BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN TUGAS Januari 2012 Oleh : ZAINAL ABIDIN (C11104183) Pembimbing : Dr. SRI ASRIYANI, Sp.Rad DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSSAR 2012 MACAM-MACAM PENELITIAN Penelitian adalah suatu upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistematis, dan logis. Istilah ilmiah disini diartikan kebenaran pengetahuan yang didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh dari penyelidikan secara berhati-hati dan bersifat objektif. Dengan perkataan lain, kebenaran pengetahuan tersebut diperoleh bukan dari ide pribadi atau duga-dugaan, tetapi berdasarkan fakta empiris. Oleh sebab itu, kegiatan penelitian ilmiah memerlukan dan menempuh tahap-tahap yang sistematis, dalam arti menurut aturan tertentu, dan logis dalam arti sesuai dengan penalaran. Metode penelitian adalah sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode ilmiah. A. PENELITIAN SURVEI Dalam survei, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh objek yang diteliti atau populasi, tetapi hanya mengambi sebagian dari populasi tersebut (sampel). Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya. Dalam penelitian survei, hasil dari penelitian tersebut merupakan hasil dari penelitian keseluruhan. Penelitian survei, digolongkan menjadi 2 yaitu penelitian survei yang bersifat deskriptif dan analitik. A.1. Penelitian Survei Deskriptif A.1.1. Definisi Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan. Masalah yang layak diteliti dengan menggunakan metode deskriptif adalah masalah dewasa ini sedang di hadapi, khusunya di bidang pelayanan kesehatan. Masalah-masalah ini baik yang berkaitan dengan penelaahan terhadap masalah yang mencakup aspek yang cukup banyak, menelaah suatu kasus tunggal, mengadakan perbandingan antara suatu hal yang lain, ataupun untuk melihat hubungan antara suatu gejala dengan peristiwa yang mungkin akan timbul dengan munculnya gejala tersebut. Metode penelitian deskriptif sering digunakan dalam program pelayanan kesehatan, terutama dalam rangka mengadakan perbaikan dan peningkatan program-program pelayanan kesehatan tersebut. Penelitian mengenai masalah metode pemberantasan penyakit menular misalnya, dapat mengungkapkan berbagai aspek terutama dari segi efisien dan efektifitas cara tersebut. Selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya tentang penggunaan metode yang bersangkutan, serta mencari alternatif lain apabila ternyata cara tersebut tidak atau kurang efektif dan efisien. A.1.2. Jenis-jenis Penelitian Survei Deskriptif Bentuk pelaksanaan penelitian deskriptif ini ada berbagai jenis, antara lain sebagai berikut : 1. Survei (Survey) Survei adalah suatu cara penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya cukup banyak dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya survei bertujuan untuk membuat penilaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang, kemudian hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut. Jadi, survei bukan semata-mata dilaksanakan untuk membuat deskripsi tentang suatu keadaan, melainkan juga untuk menjelaskan tentang hubungan antara berbagai variabel yang diteliti, dari objek yang mempunyai unit atau individu yang cukup banyak. Oleh sebab itu dalam melaksanakan survei biasanya hasilnya dibuat suatu analisis secara kuantitatif terhadap data yang telah dikumpulkan. Di dalam penelitian kesehatan, jenis masalah survei dapat digolongkan ke dalam hal-hal sebagai berikut : a. Survei rumah tangga (household survei) Adalah suatu survei deskriptif yang ditujukan kepada rumah tangga. Biasanya pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepad kepala keluarga. Informasi yang diperoleh dari kepala keluarga ini bukan saja informasi mengenai diri kepala keluarga tersebut, tetapi juga informasi tentang diri atau keadaan anggota-anggota keluarga yang lain, dan bahkan informasi tentang rumah dan lingkungannya. b. Survei morbiditas (morbidity survey) Adalah suatu survei deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui kejadian dan distribusi penyakit di dalam masyarakat atau populasi. Survei ini dapat sekaligus digunakan untuk mengetahui ‘incidence’ suatu penyakit maupun prevalensi (prevalence) c. Survei analisis jabatan ( funcional analysis survei) Survei ini bertujuan terutama untuk mengetahui tentang tugas dan tanggung jawab para petugas kesehatan serta kegiatan-kegiatan para petugas tersebut sehubungan dengan pekerjaan mereka. Di samping itu survei ini juga dapat mengetahui status dan hubungan antara satu dengan lainnya, atau hubungan antara atasan dengan bawahan, kondisi kerja, serta fasilitas yang ada untuk melaksanakan tugas. d. Survei pendapat umum (public opinion survey) Survei ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang pendapat umum terhadap suatu program pelayanan kesehata yang sedang berjalan, dan yang menyangkut seluruh lapisan masyarakat. 2. Studi atau Penelaahan kasus (Case Study) Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal di sini dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah, misalnya keracunan, atau sekelompok masyarakat di suatu daerah. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadiankejadian khusus yang muncul sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan atau pemaparan tertentu. Meskipun di dalam studi kasus ini yang di teliti unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam, meliput berbagai aspek yang cukup luas, serta penggunaan berbagai teknik secara integratif. 3. Studi Perbandingan (Comparative Study) Penelitian dengan menggunakan metode studi perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan sebagai fenomena untuk mencari faktor-faktor apa, atau situasi bagaimana yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa tertentu. Studi ini dimulai dengan mengadakan pengumpulan faktta tentang faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya suatu gejala tertentu, kemudian dibandingkan dengan situasi lain, atau sekaligus membandingkan suatu gejala atau peristiwa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dari dua atau beberapa kelompok sampel. Setelah mengetahui persamaan dan perbedaan penyebab, selanjutnya di tetapkan bahwa suatu faktor yang menyebabkan munculnya suatu gejala pada objek yang diteliti itulah sebenarnya yang menye-babkan munculnya gejala tersebut, baik pada objek yang diteliti maupun pada objek yang diperbandingkan. 4. Studi Korelasi ( Correlation Study) Studi korelasi ini pada hakikatnya merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain, atau variabel satu dengan variabel yang lain. Untuk mengetahui korelasi antara suatu variabel satu dengan variabel laintersebut diusahakan dengan meniden-tifikasi variabel yang ada pada suatu objek, kemudian diidentifikasi pula variabel lain yang ada pada objek yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya. Dalam uji statistik biasanya menggunakan analisis korelasi. Secara sederhana dapat dilakukan dengan cara melihat skor atau nilai rata-rata dari variabel yang lain. Koefisien korelasi yang diperoleh selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk menguji hipotetis penelitian yang dikemukakan terhadap masalh tersebut, dengan membuktikan apakah ada hubungan kedua variabel tersebut, dan sejauh mana hubungan antara keduanya. Misalnya penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara berat badan bayi waktu lahir dengan jumlah paritas dari ibu, hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi anak balita, hubungan antara angka kematian anak balita dengan kelengkapan imunisasi, dan sebagainya. 5. Studi Prediksi (Prediction Study) Studi ini digunakan untuk memperkirakan tentang kemungkinan munculnya suatu gejala lain yang sudah muncul dan diketahui sebelumnya. Misalnya memperkirakan kemungkinan keberhasilan menurunkan angka kematian bayi berdasarkan pada besarnya cakupan imunisasi. Dalam bidang kesehatan, studi prediksi ini digunakan terutama : a. Untuk membuat perkiraan terhadap suatu atribut dari atribut lain. Misalnya memperkirakan penurunan angka kematian akibat kecelakaan dari berlakunya aturan penggunaan helm bagi pengendara motor. b. Untuk membuat perkiraan terhadap suatu atribut dari hasil pengukuran. Misalnya memperkirakan kemungkinan wabah muntaber dari hasil pemeriksaan air minum penduduk. c. Untuk membuat perkiraan terhadap suatu pengukuran dari suatu atribut. Misalnya memperkirakan status gizi anak balita dari status sosial ekonomi orang tua mereka. d. Untuk membuat perkiraan terhadap pengukuran dari pengukuran lain. Misalnya memperkirakan skor inteligensi anak dari pengukuran berat badan per umur pada anak. Dalam melakukan uji statistik biasanya menggunakan analisis regresi. Sebagaimana dengan teknik korelasi, maka dalam prediksi penafsiran analisis statistika didasarkan pada koefisien yang diperoleh. Untuk melihat apakah munculnya suatu gejala itu ada hubungannya dengan gejala lain, dan sampai berapa besar derajat hubunga tersebut. 6. Penelitian Evaluasi (Evaluation Study) Penelitian evaluasi dilakukan untuk menilah suatu program yang sedang atau sudah dilakukan. Misalnya penelitian evaluasi tentang perkembangan pelayanan Puskesmas, penelitian tentang program pemberantasan penyakit menular, penelitian evaluasi tentang program perbaikan gizi, dan sebagainya. Hasil dari penelitian ini digunakan untuk perbaikan dan atau peningkatan program-program tersebut. Dalam mengolah hasil penelitian evaluasi ini biasanya menggunakan analisis statistik sederhana saja, misalnya analisis persentase. A.2. Penelitian Survei Analitik A.2.1. Definisi Metode penelitian survei analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena, baik antara faktor risiko dengan faktor efek, antar faktor risiko, maupun antar faktor efek. Yang dimaksud faktor efek adalah suatu akibat dari adanya faktor risiko, sedangkan faktor risiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh). Secara garis besar survey analitik ini dibedakan dalam 3 pendekatan (jenis), yakni survey analitic cross sectional, survey analitic case control (retrospective), dan survey analitic cohort (prospective). A.2.2. Jenis-jenis Penelitian Analitik Bentuk pelaksanaan penelitian analitik ini ada berbagai jenis, antara lain sebagai berikut : 1. Penelitian Cross Sectional Survei cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Penelitian cross sectional ini sering disebut juga penelitian transversal, dan sering digunakan dalam penelitian-penelitian epidemiologi. Penelitian cross sectional ini sering juga disebut penelitian transversal, dan sering digunakan dalam penelitian-penelitian epidemiologi. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain, metode penelitian ini merupakan yang paling lemah karena penelitian ini paling mudah dilakukan dan sangat sederhana. Pengertian-pengertian yang perlu dipahami dalam penelitian cross sectional, dan juga untuk jenis penelitian analitik yang lain, di antaranya adalah : Penyakit, atau efek Faktor risiko untuk terjadinya penyakit tersebut Agen penyakit (penyebab penyakit) Langkah-langkah penelitian cross sectional adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor risiko dan faktor efek 2. Menetapkan subjek penelitian 3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor risiko dan efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data) 4. Melakukan analisis korelasi dengan caara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran). Manfaat : Mengetahui prevalens atau rasio prevalens Mengetahui hubungan antara risiko dan penyakit Contoh: Untuk mengetahui prevalens infeksi klamidia pada wanita di Poliklinik STD di RSCM Untuk mengetahui adanya hubungan antara penggunaan pil KB (faktor risiko) dengan infeksi klamidia (faktor efek) Kelebihan-kelebihan studi cross sectional : Memungkinkan menggunakan populasi dari masyarakat, sehingga generalisasi lebih baik Relatif mudah, murah dengan hasil yang cepat Dapat untuk meneliti banyak variabel sekaligus Jarang terancam drop out Dapat digunakan untuk tahap awal penelitian kohort/eksperimen Dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya Kekurangan-kekurangan studi cross sectional : Diperlukan subjek penelitian yng besar Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan. Kesimpulan korelasi faktor risiko dengan faktor efek paling lemah bila dibandingkan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain 2. Penelitian Case Control Penelitian case control adalah suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan “retrospective”. Dengan kata lain efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu. Adapun tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut : o Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko atau efek) o Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel) o Identifikasi kasus o Pemilihan subyek sebagai kontrol o Melakukan pengukuran “retrospektif” (melihat kebelakang) untuk melihat faktor risiko o Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabelvariabel objek penelitian dengan variabel-variabel objek kontrol Contoh: Penyakit : Faktor Risiko : Urtikaria kronis makan udang? Ca paru kebiasaan merokok? Tukak lambung makan NSAID? Stroke hipertensi? Kelebihan penelitian case control : o Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol o Adanya pembatasan atau pengendalian faktor risiko sehingga hasil penelitian lebih tajam dibanding dengan hasil rancangan cross sectional o Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau cohort o Tidak memerlukan waktu lama (lebih ekonomis) Kekurangan penelitian case control : o Pengukuran variabel yang retrsospective, objektivitas, dan reliabilitasnya kurang karena subjek penelitian harus mengingat kembali faktor-faktor risikonya o Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan o Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesuai dengan kelompok kasus karena banyaknya faktor risiko yang harus dikendalikan 3. Penelitian Cohort Penelitian cohort sering disebut penelitian prospektif adalah suatu penelitian survei (non eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara faktor risiko dengan efek (penyakit). Artinya, faktor risiko yang akan dipelajari diidentifikasi dahulu, kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah satu indikator status kesehatan. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian cohort antara lain sebagai berikut : o Identifikasi faktor-faktor rasio dan efek o Menetapkan subyek penelitian (menetapkan populasi dan sampel) o Pemilihan subyek dengan faktor risiko positive dari subjek dengan efek negative o Memilih subyek yang akan menjadi anggota kelompok kontrol o Mengobservasi perkembangan subjek sampai batas waktu yang ditentukan o Mengidentifikasi timbul atau tidaknya efek pada kedua kelompok o Menganalisis dengan membandingkan proporsi subjek yang mendapat efek positif dengan subjek yang mendapat efek negatif baik pada kelompok risiko positif maupun kelompok kontrol Guna: o Mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan timbulnya efek o Mengetahui insidens Beberapa keunggulan penelitian kohort o Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan kelompok kontrol) sejak awal penelitian o Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka risiko dari suatu waktu ke waktu yang lain o Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor risiko maupun efek dari waktu ke waktu Keterbatasan penelitian cohort : o Memerlukan waktu yang cukup lama o Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit o Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu analisis hasil o Karena faktor risiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek (mungkin penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis. B. PENELITIAN EKSPERIMEN Metode eksperimen merupakan bagian dari metode kuantitatif, dan memiliki ciri khas tersendiri terutama dengan adanya kelompok kontrol. Dalam bidang sains, penelitian-penelitian dapat menggunakan desain eksperimen karena variabel-variabel dapat dipilih dan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi proses eksperimen itu dapat dikontrol secara ketat. Sehingga dalam metode ini, peneliti memanipulasi paling sedikit satu variabel, mengontrol variabel lain yang relevan, dan mengobservasi pengaruhnya terhadap variabel terikat. Manipulasi variabel bebas inilah yang merupakan salah satu karakteristik yang membedakan penelitian eksperimental dari penelitianpenelitian lain. Wiersma (1991) dalam Emzir (2009) mendefinisikan eksperimen sebagai suatu situasi penelitian yang sekurang-kurangnya satu variabel bebas, yang disebut sebagai variabel eksperimental, sengaja dimanipulasi oleh peneliti. Arikunto (2006) mendefinisikan eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu. B.1. Karakteristik Penelitian Ada tiga hal yang menjadi karakteristik penelitian eksperimental: 1. Manipulasi, dimana peneliti menjadikan salah satu dari sekian variabel bebas untuk menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti, sehingga variabel lain dipakai sebagai pembanding yang bisa membedakan antara yang memperoleh perlakuan dengan yang tidak memperoleh perlakuan/manipulasi. 2. Pengendalian, dimana peneliti menginginkan variabel yang diukur itu mengalami kesamaan sesuai dengan keinginan peneliti dengan menambahkan faktor lain ke dalam variabel atau membuang faktor lain yang tidak diinginkan peneliti dari variabel. 3. Pengamatan, dimana peneliti melakukan suatu kegiatan mengamati untuk mengetahui apakah ada pengaruh manipulasi variabel (bebas) yang telah dilakukannya terhadap variabel lain (terikat) dalam penelitian eksperimental yang dilakukannya. B.2. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian eksperimental pada dasarnya sama dengan penelitian lain, yakni; memilih dan merumuskan masalah, memilih subyek dan instrumen pengukuran, memilih desain penelitian, melaksanakan prosedur, menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan. B.3. Validitas Suatu eksperimen dikatakan valid jika hasil yang diperoleh hanya disebabkan oleh variabel bebas yang dimanipulasi, dan jika hasil tersebut dapat digeneralisasikan pada situasi di luar setting eksperimental (Emzir:2009) Sehingga ada dua kondisi yang harus diterima yakni faktor internal dan eksternal. 1. Validitas Internal Validitas ini mengacu pada kondisi bahwa perbedaan yang diamati pada variabel bebas adalah suatu hasil langsung dari variabel beas yang dimanipulasi dan bukan dari variabel lain. Campbel dan Stanley (dalam Gay:1981) sebagaimana dikutip Emzir (2009) mengidentifikasi delapan ancaman utama terhadap validitas internal, antara lain: Historis, dimana munculnya suatu kejadian yang bukan bagian dari perlakuan dalam eksperimen yang dilakukan, tetapi mempengaruhi model, karakter, dan penampilan variabel bebas. Maturasi, dimana terjadi perubahan fisik atau mental peneliti atau obyek yang diteliti yang mungkin muncul selama suatu periode tertentu yang mempengaruhi proses pengukuran dalam penelitian. Testing, dimana sering terjadi ketidak efektifan suatu penelitian yang menggunakan metode test karena suatu kegiatan test yang dilakukan dengan menggunakan pra test dan post test, apalagi dengan rentang waktu yang cukup panjang, dan terkadang nilai pra test dan post test yang sama. Instrumentasi, instrumentasi sering muncul karena kurang konsistensinya instrumen pengukuran yang mungkin menghasilkan penilaian performansi yang tidak valid. Dimana jika dua test berbeda digunakan untuk pratest dan postest, dan test-test tersebut tidak sama tingkat kesulitannya, maka instrumentasi dapat muncul. Regresi Statistik, dimana regresi statistik ini sering muncul bila subyek dipilih berdasarkan skor ekstrem dan mengacu pada kecenderungan subyektif yang memiliki skor yang paling tinggi pada pratest ke skor yang lebih rendah pada postes, begitupun sebaliknya. Seleksi subyek yang berbeda, dimana biasanya muncul bila kelompok yang ada digunakan dan mengacu pada fakta bahwa kelompok tersebut mungkin berbeda sebelum kegiatan penelitian dimulai. Mortalitas, dimana sering terjadi bahwa subyek yang terkadang drop out dari lingkup penelitian dan memiliki karakteristik kuat yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Interaksi seleksi Maturasi, dimana satu kelompok akan termaturasi dengan hasil kelompok lain tanpa melalui perlakuan. 2. Validitas Eksternal Validitas ini mengacu pada kemampuan generalisasi suatu penelitian. Dimana dibutuhkan kemampuan suatu sampel populasi yang benar-benar bisa digeneralisasikan ke populasi yang lain pada waktu dan kondisi yang lain. Campbell dan Stanley dalam Gay (1981) yang dikutip Emzir (2009) mengidentifikasi beberapa ancaman terhadap validitas eksternal, diantaranya: Interaksi Prates-Perlakuan, dimana biasanya sering muncul bila respons subjek berbeda pada setiap perlakuan karena mengikuti prates. Interaksi Seleksi-Perlakuan, dimana akibat yang muncul bila subjek tidak dipilih secara acak sehingga seleksi subjek yang berbeda diasosiasikan dengan ketidakvalidan internal. Spesifisitas Variabel, adalah suatu ancaman terhadap yang tidak mengindahkan generalisabilitas dari desain eksperimental yang digunakan. Pengaturan Reaktif, mengacu pada faktor-faktor yang diasosiasikan dengan cara bagaimana penelitian dilakukan dan perasaan serta sikap subjek yang dilibatkan. Interferensi Perlakuan Jamak, biasanya sering muncul bila subjek yang sama menerima lebih dari satu perlakuan dalam pergantian. Kontaminasi dan Bias Pelaku Eksperimen, sering muncul bila keakraban subjek dan peneliti mempengaruhi hasil penelitian. B.4. Desain Penelitian Eksperimental 1. Pengontrolan Variabel Luar 2. Pemadanan, yaitu suatu teknik untuk penyamaan kelompok pada satu atau lebih variabel yang telah diidentifikasi peneliti sebagai berhubungan dengan performansi pada variabel terikat (Emzir:2009) 3. Perbandingan Kelompok atau Subkelompok Homogen 4. Penggunaan Subjek sebagai pengendalian diri mereka sendiri 5. Analisis Kovarian, yaitu suatu metode statistik untuk penyamaan kelompok yang dibentuk secara random pada satu atau lebih variabel terkontrol. B.5. Jenis-Jenis Desain Penelitian Eksperimental Wiersma (1991) dalam Emzir (2009) mengemukakan kriteria-kriteria untuk suatu desain penelitian eksperimental yang baik, diantaranya; Kontrol eksperimental yang memadai Mengurangi artifisialitas (dalam merealisasikan suatu hasil eksperimen ke noneksperimen) Dasar untuk perbandingan dalam menentukan apakah terdapat pengaruh atau tidak Informasi yang memadai dari data yang akan diambil untuk memutuskan hipotesis Data yang diambil tidak terkontaminasi dan memadai dan mencerminkan pengaruh Tidak mencampurkan variabel yang relevan agar variabel lain tidak mempengaruhi Keterwakilan dengan menggunakan randomisasi aspek-aspek yang akan diukur Kecermatan terhadap karakteristik desain yang akan dilakukan Dengan demikian maka suatu desain eksperimental yang dipilih oleh peneliti membutuhkan perluasan terutama pada prosedur dari setiap penelitian yang akan dilakukan. Emzir (2009) mengklasifikasikan desain eksperimental dalam dua kategori yakni: 1. Desain Variabel Tunggal, yang melibatkan satu variabel bebas (yang dimanipulasi) yang terdiri atas; A. Pra-Experimental Designs (non-designs) Dikatakan pre-experimental design, karena desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Hal ini disebabkan karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat (dependen). Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel terikat (dependen) itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel bebas (independen). Hal ini bisa saja terjadi karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara acak (random). Bentuk praexperimental designs antara lain: 1. One-Shot Case Study (Studi Kasus Satu Tembakan) Dimana dalam desain penelitian ini terdapat suatu kelompok diberi treatment (perlakuan) dan selanjutnya diobservasi hasilnya (treatment adalah sebagai variabel independen dan hasil adalah sebagai variabel dependen). Dalam eksperimen ini subjek disajikan dengan beberapa jenis perlakuan lalu diukur hasilnya. 2. One Group Pretest-Posttest Design (Satu Kelompok Prates-Postes) Kalau pada desain “a” tidak ada pretest, maka pada desain ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. 3. Intact-Group Comparison Pada desain ini terdapat satu kelompok yang digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua yaitu; setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberi perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan). B. True Experimental Design Dikatakan true experimental (eksperimen yang sebenarnya/betul-betul) karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri utama dari true experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara random (acak) dari populasi tertentu. Jadi cirinya adalah adanya kelompok kontrol dan sampel yang dipilih secara random. Desain true experimental terbagi atas : 1. Posstest-Only Control Design Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. 2. Pretest-Posttest Control Group Design Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara acak/random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 3. The Solomon Four-Group Design Dalam desain ini, dimana salah satu dari empat kelompok dipilih secara random. Dua kelompok diberi pratest dan dua kelompok tidak. Kemudian satu dari kelompok pratest dan satu dari kelompok nonpratest diberi perlakuan eksperimen, setelah itu keempat kelompok ini diberi posttest. C. Quasi Experimental Design Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan experimen. Walaupun demikian, desain ini lebih baik dari pre-experimental design. Quasi Experimental Design digunakan karena pada kenyataannya sulit medapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen misalnya, sering tidak mungkin menggunakan sebagian para karyawannya untuk eksperimen dan sebagian tidak. Sebagian menggunakan prosedur kerja baru yang lain tidak. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan desain Quasi Experimental. Desain eksperimen model ini diantarnya sebagai berikut: 1. Time Series Design Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random. Sebelum diberi perlakuan, kelompok diberi pretest sampai empat kali dengan maksud untuk mengetahui kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan. Bila hasil pretest selama empat kali ternyata nilainya berbeda-beda, berarti kelompok tersebut keadaannya labil, tidak menentu, dan tidak konsisten. Setelah kestabilan keadaan kelompok dapay diketahui dengan jelas, maka baru diberi treatment/perlakuan. Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok saja, sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol. 2. Nonequivalent Control Group Design Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Dalam desain ini, baik kelompok eksperimental maupun kelompok kontrol dibandingkan, kendati kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui random. Dua kelompok yang ada diberi pretes, kemudian diberikan perlakuan, dan terakhir diberikan postes. 3. Conterbalanced Design Desain ini semua kelompok menerima semua perlakuan, hanya dalam urutan perlakuan yang berbeda-beda, dan dilakukan secara random. 2. Desain Faktorial, yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas (sekurangkurangnya satu yang dimanipulasi). Desain faktorial secara mendasar menghasilkan ketelitian desain true-eksperimental dan membolehkan penyelidikan terhadap dua atau lebih variabel, secara individual dan dalam interaksi satu sama lain. Tujuan dari desain ini adalah untuk menentukan apakah efek suatu variabel eksperimental dapat digeneralisasikan lewat semua level dari suatu variabel kontrol atau apakah efek suatu variabel eksperimen tersebut khusus untuk level khusus dari variabel kontrol, selain itu juga dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan yang tidak dapat dilakukan oleh desain eksperimental variabel tunggal. KONSEP TERJADINYA PENYAKIT Dalam usaha-usaha pencegahan dan pengendalian yang efektif terhadap terjadinya penyakit, perlu dipelajari mekanisme interaksi yang terjadi antara agen (agent), manusia (host), dan lingkungannya (environment). Dalam pandangan epidemiologi klasik dikenal segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle) yang digunakan menganalisis penyakit. Segitiga ini terdiri atas pejamu (host), agen (agent), dan lingkungan (environment). Konsep ini bermula dari upaya untuk menjelaskan proses timbulnya penyakit menular dengan unsur-unsur mikrobiologi yang infeksius sebagai agen, namun selanjutnya dapat pula digunakan untuk menjelaskan proses timbulnya penyakit tidak menular dengan memperluas pengertian ‘agen’. 1. Penyebab Penyakit (Agent) a. Golongan eksogen Yaitu penyebabnya penyakit yang terdapat di luar tubuh manusia yang dapat menyerang perorangan dan masyarakat. Disebut juga penyebab agen biotis khususnya pada penyakit menular yaitu terjadi dari 5 golongan : 1. Protozoa : misalnya Plasmodum, amodea 2. Metazoa : misalnyaarthopoda , helminthes 3. Bakteri misalnya Salmonella, meningitis 4. Virus misalnya dengue, polio, measies, lorona 5. Jamur Misalnya : candida, tinia algae, hystoples osis b. Golongan endogen Yaitu penyebab penyakit yang terdapat di dalam tubuh manusia yang dapat menyerang perorangan dan masyarakat. Atau disebut juga penyebab agen abiotis yang terdiri dari : 1. Nutrient Agent, misalnya kekurangan /kelebihan gizi (karbohididrat, lemak, mineral, protein dan vitamin) 2. Chemical Agent, misalnya pestisida, logam berat, obat-obatan 3. Physical Agent, misalnya suhu, kelembaban panas, kardiasi, kebisingan. 4. Mechanical Agent misalnya pukulan tangan kecelakaan, benturan, gesekan, dan getaran 5. Psychis Agent, misalnya gangguan phisikologis stress depresi 6. Physilogigis Agent, misalnya gangguan genetik. 7. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial sehari-hari termasuk kehidupan sehat. 2. Manusia Sebagai Tuan Rumah (Host) Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia, antara lain : 1. Umur, jenis kelamin, ras, kelompok etmik (suku) hubungan keluarga 2. Bentuk anatomis tubuh 3. Fungsi fisiologis atau faal tubuh 4. Status kesehatan, termasuk status gizi 5. Keadaan kuantitas dan respon monitors 6. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial 7. Pekerjaan Pada dasarnya, tidak satu pun penyakit yang dapat timbul hanya di sebabkan oleh satu faktor tunggal semata, pada umumnya kejadian penyakit di sebabkan oleh berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit, namun demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat di bagi dalam dua bagian utama yakni penyebab kausal primer dan kausal sekunder. 1. Penyebab kausal (primer) Unsur ini dianggap sebagai faktor kausal Terjadinya penyakit, dengan ketentuan bahwa walaupun unsur ini ada, belum tentu terjadi penyakit, tetapi sebaliknya, Pada penyakit tertentu, unsur ini dijumpai sebagai unsur penyebab kausal. Unsur penyebab kausul ini dapat dibagi dalam 6 kelompok yaitu : a. Unsur ‘penyebab biologis yakni semua unsur penyebab yang tergolong makhluk hidup termasuk kelompok mikro organisme seperti Virus, bakteri, protozoa, jamur, kelompok cacing, dan insekta. Unsur penyebab ini pada umumnya di jumpai pada penyakit infeksi menular. b. Unsur penyebab, nutrisi yakni semua unsur penyebab yang termasuk golongan zat nutrisi dan dapat menimbulkan penyakit tertentu karena kekurangan maupun kelebihan zat nutrisi tertentu seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin, mineral, dan air. c. Unsur penyebab kimiawi yakni semua unsur dalam bentuk senyawaan kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit tertentu. Unsur ini pada umumnya berasal dari luar tubuh termasuk berbagai jenis zat, racun, obat-obatan keras, berbagai senyawaan kimia ini dapat berbentuk padat, cair, uap, maupun gas. Ada pula senyawaan kimiawi sebagai hasil produk tubuh (dari dalam) yang dapat menimbulkan penyakit tertentu seperti ureum, kolesterol, dan lain-lain. d. Unsur penyebab fisika yakni semua unsur yang dapat menimbulkan penyakit melalui proses fisika umpamanya panas (luka bakar), irisan, tikaman, pukulan (rudapaksa), radiasi dan lain-lain. Proses kejadian penyakit dalam hal ini terutama melalui proses fisika yang dapat menimbulkan kelainan dan gangguan kesehatan. e. Unsur penyebab psikis yakni semua unsur yang pertalian dengan kejadian penyakit gangguan jiwa serta gangguan tingkah laku sosial. Unsur penyebab ini belum jelas proses dan mekanisme kejadian dalam timbulnya penyakit, bahkan sekelompok ahli lebih menitik beratkan kejadian penyakit pada unsur penyebab genetika. Dalam hal ini kita harus berhati-0hati terhadap faktor kehidupan sosial yang bersifat non kausal serta lebih menampakkan diri dalam hubungannya dengan proses kejadian penyakit maupun gangguan kejiawaan. 2. Penyebab non kausal (sekunder) Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam proses kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya penyakit. Dengan demikian, maka dalam setiap analis penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat terjadinya penyakit, kita tidak hanya berpusat pada penyebab kausal primer semata, tetapi harus memperhatikan semua unsur lain di luar unsur penyebab kausal primer. Hal ini di dasarkan pada ketentuan bahwa pada umumnya kejadian setiap penyakit sangat di pengaruhi oleh berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Sebagai contoh pada penyakit kardiovaskuler, tuberkulosis, kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya. Kejadiannya tidak di batasi hanya pada penyebab kausal saja, tetapi harus di analisis dalam bentuk suatu rantai sebab akibat di mana peranan unsur penyebab sekunder sangat kuat dalam mendorong penyebab kausal primer untuk dapat secara bersama-sama menimbulkan penyakit. 3. Lingkungan (Environment) Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari 2 bagian,internal dan eksternal. Lingkungan hidup internal merupakan suatu keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebut dengan homeostatis, sedangkan lingkungan hidup eksternal merupakan lingkungan diluar tubuh manusia yang terjadi atas 3 komponen antara lain : a. Lingkungan Biologis Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain meliputi : beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen, vektor pembawa infeksi, berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-obatan), maupun sebagai reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara (host intermedia), fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu terutama penyakit menular. Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan yang penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan manusia (sebagai sumber kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan / kesehatan manusia. b. Lingkungan fisik Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi serta radiasi) meliputi : udara keadaan cuaca, geografis, dan golongan air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk pemencaran pada air, dan unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan lain sebagainya. Lingkungan fisik ini ada yang termasuk secara alamiah tetapi banyak pula yang timbul akibat manusia sendiri. c. Lingkungan sosial Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi : sistem hukum, administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem ekonomi yang berlaku, bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat masyarakat setempat kepadatan penduduk meliputi kepadatan rumah tangga, serta berbagai sistem kehidupan sosial lainnya. Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. 4. Interaksi Agens, Manusia Dan Lingkungan a. Interaksi yang seimbang antara agens, manusia dan lingkungan Interaksi yang seimbang diantara ketiga faktor ini menjadikan tidak munculnya sebuah penyakit. b. Interaksi agens penyakit dan lingkungan Interaksi ini merupakan suatu keadaan saat agens penyakit langsung dipengaruhi oleh lingkungan dan menguntungkan agens penyakit itu serta terjadi pada saat prepatogenesis dari suatu penyakit. Hal ini bisa disebabkan tingkat virulensi agen yang tinggi dibandingkan ketahanan host dalam melawan agen. Atau bahkan dalam sebuah lingkungan tersebut memiliki jumlah agen yang lebih banyak sehingga akan lebih mudah menyerang host. c. Interaksi manusia dan lingkungan Interaksi ini merupakan suatu suatu keadaan saat manusia langsung di pengaruhi oleh lingkungannya dan terjadi pada saat prepatogenesis dari suatu penyakit. Terjadi interaksi antara manusia dan lingkungan yang menyebabkan daya tahan tubuh host menurun. Daftar Pustaka 1. Notoadmodjo, Soekidjo : Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta: 2005 2. Arikunto, Suharsimi : Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta: 2006. 3. Domu, Ichdar : Bahan Kuliah Metodologi Penelitian, Program Studi Manajemen Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Negeri Manado: 2009. 4. Emzir : Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2009. 5. Sugiyono : Metodologi Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung: 2009