plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN
MENGENAI RESEP RACIKAN
(STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN
MENGENAI RESEP RACIKAN
(STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP
RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
Skripsi yang diajukan oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama :
Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.
Tanggal : 8 Juni 2015
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP
RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
Oleh:
Lisania Ines
NIM: 118114001
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal : 24 Juni 2015
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Keberhasilan bukan datang dari orang lain,
Melainkan dari kerja keras dan jerih payah kita sendiri
Saat saat yang luar biasa sulit dalam perjuangan adalah
pertanda bahwa kesuksesan sudah mendekat – Merry Riana
Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan
Segala hormat syukur hanya bagi Tuhan
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Yogyakarta, 8 Juni 2015
Penulis
Lisania Ines
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama
: Lisania Ines
Nomor Mahasiswa
: 118114001
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP
RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)
Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 8 Juni 2015
Yang Menyatakan
(Lisania Ines)
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya
dengan perkenan-Nyalah skripsi yang berjudul “PENGETAHUAN, SIKAP
DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI
PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)” dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada setiap pihak yang terlibat
dalam penyusunan naskah ini :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang
sabar dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ini.
2. Seluruh responden yang telah berkontribusi besar selama dilaksanakannya
penelitian ini
3. Para dosen penguji yang telah member kritik dan saran dalam
penyelesaian naskah skripsi ini.
4. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian.
5. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang
mendukung dilakukannya penelitian ini.
6. Keluarga yang setia memberi doa dan dukungan.
7. Seluruh teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan
2011.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu
mendukung, memberikan semangat dan mendoakan selama penyusunan
penelitian ini.
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Akhir kata, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan karya ini sehingga penulis terbuka menerima kritik dan saran
untuk menyempurnakan karya ini.
Penulis
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .......................
vi
PRAKATA ....................................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
INTISARI .....................................................................................................
xvi
ABSTRACT ....................................................................................................
xvii
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang ...............................................................................
1
1. Rumusan Masalah ....................................................................
3
2. Keaslian Penelitian ...................................................................
3
3. Manfaat Penelitian ...................................................................
5
a. Manfaat Teoritis .................................................................
5
b. Manfaat Praktis ..................................................................
6
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
B. Tujuan Penelitian ..........................................................................
6
1. Tujuan Umum ..........................................................................
6
2. Tujuan Khusus .........................................................................
6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apoteker ........................................................................................
7
B. Resep Racikan ...............................................................................
7
C. Identifikasi Kerusakan Obat ..........................................................
8
D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien ............................................
9
E. Pengetahuan ...................................................................................
10
F. Sikap .............................................................................................
10
G. Harapan .........................................................................................
11
H. Keterangan Empiris ......................................................................
12
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................
13
B. Variabel Penelitian ........................................................................
13
C. Definisi Operasional .....................................................................
14
D. Responden ......................................................................................
16
1. Populasi ....................................................................................
16
2. Sampel......................................................................................
16
E. Metode Sampling ..........................................................................
18
F. Instrumen Penelitian .....................................................................
19
G. Uji Pemahaman Bahasa ................................................................
20
H. Uji Kuisioner, Validitas dan Reliabilitas ......................................
21
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1. Uji Kuisioner Sebagai Alat Ukur .............................................
21
2. Uji Validitas .............................................................................
22
3. Uji Reliabilitas .........................................................................
23
I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ........................................
26
J. Metode Pengumpulan Data ...........................................................
26
K. Tata Cara Penelitian .......................................................................
27
1. Observasi Awal ........................................................................
27
2. Permohonan Ethical Clearance ...............................................
28
3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta
dalam Penelitian .......................................................................
28
4. Pengambilan Data ....................................................................
29
5. Tata Cara Analisis Data ...........................................................
30
L. Kelemahan Penelitian ...................................................................
30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden ...............................................................
34
1. Jenis Kelamin ...........................................................................
34
2. Usia ..........................................................................................
35
3. Pendidikan Terakhir .................................................................
37
4. Pekerjaan ..................................................................................
38
B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan ...........
39
C. Sikap Responden Tentang Obat Racikan ......................................
55
D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan ................................
67
E. Rangkuman Pembahasan ...............................................................
75
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................
79
B. Saran .............................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
81
LAMPIRAN ..................................................................................................
86
BIOGRAFI ....................................................................................................
102
xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) ................................
27
Tabel II.
Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi .................................
34
Tabel III.
Distribusi Jawaban Kuisioner Tingkat Pengetahuan Responden
37
Tabel IV.
Distribusi Jawaban Kuisioner Sikap Responden .....................
53
Tabel V.
Distribusi Jawaban Kuisioner Harapan Responden ................
66
xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30 ...................
47
Gambar 2.
Distribusi Sikap Responden dengan N=30 ...........................
63
Gambar 3.
Distribusi Harapan Responden dengan N=30 .......................
73
xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Wawancara Untuk Responden ...............................
85
Lampiran 2. Form Data Diri Responden ...................................................
87
Lampiran 3. Inform Consent .....................................................................
88
Lampiran 4. Kuisioner ...............................................................................
89
Lampiran 5. Output Data ...........................................................................
92
Lampiran 6. Surat Ethical Clearance ........................................................
100
xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
INTISARI
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Studi pada tahun
2001 oleh FDA menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta
resep setiap tahunnya oleh karena itu resep racikan tidak dapat dihiraukan
keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien
mengenai resep racikan melalui eksplorasi pengetahuan, sikap, dan harapan
mengenai resep racikan dari sudut pandang pasien yang dilakukan di wilayah
Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara
kualitatif menggunakan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan statistik deskriptif dan content analysis.
Kesimpulan yang didapat adalah 46% responden memiliki tingkat
pengetahuan yang baik mengenai resep racikan, 37% responden dalam kategori
tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan
rendah. Sikap responden 34% dalam kategori positif, 10% bersikap sedang dan
56% bersikap negatif. Tingkat harapan responden sebanyak 86% memiliki
harapan tinggi dan 14% responden termasuk dalam kategori harapan rendah. Perlu
dipertimbangkan reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan dan harapan
dikategorikan cukup reliabel, sedangkan pada aspek sikap dikategorikan agak
reliabel.
Kata kunci: resep racikan, eksplorasi, persepsi pasien
xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
Prescription is a written request from a doctor or dentist to pharmacist,
either in paper or electronic so pharmacist can prepare or create, mix, and give the
medicine to the patient. In 2001, a study by FDA showed that out of 650
dispensary will produce 13 million prescriptions annually. Therefore, the
existence of compounded prescription can not be ignored. The aims of this study
is to determine the patient's perception of compounded prescription from the
patient's viewpoint through the exploration knowledge, attitudes, and expectations
regarding compounded prescription in the Magelang and Sleman regency,
Yogyakarta.
This study was a descriptive observational research with quantitative
approach which was supported by qualitative data exploration using interviews.
The data were analyzed using descriptive statistics and content analysis.
The conclusion are 46% of respondents have a good level of knowledge
about the compounded prescription, 37% of respondents in the medium-level
knowledge category, and 17% of respondents with a low level. The 34%
respondents in the have a positive attitude, 10% in the medium attitude category,
and 56% in the negative attitude category. The 86% respondents have high
expectations category and 14% respondents have a low expectations. To consider
the reliability of measuring instruments on knowledge aspect and expectations
aspect are quite reliable categorized, whereas the attitude aspect categorized
unreliable.
Keyword : compounded prescription, exploration, patient perception
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Fenomena perkembangan resep racikan beberapa tahun terakhir ini
didorong oleh berapa faktor antara lain dokter mulai lebih sadar dan peduli
terhadap jumlah dosis yang diberikan kepada pasiennya, terutama untuk
individualisasi dosis yang tidak terdapat di pasaran dan tidak diproduksi oleh
pabrik. Selain itu kejadian yang tidak diharapkan banyak terjadi karena kesalahan
perhitungan dosis dan kesulitan bahan baku untuk pembuatan dalam skala besar
(Allen, 2002), sehingga resep racikan dianggap sebagai sesuatu hal yang cukup
penting dalam dunia pengobatan. Sebuah studi pada tahun 2001 oleh Food and
Drug Administration (FDA) menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan
menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya, sehingga keamanan penggunaan
resep memerlukan perhatian khusus dan tidak dapat dihiraukan (Anonim, 2010).
Beberapa pertimbangan dokter dalam memilih resep racikan antara lain
seperti faktor terapi yaitu :
1. Dokter dapat menyesuaikan dengan kondisi klinis pasien
2. Keterbatasan bentuk sediaan obat
3. Dosis obat yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
4. Lebih mudah diminum untuk anak-anak
5. Dapat memodifikasi rasa sesuai yang diinginkan
Pernyataan ini di dapatkan dari hasil penelitian terhadap 22 dokter di lima
kabupaten atau kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (Wiedyaningsih, 2013).
1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
Penggunaan obat yang tidak rasional di Indonesia juga masih sering terjadi,
misalnya seperti kejadian polifarmasi, dimana seorang pasien rata-rata
mendapatkan 3 hingga 5 jenis obat dalam setiap lembar resep, penggunaan
antibiotik yang berlebihan (43%), waktu konsultasi yang singkat yang rata-rata
berkisar hanya 3 menit saja, serta kepatuhan pasien dalam meminum obat yang
masih kurang (Syamsudin, 2011).
Meracik adalah sebuah kegiatan mencampur, memodifikasi, membagi obat
dengan cara mengubah dosis dan menyesuaikan takaran. Di era ini pengobatan
sudah mengutamakan pengobatan secara individu namun terkadang ada
ketidaksesuaian produk jadi (dari pabrik) dengan kebutuhan pasien, sehingga obat
racikan akan menjadi solusi bagi masalah ini (Allen, 2002).
Melihat fenomena diatas, dengan banyaknya resep racikan yang dapat
dihasilkan setiap tahunnya, serta banyaknya penelitian yang sudah dilakukan
untuk meneliti terkait dengan obatnya dan kebanyakan hanya melihat dari satu sisi
saja yakni untuk mendukung kepentingan si penulis resep. Penulis resep tidak
pernah mengetahui dan membandingkan apakah resep racikan jauh lebih
ekonomis untuk pasien jika dibandingkan dengan sediaan jadi yang berasal dari
pabrik, hal inilah yang mendorong untuk mengetahui lebih jauh pendapat dari
sudut pandang pasien maupun keluarga pasien terkait dengan pengalaman resep
racikan yang diterima dan harapan untuk obat racikan kedepannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
menggali pandangan terkait dengan resep racikan dari sudut pandang pasien. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan
sebagai berikut :
a. Seperti apa pengetahuan pasien mengenai resep racikan ?
b. Bagaimana sikap pasien terhadap resep racikan ?
c. Seperti apa harapan pasien terhadap resep racikan ?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian yang
berhubungan dengan resep racikan yaitu antara lain :
a. Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat Resep Racikan
Untuk Pasien Pediatrik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli
2007 (Cahyono, 2007).
Penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental deskriptif
evaluatif. Penelitian ini menggunakan jumlah data sebanyak 408 lembar
resep racikan. Hasil dari penelitian ini adalah :
Penggunaan obat racikan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Bethesda periode Juli 2007 sebesar 78%. Penggunaan obat racikan
pada bangsal anak lebih besar dibanding obat non racikan. Racikan dengan
2 komposisi paling sering digunakan dengan jumlah penggunaan sebesar
362. Terdapat 17 jenis racikan dengan 401 penggunaan yang belum sesuai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
dengan indikasi referensi. Terdapat 17 jenis racikan dengan 401
penggunaan yang memerlukan penyesuaian dosis. Terdapat 5 jenis racikan
dengan 209 penggunaan yang berpotensi untuk terjadi interaksi obat.
b. Evaluasi Medication Error (ME) Resep Racikan Pasien Pediatrik di
Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Pada Bulan Juli Tahun 2007
(Tinjauan Fase Dispensing) (Hinlandou, 2008).
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif cross sectional.
Penelitian ini menggunakan sebanyak 456 resep dari populasi sebanyak
954 resep. Dengan wawancara sebanyak 6 orang asisten apoteker, 16
orang tua pasien dan 1 orang apoteker penanggung jawab Farmasi Rawat
Jalan RS Bethesda. Hasil dari penelitian ini adalah :
Penyebab Medication Error pada fase dispensing oleh pihak
farmasi adalah kesalahan pada desain dan implementasi sistem. Usaha
pencegahan yang selama ini telah dilakukan oleh dokter seperti : tidak
memperburuk suasana, segera memberikan penyelesaian masalah,
menenangkan pasien, dan memberikan penjelasan kepada pasien. Dari
pihak farmasi upaya pencegahan ME dilakukan seperti pemeriksaan ulang
selama proses pelayanan resep, melakukan pekerjaan dengan konsentrasi
tinggi, memperbaiki jadwal kerja petugas, meningkatkan ketelitian.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
c. Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik Resep Racikan Pada
Lima Puskesmas di Kabupaten Sleman Periode Desember 2013
(Komaladewi, 2008).
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional
deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Hasil dari
penelitian ini adalah :
Jenis obat yang sering diresepkan adalah obat dengan kelas terapi
obat anti alergi atau antihistamin. Obat racikan lebih sering diresepkan
untuk anak-anak. Kombinasi 2 resep racikan yang paling sering
diresepkan. Bentuk sediaan racikan yang paling sering digunakan adalah
pulveres sebanyak. Tidak ditemukan interaksi farmakokinetik. Menurut
pendapat apoteker obat racikan masih dapat digunakan sebagai salah satu
pilihan bentuk sediaan obat.
Selama ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
pendapat pasien mengenai resep racikan yaitu pengetahuan, sikap dan harapan
pasien mengenai resep racikan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai pendapat pasien tentang
resep racikan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan harapan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
b. Manfaat Praktis
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung antara lain :
1) Dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti dan masyarakat serta
instalasi terkait mengenai pendapat pasien tentang resep racikan.
2) Dapat menjadi salah satu acuan, tambahan informasi dan referensi bagi
peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian yang berkaitan
dengan pendapat pasien megenai resep racikan.
3) Dengan penelitian ini, diharapkan adanya perbaikan atau peningkatan
mutu dan kualitas pelayanan kesehatan kefarmasian terutama sesuai
dengan harapan yang disampaikan oleh responden.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan
harapan pasien mengenai resep racikan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai resep racikan.
b. Mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan.
c. Mengetahui harapan pasien mengenai resep racikan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apoteker
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
(PERMENKES RI, 2014) apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut
Setiawan (2014), apoteker adalah ahli dalam ilmu obat-obatan yang berwenang
membuat obat untuk dijual. Menurut Daris (2008) apoteker bertugas untuk
membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan
menempatkan obat dalam wadah atau bungkus yang tepat serta memeriksa dan
memberi etiket dengan teliti. Apoteker bertugas untuk memberikan informasi dan
konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan lain dan juga masyarakat.
Apoteker dapat melayani resep maupun non resep, dengan wewenang meracik,
mencampur, membuat, membungkus dan menyerahkan obat, serta mengelola
apotek yang mencakup perencanaan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan dan
pengawasan.
B. Resep Racikan
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PERMENKES RI,
2014). Resep racikan biasanya diberikan dalam bentuk pulveres atau biasa dikenal
dengan serbuk terbagi, yang mengandung arti sejumlah serbuk yang dibagi dalam
bobot yang kurang lebih sama dengan yang dibungkus kertas perkamen atau
7
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
bahan pengemas lain yang cocok atau sesuai. Pelayanan resep adalah proses
kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai
dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada
pasien (Syamsuni, 2006).
C. Identifikasi Kerusakan Obat
Untuk mengetahui apakah obat sudah rusak atau belum dapat diihat
misalnya untuk :
1. Tablet akan terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik–
bintik noda, lubang-lubang, pecah, retak, terdapat benda asing, menjadi
bubuk dan lembab.
2.
Tablet salut akan terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket
satu dengan lainnya dan terjadi perubahan warna.
3. Kapsul, maka cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya
keluar, melekat satu sama lain, dapat juga melekat dengan kemasan.
4. Puyer akan terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda bintikbintik, lembab sampai mencair.
5. Salep atau krim atau lotion atau cairan akan terjadi perubahan warna, bau,
timbul endapan atau kekeruhan, mengental, timbul gas, memisah menjadi
dua bagian, mengeras, sampai pada kemasan atau wadah menjadi rusak
(BINFAR, 2008).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien
Resep racikan dapat menjadi salah satu penolong bagi pasien khusus yang
alergi terhadap bahan-bahan tambahan yang ada dalam sediaan jadi dari pabrik,
misalnya laktosa, pengawet, pewarna, bahan perekat, dan gula. Resep racikan ini
dapat dibuat dengan obat yang terdiri dari bahan generiknya saja dan dapat
disesuaikan dengan individu pasien tersebut sehingga dapat menjadi salah satu
solusi atau penolong pasien yang mengalami alergi terhadap bahan tambahan
seperti yang sudah disebutkan diatas. Dengan kata lain, Seorang apoteker dapat
menciptakan kembali obat dengan sebuah racikan, bahkan jika hanya satu orang
di dunia ini yang membutuhkan resep tersebut, mereka masih bisa
mendapatkannya berkat adanya resep racikan (Pavlic, 2013).
Beberapa obat memiliki rasa yang sangat tidak dapat diterima oleh
beberapa pasien, yang membuat pasien tidak nyaman untuk mengkonsumsi obat
tersebut. Seorang apoteker dapat meracik, menambahkan rasa atau membuatnya
lebih enak tanpa mengorbankan efektivitas obat itu sendiri. Hal ini sangat
bermanfaat ketika berhadapan dengan pasien yang mungkin menolak untuk
mengkonsumsi obat-obatan, seperti anak-anak, pasien lanjut usia, atau bahkan
hewan peliharaan (Pavlic, 2013).
Seorang pasien mungkin memerlukan obat-obatan dalam bentuk sediaan
yang bervariasi. Misalnya, pasien yang memiliki kesulitan menelan tablet
mungkin akan lebih mudah untuk mengkonsumsi obat dalam bentuk cair dengan
rasa yang mereka sukai (Pavlic, 2013).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
E. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kumpulan sejumlah fakta dan teori yang dapat
digunakan seseorang memecahkan dan menjawab masalah yang ditemuinya.
Pengetahuan dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Fakta-fakta yang
didapat dikumpulkan dan dipahami sebagai teori yang kemudian digunakan
sebagai jawaban dari berbagai jenis fenomena kehidupan. Pengetahuan juga dapat
diperoleh dengan cara tradisional (non ilmiah) ataupun dengan cara ilmiah
(modern) yang dilakukan dengan penelitian (Notoadmojo, 2010).
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) seorang individu dapat dikatakan
tahu apabila dapat merespon secara lisan ataupun tertulis dengan memberikan
jawaban terkait suatu topik tertentu. Respon berupa jawaban inilah yang disebut
dengan pengetahuan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan pertanyaan mengenai
isi materi yang akan diteliti. Rumusan kalimat pertanyaan ini harus
memperlihatkan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat ini digunakan
dalam penyusunan kuisioner (Budiman dan Riyanto, 2013).
F. Sikap
Sikap adalah bentuk perilaku seseorang terhadap hal-hal yang ditemuinya
misalnya benda atau suatu fenomena. Sikap ini membutuhkan stimulus untuk
menghasilkan respon. Sikap dapat digolongkan menjadi dua jenis yakni sikap
yang memihak atau mendukung (favourable) atau sikap yang beorientasi
sebaliknya tidak mendukung (unfavourable). Sikap ini akan sangat mempengaruhi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
kesiapan individu untuk memberikan respon terhadap suatu objek (Budiman dan
Riyanto, 2013).
Sikap merupakan aspek afektif sehingga membutuhkan cara pengukuran
yang berbeda dibandingkan aspek kognitif seperti pengetahuan. Hasil pengukuran
sikap dikelompokkan menjadi positif yang ditunjukkan dengan dukugan, negatif
yang ditunjukkan dengan penolakan individu, dan netral atau kategori sedang
yang ditunjukkan dengan tidak mendukung maupun menolak. Pernyataan untuk
aspek seperti ini dimaksudkan untuk mencari tahu dukungan atau penolakan
seseorang terhadap suatu konsep sikap dalam rentang nilai tertentu. Oleh karena
itu pernyataan sikap ditunjukkan dengan bentuk positif, netral dan negatif dengan
skala Likert (Budiman dan Riyanto, 2013).
G. Harapan
Harapan atau asa memiliki arti yang berbeda dengan sikap. Snyder
(2000) menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki
individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan, bersamaan
dengan motivasi yang dimiliki untuk menggunakan jalur tersebut. Harapan
didasarkan pada harapan positif dalam pencapaian tujuan.
Snyder (2000) menyatakan harapan adalah keadaan termotivasi yang
positif. Weil (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi harapan, yaitu dukungan sosial, kepercayaan
religius, dan kontrol.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
Skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap dan juga harapan.
Selain dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan harapan, skala
Likert juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran persepsi dan pendapat
seseorang akan suatu kejadian atau fenomena (Budiman dan Riyanto, 2013).
H. Keterangan Empiris
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
fenomena resep racikan yang terjadi dalam masyarakat. Explorasi pengalaman
atau pendapat responden yang akan menjadi kekuatan utama dalam mengetahui
tingkat pengetahuan responden tentang resep racikan, sikap responden terhadap
resep racikan, dan harapan pasien kedepannya terhadap resep racikan. Di sisi lain
dengan munculnya gambaran jawaban mengenai fenomena resep racikan maka
akan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan
harapan yang disampaikan oleh responden.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara
kualitatif. Pendekatan secara kualitatifnya sendiri menggunakan metode
wawancara dan hasilnya digunakan untuk mendukung hasil data kuantitatif.
Dalam penelitian survei dan wawancara ini tidak dilakukan intervensi
atau perlakuan terhadap variabel, tetapi hanya mengamati terhadap fenomena
sosial yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena resep racikan
melalui pandangan pasien. Penelitian ini melibatkan pasien maupun keluarga
pasien penerima resep racikan sebagai responden. Dengan demikian penelitian ini
menggambarkan fakta-fakta yang terjadi serta menggali informasi yang
dibutuhkan sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya (Notoadmodjo, 2010).
B. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel. Variabel pertama adalah
pengetahuan pasien tentang resep racikan, variabel kedua adalah sikap pasien
terhadap resep racikan, dan variabel ketiga adalah harapan pasien terhadap resep
racikan.
13
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
C. Definisi Operasional
1. Responden penelitian merupakan pasien yang pernah menerima resep
racikan dan atau keluarga yang menerima resep racikan.
2. Resep racikan adalah resep yang diterima oleh responden. Resep racikan
yang diterima adalah dengan komposisi campuran 2 obat atau lebih yang
melalui
proses
peracikan,
perubahan
bentuk,
pencampuran,
dan
pengemasan kembali oleh apoteker.
3. Jenis obat racikan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi obat
generik maupun obat dengan nama dagang.
4. Resep racikan yang dimaksud meliputi puyer atau pulveres, pulvis, cream,
dry sirup, sirup racikan dan bentuk lain yang mengalami proses peracikan
dan pencampuran obat baik di instalasi farmasi rumah sakit maupun
apotek.
5. Persepsi responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan oleh responden untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
baik tertulis melalui kuisioner maupun lisan melalui sesi wawancara.
Persepsi responden tentang resep racikan merupakan rangkaian intisari
dari pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan.
6. Pengetahuan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan tentang pengetahuan resep racikan. Pernyataan
ini dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
kuisioner bagian satu dan bagian dua (Lampiran 4) maupun pernyataan
secara lisan melalui sesi wawancara.
Menurut Khomsan (2000) hasil pengukuran pengetahuan dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1.
Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2.
Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3.
Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
7. Sikap responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan tentang sikap responden terhadap resep racikan
sesuai dengan pengalaman responden. Pernyataan ini dapat berupa
pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar kuisioner
bagian ketiga (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi
wawancara.
Sikap digolongkan menjadi dua jenis yaitu positif dan negatif.
Positif ditunjukkan dengan memihak atau mendukung (favourable),
sedangkan negative ditunjukkan dengan penolakan individu atau tidak
mendukung (unfavourable).
Pengukuran sikap dikategorikan sama dengan pengetahuan :
1.
Kategori positif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2.
Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3.
Kategori negatif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
8. Harapan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang
diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan terkait harapan responden terhadap resep
racikan kedepannya. Harapan responden juga dapat berupa ungkapan
responden secara langsung atau spontan (tanpa adanya pertanyaan)
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
teruatama pelayanan kefarmasian yang pernah dialaminya. Pernyataan ini
dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar
kuisioner bagian keempat (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan
melalui sesi wawancara.
Pengukuran harapan dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
D. Responden Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien penerima obat racikan yang berada
di wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta dan Kabupaten Magelang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti. Sampel dalam
penelitian ini (selanjutnya disebut responden) adalah setiap orang yang ditemui
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
dan memenuhi syarat kriteria inklusi. Dalam pembahasan pada bab ke empat,
nama-nama responden disebutkan dengan inisial sesuai kode yang sudah dibuat.
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini mengacu pada Hardon,
Hodgkin, and Fresle (2004) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak
harus menggunakan jumlah sampel yang besar atau banyak untuk dapat
mencerminkan atau menggambarkan sebuah populasi, bisa menggunakan jumlah
sampel kecil untuk mendapatkan penelitian yang efektif. Jumlah sampel yang
digunakan bisa dimulai dari 20 sampel hingga 30 sampel.
Kriteria inklusi responden adalah sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi responden yaitu mereka yang pernah menerima resep
racikan, atau pernah menebuskan resep racikan untuk keluarganya
maksimal 3 bulan sebelum pengambilan data (data diambil pada bulan
Desember sehingga 3 bulan sebelum pengambilan data artinya dimulai
dari bulan September).
b. Menyatakan bersedia,
kooperatif dan menyetujui
untuk
menjadi
responden.
c. Mampu berkomunikasi dengan baik
d. Umur responden minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun.
e. Sampel yang diambil untuk penelitian tidak dihitung berdasarkan rumus
tetapi ditentukan sejumlah 30 (Hardon et al, 2004).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
Kriteria eksklusi responden adalah ketika :
a. Responden menolak untuk ikut serta dalam penelitian ini
b. Responden merupakan responden yang memiliki basic atau berlatar
belakang sebagai tenaga kesehatan
Kriteria responden tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan tertentu
(purposes) yaitu untuk menggali pandangan – pandangan dari berbagai sudut
pandang yang berkaitan erat dengan variabel yang diteliti, yaitu resep racikan.
Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah disebutkan dengan
tujuan untuk mendapatkan pandangan mengenai resep racikan berdasarkan pada
hal-hal yang pernah dialami oleh responden sebagai user (yang menggunakan obat
racikan). Responden ditemukan dengan cara accidental yakni di wilayah
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang.
Dari 30 responden yang diambil tidak dapat mewakili atau tidak
merepresentasi populasi di seluruh wilayah Kabupaten Sleman maupun
Kabupaten Magelang karena pengambilan sample dilakukan dengan cara
accidental (secara non random).
E. Metode Sampling
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah dengan
menggunakan accidental sampling. Menurut Sugiyono (2005), teknik accidental
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara siapa saja yang bertemu
dan memenuhi kriteria sebagai sampel yang telah ditentukan maka diambil
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah menerima
obat racikan. Dipilih teknik accidental sampling dengan tujuan untuk
mempercepat penemuan responden dan untuk mempercepat proses pengambilan
data.
F. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner berisi 4 bagian
pertanyaan dan panduan wawancara berupa pertanyaan terbuka (open questions)
yang disusun untuk menggambarkan dan mengeksplorasi pendapat pasien terkait
dengan resep racikan. Pertanyaan terbuka (open question) menghasilkan jawaban
yang
belum
diketahui
atau
ditentukan
sebelumnya.
Responden
bebas
menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Tukiran, 2012).
Pengambilan data tidak hanya menggunakan kuisioner tetapi juga
dilakukan dengan metode wawancara. Pada tahap ini dibantu dengan recorder
sebagai alat perekam hasil wawancara.
Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang bertujuan untuk
mengukur sikap dalam suatu penelitian, yang dimaksud dengan sikap oleh
Thurstone adalah :
1. Pengaruh atau penolakan
2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
4. Positif atau negatif terhadap suatu obyek
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
Skala Likert diekpresikan mulai dari yang paling negatif, netral sampai
ke yang paling positif dalam bentuk : sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak tahu
(netral), setuju, dan sangat setuju. Pada umumnya akan ada pemberian angka yang
digunakan sebagai simbol (Sarwono, 2006).
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian.
Bagian yang pertama merupakan isian singkat dengan sifat pertanyaan terbuka
(open questions), bagian kedua dengan sifat pertanyaan tertutup (close questions)
dengan pilihan jawaban “ya”, “tidak” dan “tidak tahu”, bagian ketiga dengan sifat
pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak” dan bagian keempat
dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap
jawaban yang benar pada kuisioner bagian kedua diberi nilai 1, jawaban salah dan
jawaban “tidak tahu” diberi nilai 0. Pada kuisioner bagian ketiga dan keempat
setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 (Pulungan,
2010).
G. Uji Pemahaman Bahasa
Uji kuisioner ini dilakukan dengan uji pemahaman bahasa. Uji
pemahaman bahasa dilakukan untuk mendapatkan gambaran bahwa responden
yang akan digunakan sebagai penelitian tidak mengalami kesulitan dalam
memahami pertanyaan yang diajukan. Tujuan lain dalam uji pemahaman bahasa
ini adalah untuk mendapatkan masukan terhadap kuisioner sehingga bisa segera
dikoreksi agar responden tidak kesulitan dalam memahami pertanyaan.
Responden pada uji pemahaman bahasa ini adalah sebanyak 10 orang
yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan karakteristik yang mirip
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
dengan target penelitian. Responden memberikan penilaian terhadap konten
kuisioner dalam hal kemudahan memahami dan kemudahan menjawab
pertanyaan. Uji pemahaman bahasa ini dilakukan di lokasi penelitian yaitu di
wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. Dengan pembagian sebagai
berikut : 4 responden dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) X, 3 responden
dari Klinik Anak Y dan 3 responden dari tempat praktek Dokter Z.
H. Uji Kuisioner, Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Kuisioner Sebagai alat ukur
Setelah kuisioner sebagai alat ukur selesai disusun belum berarti
kuisioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data.
Kuisioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk
mengetahui sejauh mana alat ukur (kuisioner) yang telah disusun tadi
memiliki validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010).
Uji validitas dan reliabilitas merupakan sesuatu langkah yang harus
dilakukan sebelum penelitian dilakukan agar dapat diketahui setiap item-item
pertanyaan adalah sahih, layak, valid dan konsisten. Jika tidak dilakukan uji,
hasil penelitian yang diperoleh akan sulit untuk dipercaya karena item-item
belum teruji ketepatan, kecermatan dan konsistensinya (Notoatmodjo, 2010).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
2. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuisioner
yang diukur mampu mengukur apa yang hendak diukur maka perlu diuji
korelasi nilai tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner tersebut.
Apabila kuisioner tersebut telah memiliki validitas konstruk berarti semua
item (pertanyaan) yang ada di dalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita
ukur (Notoatmodjo, 2010).
Validitas dikategorikan menjadi validitas isi (content validity),
validitas konstruk (contruct validity), dan validasi berdasarkan kriteria
(criterion-related validity) (Azwar, 2012). Validitas konten berpedoman pada
penilaian dari pihak yang memiliki keahlian di bidangnya (expert judgement).
Para ahli menganalisis aitem dalam konten dengan proporsi yang sesuai
(Profetto-McGrath dkk., 2010). Prosedur pengujian validitas konten
sebaiknya melibatkan minimal dua orang yang ahli dalam bidangnya (Waltz,
Strickland, dan Lenz, 2010).
Penilaian konten kuisioner dilihat dari keselarasan konten dengan
tujuan pengukuran kuisioner. Bila masih terdapat pertanyaan yang kurang
selaras dan kurang jelas maka segera direvisi dengan dikonsultasikan kepada
ahli dibidang yang sesuai dengan cakupan kuisioner. Dalam penelitian ini
pengujian validitas telah dilakukan berdasarkan Content Validity dan telah
dinyatakan valid, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas konstruk
(Construct Validity) menggunakan program statistik (Sekaran, 2006).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
Validasi penelitian ini hanya melibatkan satu ahli yang sekaligus sebagai
pembimbing dalam penelitian ini. Alasan hanya melibatkan satu ahli karena
keterbatasan waktu penelitian, jika digunakan dua ahli maka akan memakan
waktu lebih lama dalam penelitian.
3. Uji Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sama bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan
menggunakan alat ukut yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Uji reliabilitas dilakukan atas 30 responden. Jumlah sampel
sebanyak 30 orang dipilih karena data 30 orang dianggap telah mewakili
distribusi normal. Menurut Notoatmodjo (2010), responden yang digunakan
untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat
dimana penelitian tersebut harus dilaksanakan. Dengan kata lain responden
yang digunakan untuk uji coba instrumen adalah responden diluar sampel
yang memiliki karakteristik yang mirip dengan target. Uji coba instrumen ini
dilaksanakan di lokasi penelitian dalam waktu yang berbeda. Dalam
penelitian ini data 30 responden dalam uji reliabilitas sekaligus digunakan
sebagai data penelitian dan telah dilakukan pada lokasi penelitian. Hal ini
dilakukan karena prevalensi resep racikan tergolong kecil sehingga sulit
menemukan pasien dengan resep racikan. Seperti yang dikatakan oleh
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
Pignato and Birnie (2014) yang menyatakan bahwa di Amerika terdapat
sekitar 1% dari 30 juta resep yang merupakan resep racikan.
Dalam mengukur reliabilitas dapat digunakan metode Alpha
Cronbach’s (α). Metode ini merupakan teknik pengujian reliabilitas suatu tes
atau angket yang sering digunakan karena dapat dipakai pada tes atau angket
dengan jawaban atau pilihan terdiri dari dua pilihan atau lebih (Notoatmodjo,
2010).
Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya
suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung
diwakili dengan nilai alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau
tingkat signifikan 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbanch
diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut
dikelompokkan dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran
kemantapan alpha dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut (Sugiyono,
2006) :
Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) (Sugiyono, 2006).
Alpha
0,00 – 0,20
>0,20 – 0,40
>0,40 – 060
>0,60 – 0,80
>0,80 – 1,00
Tingkat Reliabilitas
Kurang Reliabel
Agak Reliabel
Cukup Reliabel
Reliabel
Sangat Reliabel
Reliabilitas Test dilakukan dengan Alpha Cronbach’s untuk melihat
tingkat kehandalan kuesioner. Reliabilitas test sudah dilakukan dua kali dan
diambil hasil terbaik. Reliabilitas test yang pertama menghasilkan koefisien Alpha
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
Cronbach’s untuk variabel pengetahuan sebesar 0,459, untuk variabel sikap
sebesar 0,315 dan untuk variabel harapan 0,476. Untuk meningkatkan
reliabilitasnya maka dilakukan revisi dan eliminasi pada beberapa pertanyaan.
Peningkatan reliabilias terjadi pada reliabilitas test yang kedua namun
tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian reliabilitas yang kedua menunjukkan
bahwa tingkat reliabilitas kuesioner ini termasuk dalam kriteria yang cukup
reliabel untuk variabel pengetahuan dan harapan dengan koefisien Alpha
Cronbach’s masing-masing sebesar 0,465 dan 0,476 yaitu berada pada interval
(0,4 s/d 0,6) dengan kriteria cukup reliabel. Untuk variabel sikap memiliki
koefisien Alpha Cronbach’s sebesar 0,325 yaitu berada pada interval (0,2 s/d 0,4)
dengan kriteria agak reliabel atau dapat dikatakan masuk dalam kriteria rendah.
Setelah melakukan dua kali test reliabilitas maka diputuskan untuk menggunakan
hasil reliabilitas test yang kedua.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kuesioner yang telah disusun
memiliki tingkat reliabilitas yang rendah yaitu pemahaman yang kurang dari
responden terhadap setiap pertanyaan. Selain itu perbedaan persepsi antara
responden dengan pembuat kuisioner juga dapat menjadi salah satu faktor
penyebab kuisioner memiliki tingkat reliabilitas yang rendah. Untuk memperkecil
perbedaan persepsi antara responden dengan pembuat kuisioner maka sedapat
mungkin kuisioner dibuat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
oleh responden. Beberapa hal inilah yang mungkin menyebabkan responden
memberikan jawaban
bias atas pertanyaan tersebut,
karena
responden
memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman masing-masing. Alasan lain
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
adalah kondisi psikologis responden yang kurang nyaman untuk memberikan
penilaian atas jawaban responden, dimana responden sebagian adalah pasien dan
sebagian adalah anggota keluarga pasien, sehingga dalam kondisi menunggu
pelayanan obat, kondisi demikian dirasa kurang tepat untuk memberikan penilaian
atas layanan resep racikan ini.
I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Magelang, meliputi RSUD X, Klinik Anak Y, dan beberapa responden ditemukan
melalui dokter Z. Penelitian dimulai dengan permohonan izin penelitian pada
bulan September 2014 hingga pengambilan data yang dimulai pada bulan
Desember 2014. Penelitian dilakukan pada pukul 09.00 – 16.00 WIB.
Pengambilan data dilakukan dalam waktu satu bulan.
J. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data pada responden (pasien) dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Data kuantitatif, yaitu data yang dapat dinyatakan dalam bentuk angkaangka, dengan cara pengisian kuisioner oleh responden (Lampiran 4).
2. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berupa angka dalam bentuk
pernyataan yang diperoleh dengan teknik wawancara.
Sebelum pengambilan data dilakukan, calon responden diberi penjelasan
umum mengenai penelitian ini, tujuan, dan manfaatnya. Calon responden diminta
kesediaannya untuk berpartisipasi sebagai responden pada penelitian ini dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27
cara menandatangani formulir persetujuan berpartisipasi (inform consent)
(Lampiran 3). Calon responden mempunyai hak sepenuhnya untuk bersedia atau
tidak bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Jumlah responden tidak
ditentukan dari awal. Batasan penghentian pengumpulan data dengan metode
wawancara ini adalah jika sudah terjadi saturasi/kejenuhan data. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara (Lampiran 1). Wawancara
dilakukan berdasarkan persetujuan dari responden, proses wawancara juga
direkam dengan bantuan recorder.
K. Tata Cara Penelitian
1. Observasi Awal
Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang terencana,
meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas atau
situasi
tertentu
yang ada hubungannya
dengan masalah
yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010).
Tahap ini merupakan tahap awal jalannya penelitian. Melakukan
penyusunan proposal penelitian, dan melakukan survey serta pengumpulan
informasi ke Rumah Sakit X, Klinik Anak Y dan Dokter Z untuk memperoleh
informasi mengenai tata cara dan penyesuaian teknis mengenai pengambilan data
di tempat yang sudah disebutkan di atas. Penyesuaian teknis ini dilakukan agar
proses pengambilan data tidak mempengaruhi atau mengganggu kegiatan
pelayanan yang sedang berlangsung di tempat pengambilan data tersebut. Tahap
orientasi ini dilakukan selama 1 minggu.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
2. Permohonan Ethical Clearance
Dalam melaksanakan penelitian khususnya dengan subyek manusia, maka
harus dipahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam
menentukan dirinya, sehingga penelitian dilaksanakan benar-benar menjunjung
tinggi kebebasan manusia (Hidayat dan Aziz, 2007). Permohonan izin berupa
Ethical Clearance yang diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk
memenuhi etika penelitian dengan menggunakan sampel manusia.
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian Widayati dan
Yuliani (2015) dengan judul utama : “Menyikapi Pro dan Kontra Resep Racikan”.
Penelitian ini mengungkapkan bagaimana persepsi pasien terhadap resep racikan.
Ijin diterbitkan dan disetujui pada tanggal 21 November 2014 dengan Ref :
KE/FK/245/EC (Lampiran 6).
3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam
Penelitian
Permohonan kerjasama dengan responden berupa inform consent dan
pengisian form data diri responden. Inform consent merupakan surat persetujuan
bukti tertulis yang bersikan pernyataan kesediaan responden untuk ikut serta
dalam penelitian ini. Responden yang menyetujui untuk ikut dalam penelitian ini
diminta untuk mengisi inform consent yang berisi nama, beberapa pernyataan
kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan memberikan tanda
tangan. Apabila pada saat penelitian ada seorang saksi, maka ada bagian dimana
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
saksi dapat menuliskan nama dan juga tanda tangan. Data diri pasien berisi nama,
umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, email (bila ada), nomor
telepon, dan alamat pasien
4. Pengambilan Data
Responden yang bersedia mengikuti penelitian ini diminta untuk mengisi
form data diri terlebih dahulu dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses pengambilan
data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah respoden diminta untuk
mengisi kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil dari kuisioner ini
merupakan sumber data kuantitatif. Data yang diambil meliputi bagian 1 dan 2
yang merupakan bagian untuk menggali pengetahuan pasien, bagian 3 untuk
mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan dan bagian 4 untuk mengetahui
harapan pasien.
Tahap kedua pada proses pengambilan data ini adalah tahap wawancara
dengan bantuan panduan wawancara (Lampiran 1) untuk menggali pendapat
pasien mengenai resep racikan sebagai sumber data kualitatif. Panduan
wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek
apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspekaspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian
interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut dijabarkan secara
kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan
konteks aktual saat wawancara berlangsung (Poerwandari, 1998).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
5. Tata Cara Analisis Data
Data kuantitatif didapatkan dari hasil kuisioner yang kemudian dianalisis
deskriptif. Data – data karakteristik responden diolah secara statistik deskriptif
yang meliputi frekuensi, persentase dan median. Data karakteristik ini disajikan
dalam bentuk tabel atau diagram (Moleong, 2008).
Data kualitatif didapatkan dari hasil wawancara yang kemudian dianalisis
menggunakan content analysis. Content analysis adalah sebuah metode untuk
mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematis dan objektif yang
bertujuan untuk mengukur variable tertentu (Prasad, 2008). Penganalisisan ini
didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan
informasi, kemudian data yang diperoleh dianalisis sehingga diharapkan muncul
gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian (Burhan, 2007).
Selanjutnya dibahas secara mendalam setiap pertanyaan pada kuisioner
yang sudah diberikan dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan
penelitian sebelumnya maupun pendapat para ahli. Hasil analisis data kuantitatif
tersebut disajikan dalam bentuk naratif disertai dengan pembahasan mendalam
yang didukung dengan hasil data kualitatif.
L. Kelemahan Penelitian
Sebagian responden membawa anak dengan usia dibawah lima tahun
(balita) yang menyebabkan proses pengambilan data untuk satu responden
berlangsung lebih lama bahkan melebihi waktu yang ditentukan yaitu maksimal
30 menit untuk satu responden. Pemberian jawaban pada saat wawancara dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
pengisian kuisioner menjadi tidak maksimal karena responden terganggu oleh
balita tersebut. Seharusnya agar pengambilan data lebih maksimal dapat dilakukan
dengan cara mengunjungi rumah responden satu persatu, sehingga responden
dapat memberikan jawaban dengan lebih maksimal karena responden tidak
sedang dalam keadaan menunggu pelayanan obat. Jika pengambilan data
dilakukan dalam waktu yang tidak terburu-buru maka diharapkan responden tidak
memberikan jawaban yang bias. Dalam penelitian ini tidak dilakukan kunjungan
ke rumah responden satu-persatu untuk mempersingkat pengambilan data dan
masa penelitian.
Kelemahan lain yakni dalam mengkalibrasi alat atau instrumen
penelitian. Instrumen yang dibuat belum maksimal atau belum masuk kedalam
kategori reliabel karena hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini masih rendah
yaitu kurang dari 0,6. Menurut syarat yang ada, dinggap reliabel jika nilai Alpha
Cronbach lebih dari 0,6. Seharusnya revisi dan eliminasi tidak hanya dilakukan
sekali saja. Revisi, eliminasi dan reliability test pada kuisioner dilakukan hingga
kuisioner masuk dalam kategori valid. Dalam penyusunan kuisioner sebaiknya
melibatkan minimal dua ahli atau lebih sehingga diharapkan hasil yang didapat
lebih maksimal. Penelitian ini hanya melibatkan satu ahli untuk menilai validitas
kuisioner, satu kali revisi dan eliminasi pada pertanyaan kuisioner dan dua kali
reliability test karena keterbatasan waktu penelitian yang tidak memungkinkan
untuk dilakukan revisi, eliminasi dan reliability test berulang-ulang. Dengan
hanya melibatkan satu orang ahli, satu kali revisi, eliminasi dan dua kali reliability
test maka dapat membantu mempersingkat waktu penelitian.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melalukan pembagian
menjadi beberapa judul penelitian. Yang dimaksud dibagi dalam beberapa judul
penelitian adalah misalnya dengan membuat sebuah judul penelitian yang hanya
fokus terhadap instrumennya saja, sehingga akan dihasilkan sebuah instrumen
yang valid dan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Penelitian selanjutnya
dapat mengangkat tentang bagaimana hasil penggunaan dari instrumen yang
sudah valid dan reliabel tersebut, penelitian lain dapat dilakukan misalnya dengan
mengkorelasikan beberapa variabel seperti tingkat pendidikan, keadaan ekonomi,
pekerjaan dan umur dengan tingkat pengetahuan, sikap dan harapan pasien.
Diharapkan dengan adanya pembagian penelitian ini dapat menghasilkan sebuah
penelitian dengan hasil yang lebih fokus dengan validitas dan reliabilitas yang
tinggi.
Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dalam proses
pengambilan sampel. Pengambilan sampel hanya dengan teknik accidental
sampling tidak dapat merepresentasikan populasi, oleh karena itu peneliti
selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian ini dapat melakukan
pengambilan sampel dengan teknik multistage cluster sampling. Multistage
cluster sampling adalah pengambilan sampel sebuah kelompok atau gugusan
(cluster) bukan merupakan unit individu yang dilakukan membagi wilayah
populasi ke dalam sub-sub wilayah, dan tiap sub wilayah dibagi kedalam bagianbagian yang lebih kecil, dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010). Pemilihan lokasi
pengambilan sampel ini dilakukan secara random misalnya pada sebuah
kabupaten dapat dibagi menjadi wilayah utara, selatan, barat, dan timur. Setelah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
pembagian wilayah pengambilan sampel, maka dapat dilakukan accidental
sampling untuk pengambilan sampel pada tiap wilayah kecil dalam kabupaten
tersebut. Walaupun prevalensi resep racikan kecil, namun tetap memungkinkan
pengambilan sampel secara acak yakni dengan teknik multistage cluster sampling
seperti yang telah dijelaskan. Dengan bantuan gabungan dua metode ini, maka
sampel mampu merepresentasikan atau menggambarkan populasi pasien penerima
obat racikan di wilayah kabupaten tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Penelitian ini menggunakan pasien atau keluarga pasien yang pernah
menerima obat racikan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang sebagai
responden. Sebanyak 30 responden diberi kuesioner sebagai alat ukur. Data
lengkap mengenai karakteristik sosiodemografi keseluruhan responden dapat
dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi
Kategori
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Klasifikasi
≤ 33 tahun
< 33 tahun
Laki-laki
Perempuan
IRT
PNS
Swasta
Tani
Mahasiswa
SD
SMP
SMA
Universitas
Jumlah (N=30)
16
14
10
20
5
3
17
2
3
8
4
10
8
Persentase (%)
53,3
46,7
33,3
66,7
16,7
10,0
56,7
6,7
10,0
26,7
13,3
33,3
26,7
Berdasarkan karakteristik sosiodemografi yang diperoleh di atas, maka
dapat dijelaskan untuk setiap karakteristik sosiodemografi, sebagai berikut :
1. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang mendapat obat racikan adalah perempuan sebesar 66,7% atau
sebanyak 20 responden dan laki-laki sebesar 33,3% atau sebanyak 10 responden.
34
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh Kristina, Prabandari dan Sudjaswadi (2007), yang sejalan
dengan hasil penelitian Hebeeb dan Gearhart (1993) serta Worku dan Abebe
(2003) yang menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan perilaku pengobatan
sendiri. Tse, Chung dan Munro (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa
responden perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara
rasional. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, responden perempuan
banyak terlibat dalam pengobatan anggota keluarganya dibandingkan dengan
responden laki-laki. Dengan demikian, baik langsung ataupun tidak, hal tersebut
akan mempengaruhi perilaku pengobatan sendirinya.
2. Usia
Rentang usia kurang dari atau sama dengan 33 tahun merupakan kategori
usia yang paling banyak menjadi responden penelitian (53,3%). Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS, 2007), rentang usia tersebut termasuk ke dalam kategori usia
muda yang idealnya telah bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berada pada usia produktif, sehingga jika menderita suatu
penyakit atau gangguan kesehatan dapat mengakibatkan tidak mampu bekerja
atau beraktifitas seperti biasanya. Dengan demikian upaya pencarian pengobatan
pada responden yang berusia kurang dari 33 tahun dilakukan dengan segera
sehingga tingkat produktifitasnya dalam bekerja tidak terganggu.
Rentang usia yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara 18 – 65
tahun dengan rata-rata umur 33 tahun. Dipilih umur dengan rentang 18-65
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
dimaksudkan agar memudahkan penelitian dalam menemukan responden. Alasan
lain dalam pemilihan rentang usia ini adalah umur 18 tahun menurut World
Health Organization (WHO, 2015) dianggap dewasa awal, sehingga diharapkan
sudah dapat memberikan pendapat dengan bertanggungjawab, sedangkan umur 65
tahun adalah umur lanjut usia yang masih dapat berkomunikasi dengan baik. Dari
penelitian ini dapat dilihat hasil responden yang kurang dari 33 tahun sebesar 47%
dan lebih dari 33 tahun adalah 53%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), yang menyatakan bahwa kelompok
umur di bawah 30 tahun secara fisiologis masih sehat, sehingga kemungkinan
untuk menggunakan obat-obatan masih sedikit. Hal ini memberikan peluang
terjadinya permasalahan yang berhubungan dengan pengobatan (drug related
problem) yang kecil. Sebaliknya, kelompok umur lebih dari 30 tahun mulai
merasakan tidak optimal kesehatannya atau mengalami tanda-tanda penyakit
degeneratif. Hal ini menyebabkan meningkatnya penggunaan obat, dan peluang
terjadinya drug related problem semakin besar, sehingga mengakibatkan
ketidakrasionalan penggunaan obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Shankar, Partha dan Shenoy (2002) serta Worku et al. (2003) yang berpendapat
bahwa kelompok umur kurang dari 30 tahun lebih banyak yang melakukan
pengobatan sendiri secara rasional.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
3. Pendidikan terakhir
Dari penelitian ini diperoleh hasil, responden yang memiliki latar belakang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau tidak dapat menyelesaikan pendidikan 9
tahun sebanyak 26,7%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13,3%,
Sekolah Menengah Atas 33% dan Universitas sebanyak 26,7%. Ekonomi didalam
sebuah keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam tingkat pendidikan
individu.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh Mutiarini (2012) yang menemukan bahwa mayoritas responden
yang menebus resep kembali di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Budi Asih mayoritas berpendidikan menengah kebawah yaitu tingkat
SMA kebawah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yakni 73%
responden berpendidikan menengah kebawah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri
yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden dengan pendidikan tinggi
tidak mudah terpengaruh dengan iklan obat di media dan lebih banyak membaca
label pada kemasan obat sebelum mengkonsumsi obat. Mereka juga lebih sering
menggunakan obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Figueras, Caamano dan Gestal-Otero
(2000), yang menyatakan bahwa responden berpendidikan tinggi lebih banyak
yang melakukan pengobatan sendiri secara rasional. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, semakin rasional dan berhati-hati dalam memilih obat
untuk pengobatan sendiri.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
4. Pekerjaan
Sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS (2007) yang menyatakan
bahwa angkatan kerja penduduk diatas 15 tahun berada pada sektor perdagangan,
rumah tangga dan jasa akomodasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang
menunjukkan bahwa pegawai swasta merupakan mata pencaharian yang paling
didominasi oleh responden yaitu sebesar 56,7%. Warga yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga sebanyak 5 orang (16,7%), Pegawai Negri Swasta (PNS) sebanyak
3 responden atau 10%, Tani sebanyak 2 responden atau 6,7% dan mahasiswa
sebanyak 3 responden atau sebesar 10%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan
sendiri yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden yang bekerja
umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, sering berhubungan
dengan dunia luar ataupun berinteraksi dengan rekan kerjanya. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Supardi, Sampurno dan Notosiswoyo (2002), yang
menyatakan bahwa pekerjaan (bekerja atau tidak bekerja) berhubungan signifikan
dengan perilaku pengobatan sendiri. Ibu yang bekerja mempunyai perilaku
pengobatan sendiri yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Menurut Kristina dkk. (2007), probabilitas perilaku pengobatan sendiri
yang rasional akan meningkat jika tingkat pendidikan responden tinggi, responden
bekerja, responden dengan sikap yang baik dan pengetahuan tentang pengobatan
sendiri yang tinggi, serta responden dengan jenis kelamin perempuan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan
Kuesioner yang diberikan kepada responden berisi 11 pertanyaan. Tabel
III menjelaskan distribusi jawaban dari kuesioner yang mengukur tingkat
pengetahuan responden.
Tabel III. Distribusi Jawaban Kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden
dengan N=30
Jumlah
responden
menjawab
benar
Persentase
(%)
25
83,3
21
70,0
Soal No. 3 : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan
13
43,3
Soal No. 4 : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul
27
90,0
13
43,3
27
90,0
25
83,3
22
73,3
30
100,0
20
66,7
22
73,3
No. Soal Pengetahuan
Soal No.1 : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari
beberapa bahan obat berkhasiat
Soal No. 2 : Obat racikan dibuat dengan mencampur
beberapa bahan obat berkhasiat
Soal No. 5 : Obat racikan berbentuk serbuk dapat
digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak)
Soal No. 6 : Orang yang sulit menelan akan mudah
menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk
(puyer) yang dilarutkan dalam air
Soal No. 7 : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa
yang disukai anak-anak
Soal No. 8 : Obat racikan dalam bentuk puyer
dibungkus dengan kertas perkamen khusus
Soal No. 9 : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat
yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya
Soal No. 10 : Obat racikan yang sudah berubah warna
artinya obat racikan tersebut sudah rusak
Soal No. 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan
sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya :
dari kental menjadi encer)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
Setiap pertanyaan dalam kuisioner tersebut memiliki makna masingmasing yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1.
Soal nomor satu : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan
obat berkhasiat
Pertanyaan tersebut berisi tentang pengertian obat racikan dimana
sebagian besar responden memahami isi dari pertanyaan tersebut. Hal ini
sesuai dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
sebanyak 83,3% responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
Sejumlah 83,3% responden telah memahami bahwa obat yang terdiri dari
beberapa bahan obat berkhasiat yang dicampur menjadi satu merupakan
pengertian dari obat racikan. Masih terdapat 16,7% responden lainnya yang
belum mengetahui pengertian dari resep racikan dengan menjawab “tidak”
atau “tidak tahu”.
Apabila seseorang telah memahami maksud dari obat racikan dengan
baik maka akan meningkatkan angka keberhasilan dalam pengobatan.
Terdapat beberapa keuntungan jika seseorang telah memahami obat racikan
dengan baik, yaitu pengobatan yang dilakukan aman dan efektif. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden sudah
mengetahui tentang obat racikan. Setelah responden mengetahui arti atau
pengertian dari resep racikan maka diharapkan responden dapat memberikan
pandangan atau pendapat terkait dengan resep racikan sesuai dengan
pengalaman yang didapatkannya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2.
41
Soal nomor dua : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan
obat berkhasiat
Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat
berkhasiat. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh responden
sebanyak 70%. Obat Racikan merupakan campuran beberapa bahan
berkhasiat dengan dosis yang sudah ditentukan oleh dokter, yang berfungsi
untuk dapat mengobati sakit yang diderita pasien. Sebanyak 30% responden
lainnya menjawab tidak pada pertanyaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa
responden tersebut belum mengetahui bahwa obat racikan dibuat dengan cara
mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pengetahuan responden yang
masih kurang akan obat racikan juga dapat menjadi salah satu faktor yang
akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini.
3. Soal nomor tiga : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan
Bentuk obat racikan dapat berupa cairan. Pengetahuan tersebut belum
dipahami dengan baik oleh sebagian besar responden (56,7%). Hanya
terdapat 43,3% responden yang mengetahui bahwa obat racikan juga terdapat
dalam bentuk cair, misalnya sirup atau dry sirup. Dry Sirup merupakan bentuk
sirup kering yang berada dalam bentuk serbuk atau butiran formulasi farmasi,
yang dikemas dengan botol kering untuk menjaga stabilitas bahan. Pada saat
akan dikonsumsi baru direkonstitusi dengan aqua (Switzer, 2014). Selama ini
sebagian besar masyarakat mengenal puyer (bentuk padat atau serbuk) sebagai
salah satu bentuk obat racikan, sehingga masyarakat kurang mengetahui jika
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
ternyata obat racikan juga ada dan bisa berupa cairan. Responden mengetahui
berbagai macam bentuk obat racikan sesuai dengan pengalamannya dalam
mendapatkan obat racikan.
4. Soal nomor empat : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul
Bentuk
obat
racikan
dapat
berupa
kapsul.
Pertanyaan
ini
menggambarkan salah satu bentuk obat racikan yang dikemas dalam kapsul.
Sebanyak 90% responden memilih jawaban yang benar, karena sebagian besar
masyarakat sudah mengetahui bahwa kapsul lazim digunakan untuk
mempermudah konsumsi obat, baik obat herbal maupun kimia. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), biasanya digunakan untuk
menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh obat tertentu, sehingga untuk
menutupi rasa yang tidak enak. Sebagian besar kapsul dibuat dengan metode
kompresi atau pengempaan, yaitu dibuat dengan metode cetak, dengan cara
menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang
cetakan. Responden yang menjawab salah hanya sebesar 10%, ketidaktahuan
mereka mungkin disebabkan karena pengalaman mereka tentang obat racikan
yang selama ini mereka dapatkan hanya dalam bentuk serbuk atau puyer,
bukan dalam bentuk kapsul, karena menganggap bahwa bentuk kapsul
merupakan obat yang dikeluarkan oleh pabrik, bukan obat racikan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
5. Soal nomor lima : Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk
pemakaian luar (misalnya : bedak)
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 56,7% responden yang tidak
dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Hanya 43,3% responden
menjawab benar. Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat
kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau
serbuk yang tak terbagi (pulvis) (Anief, 2006). Tingginya angka ketidaktahuan
bahwa obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pengobatan luar
ini menandakan bahwa masyarakat belum mengetahui dengan baik macam
atau bentuk obat racikan.
Menurut resep dokter obat racikan dalam bentuk serbuk hanya
digunakan untuk mengobati penyakit yang direkomendasikan oleh dokter
tersebut, bukan untuk penyakit yang lain. Dalam praktiknya banyak
masyarakat yang menganggap bahwa dalam racikan obat dapat juga untuk
pengobatan luar seperti gatal dan luka sehingga tingkat pengetahuan mereka
tentang pemakaian obat racikan serbuk masih rendah.
6. Soal nomor enam : Orang yang sulit menelan lebih mudah menggunakan obat
racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air
Terdapat 90% responden yang menjawab benar pertanyaan ini berarti
sebagian besar responden sudah memahami bahwa obat racikan dalam bentuk
puyer sangat membantu bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan
obat terutama dalam bentuk tablet atau kapsul. Menurut Badan Pengawas
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI, 2015) biasanya pasien
yang kesulitan dalam menelan obat bentuk tablet ini adalah geriatri dan
pediatri. Pasien geriatri lemah atau sulit untuk menelan tablet, jika tertinggal
di mulut, dapat menyebabkan ulserasi. Jika memungkinkan akan sangat
membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk pemberian obat dalam
bentuk cairan maupun puyer, demikian juga sama halnya dengan pasien
pediatri yang belum mampu menelan tablet atau kapsul. Sebanyak 10%
responden lainnya yang menjawab salah. Ada beberapa keuntungan bagi
pasien maupun tenaga medis dalam penggunakan obat racikan dalam bentuk
serbuk (puyer) diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ikawati (2010) :
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak secara lebih tepat.
b) Biayanya bisa ditekan menjadi lebih murah.
c) Obat yang diserahkan kepada pasien hanya satu macam, walaupun
mengandung banyak komponen.
7. Soal nomor tujuh : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai
anak-anak
Hasil jawaban responden terhadap pengetahuan ini menunjukkan
sebanyak 83,3% responden mengetahui bahwa obat racikan dapat ditambah
berbagai macam rasa, hal ini dimaksudkan agar memudahkan orang tua untuk
memberikan obat kepada anak-anak, karena selama ini obat racikan dalam
bentuk puyer berasa pahit. Untuk mengatasi rasa pahit ini, biasanya dokter
mencampur obat racikan dalam bentuk puyer yang dikombinasi dengan syrup
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
yang diberikan berbagai macam tambahan perasa yang disukai anak-anak
mislnya rasa buah. Menurut Lachman (1986 ) tidak mudah untuk menutupi
rasa zat aktif obat yang sangat pahit terutama zat yang sangat larut dalam air.
Untuk mengatasinya dapat dilakukan teknik penutupan rasa menggunakan
pemanis. Penambahan pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk
sediaan cair dan beberapa jenis tablet seperti tablet kunyah, hisap, bukal,
sublingual, effervesenct dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur dan
larut dimulut. Penutup rasa tidak enak ini adalah zat yang tidak mempengaruhi
khasiat, stabilitas dan penampilan sediaan. Flavor dan pemanis biasanya
diformulasi untuk sediaan yang ditujukan kepada pediatric.
Sebanyak 16,7% responden tidak mengetahui bahwa obat racikan ini
dapat ditambah dengan berbagai zat tambahan sebagai perasa untuk menutupi
bau dan rasa yang tidak enak. Salah satu permasalah tentang kesehatan yang
paling sering dialami antara orangtua dan anak adalah minum obat. Balita
yang sering memuntahkan kembali obatnya karena rasa yang tidak enak.
8. Soal nomor delapan : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan
kertas perkamen khusus
Terdapat sebanyak 73,3% responden yang telah memilih jawaban
benar bahwa bungkus yang digunakan pada obat racikan pulveres adalah
kertas perkamen khusus. Menurut Anief (2006) pulveres adalah serbuk yang
diracik dari satu atau beberapa bahan aktif, dicampurkan menjadi satu
dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam bagian-bagian yang sama rata
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
dan dibungkus menggunakan kertas perkamen, biasanya ditujukan untuk
pemakaian oral. Penggunaan pulveres lebih banyak diberikan kepada pasien
anak-anak yang masih belum mampu menelan obat dalam bentuk kapsul atau
tablet secara baik, maka puyer menjadi salah satu pilihan alternatif yang
dianggap lebih efisien bila di berikan kepada pasien anak.
Berbagai
masalah
tentang
penyediaan
obat
telah
banyak
dipublikasikan, terutama sediaan pulveres. Sediaan pulveres sebagai alternatif
obat untuk anak telah menjadi perhatian khusus di pelayanan kesehatan.
Pulveres memang memiliki beberapa keuntungan dari sediaan lainnya, antara
lain; dosis mudah disesuaikan dengan berat badan anak secara tepat, obat
dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pasien, praktis, dan cara pemberian
yang mudah khususnya untuk anak yang masih kecil yang belum dapat
menelan tablet (Wiedyaningsih, 2013).
9. Soal nomor sembilan : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk
dan kering dalam kemasan aslinya
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh seluruh
responden, yakni sebanyak 100%. Penyimpanan obat akan mempengaruhi
stabilitas dan efektifitas dari kandungan obat.
Cara menyimpan obat yang benar menurut Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (BINFAR, 2008) secara umum, yang
pertama adalah jauhkan dari jangkauan anak-anak, kedua : simpan obat dalam
kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat, ketiga : simpan obat ditempat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang
tertera pada kemasan, keempat : jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam
jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak
sediaan obat, kelima : jangan simpan obat yang telah kadaluarsa.
Penyimpanan khusus, pertama : untuk tablet dan kapsul, jangan
menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab, kedua : untuk
sediaan obat cair atau jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar
tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat tersebut
(BINFAR, 2008).
Dari angka yang ditunjukkan maka dapat diartikan bahwa seluruh
responden pada penelitian ini sudah memahami cara penyimpanan obat
dengan benar.
10. Soal nomor sepuluh : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat
racikan tersebut sudah rusak; dan nomor 11 : Obat racikan berbentuk larutan
dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental
menjadi encer).
Sebagian besar responden memberikan jawaban yang benar untuk
pernyataan “obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan
tersebut sudah rusak” dengan persentase sebesar 66,7%. Pernyataan untuk
“obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya
berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)” juga telah dijawab dengan
benar oleh responden ditunjukkan dengan hasil persentase sebesar 73,3%.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
Sebanyak 33,3% dan 26,7% responden menjawab salah tentang
kondisi obat racikan yang sudah rusak. Dari angka persentase tersebut dapat
diartikan bahwa responden yang menjawab salah pada pertanyaan nomor 10
dan 11 ini belum mengetahui cara atau ciri-ciri obat racikan yang dikatakan
sudah rusak akibat menyimpan obat yang tidak benar. Pengetahuan yang
masih kurang akan perubahan bau, bentuk dan warna ini dapat membahayakan
pasien jika tetap dikonsumsi.
Menurut BINFAR (2008) pengantar zat berkhasiat yang terdapat
dalam sediaan obat, selalu mempunyai masa aktif untuk tujuan pengobatan
tertentu. Biasanya tertulis pada kemasan atau lembar informasi. Sediaan cair
lebih jelas dilihat apabila kadaluarsa, yaitu terjadi perubahan bentuk cairan,
perubahan warna, timbul bau atau timbul gas akibat reaksi antar zat didalam
obat tersebut. Sementara untuk sediaan obat dalam bentuk padat apabila sudah
mencapai masa kadaluarsa, biasanya terjadi perubahan fisik. Kerusakan obat
ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti udara yang lembab, sinar
matahari, suhu, goncangan fisik.
Pada Gambar 5 terdapat diagram distribusi tingkat pengetahuan
responden. Kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan
kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut
(Khomsan, 2000) :
1. Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3. Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
Hasil dari penelitian ini diperoleh 46 % responden yang tergolong dalam
kategori baik. Berarti 46 % responden tersebut memiliki pengetahuan yang baik
tentang obat racikan dengan diwakili dari 11 pertanyaan diatas. Kategori sedang
tentang pengetahuan obat racikan sebanyak 37% responden dan 17% responden
termasuk dalam kategori buruk. Hasil diatas menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan tentang resep racikan pada responden memiliki pengetahuan baik
yang diwakili oleh 11 pertanyaan di atas.
50%
46%
45%
40%
37%
35%
30%
25%
20%
17%
15%
10%
5%
0%
Baik
Sedang
Buruk
Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden dengan N= 30
Mayoritas responden telah memiliki pengetahuan yang baik yaitu
sebesar 46%, didukung dengan pengetahuan yang sudah dijabarkan diatas, dengan
hasil 80% pada beberapa item yang ditanyakan kepada responden. Tingkat
pengetahuan responden tertinggi terdapat pada pengetahuan item nomor sembilan
yaitu “obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam
kemasan aslinya”, tingkat pengetahuan terendah terjadi pada item nomor tiga
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
“bentuk obat racikan dapat berupa cairan” dan nomor lima tentang pengetahuan
obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar.
Tingkat pengetahuan yang tinggi ini didukung dengan hasil wawancara
dengan beberapa responden, misalnya seperti hasil wawancara dengan Ibu
berinisial AK yang menyatakan dalam Bahasa Jawa :
“mesthine nggih wonten obate sing dicampur-campur niku tha soale kan diparingi
kapsul niku wonten sing warnane pethak kalih biru napa napa niku tha” yang
artinya “mestinya ya ada beberapa obat yang dicampur-campur disitu soalnya
kan dimasukkan dalam kapsul disitu ada yang warnanya putih dan biru dan
warna-warna lainnya begitu”.
Begitu juga dengan jawaban Ibu berinisial LI yang menyatakan bahwa :
“Hmmmm, resep racikan... biasanya ini ya kalo... biasanya khusus anak-anak ya,
ya biasanya dicampur-campur gitu, heeh, jadi biasanya dicampur ya jadi nanti
ada anti alergi dicampur apa dicampur apa. Biasanya kayak gitu”.
Walaupun secara definitif belum benar, namun responden telah memahami apa
yang dimaksud dengan obat racikan. Ada juga responden yang dapat
mendefinisikan dengan benar seperti jawaban responden berinisial PE dengan
pertanyaan pengetahuan tentang pengertian obat racikan, responden berinisial PE
menyampaikan,
“Resep yang terdiri dari beberapa itu ya? macam-macam obat yang diramu jadi
satu lalu dimasukkan kapsul“.
Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh responden dapat dinyatakan
bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
obat racikan. Pendapat yang disampaikan mengenai definisi obat racikan ini
sesuai dengan pengalaman responden dalam mendapatkan obat racikan.
Ada juga responden yang sebenarnya sudah mengetahui tentang obat
racikan tetapi tidak dapat mengungkapkannya namun hanya dapat membedakan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
dari bentuk dan warna obatnya (warna kemasan kapsul) seperti pernyataan yang
diungkapkan AK. Hasil wawancara dengan responden berinisial TL yang
menyebut bahwa obat racikan adalah obat yang berbentuk bubuk atau serbuk.
Untuk membantu mejabarkan apa yang dimaksud dengan bubuk atau serbuk oleh
responden, maka dibantu dengan memberikan gambaran kepada responden
demikian “beberapa obat berkhasiat yang dicampur jadi satu?” setelah diberikan
gambaran dan penjelasan demikian barulah responden memahami apa yang
dimaksud dengan obat racikan.
Beberapa responden tidak tahu sama sekali apa yang disebut dengan
obat racikan, misalnya hasil wawancara dengan responden berinisial SR,
responden berinisial SP dan responden berinisial IF yang menyatakan bahwa
mereka tidak tahu sama sekali apa itu obat racikan. Motivasi mereka datang ke
instalasi farmasi adalah untuk mendapatkan obat seperti yang diresepkan oleh
dokter, sehingga tidak peduli apakah obat tersebut merupakan obat racikan atau
obat jadi yang berasal dari pabrik. Harapan mereka adalah obat ini dapat
menyembuhkan penyakit yang dideritanya, sehingga mereka tidak pernah
memperhatikan apakah obat yang diberikan itu obat racikan atau bukan. Seperti
pendapat yang diungkapkan oleh responden berinisial AH menyatakan bahwa :
“lupa e mbak, aku ya gimana ya? yawes gini tinggal taunya minum aja lah, ga tau
obate apa sing penting mari” yang artinya “saya lupa mbak, saya hanya tahu
untuk minum obatnya saja, tapi tidak tahu obatnya apa, yang penting sembuh”.
Pengetahuan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dimana
pengetahuan dapat mempengaruhi hasil penelitian ini terkait dengan pemahaman
responden mengenai sebuah penyataan, pemberian jawaban dan pendapat yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
diungkapkan. Pendidikan yang tinggi sangat menentukan tingkat pengetahuan
seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi
pengetahuan yang dimilikinya. Tidak semua yang memiliki pengetahuan yang
baik, memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi pula, karena di era dewasa
ini informasi dapat diperoleh dengan mudah melalui berbagai macam sumbersumber pengetahuan. Beberapa diantaranya seperti : televisi, majalah, media
sosial, radio maupun seminar-seminar (Azwar, 1995). Seseorang yang memiliki
kemampuan membaca dan menulis tentunya tidak akan kesulitan dalam
memperoleh pengetahuan tentang obat dan resep racikan tanpa harus memiliki
latar belakang pendidikan yang tinggi (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Bloom yang disadur oleh David (2002) tingkat pengetahuan
merupakan suatu aspek bagaimana individu menerima, mempelajari, menalar,
mengingat, dan berpikir tentang sesuatu. Domain pengetahuan seseorang dapat
memengaruhi sikap maupun perilaku dalam melakukan suatu tindakan. Menurut
Notoatmodjo (2010) domain pengetahuan dibagi menjadi enam yaitu tahu, paham,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Domain afektif (sikap) yaitu ketika
seseorang melakukan sesuatu berdasarkan pada perasaan. Berbeda dengan domain
psikomotorik (ketrampilan) yang mengarah pada gerakan seseorang ketika
melakukan sesuatu (Bastable dan Susan, 2002).
Hasil wawancara responden yang seluruhnya menyatakan bahwa
mereka tahu bagaimana menyimpan obat dengan baik yakni secara umum
diletakkan dijauhkan dari jangkauan anak-anak, diletakkan di tempat yang sejuk,
kering dalam kemasan aslinya dan terlindung dari sinar matahari. Seperti
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53
disampaikan oleh responden dengan inisial NI “kalau simpan obat di rumah
biasanya ya itu di kotak obat itu”. Responden juga sudah sadar bahwa harus
meletakkan obat di tempat yang aman dan dijauhkan dari jangkauan anak-anak
seperti ungkapan berikut dari responden berinisial LI :
“Yang pasti ya itu harus jauh dari anak kecil, nanti takutnya diminum… takutnya
diminum satu botol gitu, hehehe Iya kan manis kan, diminum terus gara-gara
manis”
Responden tidak pernah membandingkan secara langsung antara obat
racikan dan bukan racikan dengan obat yang sama, seperti yang diungkapkan oleh
responden berinisial NI :
“ya kita si nggak pernah bandingin ya lebih murah atau enggak, soalnya kan
kalau udah beli di apotek ya udah ga beli lagi obat yang sama di Rumah Sakit.
Jadi ga tau mana yang lebih murah”,
pernyataan serupa juga diungkapkan oleh responden berinisial TI :
“entah ya, wong saya itu nggak pernah beli eh, palingan kalau misalnya sini
nggak ada obatnya baru, saya beli diluar gitu”.
Selain itu beberapa responden dalam penelitian ini membayar jasa kesehatan
dengan menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sehingga sulit bagi mereka
untuk mengetahui apakah obat racikan ini lebih murah atau tidak jika
dibandingkan dengan obat yang bukan racikan. Beberapa responden memahani
bahwa obat racikan lebih murah seperti yang diungkapkan oleh responden dengan
inisial LL :
“Lebih murah sih kayaknya. karena campuran-campuran ya..jadi kan ga harus
beli satu-satu, mungkin itu kali ya yang bikin murah”.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
Setelah diberikan gambaran atau contoh perbandingan apakah obat racikan lebih
ekonomis atau murah jika dibandingkan dengan obat non racikan, barulah
responden memahami dan dapat menyimpulkan bahwa obat racikan lebih murah.
Dalam hal pengalaman responden, tidak ada satupun responden yang
ikut andil untuk memilih bentuk sediaan yang akan diterima. Bentuk sediaan obat
yang mereka terima seluruhnya ditentukan oleh dokter. Menurut pengakuan
responden berinisial AN :
“Biasanya sih dokter udah tau, mungkin udah kebiasaan kalau anak kecil kasih
puyer, kalau udah besar kasih tablet gitu aja, jadi dia ga tanya kita maunya apa,
tapi langsung ditulis aja”.
Jadi menurut pendapat salah satu responden, dokter sudah memiliki kebiasaan
tersendiri dalam menentukan bentuk sediaan bagi pasien dengan beberapa
pertimbangan khusus yang mereka miliki. Selain karena dokter sudah memiliki
kebiasaan khusus dalam menentukan bentuk sediaan obat, tingkat pengetahuan
responden mengenai berbagai bentuk sediaan farmasi yang relative kurang juga
menjadi salah satu penyebab responden belum mampu mengambil keputusan
tentang obat yang akan mereka konsumsi, yaitu untuk memilih bentuk sediaan
yang sebenarnya mereka kehendaki, sehingga pasien hanya mengikuti apa yang
diputuskan oleh dokter. Hal ini bertentangan dengan pendapat Wiedyaningsih
(2013) yang menyatakan bahwa dokter meresepkan racikan karena permintaan
dari keluarga pasien demi kemudahan meminum obat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
C. Sikap Responden Tentang Obat Racikan
Kuesioner sikap responden tentang obat racikan merupakan kuisioner
bagian ketiga yang diberikan kepada responden yang terdiri dari 9 pertanyaan dan
sudah dijawab responden. Pada Tabel IV berisi data distribusi jawaban kuesioner
mengenai sikap responden.
Tabel IV. Distribusi Jawaban Kuisioner Sikap Responden dengan N=30
Soal No. 1 : Menurut saya obat racikan bermanfaat
Jumlah
Responden
yang
menyatakan
sifat positif
29
Soal No. 2 : Menurut saya obat racikan dibutuhkan
28
93,3
Soal No. 3 : Menurut saya obat racikan praktis
untuk digunakan
Soal No. 4 : Saya selalu sembuh jika menggunakan
obat racikan
Soal No. 5 : Menurut saya menebus obat racikan
30
100
22
73,3
9
30,0
5
16,7
5
16,7
16
53,3
9
30,0
No. Soal Sikap
harus menunggu dengan waktu yang relatif lama
Soal No. 6 : Saya biasanya menunggu lebih dari 30
menit untuk satu resep obat racikan
Soal No. 7 : Saya tidak melihat proses pembuatan
obat racikan secara langsung
Soal No. 8 : Menurut saya puyer yang saya simpan
mudah rusak
Soal No. 9 : Saya tidak pernah mendapatkan
informasi terkait komposisi maupun jumlah bahan
Persentase
(%)
96,7
obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan
Setiap pertanyaan tersebut memiliki makna masing-masing yang akan
dijelaskan sebagai berikut :
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1.
56
Soal nomor satu : Menurut saya obat racikan bermanfaat
Pertanyaan pertama berisi tentang manfaat obat racikan bagi responden,
dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa obat racikan bermanfaat
bagi mereka. Hal tersebut sesuai dengan diperolehnya 96,7% responden yang
memberikan sikap positif. Tingginya sikap positif ini kemungkinan karena obat
racikan dapat dikemas dalam berbagai bentuk. Bentuk yang ditemui oleh
responden misalnya puyer, kapsul, dry sirup dapat memudahkan pasien yang
sukar menelan tablet dan kapsul. Alasan lain untuk tingginya sikap positif ini
adalah lebih praktis untuk mengkonsumsi obat racikan karena tidak perlu minum
beberapa obat secara bergantian, tetapi sudah dicampur menjadi satu. Tetapi
masih terdapat 3,3% responden lainnya yang memberikan sikap negatif.
Manfaat obat racikan yang dimaksud oleh responden disini lebih kearah
praktis seperti yang disampaikan oleh responden berinisial NU :
“kan kalau misalnya resep racikan itu kan ada 3 obat dicampur jadi satu
trus dikapsul atau dipuyer gitu ya. Itu lebih praktis daripada harus minum obat
satu tablet jeda beberapa menit minum satu tablet lagi. Iya,lebih praktis dan lebih
enak kasih minum anaknya”.
2. Soal nomor dua : Menurut saya obat racikan dibutuhkan
Pertanyaan kedua tersebut berisi tentang kebutuhan obat racikan
dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa obat racikan masih
sangat dibutuhkan oleh pasien. Dari 30 responden yang diteliti dalam
penelitian ini diperoleh 93,3% responden memberikan sikap yang positif.
Tetapi masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan sikap
negatif.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
Obat racikan memang sangat dibutuhkan oleh pasien, misalnya seperti
puyer yang digunakan untuk anak-anak akan memiliki dosis yang dapat
disesuaikan dengan umur dan berat badan bayi atau anak-anak sehingga
dosisnya lebih tepat, berbeda dengan obat-obat yang berasal dari pabrik
biasanya hanya didasarkan pada kategori umur saja. Sementara umur
seseorang yang sama belum tentu memiliki karateristik yang sama seperti
berat badan seseorang. Begitu juga bagi orang dewasa. Seperti sekarang ini,
pengobatan mulai bergeser kearah individual, jadi tidak dapat meyamaratakan
antara individu satu dengan individu lainnya.
Hasil yang didapatkan ternyata bertentangan dengan pernyataan
Jimmy (2009) yang mengatakan bahwa pasien menolak untuk diberikan obat
bentuk serbuk karena beberapa isu miring yang beredar akhir-akhir ini.
3. Soal nomor tiga : Menurut saya obat racikan praktis untuk digunakan
Pertanyaan tersebut berisi tentang kepraktisan obat racikan dimana
seluruh responden menyatakan bahwa obat racikan sangat praktis bagi pasien.
Hasil penelitian menemukan bahwa seluruh responden 100% telah
memberikan sikap positif bahwa obat racikan lebih praktis digunakan
dibandingkan harus menggunakan obat dalam beberapa tablet atau kapsul.
Menurut Wiedyaningsih (2013) dalam disertasinya berjudul “Faktor
Pendorong
Peresepan
Racikan
Untuk
Pasien
Anak
Rawat
Jalan”
mengemukakan, pemberian resep racikan oleh dokter juga didorong oleh
faktor yang berhubungan dengan pasien. Dokter meresepkan racikan karena
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
permintaan dari keluarga pasien demi kemudahan dalam meminum obat pada
orang-orang yang sukar menelan tablet dan kapsul. Yang dimaksud dengan
praktis dalam penelitian ini adalah hanya sekali minum obat. Praktis disini
berarti tidak perlu minum 2 atau 3 kali seperti minum tablet atau kapsul.
Kepraktisan inilah yang akan membantu orang tua untuk lebih mudah
memberikan obat kepada anak-anak. Keunggulan lainnya dengan bentuk
puyer adalah dapat diberi tambahan rasa yang disukai anak-anak.
4. Soal nomor empat : Saya selalu sembuh jika menggunakan obat racikan
Pertanyaan tersebut berisi tentang tingkat kesembuhan responden pada
saat menggunakan obat racikan dimana sebagian besar responden menyatakan
bahwa pasien selalu sembuh jika menggunakan obat racikan. Hal ini berkaitan
erat dengan kepercayaan pasien akan obat racikan. Dari 30 responden yang
diteliti dalam penelitian ini diperoleh 73,3% responden memberikan sikap
yang positif. Tetapi masih terdapat 26,7% responden lainnya yang
memberikan sikap negatif.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Soedibyo (2009) yang
menyebutkan :
“bahkan sebagian berasumsi obat puyer lebih manjur dan lebih tepat untuk
anak. Hal ini tidak terlepas dari peran dokter yang terbiasa memberikan obat
puyer, dan keyakinan masyarakat bahwa setiap dokter punya obat racikan
tersendiri yang merupakan campuran dari beberapa obat dengan dosis
tertentu”.
Wiedyaningsih (2013) menemukan bahwa hasil penelitian terhadap 22
dokter yang tersebar di lima kabupaten atau kota di DIY diketahui bahwa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59
pertimbangan dokter untuk meresepkan obat racikan salah satunya
dikarenakan faktor terapi. Keyakinan bahwa meresepkan racikan bermanfaat
untuk menyesuaikan pengobatan dengan kondisi klinis pasien merupakan
faktor paling berpengaruh. Keputusan meresepkan obat racikan juga
digunakan sebagai solusi apabila pengobatan sebelumnya tidak menunjukkan
kesembuhan pasien,
“Banyak dokter yang meresepkan racikan karena keterbatasan bentuk sediaan
obat untuk anak di institusinya. Misalnya saja puskesmas hanya menyediakan
obat sediaan generik bentuk obat tunggal dalam sediaan tablet, sementara
yang berbentuk sirup sangat terbatas”.
5. Soal nomor lima : Menurut saya menebus obat racikan harus menunggu
dengan waktu yang relatif lama; dan enam : Saya biasanya menunggu lebih
dari 30 menit untuk satu resep obat racikan
Pertanyaan ke lima dan enam berisi tentang waktu yang dibutuhkan
untuk menebus obat racikan dimana sebagian besar responden menyatakan
bahwa pasien harus menunggu dengan waktu yang cukup lama untuk menebus
obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh
70% responden menyatakan benar bahwa untuk menebus obat racikan
membutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya 30% responden lainnya
yang menyatakan tidak. Untuk pertanyaan ke enam, yang menyatakan bahwa
responden biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat
racikan, sebagian besar menyatakan “ya” yaitu sebanyak 83,3% dan 16,7%
menyatakan “tidak”.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
Waktu untuk menebus obat racikan yang relatif lama ini disebabkan
karena pembuatan obat racikan memang memakan waktu untuk menyiapkan
bahan obat, penimbangan, peracikan dan pengemasan, sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama. Standar pelayanan minimal rumah sakit berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
129/Menkes/SK/II/2008
untuk
pelayanan obat jadi adalah ≤ 30 menit dan untuk resep racikan adalah ≤ 60
menit. Hayaza (2013) dalam analisis kepuasan pasien menyebutkan bahwa
pelayanan di Puskesman Surabaya Utara untuk non racikan <20 menit dan
racikan <40 menit. Pada dasarnya pelayanan Instalasi Farmasi sudah sesuai
dengan standart pelayanan yang seharusnya, seperti yang disampaikan oleh
responden AN :
“iya mbak, kalau dapat obat racikan itu lama, sekitar 30-45 menitan lah
mbak. Ya sekitar segitu mbak. Soalnya anu mbak itu kan ya lama karna
antrinya juga banyak kan, ya tergantung antrian mbak”.
Seperti yang sudah disampaikan oleh responden AN yang menebus
obat di instalasi farmasi rumah sakit biasanya harus menunggu antrian yang
panjang sehingga menambah persepsi sikap negatif mereka tentang lamanya
menebus obat racikan.
6. Soal nomor tujuh : Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara
langsung
Pertanyaan ketujuh berisi tentang melihat proses pembuatan obat
racikan secara langsung, dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa
tidak melihat proses pembuatan obat racikan tersebut secara langsung. Dari 30
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 83,3% responden
menyatakan tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung dan
hanya
16,7%
responden
lainnya
yang
menyatakan
melihat
proses
pembuatannya secara langsung.
Peracikan obat di instalasi farmasi rumah sakit atau apotek selama ini
hanya dilakukan di ruang yang tertutup yang tentunya tidak dapat dilihat
langsung oleh konsumen. Selama ini, belum pernah ditemui instalasi farmasi
yang memperlihatkan proses peracikan obat kepada pasien secara langsung.
Hal ini dimunculkan sebagai pertanyaan untuk mengetahui apakah sebenarnya
pasien ingin melihat secara langsung proses peracikan obat mereka. Jika
ternyata hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien ingin melihat
proses pembuatan secara langsung, maka nantinya hal ini dapat menjadi dasar
bagi pelayanan kefarmasian untuk memperlihatkan proses pembuatan obat
racikan secara langsung.
Jika pasien dapat melihat secara langsung proses pembuatan obat ini,
maka pasien dapat memastikan kebersihan dan higienitas obat yang dibuat
oleh apoteker maupun asisten apoteker tersebut. Keuntungan lain apabila
pasien dapat melihat secara langsung proses peracikan ini maka dapat
membantu menghilangkan rasa bosan pasien dalam menunggu pelayanan obat
racikan. Dengan melihat proses yang higienis ini maka kepercayaan pasien
terhadap apoteker akan bertambah, oleh karena itu apoteker juga harus
memperhatikan apapun yang dilakukannya dalam proses peracikannya.
Kepercayan pasien terhadap apoteker masih perlu ditingkatkan mengingat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
masih banyak masyarakat yang belum mengenal adanya profesi apoteker
dalam dunia kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Sari (2014).
7. Soal nomor delapan : Menurut saya puyer yang saya simpan mudah rusak
Pertanyaan kedelapan berisi tentang
puyer yang disimpan apakah
mudah rusak atau tidak. Sebagian besar responden 53,3% menyatakan bahwa
puyer yang disimpan tidak mudah rusak, sedangkan sisanya sebanyak 46,7%
menyatakan mudah rusak.
Salah satu kelemahan dari obat racikan terutama puyer adalah obat ini
pengemasannya yang menggunakan kertas perkamen khusus namun tidak
tahan terhadap air sehingga mudah rusak. Pembungkus obat merupakan salah
satu bentuk “Guarantee” dalam pelayanan dan pemberian obat kepada pasien.
Safety Consulting Incorporation (SCI, 2013) mencetuskan sebuah ide
pembuatan sebuah sistem pembungkus obat sekali minum, dengan beberapa
keunggulan seperti :
1. jenis-jenis obat yang akan dikonsumsi pasien sudah dimasukkan dalam 1
kemasan sekali minum.
2. Bahan baku khusus untuk obat dan transparan yang mempermudah kontrol
petugas farmasi dan pasien karena jenis obat dapat dilihat langsung oleh
pihak farmasi dan pasien.
3. Adanya label (nama instansi, nama pasien, alamat instansi, etiket
penggunaan, apoteker dan komposisi obat) pada pembungkus obat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63
4. Mempermudah pihak farmasi dalam memberikan pelayanan obat kepada
pasien.
5. Penyeragaman dalam mengemas obat.
6. Adanya seal yang merupakan “Guarantee” dari instansi pembuatnya.
7. Bahan dilapisi plastik sehingga tidak mudah rusak karena terkena percikan
air.
Kelebihan pembungkus obat sekali minum dapat menjadi “Guarantee”
kebenaran obat yang diberikan kepada pasien dari instansi pembuatnya.
Kemasan sekali minum ini dapat menjadi Guarantee karena memiliki seal
atau segel sebagai penjamin bahwa obat ini baru dan asli, sehingga
memberikan kesan profesional dari segi kemasannya. Pembungkus obat sekali
minum yang dikemas secara modern, dapat mempermudah dan mempercepat
pihak farmasi dalam menyiapkan obat sehingga tenaga farmasi dapat lebih
dikonsentrasikan untuk pengetahuan KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi), namun pengemasan obat dalam bentuk racikan ini harus mengalami
perbaikan terus menerus.
8. Soal nomor sembilan : Saya tidak pernah mendapatkan informasi terkait
komposisi maupun jumlah bahan obat yang tertulis dalam kemasan obat
racikan
Pertanyaan kesembilan berisi tentang informasi dan komposisi obat
yang diperoleh responden, dimana sebagian besar responden menyatakan
tidak mendapatkan informasi terkait komposisi maupun jumlah bahan obat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64
yang tertulis dalam kemasan obat racikan. Dari 30 responden, 70% responden
menyatakan tidak mendapatkan informasi komposisi dan jumlah bahan dari
kemasan dan hanya 30% responden yang menyatakan mendapat informasi
komposisi dan jumlah bahan dari kemasan obat tesebut.
Responden tidak mendapat informasi secara spesifik dan detail pada
kemasan obat. Sebagian kecil responden sudah mengetahui fungsi obat yang
diberikan kepada mereka seperti sebagai penurunan panas, menghilangkan
gejala flu, batuk dan lain sebagainya. Informasi yang diperoleh mengenai
fungsi obat ini karena responden sudah mendapat obat tersebut secara
berulang, bukan karena mendapatkan informasi dari kemasan obatnya.
Hal ini menjadi koreksi bagi apoteker kedepan untuk semakin
meningkatkan atau memperbaiki kemasan obat racikan agar pasien semakin
paham dengan pengobatan yang didapat, selain dari kemasan seorang apoteker
juga harus meningkatkan komunikasi dan informasi melalui konseling personal
yang dilakukan kepada pasien.
Pada Gambar 6 terdapat diagram distribusi sikap yang kemudian
dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori
tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000) :
1. Kategori positif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%
3. Kategori negatif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%
Hasil dari penelitian ini diperoleh 56% responden tergolong dalam
kategori negatif. Berarti 56% responden memiliki sikap negatif tentang obat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65
racikan dengan diwakili 9 pertanyaan diatas. Kategori positif tentang sikap
responden pada resep racikan sebesar 34% dan 10% responden termasuk dalam
sikap yang sedang atau netral.
60%
56%
50%
40%
34%
30%
20%
10%
10%
0%
Positif
Sedang
Negatif
Gambar 2. Distirbusi Sikap Responden dengan N=30
Sikap responden tertinggi terdapat pada pertanyan nomor tiga yaitu obat
racikan merupakan obat yang praktis untuk digunakan, tingkat sikap terendah
terdapat pada nomor enam tentang lama waktu menunggu untuk mendapatkan
obat racikan lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan dan nomor tujuh
yaitu responden tidak melihat proses peracikan obat secara langsung.
Hal yang menyebabkan sikap negatif responden terhadap obat racikan
adalah karena waktu tunggu yang cukup lama untuk menebus obat dan tidak dapat
melihat proses peracikan obat secara langsung. Selain itu minimnya informasi
yang diberikan kepada responden terkait obat yang diserahkan juga menjadi faktor
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66
penyebab rendahnya angka sikap ini. Hasil ini didukung dengan hasil wawancara,
kepada responden dengan inisial AG yang menyatakan bahwa dibutuhkan waktu
dua hari untuk menebus obat padahal obat ini segera butuhkan pasien untuk
mengobati sakit punggung. Selain itu dokter langsung menuliskan resepnya tanpa
memberikan informasi mengenai obat yang diberikan. AG juga menyampaikan
bahwa harga obat racikan lebih murah, lalu lebih praktis penggunaanya karena
diberikan dalam bentuk racikan, hanya saja harus menunggu sekitar 2 hari karena
apotek kehabisan stok.
Hal yang sama juga dirasakan oleh responden berinisial AM yang
menyatakan bahwa beliau mendapatkan resep racikan dalam bentuk puyer untuk
anaknya yang sakit pilek, tetapi tidak tahu nama obatnya apa karena tidak ada
informasi yang disampaikan tentang kandungan obat tersebut. Bapak AM
menyatakan bahwa obat racikan merupakan obat yang lebih praktis tetapi harus
menunggu sekitar satu jam untuk pelayanannya.
Berbeda dengan responden berinisial PR yang mendapatkan resep racikan
dalam bentuk cream untuk mengobati luka akibat jatuh, membutuhkan waktu
tunggu antara 15 – 20 menit, dan dia tidak mengetahui isi atau kandungan obat
racikan tersebut karena memang tidak disampaikan oleh dokter maupun farmasis
atau petugas farmasi. Sementara hasil wawancara dengan Ibu LA yang
mendapatkan obat racikan dalam bentuk puyer untuk pengobatan sakit jantung
karena nadinya yang dirasa terlalu cepat dibutuhkan waktu sekitar 30 menit
sampai dengan 1 jam, dan beliau menyampaikan bahwa obat racikan ini lebih
praktis namun tidak tahu apa isi kandungan obat racikan tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67
Berdasarkan hasil penelitian ini maka sikap responden terhadap obat
racikan tidak sepenuhnya dinilai positif, karena menurut sebagian besar responden
masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pelayanan obat racikan ini, terutama
mengenai waktu penebusan obat yang membutuhkan waktu cukup lama.
D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan
Kuesioner yang diberikan untuk mengetahui tingkat harapan responden
berisi 7 pertanyaan dan sudah dijawab responden. Pada Tabel V berisi data
distribusi jawaban kuesioner tingkat harapan responden.
Tabel V. Distribusi Jawaban Kuesioner Harapan Responden dengan N=30
No. Soal Sikap
Soal No. 1 : Saya berharap pelayanan dalam
pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat
Soal No. 2 : Saya berharap kemasan obat
racikan misalnya puyer dapat diperbaiki
Soal No. 3 : Saya berharap dalam kemasan
obat racikan disertakan informasi tertulis yang
lebih rinci terkait dengan penggunaannya
Soal No. 4 : Saya berharap dalam kemasan
obat racikan disertakan informasi tertulis yang
lebih rinci terkait dengan penyimpanan
Soal No. 5 : Saya berharap dalam kemasan
obat racikan disertakan informasi tertulis yang
lebih rinci terkait dengan komposisi obat
Soal No. 6 : Saya berharap ada informasi obat
tertulis yang lebih rinci
Soal No. 7 : Saya berharap proses pembuatan
obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh
konsumen
Jumlah
Responden
yang Memberi
Harapan Tinggi
Positif
Persentase
(%)
29
96,7
26
86,7
28
93,3
28
93,3
28
93,3
28
93,3
16
53,3
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
Setiap pertanyaan tersebut memiliki makna masing-masing yang akan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Soal nomor satu : Saya berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini
bisa lebih cepat
Pertanyaan pertama yang menyatakan harapan responden untuk
pelayanan obat racikan yang lebih cepat. Hal tersebut sesuai dengan
diperolehnya 96,7% responden memberikan harapan yang tinggi terhadap
adanya perbaikan waktu pelayanan obat racikan ini. Tetapi masih terdapat
3,3% responden lainnya memberikan harapan yang rendah.
Akumulasi waktu yang dibutuhkan responden untuk mendapatkan
pelayanan rumah sakit sudah cukup menyita waktu mulai dari pelayanan di
ruang tunggu pendaftaran, pelayanan dokter, menunggu hasil lab sudah
menimbulkan kejenuhan dalam diri pasien. Instalasi farmasi merupakan
pelayanan akhir, sehingga ketika pasien berada di ruang tunggu farmasi,
kejenuhan ini telah mencapai puncak atau klimaknya, dan hal ini akan
mempengaruhi tingkat persepsi pasien mengenai pelayanan kefarmasian.
Harapan yang tinggi terhadap kecepatan pelayanan obat racikan ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto, Khasanah dan
Supardi (2005) yang menyatakan bahwa harapan responden khususnya pada
dimensi responsiveness, kecepatan pelayanan obat termasuk dalam kategori
tinggi menurut 72% responden. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
mengharapkan pelayanan obat
yang cepat
menyebabkan perasaan pasien tidak nyaman
karena kondisi sakitnya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2.
69
Soal nomor dua : Saya berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat
diperbaiki
Pertanyaan kedua berisi tentang harapan pasien pada kemasan obat
racikan misalnya puyer agar dapat diperbaiki. Dari 30 responden yang diteliti
dalam penelitian ini diperoleh 86,7% responden memberikan harapan yang
tinggi. Tetapi masih terdapat 13,3% responden lainnya yang memberikan
harapan rendah untuk perbaikan kemasan seperti puyer.
Baik buruknya proses pengemasan obat racikan dan kualitas kemasan
akan menentukan keawetan obat racikan yang disimpan oleh pasien. Hal ini
tidak hanya karena proses pengemasan yang tidak benar, namun ada beberapa
faktor lain yang dapat mempengaruhi. Tingginya harapan akan perbaikan
kemasan obat ini didukung dengan ide yang dimunculkan oleh SCI (2013)
yang mencetuskan sebuah ide pembuatan sebuah sistem pembungkus obat
sekali minum dengan beberapa keunggulan seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya (sub bab bagian c : sikap responden tentang obat racikan pada
soal nomor delapan).
3. Soal nomor tiga : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan
informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya; dan nomor
empat : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi
tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan
Pertanyaan tersebut berisi tentang apakah pasien berharap bahwa pada
kemasan obat racikan perlu disertakan informasi tertulis yang lebih rinci
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
terkait dengan penggunaan dan cara penyimpanan obat racikan. Dari 30
responden yang diteliti diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang
tinggi. Tetapi masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan
harapan yang rendah. Angka yang sama ditunjukkan untuk soal nomor empat
yakni 93,3% responden memberikan harapan tinggi dan 6,7% responden
memberikan harapan rendah.
Pertanyaan ini diberikan kepada responden dengan maksud ingin
mengetahui apakah dengan kertas perkamen yang selama ini digunakan untuk
pengemasan puyer sudah cukup baik dan dapat diterima oleh masyarakat atau
belum. Jika hanya dengan kertas perkamen saja ternyata belum cukup untuk
menyimpan obat, karena obat masih musah rusak misalnya mudah basah jika
tidak sengaja terkena percikan air. Seperti pernyataan dari salah satu
responden berinisial LI :
“kan ada macem - macem ya, kayak yang puyer itu kan ada masih kertas
biasa itu.. tapi sudah ada yang diklip.. ya mungkin lebih enaknya itu yang
udah di klip itu kan. Mungkin lebih tertutupkan dari pada yang di gulunggulung itu kan.. Gampang basah gitu ya … Heem rusak kayak gitu”.
Selain itu faktor-faktor seperti kualitas bahan, stabilitas obat juga dapat
menjadi salah satu pemicu kerusakan obat racikan. Ada dua hal yang
menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan
obat dan bahan pembantu. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu,
cahaya, kelembaban, dan udara (Voight, 1994).
Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
(PERMENKES RI) (2008), penandaan adalah keterangan yang lengkap
mengenai khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71
dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer dan
sekunder yang disertakan pada obat. Informasi yang tertera pada kemasan obat
racikan hendaknya lebih jelas, tidak hanya ditulis pada kemasan luar seperti
plastik pembungkus atau yang disebut kemasan sekunder, namun harus
menempel langsung pada kemasan obat atau yang disebut kemasan primer,
seperti botol, atau atau kertas perkamen. Menurut BPOM RI (2015), informasi
yang hendaknya ditulis adalah nama pasien, tanggal, nomor dan aturan pakai
pada etiket yang sesuai dengan permintaan dalam resep dengan jelas dan dapat
dibaca. Etiket putih untuk obat dalam, etiket biru untuk obat luar, dan label
kocok dahulu untuk sediaan emulsi dan suspense (PERMENKES, 2014).
4. Soal nomor lima : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan
informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat
Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan pasien tentang informasi
mengenai komposisi obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan. Dari 30
responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 93,3% responden
memberikan harapan yang tinggi. Masih terdapat 6,7% responden lainnya
yang memberikan harapan yang rendah. Pertanyaan ini diberikan untuk
mengetahui apakah pasien berharap dan ingin mengetahui bahan-bahan apa
saja yang terkansung di dalam obat yang mereka konsumsi, walaupun tidak
menuliskan beserta jumlah bahan yang terkandung di dalamnya. Menurut
salah satu responden yaitu AH, komposisi obat ini tidak perlu dituliskan
karena dikhawatirkan apabila pasien melihat langsung cara meracik dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72
mengetahui komposisi obat beserta jumlah bahannya maka pasien dapat
membuat sendiri obat yang diperlukan sehingga tidak perlu kembali ke dokter.
5. Soal nomor enam : Saya berharap ada informasi obat tertulis yang lebih rinci
Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan pasien mengenai informasi
obat yang lebih rinci. Dari 30 responden yang diteliti diperoleh 93,3%
responden memberikan harapan yang tinggi dan terdapat 6,7% responden
yang memberikan harapan rendah.
Yang dimaksud dengan informasi yang lebih rinci disini adalah
menyertakan informasi tertulis yakni berupa print out yang berisi segala
sesuatu yang berkaitan dengan obat tersebut. Informasi tersebut dapat berupa
file yang sudah disiapkan oleh petugas apotek atau rumah sakit. Seperti yang
diberikan oleh perusahaan atau pabrik- pabrik obat, namun yang diharapkan
disini adalah terkait komposisi atau jumlah bahan, indikasi secara umum, cara
penyimpanan yang tepat terkait bentuk sediaan yang didapatkan oleh pasien,
interkasi dengan makanan atau minuman tertentu. Jika memungkinkan ada
koseling dengan pasien maka apa yang sudah disampaikan lisan oleh apoteker
hendaknya sudah tertulis dalam print out yang akan diberikan kepada pasien
tersebut, sehingga pasien dapat mengulang informasi yang sudah diberikan
kepadanya. Dengan informasi yang diberikan semacam ini maka diharapkan
kualitas kesehatan masyarakat dapat lebih meningkat.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73
6. Soal nomor tujuh : Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat
dilihat langsung oleh konsumen
Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan untuk melihat secara langsung
proses pembuatan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam
penelitian ini diperolehnya 53,3% responden menyatakan mengharapkan dapat
mengetahui proses pembuatan obat racikan dan sebanyak 46,7% responden
tidak mengharapkan.
Tingginya angka harapan untuk dapat melihat proses peracikan obat secara
langsung ini dapat menjadi pertimbangan di masa mendatang agar pelayanan
kefarmasian dapat lebih transparan lagi dengan memperlihatkan secara langsung
proses peracikannya. Mungkin dengan munculnya sebuah peraturan seperti
misalnya setiap instalasi farmasi harus membuat ruangan yang steril namun
transparan (dapat dilihat oleh pasien) dan tetap memperhatikan aspek-aspek Cara
Pembuatan Obat yang Baik dan Benar (CPOB). Dengan melihat proses peracikan
secara langsung maka pasien dapat melihat kinerja bagian kefarmasian, sehingga
dampak kedepannya adalah masyarakat semakin percaya kepada apoteker
sehingga reputasi apoteker di mata masyarakat menjadi lebih baik.
Berdasarkan data perolehan nilai responden dari setiap pertanyaan akan
ditampilkan secara lengkap pada lampiran data nilai responden. Nilai dari setiap
responden akan ditotal dan disajikan dalam bentuk persentase (%).
Pada Gambar 7 terdapat diagram distribusi harapan pasien. Kemudian
dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori
tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000):
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74
1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%.
2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%.
3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%.
Hasil dari penelitian ini diperoleh 86% responden yang tergolong
dalam harapan yang tinggi terhadap obat racikan. Berarti 86% responden tersebut
memiliki harapan yang tinggi tentang obat racikan dengan diwakili 7 pertanyaan
diatas. Pada kategori sedang tentang harapan responden pada resep racikan adalah
sebanyak 0% responden dan sebanyak 14% responden termasuk dalam harapan
yang rendah. Hasil diatas menyatakan bahwa harapan responden terhadap resep
racikan ini termasuk dalam kategori tinggi yang telah terwakili oleh 7 pertanyaan.
100%
90%
86%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
14%
10%
0%
0%
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 3. Distribusi Harapan Responden dengan N=30
Mayoritas responden memiliki harapan yang tinggi pada obat racikan
yaitu sebesar 86%, didukung pada harapan antara 80%-100% pada beberapa item
yang ditanyakan kepada responden. Harapan responden tertinggi terdapat pada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75
pertanyaan nomor satu yaitu berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan
ini bisa lebih cepat, dan harapan terendah terjadi pada item nomor tujuh tentang
berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh
konsumen.
Harapan pasien juga dapat dilihat dari hasil wawancara dengan ibu SU
harapannya adalah : “ya maksudnya kalo buat lebih cepat, kalo kemasannya juga
kalo boleh minta ya yang bagus”. Bapak AN juga ikut menyatakan harapannya
“ya pastilah mbak, dari segi harga harusnya lebih terjangkau lah, harus
di jaga dengan kualitas. Jangan sampai kok, kayak pengalaman kan yang murah
kayak gitu, tau sendiri nah yang mahal baru bagus”.
Permasalahan waktu penebusan menjadi harapan terbesar dari pasien
yang melakukan penebusan obat,
mengingat
yang terjadi
selama ini
pengerjaannya masih relatif memakan waktu yang cukup lama untuk obat racikan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dari Bapak AN yang menyatakan“nek
saged nggih luwih cepet (kalau bisa ya lebih cepat)”. Hal senada juga
disampaikan oleh Bapak AM yang menyatakan “ya waktu mungkin kalo bisa
lebih cepat lebih bagus kan”.
E. Rangkuman Pembahasan
Dari penelitian ini didapatkan sebagian besar responden terutama usia
produktif ≤ 33 tahun yaitu 16 responden (53,3%), dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 20 orang atau (66,7%), pekerjaan yang paling banyak adalah
sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 17 orang responden (56,7%) dengan
tingkat pendidikan rata-rata SMA sebanyak 10 responden (33,3%). Berdasarkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
76
usia responden, tingkat pendidikan dan pekerjaan tampak bahwa kemampuan
responden dalam menjawab kuesioner dapat dipertanggungjawabkan.
Dari penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar responden (46%)
telah memiliki pengetahuan yang baik tentang obat racikan, hanya 37% responden
yang memiliki pengetahuan sedang dan 17% memiliki pengetahuan buruk.
Kenyataan ini menunjukkan tingkat pengetahuan pasien terhadap obat racikan
cukup tinggi dimana pengertian obat racikan sudah dimengerti oleh responden,
jenis-jenis obat racikan yang dapat berupa bentuk cair, kapsul, padat atau serbuk,
tidak hanya ditujukan untuk pemakaian oral (dalam) tetapi juga dapat digunakan
untuk pemaikaian luar. Responden sudah mengetahui bagaimana mengidentifikasi
obat yang sudah rusak. Cara penyimpanan obat yang baik juga sudah dimengerti
oleh sebagian besar responden yaitu harus disimpan di tempat yang kering, masih
dalam kemasan aslinya, terhindar dari matahari dan juga jangkauan anak-anak.
Dari penelitian ini menunjukkan hasil 56% sikap pasien terhadap obat
racikan termasuk kedalam kriteria negatif. Sikap yang negatif paling tinggi
muncul pada pertanyaan waktu penyelesaian obat racikan yang dirasa lama oleh
responden, bahkan ada salah satu responden yang menyebutkan bahwa
dibutuhkan 2 hari untuk dapat menebus obat karena instalasi farmasi tersebut pada
saat itu kehabisan stok obat. Selain itu responden tidak melihat secara langsung
proses pembuatan obat racikan, artinya responden memiliki harapan yang tinggi
untuk melihat proses peracikan obat yang mereka terima. Masih terdapat 34%
responden yang bersikap positif terhadap resep racikan, yang berarti obat racikan
merupakan obat yang masih dibutuhkan, bermanfaat, praktis, dan dipercaya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77
mampu menyembuhkan sakit yang diderita karena penggunaan obat racikan yang
dapat disesuaikan dosisnya. Terdapat 10% responden dalam kategori sikap sedang
atau netral.
Ditinjau dari harapan pasien tentang obat racikan menunjukkan bahwa
sebagian besar responden yaitu 86% memiliki harapan yang tinggi terhadap obat
racikan. Harapan terbesar ada pada perbaikan waktu untuk melayani pembuatan
resep racikan. Hal ini memberikan rekomendasi kepada pelayanan Instalasi
Farmasi agar dapat mempercepat pelayanan obat racikan, walaupun sudah sesuai
dengan standar pelayanan minimal rumah sakit berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 untuk pelayanan obat jadi adalah ≤ 30
menit dan untuk resep racikan adalah ≤ 60 menit. Hal ini dapat diperbaiki yakni
dengan
meningkatkan
keahlian
dan
ketrampilan
petugas
farmasi,
dan
meningkatkan sarana dan prasarana agar dapat mempercepat pelayanan. Selain itu
informasi yang diberikan kepada pasien dapat diperbaiki dan dilengkapi dengan
informasi yang tidak hanya tertulis pada kemasan obatnya saja tetapi juga
menyertakan informasi dalam bentuk print out.
Pedoman peracikan obat pada Guideline to Pharmacy Compounding
(National Association of Pharmacy Regulatory Authorities, 2006) meliputi
beberapa kriteria yaitu personel, peralatan, kebersihan, pelabelan, pembungkusan,
penyimpanan, dokumentasi. Personel yang dimaksud adalah apoteker atau tenaga
kefarmasian yang melakukan peracikan obat. Pengetahuan dan keterampilan
apoteker sangat berperan untuk menghasilkan sediaan obat racikan yang aman.
Peralatan, kebersihan, pelabelan, pembungkusan, penyimpanan dan dokumentasi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78
yang baik harus diperhatikan untuk memperoleh sediaan racikan yang sesuai
dengan cara pembuatan obat yang baik.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah diperoleh hasil dari penelitian ini, maka dapat diperoleh
kesimpulan yang menjawab rumusan masalah serta tujuan penelitian, sebagai
berikut :
1. Tingkat pengetahuan responden terhadap obat racikan 46% responden
memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 37% responden dengan tingkat
pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah
atau buruk, namun perlu dipertimbangkan bahwa reliabilitas alat ukur pada
aspek pengetahuan hanya dikategori cukup reliabel.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap responden terhadap obat racikan, 34%
responden yang memiliki sikap positif, 10% responden dengan sikap sedang
atau netral dan 56% responden dalam kategori sikap negatif, namun perlu
dipertimbangkan bahwa reliabilitas alat ukur pada aspek sikap hanya
dikategori agak reliabel.
3. Tingkat harapan responden terhadap obat racikan, 86% responden yang
memiliki harapan yang tinggi, 0% responden dalam kategori harapan sedang
atau cukup, serta 14% responden dengan harapan rendah, namun perlu
dipertimbangkan bahwa reliabilitas alat ukur pada aspek harapan hanya
dikategori cukup reliabel.
79
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80
B. Saran
1. Penelitian dapat dilakukan di lokasi lain dengan topik yang sama, dengan
jumlah responden yang lebih banyak, perbaikan kuisioner untuk menambah
item pertanyaan dengan bahasa yang lebih sederhana, lokasi penelitian yang
lebih luas, dan dalam jangka waktu yang lebih lama.
2. Pengembangan penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa judul penelitian
dengan lingkup yang lebih kecil misalnya mengenai instrumennya saja, hasil
penggunaan instrumen, dan korelasi antara beberapa variabel dengan
pengetahuan, sikap dan harapan pasien. Tujuan dibagi menjadi penelitian
dengan lingkup yang lebih kecil adalah agar penelitian yang dihasilkan lebih
fokus dan menghasilkan penelitian yang maksimal.
3. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan gabungan dua metode agar dapat
merepresentasikan populasi pasien penerima resep racikan. Metode gabungan
ini adalah metode multistage cluster sampling untuk membantu membagi
wilayah lokasi penelitian. Misalnya dalam sebuah kabupaten maka dapat
dibagi menjadi wilayah utara, selatan, barat dan timur. Selanjutnya dibantu
dengan metode accidental sampling untuk pengambilan sampel sebagau unit
individu di wilayah kecil yang sudah dibagi tersebut.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical
Compounding, Washington DC, American Pharmaceutical Association,
pp.12-14, 20.
Anief, 2006, Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press,
hal.32.
Anonim, 2010, American Journal of Law and Medicine, United States, 36 (1), 47220
Azwar, 2012, Reliabilitas dan Validitas Edisi 4, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
hal.59-82.
Azwar, S., 1995, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Badan POM RI, 2015, Pemberian Informasi Obat untuk Meningkatkan
Kepatuhan Pasien, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia, http://pionas.pom.go.id/book/ioni-lampiran-6-petunjuk-praktis
penggunaan-obat-yang-benar/pemberian-informasi-obat-untuk, diakses
pada 21 Mei 2015.
Bastable, dan Susan, B., 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip Pengajaran,
Jakarta, EGC.
Binfar, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan
Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, hal. 31-34.
BPOM RI, 2015, Pedoman Umum, http://pionas.pom.go.id/book/ioni/pedomanumum, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, diakses
pada 11 Februari 2015.
BPS, 2007, Analisis Perkembangan Statistik Ketenagakerjaan, Jakarta, Badan
Pusat Statistik, hal. 68-69.
Budiman dan Riyanto, 2013, Kapita Selekta Kuisioner: Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal.1122.
Burhan, B., 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
Dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta, Kencana, hal.153.
Cahyono, S.Y., 2008, Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat
Resep Racikan Untuk Pasien Pediatric Rumah Sakit Bethesdha
Yogyakarta Periode Juli 2007, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
81
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82
Daris, A., 2008, Peran Tenaga Kefarmasian Dalam Pelaksanaan Pharmaceutical
Care, MPEAD, http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacynews/32-pharmaceutical-information/118-peran-tenagakefarmasian.html, diakses tanggal 25 Oktober 2014.
David, R. K., 2002, A Revision of Bloom’s Taxonomy : An Overview, Theory
Into Practice, 41, 212-218.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, hal. 231.
Figueras, A., Caamano, F., and Gestal-Otero, J.J, 2000, Sociodemographic
Factors Related to Self-Medication. European Journal of Epidemiology.
16(1).
Hardon, A., Hodgkin, C., and Fresle, D., 2004, How to Investigate the Use of
Medicine by Consumers, World Health Organization and University of
Amsterdam, Switzerland, pp.64-67.
Harianto, Khasanah dan Supardi, 2005, Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan
Resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta, Majalah Ilmu
Kefarmasian, II(1), 12-21.
Hayaza, Y.T., 2013, Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan
Kamar Obat di Puskesmas Surabaya Utara, Calyptra : Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2), 1-13.
Hebeeb, G.E., and Gearhart, J.G., 1993, Common Patient Symptoms: Patterns of
Self-Treatment and Prevention, Journal Mississippi State Medical
Association, 34(6).
Hidayat dan Aziz, A., 2007, Metode Penelitian Keperwatan dan Teknik Analisa
Data, Jakarta, salemba medika.
Hinlandou, E.Y., 2008, Evaluasi Medication Error Resep Racikan Pasien
Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Pada Bulan Juli
Tahun 2007 (Tinjauan Fase Dispensing), Skripsi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Ikawati, Z., 2010, Puyer si Kambing Hitam dalam Cerdas Mengenali Obat:
Kenali Obat-obatan disekitar Anda, Awasi Efek Samping Obat, Hindari
Penyalahgunaan Obat, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Jimmy,
A.,
2009,
Perkenalkan,
Nama
Saya
Serbuk,
http://www.farmasi.asia/perkenalkan-nama-saya-serbuk/, diakses pada 6
Februari 2015.
Khomsan, A., 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi, Bogor, Departemen
Gizi dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83
Komaladewi, D.A.D., 2008, Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik
Resep Racikan Pada Lima Puskesmas di Kabupaten Sleman Periode
Desember 2013, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Kristina, S.A., Prabandari, Y.S., dan Sudjaswadi, R., 2007, Perilaku Pengobatan
Sendiri yang Rasional pada Masyarakat, Berita Kedokteran Masyarakat,
23(4), 176-183.
Lachman, L., 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy,
Philadelphia, p.294.
MenKes, 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Nomor 129/Menkes/SK/II/2008.
Moleong, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya,
hal.247, 280.
Mutiarini, N., 2012, Gambaran Manajemen Evaluasi Kinerja Pegawai Rekam
Medis di RSUD Budhi Asih Tahun 2012, Skripsi, Universitas Indonesia,
Depok.
NAPRA, 2006, Guidelines to Pharmacy Compounding, Ottawa, National
Association of Pharmacy Regulatory Authorities, pp. 1-7.
Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta,
hal. 35, 37, 103, 122, 123.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Jakarta, Salemba
Pavlic, B., 2013, The Art and Science of Pharmacy Compounding, http://
thewomensjournal.com/2013/10/the-art-and-science-of-pharmacy
compounding-2, diakses tanggal 25 Maret 2014.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Registrasi Obat, nomor
1010/MENKES/PER/XI/2008, Menteri Kesehatan, Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Nomor 35 Tahun 2014, Menteri Kesehatan,
Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, Nomor 58 Tahun 2014, Menteri Kesehatan,
Jakarta.
Pignato, A., and Birnie, C.R., 2014, Analysis of Compounded Pharmaceutical
Product to Teach the Importance of Quality in an Applied Pharmaceutics
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84
Laboratory Course, American Journal of Pharmaceutical Education,
78(3), 61.
Poerwandari, E. K., 1998, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi,
Jakarta, Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3) UI
Prasad, D., 2008, Content Analysis. A method of Social Science Research, CSS,
http://www.css.ac.in/download/deviprasad/content%20analysis.%20a%2
0method%20of%20social%20science%20research.pdf diakses 2 Mei
2014.
Profetto-McGrath, J., Beck, C.T., Polit, D.F., Loeselle, C.G., 2010, Canadian
Essentials of Nursing Research, Lippincot William dan Wilkins,
Philadelphia, pp.66-67.
Pulungan, S., 2010, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotika dan
Penggunaannya di Kalangan Mahasiswa Non Medis Universitas
Sumatera
Utara,
Karya
Tulis
Ilmiah,
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25623, diakses pada 23 mei
Sari, N.I., 2014, Perbaikan Wajah Apoteker di Masyarakat Indonesia,
Kompasiana,
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/11/29/
perbaikan-wajah-poteker-di-masyarakat-indonesia-706793.html, diakses
tanggal 20 Mei 2015.
Sarwono, J., 2006, Metode Penelitian Kuanitatif dan Kualitatif, Yogyakarta,
Graha Ilmu, hal.86,96.
SCI,
2013,
Kemasan
Obat
Sekali
Minum,
http://www.ptsci.com/index.php?option=com_content&view=article&i=
45:grants-loans-venture-capital-, Pro-Tech Safety Consulting, Inc.,
diakses pada 23 Februari 2015.
Sekaran, U., 2006, Metode Penelitian Bisnis, Jakarta, Salemba Empat, hal.43.
Setiawan, E., 2014, Apoteker, Kamus Besar Bahasa
http://kbbi.web.id/apoteker, diakses pada 25 Oktober 2014.
Indonesia,
Shankar, P.R., Partha, P., Shenoy, N., 2002, Self- Medication and Non-Doctor
Prescription Practices in Pokhara Valley, Western Nepal: A
Questionnaire-Based Study. BMC Family Practice, 3(17).
Snyder, C.R., 2000, Handbook of Hope: Theory, Measures, and Application,
Academic Press, San Diego, pp. 3-21.
Soedibyo, S., 2009, Pengetahuan Orangtua Mengenai Obat Puyer di Poliklinik
Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Sari Pediatri,
10 (6), 397-405.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta, hal.53.
Sugiyono, 2006, Statistik Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta, hal.216.
Supardi, S., Sampurno, O.D., dan Notosiswoyo, M., 2002, Pengobatan-Sendiri
yang Sesuai dengan Aturan Pada Ibu-Ibu di Jawa Barat, Buletin
Penelitian Kesehatan,30(1), 11-21.
Switzer, 2014, Dry Syrup India, http://www.drysyrupindia.com/, diakses pada 5
Februari 2015
Syamsudin, 2011, Interaksi Obat : Konsep Dasar dan Klinis, Jakarta, UI Press,
hal.1-2.
Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi, Jakarta, EGC, hal.10,
58.
Tse, M.H.W., Chung, J.T.N. and Munro, J.G.C., 1999, Self-Medication among
Secondary Pupils in Hong Kong : a Descriptive Study, Family Practice,
6(4).
Tukiran E.S., 2012, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, hal.235.
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press.
Waltz, C., Strickland, O.L., dan Lenz, E., 2010, Measurement in Nursing and
Health Research, Springer Publishing Company, New York, pp. 165-168.
Weil, C.M., 2000, Exploring Hope in Patients With End Stage Renal Disease on
Chronic Hemodialysis, ANNA Journal, 27, 219-223.
WHO,
2015,
Definition
of
an
older
or
elderly
person,
http://www.who.int/healthinfo/survey/ ageingdefnolder/en/, diakses pada
5 Februari 2015.
Wiedyaningsih, C., 2013, Keterbatasan Sediaan Obat Dorong Dokter Berikan
Resep Racikan, Portal UGM, http://ugm.ac.id/id/post/page?id=5551
diakses 23 April 2014.
Worku, S., Abebe, G. 2003, Practice of self- medication in Jimma Town,
Ethiopian Journal of Health Development, 17(2), 6-11.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86
LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Wawancara Untuk Responden
Perkenalan : saling memperkenalkan diri antara interviewer dan responden
Tujuan Wawancara : Kami bermaksud untuk mempelajari lebih mendalam mengenai
peresepan racikan dalam sistem pengobatan
Memulai Wawancara :
1. Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan resep racikan ?
 Apakah anda pernah mendapatkan resep dalam bentuk racikan
sebelumnya?
 Untuk siapakah resep racikan tersebut ?
 Kapan Anda pernah mendapat resep racikan tersebut ?
 Apakah masih ingat resep racikannya ? terkait isi maupun khasiat untuk
sakit apa?
2. Apakah Anda meminta kepada dokter untuk menuliskan resep racikan tersebut?
(YA/TIDAK)
 Jika IYA, mohon diceritakan apa alasannya ?
 Jika TIDAK, apakah ketika dokter menuliskan resep racikan untuk Anda,
dokter bertanya terlebih dahulu kepada Anda mengenai resep racikan yang
dituliskan?
3. a. Menurut Anda apakah resep racikan lebih ekonomis/murah dibandingkan
dengan resep yang bukan racikan ?
b. Berapa lama Anda biasanya menunggu resep racikan yang Anda terima
tersebut diracik ?
(Dilakukan secara fleksibel, dengan cara observasi langsung dengan
menghitung secara langsung waktu tunggu responden menunggu mulai dari
penyerahan resepnya sampai obatnya diterima)
c. Bagaimana Anda menyimpan obat racikan dirumah, misalnya : menyimpan
puyer, cream, syrup dll ? Jika ya, berikan apresiasi, Jika belum benar, berikan
edukasi yang benar terkait penyimpanan obat racikan (dilakukan setelah
wawancara berakhir)
d. Apakah menggunakan resep racikan lebih praktis/ lebih mudah dibandingkan
harus menggunakan obat satu persatu? bagaimana pendapat Anda terkait
dengan kemudahan menggunakan resep racikan? (berikan gambaran atau
ilustrasi misalnya: penggunaan obat racikan puyer apakah lebih praktis
daripada harus meminum 2 atau 3 tablet ?)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
4. Apa yang anda harapkan dari resep racikan terkait dengan pelayanan resep
racikan ke depannya? Dilihat dari segi Harga, waktu, penyimpanan, dan
kepraktisan/ kemudahan dalam menggunakan ?
Apa harapan anda kepada dokter yang meresepkan resep racikan ?
Apa harapan anda apotek yang meracik resep racikan Anda tersebut ?
Melakukan Verifikasi hasil wawancara
(Membacakan kembali SECARA SINGKAT jawaban dari responden dan MEMINTA
KONFIRMASI dari responden mengenai ketepatan jawaban tersebut.)
 KONFIRMASI : YA / TIDAK
 Tambahan dari responden : ADA / TIDAK
Jika ADA, mohon penjelasan dari responden
Mengisi Form data diri Responden
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88
Lampiran 2. Form Data Diri Responden
DATA DIRI RESPONDEN :
Kami mohon anda berkenan mengisi data diri ini. Data ini kami jamin
kerahasiaannya, hanya untuk kepentingan penelitian.
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan terakhir
:
RESUME DAN VERIFIKASI HASIL WAWANCARA
Pewawancara mengemukakan ringkasan hasil wawancara , sekaligus
melakukan verifikasi hasil wawancara kepada responden
PENUTUP :

Pewawancara meminta kesediaan responden untuk dihubungi kembali jika ada
yang harus di klarifikasi atau diungkapkan lebih lanjut lagi


Meminta alamat email dan no telp yang bisa dihubungi
o
Email
:
o
No. telp
:
Pewawancara mengucapkan terimakasih dan menyerahkan souvenir tanda
terimakasih
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89
Lampiran 3. Inform Consent
LEMBAR KONFIRMASI PERSETUJUAN
UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN DALAM PENELITIAN
(INFORM CONSENT)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Saya …………………………………………………………………… (mohon menuliskan nama)
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian dengan tema :
“Peresepan racikan”
Saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami “Lembar Informasi” yang
berisi informasi yang terkait dengan penelitian ini dan ketentuan-ketentuan dalam
berpartisipasi sebagai responden
Saya menyatakan bahwa peneliti telah memberikan penjelasan secara lisan untuk
memperjelas hal-hal terkait dengan informasi tersebut diatas. Saya telah memahaminya
dan telah diberi waktu untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas
Saya menyadari bahwa mungkin saya tidak akan secara langsung menerima atau
merasakan manfaat dari penelitian ini, namun telah disampaikan kepada saya bahwa
hasil penelitian ini akan digunakan untuk peningkatan kerasionalan resep racikan di
Indonesia
Saya telah diberi hak untuk menolak memberikan informasi jika saya berkeberatan
untuk menyampaikannya.
Saya juga diberi hak untuk dapat mengundurkan diri sebagai responden pada penelitian
ini sewaktu-waktu tanpa ada konsekuensi apapun
Saya mengerti dan saya telah diberitahu bahwa semua informasi yang akan saya berikan
akan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan penelitian
Saya juga telah diberi informasi bahwa identitas pribadi saya akan dijamin
kerahasiaannya, baik dalam laporan maupun publikasi hasil penelitian
Saya mengetahui bahwa formulir ini beserta lembar informasinya akan disimpan di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam kurun waktu tiga tahun
SAKSI
Saya telah menjelaskan kepada Bpk/Ibu/Sdr ……………………………………………………………. (nama
responden) hal- hal mendasar tentang penelitian ini. Menurut saya, Bpk/Ibu/Sdr tersebut telah
memahami penjelasan tersebut.
Nama : ………………………………………………………. (Nama pewawancara)
Status dalam penelitian ini :
Yogyakarta,
(tanda tangan)
2014
(tanda tangan)
(tanda tangan)
(Nama saksi)
(Nama responden)
Lampiran 4. Kuisioner
(Nama pewawancara)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90
Lampiran 4. Kuisioner
KUESIONER
Bagian 1 : Mohon Bapak / Ibu menuliskan jawaban pada tempat yang tersedia
1. Obat racikan yang Anda terima ditujukan untuk siapa ?
(Misal : Untuk saya sendiri/untuk saudara/untuk anak saya dll)
.............................................................................................................................................
2. Darimanakah Anda mendapatkan resep racikan tersebut ?
(Misal : Dari dokter Rumah Sakit/dokter klinik/dokter praktek di rumah/lainnya :
bidan, perawat)
.............................................................................................................................................
3. Seperti apakah bentuk obat racikan yang pernah Anda terima ?
(Misal : puyer, kapsul, sirup, salep, cream dll)
.............................................................................................................................................
4. Berapa harga yang Anda bayarkan untuk obat racikan tersebut ?
.............................................................................................................................................
5. Berapa lama Anda menunggu untuk mendapatkan obat racikan tersebut ? (Jam,
menit)
.............................................................................................................................................
6. Mohon Anda menyebutkan nama – nama obat dalam resep racikan yang Anda
dapatkan?
.............................................................................................................................................
7. Obat racikan yang Anda terima digunakan untuk mengobati sakit apa?
.............................................................................................................................................
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
Bagian 2 : Mohon Bapak / Ibu memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang
sesuai (YA/TIDAK/TIDAK TAHU)
PERTANYAAN
NO
1
2
Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan
obat berkhasiat
Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan
obat berkhasiat
3
Bentuk obat racikan dapat berupa cairan
4
Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul
5
Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk
pemakaian luar (misalnya : bedak)
Orang yang sulit menelan akan mudah menggunakan obat
6
racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam
air
7
8
9
10
11
Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anakanak
Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas
perkamen khusus
Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan
kering dalam kemasan aslinya
Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan
tersebut sudah rusak
Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika
kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)
Ya Tidak
Tidak
Tahu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92
Bagian 3 : Mohon Bapak / Ibu memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang
sesuai (YA/TIDAK)
NO
PERNYATAAN
1
Menurut saya obat racikan bermanfaat
2
Menurut saya obat racikan dibutuhkan
3
Menurut saya obat racikan praktis untuk digunakan
4
Saya selalu sembuh jika menggunakan obat racikan
5
6
7
8
YA
TIDAK
Menurut saya menebus obat racikan harus menunggu dengan
waktu yang relatif lama
Saya biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep
obat racikan
Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara
langsung
Menurut saya puyer yang saya simpan mudah rusak
Saya tidak pernah mendapatkan informasi terkait komposisi
9
maupun jumlah bahan obat yang tertulis dalam kemasan obat
racikan
Bagian 4 : Mohon Bapak / Ibu memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang
sesuai (YA/TIDAK)
TIDAK
NO
PERNYATAAN
YA
1
2
3
4
Saya berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa
lebih cepat
Saya berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat
diperbaiki
Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi
tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya
Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi
tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
6
7
Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi
tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat
Saya berharap ada informasi obat tertulis yang lebih rinci
Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat
langsung oleh konsumen
Lampiran 5. Output Data
Statistics
umur
N
Valid
30
Missing
0
Mean
33.87
Median
33.00
Range
42
Minimum
19
Maximum
61
umur
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
19
1
3.3
3.3
3.3
22
3
10.0
10.0
13.3
24
2
6.7
6.7
20.0
25
2
6.7
6.7
26.7
26
2
6.7
6.7
33.3
30
1
3.3
3.3
36.7
31
1
3.3
3.3
40.0
32
2
6.7
6.7
46.7
33
2
6.7
6.7
53.3
34
2
6.7
6.7
60.0
35
2
6.7
6.7
66.7
36
1
3.3
3.3
70.0
37
1
3.3
3.3
73.3
93
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
1
3.3
3.3
76.7
39
1
3.3
3.3
80.0
40
1
3.3
3.3
83.3
41
1
3.3
3.3
86.7
44
1
3.3
3.3
90.0
56
1
3.3
3.3
93.3
60
1
3.3
3.3
96.7
61
1
3.3
3.3
100.0
30
100.0
100.0
Total
94
Frequencies
Statistics
Laki-laki perempuan
N
Valid
30
Missing
0
Mean
1.6667
Percentiles
100
2.0000
Laki-laki perempuan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki-laki
10
33.3
33.3
33.3
perempuan
20
66.7
66.7
100.0
Total
30
100.0
100.0
Frequencies
Statistics
kode_pekerjaan
N
Valid
30
Missing
0
Mode
3.00
Range
4.00
Minimum
1.00
Maximum
5.00
kode_pekerjaan
Cumulative
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Valid
1.00
5
16.7
16.7
16.7
2.00
3
10.0
10.0
26.7
3.00
17
56.7
56.7
83.3
4.00
2
6.7
6.7
90.0
5.00
3
10.0
10.0
100.0
Total
30
100.0
100.0
Frequencies
Statistics
kode_pekerjaan
N
Valid
30
Missing
0
Kode_pekerjaan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1.00
5
16.7
16.7
16.7
2.00
3
10.0
10.0
26.7
3.00
17
56.7
56.7
83.3
4.00
2
6.7
6.7
90.0
5.00
3
10.0
10.0
100.0
30
100.0
100.0
Total
Frequencies
Statistics
pendidikan
N
Valid
30
Missing
0
pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1.00
8
26.7
26.7
26.7
2.00
4
13.3
13.3
40.0
3.00
10
33.3
33.3
73.3
4.00
8
26.7
26.7
100.0
30
100.0
100.0
Total
95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
96
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
a
Excluded
Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.465
11
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if
Deleted
Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
pengetahuan obat racikan
terdiri dari beberapa bahan
berkhasiat
7.3333
2.644
.317
.401
pengetahuan obat racikan
dibuat dengan mencampur
beberapa bahan obat
7.4667
2.395
.392
.361
Bentuk obat racikan dapat
berupa cairan
7.7333
2.616
.189
.440
Bentuk obat racikan dapat
berupa kapsul
7.2667
2.961
.118
.458
obat racikan dapat digunakan
untuk pemakaian luar
7.7333
2.685
.145
.458
orang sulit menelan, bisa
menggunakan obat racikan
serbuk yang dilarutkan dalam
air
7.2667
3.030
.052
.473
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97
Obat racikan dapat ditambah
dengan rasa yang disukai
anak-anak
7.3333
2.851
.144
.453
Obat racikan dalam bentuk
puyer dibungkus dengan kertas
perkamen khusus
7.4333
2.668
.210
.432
Obat racikan disimpan di
tempat sejuk kering dalam
kemasan asli
7.1667
3.178
.000
.470
Obat racikan yang sudah
berubah warna artinya obat
racikan tersebut sudah rusak
7.5000
2.741
.130
.461
obat racikan yang
kekentalannya berubah berarti
sudah rusak
7.4333
2.668
.210
.432
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
a
Excluded
Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
.325
N of Items
9
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if
Deleted
Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
Menurut saya obat racikan
bermanfaat
6.2000
1.614
.327
.260
Menurut saya obat racikan
dibutuhkan
6.2333
1.564
.268
.255
Menurut saya obat racikan
praktis untuk digunakan
6.1667
1.799
.000
.330
Saya selalu sembuh jika
menggunakan obat racikan
6.4333
1.564
.029
.356
Menurut saya menebus obat
racikan harus menunggu
dengan waktu yang relatif lama
6.4667
1.430
.136
.294
Saya biasanya menunggu lebih
dari 30 menit untuk satu resep
obat racikan
6.3333
1.816
-.158
.428
Saya tidak melihat proses
pembuatan obat racikan secara
langsung
6.3333
1.333
.368
.169
Menurut saya puyer yang saya
simpan mudah rusak
6.7000
1.390
.127
.302
tidak pernah mendapat info
komposisi, jumlah bahan pada
kemasan obat racikan
6.4667
1.361
.203
.251
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
a
Excluded
Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.476
7
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if
Deleted
Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
berharap pelayanan dalam
pembuatan obat racikan ini
bisa lebih cepat
5.1333
1.085
.024
.498
berharap kemasan obat
racikan misalnya puyer dapat
diperbaiki
5.2333
.875
.206
.448
berharap ada infomasi yang
lebih rinci tentang penggunaan
5.1667
.833
.496
.331
berharap ada infomasi yang
lebih rinci tentang
penyimpanan
5.1667
.833
.496
.331
berharap ada infomasi yang
lebih rinci tentang komposisi
obat
5.1667
.833
.496
.331
berharap ada infomasi yang
lebih lebih rinci
5.1667
1.109
-.086
.547
berharap proses pembuatan
obat racikan ini dapat dilihat
langsung oleh konsumen
5.5667
.737
.153
.532
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Frequency Table
Pengetahuan Resep Racikan
Frequency
Valid
Buruk
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
5
17.0
17.0
17.0
Sedang
11
37.0
37.0
53.3
Baik
14
46.7
46.7
100.0
Total
30
100.0
100.0
Sikap resep racikan
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
Negatif
17
56.0
56.0
56.0
Cukup
3
10.0
10.0
96.7
Positif
10
34.0
34.0
100.0
Total
30
100.0
100.0
Harapan pasien tentang obat racikan
Frequency
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Percent
Rendah
4
14.0
14.0
3.3
Cukup
0
0
0
20.0
Tinggi
26
86.0
86.0
100.0
Total
30
100.0
100.0
100
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 6. Surat Ethical Clearance
101
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Lisania Ines, merupakan
putri dari pasangan Elias Sumar dan Sri Kadarsih, yang
lahir di Wonosobo pada tanggal 8 Januari 1992. Penulis
pernah menempuh pendidikan di TK Kristen Bendungan
lulus tahun 1998, SD Kristen Bendungan (1998-2004),
SMP Negri 1 Kertek (2004-2007), SMK Theresiana
(2007-2010), dan saat ini sedang melanjutkan jenjang
perguruan tinggi pendidikan S1 di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani pendidikan di Fakultas
Farmasi, penulis pernah menjadi asisten praktikum Bentuk Sediaan Farmasi.
Penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti menjadi sie acara di Persekutuan
Mahasiswa Kristen (PMK) (2014), panitia dalam acara Paingan Festival (2012)
dan panitia Rapat Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI)
(2014). Penulis pernah menjadi delegasi fakultas dalam kegiatan seminar
internasional 13th IPSF Asia Pasific Pharmaceutical Symposium in Kuala Lumpur,
Malaysia (2014), selain itu penulis pernah mengikuti presentasi internasional as
oral presenter at Asian Conference on Clinical Pharmacy (ACCP) in Terengganu,
Malaysia (2014). Beberapa prestasi yang pernah penulis peroleh antara lain : Juara
I Patient Counseling Competition Beginner Category di Universitas Indonesia
(2013), Juara III Patient Counseling Event yang diselenggarakan di Institut
Teknologi Bandung (2014), Duta Favorit pada pemilihan Duta Sanata Dharma
(2013). Penulis pernah mendapatkan hibah dana dari DIKTI dalam Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul “NESTANT”. Penulis merupakan
salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Unggulan (bidang prestasi) dari DIKTI
(2011-2015).
Download