bab i pendahuluan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada abad 20 penelitian katalis mengacu pada modifikasi partikel logam
berukuran nano yang dikenal dengan istilah nanokatalis dengan tujuan
peningkatan efisiensi katalisis. Salah satu contoh aplikasi nanokatalis yang
digunakan dalam industri otomotif untuk mengendalikan emisi kendaraan
bermotor adalah kombinasi katalis Pt, Pd dan Rh atau yang sering dikenal dengan
istilah TWC (Three Way Catalytic Converter). Keunggulan TWC adalah dapat
mengurangi gas polutan dengan cara mengoksidasi CO dan hidrokarbon menjadi
CO2 dan H2O.
Logam transisi banyak dipelajari dalam bentuk kluster karena memiliki
sifat katalisis yang unik diantaranya; rasio luas permukaan yang tinggi,
ketersediaan situs aktif, energi terendah pada saat restrukturisasi dan memiliki
bilangan koordinasi tinggi (Goel dan Masunov, 2012). Sifat katalisis tersebut
menyebabkan logam transisi memegang peranan penting dalam laju reaksi yang
melibatkan tahap adsorpsi, difusi dan desorpsi. Kluster logam transisi merupakan
kompleks polinuklir yang terdiri dari tiga atau lebih atom logam transisi, dimana
ikatan antar logam terkoordinasi dengan ligan membentuk polihedral. Kluster
logam transisi Nikel (Ni) banyak digunakan sebagai katalis dalam proses
hidrogenasi dan proses industri lainnya, karena lebih menguntungkan dari segi
ekonomi.
Adsorpsi CO pada permukaan kluster logam transisi penting untuk
dipelajari, karena berhubungan dengan fenomena permukaan dan aktivitas
katalisis. Adsorpsi yang kuat pada kluster logam transisi disebabkan oleh adanya
orbital kosong atau setengah penuh pada orbital d. Ketersediaan orbital kosong
tersebut menjadi faktor utama terhadap laju reaksi pemutusan dan pembentukan
ikatan kimia (Hegedus, 1987). Studi adsorpsi CO pada kluster logam transisi
sering dilakukan baik dalam bidang katalis heterogen maupun kimia
1
2
organologam, karena CO memiliki sifat adsorpsi yang khas. Adsorpsi CO pada
kluster logam transisi umumnya berlangsung secara kemisorpsi melalui posisi
interaksi on-top, bridge, dan hollow. Sifat kemisorpsi CO pada permukaan logam
transisi dibutuhkan untuk aktivasi katalisis selama tahap reduksi/oksidasi dalam
proses industri.
Interaksi CO dengan atom logam transisi pertama kali dijelaskan oleh
Blyholder, dalam model yang didasarkan pada Hückel Molecular Orbitals (MOs).
Menurut Blyholder et al. (1976) sifat interaksi CO dengan permukaan logam
transisi ditentukan oleh dua komponen utama yaitu: ikatan σ yang terbentuk
antara atom karbon CO dengan permukaan logam karena transfer muatan dari
adsorbat ke orbital d kosong dari logam (forward donation), tingginya kerapatan
elektron orbital d logam menyebabkan pendestabilan struktur, sehingga terjadi
donasi balik dπ logam mengisi setengah orbital π* CO (back donation) yang
dikenal dengan ikatan π (Kalita dan Deka, 2009).
Seluruh sistem yang membahas mengenai atom, molekul dan kristal
dapat dijelaskan secara eksak dengan menggunakan persamaan mekanika
kuantum yang diberikan oleh Schrödinger, dimana sistem digambarkan sebagai
fungsi gelombang. Teori Hartree Fock pertama kali diajukan melalui pendekatan
self consistent field untuk menghitung interaksi elektron dalam suatu padatan.
Teori ini hanya terdiri dari single slater determinant / tidak memasukkan
perhitungan korelasi elektron di dalamnya (Jensen, 1999) dan hanya
mempertimbangkan tarikan inti-elektron serta mengabaikan tolakan antar
elektron. Elektron dengan muatan yang sama cenderung tolak-menolak saat
berdekatan, sehingga muncul metode korelasi elektron yang salah satunya adalah
metode Density Functional Theory (DFT). Metode ini sering digunakan dalam
perhitungan suatu padatan atau kristal logam, karena logam memiliki densitas
yang cukup besar dengan struktur close pack, dimana setiap atom mengalami
rapatan maksimum satu sama lain menyebabkan elektron dapat bergerak bebas di
dalam padatan logam tersebut, sehingga densitas elektron memiliki fungsi
gelombang yang dapat menggambarkan keadaan elektron dalam suatu padatan
atau kristal (Crabtree, 1987).
3
Kalita dan Deka (2009) melaporkan bahwa muatan dan ukuran kluster
logam transisi Pdnq(n=1-7) netral (q=1) dan bermuatan (q=1,-1), mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap adsorpsi CO, dimana energi interaksi yang diperoleh
mengikuti tren PdnCO+ < Pdn0CO < PdnCO-. Secara sistematis belum ada laporan
teoritis mengenai adsorpsi CO pada kluster Nin+CO dan Nin-CO. Mengingat
besarnya pengaruh muatan dan ukuran dari suatu kluster logam transisi terhadap
proses adsorpsi CO, maka studi teoritis adsorpsi CO pada kluster Ninq(n=3-5)
netral dan bermuatan perlu dilakukan. Studi ini dilakukan dengan metode DFT
yang telah melibatkan electron core untuk meningkatkan akurasi hasil dan
efisiensi waktu hitung.
1.2 Tujuan
1
Optimasi geometri melalui penentuan energi pengikatan kluster Ni, energi
adsorpsi dan desorpsi CO pada kluster Ni n q (n=3-5) netral dan bermuatan.
2
Penentuan posisi pengikatan CO pada kluster Ni n q(n=3-5) netral dan
bermuatan melalui on-top, bridge dan hollow.
3
Memprediksi mekanisme adsorpsi disosiatif C dan O pada kluster Ni n q(n=35) melalui energi disosiasi CO, perubahan panjang ikatan C-O dan frekuensi
vibrasi C-O pada posisi interaksi on-top, bridge dan hollow.
1.3 Manfaat
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau dasar dalam
desain proses konversi katalisis CO menjadi CO2 dengan mengacu pada sifat
adsorpsi dan modifikasi muatan serta ukuran kluster.
Download