BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Cemas. 1. Definisi cemas. Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya Hiperaktivitas system syaraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan seringkali merupakan suatu emosi yang normal (Kusuma w,1997) kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual (Kaplan,Sadock, 1997). Kecemasan (Anxiety) diartikan sebagai perasaan khawatir, cemas, gelisah dan takut yang muncul serba bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti: jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap ”bahaya” baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak(berhasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan ”Free-Floating Anxiety”(Kecemasan yang terus menerus mengambang tanpa diketahui penyebabnya). Konsep kecemasan memegang peran yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stress dan penyesuaian diri (Lazatus,1961), Menurut Post(1978) kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaanperasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat. Frued (dalam Arndt,1974) menggambarkan dan mendifinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya. Kecemasan ibu yang sedang dilakukan kuret adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan ditandai dengan perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik, gejala kardiovaskuler, gejala pernafasan, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala vegetatif/otonom (Nursalam,2008). 2. Teori Kecemasan. Rawlins,at al (1993) mengatakan bahwa Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat di definisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetusk an cemas hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku, stress dapat berbentuk spikologis, social atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam mengembangkan kecemasan. Teori menurut Freud(1993) teori tentang kecemasan, yaitu: a. Teori Psikodinamik Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik spikis yang tidak disadari. Bila kecemasan menurun maka rasa aman akan datang, bila konflik berkepanjangan maka kecemasan pada tingkat tinggi. Menurut Marilynn (2007, hal.112) bahwa Anxietas timbul secara tidak sadar sebagai konflik internal yang dibawa kedalam kesadaran. b. Teori Perilaku Menurut teori prilaku Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta) dan waktu cukup lama serta kecemasan merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan indivudu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. c. Teori Interpersol Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga. d. Teori Keluarga Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga. e. Teori Biologik Beberapa kasus kecemasan (5-4 %) merupakan suatu perhatian terhadap suatu proses fisiologis (Hall,1980), kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan tidak oleh konflik emosional, kecemasan ini termasuk kecemasan skunder (Rockwellcit Stuart dkk,1998). 3. Tingkat kecemasan Tingkat kecemasan menurut (S.Sanden, 1998) adalah: Tingkat kecemasan Sedang Berat B. Respon fisiologi Respon psikologi • Nafas pendek • Irama jantung dan tekanan darah meningkat. • Gejala yang tidak enak pada lambung, nafsu makan menurun, ekpresi muka gugup. • Nafas pendek • Denyut jantung dan tekanan darah meningkat. • Mulut kering dan gangguan diare, konstipasi, badan gemetar (wajah ketakutan, otot menegang, respon badan gemetar, ketidakmampuan untuk relaksasi, susah tidur). • Gelisah. • Nafas pendek, cepat, dangkal, terasa tercekik dan tersumbat, hipotensi, pusing, nyeri dada. • Palpitasi, mual, agitasi. • Koordinasi motorik bergerak, gerak tubuh involuter, tubuh bergetar, ekpresi wajah menakutkan, pucat berkeringat. Respon prilaku: Perasaan gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi. Respon kognitif: Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, bingung. Respon afektif: Kondisi gelisah, tidak sabar, tegang, nervous, mudah terganggu, ketakutan, tremor, gugup. Cemas Menghadapi Tindakan Medis. Klien dengan gangguan penyesuaian tampaknya memiliki ketidakmampuan menyesuaikan proses berduka dalam merespon perubahan prilaku hidup yang menyakitkan, perkiraan penyebab ketidakmampuan untuk beradaptasi diyakini sebagai kelebihan beban psikis, tingkat ketegangan akan melebihi kemampuan individu dalam menghadapinya dan fungsi normal akan terganggu dan akan terjadi gejala psikologis. Rentang perhatian dan memori akan mengalami kerusakan (tergantung pada muncul depresi dan tingkat anxietas). Pola komunikasi akan menunjukkan depresi alam perasaan atau hilangnya asosiasi pada kondisi cemas berat (Marilynn e.d, 2007, hal.475) Kecemasan dalam menghadapi tindakan medis selalu akan dihadapi setiap individu yang sedang memerlukannya dan merupakan hal yang wajar. Beberapa pernyataan yang biasanya terungkap, misalnya ketakutan munculnya rasa sakit disertai adanya rasa nyeri sewaktu tindakan medis dilakukan, perasaan takut dan cemas akan timbul lebih besar diwaktu peralatan medis dikeluarkan dan dilakukannya tindakan operasi (Efendi, 2005, hal 1). Pada saat itu cemas dan takut akan timbul bersamaan dengan menurunnya system imunitas tubuh dan akan mengaktifkan saraf otonom dimana akan terjadi kecemasan. Tindakan medis adalah suatu tindakan yang akan mendatangkan Stressor terhadap integritas seseorang menghadapi tindakan yang akan membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis, salah satu respon psikologis adalah cemas. Suatu penelitian menyebutkan bahwa 80% dari pasien yang akan menghadapi tindakan medis akan mengalami kecemasan (Ferlina,2002, hal 1). C. Intervensi Tingkat Kecemasan. Mengatasi (mengintervensi) kecemasan dapat dilakukan dengan beberapa tehnik (nonfarmakologi) selain memakai tehnik pengobatan farmakologi yaitu: 1. Distraksi. Pengertian menurut Burnner & Suddarth (2002) Distraksi adalah mengalihkan fokus ke stimulus yang lain. Banyak pasien dan tim Kesehatan cendrung memandang obat sebagai satusatunya metode penyembuhan, metode nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko yang sangat rendah. Mengkombinasikan tehnik ini dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif. Ansietas yang tinggi sebenarnya berhubungan erat dengan rasa nyeri, karena akibat cemas yang berlebihan akan meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri. Begitu banyak tehnik yang dipakai untuk pengobatan cemas (Anxietas) nonfarmakologi di antaranya: (1) Stimulasi dan Masase Kutaneus, ( 2)Terapi es dan panas, (3) Stimulasi saraf Elektrik Transkutan, (4) Distraksi, (5) Tehnik Relaksasi, (6)Imajinasi Terbimbing, (7)Hipnosis. Penelitian ini mencoba menggunakan tehnik Distraksi dalam mengintervensi kecemasan ibu dalam menghadapi tindakan medis yaitu kuret. Psikoterapi dan para ahli menyusun terapi untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien, yaitu berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan psikoterapi secara bersamaan. Menurut Priharjo (1996,hal.41)Terapi yang digunakan disini dengan mengunakan teknik distraksi antara lain(1). distraksi visual, (2) distraksi pendengaran, (3) distraksi pernafasan, (4) distraksi intelektual, (5) teknik pernafasan, (6) imajinasi terbimbing. Untuk mengatasi rasa kecemasan menghadapi tindakan medis akan digunakan tehnik distraksi pendengaran karena musik yang akan diperdengarkan akan mengurangi tingkat ketegangan emosi. Teknik distraksi pendengaran disini akan menggunakan salah satu jenis perangsangan auditori yaitu: (1) pendengaran (perangsangan) lagu-lagu, (2) pendengaran (perangsangan) Ayat suci Al-Quran. 2. Perangsangan Auditori. Pengertian perangsangan auditori adalah suatu persepsi terjadi setelah melalui proses sensasi atau penginderaan yang berarti proses penerapan rangsangan oleh pancaindra. Indra manusia merupakan jalan masuknya informasi dari luar, indra yang memberikan rasa senang dan juga rasa sakit, secara sederhana sensari dapat diartikan sebagai proses penerapan stimulus indra. Menurut Arkinson dkk (1993) ada dua cara untuk dapat memahami proses sensasi, pertama penelitian dasar dan kedua penelitian terapan. Penelitian dasar mencoba penemuan aspek lingkungan yang mendapat respon dari indra dan sebagaimana aspek tersebut akan menyatakan informasi dan menyampaikannya ke dalam otak, sementara melalui penelitian terapan proses indra para ahli mencoba menggali bagaimana menentukan kemampuan manusia dalam membedakan dan menafsir stimulus (rangsangan) Hidayat (2009, hal.63-64). Suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang sangat ampuh karena suara manusia memberi energi. Suara memberi keseimbangan kepada otak secara secara sempurna dalam waktu sekejap, serta mampu menciptakan fokus (penerimaan terhadap jati diri) (Shirlie,2001, hal.13). Pakar kesehatan alternative Dr. Andrew Weil, dari program pengobatan Integratif Universitas Arizona menyebut musik sebagai karunia getaran penyembuhan, Rumah sakit Universitas di Cleveland berkata bahwa risetnya hanya membutuhkan sesi terapi musik saja karena merupakan indikator penting dari fungsi kekebalan, disentra ini terapi musik diterapkan untuk mengurangi kecemasan dan depresi juga mengurangi rasa nyeri karena meningkatnya protein dalam tubuh serta mengurangi infeksi (Salampessy, 2004) Menurut Taufik dkk (2010) komponen komunikasi adalah: 1. Pemberi pesan (sender). Pemberi pesan adalah orang/individu yang bertugas mengirimkan pesan/mengeluarkan stimulus dalam bentuk informasi-informasi yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain, dengan harapan orang/pihak lain tersebut dapat memberikan respon. 2. Penerima pesan (Receiver). Penerima pesan adalah seseorang yang menerima pesan/stimulus serta memberi respon, bisa dalam bentuk system yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan. Dalam hal ini respon yang diberikan tersebut dapat bersifat pasif dengan memahami/mengerti sesuatu yang dimaksud oleh pemberi pesan atau dalam bentuk aktif yakni nonverbal (isyarat/symbol). Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi, jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, maka akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran. 3. Pesan (Message). Pesan merupakan informasi yang diterima/isi stimulus yang dikeluarkan oleh pemberi pesan (sender) kepada peneri pesan (receiver). Penyampaian pesan bisa berupa kata-kata, ide, atau perasaan. Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. 4. Saluran (Media). Media merupakan alat atau sarana yang digunakan oleh pemberi pesan (sender) dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada sipenerima pesan (Receiver). Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima, disini pancaindra dianggap sebagai media komunikasi. Media yang digunakan bisa melalui ucapan, bunyi-bunyian (lisan) atan berupa tulisan. 5. Umpan balik (Feed back). Reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan, untuk mengetahui komunikasi berjalan dengan baik atau tidak, jika hasilnya baik maka akan disebut positif jika hasilnya buruk maka disebut negatif. Komunikasi dinyatakan berhasil apabila seorang komunikan mampu member tanggapan atau respon. 6. Akibat (Impact). Hasil dari komunikasi terjadi perubahan pada diri sasaran. 3. Al-Quran Salah satu pendengaran atau perangsangan yang akan digunakan yaitu perangsangan dengan menggunakan ayat Suci Al-Quran dipakai terhadap kecemasan ibu yang sedang dilakukan kuret. Perangsangan dengan menggunakan ayat suci Al-Quran juga bertujuan untuk mengalihkan rasa cemas ibu dengan memperdengarkan ayat-ayat Suci Al-Quran dicoba dengan memakai teknik perangsangan selama 10-15 menit. Ayat Suci Al-Quran melalui pemutaran kaset murotal. Menurut Hawari (2009, hal.121) didalam Al-Quran surat Ar-Rad(13):28 mengandung arti ”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram”, dan biasanya orang yang sedang menderita sakit diliputi kecemasan dan kesedihan serta keduanya dapat memperberat penyakit yang sedang dideritanya Oleh karena itu pengobat rasa cemas hendaknya berdoa sebagaimana ayat dan hadist berikut yang artinya”Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul melainkan untuk menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan maka barang siapa yang beriman dan berbuat baik, bagi mereka tidak ada kekhawatiran (kecemasan) dan tidak pula berduka cita dan bersedih hati”(Qs.Al-A`Nam(6):48). Pemakaian ayat suci Al-Quran disini dengan menggunakan ayat Yusuf, Arrad, Ibrahim, Al-Hijr, Annahl diharapkan bisa berfungsi untuk menurunkan kecemasan ibu yang sedang dilakukan kuret.