BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan listrik telah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia saat ini. Kebutuhan energi listrik suatu daerah semakin tahun
terus bertambah seiring dengan penambahan konsumen, pertumbuhan bisnis,
industri, dan
lainnya. Berdasarkan materi teknis RUKN (Rencana Umum
Ketenagalistrikan Nasional) tahun 2012-2031, pemenuhan kebutuhan tenaga
listrik di berbagai wilayah/daerah belum terpenuhi baik secara kualitas maupun
kuantitas sesuai yang dibutuhkan konsumen. Salah satu kelompok konsumen yang
paling sensitif terhadap permintaan listrik adalah kelompok rumah tangga.
Menurut Nababan (2008), hal ini diakibatkan beberapa pertimbangan, yaitu : (1)
porsi terbesar pelanggan listrik masih didominasi oleh kelompok rumah tangga,
(2) pelanggan rumah tangga termasuk dalam kelompok pemakai terbesar energi
listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) setelah kelompok industri, (3) sasaran
program elektrifikasi adalah rumah tangga, (4) penggunaan alat-alat listrik lebih
banyak dijumpai pada pelanggan rumah tangga. Sehingga tingkat konsumsi energi
listrik oleh pelanggan rumah tangga yang didominasi oleh permukiman memiliki
permintaan daya listrik lebih signifikan dan variatif bila dibandingkan dengan
pelanggan listrik industri, publik, maupun perkantoran.
Kepadatan penduduk dan peningkatan penduduk suatu daerah yang tinggi,
menjadi salah satu faktor penyebab tingginya konsumsi energi listrik dalam waktu
tertentu. Kegiatan penduduk didalamnya memanfaatkan energi listrik sebagai
salah satu sumber utama pendukung kegiatan sehari-hari. Semakin tinggi kegiatan
didalamnya, maka akan membentuk pola kecenderungan konsumsi listrik. Salah
satunya adalah yang terjadi di Kecamatan Ponorogo. Kecamatan Ponorogo
merupakan salah satu kecamatan di Jawa Timur yang difungsikan sebagai pusat
pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Tabel 1.1 merupakan tabel kepadatan jumlah
penduduk di Kecamatan Ponorogo dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang
berada di Kabupaten Ponorogo.
1
Tabel 1.1. Tabel Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per
Kecamatan di Kabupaten Ponorogo
No Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Ngrayun
Slahung
Bungkal
Sambit
Sawoo
Sooko
Pudak
Pulung
Mlarak
Siman
Jetis
Balong
Kauman
Jambon
Badegan
Sampung
Sukorejo
Ponorogo
Babadan
Jenangan
Ngebel
Luas Wilayah
(km2)
184.76
90.34
54.01
59.83
124.71
55.33
48.92
127.55
37.20
37.95
22.41
56.96
36.61
57.48
52.35
80.61
59.58
22.31
43.93
59.44
59.50
2010
55,416
49,267
34,240
35,566
54,696
21,767
8,893
45,993
36,138
41,655
29,049
41,565
40,015
38,929
29,082
35,845
49,564
74,379
62,615
51,508
19,099
Jumlah Penduduk
2011
2012
55,729 55,530
49,543 49,416
34,435
3,437
35,767 35,680
55,004 54,883
21,889 21,845
8,943
8,916
46,253 46,106
36,347 36,194
41,890 41,755
29,212 29,135
41,797 41,694
40,239 40,124
39,148 38,998
29,236 29,129
36,048 35,981
49,846 49,713
74,795 74,569
62,968 62,775
51,798 51,659
19,206 19,151
2013
56,413
48,407
34,246
34,957
51,941
22,423
9,159
46,128
36,963
43,678
28,260
40,665
37,165
38,470
29,080
34,377
51,281
78,583
68,317
53,867
19,520
Kepadatan Penduduk
2010
2011
2012
2013
300
302
301
305
545
548
547
536
634
638
64
634
594
598
596
584
439
441
440
416
393
396
395
405
182
183
182
187
361
363
361
362
971
977
973
994
1098
1104
1100
1151
1296
1304
1300
1261
730
734
732
714
1093
1099
1096
1015
677
681
678
669
556
558
556
555
445
447
446
426
832
837
834
861
3334
3353
3342
3522
1425
1433
1429
1555
867
871
869
906
321
323
322
328
Sumber: Ponorogo Dalam Angka (BPS Kab. Ponorogo, SP 2010 dan Proyeksi)
Kepadatan Jumlah Penduduk Kecamatan
Ponorogo
Kepadatan Penduduk
3334
jiwa/km2
2010
3522
jiwa/km2
3353
jiwa/km2
3342
jiwa/km2
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 1.1. Kurva Pertambahan Kepadatan Penduduk Kecamatan Ponorogo
(Sumber : Olah Data, 2015)
2
Berdasarkan Tabel 1.1 Kecamatan Ponorogo merupakan kecamatan dengan
jumlah kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduk paling tinggi dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2013. Dijelaskan lebih rinci tingkat pertumbuhan
penduduk pada Gambar 1.1 bahwa tiap tahunnya rata-rata mengalami peningkatan
kepadatan penduduk. Jumlah penduduk Kecamatan Ponorogo yang tergolong
tinggi dan lokasi Kecamatan Ponorogo yang berada di lingkungan kota Ponorogo,
menjadikan penduduknya memiliki gaya hidup dan pola konsumsi energi listrik
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di desa. Hal tersebut dipicu oleh
semakin tingginya daya beli dan tingkat kesejahteraan penduduknya yang semakin
mengerti tentang penggunaan alat-alat elektronik.
Jumlah penduduk yang tinggi di Kecamatan Ponorogo menunjukkan kondisi
tempat tinggal (rumah) yang banyak pula. Tabel 1.2 menunjukkan data dari Dinas
Kesehatan Ponorogo bahwa Kecamatan Ponorogo memiliki jumlah rumah
terbanyak dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya.
Tabel 1.2. Jumlah rumah per kecamatan di Kabupaten Ponorogo
Nama Kecamatan
Kec. Sawoo
Kec. Pudak
Kec. Slahung
Kec. Sambit
Kec. Sampung
Kec. Siman
Kec. Pulung
Kec. Ngebel
Kec. Sooko
Kec. Jetis
Kec. Badegan
Kec. Mlarak
Kec. Bungkal
Kec. Kauman
Kec. Jenangan
Kec. Babadan
Kec. Balong
Kec. Jambon
Kec. Sukorejo
Kec. Ngrayun
Kec. Ponorogo
Jumlah Rumah
1.904
2.235
3.412
3.538
3.700
4.730
5.470
5.968
7.061
8.239
8.314
8.491
8.892
9.492
10.061
10.084
10.685
11.313
12.731
15.203
16.550
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Ponorogo (2012)
3
Jumlah rumah yang banyak menjadi tolok ukur bahwa permukiman di
Kecamatan Ponorogo memiliki tingkat konsumsi listrik yang tinggi. Secara
otomatis pasokan energi listrik akan dialokasikan lebih besar untuk area yang
padat bangunan dan padat penduduk (konsumen listrik). Tingkat konsumsi yang
tinggi mempengaruhi sejauh apa kondisi jaringan listrik yang terbebani oleh daya
listrik yang digunakan oleh konsumen. Banyak terjadi ketidakseimbangan dalam
penggunaan energi listrik yang berpengaruh pada kondisi transformator distribusi
yang sering overload karena terjadi ketidakseimbangan energi listrik yang
dikonsumsi oleh rumah-rumah. Akibatnya, kerusakan transformator distribusi
tersebut juga akan berdampak pada kelancaran sistem konsumsi listrik di area
permukiman padat seperti Kecamatan Ponorogo.
Berdasarkan draft Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
tentang
RUKN
2013-2031,
kebijakan
yang
dapat
diterapkan
untuk
memaksimalkan kapasitas pembangkit untuk memenuhi kebutuhan listrik secara
kualitas maupun kuantitas yaitu dengan melaksanakan program disisi permintaan
(Demand Side Management) dan disisi penyediaan (Supply Side Management).
Program Demand Side Management dimaksudkan untuk mengendalikan
pertumbuhan permintaan tenaga listrik, dengan cara mengendalikan beban
puncak, pembatasan sementara sambungan baru terutama di daerah krisis
penyediaan tenaga listrik, dan melakukan langkah-langkah efisiensi lainnya di sisi
konsumen. Program Supply Side Management dilakukan melalui optimasi
penggunaan pembangkit tenaga listrik yang ada dan pemanfaatan captive power.
Maka dari itu, pengetahuan tentang konsumsi energi listrik perlu diadakan sebagai
salah satu pedoman perencanaan manajemen energi listrik terutama di area yang
memiliki kepadatan penduduk tinggi.
Berdasarkan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)
Kabupaten Ponorogo 2010-2015, tatakelola ketenagalistrikan di daerah masih
diwarnai dengan belum baiknya sistem informasi ketenagalistrikan. Pada era
konvergensi sekarang ini penerapan aplikasi informasi berbasis data spasial
bergeoreferensi sudah mampu mengintegrasikan data yang terkait informasi
topografi dan unsur ketenagalistrikan. Perencanaan ketenagalistrikan daerah harus
4
mampu merancang sistem informasi utilitas jaringan listrik yang berbasis GIS
(Geographic Information System). Sudah waktunya pemerintah daerah mampu
menyajikan informasi distribusi jaringan listrik untuk keperluan manajemen aset
kelistrikan terutama dalam hal monitoring pemakaian daya listrik. Sehingga
besaran pemakaian dan proyeksi kebutuhan ketenagalistrikan daerah bisa dikelola
secara baik. Rendahnya kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun RUKD
(Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah) juga mempersulit penyusunan RUKN
(Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional). Untuk itulah proses penyusunan
RUKD oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota memerlukan sistem yang
bersifat intelegensi sehingga bisa mengakomodasi dan memproyeksikan aspek
stakeholders yang terdiri dari pelaku usaha, pemegang izin usaha penyediaan
tenaga listrik seperti BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha
Milik Daerah), swasta dan koperasi, pemegang izin operasi, konsumen tenaga
listrik serta pihak-pihak terkait lainnya. Dengan penerapan sistem informasi
ketenagalistrikan yang berbasis GIS, bisa diwujudkan efisiensi penyaluran tenaga
listrik yang seimbang karena penentuan daya tersambung dan daya terpakai
kepada para pelanggan bisa diketahui secara tepat.
Implementasi dari SIG (Sistem Informasi Geografis) mampu menyediakan
hasil setelah proses analisis dilakukan. Dapat dimanfaatkan untuk menganalisa
tingkat konsumsi energi listrik terhadap daya listrik rumah ke rumah. Selain itu
hasil analisis dari SIG untuk pemodelan distribusi konsumsi listrik akan dapat
memberikan manfaat terkait dengan fenomena dan masalah yang terjadi pada
sistem distribusi listrik. Informasi yang didapatkan bereferensi spasial dan
menunjukkan distribusi keruangan keberadaan fenomena geografis mengenai
distribusi energi listrik yang bermanfaat dalam kegiatan analisis terhadap tingkat
konsumsinya. Menurut ESRI (1990), keunikan Sistem Informasi Geografis
dibandingkan
dengan
sistem
lainnya
adalah
kemampuannya
dalam
menghubungkan data spasial dan data atribut/tekstual dari suatu objek yang
dipetakan.
5
1.2. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Konsumsi energi listrik di permukiman Kecamatan Ponorogo yang
tergolong tinggi menjadi bahasan yang kompleks dalam kegiatan manajemen
energi ketenagalistrikan suatu daerah. Tinggi rendahnya konsumsi dipengaruhi
oleh kapasitas daya listrik terpasang sehingga konsumen dibatasi dalam
penggunaannya. Seiring berjalannya waktu, akan terbentuk pola konsumsi oleh
penduduk suatu permukiman berdasarkan kegiatannya. Dimana jumlah konsumsi
listrik tergantung waktu dalam menggunakannya. Waktu harian merupakan waktu
yang didalamnya menunjukkan konsumsi listrik selama 24 jam. Sehingga
fluktuatif penggunaan energi listrik dapat terlihat lebih detil.
Ketersediaan data spasial diperlukan untuk menunjang analisis mengenai
distribusi daya listrik tersambung dan konsumsi listrik dalam waktu tertentu. Citra
penginderaan jauh dapat menjadi salah satu sarana penyediaan data spasial untuk
menganalisis seperti apa distribusi daya listrik tersambung dan konsumsi listrik di
suatu wilayah. Tingkat konsumsi listrik akan dapat dianalisis dengan baik jika
diinformasikan dalam bentuk data spasial berupa peta. Informasi tersebut
memberikan manfaat bagi kegiatan manajemen pembangkitan energi listrik dalam
jangka pendek (harian). Manajemen energi listrik memerlukan informasi lokasi
mana yang mengalami tingkat konsumsi tinggi pada periode tertentu dan berapa
besar daya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dimana
karakteristik tipologi permukiman suatu tempat tinggal mencirikan bagaimana
konsumsi listrik didalamnya. Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap tingkat
konsumsi listrik yang berbeda-beda pada suatu permukiman. Diperlukan kajian
mengenai tingkat konsumsi energi listrik melalui karakteristik tipologi
permukiman agar dapat menghasilkan data spasial untuk memudahkan analisis
energi listrik disuatu daerah.
Kegiatan dalam menggunakan energi listrik pada kenyataannya mengarah
pada tingkat kebutuhan yang rendah. Artinya, terdapat keadaan dimana daya yang
terpasang tidak dimanfaatkan seluruhnya oleh konsumen. Hal tersebut merupakan
salah satu kebiasaan yang menganggu stabilitas dalam pemanfaatan energi.
Dimana terdapat daya terbuang sia-sia karena dalam pemanfaatannya tidak
6
digunakan seluruhnya. Artinya, terjadi penyimpangan pemanfaatan permintaan
energi listrik dalam bentuk daya terpasang dan daya yang dikonsumsi. Maka dari
kejadian tersebut apabila suatu permukiman secara bersamaan memiliki tingkat
konsumsi yang semacam itu, akan berdampak pada kondisi persediaan pasokan
listrik dikomponennya. Berdasarkan permasalahan di atas dapat diambil beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana distribusi daya listrik tersambung (VA) di permukiman
Kecamatan Ponorogo berbasis citra Geoeye-1?
2. Bagaimana distribusi konsumsi daya listrik (kWh) harian di permukiman
Kecamatan Ponorogo berdasarkan tipologi permukiman?
3. Bagaimana tingkat faktor kebutuhan listrik rata-rata harian di
permukiman Kecamatan Ponorogo?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memetakan daya listrik tersambung (VA) di permukiman Kecamatan
Ponorogo berbasis citra Geoeye-1.
2. Memetakan konsumsi daya listrik (kWh) harian di permukiman
Kecamatan Ponorogo berdasarkan tipologi permukiman.
3. Mengetahui tingkat faktor kebutuhan listrik rata-rata harian di
permukiman Kecamatan Ponorogo.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi mahasiswa (i), penelitian ini dapat dijadikan masukan yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan tema penelitian ini.
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan gambaran persebaran tingkat
konsumsi daya listrik dalam menyusun strategi terhadap penggunaan
energi listrik.
3. Bagi instansi yang terkait, memberikan informasi tentang pemanfaatan
daya listrik beserta distribusinya di permukiman Kecamatan Ponorogo.
7
Download