BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Pustaka 1. Teori Kontijensi Menurut (Istanti,2013:95) teori kontijensi timbul sebagai respon dari pendekatan universal yang mengungkapkan bahwa desain pengendalian yang optimal itu dapat diterima pada semua pengaturan dan perusahaan. Pendekatan pengendalian universal merupakan pengembangan alami dari teori manajemen ilmiah. Jadi teori kontijensi adalah sistem pengendalian yang sesuai berbeda-beda tergantung pada pengaturan perusahaan. (Islam & Hui,2012:51-59) mengemukakan pendapatnya mengenai teori kontijensi sebagai berikut: Contingency theory is an approach to the study of organizational behavior in which explanations are given as to how contigent factors such as technology, culture, and the external environment influence the design and function of organizations. Sebuah sistem pengendalian manajemen pada kenyataannya juga dapat diaplikasikan untuk beberapa perusahaan yang mempunyai karakteristik dan skala usaha yang hampir sama. Maka sebuah teori kontinjensi dalam pengendalian manajemen terletak diantara dua ekstrim, yaitu (Sriwidharmanely, dkk,. 2013:44): a. Ekstrim pertama, pengendalian manajemen akan bersifat situation specific model yang artinya sebuah model pengendalian yang tepat atau sangat dipengaruhi oleh situasi yang dihadapi, dan 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 b. Ekstrim kedua, adanya kenyataan bahwa sebuah sistem pengendalian manajemen masih dapat digeneralisir untuk dapat diterapkan pada organisasi. Teori kontijensi menekankan bahwa keragaman permintaan dan kebutuhan lingkungan menuntut keragaman respon organisasi. Standar Operasi Prosedur (SOP) tidak seluruhnya cocok dalam menghadapi segala jenis permintaan. Konsep-konsep kekuatan, target dan sumber sangat penting dalam mendiagnosa katrakteristik tertentu dari permintaan lingkungan. Dalam konteks pendidikan kekuatan bisa terjadi goncangan yang menghadang sekolah. Target goncangan berkaitan dengan bagian dari sistem sekolah yang menjadi fokus ketidakpuasan. Sedangkan sumber goncangan itu berarti dari pihak eksternal Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, teori kontijensi berasas pada beberapa asumsi mengenai organisasi dan individu yaitu; Teori kontijensi menekankan pandangannya pada teori manajemen universal yang ada yang bisa digunakan oleh seluruh organisasi, tingkat performa ditentukan oleh kecocokan antara harapan eksternal dan proses internal, gaya kepemimpinan yang berbeda diperlukan untuk menghadapi masalah yang ada. Ketika mencoba mengaplikasikan teori kontijensi dalam konteks struktur organisasi, pemecahan masalah dan perilaku kerja managerial, ketiganya paling tidak mempunyai ciri umum yaitu; rangkaian yang longgar. Rangkaian yang longgar memungkinkan bagi organisasi pendidikan untuk membuat geraan yang adaptif dalam beberapa arah yang berbeda dengan berfokus pada berbagai permasalahan pada saat bersamaan. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 Cara yang paling sering digunakan dalam pengendalian kegiatan organisasi adalah dengan merestrukturisasi kegiatan organisasi tersebut dengan memberi otoritas dan pertanggungjawaban untuk berbagai tugas bagi manajer yang ada dan kelompok pegawai. Tetapi biasanya muncul kesulitan yaitu perhatian manajer hanya terfokus pada bagiannya saja dan berakibat pada pengabaian terhadap tugas-tugas yang memerlukan koordinasi dengan bagian lain. Pendekatan dalam memandang desain struktur formal organisasi telah diformalisasikan dengan pendekatan teori kontijensi. Teori kontijensi diperlukan dalam merancang sistem pengendalian. Hal ini disebaban karena struktur itu sendiri karena merupakan mekanisme awal dari akuntansi manajemen. 2. Teori Stakeholder Perusahaan adalah bagian dari beberapa elemen yang membentuk masyarakat dalam sistem sosial. Kondisi tersebut menciptakan sebuah hubungan timbal balik antara perusahaan dan para stakeholder. Hal ini berarti perusahaan harus melaksanakan peranannya secara dua arah yaitu memenuhi kebutuhan perusahaan itu sendiri maupun stakeholders (Muid, 2011:107). Menurut Grey Kouhy dan Adams (Oktariani, 2013:103) teori stakeholder adalah kelangsungan hidup perusahaan tergantung kepada dukungan dari stakeholder. Dan dukungan tersebut haruslah dicari sehingga aktivitas perusahaan sebagai untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerfull stakeholder, makin besar pula usaha perusahaan untuk beradaptasi. Menurut Willem (Heryani dan Zunaidah, 2013:153) yang mengatakan bahwa teori stakeholder adalah teori etika manajemen dan bisnis organisasi yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 membahas moral dan nilai-nilai dalam mengelola organisasi. Teori ini pada awalnya dirinci oleh R. Edward Freeman dalam buku manajemen strategis: Suatu pendekatan stakeholder, dan mengidentifikasi dan model kelompok yang merupakan pemangku kepentingan dari suatu perusahaan. Freeman dan Mc Vea (Hernawan dan Rochman, 2015:73) Pendekatan stakeholder muncul pada pertengahan tahun 1980-an. Latar belakang pendekatan stakeholder yaitu keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat perubahan lingkungan. Tujuan dari manajemen stakeholder untuk merancang metode untuk mengelola berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis. Stakeholders merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Teori stakeholder ini menjelaskan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya (Muid, 2011:108). Menurut Oda dalam George (2013:162-163) stakeholder dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain: a. Primer Stakeholder, merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, kegiatan program dan atau proyek tertentu. b. Secondary Stakeholder, stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah c. Key Stakeholder, stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, menurut UU No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan Pendidikan, dan komite sekolah. Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat digolongkan sebagai Stakeholder. Selain itu komponen stakeholder pendidikan meliputi; (1) Masyarakat Lokal, (2) Orang tua, (3) Peserta didik, (4) Negara, (5) Pengelola Profesi pendidikan. Dari kelima stakeholder pendidikan tersebut, setidaknya tata kelola pendidikan benar-benar dapat terintegrasi dalam pembangunan nasional, yang akuntabilitasnya bukan saja tanggungjawab pemerintah melainkan sudah menjadi tanggungjawab semua lapisan masyarakat. Dengan demikian pada masa mendatang pembangunan pendidikan diharapkan dapat memberikan pencitraan publik atau performans pendidikan nasional yang berkualitas dan menghasilkan peserta didik yang mampu menghadapi pasar kerja (link and match) serta siap dengan persaingan gobal. Oleh karena itu peserta didik masa depan diharapkan dapat menjadi generasi berkarakter dan berjiwa kompeten dengan skill yang di bekalkan. 3. Teori Kepuasan Tse & Wilson (Hadiwijaya, 2011:228) mengemukakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian/ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan. Giese & Cote mengajukan rerangka definisional untuk menyusun definisi kepuasan pelanggan, yang sifatnya spesifik untuk konteks tertentu. Definisi kepuasan tidak bisa terlepas dari chamelon effects, yang artinya interpretasi terhadap suatu definisi sangat bervariasi antar individu dan antar situasi (Tjiptono dan Chandra, 2011:292-293). Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari harapan dan kinerja, yaitu evaluasi pelanggan terhadap kinerja produk/jasa yang sesuai atau melampaui harapan pelanggan (Udiutomo, 2011:7). Engel (Hadiwijaya, 2011:228) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan. Ketidakpuasan pelanggan dapat timbul apabila hasil yang dirasakan tidak memenuhi harapan. Salah satu model kepuasan pelanggan adalah model expectancy disconfirmation model. Model ini menegaskan bahwa kepuasan/ketidakpuasan purnabeli ditentukan oleh evaluasi konsumen terhadap perbedaan antara ekspektasi awal dan persepsi terhadap kinerja produk aktual setelah pemakaian produk. Secara skematis, paradigma diskonfirmasi dapat diilustrasikan sebagai berikut (Tjiptono dan Chandra, 2011:299-300): http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 - Pengalaman Rekomendasi gethok tular Komunikasi pemasaran Pengetahuan atas merek-merek pesaing Kinerja sesungguhnya (Performance/P) Harapan (Expectation/E) Proses Perbandingan P<E Diskonfirmasi Negatif Ketidakpuasan P=E P>E Konfirmasi Diskonfirmasi Positif Sekedar Puas Sangat Puas Gambar 2.1 Model Diskonfirmasi Kepuasan Pelanggan Kotler & Amstrong (Udiutomo, 2011:7) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu tingkatan di mana produk/jasa dirasakan sesuai dengan harapan pembeli. Kepuasan pelanggan tergantung pada kinerja aktual sehingga sesuai dengan harapan pelanggan. Pelanggan memiliki berbagai macam tingkatan kepuasan. Jika kinerja suatu produk/jasa di bawah harapan, maka tidak merasa puas. Jika kinerja aktual setara dengan harapan maka pelanggan akan puas. Namun, jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan merasa sangat puas. Dengan demikian, kepuasan pelanggan dapat diartikan sebagai suatu tingkatan di mana harapan dibandingkan dengan kinerja aktual yang dirasakannya. Kepuasan pelanggan pada dunia pendidikan berbeda sasaran pada dunia bisnis. Pada dunia pendidikan kepuasan pelanggan adalah pelayanan terhadap http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 siswa yang diharapkan siswa dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, nyaman, dan kondusif, serta lulusan dari sekolah mampu diserap tenaga kerja dengan cepat dan tepat sesuai dengan kompetensinya. Salah satu pengukuran kepuasan siswa terhadap pelayanan yang diterima di sekolah adalah dengan menggunakan dimensi kualitas pelayanan. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:198) mengemukakan lima dimensi tersebut, yaitu: a. Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa kesalahan apapun dan menyiapkan jasa sesuai dengan waktu yang disepakati. b. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.. c. Jaminan (assurance), menumbuhkan yakni kepercayaan perilaku pelanggan para terhadap karyawan mampu perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. d. Empati (empathy), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan http://digilib.mercubuana.ac.id/ pelanggan, serta 20 memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. e. Bukti Fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik perlengkapan, dan material yang digunakan organisasi, serta penampilan karyawan. 4. Teori Kinerja a. Pengertian Kinerja Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan pengusaha. Kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Dengan demikian, kinerja organisasi merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, (Sedarmayantijono, 2011:260). Daft (Shahzad, 2012:979) mendefinisikan kinerja organisasi sebagai berikut: “organizational performance is the organization’s capability to accomplish its goals effectively and efficiently using resources” Kinerja organisasi merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Kinerja organisasi ditunjukkan oleh bagaimana proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, kinerja organisasi dapat dikatakan sebagai jawaban dari berhasil tidaknya tujuan organisasi yang telah tentukan (Zulkiram, dkk., 2013:130). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Menurut Sinabela, dkk (2012) mengemukakan bahwa kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada karyawan tersebut. Untuk itu diperlukan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan. b. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting bagi perusahaan. Pengukuran tersebut antara lain dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan dalam perusahaan. Menurut Lane K. Anderson & Donald dalam Prasetiyatno, dkk., (2011:71) pengukuran kinerja didefinisikan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang seberapa baik tindakannya tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana di mana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas prencanaan atas pengendalian. Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar sistem pengukuran kinerja dapat menghasilkan keputusan yang benar-benar berguna bagi perusahaan, antara lain: sesuai dengan tujuan dari organisasi, merefleksikan aktivitas-aktivitas kunci dari manajemen, dapat dimengerti oleh seluruh karyawan dan bukan hanya oleh top management saja, mudah diukur dan dievaluasi, dan digunakan secara konsisten pada seluruh organisasi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 Pengukuran kinerja adalah sebagai penentu secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebuah perusahaan dapat dikatakan solid salah satunya adalah jika perusahaan tersebut memiliki kinerja perusahaan yang baik. Kinerja dapat diartikan sebuah tingkat pencapaian hasil atau tujuan perusahaan, tingkat pencapaian misi perusahaan, dan tingkat pencapaian pelaksanaan tugas secara aktual. Kinerja juga dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu metode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena berdasarkan hasil penilaian tersebut ukuran keberhasilan perusahaan selama suatu periode tertentu dapat diketahui (Supriadi, 2012:33). Sistem pengukuran kinerja yang selama ini dilaksanakan di organisasi adalah sistem pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan tradisional yaitu memandang dan menilai kinerja dari sudut keuangan. Namun, lingkungan bisnis yang semakin kompetitif menuntut suatu pengukuran kinerja dari aspek non keuangan. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang oleh Robert S. Kaplan & David P. Norton meliputi empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui keempat perspektif dalam balanced Scorecard manajemen mampu menafsirkan dampak tren http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 perubahan lingkungan bisnis yang kompleks terhadap visi, misi, dan strategi perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang Pengukuran kinerja atau mengukur hasil karya merupakan alat manajemen untuk menilai keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan sasaran organisasi. Pengukuran kinerja perlu selalu diartikulasikan dengan visi, misi organisasim tujuan, maupun sasaran organisasi. Pengukuran kinerja merupakan keharusan karena apabila kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara keberhasilan dan kegaglan (Dally,2010:35). Sektor publik selalu mengalami tekanan untuk dapat meningkatkan kegiatannya dan memberikan produk dan pelayanan yang lebih efisien dan dapat mengurangi biaya yang timbul. Karena itu manfaat dari adanya pengukuran kinerja (Dally,2010:38): 1. Sebagai alat yang bermanfaat dalam usaha pencapaian penekanan terhadap biaya-biaya yang timbul 2. Sebagai proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan 3. Pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pegambilan keputusan organisasi maupun manajemen. 4. Membantu meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan-kegiatan pemerintah. Dari pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai ak- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 tivitas dalam rantai bisnis yang ada pada suatu organisasi. Hasil pengukuran tersebut kemudiaan digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Pengukuran kinerja sekolah haruslah bersifat komprehensif, termasuk ke dalam pengukuran-pengukuran penting dari seluruh bidang operasional yang ada dalam sekolah. Pengukuran kinerja meliputi penetapan indikator kinerja dan penentuan hasil capaian dari indikator kinerja. Kinerja harus selalu diukur agar dilakukan tindakan-tindakan penyempurnaan. Tindakan-tindakan penyempurnaan yang dimaksud antara lain hubungan yang lebih baik atara staf dana manajemen, meningkatkan hubungan yang lebih erat dengan pelangan (Dally,2010:36). 5. Teori Balanced Scorecard a. Pengertian Balanced Scorecard Luis dan Biromo (2010:16) menuliskan pengertian Balanced Scorecard sebagai berikut : “Balanced Scorecard didefinisikan sebagai suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non-finansial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 Menurut definisi dari Rangkuti (2012:3) “Balanced Scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal”. David (2011:513) mengatakan “Balanced Scorecard merupakan sebuah proses yang memungkinkan perusahaan mengevaluasi startegi dari empat perspektif: kinerja keuangan, pengetahuan konsumen, proses bisnis intenal, serta pembelajaran dan pertumbuhan”. Berdasarkan definisi Moeheriono (2012:90) “Balanced Scorecard adalah suatu sistem manajemen strategis yang secara komprehensif dapat memberikan pemahaman tentang kinerja suatu organisasi.” Jadi, Balanced Scorecard (BSC) adalah metode pengukuran kinerja yang mengukur dimensi keuangan dan non keuangan untuk kelangsungan untuk jangka panjang dan jangka pendek perusahaan. Mengacu dari buku yang ditulis Moeheriono (2012:90) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) menunjukan bahwa kinerja perusahaan itu seimbang maksudnya dinilai dari sisi finansial dan non finansial. Scorecard atau kartu skor digunakan untuk membandingkan hasil kinerja perusahaan sebenarnya dengan skor yang hendak dicapai perusahaan. Apakah hasil kinerja sebenarnya kurang dari atau lebih dari skor yang hendak dicapai. Dari pengertian 2 kata di atas maka Balanced http://digilib.mercubuana.ac.id/ http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 termasuk manajemen (learning and growth), proses bisnis internal (sistem), untuk memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis, daripada mengelola bottom line untuk memacu penghasilan (hasil-hasil) jangka pendek (Gasperz, 2011:4). Ada pun tahapan penyusunan Balanced Scorecard adalah; a. Menentukan visi, misi dan sasaran Strategis Visi merupakan pernyataan yang berisi gambaran keadaan organisasi yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Visi menjawab pertanyaan “kita ingin menjadi apa?”. Misi menerangkan cara yang harus dilakukan sebagai wujud penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dalam konsep Balanced Scorecard, visi dan misi yang telah diformulasikan selanjutnya diterjemahkan dalam sejumlah sasaran strategis. Sasaran strategis didefinisikan sebagai pernyataan tentang yang ingin dicapai (sasaran strategis bersifat output/outcome) atau apa yang ingin dilakukan (sasaran strategis bersifat proses) atau apa yang seharusnya kita miliki (sasaran strategis bersifat input). b. Menyusun Peta Strategi Peta strategi merupakan suatu dashboard (panel instrument) yang memetakan sasaran strategis organisasi dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi organisasi. Peta strategi memudahkan organisasi untuk mengkomunikasikan keseluruhan strateginya kepada seluruh anggota organisasi dalam rangka pemahaman demi suksesnya pencapaian tujuan organisasi. Unit organisasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 yang menyusun peta strategi adalah unit organisasi yang mendefinisikan visi dan misinya dengan jelas serta memiliki proses manajemen yang lengkap (input sumber daya, proses internal dan output/outcome) b. Perspektif Balanced Scorecard 1) Perspektif Finansial Menurut Moeheriono (2012:91) dalam perspektif finansial terdapat tiga aspek dari strategi yang dilakukan suatu perusahaan yaitu : 1) Pertumbuhan pendapatan dan kombinasi pendapatan yang dimiliki suatu organisasi bisnis 2) Penurunan biaya dan peningkatan produktivitas dan 3) Penggunaan aset yang optimal dan strategi investasi. Pemahaman terhadap perspektif finansial dalam manajemen Balanced Scorecard adalah sangat penting karena keberlangsungan suatu unit bisnis strategik sangat tergantung pada posisi dan kekuatan finansial. Berkaitan dengan hal tersebut, maka berbagai rasio finansial dapat diterapkan dalam pengukuran strategik untuk perspektif finansial. 2) Perspektif Pelanggan Perspektif ini menggambarkan kinerja perusahaan di mata pelanggan. Kinerja perusahaan akan diakui jika perusahaan mampu menghasilkan produk yang bermutu dan bernilai di mata pelanggan. Suatu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 produk dikatakan bernilai jika manfaat yang diperoleh produk secara relatif tinggi dari biaya perolehannya. Menurut Moeheriono (2012:91) “Perspektif Customer (pelanggan) adalah perspektif yang berorientasi pada kepuasan pelanggan karena merekalah yang memakai produk/jasa yang dihasilkan organisasi”. Menurut Luis dan Biromo (2010:27) “Nilai-nilai tersebut dapat diukur dengan melakukan survei kepuasan pelanggan, baik yang dilakukan oleh organisasi kita sendiri maupun oleh lembaga independen”. Zeithaml (2009:184) mengatakan bahwa kualitas pelayanan adalah persepsi pelanggan terhadap layanan istimewa. Layanan tersebut diformulasikan ke dalam bentuk matematika sebagai berikut: Service Quality = Satifaction with Service Delivery =Perveiced Serviced Delivery – Expected Service Deliery =P–E Terbentuknya harapan atas layanan (Expected Service) dari para pelanggan dipengaruhi oleh berbagai kegiatan pemasaran seperti iklan, penjualan, promosi, harga, tradisi, maupun adanya kontrak konsumen dengan pemberi layanan sebelumnya. Layanan yang dterima banyak dipengaruhi oleh kontak antar personal dengan pemberi layanan fasilitas fisik, prosedur yang merupakan bagian dari sistem layanan. Adapun lima dimensi kualitas muru pelayanan yaitu; Reliability, Resposiveness, Assurance, dan Empaty dan Tangible. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 3) Perspektif Proses Bisnis Internal Luis dan Biromo (2010) mengemukakan bahwa proses bisnis internal adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam bisnis secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai. Dalam perusahaan yang menghasilkan barang maupun jasa, pada umumnya rantai nilai terdiri dari pengembangan produk baru, produksi, penjualan dan marketing, distribusi, layanan purna jual, serta keamanan dan kesehatan lingkungan. Dalam perspektif proses bisnis internal, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham (perspektif finansial). Banyak organisasi memfokuskan untuk melakukan peningkatan proses-proses operasional. Adapun pengukuran kinerja dalam pendekatan Balanced Scorecard pada proses bisnis internal terdiri dari (Gasperz, 2011:62-63): a) Proses inovasi Proses ini mengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan tersebut. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi ukuran pasar, preferensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik, sehingga mampu menciptakan dan menawarkan produk sesuai kebutuhan pelanggan dan pasar. Pada proses inovasi yang dimodifikasi dalam layanan pendidikan menurut Penelitian Joko Pramono (2014;175) adalah http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 bentuk usaha, program, atau kegiatan yang dilakukan sekolah dalam rangka menghasilkan produk yang mempunyai nilai kualitas yang unggul. b) Proses operasional Proses ini mengidentifikasi sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional tersebut agar meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan kualitas produk dan proses, memperpendek cycle time sehingga meningkatkan penyerahan produk berkualitas tepat waktu, dan lain sebagainya. Proses operasional dapat ditingkatkan dengan melakukan eliminasi terhadap semua pemborosan serta melakukan pengendalian kualitas pada setiap sub-proses kritis dalam proses tersebut dengan menggunakan diagram alir (process flowchart). Pada lembaga layanan pendidikan proses operasi dapat berupa standar proses yang dilakukan disekolah sesuai dengan Permendiknas No.41 th 2007 tentang standar proses, yang terdiri dari aspek-aspek perencanaan pembelajaran (Plan), Pelaksanaan Pembelajaran (Do), evaluasi pembelajaran (Check), dan pengawasan serta tindak lanjut (Action) yang sering disingkat PDCA. c) Proses pelayanan Proses ini berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 pelanggan dalam kesempatan pertama yang cepat, melakukan tindak-lanjut secara proaktif dan tepat waktu, dan lain sebagainya. 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Menurut Moeheriono (2012:92) “Perspektif Learning and Growth (proses pembelajaran dan pertumbuhan) menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan perubahan memanfaatkan sumber daya internal organisasi. dengan Perspektif ini menyediakan apa yang diperlukan untuk mencapai ketiga perspektif lainnya”. Luis dan Biromo (2010) mengemukakan bahwa perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada sumber daya khususnya sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi. Perspektif ini berurusan dengan pengembangan sumber daya manusia, agar masingmasing menjadi karyawan yang kompeten yang akhirnya akan menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Menurut Thomas Sumarsan (2010: 232), ada tiga kategori yang dapat digunakan untuk perusahaan sebagai tolak ukur perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, antara lain: a. Kemampuan Pekerja (Employee Capabilities) Tantangan bagi perusahaan adalah berusaha agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan pelanggan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 yang tinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Beberapa unsur kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan atau penghargaan karena telah bekerja dengan baik, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreatifitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. b. Kemampuan Sistem Informasi (Information System Capabilities) Untuk mencapai tujuan perusahaan maka keahlian pekerja saya tidak cukup tetapi masih diperlukan sistem informasi yang terbaik, yaitu informasi yang tepat waktu, cepat dan akurat sebagai umpan balik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan akan informasi yang akurat dan tepat waktu oleh seluruh tingkatan manajemen dan pekerja dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. c. Motivasi (Motivation) Merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi para pekerja, agar para pekerja mempunyai wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. 6. Balanced Scorecard pada Organisasi Sekolah Yuksel dan Caskun (2013) menyatakan bahwa Balanced Scorecard tidak hanya baik dalam monitoring dan evaluasi kerja institusi pendidikan, tetapi juga sangat baik untuk pencapaian peningkatan kinerja terbaik. Implementasi Balanced Scorecard di sebuah institusi pendidikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 dapat memberikan internal stakeholder seperti staf guru dan pekerja dalam sebuah kebanggaan dengan apa yang telah dikerjakan. Penerapan Balanced Scorecard dalam organisasi publik memerlukan modifikasi, namun modifikasi tersebut tidak berarti harus berbeda dengan Balanced Scorecard yang diimplementasikan pada sektor bisnis (Mahmudi,2010:142). Hal ini didasarkan pada perbedaan tujuan organisasi publik dan organisasi bisnis. Organisasi publik, termasuk sekolah merupakan organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Pada sektor publik tujuan utama pada organisasinya adalah untuk mengukur efektifitas dan efisiensi yang terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat. 1. Perspektif Keuangan Organisasi Sekolah dalam BSC Kinerja keuangan organisasi sekolah akan terkait tentang bagimana sekolah tersebut mampu meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya. Menurut ( Mahmudi : 2010:82) menyatakan bahwa masyarakat sebagai pembayar pajak sekaligus stakeholder pendidikan mengharapkan uang yang dibayarkan digunakan secara ekonomis, efisien, dan efektif (value for money) serta mampu memenuhi prinsip akuntabilitas publik. Hal ini sesuai dengan pedoman pendidikan yang harus mengelola dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisien, transparansi, dan akuntabilitas publik, disamping itu pincip efektivitas harus ditekankan. Hal tersebut tertuang pada undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 48. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 Weng (2011:73) mengemukakan bahwa pengukuran perspektif keuangan pada lembaga pendidikan dapat dilakukan dengan melihat beberapa indikator. Adapun indikator tersebut yaitu jumlah penerimaan setiap departemen, jumlah sumbangan tetap, jumlah hibah yang diterima dari pihak eksternal, tingkat pendaftaan siswa, jumlah pendaan per siswa. Sedangkan menurut pendapat Luhulima, dkk., (2014:2) pengukuran perspektif keuangan stabilitas keuangan sesuai kebutuhan dan sumber alternatif keuangan. 2. Perspektif Pelanggan Organisasi Sekolah dalam BSC Pelanggan dalam bidang pendidikan dibedakan diklasifikasikan sebagai berikut (Nurkholis:2003) a. Pelanggan Primer, yaitu mereka yang langsung menerima jasa pendidikan tersebut secara langsung yaitu peserta didik b. Pelanggan Sekunder, yaitu mereka yang mendukung pendidikan seperti orang tua dan pemerintah c. Pelanggan tersier yaitu mereka yang secara tidak langsung memiliki andil, tetapi memiliki peranan penting dalam pendidikan (selaku pemegang kebijakan) seperti pegawai, pemerintah, dan masyarakat. d. Pelanggan Internal, adalah mereka yang berada dan mempunyai peran dalam lingkup sekolah, seperti kepala sekolah, dan seluruh pegawai sekolah. Metode performance Importance Matrikx digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan dengan cara responden di beri pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharaplan suatu atribut tertentu dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 seberapa besar yang mereka rasakan. Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:198) mengemukakan lima dimensi tersebut, yang dimodifikasi dalam perihal dunia pendidikan adalah sebagai berikut; 1) Reliability (keandalan) yaitu kemampuan sekolah dalam hal ini yaitu guru dan karyawan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu, dapat dipercaya, dan memuaskan kepada siswa. Hal ini dapat meliputi; kemampuan guru menyampaikan materi, penyajian pembelajaran, pelayanan administrasi tata usaha, 2) Responsiveness ( Daya Tangkap) yaitu kemampuan atau kepedulian tenaga pendidik dan kependidikan dalam membantu siswa dan memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap. Hal ini dapat meliputi; guru cepat dalam mengatasi kesulitan belajar siswa. 3) Assurance (jaminan) yaitu keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang sopan santun, perhatian profesionalisme, rasa saling menghormati, kejujuran dari pemberi layanan sehingga pelanggan merasa bebas dari bahaya yang menimbulkan kerugian, adanya jaminan keterserapan tenaga kerja. 4) Emphaty yaitu kedekatan dan kemudahan untuk mencapai sarana pelayanan, menghubungi petugas, dapat mendengar keluhan siswa, mengenali kebutuhan siswa dengan bahasa yang mudah dipahami. 5) Tangibility (fisik) yaitu tampilan sarana fisik dan peralatan komunikasi yang dimiliki, Hal ini mencakup: fisik dari sekolah seperti ru- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 ang teori, ruang praktik, lab kejuruan, kebersihan kantin, kenyamanan parkir, sarana dan prasarana pembelajaran. Weng (2011:71) mengemukakan bahwa terdapat berbagai indikator yang dapat digunakan untuk menghitung perspektif pelanggan. Adapun indikator tersebut yaitu: persentase siswa yang mendapat kerja setelah lulus, jumlah perusahaan yang merekrut melalui sekolah, lulusan direkrut oleh perusahaan yang termasuk 100 perusahaan besar, gaji ratarata dari lulusan, evaluasi alumni, survei siswa lulus, akreditasi, Professional exam-passing rate, rangking eksternal, Persentase pendaftaran dari aplikasi, evaluasi penyerapan siswa, survei kepuasan siswa, dan penawaran kursus. Sedangkan menurut pendapat Luhulima, dkk., (2014:2) perspektif pelanggan dapat diukur menggunakan kepuasan siswa dan tingkat pendaftaran siswa. 3. Perspektif proses internal Organisasi Sekolah dalam BSC Weng (2011:71) mengemukakan bahwa terdapat berbagai indikator yang dapat digunakan untuk menghitung perspektif proses bisnis internal. Adapun indikator tersebut yaitu distribusi nilai, hasil nilai UN atau evaluasi kompetensi siswa, tingkat penegakan prerequisitee, jumlah anak yang magang, jumlah perusahaan yang MOU magang, evaluasi siswa magang, rasio sekolah dengan siswa, biaya pendidikan per siswa, rata-rata penggunaan laboratorium untuk setiap jurusan, Sedangkan menurut Luhulima, dkk., (2014:2) mengemukakan bahwa perspektif bisnis internal dapat diukur dengan mutu pendidikan dan mutu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 pelayanan dalam menunjang proses pembelajaran, jumlah dosen, perbandingan kapasistas dengan masing masing jurusan untuk ratio kelas atau laboratorium Perspektif proses internal sekolah adalah upaya membangun keunggulan organisasi melalui perbaikan proses internal sekolah secara berkelanjutan. Sesuai dengan konsep Balanced Scorecard terdapat tiga hal yang harus dijalankan sekolah yaitu innovation process, operating process, dan postsale process. Proses inovasi yang ada, maka sekolah menyampaikan jasa produknya berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang di sajikan dalam kurikulum. Kurikulum yang unggul adalah kurikulum yang mampu memberikan suatu media pelayanan struktur terbaik untuk dapat di serap oleh peserta didik yang mengarah pada suatu target pendidikan berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam penerapan kurikulum yang di standarkan pemerintah menekankan pada soft skill dengan tujuan untuk penyerapan dunia industri secara optimal. Dalam hal ini pemerintah menetapkan standar minimal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasonal Pendidikan sehingga kurikulum yang diajarkan di sekolah merujuk pada Standar Isi yang telah ditetapkan. Kurikulum yang saat ini ditetapkan pada SMK Negeri 49 Jakarta adalah standar kurikulum 2013. Tahap proses operasi adalah suatu proses dimana sekolah menyampaikan produknya kepada siswa dalam proses pembelajaran yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 baik. Indikatornya terdiri dari 1) adanya efektivitas penggunaan waktu, 2) proses pembelajarann yang berkualitas dengan melakukan inovasi dengan menggunakan multisumber, multimetode dan multimedia, 3) meningkatkan kualifikasi pendidikan guru, 4) meningkatkan sarana dan prasarana sekolah seperti perpustakaan, laboratorium, komputer) dan 5) meningkatkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) setiap tahunnya. Hal tersebut berkaitan dengan aturan yang tertuang dalam Standar Proses, Standar pendidik dan tenaga kependidikan, Standar Kompetensi Kelulusan, Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Berdasarkan PP No. 13 tahun 2015 terdapat delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Adapun penjelasan masing-masing standar tersebut menurut Pasal 1 dari PP No. 13 tahun 2015, yaitu: a. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. b. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 c. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. e. Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. f. Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. g. Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. h. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Sekolah dalam BSC Menurut Yuksel dan Coskun (2013) mengemukakan bahwa perspektif pembelajaran dan pertumbuhan meliputi beberapa sasaran strategi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 yaitu, perbaikan kepuasan guru dan karyawan, implementasi teknologi dalam kegiatan organisasi (ICT), dan peningkatan pengetahuan guru dan karyawan Kepuasan guru dan pegawai sangat penting karena jika guru dan karyawan puas terhadap manajemen sekolah maka akan berdampak positif terhadap peningkatan kinerja sekolah. Untuk mengetahui tingkat kepuasan guru dan pegawai maka sekolah melakukan survey pengukuran kepuasan guru dan pegawai untuk mengukur tingkat pertumbuhan dengan melihat kepuasan guru dan pegawai. Menurut Luhulima, dkk., (2014:2) perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dapat diukur dengan kepuasan karyawan, program sekolah yang terselenggara, dan evaluasi guru/karyawan. Weng (2011:71) mengemukakan bahwa terdapat indikator yang dapat digunakan untuk menghitung berbagai perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, yaitu jumlah prestasi fakultas, jumlah publikasi dosen, jumlah seminar yang di hadiri oleh dosen, anggaran perjalanan untuk pertemuan dosen, jumlah program penggabungan teknologi baru, inovasi pengajaran, jumlah revisi kurikulum dalam lima tahun terakhir, jumlah program yang ditawarkan dalam lima tahun terakhir, jumlah pertumbuhan kerjasama perusahaan dengan fakultas. Implementasi teknologi dan informasi (ICT) merupakan cara mengukur pertumbuhan dan pembelajaran sekolah. Dengan penggunaan teknologi secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran maka, pelaksa- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 naan kegiatan akan berjalan secara efektif dan efisien. SMK Negeri 49 saat ini telah mengedepankan teknologi sebagai bagian penting dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini tercermin pada kegiatan yang sudah menggunakan teknologi seperti, Ujian Semester menggunakan basis Online, Ujian Nasional Menggunakan Basis komputer, serta penggunaan pembelajaran yang telah banyak menggunakan komputer. Implementasi teknologi dapat diukur dari rasio jumlah komputer yan ada dengan jumlah siswa. Faktor peningkatan kemampuan guru dan karyawan sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas mutu pendidikan. Saat ini tantangan zaman yang semakin tinggi menuntut guru harus memiliki kompetensi unggul serta daya kreatifitas yang tinggi guna mengimbangi perkembangan pendidikan yang semakin maju. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang banyak terjadi perbedaan dari sebelumnya, dimana kurikulum ini mengedepankan aspek sikap serta soft skill dalam menguasai dunia pendidikan saat ini. Oleh karena itu untuk optimaliasasi penerapannya sekolah harus meningkatkan kualitas guru dan karyawan seperti pelatihan, training, seminar agar kinerja guru dan karyawan semakin meningkat. 7. Teori Ekonomis, Efektivitas dan Efisiensi Kinerja keuangan bersifat ekonomis untuk melihat realisasi operasional dari anggaran belanja. Apabila biaya organisasi lebih besar dari biaya yang di- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 anggarkan maka dikatakan kinerja keuangan tidak ekonomis. Begitu juga sebaliknya, apabila realisasi biaya organisasi lebih kecil dari biaya yang dianggarkan, itu artinya kinerja keuangan dapat dikatakan bersifat ekonomis. Efektivitas berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan tersebut dapat menghasilkan atau mencapai sasaran dan diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Efektivitas merupakan keseimbangan pada pencapaian tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia. Konsep efektivitas menunjukkan pada tingkat sejauh mana organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan alat-alat dan sumber-sumber yang ada secara optimal (Linda, 2013:1310). Efektivitas yaitu seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauhmana orang menghasilkan keluaran sesutaai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan baik dalam waktu, biaya maupun mutunya maka dapat dikatakan efektif (Masruri, 2014:55). Efektivitas yaitu derajat pencapaian tujuan dari sistem yang diukur dengan perbandingan atau rasio dari keluaran (output aktual) yang dicapai dengan keluaran (output) standar yang diharapkan. Menurut Stoner, Freeman & Gilbert (Rapina & Christyanto, 2012:13) menyatakan bahwa efektivitas ialah kemampuan untuk mentukan tujuan yang memadai melakukan hal yang tepat. Kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi dengan menggunakan tiga pendekatan yang dapat digunakan, diantaranya (Martani dan Lubis dalam Masruri, 2014:55): http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 a. Pendekatan Sumber (resource approach) adalah mengukur efetivitas dari input. b. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauhmana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. c. Pendekatan sasaran (goals approach) adalah dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi adalah: a. Karakteristik/ciri organisasi, contoh struktur, teknologi yang dipergunakan dalam organisasi.Struktur merupakan hubungan yang relatif antara sumber daya manusia atau struktur adalah cara yang digunakan organisasi dalam menyusun orang-orang; b. Karakteristik Lingkungan (iklim) yang meliputi sifat-sifat, ciri-ciri yang melekat pada organisasi dan dirasakan dalam lingkungan kerja organisasi yang timbul karena kegiatan organisasi yang dianggap mempengaruhi perilaku karyawan dan pengaruh iklim luar (ekstern); c. Efektivitas Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu hasil yang diharapkan diperoleh setelah pegawai/karyawan melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) (Muslih, 2014:72). Menurut Cooper (Rahmadhani dkk., 2014:157) efisiensi yaitu perbandingan atau rasio dari keluaran (output) dengan masukan (input). Efisiensi mengacu pada bagimana baiknya sumber daya digunakan untuk menghasilkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 output. Efisien ialah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organissi melakukan dengan tepat. Efisiensi dalam hal ini dikaitkan dengan konsep”input-input” (Rapina & Christyanto, 2012:13). Rahmadhani, dkk (2014:158) efisiensi merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar atau dalam pandangan matematika diartikan sebagai perhitungan rasio output dan output atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari suatu masukan yang digunakan. Adapun faktor yang menyebabkan efisiensi adalah: a. Input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar; b. Input yang lebih kecil menghasilkan output yang sama dan c. Input yang lebih besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi. Masalah efisiensi dan efektivitas organisasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu bermula dari efektivitas individu yang dipengaruhi oleh kemampuan, keahlian, dan pengetahuan individu, latar belakang pendidikan formalnya, memang tidak selamanya seperti itu, namun paling tidak berdasarkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan keteknisannya akan dapat mempengaruhi dalam cara sikap, motivasi, yang berakhir bila tidak memenuhi tuntutan psikologis atau sesuai harapan yang dapat menimbulkan stres (Muslih, 2014:71-72). Rasmini, dkk., (2011:8) mengemukakan bahwa untuk mengukur ekonomis, efektivitas dan efisiensi keuangan suatu organisasi dapat dilakukan dengan: a. Ekonomis, diukur dengan: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 b. Efektivitas, diukur dengan: c. Efisiensi, diukur dengan: Sumber pendapatan sekolah saat ini adalah bersumber dari Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Biaya Operasional Pendidikan (BOP) adalah bantuan dari Pemerintah Pusat kepada sekolah-sekolah berdasarkan jumlah murid yang ada di sekolah tersebut BOP diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yaitu program pemerintah berupa pemberian dana langsung ke SMK Negeri maupun Swasta untuk membantu biaya operasional sekolah non personalia. Besar dana bantuan yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa masing-masing sekolah dikalikan satuan biaya (unit cost ) bantuan. Adapun sumber pendapatan SMK Negeri 49 adalah dari BOP dan BOS, sedangkan pembelanjaan sekolah digunakan untuk kegiatan operasional sekolah dan pendidikan meliputi; Pembelian/ penggandaan buku teks pelajaran; Pembelian alat rulis sekolah yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran; Penggandaan soal dan penyediaan lembar jawaban siswa dalam kegiatan ulangan dan ujian; Pembelian peralatan tangan untuk keperluan pendidikan (hand tools); Pembelian bahan pratek dan atau bahan habis pakai; Penyelenggaraan kegiatan pembianaan siswa/ekstrakulikuler; Penyelenggaraan kegiatan uji kompetensi; Penyelenggaraan praktek kerja indus- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 tri/PKL ( dalam Negeri ); pemeliharaan & perbaikan ringan sarana prasarana sekolah; Langganan daya dan jasa lainnya; Kegiatan penerimaan siswa baru; Pengembangan sekolah rujukan (khusus untuk SMK yang berpotensi sebagai SMK rujukan); Peningkatan Mutu proses pembelajaran; Operasional Layanan Sekolah berbasis TIK, dan Pelaporan. 8. Penelitian Terdahulu Sebenarnya jauh-jauh hari sebelum penelitian ini dilakukan, sesungguhnya telah banyak peneliti-peneliti terdahulu yang melakukan penelitian terkait dengan masalah kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan metode atau cara yang berbasis dengan Balance Scorecard. Oleh karena itu, sebagai bahan tambahan sekaligus pertimbangan, maka berikut ini peneliti sertakan beberapa penelitian terdahulu. Fahmi Fadhl Al-Hosaini,dkk ( 2015 ) Penelitian ini bertujuan untuk mengulas kerangka balanced Scorecard yang digunakan di institusi pendidikan tinggi Malaysia. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penggunaan balanced Scorecard untuk mengidentifikasi perspektif yang paling cocok untuk dipertimbangkan dalam rangka menilai kinerja lembaga tinggi. Walaupun, empat perspektif konvensional adalah keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi sebagai organisasi non profit yang disarankan untuk menerapkan perspektif non keuangan lainnya seperti partisipasi masyarakat, inovasi, kemitraan strategis, dan keunggulan penelitian ilmiah. Hasil ulasan ini mengungkapkan dari penerapan BSC di institusi pendidikan tinggi dan yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 perspektif BSC relevan untuk institusi pendidikan tinggi. Sebagai bagian dari kontribusinya beberapa manfaat dari menggunakan BSC di institusi pendidikan tinggi, yaitu, seperti; menentukan prioritas perencanaan dan kebutuhan penilaian masa depan, memberikan struktur yang jelas untuk perbaikan mutu berkelanjutan, membangun budaya Mutu Akademik di antara lembaga-lembaga, mengevaluasi penggunaan sumber daya yang efisien untuk masing-masing program akademik, dan mendokumentasikan kontribusi masing-masing kegiatan terhadap misi dari institusi pendidikan tinggi sehingga untuk mempromosikan keunggulan pribadi dan akademik Joko Pramono (2014) meneliti sebuah sekolah di Surakarta dengan memadukan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dengan pendekatan Balanced Scorecard. Variabel yang digunakan adalah perspektif keuangan dengan pengukuran tingkat ekonomis, efektifitas, dan efisiensi, perspektif pelanggan dengan pengukuran tingkat kepuasan siswa, perspektif bisnis internal menggunakan pengukuran dari EDS dan MBS, dan pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran alat ukur menggukan tingkat kepuasan pegawai. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kinerja SMK Negeri 6 Surakarta menunjukan kinerja baik, kinerja perspektif keungan menunjukan cukup ekonomis, cukup efisien dan sangat efektif dengan skor 73,33%. Hasil pengukuran kinerja perspektif pelanggan menunjukan skor 80% dengan kategori baik. Hasil pengukuran kinerja perspektif proses bisnis internal menunjukan skor 46 dari 50 skor maksimal dengan kategori sangat baik. Sedangkan pada proses pengukuran kinerja per- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 spektif pembelajaran dan pertumbuhan diperoleh skor 90% dengan kategori sangat memuaskan. Tari (2013) melakukan penelitian terkait pengukuran kinerja SMA Negeri 8 Pekanbaru dengan pendekatan Balanced Scorecard. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dalam perspektif pelanggan pada umumnya siswa merasa sangat puas (884,89 persen). Ditinjau dari perspektif keuangan realisasi anggaran tahun 2011/2012 dan tahun 2012/2013 sama dengan rencana anggaran, kondisi ini menunjukan bahwa keefektifan antara rencana dan realisasi, selain itu terlihat output antara rencana anggaran sama dengan pengeluaran realisasi anggaran, kondisi ini menunjukan tingkat tidak efisien dalam penggunaan dana untuk merealisasikan pengeluaran. Pada perspektif bisnis intrnal dengan mengkaji Evaluasi Diri Sekolah dibandingkan dengan Standar pelayanan minimum didapat bahwa a) sekolah sudah memiliki sarana dan prasarana mendekati lengkap yaitu 90 persen dari persyaratan SPM, b) untuk tenaga kependidikan non guru yang melaksanakan tugas administrasi dan tata usaha sudah melebihi SPM yang mensyaratkan 80 persen, c) untuk kebutuhan guru 100 persen telah memiliki guru sesuai dengan bidang keahliannya dan capaian tersebut melebihi SPM yang mensyaratkan 805, d) kebutuhan buku telah mencapai 50%, e) untuk pengujian standar nasional dalam bidang bahasa inggris, Geografi dan matematika Dasar untuk kelas X adan XI sudah memenuhi KKM. Untuk kelulusan SMA telah memenuhi standar, dimana 100 persen siswa yang lulus melanjutkan ke perguruan tinggi negeri atau swasta baik dalam dan luar negeri. Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, SMA Negeri 8 Pekanbaru, diperoleh 79,09 persen guru http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 merasa puasa dengan layanan yang diberikan SMA Negeri 8 Pekanbaru. Selain itu retensi guru dan karyawan adalah 0 persen. Kedua pencapaian tersebut termasuk kategori baik. Harun Yuksel dan Ali Coskun (2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan ulasan mengenai pelaksanaan balanced Scorecard di sekolah. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tujuan utama dari pengukuran kinerja dan manajemen di lembaga pendidikan adalah untuk meningkatkan akuntabilitas, menangani dengan perubahan lingkungan dan lengkap dengan lembaga lain. Sebagai persaingan dalam pelayanan pendidikan telah menjadi lebih intens, banyak lembaga pendidikan yang diinvestasikan dalam pendidikan untuk mencapai tujuan mereka. Dalam rangka untuk memastikan lembaga pendidikan untuk menyampaikan misi utama mereka, mereka harus mengukur apakah mereka telah mencapai tujuan strategis mereka atau tidak. Sejalan dengan tujuan ini, banyak aspek yang dieksplorasi tentang BSC dalam literatur dan dapat mengklaim bahwa ada banyak yang harus ditemukan tentang hal itu. Meskipun BSC telah dilaksanakan di negara-negara maju selama bertahun-tahun, terutama di sektor bisnis, itu tidak sampai baru-baru dibawa sektor terkait perhatian pada teori BSC dan BSC jarang diterapkan terutama di lembaga-lembaga pendidikan di Turki. Oleh karena itu, penelitian ini memverifikasi bahwa BSC adalah sistem manajemen kinerja dan alat manajemen strategis untuk mencapai tujuan lembaga. Dalam keadaan penelitian ini bahwa, dengan menekankan biaya pendidikan dan manfaat dalam melaksanakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 manajemen kinerja. Adapun indikator penilaian yang diguankan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Perspektif keuangan, terdiri dari: meningkatkan struktur pembiayaan (penghematan dalam biaya layanan), meningkatkan penggunaan aset (efisiensi penggunaan fasilitas dan sumber daya), perluasan kesempatan pendapatan (tingkat penerimaan siswa, jumlah sumbangan dari para stakeholder). 2) Perspektif pelanggan, terdiri dari: mempromosikan citra sekolah (rasio reputasi, ranking eksternal, evaluasi alumni), kepuasan wali siswa (tawaran kerja bagi lulusan, tingkat penerimaan di universitas), loyalitas siswa (tingkat putus sekolah), meningkatkan kualtias layanan (quality assessment), mendorong kemitraan dengan instansi terkait (ikut serta dalam projek dan aktivitas). 3) Perspektif internal proses bisnis, terdiri dari: meningkatkan kemampuan akademik siswa (hasil ujian siswa), meningkatkan kualitas pengajaran (budget yang dihabiskan untuk pengembangan staff/guru), meningkatkan partisipasi siswa dalam aktivitas olahrata (jumlah siswa yang mengikuti kegiatan olahraga), meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan sosial (jumlah kegiatan sosial). 4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, terdiri dari: meningkatkan kepuasan staff (survey kepuasan), implementasi teknologi (jumlah pelatihan yang menggunakan teknologi baru), peningkatan pengetahuan (jumlah seminar yang dihadiri). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 Evi Maria, dkk (2013) . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat aplikasi ICT di UKSW dari perspektif pengguna dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan dalam manajemen ICT untuk proses layanan terhadap stakeholder dan juga merekomendasikan pelaksanaan proses peningkatan elearning, sehingga dapat mengurangi masalah di masa depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna puas menggunakan ICT dan aplikasi ICT membuat administrasi dan proses belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Kondisi ini dipengaruhi tingkat siswa yang mengundurkan diri dan peningkatan jumlah mahasiswa baru yang terdaftar. Selain itu, model Pengembangan elearning di UKSW harus mempertimbangkan beberapa faktor, seperti: peserta, lingkungan, kontekstual, teknologi, dan fungsi pendidikan. Turki S, Alolah, dkk (2013) melakukan penelitian pada enam sekolah di Saudi Arabia. Pada penelitian ini variabel yang diguanakan adalah 1) safety management and leadership perspective meliputi indikator; komitment manajemen terhadap keselamatan, partisipasi manajemen pada keselamatan, komunikasi dan relasi mengenai keselamatan, insentif keselamatan, kompetensi supervisor. 2) Safety Learning and Training Perspective meliputi indikator; pelatihan, seminar, dan strategi promosi mengenai keselamatan, keterbukaan belajar mengenai keselamatan, pengetahuan dan kompetensi mengenai safety. 3) Safety Policy, Prosedures, and Processes Perspective indikator pengukuran meliputi; akuntabilitas dan feedback safety, pembangunan lingkungan sefety. 4) Workplace Safety Culture Perspective indikator meliputi; tanggung jawab individu mengenai safety, persepsi situasi dan tekanan, kecenderungan untuk melaporkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 kejadian dan kecelakaan, 5) Safety Performance Perspective indikator penilaian meliputi; tingkat kecelakaan, perilaku safety dari pegawai, dan respon darurat. Hasil penelitian ini mengembangkan BSC untuk safety yang dilakukan pada 6 sekolah menunjukan bahwa sekolah laki-laki memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada perempuan. Kinerja safety di sekolah dasar lebih rendah dibandingkan dengan sekolah mengah. Secara garis besar, kinerja safety di sekolah wilayah timur dan tengah lebih baik dibandingkan dengan sekolah di wilayah utara dan selatan. Maria Manuela Pereira dan Nuno Filipe Melao (2012) tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki manfaat, hambatan dan tantangan dalam melaksanakan balanced Scorecard (BSC) di sekolah umum pendidikan nontinggi, lebih khusus, di distrik sekolah Portugis. Variabel penelitian yang digunakan adalah perspektif finansial dengan indikator; persentase pengurangan biaya dari penerimaan dari eksternal, persentase program pendidikan yang didanai secara proporsional, persentasi peningkatan dana internal. Pada perspektif pelanggan indikator penilaian didasarkan pada; tingkat persentase siswa yang berhasil, prsentase siswa hasil Ujian akhir, persentasi siswa yang terkena sanksi disiplin, persentase siswa yang terlibat dalam kegiatan organisasi. Pada perspektif bisnis internal indikator penilaian ditekankan pada; peningkatan organisasi internal pada struktur. Sedangkan pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran indikatoe penilaian di tekankan pada; persentase orang tua siswa yang terlibat dalam kegiatan, dan jumlah rata-rata jam pelatihan dati tiap guru atau staf. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa BSC merupakan cara untuk mengatasi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 hambatan-hambatan yang strategi manajemen dalam upaya pengembangan sekolah di portugis. Namun, hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa untuk menetapkan cara BSC untuk diterapkan membutuhkan waktu secara bertahap untuk memenuhi standar yang maksimal. Ivana Drazic Lutilsky,dkk (2012). Penelitian mengenai implementasi BSC pada model sekolah. Variabel penelitian yang digunakan adalah perspektif keuangan, dengan indikator yang digunakan adalah; pertumbuhan pendapatan, hubungan antara pendapatan dengan aset, dengan pengukuran menggunakan EVA. Pada perspektif pelanggan indikator penilaian yaitu; retensi siswa, penyerapan mahasiswa, kepuasan mahasiswa, kepuasan orang tua. Pada perspektif bisnis internal indikator penilaian yatu; persentase keberhasilan di Negara Matura (matrikulasi) pemeriksaan, persentase keberasilan pada lomba kompetensi negara, persentase ratio bangunan dan pengajaran, serta ratio guru dengan siswa. Pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran indikator penilaian yaitu; retensi staf, pelatihan staf, hubungan kerja antar karyawan, produktivitas staf, dan proaktif staf. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa implementasi model balanced Scorecard dapat lebih mensukseskan manajemen dari sekolah virtual. Hal ini dikonfirmasi melalui model sekolah virtual. Hanya dengan tepat memperkenalkan, mengukur, dan mengendalikan biaya dan akuntansi biaya adalah mungkin untuk melakukan evaluasi internal dan eksternal dari efisiensi usaha, efisiensi operasional dan efektivitas penyedia pendidikan menengah. Mempertimbangkan penggunaan cukup perencanaan biaya, akuntansi dan kontrol http://digilib.mercubuana.ac.id/ 55 untuk kebutuhan pengukuran dan pemantauan kinerja program dan layanan, dapat diasumsikan bahwa sistem akuntansi dan pelaporan harus ditingkatkan untuk kebutuhan manajemen kinerja dan pengawasan. Pemantauan keberhasilan program dan layanan secara langsung tergantung pada perencanaan biaya, akuntansi dan kontrol. S. Liersch, M, dkk (2012) Melakukan penelitian dengan tujuan: pengembangan organisasi adalah penting untuk promosi kesehatan dalam pengaturan yang berbeda. Belajar untuk Hidup Sehat intervensi [Jerman: Gesund Leben Lernen (GLL)] adalah strategi promosi kesehatan sekolah baru yang dirancang untuk mengembangkan sekolah ke dalam lingkungan yang sehat bagi semua orang yang bekerja dan belajar di sana. GLL berfokus pada penguatan sumber daya yang tersedia kesehatan dan mengurangi tekanan negatif kesehatan dan berlebihan. Balanced Scorecard (BSC), instrumen manajemen strategis yang dirancang untuk mendukung proses perubahan, yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini akan mengkaji kesesuaian BSC sebagai alat manajemen dan evaluasi untuk sekolah. Subyek dan metode. GLL membantu sekolah dalam melaksanakan program manajemen kesehatan dengan bantuan pelatih sekolah. Selain menyiapkan komite pengarah dan lingkaran kesehatan, tujuan dan langkahlangkah tindakan didefinisikan dan dioperasionalkan menggunakan pengembangan kualitas partisipatif dan pendekatan evaluasi. Intervensi berfokus pada instrumen organisasi proyek untuk melaksanakan proses perubahan organisasi di sekolah, mengembangkan proses ini dalam cara yang sistematis dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 56 berkelanjutan berorientasi pada tujuan, dan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah dengan cara intervensi kesehatan. Ia menggunakan BSC sebagai alat manajemen strategis yang mendukung. BSC memberikan dasar untuk definisi dan prioritas tujuan di sekolah-sekolah yang berpartisipasi dan memfasilitasi pengukuran kegiatan promosi kesehatan di sekolah. Wawancara telepon terstruktur dilakukan untuk evaluasi pasca lokakarya metodologi untuk proses pelaksanaan BSC. Hasil Sebuah evaluasi awal dari proses pelaksanaan mengungkapkan kebutuhan mendasar untuk mengintegrasikan Kerangka Kebijakan Saxon rendah untuk Kualitas Sekolah. Oleh karena itu, sekolah-BSC tidak lagi mengevaluasi sekolah dari empat perspektif, melainkan dari enam, sesuai dengan Kerangka Kebijakan. Para ahli kesehatan memperkirakan Sekolah-BSC untuk mempromosikan kerja berorientasi pada tujuan dan terstruktur dan transparansi di sekolah-sekolah. Mengingat pendekatan partisipatif, dua spesialis kesehatan yang terdaftar untuk mengoptimalkan konsep pelatihan. Kesimpulan. evaluasi Sekolah-BSC di sekolah memungkinkan untuk menilai kesesuaian sebagai instrumen manajemen dan evaluasi dalam organisasi tersebut. Program sekolah baru dikembangkan sebagian besar terhalau pemesanan awal spesialis kesehatan. Sekolah-BSC dipandang sebagai alat yang berguna untuk pembentukan struktur organisasi dan transparansi dan untuk fasilitasi kerja. Penelitian ini memberikan informasi yang berguna untuk meningkatkan intervensi manajemen terkait. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 57 Herma (2011) dalam penelitiannya di SMA Negeri 1 Bengkulu dengan analisis manajemen berbasis sekolah pada pendekatan BSC menunjukan hasil bahwa: a. Hasil pengukuran analisis kinerja pada perspektif keuangan menunjukan baik pada skor kinerja sembilan. b. Hasil pengukuran kinerja pada perspektif pelanggan menunjukan kinerjanya baik dengan skor kinerja empat. c. Hasil pengukuran kinerja pada perspektif bisnis internal menunjukan kinerja secara umum cukup baik dengan skor kinerja 3,5 d. Hasil pengukuran kinerja pada persektif bisnis internal menunnjukan kinerja baik dengan skor kinerja delapan. Penelitian Herma menyarankan agar sekolah menambah mata pelajaran yang berisi tentang muatan dan keunggulan lokal atau life skill pada kurikulum sehingga beban efektif setiap guru dapat terpenuhi. Selain itu, SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan juga perlu mengembangkan sistem informasi berbasis ICT untuk meningkatkan kinerja di bidang kemampuan sistem informasi. Ming Hong Weng (2011), melakukan penelitian pada sekolah teknik di Taiwan. Pada penelitian ini variabel yang digunakan untuk penelitian pada perspektif keuangan adalah; jumlah sumbangan, tingkat penerimaan dari siswa, tren penerimaan sumbangan. Pada perspektif pelanggan pengukuran dilakukan melalui; prosesntase siswa dengan tawaaran kerja saat lulusan, jumlah perusahaan yang merekrut di kampus, lulusan di rekrut oleh perusahaan yang termasuk 100 besar di taiwan, rata-rata penghasilan dari lulusan, evaluasi alumni, survey lu- http://digilib.mercubuana.ac.id/ 58 lusan, akreditasi. Pada perspektif bisnis internal pengukuran dilakukan pada indikator; evaluasi kompetensi siswa, evaluasi siswa, ratio fakultas-siswa, jumlah magang, jumlah perusahaan yang terlibat, biaya pendidikan per siswa. Dan pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran indikator pengukuran meliputi; jumlah seminar yang diikuti, jumlah publikasi, budget perjalanan untuk mengikuti konferensi, jumlah seminar yang berhubungan dengan teknologi baru, jumlah workshop pembelajaran yang diikuti. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa indikator untuk masing-masing perspektif BSC yang dapat digunakan untuk evaluasi kinerja bagi sistem pendidikan teknik di Taiwan. Setelah peneliti mengkaji penelitian terdahulu (data terlampir) , maka peneliti memaparkan perbedan yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah dari segi perspektif indikator yang akan di gunakan yaitu: 1. Perspektif keuangan sub indikatornya adalah : Mengukur tingkat ekonomis, efektivitas, dan efisiensi. 2. Pada perspektif pelanggan (Peserta Didik) indikatornya adalah : Mengukur tingkat kepuasan siswa, dalam hal ini peneliti hanya mengukur tingkat kepuasan siswa karena peneliti menganggap kepuasan terhadap orang tua tidak perlu dilakukan mengingat saat ini biaya sekolah sepenuhnya ditanggung pemerintah 3. Perspektif Proses Internal indikatornya adalah Inovasi, Operasi, dan layanan 4. Pada perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran indikatornya adalah ; Tingkat Kepuasan guru, motivasi kerja guru dan pegawai , dan sistem informasi sekolah. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 59 B. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kinerja SMK Negeri 49 Jakarta yang diukur dengan menggunakan balanced Scorecard. Kinerja Sekolah Perspektif Keuangan Perspektif Peserta didik Perspektif Proses Internal Tindakan Lanjutan (Action Plan) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran http://digilib.mercubuana.ac.id/ Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan