PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN) Skripsi yang diajukan oleh: Lisania Ines NIM: 118114001 telah disetujui oleh : Pembimbing Utama : Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. Tanggal : 8 Juni 2015 ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN) Oleh: Lisania Ines NIM: 118114001 Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 24 Juni 2015 iii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Keberhasilan bukan datang dari orang lain, Melainkan dari kerja keras dan jerih payah kita sendiri Saat saat yang luar biasa sulit dalam perjuangan adalah pertanda bahwa kesuksesan sudah mendekat – Merry Riana Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Segala hormat syukur hanya bagi Tuhan iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Yogyakarta, 8 Juni 2015 Penulis Lisania Ines v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Lisania Ines Nomor Mahasiswa : 118114001 Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN) Beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 8 Juni 2015 Yang Menyatakan (Lisania Ines) vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya dengan perkenan-Nyalah skripsi yang berjudul “PENGETAHUAN, SIKAP DAN HARAPAN PASIEN MENGENAI RESEP RACIKAN (STUDI PENDAHULUAN DENGAN 30 RESPONDEN)” dapat selesai tepat waktu. Penulis menyampaikan terimakasih kepada setiap pihak yang terlibat dalam penyusunan naskah ini : 1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang sabar dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ini. 2. Seluruh responden yang telah berkontribusi besar selama dilaksanakannya penelitian ini 3. Para dosen penguji yang telah member kritik dan saran dalam penyelesaian naskah skripsi ini. 4. Seluruh pihak yang memberikan izin penelitian. 5. Dekan dan segenap staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang mendukung dilakukannya penelitian ini. 6. Keluarga yang setia memberi doa dan dukungan. 7. Seluruh teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2011. 8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu mendukung, memberikan semangat dan mendoakan selama penyusunan penelitian ini. vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Akhir kata, penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan karya ini sehingga penulis terbuka menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan karya ini. Penulis viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................... vi PRAKATA .................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv INTISARI ..................................................................................................... xvi ABSTRACT .................................................................................................... xvii BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang ............................................................................... 1 1. Rumusan Masalah .................................................................... 3 2. Keaslian Penelitian ................................................................... 3 3. Manfaat Penelitian ................................................................... 5 a. Manfaat Teoritis ................................................................. 5 b. Manfaat Praktis .................................................................. 6 ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6 1. Tujuan Umum .......................................................................... 6 2. Tujuan Khusus ......................................................................... 6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker ........................................................................................ 7 B. Resep Racikan ............................................................................... 7 C. Identifikasi Kerusakan Obat .......................................................... 8 D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien ............................................ 9 E. Pengetahuan ................................................................................... 10 F. Sikap ............................................................................................. 10 G. Harapan ......................................................................................... 11 H. Keterangan Empiris ...................................................................... 12 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................... 13 B. Variabel Penelitian ........................................................................ 13 C. Definisi Operasional ..................................................................... 14 D. Responden ...................................................................................... 16 1. Populasi .................................................................................... 16 2. Sampel...................................................................................... 16 E. Metode Sampling .......................................................................... 18 F. Instrumen Penelitian ..................................................................... 19 G. Uji Pemahaman Bahasa ................................................................ 20 H. Uji Kuisioner, Validitas dan Reliabilitas ...................................... 21 x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1. Uji Kuisioner Sebagai Alat Ukur ............................................. 21 2. Uji Validitas ............................................................................. 22 3. Uji Reliabilitas ......................................................................... 23 I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ........................................ 26 J. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 26 K. Tata Cara Penelitian ....................................................................... 27 1. Observasi Awal ........................................................................ 27 2. Permohonan Ethical Clearance ............................................... 28 3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam Penelitian ....................................................................... 28 4. Pengambilan Data .................................................................... 29 5. Tata Cara Analisis Data ........................................................... 30 L. Kelemahan Penelitian ................................................................... 30 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ............................................................... 34 1. Jenis Kelamin ........................................................................... 34 2. Usia .......................................................................................... 35 3. Pendidikan Terakhir ................................................................. 37 4. Pekerjaan .................................................................................. 38 B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan ........... 39 C. Sikap Responden Tentang Obat Racikan ...................................... 55 D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan ................................ 67 E. Rangkuman Pembahasan ............................................................... 75 xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. 79 B. Saran ............................................................................................. 80 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 81 LAMPIRAN .................................................................................................. 86 BIOGRAFI .................................................................................................... 102 xii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) ................................ 27 Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi ................................. 34 Tabel III. Distribusi Jawaban Kuisioner Tingkat Pengetahuan Responden 37 Tabel IV. Distribusi Jawaban Kuisioner Sikap Responden ..................... 53 Tabel V. Distribusi Jawaban Kuisioner Harapan Responden ................ 66 xiii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30 ................... 47 Gambar 2. Distribusi Sikap Responden dengan N=30 ........................... 63 Gambar 3. Distribusi Harapan Responden dengan N=30 ....................... 73 xiv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Panduan Wawancara Untuk Responden ............................... 85 Lampiran 2. Form Data Diri Responden ................................................... 87 Lampiran 3. Inform Consent ..................................................................... 88 Lampiran 4. Kuisioner ............................................................................... 89 Lampiran 5. Output Data ........................................................................... 92 Lampiran 6. Surat Ethical Clearance ........................................................ 100 xv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI INTISARI Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Studi pada tahun 2001 oleh FDA menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya oleh karena itu resep racikan tidak dapat dihiraukan keberadaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pasien mengenai resep racikan melalui eksplorasi pengetahuan, sikap, dan harapan mengenai resep racikan dari sudut pandang pasien yang dilakukan di wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif menggunakan metode wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan content analysis. Kesimpulan yang didapat adalah 46% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai resep racikan, 37% responden dalam kategori tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah. Sikap responden 34% dalam kategori positif, 10% bersikap sedang dan 56% bersikap negatif. Tingkat harapan responden sebanyak 86% memiliki harapan tinggi dan 14% responden termasuk dalam kategori harapan rendah. Perlu dipertimbangkan reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan dan harapan dikategorikan cukup reliabel, sedangkan pada aspek sikap dikategorikan agak reliabel. Kata kunci: resep racikan, eksplorasi, persepsi pasien xvi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT Prescription is a written request from a doctor or dentist to pharmacist, either in paper or electronic so pharmacist can prepare or create, mix, and give the medicine to the patient. In 2001, a study by FDA showed that out of 650 dispensary will produce 13 million prescriptions annually. Therefore, the existence of compounded prescription can not be ignored. The aims of this study is to determine the patient's perception of compounded prescription from the patient's viewpoint through the exploration knowledge, attitudes, and expectations regarding compounded prescription in the Magelang and Sleman regency, Yogyakarta. This study was a descriptive observational research with quantitative approach which was supported by qualitative data exploration using interviews. The data were analyzed using descriptive statistics and content analysis. The conclusion are 46% of respondents have a good level of knowledge about the compounded prescription, 37% of respondents in the medium-level knowledge category, and 17% of respondents with a low level. The 34% respondents in the have a positive attitude, 10% in the medium attitude category, and 56% in the negative attitude category. The 86% respondents have high expectations category and 14% respondents have a low expectations. To consider the reliability of measuring instruments on knowledge aspect and expectations aspect are quite reliable categorized, whereas the attitude aspect categorized unreliable. Keyword : compounded prescription, exploration, patient perception xvii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Fenomena perkembangan resep racikan beberapa tahun terakhir ini didorong oleh berapa faktor antara lain dokter mulai lebih sadar dan peduli terhadap jumlah dosis yang diberikan kepada pasiennya, terutama untuk individualisasi dosis yang tidak terdapat di pasaran dan tidak diproduksi oleh pabrik. Selain itu kejadian yang tidak diharapkan banyak terjadi karena kesalahan perhitungan dosis dan kesulitan bahan baku untuk pembuatan dalam skala besar (Allen, 2002), sehingga resep racikan dianggap sebagai sesuatu hal yang cukup penting dalam dunia pengobatan. Sebuah studi pada tahun 2001 oleh Food and Drug Administration (FDA) menunjukkan bahwa dari 650 apotek akan menghasilkan 13 juta resep setiap tahunnya, sehingga keamanan penggunaan resep memerlukan perhatian khusus dan tidak dapat dihiraukan (Anonim, 2010). Beberapa pertimbangan dokter dalam memilih resep racikan antara lain seperti faktor terapi yaitu : 1. Dokter dapat menyesuaikan dengan kondisi klinis pasien 2. Keterbatasan bentuk sediaan obat 3. Dosis obat yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien 4. Lebih mudah diminum untuk anak-anak 5. Dapat memodifikasi rasa sesuai yang diinginkan Pernyataan ini di dapatkan dari hasil penelitian terhadap 22 dokter di lima kabupaten atau kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (Wiedyaningsih, 2013). 1 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 Penggunaan obat yang tidak rasional di Indonesia juga masih sering terjadi, misalnya seperti kejadian polifarmasi, dimana seorang pasien rata-rata mendapatkan 3 hingga 5 jenis obat dalam setiap lembar resep, penggunaan antibiotik yang berlebihan (43%), waktu konsultasi yang singkat yang rata-rata berkisar hanya 3 menit saja, serta kepatuhan pasien dalam meminum obat yang masih kurang (Syamsudin, 2011). Meracik adalah sebuah kegiatan mencampur, memodifikasi, membagi obat dengan cara mengubah dosis dan menyesuaikan takaran. Di era ini pengobatan sudah mengutamakan pengobatan secara individu namun terkadang ada ketidaksesuaian produk jadi (dari pabrik) dengan kebutuhan pasien, sehingga obat racikan akan menjadi solusi bagi masalah ini (Allen, 2002). Melihat fenomena diatas, dengan banyaknya resep racikan yang dapat dihasilkan setiap tahunnya, serta banyaknya penelitian yang sudah dilakukan untuk meneliti terkait dengan obatnya dan kebanyakan hanya melihat dari satu sisi saja yakni untuk mendukung kepentingan si penulis resep. Penulis resep tidak pernah mengetahui dan membandingkan apakah resep racikan jauh lebih ekonomis untuk pasien jika dibandingkan dengan sediaan jadi yang berasal dari pabrik, hal inilah yang mendorong untuk mengetahui lebih jauh pendapat dari sudut pandang pasien maupun keluarga pasien terkait dengan pengalaman resep racikan yang diterima dan harapan untuk obat racikan kedepannya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk menggali pandangan terkait dengan resep racikan dari sudut pandang pasien. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut : a. Seperti apa pengetahuan pasien mengenai resep racikan ? b. Bagaimana sikap pasien terhadap resep racikan ? c. Seperti apa harapan pasien terhadap resep racikan ? 2. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian yang berhubungan dengan resep racikan yaitu antara lain : a. Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat Resep Racikan Untuk Pasien Pediatrik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli 2007 (Cahyono, 2007). Penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental deskriptif evaluatif. Penelitian ini menggunakan jumlah data sebanyak 408 lembar resep racikan. Hasil dari penelitian ini adalah : Penggunaan obat racikan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda periode Juli 2007 sebesar 78%. Penggunaan obat racikan pada bangsal anak lebih besar dibanding obat non racikan. Racikan dengan 2 komposisi paling sering digunakan dengan jumlah penggunaan sebesar 362. Terdapat 17 jenis racikan dengan 401 penggunaan yang belum sesuai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4 dengan indikasi referensi. Terdapat 17 jenis racikan dengan 401 penggunaan yang memerlukan penyesuaian dosis. Terdapat 5 jenis racikan dengan 209 penggunaan yang berpotensi untuk terjadi interaksi obat. b. Evaluasi Medication Error (ME) Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Pada Bulan Juli Tahun 2007 (Tinjauan Fase Dispensing) (Hinlandou, 2008). Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif cross sectional. Penelitian ini menggunakan sebanyak 456 resep dari populasi sebanyak 954 resep. Dengan wawancara sebanyak 6 orang asisten apoteker, 16 orang tua pasien dan 1 orang apoteker penanggung jawab Farmasi Rawat Jalan RS Bethesda. Hasil dari penelitian ini adalah : Penyebab Medication Error pada fase dispensing oleh pihak farmasi adalah kesalahan pada desain dan implementasi sistem. Usaha pencegahan yang selama ini telah dilakukan oleh dokter seperti : tidak memperburuk suasana, segera memberikan penyelesaian masalah, menenangkan pasien, dan memberikan penjelasan kepada pasien. Dari pihak farmasi upaya pencegahan ME dilakukan seperti pemeriksaan ulang selama proses pelayanan resep, melakukan pekerjaan dengan konsentrasi tinggi, memperbaiki jadwal kerja petugas, meningkatkan ketelitian. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5 c. Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik Resep Racikan Pada Lima Puskesmas di Kabupaten Sleman Periode Desember 2013 (Komaladewi, 2008). Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah : Jenis obat yang sering diresepkan adalah obat dengan kelas terapi obat anti alergi atau antihistamin. Obat racikan lebih sering diresepkan untuk anak-anak. Kombinasi 2 resep racikan yang paling sering diresepkan. Bentuk sediaan racikan yang paling sering digunakan adalah pulveres sebanyak. Tidak ditemukan interaksi farmakokinetik. Menurut pendapat apoteker obat racikan masih dapat digunakan sebagai salah satu pilihan bentuk sediaan obat. Selama ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pendapat pasien mengenai resep racikan yaitu pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai pendapat pasien tentang resep racikan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan harapan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6 b. Manfaat Praktis Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain : 1) Dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti dan masyarakat serta instalasi terkait mengenai pendapat pasien tentang resep racikan. 2) Dapat menjadi salah satu acuan, tambahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan pendapat pasien megenai resep racikan. 3) Dengan penelitian ini, diharapkan adanya perbaikan atau peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan kefarmasian terutama sesuai dengan harapan yang disampaikan oleh responden. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai resep racikan. b. Mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan. c. Mengetahui harapan pasien mengenai resep racikan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI, 2014) apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Menurut Setiawan (2014), apoteker adalah ahli dalam ilmu obat-obatan yang berwenang membuat obat untuk dijual. Menurut Daris (2008) apoteker bertugas untuk membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan menempatkan obat dalam wadah atau bungkus yang tepat serta memeriksa dan memberi etiket dengan teliti. Apoteker bertugas untuk memberikan informasi dan konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan lain dan juga masyarakat. Apoteker dapat melayani resep maupun non resep, dengan wewenang meracik, mencampur, membuat, membungkus dan menyerahkan obat, serta mengelola apotek yang mencakup perencanaan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan dan pengawasan. B. Resep Racikan Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (PERMENKES RI, 2014). Resep racikan biasanya diberikan dalam bentuk pulveres atau biasa dikenal dengan serbuk terbagi, yang mengandung arti sejumlah serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama dengan yang dibungkus kertas perkamen atau 7 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8 bahan pengemas lain yang cocok atau sesuai. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). C. Identifikasi Kerusakan Obat Untuk mengetahui apakah obat sudah rusak atau belum dapat diihat misalnya untuk : 1. Tablet akan terjadi perubahan pada warna, bau dan rasa, timbul bintik– bintik noda, lubang-lubang, pecah, retak, terdapat benda asing, menjadi bubuk dan lembab. 2. Tablet salut akan terjadi perubahan salutan seperti pecah, basah, lengket satu dengan lainnya dan terjadi perubahan warna. 3. Kapsul, maka cangkang kapsul menjadi lembek, terbuka sehingga isinya keluar, melekat satu sama lain, dapat juga melekat dengan kemasan. 4. Puyer akan terjadi perubahan warna, timbul bau, timbul noda bintikbintik, lembab sampai mencair. 5. Salep atau krim atau lotion atau cairan akan terjadi perubahan warna, bau, timbul endapan atau kekeruhan, mengental, timbul gas, memisah menjadi dua bagian, mengeras, sampai pada kemasan atau wadah menjadi rusak (BINFAR, 2008). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 D. Manfaat Resep Racikan Bagi Pasien Resep racikan dapat menjadi salah satu penolong bagi pasien khusus yang alergi terhadap bahan-bahan tambahan yang ada dalam sediaan jadi dari pabrik, misalnya laktosa, pengawet, pewarna, bahan perekat, dan gula. Resep racikan ini dapat dibuat dengan obat yang terdiri dari bahan generiknya saja dan dapat disesuaikan dengan individu pasien tersebut sehingga dapat menjadi salah satu solusi atau penolong pasien yang mengalami alergi terhadap bahan tambahan seperti yang sudah disebutkan diatas. Dengan kata lain, Seorang apoteker dapat menciptakan kembali obat dengan sebuah racikan, bahkan jika hanya satu orang di dunia ini yang membutuhkan resep tersebut, mereka masih bisa mendapatkannya berkat adanya resep racikan (Pavlic, 2013). Beberapa obat memiliki rasa yang sangat tidak dapat diterima oleh beberapa pasien, yang membuat pasien tidak nyaman untuk mengkonsumsi obat tersebut. Seorang apoteker dapat meracik, menambahkan rasa atau membuatnya lebih enak tanpa mengorbankan efektivitas obat itu sendiri. Hal ini sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan pasien yang mungkin menolak untuk mengkonsumsi obat-obatan, seperti anak-anak, pasien lanjut usia, atau bahkan hewan peliharaan (Pavlic, 2013). Seorang pasien mungkin memerlukan obat-obatan dalam bentuk sediaan yang bervariasi. Misalnya, pasien yang memiliki kesulitan menelan tablet mungkin akan lebih mudah untuk mengkonsumsi obat dalam bentuk cair dengan rasa yang mereka sukai (Pavlic, 2013). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 E. Pengetahuan Pengetahuan merupakan kumpulan sejumlah fakta dan teori yang dapat digunakan seseorang memecahkan dan menjawab masalah yang ditemuinya. Pengetahuan dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Fakta-fakta yang didapat dikumpulkan dan dipahami sebagai teori yang kemudian digunakan sebagai jawaban dari berbagai jenis fenomena kehidupan. Pengetahuan juga dapat diperoleh dengan cara tradisional (non ilmiah) ataupun dengan cara ilmiah (modern) yang dilakukan dengan penelitian (Notoadmojo, 2010). Menurut Budiman dan Riyanto (2013) seorang individu dapat dikatakan tahu apabila dapat merespon secara lisan ataupun tertulis dengan memberikan jawaban terkait suatu topik tertentu. Respon berupa jawaban inilah yang disebut dengan pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan pertanyaan mengenai isi materi yang akan diteliti. Rumusan kalimat pertanyaan ini harus memperlihatkan tahapan pengetahuan yang akan diukur. Kalimat ini digunakan dalam penyusunan kuisioner (Budiman dan Riyanto, 2013). F. Sikap Sikap adalah bentuk perilaku seseorang terhadap hal-hal yang ditemuinya misalnya benda atau suatu fenomena. Sikap ini membutuhkan stimulus untuk menghasilkan respon. Sikap dapat digolongkan menjadi dua jenis yakni sikap yang memihak atau mendukung (favourable) atau sikap yang beorientasi sebaliknya tidak mendukung (unfavourable). Sikap ini akan sangat mempengaruhi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 kesiapan individu untuk memberikan respon terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013). Sikap merupakan aspek afektif sehingga membutuhkan cara pengukuran yang berbeda dibandingkan aspek kognitif seperti pengetahuan. Hasil pengukuran sikap dikelompokkan menjadi positif yang ditunjukkan dengan dukugan, negatif yang ditunjukkan dengan penolakan individu, dan netral atau kategori sedang yang ditunjukkan dengan tidak mendukung maupun menolak. Pernyataan untuk aspek seperti ini dimaksudkan untuk mencari tahu dukungan atau penolakan seseorang terhadap suatu konsep sikap dalam rentang nilai tertentu. Oleh karena itu pernyataan sikap ditunjukkan dengan bentuk positif, netral dan negatif dengan skala Likert (Budiman dan Riyanto, 2013). G. Harapan Harapan atau asa memiliki arti yang berbeda dengan sikap. Snyder (2000) menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan, bersamaan dengan motivasi yang dimiliki untuk menggunakan jalur tersebut. Harapan didasarkan pada harapan positif dalam pencapaian tujuan. Snyder (2000) menyatakan harapan adalah keadaan termotivasi yang positif. Weil (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harapan, yaitu dukungan sosial, kepercayaan religius, dan kontrol. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 Skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap dan juga harapan. Selain dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan harapan, skala Likert juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran persepsi dan pendapat seseorang akan suatu kejadian atau fenomena (Budiman dan Riyanto, 2013). H. Keterangan Empiris Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang fenomena resep racikan yang terjadi dalam masyarakat. Explorasi pengalaman atau pendapat responden yang akan menjadi kekuatan utama dalam mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang resep racikan, sikap responden terhadap resep racikan, dan harapan pasien kedepannya terhadap resep racikan. Di sisi lain dengan munculnya gambaran jawaban mengenai fenomena resep racikan maka akan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan harapan yang disampaikan oleh responden. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan eksplorasi data secara kualitatif. Pendekatan secara kualitatifnya sendiri menggunakan metode wawancara dan hasilnya digunakan untuk mendukung hasil data kuantitatif. Dalam penelitian survei dan wawancara ini tidak dilakukan intervensi atau perlakuan terhadap variabel, tetapi hanya mengamati terhadap fenomena sosial yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena resep racikan melalui pandangan pasien. Penelitian ini melibatkan pasien maupun keluarga pasien penerima resep racikan sebagai responden. Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta yang terjadi serta menggali informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya (Notoadmodjo, 2010). B. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel. Variabel pertama adalah pengetahuan pasien tentang resep racikan, variabel kedua adalah sikap pasien terhadap resep racikan, dan variabel ketiga adalah harapan pasien terhadap resep racikan. 13 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 C. Definisi Operasional 1. Responden penelitian merupakan pasien yang pernah menerima resep racikan dan atau keluarga yang menerima resep racikan. 2. Resep racikan adalah resep yang diterima oleh responden. Resep racikan yang diterima adalah dengan komposisi campuran 2 obat atau lebih yang melalui proses peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, dan pengemasan kembali oleh apoteker. 3. Jenis obat racikan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi obat generik maupun obat dengan nama dagang. 4. Resep racikan yang dimaksud meliputi puyer atau pulveres, pulvis, cream, dry sirup, sirup racikan dan bentuk lain yang mengalami proses peracikan dan pencampuran obat baik di instalasi farmasi rumah sakit maupun apotek. 5. Persepsi responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan oleh responden untuk menjawab pertanyaan yang diajukan baik tertulis melalui kuisioner maupun lisan melalui sesi wawancara. Persepsi responden tentang resep racikan merupakan rangkaian intisari dari pengetahuan, sikap dan harapan pasien mengenai resep racikan. 6. Pengetahuan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan tentang pengetahuan resep racikan. Pernyataan ini dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 kuisioner bagian satu dan bagian dua (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi wawancara. Menurut Khomsan (2000) hasil pengukuran pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu : 1. Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60% 7. Sikap responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan tentang sikap responden terhadap resep racikan sesuai dengan pengalaman responden. Pernyataan ini dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar kuisioner bagian ketiga (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi wawancara. Sikap digolongkan menjadi dua jenis yaitu positif dan negatif. Positif ditunjukkan dengan memihak atau mendukung (favourable), sedangkan negative ditunjukkan dengan penolakan individu atau tidak mendukung (unfavourable). Pengukuran sikap dikategorikan sama dengan pengetahuan : 1. Kategori positif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori negatif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60% PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 8. Harapan responden tentang resep racikan adalah segala sesuatu yang diungkapkan responden yang bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan terkait harapan responden terhadap resep racikan kedepannya. Harapan responden juga dapat berupa ungkapan responden secara langsung atau spontan (tanpa adanya pertanyaan) mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan teruatama pelayanan kefarmasian yang pernah dialaminya. Pernyataan ini dapat berupa pernyataan tertulis responden yang dituliskan pada lembar kuisioner bagian keempat (Lampiran 4) maupun pernyataan secara lisan melalui sesi wawancara. Pengukuran harapan dikategorikan menjadi 3 yaitu : 1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60% D. Responden Penelitian 1. Populasi Populasi penelitian ini adalah pasien penerima obat racikan yang berada di wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta dan Kabupaten Magelang. 2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini (selanjutnya disebut responden) adalah setiap orang yang ditemui PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 dan memenuhi syarat kriteria inklusi. Dalam pembahasan pada bab ke empat, nama-nama responden disebutkan dengan inisial sesuai kode yang sudah dibuat. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini mengacu pada Hardon, Hodgkin, and Fresle (2004) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak harus menggunakan jumlah sampel yang besar atau banyak untuk dapat mencerminkan atau menggambarkan sebuah populasi, bisa menggunakan jumlah sampel kecil untuk mendapatkan penelitian yang efektif. Jumlah sampel yang digunakan bisa dimulai dari 20 sampel hingga 30 sampel. Kriteria inklusi responden adalah sebagai berikut: a. Kriteria inklusi responden yaitu mereka yang pernah menerima resep racikan, atau pernah menebuskan resep racikan untuk keluarganya maksimal 3 bulan sebelum pengambilan data (data diambil pada bulan Desember sehingga 3 bulan sebelum pengambilan data artinya dimulai dari bulan September). b. Menyatakan bersedia, kooperatif dan menyetujui untuk menjadi responden. c. Mampu berkomunikasi dengan baik d. Umur responden minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun. e. Sampel yang diambil untuk penelitian tidak dihitung berdasarkan rumus tetapi ditentukan sejumlah 30 (Hardon et al, 2004). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18 Kriteria eksklusi responden adalah ketika : a. Responden menolak untuk ikut serta dalam penelitian ini b. Responden merupakan responden yang memiliki basic atau berlatar belakang sebagai tenaga kesehatan Kriteria responden tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan tertentu (purposes) yaitu untuk menggali pandangan – pandangan dari berbagai sudut pandang yang berkaitan erat dengan variabel yang diteliti, yaitu resep racikan. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang telah disebutkan dengan tujuan untuk mendapatkan pandangan mengenai resep racikan berdasarkan pada hal-hal yang pernah dialami oleh responden sebagai user (yang menggunakan obat racikan). Responden ditemukan dengan cara accidental yakni di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. Dari 30 responden yang diambil tidak dapat mewakili atau tidak merepresentasi populasi di seluruh wilayah Kabupaten Sleman maupun Kabupaten Magelang karena pengambilan sample dilakukan dengan cara accidental (secara non random). E. Metode Sampling Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah dengan menggunakan accidental sampling. Menurut Sugiyono (2005), teknik accidental sampling adalah teknik penentuan sampel dengan cara siapa saja yang bertemu dan memenuhi kriteria sebagai sampel yang telah ditentukan maka diambil PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah menerima obat racikan. Dipilih teknik accidental sampling dengan tujuan untuk mempercepat penemuan responden dan untuk mempercepat proses pengambilan data. F. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner berisi 4 bagian pertanyaan dan panduan wawancara berupa pertanyaan terbuka (open questions) yang disusun untuk menggambarkan dan mengeksplorasi pendapat pasien terkait dengan resep racikan. Pertanyaan terbuka (open question) menghasilkan jawaban yang belum diketahui atau ditentukan sebelumnya. Responden bebas menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Tukiran, 2012). Pengambilan data tidak hanya menggunakan kuisioner tetapi juga dilakukan dengan metode wawancara. Pada tahap ini dibantu dengan recorder sebagai alat perekam hasil wawancara. Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang bertujuan untuk mengukur sikap dalam suatu penelitian, yang dimaksud dengan sikap oleh Thurstone adalah : 1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian 3. Suka atau tidak suka 4. Positif atau negatif terhadap suatu obyek PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 Skala Likert diekpresikan mulai dari yang paling negatif, netral sampai ke yang paling positif dalam bentuk : sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak tahu (netral), setuju, dan sangat setuju. Pada umumnya akan ada pemberian angka yang digunakan sebagai simbol (Sarwono, 2006). Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian. Bagian yang pertama merupakan isian singkat dengan sifat pertanyaan terbuka (open questions), bagian kedua dengan sifat pertanyaan tertutup (close questions) dengan pilihan jawaban “ya”, “tidak” dan “tidak tahu”, bagian ketiga dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak” dan bagian keempat dengan sifat pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap jawaban yang benar pada kuisioner bagian kedua diberi nilai 1, jawaban salah dan jawaban “tidak tahu” diberi nilai 0. Pada kuisioner bagian ketiga dan keempat setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 (Pulungan, 2010). G. Uji Pemahaman Bahasa Uji kuisioner ini dilakukan dengan uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mendapatkan gambaran bahwa responden yang akan digunakan sebagai penelitian tidak mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan yang diajukan. Tujuan lain dalam uji pemahaman bahasa ini adalah untuk mendapatkan masukan terhadap kuisioner sehingga bisa segera dikoreksi agar responden tidak kesulitan dalam memahami pertanyaan. Responden pada uji pemahaman bahasa ini adalah sebanyak 10 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan karakteristik yang mirip PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 dengan target penelitian. Responden memberikan penilaian terhadap konten kuisioner dalam hal kemudahan memahami dan kemudahan menjawab pertanyaan. Uji pemahaman bahasa ini dilakukan di lokasi penelitian yaitu di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. Dengan pembagian sebagai berikut : 4 responden dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) X, 3 responden dari Klinik Anak Y dan 3 responden dari tempat praktek Dokter Z. H. Uji Kuisioner, Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Kuisioner Sebagai alat ukur Setelah kuisioner sebagai alat ukur selesai disusun belum berarti kuisioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Kuisioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji coba ini kemudian digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur (kuisioner) yang telah disusun tadi memiliki validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas dan reliabilitas merupakan sesuatu langkah yang harus dilakukan sebelum penelitian dilakukan agar dapat diketahui setiap item-item pertanyaan adalah sahih, layak, valid dan konsisten. Jika tidak dilakukan uji, hasil penelitian yang diperoleh akan sulit untuk dipercaya karena item-item belum teruji ketepatan, kecermatan dan konsistensinya (Notoatmodjo, 2010). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 2. Uji Validitas Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuisioner yang diukur mampu mengukur apa yang hendak diukur maka perlu diuji korelasi nilai tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner tersebut. Apabila kuisioner tersebut telah memiliki validitas konstruk berarti semua item (pertanyaan) yang ada di dalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita ukur (Notoatmodjo, 2010). Validitas dikategorikan menjadi validitas isi (content validity), validitas konstruk (contruct validity), dan validasi berdasarkan kriteria (criterion-related validity) (Azwar, 2012). Validitas konten berpedoman pada penilaian dari pihak yang memiliki keahlian di bidangnya (expert judgement). Para ahli menganalisis aitem dalam konten dengan proporsi yang sesuai (Profetto-McGrath dkk., 2010). Prosedur pengujian validitas konten sebaiknya melibatkan minimal dua orang yang ahli dalam bidangnya (Waltz, Strickland, dan Lenz, 2010). Penilaian konten kuisioner dilihat dari keselarasan konten dengan tujuan pengukuran kuisioner. Bila masih terdapat pertanyaan yang kurang selaras dan kurang jelas maka segera direvisi dengan dikonsultasikan kepada ahli dibidang yang sesuai dengan cakupan kuisioner. Dalam penelitian ini pengujian validitas telah dilakukan berdasarkan Content Validity dan telah dinyatakan valid, sehingga tidak perlu dilakukan uji validitas konstruk (Construct Validity) menggunakan program statistik (Sekaran, 2006). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 Validasi penelitian ini hanya melibatkan satu ahli yang sekaligus sebagai pembimbing dalam penelitian ini. Alasan hanya melibatkan satu ahli karena keterbatasan waktu penelitian, jika digunakan dua ahli maka akan memakan waktu lebih lama dalam penelitian. 3. Uji Reliabilitas Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap sama bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukut yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan atas 30 responden. Jumlah sampel sebanyak 30 orang dipilih karena data 30 orang dianggap telah mewakili distribusi normal. Menurut Notoatmodjo (2010), responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya yang memiliki ciri-ciri responden dari tempat dimana penelitian tersebut harus dilaksanakan. Dengan kata lain responden yang digunakan untuk uji coba instrumen adalah responden diluar sampel yang memiliki karakteristik yang mirip dengan target. Uji coba instrumen ini dilaksanakan di lokasi penelitian dalam waktu yang berbeda. Dalam penelitian ini data 30 responden dalam uji reliabilitas sekaligus digunakan sebagai data penelitian dan telah dilakukan pada lokasi penelitian. Hal ini dilakukan karena prevalensi resep racikan tergolong kecil sehingga sulit menemukan pasien dengan resep racikan. Seperti yang dikatakan oleh PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 Pignato and Birnie (2014) yang menyatakan bahwa di Amerika terdapat sekitar 1% dari 30 juta resep yang merupakan resep racikan. Dalam mengukur reliabilitas dapat digunakan metode Alpha Cronbach’s (α). Metode ini merupakan teknik pengujian reliabilitas suatu tes atau angket yang sering digunakan karena dapat dipakai pada tes atau angket dengan jawaban atau pilihan terdiri dari dua pilihan atau lebih (Notoatmodjo, 2010). Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung diwakili dengan nilai alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikan 5%. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbanch diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut (Sugiyono, 2006) : Tabel I. Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α) (Sugiyono, 2006). Alpha 0,00 – 0,20 >0,20 – 0,40 >0,40 – 060 >0,60 – 0,80 >0,80 – 1,00 Tingkat Reliabilitas Kurang Reliabel Agak Reliabel Cukup Reliabel Reliabel Sangat Reliabel Reliabilitas Test dilakukan dengan Alpha Cronbach’s untuk melihat tingkat kehandalan kuesioner. Reliabilitas test sudah dilakukan dua kali dan diambil hasil terbaik. Reliabilitas test yang pertama menghasilkan koefisien Alpha PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25 Cronbach’s untuk variabel pengetahuan sebesar 0,459, untuk variabel sikap sebesar 0,315 dan untuk variabel harapan 0,476. Untuk meningkatkan reliabilitasnya maka dilakukan revisi dan eliminasi pada beberapa pertanyaan. Peningkatan reliabilias terjadi pada reliabilitas test yang kedua namun tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian reliabilitas yang kedua menunjukkan bahwa tingkat reliabilitas kuesioner ini termasuk dalam kriteria yang cukup reliabel untuk variabel pengetahuan dan harapan dengan koefisien Alpha Cronbach’s masing-masing sebesar 0,465 dan 0,476 yaitu berada pada interval (0,4 s/d 0,6) dengan kriteria cukup reliabel. Untuk variabel sikap memiliki koefisien Alpha Cronbach’s sebesar 0,325 yaitu berada pada interval (0,2 s/d 0,4) dengan kriteria agak reliabel atau dapat dikatakan masuk dalam kriteria rendah. Setelah melakukan dua kali test reliabilitas maka diputuskan untuk menggunakan hasil reliabilitas test yang kedua. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kuesioner yang telah disusun memiliki tingkat reliabilitas yang rendah yaitu pemahaman yang kurang dari responden terhadap setiap pertanyaan. Selain itu perbedaan persepsi antara responden dengan pembuat kuisioner juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab kuisioner memiliki tingkat reliabilitas yang rendah. Untuk memperkecil perbedaan persepsi antara responden dengan pembuat kuisioner maka sedapat mungkin kuisioner dibuat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh responden. Beberapa hal inilah yang mungkin menyebabkan responden memberikan jawaban bias atas pertanyaan tersebut, karena responden memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman masing-masing. Alasan lain PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 adalah kondisi psikologis responden yang kurang nyaman untuk memberikan penilaian atas jawaban responden, dimana responden sebagian adalah pasien dan sebagian adalah anggota keluarga pasien, sehingga dalam kondisi menunggu pelayanan obat, kondisi demikian dirasa kurang tepat untuk memberikan penilaian atas layanan resep racikan ini. I. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang, meliputi RSUD X, Klinik Anak Y, dan beberapa responden ditemukan melalui dokter Z. Penelitian dimulai dengan permohonan izin penelitian pada bulan September 2014 hingga pengambilan data yang dimulai pada bulan Desember 2014. Penelitian dilakukan pada pukul 09.00 – 16.00 WIB. Pengambilan data dilakukan dalam waktu satu bulan. J. Metode pengumpulan data Pengumpulan data pada responden (pasien) dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Data kuantitatif, yaitu data yang dapat dinyatakan dalam bentuk angkaangka, dengan cara pengisian kuisioner oleh responden (Lampiran 4). 2. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berupa angka dalam bentuk pernyataan yang diperoleh dengan teknik wawancara. Sebelum pengambilan data dilakukan, calon responden diberi penjelasan umum mengenai penelitian ini, tujuan, dan manfaatnya. Calon responden diminta kesediaannya untuk berpartisipasi sebagai responden pada penelitian ini dengan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27 cara menandatangani formulir persetujuan berpartisipasi (inform consent) (Lampiran 3). Calon responden mempunyai hak sepenuhnya untuk bersedia atau tidak bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Jumlah responden tidak ditentukan dari awal. Batasan penghentian pengumpulan data dengan metode wawancara ini adalah jika sudah terjadi saturasi/kejenuhan data. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara (Lampiran 1). Wawancara dilakukan berdasarkan persetujuan dari responden, proses wawancara juga direkam dengan bantuan recorder. K. Tata Cara Penelitian 1. Observasi Awal Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang terencana, meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Tahap ini merupakan tahap awal jalannya penelitian. Melakukan penyusunan proposal penelitian, dan melakukan survey serta pengumpulan informasi ke Rumah Sakit X, Klinik Anak Y dan Dokter Z untuk memperoleh informasi mengenai tata cara dan penyesuaian teknis mengenai pengambilan data di tempat yang sudah disebutkan di atas. Penyesuaian teknis ini dilakukan agar proses pengambilan data tidak mempengaruhi atau mengganggu kegiatan pelayanan yang sedang berlangsung di tempat pengambilan data tersebut. Tahap orientasi ini dilakukan selama 1 minggu. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 2. Permohonan Ethical Clearance Dalam melaksanakan penelitian khususnya dengan subyek manusia, maka harus dipahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia (Hidayat dan Aziz, 2007). Permohonan izin berupa Ethical Clearance yang diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta untuk memenuhi etika penelitian dengan menggunakan sampel manusia. Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian Widayati dan Yuliani (2015) dengan judul utama : “Menyikapi Pro dan Kontra Resep Racikan”. Penelitian ini mengungkapkan bagaimana persepsi pasien terhadap resep racikan. Ijin diterbitkan dan disetujui pada tanggal 21 November 2014 dengan Ref : KE/FK/245/EC (Lampiran 6). 3. Permohonan Kerjasama dengan Responden untuk Ikut Serta dalam Penelitian Permohonan kerjasama dengan responden berupa inform consent dan pengisian form data diri responden. Inform consent merupakan surat persetujuan bukti tertulis yang bersikan pernyataan kesediaan responden untuk ikut serta dalam penelitian ini. Responden yang menyetujui untuk ikut dalam penelitian ini diminta untuk mengisi inform consent yang berisi nama, beberapa pernyataan kesediaan untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan memberikan tanda tangan. Apabila pada saat penelitian ada seorang saksi, maka ada bagian dimana PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29 saksi dapat menuliskan nama dan juga tanda tangan. Data diri pasien berisi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, email (bila ada), nomor telepon, dan alamat pasien 4. Pengambilan Data Responden yang bersedia mengikuti penelitian ini diminta untuk mengisi form data diri terlebih dahulu dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses pengambilan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah respoden diminta untuk mengisi kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil dari kuisioner ini merupakan sumber data kuantitatif. Data yang diambil meliputi bagian 1 dan 2 yang merupakan bagian untuk menggali pengetahuan pasien, bagian 3 untuk mengetahui sikap pasien terhadap resep racikan dan bagian 4 untuk mengetahui harapan pasien. Tahap kedua pada proses pengambilan data ini adalah tahap wawancara dengan bantuan panduan wawancara (Lampiran 1) untuk menggali pendapat pasien mengenai resep racikan sebagai sumber data kualitatif. Panduan wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspekaspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Poerwandari, 1998). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30 5. Tata Cara Analisis Data Data kuantitatif didapatkan dari hasil kuisioner yang kemudian dianalisis deskriptif. Data – data karakteristik responden diolah secara statistik deskriptif yang meliputi frekuensi, persentase dan median. Data karakteristik ini disajikan dalam bentuk tabel atau diagram (Moleong, 2008). Data kualitatif didapatkan dari hasil wawancara yang kemudian dianalisis menggunakan content analysis. Content analysis adalah sebuah metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematis dan objektif yang bertujuan untuk mengukur variable tertentu (Prasad, 2008). Penganalisisan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi, kemudian data yang diperoleh dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian (Burhan, 2007). Selanjutnya dibahas secara mendalam setiap pertanyaan pada kuisioner yang sudah diberikan dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya maupun pendapat para ahli. Hasil analisis data kuantitatif tersebut disajikan dalam bentuk naratif disertai dengan pembahasan mendalam yang didukung dengan hasil data kualitatif. L. Kelemahan Penelitian Sebagian responden membawa anak dengan usia dibawah lima tahun (balita) yang menyebabkan proses pengambilan data untuk satu responden berlangsung lebih lama bahkan melebihi waktu yang ditentukan yaitu maksimal 30 menit untuk satu responden. Pemberian jawaban pada saat wawancara dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31 pengisian kuisioner menjadi tidak maksimal karena responden terganggu oleh balita tersebut. Seharusnya agar pengambilan data lebih maksimal dapat dilakukan dengan cara mengunjungi rumah responden satu persatu, sehingga responden dapat memberikan jawaban dengan lebih maksimal karena responden tidak sedang dalam keadaan menunggu pelayanan obat. Jika pengambilan data dilakukan dalam waktu yang tidak terburu-buru maka diharapkan responden tidak memberikan jawaban yang bias. Dalam penelitian ini tidak dilakukan kunjungan ke rumah responden satu-persatu untuk mempersingkat pengambilan data dan masa penelitian. Kelemahan lain yakni dalam mengkalibrasi alat atau instrumen penelitian. Instrumen yang dibuat belum maksimal atau belum masuk kedalam kategori reliabel karena hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini masih rendah yaitu kurang dari 0,6. Menurut syarat yang ada, dinggap reliabel jika nilai Alpha Cronbach lebih dari 0,6. Seharusnya revisi dan eliminasi tidak hanya dilakukan sekali saja. Revisi, eliminasi dan reliability test pada kuisioner dilakukan hingga kuisioner masuk dalam kategori valid. Dalam penyusunan kuisioner sebaiknya melibatkan minimal dua ahli atau lebih sehingga diharapkan hasil yang didapat lebih maksimal. Penelitian ini hanya melibatkan satu ahli untuk menilai validitas kuisioner, satu kali revisi dan eliminasi pada pertanyaan kuisioner dan dua kali reliability test karena keterbatasan waktu penelitian yang tidak memungkinkan untuk dilakukan revisi, eliminasi dan reliability test berulang-ulang. Dengan hanya melibatkan satu orang ahli, satu kali revisi, eliminasi dan dua kali reliability test maka dapat membantu mempersingkat waktu penelitian. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melalukan pembagian menjadi beberapa judul penelitian. Yang dimaksud dibagi dalam beberapa judul penelitian adalah misalnya dengan membuat sebuah judul penelitian yang hanya fokus terhadap instrumennya saja, sehingga akan dihasilkan sebuah instrumen yang valid dan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Penelitian selanjutnya dapat mengangkat tentang bagaimana hasil penggunaan dari instrumen yang sudah valid dan reliabel tersebut, penelitian lain dapat dilakukan misalnya dengan mengkorelasikan beberapa variabel seperti tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, pekerjaan dan umur dengan tingkat pengetahuan, sikap dan harapan pasien. Diharapkan dengan adanya pembagian penelitian ini dapat menghasilkan sebuah penelitian dengan hasil yang lebih fokus dengan validitas dan reliabilitas yang tinggi. Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dalam proses pengambilan sampel. Pengambilan sampel hanya dengan teknik accidental sampling tidak dapat merepresentasikan populasi, oleh karena itu peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan penelitian ini dapat melakukan pengambilan sampel dengan teknik multistage cluster sampling. Multistage cluster sampling adalah pengambilan sampel sebuah kelompok atau gugusan (cluster) bukan merupakan unit individu yang dilakukan membagi wilayah populasi ke dalam sub-sub wilayah, dan tiap sub wilayah dibagi kedalam bagianbagian yang lebih kecil, dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010). Pemilihan lokasi pengambilan sampel ini dilakukan secara random misalnya pada sebuah kabupaten dapat dibagi menjadi wilayah utara, selatan, barat, dan timur. Setelah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33 pembagian wilayah pengambilan sampel, maka dapat dilakukan accidental sampling untuk pengambilan sampel pada tiap wilayah kecil dalam kabupaten tersebut. Walaupun prevalensi resep racikan kecil, namun tetap memungkinkan pengambilan sampel secara acak yakni dengan teknik multistage cluster sampling seperti yang telah dijelaskan. Dengan bantuan gabungan dua metode ini, maka sampel mampu merepresentasikan atau menggambarkan populasi pasien penerima obat racikan di wilayah kabupaten tersebut. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penelitian ini menggunakan pasien atau keluarga pasien yang pernah menerima obat racikan di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang sebagai responden. Sebanyak 30 responden diberi kuesioner sebagai alat ukur. Data lengkap mengenai karakteristik sosiodemografi keseluruhan responden dapat dilihat pada Tabel II. Tabel II. Frekuensi Karakteristik Sosiodemografi Kategori Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Klasifikasi ≤ 33 tahun < 33 tahun Laki-laki Perempuan IRT PNS Swasta Tani Mahasiswa SD SMP SMA Universitas Jumlah (N=30) 16 14 10 20 5 3 17 2 3 8 4 10 8 Persentase (%) 53,3 46,7 33,3 66,7 16,7 10,0 56,7 6,7 10,0 26,7 13,3 33,3 26,7 Berdasarkan karakteristik sosiodemografi yang diperoleh di atas, maka dapat dijelaskan untuk setiap karakteristik sosiodemografi, sebagai berikut : 1. Jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mendapat obat racikan adalah perempuan sebesar 66,7% atau sebanyak 20 responden dan laki-laki sebesar 33,3% atau sebanyak 10 responden. 34 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh Kristina, Prabandari dan Sudjaswadi (2007), yang sejalan dengan hasil penelitian Hebeeb dan Gearhart (1993) serta Worku dan Abebe (2003) yang menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan perilaku pengobatan sendiri. Tse, Chung dan Munro (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa responden perempuan lebih banyak melakukan pengobatan sendiri secara rasional. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, responden perempuan banyak terlibat dalam pengobatan anggota keluarganya dibandingkan dengan responden laki-laki. Dengan demikian, baik langsung ataupun tidak, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku pengobatan sendirinya. 2. Usia Rentang usia kurang dari atau sama dengan 33 tahun merupakan kategori usia yang paling banyak menjadi responden penelitian (53,3%). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), rentang usia tersebut termasuk ke dalam kategori usia muda yang idealnya telah bekerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif, sehingga jika menderita suatu penyakit atau gangguan kesehatan dapat mengakibatkan tidak mampu bekerja atau beraktifitas seperti biasanya. Dengan demikian upaya pencarian pengobatan pada responden yang berusia kurang dari 33 tahun dilakukan dengan segera sehingga tingkat produktifitasnya dalam bekerja tidak terganggu. Rentang usia yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara 18 – 65 tahun dengan rata-rata umur 33 tahun. Dipilih umur dengan rentang 18-65 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 dimaksudkan agar memudahkan penelitian dalam menemukan responden. Alasan lain dalam pemilihan rentang usia ini adalah umur 18 tahun menurut World Health Organization (WHO, 2015) dianggap dewasa awal, sehingga diharapkan sudah dapat memberikan pendapat dengan bertanggungjawab, sedangkan umur 65 tahun adalah umur lanjut usia yang masih dapat berkomunikasi dengan baik. Dari penelitian ini dapat dilihat hasil responden yang kurang dari 33 tahun sebesar 47% dan lebih dari 33 tahun adalah 53%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), yang menyatakan bahwa kelompok umur di bawah 30 tahun secara fisiologis masih sehat, sehingga kemungkinan untuk menggunakan obat-obatan masih sedikit. Hal ini memberikan peluang terjadinya permasalahan yang berhubungan dengan pengobatan (drug related problem) yang kecil. Sebaliknya, kelompok umur lebih dari 30 tahun mulai merasakan tidak optimal kesehatannya atau mengalami tanda-tanda penyakit degeneratif. Hal ini menyebabkan meningkatnya penggunaan obat, dan peluang terjadinya drug related problem semakin besar, sehingga mengakibatkan ketidakrasionalan penggunaan obat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Shankar, Partha dan Shenoy (2002) serta Worku et al. (2003) yang berpendapat bahwa kelompok umur kurang dari 30 tahun lebih banyak yang melakukan pengobatan sendiri secara rasional. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37 3. Pendidikan terakhir Dari penelitian ini diperoleh hasil, responden yang memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau tidak dapat menyelesaikan pendidikan 9 tahun sebanyak 26,7%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13,3%, Sekolah Menengah Atas 33% dan Universitas sebanyak 26,7%. Ekonomi didalam sebuah keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam tingkat pendidikan individu. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Mutiarini (2012) yang menemukan bahwa mayoritas responden yang menebus resep kembali di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budi Asih mayoritas berpendidikan menengah kebawah yaitu tingkat SMA kebawah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan, yakni 73% responden berpendidikan menengah kebawah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden dengan pendidikan tinggi tidak mudah terpengaruh dengan iklan obat di media dan lebih banyak membaca label pada kemasan obat sebelum mengkonsumsi obat. Mereka juga lebih sering menggunakan obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Figueras, Caamano dan Gestal-Otero (2000), yang menyatakan bahwa responden berpendidikan tinggi lebih banyak yang melakukan pengobatan sendiri secara rasional. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin rasional dan berhati-hati dalam memilih obat untuk pengobatan sendiri. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38 4. Pekerjaan Sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS (2007) yang menyatakan bahwa angkatan kerja penduduk diatas 15 tahun berada pada sektor perdagangan, rumah tangga dan jasa akomodasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pegawai swasta merupakan mata pencaharian yang paling didominasi oleh responden yaitu sebesar 56,7%. Warga yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 5 orang (16,7%), Pegawai Negri Swasta (PNS) sebanyak 3 responden atau 10%, Tani sebanyak 2 responden atau 6,7% dan mahasiswa sebanyak 3 responden atau sebesar 10%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan oleh Kristina dkk. (2007), responden yang bekerja umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, sering berhubungan dengan dunia luar ataupun berinteraksi dengan rekan kerjanya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supardi, Sampurno dan Notosiswoyo (2002), yang menyatakan bahwa pekerjaan (bekerja atau tidak bekerja) berhubungan signifikan dengan perilaku pengobatan sendiri. Ibu yang bekerja mempunyai perilaku pengobatan sendiri yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Menurut Kristina dkk. (2007), probabilitas perilaku pengobatan sendiri yang rasional akan meningkat jika tingkat pendidikan responden tinggi, responden bekerja, responden dengan sikap yang baik dan pengetahuan tentang pengobatan sendiri yang tinggi, serta responden dengan jenis kelamin perempuan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 B. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Resep Racikan Kuesioner yang diberikan kepada responden berisi 11 pertanyaan. Tabel III menjelaskan distribusi jawaban dari kuesioner yang mengukur tingkat pengetahuan responden. Tabel III. Distribusi Jawaban Kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden dengan N=30 Jumlah responden menjawab benar Persentase (%) 25 83,3 21 70,0 Soal No. 3 : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan 13 43,3 Soal No. 4 : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul 27 90,0 13 43,3 27 90,0 25 83,3 22 73,3 30 100,0 20 66,7 22 73,3 No. Soal Pengetahuan Soal No.1 : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat Soal No. 2 : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat Soal No. 5 : Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak) Soal No. 6 : Orang yang sulit menelan akan mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air Soal No. 7 : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak Soal No. 8 : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus Soal No. 9 : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya Soal No. 10 : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak Soal No. 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40 Setiap pertanyaan dalam kuisioner tersebut memiliki makna masingmasing yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Soal nomor satu : Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat Pertanyaan tersebut berisi tentang pengertian obat racikan dimana sebagian besar responden memahami isi dari pertanyaan tersebut. Hal ini sesuai dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 83,3% responden dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Sejumlah 83,3% responden telah memahami bahwa obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat yang dicampur menjadi satu merupakan pengertian dari obat racikan. Masih terdapat 16,7% responden lainnya yang belum mengetahui pengertian dari resep racikan dengan menjawab “tidak” atau “tidak tahu”. Apabila seseorang telah memahami maksud dari obat racikan dengan baik maka akan meningkatkan angka keberhasilan dalam pengobatan. Terdapat beberapa keuntungan jika seseorang telah memahami obat racikan dengan baik, yaitu pengobatan yang dilakukan aman dan efektif. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tentang obat racikan. Setelah responden mengetahui arti atau pengertian dari resep racikan maka diharapkan responden dapat memberikan pandangan atau pendapat terkait dengan resep racikan sesuai dengan pengalaman yang didapatkannya. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 41 Soal nomor dua : Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh responden sebanyak 70%. Obat Racikan merupakan campuran beberapa bahan berkhasiat dengan dosis yang sudah ditentukan oleh dokter, yang berfungsi untuk dapat mengobati sakit yang diderita pasien. Sebanyak 30% responden lainnya menjawab tidak pada pertanyaan ini. Hal ini menunjukkan bahwa responden tersebut belum mengetahui bahwa obat racikan dibuat dengan cara mencampur beberapa bahan obat berkhasiat. Pengetahuan responden yang masih kurang akan obat racikan juga dapat menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan ini. 3. Soal nomor tiga : Bentuk obat racikan dapat berupa cairan Bentuk obat racikan dapat berupa cairan. Pengetahuan tersebut belum dipahami dengan baik oleh sebagian besar responden (56,7%). Hanya terdapat 43,3% responden yang mengetahui bahwa obat racikan juga terdapat dalam bentuk cair, misalnya sirup atau dry sirup. Dry Sirup merupakan bentuk sirup kering yang berada dalam bentuk serbuk atau butiran formulasi farmasi, yang dikemas dengan botol kering untuk menjaga stabilitas bahan. Pada saat akan dikonsumsi baru direkonstitusi dengan aqua (Switzer, 2014). Selama ini sebagian besar masyarakat mengenal puyer (bentuk padat atau serbuk) sebagai salah satu bentuk obat racikan, sehingga masyarakat kurang mengetahui jika PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 ternyata obat racikan juga ada dan bisa berupa cairan. Responden mengetahui berbagai macam bentuk obat racikan sesuai dengan pengalamannya dalam mendapatkan obat racikan. 4. Soal nomor empat : Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul. Pertanyaan ini menggambarkan salah satu bentuk obat racikan yang dikemas dalam kapsul. Sebanyak 90% responden memilih jawaban yang benar, karena sebagian besar masyarakat sudah mengetahui bahwa kapsul lazim digunakan untuk mempermudah konsumsi obat, baik obat herbal maupun kimia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1995), biasanya digunakan untuk menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh obat tertentu, sehingga untuk menutupi rasa yang tidak enak. Sebagian besar kapsul dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dibuat dengan metode cetak, dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Responden yang menjawab salah hanya sebesar 10%, ketidaktahuan mereka mungkin disebabkan karena pengalaman mereka tentang obat racikan yang selama ini mereka dapatkan hanya dalam bentuk serbuk atau puyer, bukan dalam bentuk kapsul, karena menganggap bahwa bentuk kapsul merupakan obat yang dikeluarkan oleh pabrik, bukan obat racikan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 5. Soal nomor lima : Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 56,7% responden yang tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar. Hanya 43,3% responden menjawab benar. Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis) (Anief, 2006). Tingginya angka ketidaktahuan bahwa obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pengobatan luar ini menandakan bahwa masyarakat belum mengetahui dengan baik macam atau bentuk obat racikan. Menurut resep dokter obat racikan dalam bentuk serbuk hanya digunakan untuk mengobati penyakit yang direkomendasikan oleh dokter tersebut, bukan untuk penyakit yang lain. Dalam praktiknya banyak masyarakat yang menganggap bahwa dalam racikan obat dapat juga untuk pengobatan luar seperti gatal dan luka sehingga tingkat pengetahuan mereka tentang pemakaian obat racikan serbuk masih rendah. 6. Soal nomor enam : Orang yang sulit menelan lebih mudah menggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air Terdapat 90% responden yang menjawab benar pertanyaan ini berarti sebagian besar responden sudah memahami bahwa obat racikan dalam bentuk puyer sangat membantu bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan obat terutama dalam bentuk tablet atau kapsul. Menurut Badan Pengawas PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI, 2015) biasanya pasien yang kesulitan dalam menelan obat bentuk tablet ini adalah geriatri dan pediatri. Pasien geriatri lemah atau sulit untuk menelan tablet, jika tertinggal di mulut, dapat menyebabkan ulserasi. Jika memungkinkan akan sangat membantu bila dapat berdiskusi dengan pasien untuk pemberian obat dalam bentuk cairan maupun puyer, demikian juga sama halnya dengan pasien pediatri yang belum mampu menelan tablet atau kapsul. Sebanyak 10% responden lainnya yang menjawab salah. Ada beberapa keuntungan bagi pasien maupun tenaga medis dalam penggunakan obat racikan dalam bentuk serbuk (puyer) diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ikawati (2010) : a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak secara lebih tepat. b) Biayanya bisa ditekan menjadi lebih murah. c) Obat yang diserahkan kepada pasien hanya satu macam, walaupun mengandung banyak komponen. 7. Soal nomor tujuh : Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak Hasil jawaban responden terhadap pengetahuan ini menunjukkan sebanyak 83,3% responden mengetahui bahwa obat racikan dapat ditambah berbagai macam rasa, hal ini dimaksudkan agar memudahkan orang tua untuk memberikan obat kepada anak-anak, karena selama ini obat racikan dalam bentuk puyer berasa pahit. Untuk mengatasi rasa pahit ini, biasanya dokter mencampur obat racikan dalam bentuk puyer yang dikombinasi dengan syrup PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 yang diberikan berbagai macam tambahan perasa yang disukai anak-anak mislnya rasa buah. Menurut Lachman (1986 ) tidak mudah untuk menutupi rasa zat aktif obat yang sangat pahit terutama zat yang sangat larut dalam air. Untuk mengatasinya dapat dilakukan teknik penutupan rasa menggunakan pemanis. Penambahan pemanis dan pemberi rasa biasanya hanya untuk sediaan cair dan beberapa jenis tablet seperti tablet kunyah, hisap, bukal, sublingual, effervesenct dan tablet lain yang dimaksudkan untuk hancur dan larut dimulut. Penutup rasa tidak enak ini adalah zat yang tidak mempengaruhi khasiat, stabilitas dan penampilan sediaan. Flavor dan pemanis biasanya diformulasi untuk sediaan yang ditujukan kepada pediatric. Sebanyak 16,7% responden tidak mengetahui bahwa obat racikan ini dapat ditambah dengan berbagai zat tambahan sebagai perasa untuk menutupi bau dan rasa yang tidak enak. Salah satu permasalah tentang kesehatan yang paling sering dialami antara orangtua dan anak adalah minum obat. Balita yang sering memuntahkan kembali obatnya karena rasa yang tidak enak. 8. Soal nomor delapan : Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus Terdapat sebanyak 73,3% responden yang telah memilih jawaban benar bahwa bungkus yang digunakan pada obat racikan pulveres adalah kertas perkamen khusus. Menurut Anief (2006) pulveres adalah serbuk yang diracik dari satu atau beberapa bahan aktif, dicampurkan menjadi satu dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam bagian-bagian yang sama rata PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 dan dibungkus menggunakan kertas perkamen, biasanya ditujukan untuk pemakaian oral. Penggunaan pulveres lebih banyak diberikan kepada pasien anak-anak yang masih belum mampu menelan obat dalam bentuk kapsul atau tablet secara baik, maka puyer menjadi salah satu pilihan alternatif yang dianggap lebih efisien bila di berikan kepada pasien anak. Berbagai masalah tentang penyediaan obat telah banyak dipublikasikan, terutama sediaan pulveres. Sediaan pulveres sebagai alternatif obat untuk anak telah menjadi perhatian khusus di pelayanan kesehatan. Pulveres memang memiliki beberapa keuntungan dari sediaan lainnya, antara lain; dosis mudah disesuaikan dengan berat badan anak secara tepat, obat dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pasien, praktis, dan cara pemberian yang mudah khususnya untuk anak yang masih kecil yang belum dapat menelan tablet (Wiedyaningsih, 2013). 9. Soal nomor sembilan : Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan benar oleh seluruh responden, yakni sebanyak 100%. Penyimpanan obat akan mempengaruhi stabilitas dan efektifitas dari kandungan obat. Cara menyimpan obat yang benar menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (BINFAR, 2008) secara umum, yang pertama adalah jauhkan dari jangkauan anak-anak, kedua : simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat, ketiga : simpan obat ditempat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang tertera pada kemasan, keempat : jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat, kelima : jangan simpan obat yang telah kadaluarsa. Penyimpanan khusus, pertama : untuk tablet dan kapsul, jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab, kedua : untuk sediaan obat cair atau jangan disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat tersebut (BINFAR, 2008). Dari angka yang ditunjukkan maka dapat diartikan bahwa seluruh responden pada penelitian ini sudah memahami cara penyimpanan obat dengan benar. 10. Soal nomor sepuluh : Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak; dan nomor 11 : Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer). Sebagian besar responden memberikan jawaban yang benar untuk pernyataan “obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak” dengan persentase sebesar 66,7%. Pernyataan untuk “obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer)” juga telah dijawab dengan benar oleh responden ditunjukkan dengan hasil persentase sebesar 73,3%. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48 Sebanyak 33,3% dan 26,7% responden menjawab salah tentang kondisi obat racikan yang sudah rusak. Dari angka persentase tersebut dapat diartikan bahwa responden yang menjawab salah pada pertanyaan nomor 10 dan 11 ini belum mengetahui cara atau ciri-ciri obat racikan yang dikatakan sudah rusak akibat menyimpan obat yang tidak benar. Pengetahuan yang masih kurang akan perubahan bau, bentuk dan warna ini dapat membahayakan pasien jika tetap dikonsumsi. Menurut BINFAR (2008) pengantar zat berkhasiat yang terdapat dalam sediaan obat, selalu mempunyai masa aktif untuk tujuan pengobatan tertentu. Biasanya tertulis pada kemasan atau lembar informasi. Sediaan cair lebih jelas dilihat apabila kadaluarsa, yaitu terjadi perubahan bentuk cairan, perubahan warna, timbul bau atau timbul gas akibat reaksi antar zat didalam obat tersebut. Sementara untuk sediaan obat dalam bentuk padat apabila sudah mencapai masa kadaluarsa, biasanya terjadi perubahan fisik. Kerusakan obat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti udara yang lembab, sinar matahari, suhu, goncangan fisik. Pada Gambar 5 terdapat diagram distribusi tingkat pengetahuan responden. Kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000) : 1. Kategori baik, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori buruk, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60% PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 Hasil dari penelitian ini diperoleh 46 % responden yang tergolong dalam kategori baik. Berarti 46 % responden tersebut memiliki pengetahuan yang baik tentang obat racikan dengan diwakili dari 11 pertanyaan diatas. Kategori sedang tentang pengetahuan obat racikan sebanyak 37% responden dan 17% responden termasuk dalam kategori buruk. Hasil diatas menyatakan bahwa tingkat pengetahuan tentang resep racikan pada responden memiliki pengetahuan baik yang diwakili oleh 11 pertanyaan di atas. 50% 46% 45% 40% 37% 35% 30% 25% 20% 17% 15% 10% 5% 0% Baik Sedang Buruk Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Responden dengan N= 30 Mayoritas responden telah memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 46%, didukung dengan pengetahuan yang sudah dijabarkan diatas, dengan hasil 80% pada beberapa item yang ditanyakan kepada responden. Tingkat pengetahuan responden tertinggi terdapat pada pengetahuan item nomor sembilan yaitu “obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya”, tingkat pengetahuan terendah terjadi pada item nomor tiga PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 “bentuk obat racikan dapat berupa cairan” dan nomor lima tentang pengetahuan obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar. Tingkat pengetahuan yang tinggi ini didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa responden, misalnya seperti hasil wawancara dengan Ibu berinisial AK yang menyatakan dalam Bahasa Jawa : “mesthine nggih wonten obate sing dicampur-campur niku tha soale kan diparingi kapsul niku wonten sing warnane pethak kalih biru napa napa niku tha” yang artinya “mestinya ya ada beberapa obat yang dicampur-campur disitu soalnya kan dimasukkan dalam kapsul disitu ada yang warnanya putih dan biru dan warna-warna lainnya begitu”. Begitu juga dengan jawaban Ibu berinisial LI yang menyatakan bahwa : “Hmmmm, resep racikan... biasanya ini ya kalo... biasanya khusus anak-anak ya, ya biasanya dicampur-campur gitu, heeh, jadi biasanya dicampur ya jadi nanti ada anti alergi dicampur apa dicampur apa. Biasanya kayak gitu”. Walaupun secara definitif belum benar, namun responden telah memahami apa yang dimaksud dengan obat racikan. Ada juga responden yang dapat mendefinisikan dengan benar seperti jawaban responden berinisial PE dengan pertanyaan pengetahuan tentang pengertian obat racikan, responden berinisial PE menyampaikan, “Resep yang terdiri dari beberapa itu ya? macam-macam obat yang diramu jadi satu lalu dimasukkan kapsul“. Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh responden dapat dinyatakan bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan obat racikan. Pendapat yang disampaikan mengenai definisi obat racikan ini sesuai dengan pengalaman responden dalam mendapatkan obat racikan. Ada juga responden yang sebenarnya sudah mengetahui tentang obat racikan tetapi tidak dapat mengungkapkannya namun hanya dapat membedakan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51 dari bentuk dan warna obatnya (warna kemasan kapsul) seperti pernyataan yang diungkapkan AK. Hasil wawancara dengan responden berinisial TL yang menyebut bahwa obat racikan adalah obat yang berbentuk bubuk atau serbuk. Untuk membantu mejabarkan apa yang dimaksud dengan bubuk atau serbuk oleh responden, maka dibantu dengan memberikan gambaran kepada responden demikian “beberapa obat berkhasiat yang dicampur jadi satu?” setelah diberikan gambaran dan penjelasan demikian barulah responden memahami apa yang dimaksud dengan obat racikan. Beberapa responden tidak tahu sama sekali apa yang disebut dengan obat racikan, misalnya hasil wawancara dengan responden berinisial SR, responden berinisial SP dan responden berinisial IF yang menyatakan bahwa mereka tidak tahu sama sekali apa itu obat racikan. Motivasi mereka datang ke instalasi farmasi adalah untuk mendapatkan obat seperti yang diresepkan oleh dokter, sehingga tidak peduli apakah obat tersebut merupakan obat racikan atau obat jadi yang berasal dari pabrik. Harapan mereka adalah obat ini dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya, sehingga mereka tidak pernah memperhatikan apakah obat yang diberikan itu obat racikan atau bukan. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh responden berinisial AH menyatakan bahwa : “lupa e mbak, aku ya gimana ya? yawes gini tinggal taunya minum aja lah, ga tau obate apa sing penting mari” yang artinya “saya lupa mbak, saya hanya tahu untuk minum obatnya saja, tapi tidak tahu obatnya apa, yang penting sembuh”. Pengetahuan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dimana pengetahuan dapat mempengaruhi hasil penelitian ini terkait dengan pemahaman responden mengenai sebuah penyataan, pemberian jawaban dan pendapat yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52 diungkapkan. Pendidikan yang tinggi sangat menentukan tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan yang dimilikinya. Tidak semua yang memiliki pengetahuan yang baik, memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi pula, karena di era dewasa ini informasi dapat diperoleh dengan mudah melalui berbagai macam sumbersumber pengetahuan. Beberapa diantaranya seperti : televisi, majalah, media sosial, radio maupun seminar-seminar (Azwar, 1995). Seseorang yang memiliki kemampuan membaca dan menulis tentunya tidak akan kesulitan dalam memperoleh pengetahuan tentang obat dan resep racikan tanpa harus memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi (Notoatmodjo, 2010). Menurut Bloom yang disadur oleh David (2002) tingkat pengetahuan merupakan suatu aspek bagaimana individu menerima, mempelajari, menalar, mengingat, dan berpikir tentang sesuatu. Domain pengetahuan seseorang dapat memengaruhi sikap maupun perilaku dalam melakukan suatu tindakan. Menurut Notoatmodjo (2010) domain pengetahuan dibagi menjadi enam yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Domain afektif (sikap) yaitu ketika seseorang melakukan sesuatu berdasarkan pada perasaan. Berbeda dengan domain psikomotorik (ketrampilan) yang mengarah pada gerakan seseorang ketika melakukan sesuatu (Bastable dan Susan, 2002). Hasil wawancara responden yang seluruhnya menyatakan bahwa mereka tahu bagaimana menyimpan obat dengan baik yakni secara umum diletakkan dijauhkan dari jangkauan anak-anak, diletakkan di tempat yang sejuk, kering dalam kemasan aslinya dan terlindung dari sinar matahari. Seperti PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53 disampaikan oleh responden dengan inisial NI “kalau simpan obat di rumah biasanya ya itu di kotak obat itu”. Responden juga sudah sadar bahwa harus meletakkan obat di tempat yang aman dan dijauhkan dari jangkauan anak-anak seperti ungkapan berikut dari responden berinisial LI : “Yang pasti ya itu harus jauh dari anak kecil, nanti takutnya diminum… takutnya diminum satu botol gitu, hehehe Iya kan manis kan, diminum terus gara-gara manis” Responden tidak pernah membandingkan secara langsung antara obat racikan dan bukan racikan dengan obat yang sama, seperti yang diungkapkan oleh responden berinisial NI : “ya kita si nggak pernah bandingin ya lebih murah atau enggak, soalnya kan kalau udah beli di apotek ya udah ga beli lagi obat yang sama di Rumah Sakit. Jadi ga tau mana yang lebih murah”, pernyataan serupa juga diungkapkan oleh responden berinisial TI : “entah ya, wong saya itu nggak pernah beli eh, palingan kalau misalnya sini nggak ada obatnya baru, saya beli diluar gitu”. Selain itu beberapa responden dalam penelitian ini membayar jasa kesehatan dengan menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sehingga sulit bagi mereka untuk mengetahui apakah obat racikan ini lebih murah atau tidak jika dibandingkan dengan obat yang bukan racikan. Beberapa responden memahani bahwa obat racikan lebih murah seperti yang diungkapkan oleh responden dengan inisial LL : “Lebih murah sih kayaknya. karena campuran-campuran ya..jadi kan ga harus beli satu-satu, mungkin itu kali ya yang bikin murah”. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 Setelah diberikan gambaran atau contoh perbandingan apakah obat racikan lebih ekonomis atau murah jika dibandingkan dengan obat non racikan, barulah responden memahami dan dapat menyimpulkan bahwa obat racikan lebih murah. Dalam hal pengalaman responden, tidak ada satupun responden yang ikut andil untuk memilih bentuk sediaan yang akan diterima. Bentuk sediaan obat yang mereka terima seluruhnya ditentukan oleh dokter. Menurut pengakuan responden berinisial AN : “Biasanya sih dokter udah tau, mungkin udah kebiasaan kalau anak kecil kasih puyer, kalau udah besar kasih tablet gitu aja, jadi dia ga tanya kita maunya apa, tapi langsung ditulis aja”. Jadi menurut pendapat salah satu responden, dokter sudah memiliki kebiasaan tersendiri dalam menentukan bentuk sediaan bagi pasien dengan beberapa pertimbangan khusus yang mereka miliki. Selain karena dokter sudah memiliki kebiasaan khusus dalam menentukan bentuk sediaan obat, tingkat pengetahuan responden mengenai berbagai bentuk sediaan farmasi yang relative kurang juga menjadi salah satu penyebab responden belum mampu mengambil keputusan tentang obat yang akan mereka konsumsi, yaitu untuk memilih bentuk sediaan yang sebenarnya mereka kehendaki, sehingga pasien hanya mengikuti apa yang diputuskan oleh dokter. Hal ini bertentangan dengan pendapat Wiedyaningsih (2013) yang menyatakan bahwa dokter meresepkan racikan karena permintaan dari keluarga pasien demi kemudahan meminum obat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 C. Sikap Responden Tentang Obat Racikan Kuesioner sikap responden tentang obat racikan merupakan kuisioner bagian ketiga yang diberikan kepada responden yang terdiri dari 9 pertanyaan dan sudah dijawab responden. Pada Tabel IV berisi data distribusi jawaban kuesioner mengenai sikap responden. Tabel IV. Distribusi Jawaban Kuisioner Sikap Responden dengan N=30 Soal No. 1 : Menurut saya obat racikan bermanfaat Jumlah Responden yang menyatakan sifat positif 29 Soal No. 2 : Menurut saya obat racikan dibutuhkan 28 93,3 Soal No. 3 : Menurut saya obat racikan praktis untuk digunakan Soal No. 4 : Saya selalu sembuh jika menggunakan obat racikan Soal No. 5 : Menurut saya menebus obat racikan 30 100 22 73,3 9 30,0 5 16,7 5 16,7 16 53,3 9 30,0 No. Soal Sikap harus menunggu dengan waktu yang relatif lama Soal No. 6 : Saya biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan Soal No. 7 : Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung Soal No. 8 : Menurut saya puyer yang saya simpan mudah rusak Soal No. 9 : Saya tidak pernah mendapatkan informasi terkait komposisi maupun jumlah bahan Persentase (%) 96,7 obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan Setiap pertanyaan tersebut memiliki makna masing-masing yang akan dijelaskan sebagai berikut : PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1. 56 Soal nomor satu : Menurut saya obat racikan bermanfaat Pertanyaan pertama berisi tentang manfaat obat racikan bagi responden, dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa obat racikan bermanfaat bagi mereka. Hal tersebut sesuai dengan diperolehnya 96,7% responden yang memberikan sikap positif. Tingginya sikap positif ini kemungkinan karena obat racikan dapat dikemas dalam berbagai bentuk. Bentuk yang ditemui oleh responden misalnya puyer, kapsul, dry sirup dapat memudahkan pasien yang sukar menelan tablet dan kapsul. Alasan lain untuk tingginya sikap positif ini adalah lebih praktis untuk mengkonsumsi obat racikan karena tidak perlu minum beberapa obat secara bergantian, tetapi sudah dicampur menjadi satu. Tetapi masih terdapat 3,3% responden lainnya yang memberikan sikap negatif. Manfaat obat racikan yang dimaksud oleh responden disini lebih kearah praktis seperti yang disampaikan oleh responden berinisial NU : “kan kalau misalnya resep racikan itu kan ada 3 obat dicampur jadi satu trus dikapsul atau dipuyer gitu ya. Itu lebih praktis daripada harus minum obat satu tablet jeda beberapa menit minum satu tablet lagi. Iya,lebih praktis dan lebih enak kasih minum anaknya”. 2. Soal nomor dua : Menurut saya obat racikan dibutuhkan Pertanyaan kedua tersebut berisi tentang kebutuhan obat racikan dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa obat racikan masih sangat dibutuhkan oleh pasien. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 93,3% responden memberikan sikap yang positif. Tetapi masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan sikap negatif. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57 Obat racikan memang sangat dibutuhkan oleh pasien, misalnya seperti puyer yang digunakan untuk anak-anak akan memiliki dosis yang dapat disesuaikan dengan umur dan berat badan bayi atau anak-anak sehingga dosisnya lebih tepat, berbeda dengan obat-obat yang berasal dari pabrik biasanya hanya didasarkan pada kategori umur saja. Sementara umur seseorang yang sama belum tentu memiliki karateristik yang sama seperti berat badan seseorang. Begitu juga bagi orang dewasa. Seperti sekarang ini, pengobatan mulai bergeser kearah individual, jadi tidak dapat meyamaratakan antara individu satu dengan individu lainnya. Hasil yang didapatkan ternyata bertentangan dengan pernyataan Jimmy (2009) yang mengatakan bahwa pasien menolak untuk diberikan obat bentuk serbuk karena beberapa isu miring yang beredar akhir-akhir ini. 3. Soal nomor tiga : Menurut saya obat racikan praktis untuk digunakan Pertanyaan tersebut berisi tentang kepraktisan obat racikan dimana seluruh responden menyatakan bahwa obat racikan sangat praktis bagi pasien. Hasil penelitian menemukan bahwa seluruh responden 100% telah memberikan sikap positif bahwa obat racikan lebih praktis digunakan dibandingkan harus menggunakan obat dalam beberapa tablet atau kapsul. Menurut Wiedyaningsih (2013) dalam disertasinya berjudul “Faktor Pendorong Peresepan Racikan Untuk Pasien Anak Rawat Jalan” mengemukakan, pemberian resep racikan oleh dokter juga didorong oleh faktor yang berhubungan dengan pasien. Dokter meresepkan racikan karena PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 permintaan dari keluarga pasien demi kemudahan dalam meminum obat pada orang-orang yang sukar menelan tablet dan kapsul. Yang dimaksud dengan praktis dalam penelitian ini adalah hanya sekali minum obat. Praktis disini berarti tidak perlu minum 2 atau 3 kali seperti minum tablet atau kapsul. Kepraktisan inilah yang akan membantu orang tua untuk lebih mudah memberikan obat kepada anak-anak. Keunggulan lainnya dengan bentuk puyer adalah dapat diberi tambahan rasa yang disukai anak-anak. 4. Soal nomor empat : Saya selalu sembuh jika menggunakan obat racikan Pertanyaan tersebut berisi tentang tingkat kesembuhan responden pada saat menggunakan obat racikan dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa pasien selalu sembuh jika menggunakan obat racikan. Hal ini berkaitan erat dengan kepercayaan pasien akan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 73,3% responden memberikan sikap yang positif. Tetapi masih terdapat 26,7% responden lainnya yang memberikan sikap negatif. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Soedibyo (2009) yang menyebutkan : “bahkan sebagian berasumsi obat puyer lebih manjur dan lebih tepat untuk anak. Hal ini tidak terlepas dari peran dokter yang terbiasa memberikan obat puyer, dan keyakinan masyarakat bahwa setiap dokter punya obat racikan tersendiri yang merupakan campuran dari beberapa obat dengan dosis tertentu”. Wiedyaningsih (2013) menemukan bahwa hasil penelitian terhadap 22 dokter yang tersebar di lima kabupaten atau kota di DIY diketahui bahwa PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59 pertimbangan dokter untuk meresepkan obat racikan salah satunya dikarenakan faktor terapi. Keyakinan bahwa meresepkan racikan bermanfaat untuk menyesuaikan pengobatan dengan kondisi klinis pasien merupakan faktor paling berpengaruh. Keputusan meresepkan obat racikan juga digunakan sebagai solusi apabila pengobatan sebelumnya tidak menunjukkan kesembuhan pasien, “Banyak dokter yang meresepkan racikan karena keterbatasan bentuk sediaan obat untuk anak di institusinya. Misalnya saja puskesmas hanya menyediakan obat sediaan generik bentuk obat tunggal dalam sediaan tablet, sementara yang berbentuk sirup sangat terbatas”. 5. Soal nomor lima : Menurut saya menebus obat racikan harus menunggu dengan waktu yang relatif lama; dan enam : Saya biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan Pertanyaan ke lima dan enam berisi tentang waktu yang dibutuhkan untuk menebus obat racikan dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa pasien harus menunggu dengan waktu yang cukup lama untuk menebus obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 70% responden menyatakan benar bahwa untuk menebus obat racikan membutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya 30% responden lainnya yang menyatakan tidak. Untuk pertanyaan ke enam, yang menyatakan bahwa responden biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan, sebagian besar menyatakan “ya” yaitu sebanyak 83,3% dan 16,7% menyatakan “tidak”. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60 Waktu untuk menebus obat racikan yang relatif lama ini disebabkan karena pembuatan obat racikan memang memakan waktu untuk menyiapkan bahan obat, penimbangan, peracikan dan pengemasan, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Standar pelayanan minimal rumah sakit berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 untuk pelayanan obat jadi adalah ≤ 30 menit dan untuk resep racikan adalah ≤ 60 menit. Hayaza (2013) dalam analisis kepuasan pasien menyebutkan bahwa pelayanan di Puskesman Surabaya Utara untuk non racikan <20 menit dan racikan <40 menit. Pada dasarnya pelayanan Instalasi Farmasi sudah sesuai dengan standart pelayanan yang seharusnya, seperti yang disampaikan oleh responden AN : “iya mbak, kalau dapat obat racikan itu lama, sekitar 30-45 menitan lah mbak. Ya sekitar segitu mbak. Soalnya anu mbak itu kan ya lama karna antrinya juga banyak kan, ya tergantung antrian mbak”. Seperti yang sudah disampaikan oleh responden AN yang menebus obat di instalasi farmasi rumah sakit biasanya harus menunggu antrian yang panjang sehingga menambah persepsi sikap negatif mereka tentang lamanya menebus obat racikan. 6. Soal nomor tujuh : Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung Pertanyaan ketujuh berisi tentang melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung, dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa tidak melihat proses pembuatan obat racikan tersebut secara langsung. Dari 30 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 83,3% responden menyatakan tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung dan hanya 16,7% responden lainnya yang menyatakan melihat proses pembuatannya secara langsung. Peracikan obat di instalasi farmasi rumah sakit atau apotek selama ini hanya dilakukan di ruang yang tertutup yang tentunya tidak dapat dilihat langsung oleh konsumen. Selama ini, belum pernah ditemui instalasi farmasi yang memperlihatkan proses peracikan obat kepada pasien secara langsung. Hal ini dimunculkan sebagai pertanyaan untuk mengetahui apakah sebenarnya pasien ingin melihat secara langsung proses peracikan obat mereka. Jika ternyata hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien ingin melihat proses pembuatan secara langsung, maka nantinya hal ini dapat menjadi dasar bagi pelayanan kefarmasian untuk memperlihatkan proses pembuatan obat racikan secara langsung. Jika pasien dapat melihat secara langsung proses pembuatan obat ini, maka pasien dapat memastikan kebersihan dan higienitas obat yang dibuat oleh apoteker maupun asisten apoteker tersebut. Keuntungan lain apabila pasien dapat melihat secara langsung proses peracikan ini maka dapat membantu menghilangkan rasa bosan pasien dalam menunggu pelayanan obat racikan. Dengan melihat proses yang higienis ini maka kepercayaan pasien terhadap apoteker akan bertambah, oleh karena itu apoteker juga harus memperhatikan apapun yang dilakukannya dalam proses peracikannya. Kepercayan pasien terhadap apoteker masih perlu ditingkatkan mengingat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62 masih banyak masyarakat yang belum mengenal adanya profesi apoteker dalam dunia kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Sari (2014). 7. Soal nomor delapan : Menurut saya puyer yang saya simpan mudah rusak Pertanyaan kedelapan berisi tentang puyer yang disimpan apakah mudah rusak atau tidak. Sebagian besar responden 53,3% menyatakan bahwa puyer yang disimpan tidak mudah rusak, sedangkan sisanya sebanyak 46,7% menyatakan mudah rusak. Salah satu kelemahan dari obat racikan terutama puyer adalah obat ini pengemasannya yang menggunakan kertas perkamen khusus namun tidak tahan terhadap air sehingga mudah rusak. Pembungkus obat merupakan salah satu bentuk “Guarantee” dalam pelayanan dan pemberian obat kepada pasien. Safety Consulting Incorporation (SCI, 2013) mencetuskan sebuah ide pembuatan sebuah sistem pembungkus obat sekali minum, dengan beberapa keunggulan seperti : 1. jenis-jenis obat yang akan dikonsumsi pasien sudah dimasukkan dalam 1 kemasan sekali minum. 2. Bahan baku khusus untuk obat dan transparan yang mempermudah kontrol petugas farmasi dan pasien karena jenis obat dapat dilihat langsung oleh pihak farmasi dan pasien. 3. Adanya label (nama instansi, nama pasien, alamat instansi, etiket penggunaan, apoteker dan komposisi obat) pada pembungkus obat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63 4. Mempermudah pihak farmasi dalam memberikan pelayanan obat kepada pasien. 5. Penyeragaman dalam mengemas obat. 6. Adanya seal yang merupakan “Guarantee” dari instansi pembuatnya. 7. Bahan dilapisi plastik sehingga tidak mudah rusak karena terkena percikan air. Kelebihan pembungkus obat sekali minum dapat menjadi “Guarantee” kebenaran obat yang diberikan kepada pasien dari instansi pembuatnya. Kemasan sekali minum ini dapat menjadi Guarantee karena memiliki seal atau segel sebagai penjamin bahwa obat ini baru dan asli, sehingga memberikan kesan profesional dari segi kemasannya. Pembungkus obat sekali minum yang dikemas secara modern, dapat mempermudah dan mempercepat pihak farmasi dalam menyiapkan obat sehingga tenaga farmasi dapat lebih dikonsentrasikan untuk pengetahuan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), namun pengemasan obat dalam bentuk racikan ini harus mengalami perbaikan terus menerus. 8. Soal nomor sembilan : Saya tidak pernah mendapatkan informasi terkait komposisi maupun jumlah bahan obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan Pertanyaan kesembilan berisi tentang informasi dan komposisi obat yang diperoleh responden, dimana sebagian besar responden menyatakan tidak mendapatkan informasi terkait komposisi maupun jumlah bahan obat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64 yang tertulis dalam kemasan obat racikan. Dari 30 responden, 70% responden menyatakan tidak mendapatkan informasi komposisi dan jumlah bahan dari kemasan dan hanya 30% responden yang menyatakan mendapat informasi komposisi dan jumlah bahan dari kemasan obat tesebut. Responden tidak mendapat informasi secara spesifik dan detail pada kemasan obat. Sebagian kecil responden sudah mengetahui fungsi obat yang diberikan kepada mereka seperti sebagai penurunan panas, menghilangkan gejala flu, batuk dan lain sebagainya. Informasi yang diperoleh mengenai fungsi obat ini karena responden sudah mendapat obat tersebut secara berulang, bukan karena mendapatkan informasi dari kemasan obatnya. Hal ini menjadi koreksi bagi apoteker kedepan untuk semakin meningkatkan atau memperbaiki kemasan obat racikan agar pasien semakin paham dengan pengobatan yang didapat, selain dari kemasan seorang apoteker juga harus meningkatkan komunikasi dan informasi melalui konseling personal yang dilakukan kepada pasien. Pada Gambar 6 terdapat diagram distribusi sikap yang kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000) : 1. Kategori positif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80% 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80% 3. Kategori negatif, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60% Hasil dari penelitian ini diperoleh 56% responden tergolong dalam kategori negatif. Berarti 56% responden memiliki sikap negatif tentang obat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65 racikan dengan diwakili 9 pertanyaan diatas. Kategori positif tentang sikap responden pada resep racikan sebesar 34% dan 10% responden termasuk dalam sikap yang sedang atau netral. 60% 56% 50% 40% 34% 30% 20% 10% 10% 0% Positif Sedang Negatif Gambar 2. Distirbusi Sikap Responden dengan N=30 Sikap responden tertinggi terdapat pada pertanyan nomor tiga yaitu obat racikan merupakan obat yang praktis untuk digunakan, tingkat sikap terendah terdapat pada nomor enam tentang lama waktu menunggu untuk mendapatkan obat racikan lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan dan nomor tujuh yaitu responden tidak melihat proses peracikan obat secara langsung. Hal yang menyebabkan sikap negatif responden terhadap obat racikan adalah karena waktu tunggu yang cukup lama untuk menebus obat dan tidak dapat melihat proses peracikan obat secara langsung. Selain itu minimnya informasi yang diberikan kepada responden terkait obat yang diserahkan juga menjadi faktor PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66 penyebab rendahnya angka sikap ini. Hasil ini didukung dengan hasil wawancara, kepada responden dengan inisial AG yang menyatakan bahwa dibutuhkan waktu dua hari untuk menebus obat padahal obat ini segera butuhkan pasien untuk mengobati sakit punggung. Selain itu dokter langsung menuliskan resepnya tanpa memberikan informasi mengenai obat yang diberikan. AG juga menyampaikan bahwa harga obat racikan lebih murah, lalu lebih praktis penggunaanya karena diberikan dalam bentuk racikan, hanya saja harus menunggu sekitar 2 hari karena apotek kehabisan stok. Hal yang sama juga dirasakan oleh responden berinisial AM yang menyatakan bahwa beliau mendapatkan resep racikan dalam bentuk puyer untuk anaknya yang sakit pilek, tetapi tidak tahu nama obatnya apa karena tidak ada informasi yang disampaikan tentang kandungan obat tersebut. Bapak AM menyatakan bahwa obat racikan merupakan obat yang lebih praktis tetapi harus menunggu sekitar satu jam untuk pelayanannya. Berbeda dengan responden berinisial PR yang mendapatkan resep racikan dalam bentuk cream untuk mengobati luka akibat jatuh, membutuhkan waktu tunggu antara 15 – 20 menit, dan dia tidak mengetahui isi atau kandungan obat racikan tersebut karena memang tidak disampaikan oleh dokter maupun farmasis atau petugas farmasi. Sementara hasil wawancara dengan Ibu LA yang mendapatkan obat racikan dalam bentuk puyer untuk pengobatan sakit jantung karena nadinya yang dirasa terlalu cepat dibutuhkan waktu sekitar 30 menit sampai dengan 1 jam, dan beliau menyampaikan bahwa obat racikan ini lebih praktis namun tidak tahu apa isi kandungan obat racikan tersebut. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67 Berdasarkan hasil penelitian ini maka sikap responden terhadap obat racikan tidak sepenuhnya dinilai positif, karena menurut sebagian besar responden masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pelayanan obat racikan ini, terutama mengenai waktu penebusan obat yang membutuhkan waktu cukup lama. D. Harapan Responden Tentang Resep Racikan Kuesioner yang diberikan untuk mengetahui tingkat harapan responden berisi 7 pertanyaan dan sudah dijawab responden. Pada Tabel V berisi data distribusi jawaban kuesioner tingkat harapan responden. Tabel V. Distribusi Jawaban Kuesioner Harapan Responden dengan N=30 No. Soal Sikap Soal No. 1 : Saya berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat Soal No. 2 : Saya berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat diperbaiki Soal No. 3 : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya Soal No. 4 : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan Soal No. 5 : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat Soal No. 6 : Saya berharap ada informasi obat tertulis yang lebih rinci Soal No. 7 : Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen Jumlah Responden yang Memberi Harapan Tinggi Positif Persentase (%) 29 96,7 26 86,7 28 93,3 28 93,3 28 93,3 28 93,3 16 53,3 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68 Setiap pertanyaan tersebut memiliki makna masing-masing yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Soal nomor satu : Saya berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat Pertanyaan pertama yang menyatakan harapan responden untuk pelayanan obat racikan yang lebih cepat. Hal tersebut sesuai dengan diperolehnya 96,7% responden memberikan harapan yang tinggi terhadap adanya perbaikan waktu pelayanan obat racikan ini. Tetapi masih terdapat 3,3% responden lainnya memberikan harapan yang rendah. Akumulasi waktu yang dibutuhkan responden untuk mendapatkan pelayanan rumah sakit sudah cukup menyita waktu mulai dari pelayanan di ruang tunggu pendaftaran, pelayanan dokter, menunggu hasil lab sudah menimbulkan kejenuhan dalam diri pasien. Instalasi farmasi merupakan pelayanan akhir, sehingga ketika pasien berada di ruang tunggu farmasi, kejenuhan ini telah mencapai puncak atau klimaknya, dan hal ini akan mempengaruhi tingkat persepsi pasien mengenai pelayanan kefarmasian. Harapan yang tinggi terhadap kecepatan pelayanan obat racikan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto, Khasanah dan Supardi (2005) yang menyatakan bahwa harapan responden khususnya pada dimensi responsiveness, kecepatan pelayanan obat termasuk dalam kategori tinggi menurut 72% responden. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengharapkan pelayanan obat yang cepat menyebabkan perasaan pasien tidak nyaman karena kondisi sakitnya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. 69 Soal nomor dua : Saya berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat diperbaiki Pertanyaan kedua berisi tentang harapan pasien pada kemasan obat racikan misalnya puyer agar dapat diperbaiki. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 86,7% responden memberikan harapan yang tinggi. Tetapi masih terdapat 13,3% responden lainnya yang memberikan harapan rendah untuk perbaikan kemasan seperti puyer. Baik buruknya proses pengemasan obat racikan dan kualitas kemasan akan menentukan keawetan obat racikan yang disimpan oleh pasien. Hal ini tidak hanya karena proses pengemasan yang tidak benar, namun ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi. Tingginya harapan akan perbaikan kemasan obat ini didukung dengan ide yang dimunculkan oleh SCI (2013) yang mencetuskan sebuah ide pembuatan sebuah sistem pembungkus obat sekali minum dengan beberapa keunggulan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya (sub bab bagian c : sikap responden tentang obat racikan pada soal nomor delapan). 3. Soal nomor tiga : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya; dan nomor empat : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan Pertanyaan tersebut berisi tentang apakah pasien berharap bahwa pada kemasan obat racikan perlu disertakan informasi tertulis yang lebih rinci PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70 terkait dengan penggunaan dan cara penyimpanan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang tinggi. Tetapi masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan harapan yang rendah. Angka yang sama ditunjukkan untuk soal nomor empat yakni 93,3% responden memberikan harapan tinggi dan 6,7% responden memberikan harapan rendah. Pertanyaan ini diberikan kepada responden dengan maksud ingin mengetahui apakah dengan kertas perkamen yang selama ini digunakan untuk pengemasan puyer sudah cukup baik dan dapat diterima oleh masyarakat atau belum. Jika hanya dengan kertas perkamen saja ternyata belum cukup untuk menyimpan obat, karena obat masih musah rusak misalnya mudah basah jika tidak sengaja terkena percikan air. Seperti pernyataan dari salah satu responden berinisial LI : “kan ada macem - macem ya, kayak yang puyer itu kan ada masih kertas biasa itu.. tapi sudah ada yang diklip.. ya mungkin lebih enaknya itu yang udah di klip itu kan. Mungkin lebih tertutupkan dari pada yang di gulunggulung itu kan.. Gampang basah gitu ya … Heem rusak kayak gitu”. Selain itu faktor-faktor seperti kualitas bahan, stabilitas obat juga dapat menjadi salah satu pemicu kerusakan obat racikan. Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara (Voight, 1994). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI) (2008), penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71 dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer dan sekunder yang disertakan pada obat. Informasi yang tertera pada kemasan obat racikan hendaknya lebih jelas, tidak hanya ditulis pada kemasan luar seperti plastik pembungkus atau yang disebut kemasan sekunder, namun harus menempel langsung pada kemasan obat atau yang disebut kemasan primer, seperti botol, atau atau kertas perkamen. Menurut BPOM RI (2015), informasi yang hendaknya ditulis adalah nama pasien, tanggal, nomor dan aturan pakai pada etiket yang sesuai dengan permintaan dalam resep dengan jelas dan dapat dibaca. Etiket putih untuk obat dalam, etiket biru untuk obat luar, dan label kocok dahulu untuk sediaan emulsi dan suspense (PERMENKES, 2014). 4. Soal nomor lima : Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan pasien tentang informasi mengenai komposisi obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang tinggi. Masih terdapat 6,7% responden lainnya yang memberikan harapan yang rendah. Pertanyaan ini diberikan untuk mengetahui apakah pasien berharap dan ingin mengetahui bahan-bahan apa saja yang terkansung di dalam obat yang mereka konsumsi, walaupun tidak menuliskan beserta jumlah bahan yang terkandung di dalamnya. Menurut salah satu responden yaitu AH, komposisi obat ini tidak perlu dituliskan karena dikhawatirkan apabila pasien melihat langsung cara meracik dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72 mengetahui komposisi obat beserta jumlah bahannya maka pasien dapat membuat sendiri obat yang diperlukan sehingga tidak perlu kembali ke dokter. 5. Soal nomor enam : Saya berharap ada informasi obat tertulis yang lebih rinci Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan pasien mengenai informasi obat yang lebih rinci. Dari 30 responden yang diteliti diperoleh 93,3% responden memberikan harapan yang tinggi dan terdapat 6,7% responden yang memberikan harapan rendah. Yang dimaksud dengan informasi yang lebih rinci disini adalah menyertakan informasi tertulis yakni berupa print out yang berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan obat tersebut. Informasi tersebut dapat berupa file yang sudah disiapkan oleh petugas apotek atau rumah sakit. Seperti yang diberikan oleh perusahaan atau pabrik- pabrik obat, namun yang diharapkan disini adalah terkait komposisi atau jumlah bahan, indikasi secara umum, cara penyimpanan yang tepat terkait bentuk sediaan yang didapatkan oleh pasien, interkasi dengan makanan atau minuman tertentu. Jika memungkinkan ada koseling dengan pasien maka apa yang sudah disampaikan lisan oleh apoteker hendaknya sudah tertulis dalam print out yang akan diberikan kepada pasien tersebut, sehingga pasien dapat mengulang informasi yang sudah diberikan kepadanya. Dengan informasi yang diberikan semacam ini maka diharapkan kualitas kesehatan masyarakat dapat lebih meningkat. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73 6. Soal nomor tujuh : Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen Pertanyaan tersebut berisi tentang harapan untuk melihat secara langsung proses pembuatan obat racikan. Dari 30 responden yang diteliti dalam penelitian ini diperolehnya 53,3% responden menyatakan mengharapkan dapat mengetahui proses pembuatan obat racikan dan sebanyak 46,7% responden tidak mengharapkan. Tingginya angka harapan untuk dapat melihat proses peracikan obat secara langsung ini dapat menjadi pertimbangan di masa mendatang agar pelayanan kefarmasian dapat lebih transparan lagi dengan memperlihatkan secara langsung proses peracikannya. Mungkin dengan munculnya sebuah peraturan seperti misalnya setiap instalasi farmasi harus membuat ruangan yang steril namun transparan (dapat dilihat oleh pasien) dan tetap memperhatikan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Benar (CPOB). Dengan melihat proses peracikan secara langsung maka pasien dapat melihat kinerja bagian kefarmasian, sehingga dampak kedepannya adalah masyarakat semakin percaya kepada apoteker sehingga reputasi apoteker di mata masyarakat menjadi lebih baik. Berdasarkan data perolehan nilai responden dari setiap pertanyaan akan ditampilkan secara lengkap pada lampiran data nilai responden. Nilai dari setiap responden akan ditotal dan disajikan dalam bentuk persentase (%). Pada Gambar 7 terdapat diagram distribusi harapan pasien. Kemudian dikategorikan kedalam 3 kategori yang sesuai dengan kriteria dari setiap kategori tersebut. Kategori tersebut, yaitu sebagai berikut (Khomsan, 2000): PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74 1. Kategori tinggi, memiliki kriteria persentase nilai sebesar > 80%. 2. Kategori sedang, memiliki kriteria persentase nilai sebesar 60-80%. 3. Kategori rendah, memiliki kriteria persentase nilai sebesar < 60%. Hasil dari penelitian ini diperoleh 86% responden yang tergolong dalam harapan yang tinggi terhadap obat racikan. Berarti 86% responden tersebut memiliki harapan yang tinggi tentang obat racikan dengan diwakili 7 pertanyaan diatas. Pada kategori sedang tentang harapan responden pada resep racikan adalah sebanyak 0% responden dan sebanyak 14% responden termasuk dalam harapan yang rendah. Hasil diatas menyatakan bahwa harapan responden terhadap resep racikan ini termasuk dalam kategori tinggi yang telah terwakili oleh 7 pertanyaan. 100% 90% 86% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 14% 10% 0% 0% Tinggi Sedang Rendah Gambar 3. Distribusi Harapan Responden dengan N=30 Mayoritas responden memiliki harapan yang tinggi pada obat racikan yaitu sebesar 86%, didukung pada harapan antara 80%-100% pada beberapa item yang ditanyakan kepada responden. Harapan responden tertinggi terdapat pada PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75 pertanyaan nomor satu yaitu berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat, dan harapan terendah terjadi pada item nomor tujuh tentang berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen. Harapan pasien juga dapat dilihat dari hasil wawancara dengan ibu SU harapannya adalah : “ya maksudnya kalo buat lebih cepat, kalo kemasannya juga kalo boleh minta ya yang bagus”. Bapak AN juga ikut menyatakan harapannya “ya pastilah mbak, dari segi harga harusnya lebih terjangkau lah, harus di jaga dengan kualitas. Jangan sampai kok, kayak pengalaman kan yang murah kayak gitu, tau sendiri nah yang mahal baru bagus”. Permasalahan waktu penebusan menjadi harapan terbesar dari pasien yang melakukan penebusan obat, mengingat yang terjadi selama ini pengerjaannya masih relatif memakan waktu yang cukup lama untuk obat racikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dari Bapak AN yang menyatakan“nek saged nggih luwih cepet (kalau bisa ya lebih cepat)”. Hal senada juga disampaikan oleh Bapak AM yang menyatakan “ya waktu mungkin kalo bisa lebih cepat lebih bagus kan”. E. Rangkuman Pembahasan Dari penelitian ini didapatkan sebagian besar responden terutama usia produktif ≤ 33 tahun yaitu 16 responden (53,3%), dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang atau (66,7%), pekerjaan yang paling banyak adalah sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 17 orang responden (56,7%) dengan tingkat pendidikan rata-rata SMA sebanyak 10 responden (33,3%). Berdasarkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76 usia responden, tingkat pendidikan dan pekerjaan tampak bahwa kemampuan responden dalam menjawab kuesioner dapat dipertanggungjawabkan. Dari penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar responden (46%) telah memiliki pengetahuan yang baik tentang obat racikan, hanya 37% responden yang memiliki pengetahuan sedang dan 17% memiliki pengetahuan buruk. Kenyataan ini menunjukkan tingkat pengetahuan pasien terhadap obat racikan cukup tinggi dimana pengertian obat racikan sudah dimengerti oleh responden, jenis-jenis obat racikan yang dapat berupa bentuk cair, kapsul, padat atau serbuk, tidak hanya ditujukan untuk pemakaian oral (dalam) tetapi juga dapat digunakan untuk pemaikaian luar. Responden sudah mengetahui bagaimana mengidentifikasi obat yang sudah rusak. Cara penyimpanan obat yang baik juga sudah dimengerti oleh sebagian besar responden yaitu harus disimpan di tempat yang kering, masih dalam kemasan aslinya, terhindar dari matahari dan juga jangkauan anak-anak. Dari penelitian ini menunjukkan hasil 56% sikap pasien terhadap obat racikan termasuk kedalam kriteria negatif. Sikap yang negatif paling tinggi muncul pada pertanyaan waktu penyelesaian obat racikan yang dirasa lama oleh responden, bahkan ada salah satu responden yang menyebutkan bahwa dibutuhkan 2 hari untuk dapat menebus obat karena instalasi farmasi tersebut pada saat itu kehabisan stok obat. Selain itu responden tidak melihat secara langsung proses pembuatan obat racikan, artinya responden memiliki harapan yang tinggi untuk melihat proses peracikan obat yang mereka terima. Masih terdapat 34% responden yang bersikap positif terhadap resep racikan, yang berarti obat racikan merupakan obat yang masih dibutuhkan, bermanfaat, praktis, dan dipercaya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77 mampu menyembuhkan sakit yang diderita karena penggunaan obat racikan yang dapat disesuaikan dosisnya. Terdapat 10% responden dalam kategori sikap sedang atau netral. Ditinjau dari harapan pasien tentang obat racikan menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 86% memiliki harapan yang tinggi terhadap obat racikan. Harapan terbesar ada pada perbaikan waktu untuk melayani pembuatan resep racikan. Hal ini memberikan rekomendasi kepada pelayanan Instalasi Farmasi agar dapat mempercepat pelayanan obat racikan, walaupun sudah sesuai dengan standar pelayanan minimal rumah sakit berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 untuk pelayanan obat jadi adalah ≤ 30 menit dan untuk resep racikan adalah ≤ 60 menit. Hal ini dapat diperbaiki yakni dengan meningkatkan keahlian dan ketrampilan petugas farmasi, dan meningkatkan sarana dan prasarana agar dapat mempercepat pelayanan. Selain itu informasi yang diberikan kepada pasien dapat diperbaiki dan dilengkapi dengan informasi yang tidak hanya tertulis pada kemasan obatnya saja tetapi juga menyertakan informasi dalam bentuk print out. Pedoman peracikan obat pada Guideline to Pharmacy Compounding (National Association of Pharmacy Regulatory Authorities, 2006) meliputi beberapa kriteria yaitu personel, peralatan, kebersihan, pelabelan, pembungkusan, penyimpanan, dokumentasi. Personel yang dimaksud adalah apoteker atau tenaga kefarmasian yang melakukan peracikan obat. Pengetahuan dan keterampilan apoteker sangat berperan untuk menghasilkan sediaan obat racikan yang aman. Peralatan, kebersihan, pelabelan, pembungkusan, penyimpanan dan dokumentasi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78 yang baik harus diperhatikan untuk memperoleh sediaan racikan yang sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diperoleh hasil dari penelitian ini, maka dapat diperoleh kesimpulan yang menjawab rumusan masalah serta tujuan penelitian, sebagai berikut : 1. Tingkat pengetahuan responden terhadap obat racikan 46% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik, 37% responden dengan tingkat pengetahuan sedang, serta 17% responden dengan tingkat pengetahuan rendah atau buruk, namun perlu dipertimbangkan bahwa reliabilitas alat ukur pada aspek pengetahuan hanya dikategori cukup reliabel. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan sikap responden terhadap obat racikan, 34% responden yang memiliki sikap positif, 10% responden dengan sikap sedang atau netral dan 56% responden dalam kategori sikap negatif, namun perlu dipertimbangkan bahwa reliabilitas alat ukur pada aspek sikap hanya dikategori agak reliabel. 3. Tingkat harapan responden terhadap obat racikan, 86% responden yang memiliki harapan yang tinggi, 0% responden dalam kategori harapan sedang atau cukup, serta 14% responden dengan harapan rendah, namun perlu dipertimbangkan bahwa reliabilitas alat ukur pada aspek harapan hanya dikategori cukup reliabel. 79 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80 B. Saran 1. Penelitian dapat dilakukan di lokasi lain dengan topik yang sama, dengan jumlah responden yang lebih banyak, perbaikan kuisioner untuk menambah item pertanyaan dengan bahasa yang lebih sederhana, lokasi penelitian yang lebih luas, dan dalam jangka waktu yang lebih lama. 2. Pengembangan penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa judul penelitian dengan lingkup yang lebih kecil misalnya mengenai instrumennya saja, hasil penggunaan instrumen, dan korelasi antara beberapa variabel dengan pengetahuan, sikap dan harapan pasien. Tujuan dibagi menjadi penelitian dengan lingkup yang lebih kecil adalah agar penelitian yang dihasilkan lebih fokus dan menghasilkan penelitian yang maksimal. 3. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan gabungan dua metode agar dapat merepresentasikan populasi pasien penerima resep racikan. Metode gabungan ini adalah metode multistage cluster sampling untuk membantu membagi wilayah lokasi penelitian. Misalnya dalam sebuah kabupaten maka dapat dibagi menjadi wilayah utara, selatan, barat dan timur. Selanjutnya dibantu dengan metode accidental sampling untuk pengambilan sampel sebagau unit individu di wilayah kecil yang sudah dibagi tersebut. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR PUSTAKA Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, Washington DC, American Pharmaceutical Association, pp.12-14, 20. Anief, 2006, Ilmu Meracik Obat, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, hal.32. Anonim, 2010, American Journal of Law and Medicine, United States, 36 (1), 47220 Azwar, 2012, Reliabilitas dan Validitas Edisi 4, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal.59-82. Azwar, S., 1995, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Badan POM RI, 2015, Pemberian Informasi Obat untuk Meningkatkan Kepatuhan Pasien, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, http://pionas.pom.go.id/book/ioni-lampiran-6-petunjuk-praktis penggunaan-obat-yang-benar/pemberian-informasi-obat-untuk, diakses pada 21 Mei 2015. Bastable, dan Susan, B., 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip Pengajaran, Jakarta, EGC. Binfar, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, hal. 31-34. BPOM RI, 2015, Pedoman Umum, http://pionas.pom.go.id/book/ioni/pedomanumum, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, diakses pada 11 Februari 2015. BPS, 2007, Analisis Perkembangan Statistik Ketenagakerjaan, Jakarta, Badan Pusat Statistik, hal. 68-69. Budiman dan Riyanto, 2013, Kapita Selekta Kuisioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal.1122. Burhan, B., 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta, Kencana, hal.153. Cahyono, S.Y., 2008, Evaluasi Komposisi, Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat Resep Racikan Untuk Pasien Pediatric Rumah Sakit Bethesdha Yogyakarta Periode Juli 2007, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 81 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82 Daris, A., 2008, Peran Tenaga Kefarmasian Dalam Pelaksanaan Pharmaceutical Care, MPEAD, http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacynews/32-pharmaceutical-information/118-peran-tenagakefarmasian.html, diakses tanggal 25 Oktober 2014. David, R. K., 2002, A Revision of Bloom’s Taxonomy : An Overview, Theory Into Practice, 41, 212-218. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 231. Figueras, A., Caamano, F., and Gestal-Otero, J.J, 2000, Sociodemographic Factors Related to Self-Medication. European Journal of Epidemiology. 16(1). Hardon, A., Hodgkin, C., and Fresle, D., 2004, How to Investigate the Use of Medicine by Consumers, World Health Organization and University of Amsterdam, Switzerland, pp.64-67. Harianto, Khasanah dan Supardi, 2005, Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta, Majalah Ilmu Kefarmasian, II(1), 12-21. Hayaza, Y.T., 2013, Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Kamar Obat di Puskesmas Surabaya Utara, Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2), 1-13. Hebeeb, G.E., and Gearhart, J.G., 1993, Common Patient Symptoms: Patterns of Self-Treatment and Prevention, Journal Mississippi State Medical Association, 34(6). Hidayat dan Aziz, A., 2007, Metode Penelitian Keperwatan dan Teknik Analisa Data, Jakarta, salemba medika. Hinlandou, E.Y., 2008, Evaluasi Medication Error Resep Racikan Pasien Pediatrik di Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bethesda Pada Bulan Juli Tahun 2007 (Tinjauan Fase Dispensing), Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Ikawati, Z., 2010, Puyer si Kambing Hitam dalam Cerdas Mengenali Obat: Kenali Obat-obatan disekitar Anda, Awasi Efek Samping Obat, Hindari Penyalahgunaan Obat, Yogyakarta, Penerbit Kanisius. Jimmy, A., 2009, Perkenalkan, Nama Saya Serbuk, http://www.farmasi.asia/perkenalkan-nama-saya-serbuk/, diakses pada 6 Februari 2015. Khomsan, A., 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi, Bogor, Departemen Gizi dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83 Komaladewi, D.A.D., 2008, Prevalensi dan Evaluasi Interaksi Farmakokinetik Resep Racikan Pada Lima Puskesmas di Kabupaten Sleman Periode Desember 2013, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Kristina, S.A., Prabandari, Y.S., dan Sudjaswadi, R., 2007, Perilaku Pengobatan Sendiri yang Rasional pada Masyarakat, Berita Kedokteran Masyarakat, 23(4), 176-183. Lachman, L., 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Philadelphia, p.294. MenKes, 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 129/Menkes/SK/II/2008. Moleong, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, hal.247, 280. Mutiarini, N., 2012, Gambaran Manajemen Evaluasi Kinerja Pegawai Rekam Medis di RSUD Budhi Asih Tahun 2012, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok. NAPRA, 2006, Guidelines to Pharmacy Compounding, Ottawa, National Association of Pharmacy Regulatory Authorities, pp. 1-7. Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 35, 37, 103, 122, 123. Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta, Salemba Pavlic, B., 2013, The Art and Science of Pharmacy Compounding, http:// thewomensjournal.com/2013/10/the-art-and-science-of-pharmacy compounding-2, diakses tanggal 25 Maret 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Registrasi Obat, nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008, Menteri Kesehatan, Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Nomor 35 Tahun 2014, Menteri Kesehatan, Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Nomor 58 Tahun 2014, Menteri Kesehatan, Jakarta. Pignato, A., and Birnie, C.R., 2014, Analysis of Compounded Pharmaceutical Product to Teach the Importance of Quality in an Applied Pharmaceutics PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84 Laboratory Course, American Journal of Pharmaceutical Education, 78(3), 61. Poerwandari, E. K., 1998, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, Jakarta, Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI Prasad, D., 2008, Content Analysis. A method of Social Science Research, CSS, http://www.css.ac.in/download/deviprasad/content%20analysis.%20a%2 0method%20of%20social%20science%20research.pdf diakses 2 Mei 2014. Profetto-McGrath, J., Beck, C.T., Polit, D.F., Loeselle, C.G., 2010, Canadian Essentials of Nursing Research, Lippincot William dan Wilkins, Philadelphia, pp.66-67. Pulungan, S., 2010, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotika dan Penggunaannya di Kalangan Mahasiswa Non Medis Universitas Sumatera Utara, Karya Tulis Ilmiah, http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25623, diakses pada 23 mei Sari, N.I., 2014, Perbaikan Wajah Apoteker di Masyarakat Indonesia, Kompasiana, http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/11/29/ perbaikan-wajah-poteker-di-masyarakat-indonesia-706793.html, diakses tanggal 20 Mei 2015. Sarwono, J., 2006, Metode Penelitian Kuanitatif dan Kualitatif, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal.86,96. SCI, 2013, Kemasan Obat Sekali Minum, http://www.ptsci.com/index.php?option=com_content&view=article&i= 45:grants-loans-venture-capital-, Pro-Tech Safety Consulting, Inc., diakses pada 23 Februari 2015. Sekaran, U., 2006, Metode Penelitian Bisnis, Jakarta, Salemba Empat, hal.43. Setiawan, E., 2014, Apoteker, Kamus Besar Bahasa http://kbbi.web.id/apoteker, diakses pada 25 Oktober 2014. Indonesia, Shankar, P.R., Partha, P., Shenoy, N., 2002, Self- Medication and Non-Doctor Prescription Practices in Pokhara Valley, Western Nepal: A Questionnaire-Based Study. BMC Family Practice, 3(17). Snyder, C.R., 2000, Handbook of Hope: Theory, Measures, and Application, Academic Press, San Diego, pp. 3-21. Soedibyo, S., 2009, Pengetahuan Orangtua Mengenai Obat Puyer di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Sari Pediatri, 10 (6), 397-405. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85 Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Alfabeta, hal.53. Sugiyono, 2006, Statistik Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta, hal.216. Supardi, S., Sampurno, O.D., dan Notosiswoyo, M., 2002, Pengobatan-Sendiri yang Sesuai dengan Aturan Pada Ibu-Ibu di Jawa Barat, Buletin Penelitian Kesehatan,30(1), 11-21. Switzer, 2014, Dry Syrup India, http://www.drysyrupindia.com/, diakses pada 5 Februari 2015 Syamsudin, 2011, Interaksi Obat : Konsep Dasar dan Klinis, Jakarta, UI Press, hal.1-2. Syamsuni, 2006, Farmasetika Dasar & Hitungan Farmasi, Jakarta, EGC, hal.10, 58. Tse, M.H.W., Chung, J.T.N. and Munro, J.G.C., 1999, Self-Medication among Secondary Pupils in Hong Kong : a Descriptive Study, Family Practice, 6(4). Tukiran E.S., 2012, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, hal.235. Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Waltz, C., Strickland, O.L., dan Lenz, E., 2010, Measurement in Nursing and Health Research, Springer Publishing Company, New York, pp. 165-168. Weil, C.M., 2000, Exploring Hope in Patients With End Stage Renal Disease on Chronic Hemodialysis, ANNA Journal, 27, 219-223. WHO, 2015, Definition of an older or elderly person, http://www.who.int/healthinfo/survey/ ageingdefnolder/en/, diakses pada 5 Februari 2015. Wiedyaningsih, C., 2013, Keterbatasan Sediaan Obat Dorong Dokter Berikan Resep Racikan, Portal UGM, http://ugm.ac.id/id/post/page?id=5551 diakses 23 April 2014. Worku, S., Abebe, G. 2003, Practice of self- medication in Jimma Town, Ethiopian Journal of Health Development, 17(2), 6-11. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86 LAMPIRAN Lampiran 1. Panduan Wawancara Untuk Responden Perkenalan : saling memperkenalkan diri antara interviewer dan responden Tujuan Wawancara : Kami bermaksud untuk mempelajari lebih mendalam mengenai peresepan racikan dalam sistem pengobatan Memulai Wawancara : 1. Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan resep racikan ? Apakah anda pernah mendapatkan resep dalam bentuk racikan sebelumnya? Untuk siapakah resep racikan tersebut ? Kapan Anda pernah mendapat resep racikan tersebut ? Apakah masih ingat resep racikannya ? terkait isi maupun khasiat untuk sakit apa? 2. Apakah Anda meminta kepada dokter untuk menuliskan resep racikan tersebut? (YA/TIDAK) Jika IYA, mohon diceritakan apa alasannya ? Jika TIDAK, apakah ketika dokter menuliskan resep racikan untuk Anda, dokter bertanya terlebih dahulu kepada Anda mengenai resep racikan yang dituliskan? 3. a. Menurut Anda apakah resep racikan lebih ekonomis/murah dibandingkan dengan resep yang bukan racikan ? b. Berapa lama Anda biasanya menunggu resep racikan yang Anda terima tersebut diracik ? (Dilakukan secara fleksibel, dengan cara observasi langsung dengan menghitung secara langsung waktu tunggu responden menunggu mulai dari penyerahan resepnya sampai obatnya diterima) c. Bagaimana Anda menyimpan obat racikan dirumah, misalnya : menyimpan puyer, cream, syrup dll ? Jika ya, berikan apresiasi, Jika belum benar, berikan edukasi yang benar terkait penyimpanan obat racikan (dilakukan setelah wawancara berakhir) d. Apakah menggunakan resep racikan lebih praktis/ lebih mudah dibandingkan harus menggunakan obat satu persatu? bagaimana pendapat Anda terkait dengan kemudahan menggunakan resep racikan? (berikan gambaran atau ilustrasi misalnya: penggunaan obat racikan puyer apakah lebih praktis daripada harus meminum 2 atau 3 tablet ?) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87 4. Apa yang anda harapkan dari resep racikan terkait dengan pelayanan resep racikan ke depannya? Dilihat dari segi Harga, waktu, penyimpanan, dan kepraktisan/ kemudahan dalam menggunakan ? Apa harapan anda kepada dokter yang meresepkan resep racikan ? Apa harapan anda apotek yang meracik resep racikan Anda tersebut ? Melakukan Verifikasi hasil wawancara (Membacakan kembali SECARA SINGKAT jawaban dari responden dan MEMINTA KONFIRMASI dari responden mengenai ketepatan jawaban tersebut.) KONFIRMASI : YA / TIDAK Tambahan dari responden : ADA / TIDAK Jika ADA, mohon penjelasan dari responden Mengisi Form data diri Responden PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88 Lampiran 2. Form Data Diri Responden DATA DIRI RESPONDEN : Kami mohon anda berkenan mengisi data diri ini. Data ini kami jamin kerahasiaannya, hanya untuk kepentingan penelitian. Nama : Umur : Jenis kelamin : Pekerjaan : Pendidikan terakhir : RESUME DAN VERIFIKASI HASIL WAWANCARA Pewawancara mengemukakan ringkasan hasil wawancara , sekaligus melakukan verifikasi hasil wawancara kepada responden PENUTUP : Pewawancara meminta kesediaan responden untuk dihubungi kembali jika ada yang harus di klarifikasi atau diungkapkan lebih lanjut lagi Meminta alamat email dan no telp yang bisa dihubungi o Email : o No. telp : Pewawancara mengucapkan terimakasih dan menyerahkan souvenir tanda terimakasih PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89 Lampiran 3. Inform Consent LEMBAR KONFIRMASI PERSETUJUAN UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN DALAM PENELITIAN (INFORM CONSENT) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Saya …………………………………………………………………… (mohon menuliskan nama) Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian dengan tema : “Peresepan racikan” Saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami “Lembar Informasi” yang berisi informasi yang terkait dengan penelitian ini dan ketentuan-ketentuan dalam berpartisipasi sebagai responden Saya menyatakan bahwa peneliti telah memberikan penjelasan secara lisan untuk memperjelas hal-hal terkait dengan informasi tersebut diatas. Saya telah memahaminya dan telah diberi waktu untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas Saya menyadari bahwa mungkin saya tidak akan secara langsung menerima atau merasakan manfaat dari penelitian ini, namun telah disampaikan kepada saya bahwa hasil penelitian ini akan digunakan untuk peningkatan kerasionalan resep racikan di Indonesia Saya telah diberi hak untuk menolak memberikan informasi jika saya berkeberatan untuk menyampaikannya. Saya juga diberi hak untuk dapat mengundurkan diri sebagai responden pada penelitian ini sewaktu-waktu tanpa ada konsekuensi apapun Saya mengerti dan saya telah diberitahu bahwa semua informasi yang akan saya berikan akan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan penelitian Saya juga telah diberi informasi bahwa identitas pribadi saya akan dijamin kerahasiaannya, baik dalam laporan maupun publikasi hasil penelitian Saya mengetahui bahwa formulir ini beserta lembar informasinya akan disimpan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam kurun waktu tiga tahun SAKSI Saya telah menjelaskan kepada Bpk/Ibu/Sdr ……………………………………………………………. (nama responden) hal- hal mendasar tentang penelitian ini. Menurut saya, Bpk/Ibu/Sdr tersebut telah memahami penjelasan tersebut. Nama : ………………………………………………………. (Nama pewawancara) Status dalam penelitian ini : Yogyakarta, (tanda tangan) 2014 (tanda tangan) (tanda tangan) (Nama saksi) (Nama responden) Lampiran 4. Kuisioner (Nama pewawancara) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90 Lampiran 4. Kuisioner KUESIONER Bagian 1 : Mohon Bapak / Ibu menuliskan jawaban pada tempat yang tersedia 1. Obat racikan yang Anda terima ditujukan untuk siapa ? (Misal : Untuk saya sendiri/untuk saudara/untuk anak saya dll) ............................................................................................................................................. 2. Darimanakah Anda mendapatkan resep racikan tersebut ? (Misal : Dari dokter Rumah Sakit/dokter klinik/dokter praktek di rumah/lainnya : bidan, perawat) ............................................................................................................................................. 3. Seperti apakah bentuk obat racikan yang pernah Anda terima ? (Misal : puyer, kapsul, sirup, salep, cream dll) ............................................................................................................................................. 4. Berapa harga yang Anda bayarkan untuk obat racikan tersebut ? ............................................................................................................................................. 5. Berapa lama Anda menunggu untuk mendapatkan obat racikan tersebut ? (Jam, menit) ............................................................................................................................................. 6. Mohon Anda menyebutkan nama – nama obat dalam resep racikan yang Anda dapatkan? ............................................................................................................................................. 7. Obat racikan yang Anda terima digunakan untuk mengobati sakit apa? ............................................................................................................................................. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91 Bagian 2 : Mohon Bapak / Ibu memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang sesuai (YA/TIDAK/TIDAK TAHU) PERTANYAAN NO 1 2 Obat racikan adalah obat yang terdiri dari beberapa bahan obat berkhasiat Obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat berkhasiat 3 Bentuk obat racikan dapat berupa cairan 4 Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul 5 Obat racikan berbentuk serbuk dapat digunakan untuk pemakaian luar (misalnya : bedak) Orang yang sulit menelan akan mudah menggunakan obat 6 racikan dalam bentuk serbuk (puyer) yang dilarutkan dalam air 7 8 9 10 11 Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anakanak Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus Obat racikan sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering dalam kemasan aslinya Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak Obat racikan berbentuk larutan dikatakan sudah rusak jika kekentalannya berubah (misalnya : dari kental menjadi encer) Ya Tidak Tidak Tahu PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92 Bagian 3 : Mohon Bapak / Ibu memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang sesuai (YA/TIDAK) NO PERNYATAAN 1 Menurut saya obat racikan bermanfaat 2 Menurut saya obat racikan dibutuhkan 3 Menurut saya obat racikan praktis untuk digunakan 4 Saya selalu sembuh jika menggunakan obat racikan 5 6 7 8 YA TIDAK Menurut saya menebus obat racikan harus menunggu dengan waktu yang relatif lama Saya biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung Menurut saya puyer yang saya simpan mudah rusak Saya tidak pernah mendapatkan informasi terkait komposisi 9 maupun jumlah bahan obat yang tertulis dalam kemasan obat racikan Bagian 4 : Mohon Bapak / Ibu memberikan tanda centang ( √ ) pada jawaban yang sesuai (YA/TIDAK) TIDAK NO PERNYATAAN YA 1 2 3 4 Saya berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat Saya berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat diperbaiki Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penggunaannya Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan penyimpanan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5 6 7 Saya berharap dalam kemasan obat racikan disertakan informasi tertulis yang lebih rinci terkait dengan komposisi obat Saya berharap ada informasi obat tertulis yang lebih rinci Saya berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen Lampiran 5. Output Data Statistics umur N Valid 30 Missing 0 Mean 33.87 Median 33.00 Range 42 Minimum 19 Maximum 61 umur Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent 19 1 3.3 3.3 3.3 22 3 10.0 10.0 13.3 24 2 6.7 6.7 20.0 25 2 6.7 6.7 26.7 26 2 6.7 6.7 33.3 30 1 3.3 3.3 36.7 31 1 3.3 3.3 40.0 32 2 6.7 6.7 46.7 33 2 6.7 6.7 53.3 34 2 6.7 6.7 60.0 35 2 6.7 6.7 66.7 36 1 3.3 3.3 70.0 37 1 3.3 3.3 73.3 93 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38 1 3.3 3.3 76.7 39 1 3.3 3.3 80.0 40 1 3.3 3.3 83.3 41 1 3.3 3.3 86.7 44 1 3.3 3.3 90.0 56 1 3.3 3.3 93.3 60 1 3.3 3.3 96.7 61 1 3.3 3.3 100.0 30 100.0 100.0 Total 94 Frequencies Statistics Laki-laki perempuan N Valid 30 Missing 0 Mean 1.6667 Percentiles 100 2.0000 Laki-laki perempuan Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent laki-laki 10 33.3 33.3 33.3 perempuan 20 66.7 66.7 100.0 Total 30 100.0 100.0 Frequencies Statistics kode_pekerjaan N Valid 30 Missing 0 Mode 3.00 Range 4.00 Minimum 1.00 Maximum 5.00 kode_pekerjaan Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Valid 1.00 5 16.7 16.7 16.7 2.00 3 10.0 10.0 26.7 3.00 17 56.7 56.7 83.3 4.00 2 6.7 6.7 90.0 5.00 3 10.0 10.0 100.0 Total 30 100.0 100.0 Frequencies Statistics kode_pekerjaan N Valid 30 Missing 0 Kode_pekerjaan Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent 1.00 5 16.7 16.7 16.7 2.00 3 10.0 10.0 26.7 3.00 17 56.7 56.7 83.3 4.00 2 6.7 6.7 90.0 5.00 3 10.0 10.0 100.0 30 100.0 100.0 Total Frequencies Statistics pendidikan N Valid 30 Missing 0 pendidikan Cumulative Frequency Valid Percent Valid Percent Percent 1.00 8 26.7 26.7 26.7 2.00 4 13.3 13.3 40.0 3.00 10 33.3 33.3 73.3 4.00 8 26.7 26.7 100.0 30 100.0 100.0 Total 95 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96 Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases Valid a Excluded Total % 30 100.0 0 .0 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .465 11 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted Corrected ItemTotal Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted pengetahuan obat racikan terdiri dari beberapa bahan berkhasiat 7.3333 2.644 .317 .401 pengetahuan obat racikan dibuat dengan mencampur beberapa bahan obat 7.4667 2.395 .392 .361 Bentuk obat racikan dapat berupa cairan 7.7333 2.616 .189 .440 Bentuk obat racikan dapat berupa kapsul 7.2667 2.961 .118 .458 obat racikan dapat digunakan untuk pemakaian luar 7.7333 2.685 .145 .458 orang sulit menelan, bisa menggunakan obat racikan serbuk yang dilarutkan dalam air 7.2667 3.030 .052 .473 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97 Obat racikan dapat ditambah dengan rasa yang disukai anak-anak 7.3333 2.851 .144 .453 Obat racikan dalam bentuk puyer dibungkus dengan kertas perkamen khusus 7.4333 2.668 .210 .432 Obat racikan disimpan di tempat sejuk kering dalam kemasan asli 7.1667 3.178 .000 .470 Obat racikan yang sudah berubah warna artinya obat racikan tersebut sudah rusak 7.5000 2.741 .130 .461 obat racikan yang kekentalannya berubah berarti sudah rusak 7.4333 2.668 .210 .432 Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases Valid a Excluded Total % 30 100.0 0 .0 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha .325 N of Items 9 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted Corrected ItemTotal Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted Menurut saya obat racikan bermanfaat 6.2000 1.614 .327 .260 Menurut saya obat racikan dibutuhkan 6.2333 1.564 .268 .255 Menurut saya obat racikan praktis untuk digunakan 6.1667 1.799 .000 .330 Saya selalu sembuh jika menggunakan obat racikan 6.4333 1.564 .029 .356 Menurut saya menebus obat racikan harus menunggu dengan waktu yang relatif lama 6.4667 1.430 .136 .294 Saya biasanya menunggu lebih dari 30 menit untuk satu resep obat racikan 6.3333 1.816 -.158 .428 Saya tidak melihat proses pembuatan obat racikan secara langsung 6.3333 1.333 .368 .169 Menurut saya puyer yang saya simpan mudah rusak 6.7000 1.390 .127 .302 tidak pernah mendapat info komposisi, jumlah bahan pada kemasan obat racikan 6.4667 1.361 .203 .251 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99 Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases Valid a Excluded Total % 30 100.0 0 .0 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .476 7 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance if Deleted Item Deleted Corrected ItemTotal Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted berharap pelayanan dalam pembuatan obat racikan ini bisa lebih cepat 5.1333 1.085 .024 .498 berharap kemasan obat racikan misalnya puyer dapat diperbaiki 5.2333 .875 .206 .448 berharap ada infomasi yang lebih rinci tentang penggunaan 5.1667 .833 .496 .331 berharap ada infomasi yang lebih rinci tentang penyimpanan 5.1667 .833 .496 .331 berharap ada infomasi yang lebih rinci tentang komposisi obat 5.1667 .833 .496 .331 berharap ada infomasi yang lebih lebih rinci 5.1667 1.109 -.086 .547 berharap proses pembuatan obat racikan ini dapat dilihat langsung oleh konsumen 5.5667 .737 .153 .532 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Frequency Table Pengetahuan Resep Racikan Frequency Valid Buruk Percent Cumulative Percent Valid Percent 5 17.0 17.0 17.0 Sedang 11 37.0 37.0 53.3 Baik 14 46.7 46.7 100.0 Total 30 100.0 100.0 Sikap resep racikan Frequency Valid Percent Cumulative Percent Valid Percent Negatif 17 56.0 56.0 56.0 Cukup 3 10.0 10.0 96.7 Positif 10 34.0 34.0 100.0 Total 30 100.0 100.0 Harapan pasien tentang obat racikan Frequency Valid Percent Cumulative Percent Valid Percent Rendah 4 14.0 14.0 3.3 Cukup 0 0 0 20.0 Tinggi 26 86.0 86.0 100.0 Total 30 100.0 100.0 100 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran 6. Surat Ethical Clearance 101 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102 BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Lisania Ines, merupakan putri dari pasangan Elias Sumar dan Sri Kadarsih, yang lahir di Wonosobo pada tanggal 8 Januari 1992. Penulis pernah menempuh pendidikan di TK Kristen Bendungan lulus tahun 1998, SD Kristen Bendungan (1998-2004), SMP Negri 1 Kertek (2004-2007), SMK Theresiana (2007-2010), dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani pendidikan di Fakultas Farmasi, penulis pernah menjadi asisten praktikum Bentuk Sediaan Farmasi. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti menjadi sie acara di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) (2014), panitia dalam acara Paingan Festival (2012) dan panitia Rapat Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) (2014). Penulis pernah menjadi delegasi fakultas dalam kegiatan seminar internasional 13th IPSF Asia Pasific Pharmaceutical Symposium in Kuala Lumpur, Malaysia (2014), selain itu penulis pernah mengikuti presentasi internasional as oral presenter at Asian Conference on Clinical Pharmacy (ACCP) in Terengganu, Malaysia (2014). Beberapa prestasi yang pernah penulis peroleh antara lain : Juara I Patient Counseling Competition Beginner Category di Universitas Indonesia (2013), Juara III Patient Counseling Event yang diselenggarakan di Institut Teknologi Bandung (2014), Duta Favorit pada pemilihan Duta Sanata Dharma (2013). Penulis pernah mendapatkan hibah dana dari DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul “NESTANT”. Penulis merupakan salah satu mahasiswa penerima Beasiswa Unggulan (bidang prestasi) dari DIKTI (2011-2015).