1 BAB II KAJIANPUSTAKA 2.1 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) 2.1.1 Insidensi & Epidemiologi BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkatdari 20% pada laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungandengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-lakimengeluh gejala obstruksipada salurankemihbagian bawah, meningkathingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnyapancaran atau aliran pada saat berkemih. (Cooperberg, 2013). Gambar2.1. Angka Kejadian BPH Berdasarkan Usia Beberapa di Negara (Roehrborn , 2012). 2 Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar,selama tahun2013 terdapat 103 pasien dengan BPH yang menjalanioperasi, dari total 1161 pasien urologi yang menjalani operasi. Faktor-faktorresiko terjadinyaBPH masih belum jelas, beberapa penelitian mengarah pada predisposisi genetik atau perbedaan ras. Kira-kira50% laki-lakiberusia dibawah60 tahun yang menjalanioperasi BPH memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat autosomal dominan,dimanapenderitayang memilikiorangtua menderita BPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkandengan yang normal.(Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak inferior dari buli-buli,di depan rektum dan membungkusuretra posterior. Berbentuk seperti buah kemiridengan ukuran4x3x2,5 cm dan berat kuranglebih 20 gram. Kelenjarini terdiriatas jaringanfibromuskulardan glandularyang terbagi dalam beberapadaerahatau zona, yaituzona perifer,zona sentral, zona transitional,zona preprostatikdan zona anterior(Mc Neal, 1970). Secara histopatologi,kelenjarprostat terdiriatas komponenkelenjardan stroma. Komponen stroma terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf dan jaringaninterstitialyang lain. Prostat menghasilkansuatu cairanyang merupakansalah satu komponendari cairanejakulat.Cairan 3 ini dialirkanmelalui duktus sekretoriusdan bermuaradi uretraposterior untukkemudiandikeluarkanbersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan25% dari seluruh volume ejakulat. Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatis dan parasimpatis dari plexus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukanserabut parasimpatisdari corda spinalis S2-4 dan simpatis dari nervus hipogastrikus T10-L2. Stimulasi parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatis menyebabkanpengeluarancairanprostat ke dalam uretraposteriorseperti pada saat ejakulasi.Sistem simpatis memberikaninervasipada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli.Pada tempat tersebut banyak terdapat reseptor adrenergic α. Rangsangan simpatis mempertahankan tonus otot polos tersebut. Jika kelenjarini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi tumor ganas, dapat terjadi penekanan uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. (Cooperberg, 2013). 2.1.3 Etiologi Etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti , tampaknya bersifat multifaktordan berhubungandengan endokrin. Prostat terdiridari elemen epithelial dan stromal dimana pada salah satu atau keduanya dapat muncul nodul hiperplastik dengan gejala yang berhubungan dengan BPH. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya 4 hiperplasia prostat adalah: 1) Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteronatau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhansel-sel kelenjarprostat. Dibentukdari testosteron di dalam sel prostat oleh 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentukberikatandengan reseptor androgen(RA) membentukkompleksDHT-RApada intisel dan selanjutnya terjadisintesis proteingrowthfactor yang menstimulasipertumbuhansel prostat. 2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang semakintua, kadartestosteron menurunsedangkan kadar estrogen relative tetap sehingga perbandinganantara estrogen : progesteron relatif meningkat. Telah diketahuibahwa estrogen didalam prostat berperan didalam terjadinyaproliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,meningkatkanjumlah reseptor androgen dan menurunkanjumlahkematiansel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaanini adalah meskipunrangsanganterbentuknyasel-sel baru akibat rangsangantestosterone menurun,tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyaiumuryang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3) Interaksi stromal-epitel Cunha (1973) membuktikanbahwa diferensasi dan pertumbuhan 5 sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrololeh sel-sel stroma, mendapatkanstimulasidariDHT dan estradiol,sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnyamempengaruhisel-sel stroma itu sendiri secara intrakrinatau autokrinserta mempengaruhisel-sel epitel secara parakrin.Stimulasi itu sendiri menyebabkanterjadinyaproliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 4) Berkurangnya kematian sel prostat Pada jaringannormalterdapatkeseimbanganantaralaju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhanprostat sampai pada prostat dewasa, penambahanjumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaanseimbang. Berkurangnya jumlahsel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat. 5) Teori Sel Stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuksel-sel baru.Didalamkelenjarprostat dikenalsuatu sel stem yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ektensif. Kehidupansel ini sangat tergantungpada keberadaanhormonandrogen sehingga jika hormone ini kadarnyamenurunseperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkanapoptosis. Terjadinyaproliferasisel-sel pada BPH dipostulasikansebagai ketidaktepatnyaaktivitassel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel. 6 Observasi dan penelitian pada laki-laki jelas mendemontrasika n bahwa BPH dikendalikan oleh sistem endokrin, di mana kastrasi mengakibatkanregresi pada BPH dan perbaikankeluhan.Pada penelitian lebih lanjut tampak korelasi positif antara kadar testosteron bebas dan estrogen dengan volume pada BPH. Hal ini berhubungan dengan peningkatanestrogen pada proses penuaanyang mengakibatkan induksi dari reseptor androgen yang menjadikan prostat lebih sensitif pada testosteron bebas. Namunbelum ada penelitianyang mendemontrasikan peningkatanreseptor estrogen level pada penderita BPH. (Cooperberg, 2013). 6) Teori Inflamasi Sejak tahun 1937, terdapat hipotesa bahwa BPH merupakanpeyakit inflamasi yang dimediasi oleh proses imunologi. Uji klinis terbarujuga menunjukkanadanya hubungan antara proses inflamasi pada prostat dengan LUTS. Di Silverio mendapatkan43% gambaran inflamasi pada histopatologi dari 3942 pasien BPH (De Nunzio, dkk. 2011). Sementara penelitiandari Daniels,dkk. menemukanadanyaprostatitis pada 83% dari pasien dengan BPH. Dikatakanbahwa pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinya BPH (Krieger, 2008). Data penelitianmenunjukkanbahwa pasien dengan inflamasikronik pada prostat memilikirisiko lebih tinggi terhadapprogresifitas BPH dan terjadinyaretensi urin. Pada pasien dengan volume prostat yang kecil, hanya yang disertai dengan proses inflamasi yang mengalami gejala 7 obstruksi. Inflamasi prostat juga dikaitkandengan pembesaran volume prostat, semakin berat derajat inflamasi, semakin besar volume prostat dan semakin tinggi nilai IPSS. Sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan efek inflamasi terhadap LUTS (De Nunzio, dkk. 2011). 2.1.4 Patologi BPH terbentukpada zona transisional. Merupakanproses hiperplasi akibat dari peningkatan jumlah sel. Secara mikroskopiktampak pola pertumbuhanyang berbentuknoduleryang terdiridarijaringanstromaldan ephitelial,stroma terdiridarijaringankolagendan otot polos. (Cooperberg, 2013). Penampilan komponen-komponen BPH secara histologis yang beragam menjelaskan potensial respon terhadap pengobatan. Terapi dengan α-blokermemberikanrespons yang baik pada pasien BPH dengan komponendominanotot polos, sementara bila komponenyang dominan adalah ephitel, memberikanrespons yang baik terhadap 5-α reduktase inhibitor.Penderita BPH dengan komponen dominan kolagen kurang respon terhadap medikamentosa. 8 Gambar 2.2 . Anatomi Kelenjar Prostat (Cooperberg , 2013) Pembesaran nodul pada zona transitionalmenekanzona luar pada prostat yang mengakibatkanterbentuknyasurgical capsule. Kapsul ini memisahkanzona transisionaldengan zona perifer,dan juga merupakan batas dilakukannya prostatektomi terbuka . 2.1.5 Patofisiologi Keluhandari BPH diakibatkan oleh adanya obstruksi dan sekunder akibat dari respon kandung kemih. Komponen obstruksi dapat dibagi menjadiobstruksimekanikdan dinamik.Pada hiperplasiprostat, obstruksi mekanikterjadi akibat penekananterhadaplumen uretraatau leher buli, yang mengakibatkanresistensi bladder outlet. Sebelum pembagian zona klasifikasi dariprostat, ahli urologimembagimenjadi3 lobus yaitu2 lobus 9 lateral dan 1 lobus medial. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal toucher (RT) memiliki korelasi yang kurang terhadap timbulnyagejala, karena padaRT lobus medial kurang atau tidak teraba. Komponen obstruksi dinamik menjelaskan berbagai jenis keluhan penderita. Stroma prostat terdiri dari otot polos dan kolagen, yang dipersyarafi oleh saraf adrenergik . Tonus uretra pars prostatika diatur secara autonom, sehingga penggunaanα-blocker menurunkantonus ini dan menimbulkan disobstruksi . Keluhanpada saat berkemihpada pasien BPH akibat dari respons sekunderkandungkemih. Obstruksipada kandungkemih mengakibatkan hipertro fi dan hyperplasiadari otot detrusordisertai penimbunankolagen, pada inspeksi tampak penebalan otot detrusor berbetuk sebagai trabekulasi , apabila berkelanjutan mengakibatkan terjadinya hernia mukosa diantara otot detrusor yang mengakibatkan terbentuknya divertikel.(Cooperberg, 2013) 2.1.6 Gejala Klinis Tidak semua BPH menimbulkangejala. Sebuah penelitanpada pria berusia di atas 40 tahun,sesuai dengan usianya,sekitar 50% mengalami hiperplasia kelenjar prostat secara histopatlogis. Dari jumlah tersebut, 30-50% mengalamiLUTS, yang juga dapat disebabkanoleh kondisi lain. (Roehrborn , 2008) 10 Gambar 2.3 . Hubungan Antara BPH, LUTS, Pembesaran Prostat (BPE), dan Obstruksi Kandung Kemih (BOO) Pada Pria Berusia Lebih Dari 40 Tahun (Roehrborn, 2012) . Gejala BPH terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif. Gejala obstruksi berupa hesistansi, penurunanpancaranurin, rasa tidak tuntas saat berkemih,double voiding, mengejansaat berkemihdan urinmenetes setelah berkemih.Gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi dan nokturia (Cooperberg, 2013). Gejala-gejalatersebut disebut sebagai gejala saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Syndrome (LUTS). 11 Gambar2.4. Keluhan LUTS Berdasarkan Usia Pada Tujuh Negara yang Berbeda Roehrborn ( , 2008) LUTS dapat dibagi menjadigejala penampungan,pengosongan,dan pasca miksi. Umumnya,LUTS dikaitkandengan adanya obstruksi yang diakibatkanoleh pembesaran kelenjar prostat. Namun penelitian lebih lanjut menunjukkanbahwa LUTS tidak hanya disebabkan oleh adanya kelainanpada prostat. Adanyagangguan dari kandungkemih dapat juga menyebabkan LUTS, misalnya peningkatan aktivitas otot detrusor, gangguan kontraktilitaspada fase penampungan,dan penurunanaktivitas otot detrusorpada fase pengosongan. Kondisi lain baik kondisi urologis maupunneurologisjuga dapat berkontribusiterhadapadanyaLUTS. (EAU Guidelines, 2014). Gambar2.5. Penyebab LUTS pada Pria (EAU Guidelines, 2014). 12 Terdapatbeberapametode kuisioneryang tersedia saat ini bagi para klinisiuntukmengukurtingkatgejala salurankemihbagianbawah.Metode tersebut di antaranyaadalah Boyarsky,Madsen–Iversen,Maine Medical Assessment Program(MMAP), Danish symptom score (DAN-PSS-1), AUA symptom score, IPSS, Bologneseinstrument. (Donovan dkk., 1996) InternationalProstate Symptom Score (IPSS), yang dikembangkan oleh American Urological Association, merupakankuisioneryang paling sering digunakan. IPSS merupakanpengembangan dari AUA symptom score yang ditambah dengan satu pertanyaanmengenai kualitas hidup. Telah dilaporkanbahwa IPSS merupakanmetode yang dapat dipercaya dan cukup sederhana,di mana tidak dipengaruhioleh tingkat pendidikan dan sosial demogra fi. (Ozturk dkk., 2011) IPSS dibuat sedemikianrupa sehingga pasien dapat melengkapinya sendiri, dengan hasil yang lebih baik bila disertai dengan bantuan dari petugas kesehatan. Ozturk, dkk membuktikanbahwa nilai dari IPSS yang dilengkapi oleh pasien sendiri dengan nilai IPSS yang dilengkapi oleh pasien dengan bantuan petugas kesehatan tidak berbeda secara signifikan. IPSS saat ini telah divalidasi dan diterjemahkanke dalam bahasa yang berbeda-beda di banyak negara. Pedoman dari American Urological Association (AUA) menyatakan bahwa IPSS merupakankuisioneryang telah tervalidasiuntukdigunakan dalam menilaitiga gejala penampungan(frekuensi,nokturia,dan urgensi), 13 dan empat gejala pengosongan buli (rasa tidak tuntas, intermiten, mengedan, dan pancaran yang lemah). IPSS juga menilai tingkat dari gangguan yang dirasakan,dengan satu pertanyaantambahan mengenai kualitas hidup. (McVary dkk., 2010) IPSS berisi tujuh pertanyaanmengenai gejala dan satu pertanyaan untukmenilaikualitashidup,dimanapasien dapat menilai keluhansecara kuantitatifdalam skala 0-5. Nilai maksimal dari IPSS adalah 35. Derajat gejala salurankemihbagian bawah dikelompokkanmenjaditiga, nilai 0-8 derajat ringan,9-19 derajat sedang, dan 20 ke atas derajat berat. IPSS hanya digunakanuntuk menilai beratnya gejala, dan bukan merupakan faktor diagnostik untuk menegakkan adanya BPH. (EAU Guidelines, 2012). Anamnesa yang lengkap dan mendalam dilakukan untuk menyingkirkan etiologi penyebabyang lain seperti ISK, neurogenikbladder, striktur uret ra dan kanker prostat. Bozdar, dkk. melakukan penelitian mengenai outcome dari TURP dalam hubungannyadengan LUTS. Daritotal 70 pasien dengan BPH yang disertai dengan keluhan LUTS, rata-rata IPSS pra operasi adalah 22,5 (rentang20-35). IPSS pasca operasi dievaluasisetelah 6 minggu dan 12 minggu. Pada evaluasi 6 minggu pasca TURP, 81% pasien dengan LUTS ringan,15,7% dengan LUTS sedang, dan 2,9% dengan LUTS berat. Pada evaluasi kedua (12 minggu pasca TURP), terdapat 88,6% pasien dengan LUTS ringan, 10% dengan LUTS sedang, dan 1,5% dengan LUTS berat. (Bozdar,2010). Sampai saat ini belum ada penelitianyang menilaiIPSS 14 pasien BPH pasca TURP di Indonesia. 15 Gambar2.6. International Prostate Symptoms Score (IPSS) dalam Bahasa Indonesia (IAUI Guidelines, 2003) Sebuah penelitiandi ThailandmencobamencaripenyebabLUTS yang menetap setelah TURP. Hasil penelitian menunjukkanpenyebab yang paling banyak adalah adanya hiperaktivitasdetrusor (54%), residual obstruksi bladder outlet (16%), kelemahan sphincter (8%), dan hipokontraktilitas detrusor (4%) (Anutrakulchai, 2005) . 2.1.7 Pemeriksaan Klinis Pemeriksaanfisik berupa colok dubur dan pemeriksaanneurologis dilakukanpada semua penderita.Yang dinilaipada colok dubur adalah ukuran dan konsistensi prostat. Pada pasien BPH, umumnya prostat teraba licin dan kenyal. Apabila didapatkan indurasi pada perabaan, waspada adanya proses keganasan, sehingga memerlukanevaluasi yang lebih lanjutberupapemeriksaankadarProstat Spesific Antigen (PSA) dan transrectal ultrasound serta biopsi. (Cooperberg, 2013). 2.1.8 Pemeriksaan Laboratorium Dilakukanpemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkaninfeksi dan hematuria. Serum kreatinin diperiksa untuk evaluasi fungsi ginjal. Insufisiensi renal didapatkandari 10% penderitadengan prostatism dan 16 dibutuhkan pemeriksaan saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi renalmemilikiresiko lebih tinggi untukmengalamikomplikasi pasca operasi. Pemeriksaan PSA serum biasanya dilakukanpada awal terapi namun hal ini masih kontroversi. (Cooperberg, 2013). PSA adalah glikoproteinyang diproduksi terutamadi sel epitel yang tersusun pada duktus kelenjar prostat. PSA terutama terdapat pada jaringanprostat,dan juga terdapatdalam jumlahkecil pada serum. Adanya kerusakanpada strukturjaringanprostat, seperti penyakitpada prostat, inflamasi,atau trauma,menyebabkan PSA lebihbanyakmemasukisistem sirkulasi. Peningkatankadar PSA serum menjadi penanda penting dari berbagai penyakit prostat, termasuk diantaranyaBPH, prostatitis, dan kanker prostat (Caroll, dkk., 2013). Nilai normaldari PSA adalah di bawah 4 ng/ml (Wadgaonkar , dkk., 2013). Dikatakantingkatinflamasipada prostat berkorelasipositif dengan nilai PSA (Gui-zhong , dkk., 2013). Kultururin dilakukanuntuk mengidentifikasi adanya infeksi saluran kemih. Dalam keadaan normal,urin bersifat steril. Saluran kemih terdiri dari ginjal, sistem pengaliran(kaliks, pyelum, dan ureter),dan kandung kemih (penyimpananurin). Pada wanita,urinkeluardari kandungkemih melaluiuretrayang bermuaradekat dengan vagina. Pada pria,urinkeluar dari kandung kemih ke uretra melewati jaringan prostat. (Shoskes, 2011). 2.1.9 Pencitraan 17 Pencitraan saluran kemih bagian atas (IVP dan USG) dianjurkan apabila didapatkan kelainan penyerta dan atau terdapat komplikasi misalnya hematuria, ISK, insufisiensi renal dan riwayat batu ginjal. Sistoskopi tidak direkomendasikan untukdianostiktetapi digunakanuntuk terapi invasif. Pemeriksaantambahanberupa cystometrogramdan profil urodinamik dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki kelainan neurologis. Pemeriksaan flow rate dan residu post miksi merupakan pemeriksaan tambahan (Cooperberg, 2013). 2.1.10 Diagnosa Banding Obstruksi saluran kemih bagian bawah lain seperti striktururetra, kontrakturpada leher buli, batu buli atau keganasan prostat. Riwayat instrumentasi uretra, uretritis atau trauma harus dieksklusi untuk menyingkirkanstriktururetra atau kontrakturleher buli. Hematuriadan nyeri umumnya berhubungandengan batu buli-buli , keganasan prostat dapat terdeteksiawal dari colok dubur dan peningkatan PSA. Infeksisalurankemihdapat menyerupaigejala iritatifdariBPH. Dapat diidentifikasi dari urinalisisdan kultur,walaupuninfeksi salurankemih ini dapat merupakan komplikasi dari BPH. Keluhan iritatif juga dapat berhubungan dengan keganasan kandung kemih terutama karsinomain situ, di mana pada urinalisis didapatkan hematuria. Riwayat kelainan neurologis,stroke, DM dan cedera tulang belakang dapat mengarahke neurogenic bladder. Umumnyadidapatkan penurunansensibilitas pada 18 perineumdan ekstremitasinferiordan penurunantonus sphincter ani dan reflek bulbokavernosus,mungkin didapatkan perubahanpola defekasi. (Cooperberg, 2013). 2.1.11 Penatalaksanaan Terapispesifik berupa observasi pada penderitagejala ringanhingga tindakan operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untukpembedahanberuparetensiurineyang berkelanjutan, infeksisaluran kemih yang rekuren,gross hematuria rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi renal dan divertikel buli. (Cooperberg, 2013). 1) Watchful waiting Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu mengalami progresi keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan. Watchful waitingmerupakanpenatalaksanaanterbaikuntuk penderitaBPH dengan nilaiIPSS 0-7. Penderitadengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak pasien. 2) Medikamentosa Tujuanterapi medikamentosaadalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesikadengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker) dan mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menuru nkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron(DHT) melaluipenghambat5α-reduktase. 19 Selain kedua cara di atas, sekarang banyakdipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. Tabel2.1. Klasifikasi Terapi Medi kamentosa pada BPHCooperberg ( , 2013) 3) Operatif Tindakanoperatif dilakukanapabila pasien BPH mengalamiretensi urin yang menetap atau berulang,inkontinensiaoverflow, ISK berulang, adanya batu buli atau divertikel, hematuria yang menetap setelah medikamentosa,atau dilatasi salurankemihbagian atas akibat obstruksi dengan atau tanpa insufisiensi ginjal (indikasioperasi absolut). Selain itu adanya gejala salurankemih bagian bawah yang menetap setelah terapi konservatif atau medikamentosa merupakan indikasi operasi relatif. (Oelke, M., dkk. , 2013). 20 - TURP (Transurethral Resection of the Prostate ) 95% terapi operatif dari penderita BPH dapat dilakukan cara endoskopi, di mana tindakaninimenggunakanpembiusanspinal dan lama perawatan yang relatif singkat. TURP menjadi gold standard tindakan operatif pada penderitaBPH. DikatakanTURP dapat mengurangigejala saluran kemih bagian bawah dan menurunkanIPSS pada 94,7% kasus. (Bozdar, 2010). Di Indonesia,tindakanTransurethralResection of the Prostate (TURP) masih merupakanpengobatan terpilihuntuk pasien BPH. Pada pasien dengan keluhanderajatsedang, TURP lebihbermanfaatdaripadawatchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkantrauma dibandingkanprosedur bedah terbuka dan memerlukanmasa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memper-baiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100% (IAUI Guidelines, 2003). Komplikasidiniyang terjadipada saat operasi sebanyak18-23%, dan yang paling sering adalah perdarahansehingga membutuhkantransfusi. Timbulnyapenyulitbiasanya pada reseksi prostat yang beratnyalebihdari 45 gram,usia lebihdari 80 tahun,ASA II-IV,dan lama reseksi lebihdari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1% (IAUI Guidelines, 2003). Penyulit yang timbul di kemudianhari adalah: inkontinensiastress <1% maupuninkontinensiaurge 1,5%, strikturauretra0,5- 6,3%, kontraktur leher buli-buliyang lebih sering terjadipada prostat yang berukurankecil 0,9-3,2%,dan disfungsi ereksi. Angka kematianakibat TURP pada 30 hari 21 pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia 65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik operasi yang baik dan manajemenperioperatif(termasukanestesi) yang lebih baik pada dekade terakhir,angka morbiditas,mortalitas, dan jumlah pemberiantransfuse berangsur-angsur menurun (IAUI Guidelines, 2003). Resiko atau komplikasi dari TURP antara lain ejakulasi retrograde sekitar75%,impotensi5-10%,inkontinensia1%,dan komplikasilainberupa perdarahan,striktur uretra, kontrakturleher buli, perforasi dari kapsul prostat,dan sindromTURP. (Cooperberg, 2013). - Transurethral Incicion of the Prostat Penderita dengan LUTS sedang atau berat dan prostat yang kecil seringkalimemilikihiperplasiadari komisura posterior(elevasi leherbuli), di mana hal ini merupakanindikasi untuk insisi prostat. Keuntungan nya berupa tindakan lebih cepat, morbiditas lebih rendah dengan resiko ejakulasi retrograde lebih rendah (25%). - Prostatektomi terbuka Diindikasikanpada prostat yang terlalu besar untuk dilakukan tindakan endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita dengan divertikulumbuli atau didapatkannyabatu buli. Prostatektomi terbuka dibagi menjadi2 cara pendekatanyaitu suprapubik(Millinprocedure) dan retropubikFreyer ( procedure ). 4) TerapiMinimal Invasive - Terapi laser ( TULIP) 22 - Transurethral Electrovaporization of the Prostat - Microwave Hypertermia - Transurethral Needle Ablation of the Prostat - High Intencity Focused Ultrasound - Stent Intraurethral 2.2. Peran Inflamasi pada BPH Pada prostat terdapat sel-sel inflamasi (leukosit) yang bertambah seiring bertambahnyausia. Sel-sel ini terdiri dari limfosit B dan T, makrofag,dan sel mast. Penyebabadanyainfltrasidarisel inflamasipada jaringanprostat masih belumjelas. Beberapahipotesa telah dikemukakan, di antaranya adalah infeksi bakteri, infeksi virus, refluks urin dengan inflamasi kimiawi, faktor makanan, hormone, respon autoimun, dan kombinasi dari beberapa faktor tersebut (De Nunzio, dkk. 2011). Telah ditemukan penyebab infeksi seperti E. coli (bakteri gram negatif), beberapajenis virusseperti HumanPapillomaVirus (HPV), virus herpes simpleks tipe 2, dan sitomegalovirus, juga organisme yang menyebar secara seksual seperti Neisseria gonorrhoea, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum, and Trichomonas vaginalis. Selain infeksi, refluks urin juga bisa menyebabkaninflamasi dengan adanya kristal asam urat yang mengaktifkan makrofag dan mencetuskan pengeluaransitokin.Penyebablainyang mungkinadalahresponautoimun. Dengan adanya traumapada prostat akibat beberapaetiologi yang telah disebutkan, lapisan epitel yang rusak akan melepascan antigen yang 23 mencetuskan terjadinyaproses autoimun.Estrogen secara umum telah dipertimbangkan sebagai hormonpro inflamasi,diperkirakan menginduksi inflamasi dengan mempengaruhi produksi Interferon-γ (IFN-γ) pada limfosit. Estrogenjuga menstimulasiInterleukin 4 (IL-4) yang akan menjadi growthfactor-β (TGF-β). Faktormakananyang berpengaruhdalam proses ini adalah makananyang tinggi lemak,di mana pada percobaanbinatang terbuktimeningkatkandistribusidan aktivitassel mast dan makrofagpada prostat (De Nunzio, dkk. 2011). Proses inflamasi pada prostat mencetuskan pelepasan sitokin. Sitokin dan faktor pertumbuhantidak hanya berinteraksidegan efektor imunologi,namunjuga dengan sel epitel dan stroma dari prostat. Kramer dkk. pertama kali mengkonfirmasi bahwa jaringan BPH mengandung limfosit T, limfosit B, makrofag yang teraktivasi secara kronis dan menyebabkan pelepasan sitokin, yang menyebabkan pertumbuhan fibromuskularpada BPH. Sitokin pro inflamasi yang terlibatdi antaranya adalah Interleukin-6(IL-6), IL-8, dan IL-5. Pada saat sel T mencapaibatas tertentu, sel-sel di sekitarnya menjadi target dan dihancurkan, meninggalkanruangyang digantikanoleh nodulfibromuskuler(De Nunzio, dkk. 2011). Penna dkk bahwa sel stroma pada prostat dapat menjadi antigen yang mengaktivasialloantigen CD4 untukmemproduksiIFN-γ dan IL-17. IFN-γ dan IL-17 akan mencetuskanproduksiIL-6 dan IL-8, di mana IL-6 merupakanfaktorpertumbuhanautokrindan IL-8 adalah inductorparakrin 24 dari fibroblast growth factor 2 (FGF-2). Keduanyamerupakankunci dari pertumbuhansel epitel dan stroma prostat. Selain itu, pro inflamasiTGF-β telah tebukti meregulasi proliferasidan diferensiasi stroma pada BPH. Sumber lain dari mediator inflamasi adalah adanya hipoksia lokal yang terjadi, di mana mencetuskan adanya neovaskularisasidan diferensiasi fibroblas menjadi myo fibroblas (De Nunzio, dkk. 2011). PenelitiandariDaniels,dkk. menemukanadanyaprostatitispada 83% dari pasien dengan BPH. Dikatakan bahwa pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinyaBPH (Krieger, 2008). Penelitiandari REDUCE memilikihasil yang hampirsama, di mana disebutkan 21,6% tidak didapatkan inflamasi, 78,4% terdapat inflamasi (Nickel, dkk. 2008). Inflamasi pada jaringan prostat diklasifikasikan menurutgambaran histologi dan menurutagresivitasnya.Menurutgambaranhistologi, tidak adanya gambaran inflamasi prostat dikategorikanmenjadi derajat 0, derajat1 adanya infiltrat sel inflamasiyang tersebar tanpa adanya nodul, derajat2 terdapatnodultanpa berhubungansatu sama lain,dan derajat3 bila terdapat area inflamasi yang luas dengan penyatuan. Sementara menurutagresivitasnya,inflamasi prostat dibagi menjadi derajat 0 bila tidak terdapathubunganantarasel inflamasidengan epitel, derajat1 bila terdapat hubungansel inflamasi dengan epitel, derajat 2 bila terdapat infiltrasi interstitialdengan kerusakanglandular,dan derajat3 bila terjadi kerusakan glandular lebih dari 25% (De Nunzio, 2011). 25 Tabel 2.2. Derajat Histologis dan Agresivitas pada Inflamasi Prostat (Sciarra, 2007). 2.3 Prostate Spesi fic Antigen(PSA) sebagaiself-antigen PengukuranProstate Spesific Antigen (PSA) telah digunakansecara luas untukmendeteksidinikeganasandan memonitorterapipada prostat. PerluditekankanbahwaPSA tidaklahspesifik untukkankerprostat,namun PSA secara spesifik diproduksi oleh jaringan prostat. Kelainan pada prostat selain keganasan juga dapat mempengaruhikadar PSA serum, seperti misalnyaBPH atau prostatitis.(Amirrasouli dkk., 2010). PSA adalah glikoproteinyang diproduksiterutamadi sel epitel yang tersusun pada duktus kelenjar prostat. PSA terutama terdapat pada jaringanprostat,dan juga terdapatdalam jumlahkecil pada serum. Adanya kerusakanpada strukturjaringanprostat, seperti penyakitpada prostat, inflamasi,atau trauma,menyebabkanPSA lebihbanyakmemasukisistem sirkulasi. Peningkatankadar PSA serum menjadi penanda penting dari berbagai penyakit prostat, termasuk diantaranyaBPH, prostatitis, dan kanker prostat (Caroll, dkk., 2013). 26 Nilai normaldari PSA adalah di bawah 4 ng/ml (Wadgaonkar , dkk., 2013). Beberapa penelitianmenunjukkanbahwa tingkat inflamasi pada jaringan prostat berkorelasi positif dengan nilai PSA. Inflamasi meningkatkankadar PSA serum, penyebabpaling memungkinkanadalah adanyakerusakanintegritasdariduktuspada prostat yang mengakibatkan keluarnyaPSA dari lumen duktus dan acinus ke interstitial.(Gui-zhong, dkk., 2013). Salah satu penelitianawal mengenai kadar PSA dengan inflamasi histologis dilakukan oleh Brawn (1991), dengan kesimpulan bahwa inflamasi pada prostat menyebabkan kenaikan kadar PSA serum. Penelitian oleh Irani (1997) menunjukkanadanya hubungan antara agresifitas inflamasi dengan peningkatan kadar PSA. Simardi (2004) menyimpulkanbahwa luasnya inflamasi berkorelasidengan peningkatan PSA serum. Kandirali(2007) memodifikasi metode gradingdari Irani,dan menunjukkanadanya hubunganluas dan agresifitas dari inflamasi pada prostat dengan peningkatankadar PSA dan PSA density (PSAD) serta penurunan kadar free PSA (fPSA). Gui-zhong (2013) menggunakan klasifikasi prostatitis dari NationalInstituteof Health (NIH), menunjukkan perluasandan derajat inflamasi berhubungandengan peningkatankadar PSA serum. (Gui-zhong, dkk., 2013). PemeriksaanPSA serum yang umum dilakukanadalah PSA serum total (tPSA). Perbandingan PSA serum total dengan volume prostat disebut sebagai PSA density (PSAD). Sebagian besar PSA pada plasma 27 berikatandengan inhibitorserine protease seperti α1-antichymotrypsin, α1-proteaseinhibitor, dan α2-macroglobulin . 10%-30%dariPSA total (tPSA) tidak berikatandengan protein serum, disebut dengan PSA bebas (free PSA/fPSA). Rasio fPSA dengan tPSA (fPSA/tPSA) disebut sebagai persentase fPSA. Beberapa penelitianmenunjukkanadanya persentase fPSA yang lebihrendahpada pasien dengan kankerprostat. Hal ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mendeteksi kankerprostat. Partin, dkk melaporkanbahwa f/tPSA pada serum dapat lebih akurat dalam membedakan kanker prostat dengan penyakit nonmalignansisehingga dapat menghindariadanya biopsi yang tidak perlu. Nilai normal f/tPSA yang direkomendasikanadalah 0,2-0,25. (Amirraouli dkk., 2010). Akhir-akhirini terdapat dugaan bahwa PSA merupakan suatu antigen yang menjadi salah satu pencetus terjadinyaproses inflamasi pada jaringanprostat. Sebuah penelitianpada pasien dengan prostatitis, ditemukanadanya reaksi CD4 sel T dengan plasma seminal, di mana antigen yang dikenaliberasal dari postat. CD4 sel T pada pasien dengan prostatitis memberikan respon proliferatif terhadap PSA (Ponniah, 2000). Sampai saat ini,penyebabprostatitiskronisatau sindromnyeripelvis kronis masih belum diketahui. Sejak lama, infeksi telah digambarkan sebagai penyebabnya.Namunpada kenyataannya,banyakpasien dengan kronikprostatitisgagal diterapidenganobat antibakterial.Hipotesa bahwa prostatitis kronis atau sindrom nyeri pelvis kronis merupakansebuah 28 penyakit autoimun didukung oleh beberapa hasil observasi. Pertama, sifatnya yang kronis, berulangdan episodik konsisten dengan penyebab autoimun.Kedua,umumnyapada jaringanprostat ditemukaninfiltrat dari sel-sel inflamasi. Penyebab adanya infiltrat tersebut, dan implikasi dari keberadaannyamasih belum diketahuidengan pasti. Yang ketiga, telah dibuktikanbahwa CD4 sel T pada pasien dengan prostatitis kronis atau dengan sindrom nyeri pelvis kronis memberikan respon proliferatif terhadapplasma seminal. Terakhir,didapatkanbahwasitokinproinflamasi TNF-α dan IL-1β meningkat pada cairan semen pada pria dengan prostatitis kronis bila dibandingkan dengan pria normal (Ponniah, 2000). Penelitianmengenaiantigenpada prostat yang dapat menjaditarget respon dari T limfosit munculdari penelitianmengenaiimunoterapipada kankerprostat. Pertanyaanutamanyaadalah apakah imunoterapidapat memberikanperbaikanpada penangananprostatitis dan kankerprostat (Ponniah, 2000). 2.4. Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) adalah sebuah istilah untuk berbagai kondisi klinis yang bervariasi,mulai dari adanya bakteri pada urin tapa disertai gejala, sampai infeksi berat pada ginjal yang disertai sepsis. ISK merupakansalah satu masalah kesehatanyang palingumum.Diperkirakan terdapat 150 juta pasien didiagnosa dengan ISK per tahunnya.(Nguyen, 2012). 29 Dalam keadaannormal,urinbersifat steril. Salurankemihterdiridari ginjal,system pengaliran(kaliks, pyelum,dan ureter),dan kandungkemih (penyimpananurin).Pada wanita,urinkeluardari kandungkemih melalui uretra yang bermuaradekat dengan vagina. Pada pria, urin keluar dari kandung kemih ke uretra melewati jaringan prostat. (Shoskes, 2011). Ada beberapa istilah penting dalam membahas ISK. Kontaminasi adalah adanya organisme yang ada akibat proses pengambilansampel atau pada saat proses berkemih.Kolonisasi adalah adanya organisme dalam urin,namun tidak menyebabkangejala (bakteriuriaasimptomatik). Dikatakaninfeksisalurankemihbila terdapatreaksiatau respondaritubuh terhadap kuman patogen pada saluran kemih. (Shoskes, 2011). ISK tanpa komplikasiterjadipada pasien dengan salurankemihyang normal. Dikatakanterkomplikasiapabila terdapat infeksi dengan kondisi yang memungkinkan terjadinya peningkatan bakteri dan penurunan efektivitas terapi, di mana terdapat salah satu dari kondisi berikut: - salurankemih yang abnormal(BPH, batu, neurogenic bladder, dan sebagainya) - gangguan kekebalan tubuh - bakterimulti-drug resistant Sebagian besar ISK disebabkan oleh naiknya bakteri dari area periuretra.TerjadinyaISK akibat penyebaranhematogen jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Candida sp, dan Mycobacterium tuberculosis, dan lebih sering terjadi pada pasien 30 dengan gangguan kekebalan dan pada neonatus. Sebagian besar ISK disebabkanoleh spesies bakteritunggal,setidaknya80% disebabkanoleh E. coli. Bakteri penyebab lain yang lebih jarang ditemukan adalah Klebsiella, Proteus, dan Enterobacter. ISK yang didapat dari lingkungan rumahsakit, organisme penyebablebih bervariasi,termasukdi antaranya Pseudomonasand Staphylococcus. (Nguyen, 2012). Faktor resiko terjadi ISK (Shoskes, 2011) : - Aliran urin yang menurun,dapat terjadi karena adanya obstruksi (BPH, ca prostat, striktururetra,batu), neurogenic bladder, asupan cairan yang kurang - Kolonisasi, akibat aktivitas seksual, spermisida, penurunankadar estrogen, obat antimikroba - Peningkatan kuman, akibat kateterisasi, inkontinensiaurin, urin residu Diagnosa ISK terkadang sulit ditegakkan dan bergantung pada pemeriksaan urinalisis dan kultur urin. Pada pemeriksaan urinalisis, adanya sel darah putih lebih dari tiga per lapangan pandang mengindikasikanadanya infeksi. Nitrit pada urin diproduksidari reduksi nitratoleh bakterigram negatif. Gold standarduntukmengidentifikasi ISK adalah pemeriksaanjumlahbakteridarikultururin.Urinharus diambildan ditempatkandi wadahsteril dan secepatnyadilakukanpemeriksaankultur. Apabilapemeriksaantidakdapat dilakukandengancepat, maka urindapat disimpan dalam pendinginsampai 24 jam. Bahan kemudiandidilusidan 31 disebarkandalam plat kultur.Masing-masing bakteri akan membentuk koloni, jumlah koloni dihitungdisesuaikan per milimeterurin (CFU/mL). Secara umum, jumlah koloni >100.000 CFU/mL dapat menegakkanISK dan menyingkirkankontaminasi, namun beberapa studi menunjukkan bahwa kultururin pada pasien ISK yang signifikan secara klinis dapat menunjukkan jumlah koloni <100.000 CFU/mL. (Nguyen, 2012). Pemakaiankateterurinmenjadisalah satu faktoryang dapat memicu terjadinyainfeksi pada saluran kemih, termasuk reaksi inflamasi pada jaringanprostat. Pemakaiankateter urinmenurutStrategy for the Control of AntimicrobialResistance in Ireland(SARI, 2011) adalah intervensiuntuk mengosongkan kandung kemih dengan cara memasukkan kateter. Pemakaiankateter urindikategorikanmenjadijangka pendek(kurangdari atau sama dengan 28 hari) dan jangka panjang (lebih dari 28 hari). Sementaramenurutpanduandari Infectious Diseases Society of America, dikatakanjangka pendek bila pemakaiankateter urinkurangdari 30 hari, dan jangka panjang bila pemakaian lebih atau sama dengan 30 hari (Hooton, dkk. 2010). Pembentukanbiofilm pada permukaankatetermerupakanfaktoryang paling berperan untuk terjadinya bakteriuria.Biofilm adalah material organik yang terbentukdari pertumbuhankoloni mikroorganismeyang memproduksisubstansi mukopolisakaridaekstra seluler.Biofilm ini mulai terbentukdarisejak pertamakali kateterdimasukkan,di permukaandalam dan luar dari kateter. Organisme yang tumbuh dalam biofilm relatif 32 terlindungdari antimikrobadan mekanisme perlindungantubuh (Nicolle, 2014). Setelah terjadi kolonisasi periuretra,pathogen urin memilikiakses menujukandungkemih melalui uretra,menujuginjal melalui ureter,dan menuju prostat melalui duktus ejakulatorius.Uretra dan ureterovesicle junction adalah mekanisme pertahananyang mencegah naiknyakuman pathogen. Di dalam kandung kemih, organisme berkembang dan bertambah, membuat koloni pada mukosa buli, dan menginvasi permukaan mukosa. Beberapa mekanisme buli dalam mencegah bakteriuria adalah (Najar, 2009): 1.Mukopolisakaridayang melapisi epitel buli sehingga mencegah kolonisasi. 2.Protein Tamm-Horsfall yang merupakan komponon uromucoid melekat pada P-fimbria dan mencegah kolonisasi. 3.Aliranurindan kontraksibuli yang mencegah terjadinyastasis urin dan kolonisasi. Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakansalah satu penyebab yang paling umum pada infeksi yang terkait dengan pelayanankesehatan, di mana 80% di antaranyaberhubungandengan pemakaian kateter urin. Penelitianprospektifpada 100 pasien,yang dilakukanoleh Jayakumar,dkk (2011), 32% didapatkanpertumbuhankuman dari kultururin pada hari kelima, sementara 68% tidak didapatkanpertumbuhankuman pada urin sampai hari ketujuh. 33 2.5 Prostatitis Prostatitis adalah reaksi inflamasipada kelenjarprostat yang dapat disebabkanoleh bakterimaupunnon bakteri.Untukmenentukanpenyebab suatu prostatitis,diambilsampel urindan getah kelenjarprostat melaluiuji 4 tabung yang dilakukan oleh Meares (1976). Uji 4 tabung terdiri atas : 1. 10 cc pertama, contoh urineyang dikemihkanpertama kali (VB1) yang dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa uretra. 2. Urineporsi tengah (VB2), yang dimaksudkanuntukmenilaimukosa kandung kemih. 3. Getah prostat yang dikeluarkanmelalui masase prostat atau expressed prostatic secretion (EPS), yang dimaksuduntukmenilai keadaan kelenjar prostat. 4. Terakhir, urine yang dikemihkan setelah masase prostat. Keempat contoh itu dianalisis secara mikroskopikdan dilakukankultur untuk mencari kuman penyebab infeksi. 34 Gambar2.7. Teknik Pemeriksaan Empat Tabung (Nguyen, 2012). National Institute of Health (NIH) memperkenalkanklasifikasi prostatitis dalam 4 kategori yaitu (Krieger, 20 08) : 1. Kategori I, prostatitis bakterial akut 2. Kategori II, prostatitis bakterial kronis 3. Kategori III, prostatitis non bakterialkronis atau sindroma pelvik kronis.Pada kategoriini terdapatkeluhannyeridan perasaantidak nyamanpada daerahpelvis yang telah berlangsungselama 3 bulan. Kategori ini dibagi menjadi 2 subkategori yaitu, (IIIA) sindroma pelvik kronis dengan inflamasi dan (IIIB) yaitu sindroma pelvik kronis tanpa inflamasi. 4. Kategori IV, prostatitis inflamasi asimtomatik 35 2.5.1 Prostatitis Bakterial Akut Prostatitis bakterial akut adalah inflamasi pada prostat yang berkaitandengan ISK. Diperkirakan infeksidiakibatkanoleh adanyainfeksi uretrayang naikke atas atau refluksdariurinyang terinfeksipada buli-buli. Invasi bakteri menyebabkan leukosit (polimorfonuklear,limfosit, sel plasma, dan makrofag) terlihatdi sekitar sel acinus pada prostat. Sering terjadiedema dan hyperemiapada sel stroma prostat. Pada infeksi yang berkepanjangan,dapat ditemukan gambaran nekrosis pada bermacam derajat dan pembentukan abses. (Nguyen, 2012). Prostatitis bakterialakut lebih sering terjadi pada laki-lakidewasa, merupakandiagnosis urologi yang paling umum pada pria di bawah 50 tahun. Gejala umum berupa demam, menggigil, lemas, nyerisendi, nyeri otot, nyeri pada punggung bawah atau perineal. Gejala saluran kemih berupafrekuensi,urgensi,dan disuria.Retensi urindapat terjadiakibatdari pembengkakanprostat. Pada pemeriksaancolok dubur,teraba kelenjar prostat membesar, ireguler dan hangat, disertai dengan nyeri. Hasil urinalisamenunjukkanadanya sel darah putih dan terkadang sel darah merah. Pemeriksaandarah menunjukkanadanya leukositosis. PSA level biasanya meningkat. Diagnosa prostatitis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis dan kulturcairan prostat, uji 4 tabung. Namun pada prostatitis bakterial akut, masase prostat tidak disarankan karena nyeri dan dapat menyebabkanbakteremia. Kateter urin melalui uretra juga sebaiknya 36 dihindari. (Nguyen, 2012). Kuman penyebabpaling sering adalah kuman E. coli. Bakteri gram negatif lain yang menyebabkanadalah Proteus, Klebsiella,Enterobacter, Pseudomonas, dan Serratia. (Nguyen,2012). Terapi diberikanantibiotika yang sensitif terhadapkumanpenyebabinfeksidan bila perlupasien harus dirawatdi rumahsakit guna pemberianobat secara parenteral.Antibiotika yang dipilihadalahgolongan fluroquinolone, trimetoprim– sulfametoksazol dan golongan aminoglikosida.Setelah keadaan membaik antibiotikaper oral diteruskan hingga 30 hari. (Murphy, 2009). Jika terjadi gangguan miksi sampai menimbulkanretensi urin, sebaiknya dilakukan pemasangan kateter suprapubik karena dalam keadaanini tindakanpemasangan katetertransuretrakadang-kadang sulit dan akan menimbulkan infeksi (Murphy, et al ., 2009). 2.5.2 Prostatitis bakterial kronis Prostatitis bakterial kronis terjadi karena adanya infeksi saluran kemihyang sering berulang. Gejala yang sering dikeluhkanpasien adalah disuria, urgensi frekuensi, nyeri perineal dan kadang-kadang nyeri saat ejakulasi atau hematospermi. Pada pemeriksaancolok dubur mungkin teraba krepitasi yang merupakan tanda dari suatu kalkulosa prostat. Uji 4 tabungtampakpada EPS dan VB3 didapatkankumanyang lebih banyak daripada VB1 dan VB2, di samping itu pada pemeriksaan mikroskopik pada EPS tampak oval fat body. 37 Pada prostatitis bakterial akut, hampir semua antibiotika dapat menembusdindingplasma epiteliumdan masuk ke dalam sel-sel kelenjar prostat,tetapi pada infeksikronistidakbanyakjenis antibiotikayang dapat menembus dinding tersebut. Jenis antimikrobayang dapat digunakan adalah trimetoprim– sulfametoksasol, doksisiklin,minosiklin,karbenisilin dan fluoroquinoloneAntimikrobadiberikandalam jangka lama hingga pemeriksaankulturulangantidak menunjukkan adanyakuman(Murphyet al, 2009). 2.5.3 Prostatitis non bakterial Sesuai dengan klasifikasi dari NIH, kategori III dibagi menjadi 2 subkategori,yaituIIIA(prostatitisnon bakterialdengan inflamasi)dan IIIB (prostatitisnon bakterialtanpa inflamasi).Prostatitis non bakterialadalah reaksi inflamasi kelenjar prostat yang belum diketahui penyebabnya (Krieger, 2008). Beberapa faktor yang dikemukakanmenjadi peyebab prostatitis non bakterialatau nyeripelvis kronisadalah infeksi,autoimun, penyakit neurologi dan penyakit psikiatri (Murphy, dkk. 2009). Sindrom metabolik juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mencetuskan terjadinyainflamasipada prostat. Kupeliondkk (2008) dan Ozden (2007) menyatakan bahwa pasien dengan sindrom metabolik secara signifikan berhubungandengankadartestosteron yang rendah,dan memiliki nilai PSA yang lebih tinggi (Gorbachinsky , 2010). Jaringan adiposa mensekresi berbagai macam substansi bioaktif yang dikenal 38 sebagai adipositokin, yang dapat menyebabkanresistensi insulin dan memiliki efek proinflamasi. Ditemukanjuga peningkatankadar sitokin termasukresistin,leptin,TNF-α,IL-6,CRP, fibrinogen,dan inhibitoraktivator plasminogen 1 (PAI-1) pada pasien dengan obesitas (De Nunzio, 2012) .