring dengan kehadiran obat-obatan sintetik (Mardiana, 2012). Pengembangan obat herbal diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan modern. Menteri Kesehatan Republik Indonesia mendukung pengembangan obat herbal, yaitu fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik (Febriani, dkk., 2015). Salah satu cara mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu. Parameter mutu simplisia meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol dan untuk uji kebenaran dilakukan uji mikroskopik dan makroskopik terhadap simplisia tersebut (Febriani, dkk., 2015). 2 Universitas Sumatera Utara Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Folium) merupakan herbal yang sedang tren di tahun 2012. Tumbuhan binahong memang belum terlalu banyak dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Jenis tanaman menjalar ini sebenarnya mulai dikenal sebagai herbal di Indonesia sejak 15 tahun yang lalu. Tanaman menjalar ini biasanya hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias, selain itu binahong pun berkhasiat untuk mengobati luka, mengobati radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran darah serta tekanan darah, mencegah stroke, menambah vitalitas tubuh, mengatasi ambeien, serta diabetes (Mardiana, 2012). Irisan daun yang direbus digunakan sebagai pengobatan rakyat di Kolombia dan Taiwan untuk mengobati diabetes dan sebagai analgesik (Lemmens dan Bunyaphaphatsara, 2003). Khasiat daun binahong tentunya tidak lepas dari kandungan zat-zat yang ada didalamnya (Mardiana, 2012). Tumbuhan binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) mengandung senyawa alkaloid, polifenol, fenolik flavonoida, saponin, steroid, triterpenoid, tanin (Astuti, 2012; Balitbangkes, 2006; Fauziah, dkk., 2014; Jazilah, dkk., 2014; Kumalasari dan Sulistyani, 2011). Penggunaan daun binahong secara empiris pada masyarakat di daerah Jawa untuk pengobatan penyakit ringan maupun berat dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk pengobatan dalam seperti penurun kolesterol diambil sekitar 7-9 lembar daun binahong, dicuci bersih, kemudian direbus dengan air sebanyak dua gelas, hingga air rebusan tersisa sebanyak satu gelas dan air rebusannya diminum dua kali sehari (Susetya, 2015). Berdasarkan hasil penelitian dari Fauziah, dkk., (2014), pemberian ekstrak etanol daun binahong dengan dosis 125 mg/kgbb, 250 mg/kgbb, dan 500 mg/kgbb dapat menurunkan kadar kolesterol darah mencit putih jantan. 3 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian Lestari, dkk., (2016), pemberian ekstrak daun binahong dari fraksi n-heksan, air, dan etil asetat dengan dosis 50 mg/kgbb, 100 mg/kgbb, dan 200 mg/kgbb pada tikus dapat menurunkan kolesterol total, trigliserida dan LDL dan tidak mempengaruhi HDL. Ekstraksi diperlukan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam daun binahong. Pemilihan pelarut yang tepat dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut diantaranya adalah selektivitas, toksisitas, kepolaran, kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut. Etil asetat merupakan pelarut semipolar dengan toksisitas rendah sehingga diharapkan dapat menarik senyawa polar, semipolar maupun nonpolar dari daun binahong (Putri, dkk., 2013). Tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional apabila tanaman tersebut senyawa kimia yang mempunyai aktifitas biologis (zat bioaktif). Senyawa aktif biologis itu merupakan metabolit sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoida, terpenoid, tanin dan saponin. Kandungan senyawa metabolit sekunder dalam suatu tanaman dalam suatu tanaman dapat diketahui dengan suatu metode pendekatan yang dapat memberikan informasi adanya senyawa metabolit sekunder. Salah satu metode yang digunakan adalah metode skrining fiokimia (Setyowati, dkk., 2014). Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan karakterisasi simplisia daun binahong, skrining fitokimia dan uji penurunan kadar kolesterol dari ekstrak etil asetat daun binahong pada serum darah marmot. 4 Universitas Sumatera Utara 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan pada penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah karakteristik serbuk simplisia daun binahong ? b. Senyawa apakah yang terdapat dalam ekstrak etil asetat daun binahong yang dapat menurunkan kadar kolesterol? c. Ektrak etil asetat daun binahong dosis berapakah yang efektif memberikan penurunan kolesterol pada marmot? 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis penelitian ini adalah: a. Karakteristik serbuk simplisia daun binahong dapat diperoleh dengan melakukan karakterisasi serbuk simplisia menggunakan prosedur Materia Medika Indonesia. b. Ekstrak etil asetat daun binahong mengandung senyawa flavonoida dan saponin yang dapat menurunkan kadar kolesterol pada serum darah marmot. c. Ekstrak etil asetat daun binahong dosis 400 mg/kgbb merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan kolesterol pada marmot. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui karakteristik serbuk simplisia daun binahong. b. Mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak etil asetat yang dapat menurunkan kadar kolesterol pada serum darah marmot. c. Mengetahui dosis efektif pada ekstrak etil asetat daun binahong sebagai penurun kolesterol serum marmot. 5 Universitas Sumatera Utara 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi bahwa ekstrak etil asetat daun binahong dapat menurunkan kadar kolesterol. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan kerangka pikir sebagai berikut: Variabel bebas Variabel terikat Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan mikroskopik Penetapan kadar air Penetapan kadar air total Penetapan kadar air tidak larut dalam asam Penetapan kadar air tidak larut air Penetapan kadar sari larut dalam etanol Simplisia daun binahong Karakterisasi simplisia Skrining fitokimia Ekstrak etil asetat daun binahong Parameter Uji antihiperkoleste rolemia pada serum darah marmot Steroida/triterpenoida Alkaloida Flavonoida Tanin Saponin Glikosida Kadar Kolesterol 6 Universitas Sumatera Utara