20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu Magnesian. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama Manisa (sekarang berada di wilayah Turki) di mana terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut. Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Walaupun magnet dapat dipotong-potong sampai kecil, potongan tersebut akan tetap memiliki dua kutub. Pada tahun 1819 diketahui bahwa ada hubungan antara fenomenafenomena listrik dan magnet. Pada tahun itu seorang sarjana bangsa Denmark Hans Christian Oersted (1770-1851) mengamati bahwa sebuah magnet yang dapat berputar akan menyimpang apabila berada didekat kawat yang dialiri arus. Dua belas tahun kemudian, setelah bertahun-tahun mengadakan percobaan, Faraday menemukan bahwa akan ada aliran arus sebentar dalam sebuah circuit, apabila arus dalam circuit lain didekatnya dimulai alirannya atau diputuskan. Tidak lama kemudian setelah itu diketahui bahwa gerakan magnet menjauhi atau mendekati circuit itu menimbulkan efek yang sama. (Sears, 1963) Magnet terbaik umumnya mengandung besi metalik. Namun, ternyata bahwa unsur lain pun menampilkan sifat magnetik; selain itu, material bukan logam pun dapat memiliki sifat magnet. Dalam teknologi modern kini banyak digunakan magnet logam maupun magnet keramik. Selain itu dimanfaatkan pula unsur lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik sehingga memenuhi persyaratan. (Van Vlack, 1984) 21 2.2 Magnet Permanen Produk magnet permanen ada dua macam berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi. (a) (b) Gambar 2.1 Arah partikel pada magnet isotropi dan anisotropi. (a) Arah partikel acak (Isotropi). (b) Arah partikel searah (Anisotropi). (Masno G, 2006) Magnet permanen isotropi merupakan magnet dimana pembentukkan arah domain magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukkan dilakukan didalam medan magnet sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 untuk membedakan isotropi dan anisotropi. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi. Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan densitas fluks magnet, B magnet yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu kemagnetan permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen (Br) dan koersivitas intrinsik (JHc) serta temperatur curie (Tc) yang tinggi. (Manaf, 2013) 2.3 Perkembangan Magnet Permanen Diawal abad 19, baja martensit digunakan sebagai magnet permanen. Baja tersebut memiliki kandungan Co 30% - 40% dapat menghasilkan magnet permanen dengan Br 0,90T dan Energi Produk Maksimum (BH)max . Magnet baja martensit dengan kandungan cobalt ini merupakan magnet terbaik 22 pada waktu tersebut. Namun dalam beberapa puluh tahun belakangan, telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam penelitian dibidang magnet permanen sehingga sejumlah fasa magnetik baru dengan energi yang lebih tinggi telah ditemukan. Magnet Alnico misalnya, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1930-an, terdiri dari sejumlah elemen logam transisi (Fe, Co, Ni) memiliki nilai (BH)max dua kali lebih besar dari magnet baja. Pada tahun 1950-an, dikembangkan magnet permanen kelas keramik dengan formula MO(Fe2O3)6 dimana M adalah Barium atau Stronsium yang kemudian dikenal sebagai magnet ferit. Bila dibandingkan dengan magnet Alnico, magnet ferit memiliki energi dan remanen yang lebih rendah tetapi memiliki koersivitas yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 1970-an untuk pertama sekali ditemukan magnet kelas logam tanah jarang (rare earth permanent magnets). Fasa magnetik SmCo5 dan Sm2Co17 memiliki polarisasi total (Js) dan medan magnet anisotropi (HA) yang sangat tinggi sehingga berpeluang memiliki remanen dan koersivitas yang tinggi, sebagai keharusan untuk mendapatkan magnet permanen dengan nilai (BH)max yang tinggi. Beberapa sifat kemagnetan dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat Kemagnetan Intrinsik Fasa Magnetik dari Magnet Fasa Temperatur Polarisasi Medan Hasil Kali Curie, Total, Magnet Demagnetisasi Anisotropi, Maksimum, (oC) (BH)max (T) (kJ.m-3) BaFe12O19 450 0,50 1,10 50 Sr Fe12O19 450 0,48 1,50 46 SmCo5 720 1,14 20-35 260 Sm2Co17 840 1,25 5,20 312 Nd2Fe14B 312 1,60 5,40 512 Sumber: Manaf, 2013 Perkembangan magnet kelas ini mengalami kesulitan dikarenakan harga Co yang sangat mahal seperti ketersediaan unsur Sm yang terbatas dibumi sehingga popularitas magnet ini pada kalangan industri pemakaian menjadi 23 menurun. Namun ditahun 1980-an, ditemukan magnet permanen logam tanah jarang baru berbasis fasa magnetik RE2Fe14B. Unsur RE dapat membentuk fasa RE2Fe14B yang sangat berpeluang untuk memiliki energi yang paling tinggi. (Manaf, 2013) 2.4 Histerisis Magnet Magnet biasanya dibagi atas dua kelompok yaitu: magnet lunak dan magnet keras. Magnet keras dapat menarik bahan lain yang bersifat magnet. Selain itu sifat kemagnetannya dapat dianggap cukup kekal. Magnet lunak dapat bersifat magnetik dan dapat menarik magnet lainnya. Namun, hanya memiliki sifat magnet apabila berada dalam medan magnet dan sifat kemagnetannya tidak kekal. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras dan magnet lunak dapat dilakukan dengan menggunakan loop histerisis yang telah dikenal seperti pada gambar 2.1. Bila bahan magnet berada dalam medan magnet, H, “garis gaya yang berdekatan” akan tertarik ke dalam bahan sehingga rapat fluks meningkat. Dikatakan bahwa, induksi magnet, B meningkat. Dengan sendirinya, jumlah induksi tergantung pada medan magnet dan jenis bahan. Pada contoh Gambar 2.1, rasio B/H tidak linear, terjadi lompatan induksi mencapai level yang tinggi, kemudian rasio tersebut hampir konstan dalam medan yang lebih kuat. (a) (b) Gambar 2.2 Kurva Magnetisasi a. Induksi awal (B) versus medan magnet (H). b. Loop histerisis (magnet lunak). c. Loop histerisis (magnet keras). (Van Vlack, 1984) (c) 24 Baik induksi remanen (rapat fluks) dan medan koersif, B dan –HC masing-masing, besar untuk magnet keras. Hasil perkalian BH merupakan patokan untuk energi demagnetisasi. Pada magnet lunak, terjadi penurunan kembali yang hampir sempurna jika medan magnet ditiadakan. Medan magnet bolak-balik akan menghasilkan kurva simetris dikuadran ketiga. Kurva histerisis magnet permanen sangat berbeda. Bila medan magnet ditiadakan, induksi tersisa akan menghasilkan induksi remanen, Br. Medan yang berlawanan, yang disebut medan koersif, -HC, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan magnet lunak, loop tertutup dari magnet memiliki simetri 180o. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per satuan volume (J/m3) disebut dengan energi produk maksimum (BH)max, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga – H sampai 0. Energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat diabaikan, magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan dengan magnetisasi permanen. Magnet permanen dapat diberi indeks berdasarkan medan koersif yang diperlukan untuk menghilangkan induksi. Patokan ukuran yang lebih baik adalah hasil kali BH. Hasil kali BH maksimum lebih sering digunakan karena merupakan barier energi kritis yang harus dilampaui. Magnet lunak merupakan pilihan tepat untuk penggunaan pada arus bolak-balik atau frekuensi tinggi, karena harus mengalami magnetisasi dan demagnetisasi berulang kali selama selang satu detik. Spesifikasi yang agak kritis untuk magnet lunak adalah induksi jenuh (tinggi), medan koersif (rendah), dan permeabilitas maksimum (tinggi). (Van Vlack, 1984) 2.5 Medan Anisotropi (Anisotropy Field) Fasa Magnetik Anisotropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress dan lain sebagainya. Kebanyakan material feromagnetik memiliki anisotropi kristal yang disebut “Magnetocrystalline anisotropy” dimana kristal memiliki arah magnetisasi yang disukai dan disebut sebagai arah mudah. Bila magnetisasi dilakukan searah dengan sumbu mudah ini, 25 maka keadaan jenuh dapat dicapai pada medan magnet luar yang relatif kecil. Sebaliknya, bila magnetisasi dilakukan searah sumbu keras, keadaan saturasi dapat dicapai pada aplikasi medan magnet yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menimbulkan sifat anisotropi, magnet dibuat agar memiliki arah yang disukai tersebut (preferred direction). Arah ini umumnya searah dengan sumbu mudah kristal dimana pada keadaan stabil arah momen magnet atau magnetisasi kristal sama dengan arah sumbu mudah. Pada konfigurasi keadaan stabil ini, energi total dalam magnet adalah minimum. Sumbu kristal yang lain disebut sebagai sumbu keras dimana pemagnetan pada arah ini meningkatkan energi kristal karena diperlukan suatu energi untuk mengubah arah vektor magnetisasi yang tadinya searah dengan sumbu mudah. Energi yang diperlukan untuk mengarahkan arah momen magnet menjauhi sumbu mudahnya yang disebut magnetocrystalline energy atau anisotropy energy, EA. (Manaf, 2013) Meskipun sebagian besar bahan menunjukkan magnetocrystalline anisotropi, sampel polikristalin tanpa orientasi yang disukai garis-garis yang akan memiliki keseluruhan anisotropi kristal. Jika sampel berbentuk seperti bola maka bidang yang sama akan menarik ke tingkat yang sama di setiap arah. Jika sampel bentuknya tidak bulat, maka akan lebih mudah untuk menarik itu sepanjang sumbu. Fenomena ini dikenal sebagai bentuk anisotropi. (Spaldin, 2003) 2.6 Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar , dalam magnet permanen, magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada bahan soft magnet. Remanen adalah sisa induksi magnet (B) dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet (H) dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas 26 medan magnetik (H) berharga nol dan induksi magnet (B) menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi kecil jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil. Oleh karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting. Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi tergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. (Anwar, 2011) 2.7 Magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) Secara umum magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) dikenal sebagai magnet tanah jarang. Manget Neodymium Iron Boron (NdFeB) adalah merupakan paduan yang berasal dari grup Lantanida pada sistem periodik unsur. Magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) adalah magnet bumi yang terbuat dari paduan unsur neodymium, besi dan boron untuk membentuk struktur Kristal tetragonal Nd2Fe14B. Dikembangkan pada tahun 1982 oleh General Motors dan Sumitomo Special Metals, magnet NdFeB adalah magnet permanen paling kuat yang dibuat (Fraden, 2010). Hasil serbuk RE-Fe-B secara signifikan dapat ditingkatkan dengan Magnequench serbuk anisotropi. Proses ini merupakan tekstur pada struktur nano dari bahan MQA dan memberikan hasil yang unggul dalam satu orientasi tertentu, atau hasil anisotropi. Anisotropi MQA serbuk kemudian dapat dicampur dengan bahan pengikat yang sesuai, biasanya epoxy untuk cetak kompresi dan nilon untuk cetak injeksi. MQA serbuk/polimer komposit kemudian dicampur dan dimasukkan ke dalam cetakan, arah dalam medan magnet dan penentuan sementara medan magnet dapat menarik partikel serbuk MQA dalam arah yang diinginkan. Ada beberapa variasi teknik molding yang berkaitan dengan geometri, suhu dan bidang terapan. Tabel dibawah ini memperlihatkan komposisi serbuk Neodymium Iron Boron (NdFeB) komersil type MQA-37-16. 27 Tabel 2.2 Komposisi Serbuk NdFeB komersil Type MQA-37-16 Substansi Persen Berat (% wt) Neodymium (Nd) 25,7 Praseodymium (Pr) 3,6 Dysprosium (Dy) 1,5 Boron (B) 0,9 Cobalt (Co) 2,0 Gallium (G) 0,6 Iron (Fe) 65,7 Sumber: Maqnequench, 2009 2.8 Bonded Magnet Neodymium Iron Boron (NdFeB) Bahan Bonded Magnet merupakan magnet komposit yang dibuat dari serbuk magnet yang dicampurkan dengan bahan matriks (pengikat/binder) yang bersifat non magnet. Bahan bonded magnet dapat bersifat kaku (rigid) atau lentur (flexible) tergantung dari jenis pengikat yang digunakan. Bahan Rigid Bonded Magnet (RBM) yang pasarnya berkembang sangat cepat adalah bahan NdFeB. Bahan NdFeB mempunyai sifat kemagnetan yang unggul (BHmax) dan dapat diaplikasikan dalam bidang industri otomotif, kesehatan dan elektronik. Adapun fungsi dari binder adalah untuk menyatukan butiran serbuk magnet menjadi satu kesatuan dalam bentuk komposit. Selain itu, bahan binder sangat berpengaruh terhadap sikaf mekanik, listrik, maupun stabilitas termal dari magnet komposit. (Ihsan, 2005). Banyak material magnet kuat juga digunakan untuk membuat magnet komposit, seperti menggunakan logam atau binder polimer. Tentunya pemakaian logam lebih mahal daripada matriks polimer. Magnet ini biasanya memainkan peran yang penting dan terus berkembang diantara magnet permanen komersial yang tersedia saat ini. Pada Bonded Magnet ini, serbuk magnet diikat dengan polimer. Biasanya serbuk magnet yang sering digunakan adalah strontium atau barium ferrit dan neodymium-besi-boron atau samarium-cobalt. Sedangkan polimer yang digunakan adalah polyvinyl chloride (PVC) atau bahkan logam dengan suhu leleh rendah. 28 Bonded Magnet ini memiliki kelemahan pada hasil material magnetnya. Hal itu dikarenakan oleh bonded magnet memiliki sifat yang lebih rendah daripada magnet yang disintering. Akan tetapi, disamping kelemahan tersebut, Bonded Magnet ini memiliki keutungan-keuntungan sebagai berikut: a. Sederhana dan biaya produksi rendah b. Mudah dibentuk dan variasinya juga beragam c. Ketahanan mekanik yang cukup baik d. Dapat dibentuk dalam geometri yang kompleks Bonded Magnet dengan campuran logam transisi tanah jarang mempunyai sifat magnet unggul dibandingkan sifat magnetik bonded ferrit. Hal tersebut terlihat secara signifikan, karena magnet bonded ferrit mempunyai koefisien temperatur positif terhadap Hc yang berarti koersivitas meningkat dengan peningkatan temperatur. (Deswita, 2007) 2.9 BinderPolyvinyl Chloride (PVC) Penggunaan resin sebagai binder dalam bonded magnet telah banyak dilakukan oleh para peneliti, termasuk paten yang dikeluarkan. Beberapa sifat dan kelebihan yang dimiliki oleh resin sebagai matriks dalam komposit antara lain ketahanannya terhadap pelarut organik, panas, oksidasi dan kelembaman seperti ringan, sifat mekanik serta mudah dimodifikasi dalam pembuatannya. Binder yang digunakan adalah resin polyvinyl chloride (PVC). Polyvinyl Chloride (PVC) resin merupakan hasil polimerisasi monomer vinil klorida dengan bantuan katalis. Pemilihan katalis tergantung pada jenis proses polimerisasi yang digunakan. Untuk mendapatkan produk-produk dari PVC digunakan beberapa proses pengolahan yaitu: 1. Calendering Produk akhir: Sheet, Film, Leather cloth dan Floor covering. 2. Ekstrusi Merupakan cara pengolahan PVC yang banyak digunakan karena proses ini dapat dihasilkan bermacam-macam produk. “Extruder head” dapat digantikan dengan bermacam bentuk untuk menghasilkan: Pipa, Tube, Building profile, Sheet, Floor covering dan Monofilament. 29 Isolasi kabel listrik dan telepon. Barang berongga dan blown film. 3. Cetak injeksi Produk yang diperoleh adalah: Sol sepatu, sepatu, sepatu boot. Container, sleeve (penguat leher baju), valve. Fitting, electrical and engineering parts. (Mujiarto, 2005) Massa jenis PVC secara umum adalah 1,4 g/cm3. Sifat-sifat PVC tersebut adalah baik dalam ketahanan air, ketahanan asam dan ketahanan alkali, tidak bersifat racun dan tidak menyala, isolasi listriknya baik dan tahan terhadap banyak larutan. Tabel 2.3 menunjukkan kelarutan PVC. Melunak pada 65-85oC dan plastis pada 120-150oC. Mencair pada atau diatas 170oC dan terurai memberikan asam klorida pada atau diatas 190oC. Temperatur yang cocok untuk pengolahan adalah 150-180oC. Akan tetapi sifat-sifat tersebut dapat berubah tergantung pada sistem produksi yang menyangkut keteraturan stereo dari polimer dan derajat polimerisasinya, oleh karena itu perlu dipilih bahan yang cocok untuk memenuhi keperluan. Bahan yang derajat polimerisasinya 2500-3000 dibuat untuk selang dan pembungkusan, yang 1300-1700 dibuat untuk kabel listrik dan pasta, yang 10001300 dibuat untuk film; kulit imitasi; lembaran tipis dan pipa lunak, 700-800 dibuat untuk lembaran kaku; pipa kaku; botol, yang 400-500 dibuat untuk pelat gramopon, yang kurang dari 400 dipakai untuk cat dan perekat. Tabel 2.3 kelarutan PVC (Keadaan Homopolimer) Tidak larut dalam Metanol, etanol, n-butanol, etilen glikol, asam asetat eter, air Mengembang dalam Gasolin, minyak pelumas, karbon disulfida, bensen, toluen Sedikit larut dalam Kloroform, trikloroetilen, aseton Larut dalam Sikloheksanon, nitrobensen, dioksan, butil dikloroetan, tetrahidrofuran, metilisobutil keton Sumber: Surdia, 2005 asetat, 30 2.10 Kompaksi Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu: 1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Motede ini dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al. 2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur kamar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi. Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang digunakan dan antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Untuk menghindari terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam penggunaan lubricant/bahan plumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki leleh rendah sehingga pada proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap. Terkait dengan pemberian lubricant/pelumas pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu: 1. Die-wall compressing penekanan dengan memberikan lubricant pada dinding cetakan. 2. Internal lubricant/pelumas penekanan dengan mencampurkan lubricant/pelumas pada material yang ditekan. Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh gaya vanderwals: 1. Pola ikatan bola-bola Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield strength (ys) matrik dan filler sehingga serbuk tidak mengalami perubahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elasti baik pada matrik maupun filler sehingga serbuk tetap berbentuk bola. 2. Pola ikatan bola-bidang Terjadi bila besarnya gaya yang diberikan diantara yield strength (ys) matrik dan filler. Penekan ini menyebabkan salah satu material (matriks) 31 terdeformasi plastis dan yang lain (filler) terdeformasi elastis, sehingga berakibat partikel seolah-seolah berbentuk bola-bidang. 3. Pola ikatan bidang-bidang Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar dari pada yield strength (ys) matrik dan filler. Penekanan ini menyebabkan kedua material (matrik dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bidang-bidang. (Nayiroh, 2013) Kompaksi dapat dilakukan dengan satu arah sumbu atau dua arah sumbu. Kompaksi dua arah ini bisa jadi dengan menggunakan penekan atas dan bawah. Pada Gambar 2.3 terlihat berbagai jenis kompaksi yaitu (a) single punch, (b) dan (c) double punches, dan (d) multiple punches. Penekan bawah sekaligus berfungsi sebagai injektor untuk mengeluarkan benda yang telah dicetak. (a) (b) (c) (d) Gambar 2.3 Jenis-jenis kompaksi (Fawaid, 2013) Faktor yang mempengaruhi proses kompaksi adalah ukuran partikel, bentuk partikel, susunan partikel dan distribusi ukuran. Pada proses pembentukan, serbuk memiliki kepadatan yang sama dengan kepadatan serbuk lepas. Saat tekanan diberikan, respon pertama adalah penyusunan ulang partikel-partikel dimana pada proses ini pori-pori yang besar terisi serbuk, sehingga akan memberikan kepadatan yang tertinggi. Peningkatan tekana memberikan kepadatan yang lebih baik dan mengarah ke penurunan pori-pori dengan adanya formasi kontak partikel baru. Gambar 2.4 menunjukkan proses pembentukan kepadatan serbuk logam. 32 (a) (b) (c) Gambar 2.4 Tahapan proses kompaksi. (a) Preparation, (b) Compaction, dan (c) Completed Compaction (Groover, 2007) 2.11 Curing Curing adalah proses pemanasan sampai pada temperatur rendah yang menyebabkan bersatunya partikel dan meningkatnya efektivitas reaksi tegangan permukaan. Selama proses curing akan terbentuk batas-bats butir yang merupakan tahap rekristalisasi dan gas-gas-gas yang ada menguap. Untuk waktu pemansan tergantung dari jenis logam dan tidak boleh memanfaatkan tambahan dengan perpanjangnya waktu pemanasan. (Zainuddin, 2012) Parameter curing yaitu temperatur, waktu, kecepatan pendinginan, kecepatan pemanasan, atmosfer curing, dan jenis material. Berdasarkan pola ikatan yang etrjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang mungkin terjadi pada saat curing yaitu: 1. Penyusutan (Shrinkage) Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada proses curing akan terbentuk penyusutan, yang terjadi karena saat proses curing berlangsung gas yang berada pada porositas mengalami peristiwa keluarnya gas pada saat curing. 2. Retak (Cracking) Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidangbidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas terjebak di dalam material), maka pada saat curing gas yang etrjebak belum sempat keluar tapi gas bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah tertutup rapat. (Nayiroh, 2013)