BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan yang bergerak di bidang proyek membutuhkan manajemen proyek untuk dapat bersaing dengan yang lain. Manajemen proyek merupakan sebuah cara untuk meningkatkan kesuksesan sekaligus untuk mengatur pengeluaran dari proyek terkait. Selain kualitas, indikator lain dari kesuksesan sebuah proyek adalah ketepatan waktu dan efisiensi biaya. Kemampuan untuk memberikan tiga indikator tersebut akan menentukan peluang perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan proyek selanjutnya (PMI, 2010). Meskipun manajemen proyek dengan pendekatan tradisional cukup efektif untuk mengontrol sebuah proyek, banyak juga proyek-proyek besar yang gagal memenuhi target biaya dan waktu (Sterman, 2000). Sementara itu, waktu penyelesaian yang cepat merupakan elemen yang penting untuk memenangkan tawaran proyek. Kondisi tersebut mendesak pengerjaan proyek dilakukan secara paralel, atau lebih dikenal sebagai concurrent engineering. Akan tetapi, concurrent engineering dapat memunculkan ketidakpastian dalam pengerjaan proyek. Diketahui bahwa ketidakpastian bisa meningkatkan kompleksitas proyek. Selain itu keterkaitan antar elemen dalam proyek juga dapat meningkatkan kompleksitas proyek. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan lain untuk menganalisis proyek dengan kompleksitas yang tinggi, salah satunya adalah menggunakan system dynamics (Williams, 1999). Pendekatan system dynamics memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pendekatan tradisional dalam manajemen proyek. Manajemen proyek dengan pendekatan tradisional terfokus pada masalah operasional dalam proses pengerjaan proyek dan pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan antara plan dengan implementation tanpa memperhatikan dampak dari keputusan tersebut (Rodrigues, 1994). Gambar 1.1 menunjukkan proses umum manajemen proyek dengan pendekatan tradisional. 1 2 Planning Implementation Control Gambar 1.1. Proses Manajemen Proyek dengan Pendekatan Tradisional (Rodrigues, 1994) Selain itu pendekatan tradisional dalam manajemen proyek juga tidak mempertimbangkan interaksi dalam sistem yang terdapat pada proyek. Padahal sebenarnya elemen-elemen yang ada pada proyek saling memiliki keterkaitan dan berpengaruh. Keterkaitan dan pengaruh antar elemen pada proyek tidak dapat dianalisis menggunakan tools pendekatan tradisional, seperti PERT, yang mengasumsikan proses pengerjaan proyek berlangsung secara linier (Williams, 1999). Sementara itu, pendekatan system dynamics mampu menganalisis keterkaitan dan pengaruh dari setiap elemen terhadap elemen lainnya dalam proyek karena melihat proyek secara keseluruhan, tidak mendetil seperti halnya pendekatan tradisional. Oleh sebab itu penggunaan pendekatan ini dapat membantu manajer proyek dalam membuat keputusan strategis (Rodrigues, 1994). Perusahaan yang bergerak pada bidang EPC (Engineering, Procurement, and Construction) menggunakan concurrent engineering untuk mengurangi delivery time dari proyek yang dikerjakan. Pada fase engineering dari proyek EPC mayoritas pekerjaan yang dilakukan adalah perencanaan. Oleh karena itu pada fase ini ketidakpastian masih tinggi dan perubahan rencana sangat mungkin terjadi. Ketidakpastian dan perubahan rencana terjadi akibat pengetahuan mengenai proyek masih sedikit pada awal proyek dan akan meningkat seiring dengan berjalannya proyek (Mahmoud-Jouini, dkk, 2004). Gambar 1.2 3 menjelaskan peningkatan pengetahuan dan penurunan kemungkinan tindakan pada proyek. Dengan kondisi seperti ini proyek EPC memiliki kompleksitas yang tinggi, sehingga dibutuhkan system dynamics untuk menganalisisnya. Gambar 1.2. Grafik Pengetahuan dan Kemungkinan Tindakan pada Pengerjaan Proyek terhadap Waktu (Mahmoud-Jouini, dkk, 2004) Akibat dari ketidakpastian dan perubahan rencana adalah rework. Analisis mengenai rework pada fase engineering dari proyek EPC sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Wibowo (2011). Pada fase engineering terdapat beberapa departemen yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda-beda saling bekerja sama. Peningkatan error dan asumsi yang salah pada departemen-departemen tersebut dapat meningkatkan rework. Selain itu, rework akibat departemen yang berada pada upstream juga mempengaruhi departemen yang berada pada downstream karena error dari departemen upstream ikut terbawa ke departemen downstream bersamaan dengan pekerjaan yang dilakukan. Kondisi ini mengakibatkan munculnya perilaku bullwhip effect pada rework. Artinya semakin jauh suatu departemen dari upstream, semakin banyak rework pada departemen tersebut. Pada perusahaan yang berbasis proyek konstruksi, pengukuran kinerja dilakukan menggunakan KPI (The KPI Working Group, 2000). KPI merupakan suatu standar yang harus dipenuhi oleh departemen terkait. Kegunaannya adalah agar perusahaan dapat menjaga kualitas dari proyek yang dikerjakan. Akan tetapi untuk kasus yang dijelaskan sebelumnya, KPI untuk setiap departemen 4 seharusnya disesuaikan dengan mempertimbangkan rework akibat departemen upstream. Gambar 1.3 menjelaskan perilaku rework dari departemen upstream sampai downstream. A B C Downstream Upstream Rework di B (1) Akibat akumulasi error dari A (2) Akibat error pada B sendiri Gambar 1.3. Perilaku Rework Dalam pengukuran kinerja saat ini belum dipertimbangkan rework akibat kesalahan departemen upstream. Akibatnya departemen downstream selalu memiliki kinerja yang lebih buruk bila dibandingkan dengan departemen upstream. Oleh karena itu dibutuhkan analisis lebih lanjut mengenai pengukuran KPI yang diterapkan oleh perusahaan yang berbasis proyek. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana pengukuran KPI yang sesuai untuk fase engineering pada sebuah proyek engineering, procurement, and construction dengan mempertimbangkan bullwhip effect pada rework?” 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan pada penelitian ini adalah: 1. Sistem yang diamati hanya terbatas pada permasalahan aliran informasi pada fase engineering dari proyek EPC. 2. Penelitian hanya dilakukan pada satu kasus proyek. 5 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membangun model dinamik dari fase engineering dalam proyek EPC. 2. Menganalisis permasalahan bullwhip effect pada rework sebagai dampak dinamika aliran informasi dalam sistem proyek. 3. Menemukan metode pengukuran KPI dengan mempertimbangkan permasalahan bullwhip effect pada rework. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode pengukuran KPI yang mempertimbangkan permasalahan bullwhip effect pada rework. Dari metode yang diusulkan, diharapkan dapat memberikan masukan pada perusahaan khususnya dalam pengukuran kinerja departemen dalam suatu proyek. Dengan demikian perusahaan dapat memberikan keputusan yang lebih objektif mengenai kinerja aktual dari departemen tanpa dipengaruhi oleh departemen upstream.