Dea dan Ety | Hiperemesis Gravidarum dan Abortus Iminens pada Kehamilan Trimester Pertama Hiperemesis Gravidarum dan Abortus Iminens pada Kehamilan Trimester Pertama Dea Lita Barozha, Ety Apriliana Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Abortus adalah pengakhiran hasil konsepsi sebelum janin bias hidup di luar rahim. Abortus iminens adalah abortus yang membakat, maksudnya adalah belum terjadi abortus sesungguhnya, janin masih bisa dipertahanan, tetapi bias juga abortus ini berlanjut ke abortus insipiens dan inkomplit. Insiden abortus dipengaruhi oleh umur dan riwayat obstetrik seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak miliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10‐15% dari semua kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tidak dilaporkan. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan karena kelainan pada kromosom. Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang‐kadang begitu hebat, dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari‐hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala penyakit apendisitis, dan pielitis. Penanganan kasus abortus yang disertai dengan hiperemesis gravidarum menjadi maslah yang cukup berat pada masa kehamilan, oleh karna itu penanganan yang diberikan harus secara cepat dan mempertimbangkan baik buruk untuk ibu dan janin. Kata kunci: abortus imminens, hiperemesis gravidarum, kehamilan Hyperemesis Gravidarum and Imminent Abortion In First Trimester Abstract Abortion is the termination of the products of conception before the fetus can live outside the womb. Imminent abortion is threaten abortion in the other word is not happening the actual abortion, the fetus can still be maintained, but could also has progressed to abortion insipiens and incomplete abortion.The incidence of abortion is affected by age and obstetric history such as previous vaginal birth, a history of spontaneous abortion, and birth of the child has a genetic disorder. Frequency of abortion estimated to be around 10‐15% of all pregnancies before 20 weeks gestation. However, the frequency of incidence can actually be even higher since many incidents go unreported.80% of abortion occurs in pregnancy before 12 weeks. This is mostly caused due to abnormalities in chromosomes.Hyperemesis gravidarum is vomiting in early pregnancy until 20 weeks gestation. Complaints vomiting sometimes so great where everything what to eat and drink regurgitated so as to affect the state of the public and disrupt daily activity, weight loss, dehydration, and there acetone in urine even as symptoms of appendicitis, and pielitis.Handling cases of abortion, along with hyperemesis gravidarum become an issue that is quite heavy during pregnancy, the treatment given must be quickly and consider both for the mother and fetus. Keywords: hyperemesis gravidarum, imminent abortion, pregnancy Korespondensi: Dea Lita Barozha, S.Ked., alamat Perumahan Bumi Puspa Kencana Blok O No.6 Pramuka, Bandar Lampung, HP 082186661419, email [email protected] Pendahuluan Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.1 Mual dan muntah (morning sickness, Emesis Gravidarum) adalah mual dan muntah J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|18 selama kehamilan yang terjadi antara empat dan delapan minggu kehamilan dan terus berlanjut hingga 14‐16 minggu kehamilan dan gejala biasanya akan membaik. Mual dan muntah selama kehamilan dapat berupa gejala yang ringan hingga berat. Mual dan muntah adalah keluhan utama pada 70‐80% kehamilan.1 Hiperemesis gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat selama kehamilan, yang terjadi pada 1‐2% dari semua kehamilan atau 1‐20 pasien per 1000 kehamilan.1,3 Hiperemesis gravidarum menyebabkan Dea dan Ety | Hiperemesis Gravidarum dan Abortus Iminens pada Kehamilan Trimester Pertama tidak seimbangnya cairan, elektrolit, asam‐ basa, defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan yang cukup berat. Pada hiperemesis gravidarum dapat terjadi dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida pada saat muntah, hipokalemia dan ketonuria, sehingga mengharuskan pasien masuk dan dirawat di rumah sakit.4,5 Kasus Ny. AY 33 tahun G3P2A0 hamil 12 minggu dating ke RSU. Jendral A.Yani dengan keluhan mual dan muntah lebih dari empat kali terlebih pada saat setelah makan mual dan muntah langsung dirasakan. Sebelumnya pasien mengaku pernah menjalani perawatan di RSU Jendral A. Yani dengan keluhan yang sama. Pasien juga mengeluh ada nyeri perut tepatnya di bagian epigastrium. Keluhan ini tidak disertai panas badan namun disertai dengan muntah‐muntah, lemas, dan pusing. Pada hari kedua, pasien mengeluh keluar darah segar dari kemaluannya dari malam hari, pasien juga mengaku telah berganti pembalut sebanyak satu kali dari malam hingga pagi. Namun pasien tidak merasa ada keluar jaringan yang berbentuk selama perdarahan. Perdarahan berlangsung sampai pasien pulang, namun banyaknya darah sangat minimal pada hari terakhir. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini didapatkan vital sign dari tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 89 x/ menit, respiratory rate (RR) 20 x/ menit serta suhu 37,00C. Pemeriksaan obstetrik didapatkan adanya besar abdomen sesuai dengan usia kehamilan, tinggi fundus uteri dua jari diatas simpisis pubis, lalu ditemukan pendarahan melalui ostium uteri eksternum, dan dari pemeriksaan didapatkan servik belum membuka. Dari pemeriksaan penunjang ultrasonography (USG) janin dalam keadaan baik yaitu didapatkan janin tunggal hidup dengan perkiraan usia kehamilan adalah 11‐12 minggu, denyut jantung janin (DJJ) positif, kontraksi positif, hal ini menunjukkan bahwa janin dalam keadaan hidup dan dalam kondisi baik. Pemeriksaan urin rutin pada pemeriksaan urin, kadar klorida turun namun tidak temukan keton. Pembahasan Insiden abortus dipengaruhi oleh umur dan riwayat obstetrik seperti kelahiran normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10‐15% dari semua kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Sementara itu pada kehamilan trimester awal seringkali terjadi hiperemesis gravidarum yang dapat lebih membahayakan kesehatan ibu dan janin. Anamnesis yang dilakukan sudah bisa mengarahkan kepada terjadinya hiperemesis gravidarum. Pada anamnesa ditemukan adanya tanda‐tanda khas dari hiperemesis (HE) yaitu; amenorhoe, lemas, mual, muntah, pusing, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan selama kehamilan. Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa didapatkan keluhan perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan, nyeri perut muncul tiba‐tiba dan sebelumnya tidak ada riwayat trauma, tidak ada keluar jaringan seperti daging, dan telat haid dengan hasil tes kencing (+). Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien menjurus kearah abortus iminens.6,7 Faktor resiko yang mungkin diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini adalah suatu abnormalitas imunologis. Ada dua mekanisme utama pada abnormalitas imunologis yang berhubungan dengan abortus, yaitu: mekanisme autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri) dan mekanisme aloimun (imunitas terhadap orang lain).7,8 Namun ada beberapa hal yang seharusnya juga ditanyakan, yaitu adakah riwayat hiperemesis pada kehamilan pertama, adakah riwayat alergi obat‐obatan ataupun makanan, atau adakah riwayat mual/ muntah ketika tidak hamil. 6,9 Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah bias mengarah kepada HE yaitu adanya: pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda‐tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien ini melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan adanya pendarahan melalui ostium uteri eksternum, dan dari pemeriksaan didapatkan serviks belum membuka. Dari pemeriksaan penunjang USG janin dalam keadaan baik.10 J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|19 Dea dan Ety | Hiperemesis Gravidarum dan Abortus Iminens pada Kehamilan Trimester Pertama Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: pemeriksaan USG pada penderita HE (+) abortus iminens sangat penting dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pada janin, untuk mendiagnosis apakah janin masih dalam keadaan baik atau tidak, ataupun untuk menyingkirkan diagnosis lainnya seperti mola hidatidosa. Pada USG didapatkan janin tunggal hidup dengan perkiraan usia kehamilan adalah 11‐12 minggu, DJJ positif, kontraksi positif, hal ini menunjukkan bahwa janin dalam keadaan hidup dan dalam kondisi baik.3,11 Pada pemeriksaan urin kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton. Hal ini dikarenakan tubuh telah mengkompensasi kebutuhan energi dengan melakukan glikoneogenesis menggunakan protein.3,11 Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta penunjang, maka diagnosa awal yang ditegakkan benar karena pada hari pertama pasien tidak mengeluhkan adanya perdarahan maka diagnosis awal hanya hiperemesis gravidarum. Namun pada hari kedua diagnosis ditambahkan yaitu abortus iminens dengan hiperemesis gravidarum. Penegakkan diagnosis abortus iminens pun sedah benar dan baik, yaitu dari pemeriksaan fisik obstetrik dinilai dengan pemeriksaan dalam, didapatkan darah yang keluar dan ostium uteri masih tertutup. Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang USG untuk memastikan keadaan janin baik. Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai berhari‐hari atau berminggu‐ minggu. Untuk dapat menegakkan diagnosa abortus iminens dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesa diharapkan diperoleh data tentang keluhan dan faktor resiko abortus iminens, dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diharapkan didapatkan tanda spesifik untuk abortus iminens. Pada pasien ini sudah dilakukan anamnesa yang baik, pemeriksaan fisik yang komprehensif dan pemeriksaan penunjang, namun pemeriksaan J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|20 untuk diagnostik awal belum dilakukan, yaitu pemeriksaan kehamilan.5,12 Penatalaksanaan awal yang dilakukan pada awalnya itu dengan perbaikkan keadaan umum pasien karena pasien datang dalam kondisi lemas, mual, dan pusing kepala, maka yang harus dilakukan adalah menstabilkan hemodinamik dengan infus ringer laktat (RL) 20 tetes/ menit. Setelah itu pada hari pertama dilakukan penatalaksaan untuk hiperemesis gravidarum, yaitu pemberian obat anti nausea yaitu ondansetron dan obat antiemetik yaitu ranitidin. Kedua obat ini merupakan pilihan utama saat ini untuk mengobati mual dan muntah pada trimester pertama kehamilan. Terapi untuk abortus iminens yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah sebagai berikut : Pasien yang dirawat dianjurkan untuk istirahat tirah baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik. Untuk medikamentosa diberikan hormon progesteron (cygest) sudah tepat karena hormon progesteron adalah hormon steroid wanita dengan 21 atom C yang terutama dibentuk di dalam folikel dan plasenta. Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, sehingga merupakan syarat untuk konsepsi dan implantasi. Fungsi dari progesteron adalah untuk pemeliharaan kehamilan. Produksi progesteron dari korpus luteum yang tidak mencukupi dapat menyebabkan kegagalan implantasi, dan defisiensi fase luteal telah dikaitkan dengan beberapa kasus infertilitas dan guguran berulang. Progesteron juga berperan dalam mempertahankan keadaan miometrium yang relatif rendah dan sebagai obat imunosupresif pada beberapa sistem dan menghambat penolakan jaringan perantara sel T.7,9 Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab HE sulit diketahui secara pasti tetapi kemungkinan penyebabnya adalah level hormon ß‐hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah. Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan muntah. Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena Dea dan Ety | Hiperemesis Gravidarum dan Abortus Iminens pada Kehamilan Trimester Pertama memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga menyebabkan mual dan muntah. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik. Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan. Ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah pasien. 10 Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang dan bersamaan dengan hal itu dilakukan perawatan terhadap keadaan ibu dan janin, prognosis terhadap ibu dan janin adalah baik. Ibu pulang dalam keadaan umum dan tanda vital yang baik dan keadaan janin juga baik dari hasil USG.1 Simpulan Penanganan kasus HE dan Abortus Iminens bersifat emergency karena adanya kondisi membahayakan ibu dan keadaan janin yang bisa mengancam nyawa. Tetapi sebelumnya harus ditegakkan dengan diagnosanya. Tindakan yang diambil juga harus dipertimbangkan dengan baik dan mengambil kerugian yang sekecil‐kecilnya bagi penderita dan bagi janin. Kesalahan diagnosis pada pasien ini dan tindakan yang akan dilakukan dapat berakibat fatal baik bagi pasien maupun bagi janin yang dikandungnya. Daftar Pustaka 1. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Winkjosastro GH. Ilmu kebidanan sarwono prawodihardjo. Edisi ke‐4. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawodihardjo; 2011. 2. Asih DMR, Kampono N, Prihartono J. Hubungan pajanan infeksi helicobater pylori dengan hiperemesis gravidarum. Journal Indonesia. 2009; 33(3):144‐50. 3. Gunawan K, Manengkei PSK, Ocviyanti D. Diagnosis dan tatalaksana hiperemesis gravidarum. J Indon Med Assoc. 2011; 61(11):1‐7. 4. Wirakusumah FF, Johanes CM, Budi Handono, FK Unpad. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi ke‐2. Jakarta: EGC; 2011. hlm. 64‐7. 5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KL, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri William. Edisi ke‐21. Jakarta: EGC; 2006. hlm. 181‐213, 1424‐5. 6. Mochtar, R, Sofian A. Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Edisi ke‐3. Jakarta: EGC; 2012. hlm. 35, 196. 7. Lord LM, Palletier K, Parrish CR, editor. Management of hyperemesis gravidarum with enteral nutrition: Nutrition issues in gastroenterology. Practical gastroenterology. 2008; 63:16‐30. 8. Albar, Erdjan. Ilmu kandungan ’kontrasepsi’. Edisi ke‐2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. hlm 535‐75. 9. Baltzer, FR, Weiner S, Corson SL, Schalaff S, Otis C. Landmarks during the first forty‐ two days of gestation demonstrated by the B‐sub‐unit of human chorionic gonadotropin and ultrasound. Am J Obstet Gynecol. 1983; 146(8):973‐79. 10. Tanzil A, editor. Fisiologi wanita sebelum kehamilan dan hormon‐hormon wanita. Dalam: Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. Jakarta: EGC; 2008. hlm: 1064‐79. 11. Harahap RE, Wikjosastro GH. Perdarahan dalam kehamilan. Jakarta: Yayasan dharma graha, anonymous; 2004. hlm. 3‐ 16. 12. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses‐proses penyakit. Edisi ke‐6, volume 2. Jakarta : EGC; 2006. hlm: 1279, 1281‐3. J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|21