BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, dengan total 8,2
juta kasus kematian pada tahun 2012 (WHO, 2015). Menurut International
Agency for Research on Cancer, kanker ovarium menempati urutan ketujuh
sebagai kanker penyebab kematian pada wanita, dengan 151,917 kematian
pada tahun 2012. Dari semua kanker ginekologik, kanker ovarium memiliki
tantangan klinis terbesar karena mortalitas yang tinggi (Berek, 2012) dan
prognosis yang rendah, dengan rata-rata kelangsungan hidup selama 5 tahun
hanya 45% (Cancer Statistics, 2012). Risiko seseorang dalam hidupnya untuk
mengidap kanker epitel ovarium adalah 1,38% atau 1 diantara 72 wanita
(Tewari dan Monk, 2015).
Meskipun tingkat insidensi dan mortalitas yang tinggi, etiologi dari
kanker ovarium masih kurang dipahami (Tewari dan Monk, 2015). Dua faktor
risiko yang te lah diketahui (penggunaan kontrasepsi oral dan paritas) bisa
mengurangi risiko terjadinya kanker epitel ovarium dengan mensupresi
ovulasi dijelaskan pada hipotesis “incessant ovulation” (Fathalla, 2013) dan
atau dengan hipotesis yang menggunakan konsep menurunnya konsentrasi
gonadotropin. Beberapa hipotesis tentang terjadinya kanker ovarium yaitu
1
2
hipotesis hormonal jangka panjang, termasuk incessant ovulation, efek
langsung dari estrogen dan progesteron, dan gonadotropin signaling.
Hipotesis gonadotropin menyatakan bahwa kanker ovarium berkembang dari
stimulasi jaringan ovarium yang berlebihan oleh gonadotropin pituitari,
follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), yang
sekresinya diatur oleh gonadotropin releasing hormone (GnRH) (Lee et al.,
2014).
Menyusui juga memperlambat ovulasi dan menginhibisi pelepasan
hormon reproduksi yang terlibat dalam terbentuknya kanker ovarium (Su et
al., 2013). Menyusui mensupresi sekresi dari hormon pituitari gonadotropin,
menyebabkan terjadinya anovulasi (Montes et al., 2012). Pada salah satu
studi, pada wanita yang tidak pernah melakukan laktasi, risiko kanker
ovarium meningkat sebanyak 1,3 kali lipat dibanding wanita yang pernah
melakukan laktasi (Chung et al., 2007). Danforth et al. meneliti risiko kanker
ovarium pada Nurses Heath Studies dan mendapatkan bahwa wanita yang
tidak pernah menyusui memiliki risiko kanker ovarium 1,5 kali lebih besar
dibandingkan wanita yang pernah menyusui lebih dari 18 bulan.
Namun, Weiderpass et al., pada penelitiannya, tidak menemukan ada
hubungan antara risiko kanker ovarium dengan nuliparitas, menarke yang
lebih awal, usia tua saat kehamilan pertama, dan riwayat tidak pernah
menyusui. Menyusui tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan risiko
3
terjadinya kanker ovarium pada wanita dengan minimal satu kali kehamilan
penuh (Tsidilis et al., 2011).
Pada ibu, ketidakmampuan untuk memberikan ASI berhubungan dengan
meningkatnya insidensi kanker payudara premenopause, kanker ovarium,
kenaikan berat badan pasca gestasi, diabetes tipe 2, dan sindrom metabolik.
Pada anak yang tidak diberi ASI berhubungan dengan meningkatnya insidensi
penyakit infeksius, termasuk otitis media, gastroenteritis dan pneumonia, dan
naiknya risiko obesitas masa kecil, diabetes tipe 1 dan 2, leukemia, dan
sudden infant death syndrome (SIDS) (Stuebe, 2009).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007
melaporkan bahwa 95% anak di bawah umur 5 tahun di Indonesia telah
mendapat ASI. Namun, hanya 44% yang mendapat ASI dalam satu jam
pertama setelah lahir dan hanya 62% yang mendapat ASI dalam hari pertama
setelah lahir (SDKI, 2007). Data UNICEF tahun 2003 menyebutkan bahwa
angka cakupan praktik inisiasi menyusui dini di dunia sebesar 42% dalam
kurun waktu 2005-2010. Prevalensi inisiasi menyusui dini di Indonesia sendiri
masih lebih rendah yaitu 39%. Angka ini masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara lain di sebagian negara Asia Tenggara misalnya
Myanmar (76%), Thailand (50%), dan Filipina (54%) (UNICEF, 2013). Hal
ini menunjukkan program inisiasi menyusui dini di Indonesia belum
sepenuhnya terlaksana secara optimal.
4
Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 angka cakupan ASI eksklusif di Indonesia pada bayi umur 4-5
bulan hanya 27 %. Angka cakupan tersebut masih sangat rendah namun
setidaknya telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil SDKI
2007 yaitu 17 % (SDKI, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari profil
kesehatan kabupaten/kota tahun 2012 menunjukkan cakupan pemberian ASI
eksklusif hanya sekitar 25,6% menurun dibandingkan tahun 2011 (45,18%)
(Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2013).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara kejadian kanker ovarium dengan riwayat menyusui.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara riwayat menyusui
dengan kejadian kanker ovarium di Surakarta.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat menyusui
dengan kejadian kanker ovarium di Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris (data)
tentang adanya hubungan kejadian kanker ovarium dengan riwayat
menyusui sebelumnya di Surakarta.
5
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti kepada masyarakat
tentang adanya hubungan kejadian kanker ovarium dengan riwayat
menyusui sebelumnya di Surakarta dan meningkatkan kesadaran diri ibu
dan calon ibu untuk melakukan pemberian ASI untuk mengurangi risiko
terjadinya kanker ovarium.
Download