BAB II KAJIAN TEORI Di dalam bab dua ini akan dibahas beberapa teori yang menjadi landasan dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Teori tersebut adalah Komunikasi, Periklanan, Representasi Stuart Hall, Gaya Hidup, Pleasure Seekers. Atas dasar kajian teori tersebut kemudian mengacu pada penelitian terdahulu untuk membangun kerangka pikir penelitian. 2.1 Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Definisi ringkas dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan yang diajukan Harodl Lasswell (Mulyana, 2007:69-71) yaitu Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana. Iklan merupakan bagian dari komunikasi. Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media (Kasali, 1992: 9). Media yang digunakan oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk untuk menawarkan produk Walls Magnum Gold yaitu Youtube. Saat ini Youtube dianggap sebagai situs media sosial paling penting dan populer di dunia. Berbagai stasiun televisi, perusahaan produsen film, distributor rekaman dan perusahaan lain menggunakan Youtube untuk mempromosikan produk dan jasanya 1. Penayangan iklan Walls Magnum Gold pada media Youtube akan berdampak pada pembentukan gaya hidup pleasure seekers. maka peneliti ingin mengetahui gambaran gaya hidup Pleasure seekers yang seperti apa yang direpresentasikan oleh iklan Walls Magnum Gold. 1 ) http://bisnis.liputan6.com/read/798442/5-media-sosial-terbaik-buat-berbisnis, diunduh 1April 2014 pukul 03.36 WIB 6 2.2 Periklanan Institut Praktisi Periklanan Inggris yang dikutip oleh Jefkins (1997:5) mendefinisikan periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya sedangkan Kotler (1997:236), mengartikan periklanan adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembiayaan. 2.2.1 Fungsi-fungsi Periklanan Banyak perusahaan yang memiliki keyakinan akan efektivitas periklanan. Secara umum, periklanan dikenal sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya, Berikut fungsi-fungsi periklanan: menurut Shimp, (2003:357) 1. Informing (memberi informasi) Periklanan membuat konsumen sadar akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif. Karena merupakan suatu bentuk komunikasi yang efektif yang berkemampuan menjangkau khalayak luas. Periklanan menampilkan peran informasi bernilai lainnya baik untuk merek yang diiklankan maupun konsumennya. 2. Persuading (mempersuasi) Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Terkadang, persuasi berbentuk mempengaruhi permintaan primer, yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk. Lebih sering, iklan berupaya untuk membangun permintaan sekunder, permintaan bagi merek perusahaan yang spesifik. 3.Reminding(mengingatkan) 7 Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen. Saat kebutuhan muncul, yang berhubungan dengan produk yang diiklankan, dampak periklanan di masa lalu memungkinkan merek pengiklan untuk hadir di benak konsumen sebagai suatu kandidat merek yang akan dibeli. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak akan dipilihnya. Periklanan, didemonstrasikan untuk mempengaruhi pengalihan merek dengan mengingatkan para konsumen yang akhir-akhir ini belum membeli suatu merek yang tersedia dan mengandung atribut-atribut yang menguntungkan. 4. Adding value (memberikan nilai tambah) Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Terdapat tiga cara mendasar di mana perusahaan bisa memberi nilai tambah bagi penawaran-penawaran mereka yaitu inovasi, penyempurnaan kualitas dan persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang sebagai lebih elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi, dan bisa lebih diunggulkan dari tawaran pesaing. 5. Assisting (mendampingi) Periklanan hanyalah salah satu anggota atau alat dari tim atau bauran komunikasi pemasaran. Peran utama periklanan adalah sebagai pendamping yang memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran. Sebagai contoh, periklanan digunakan sebagai alat komunikasi untuk meluncurkan promosi-promosi penjualan seperti kupon-kupon dan hadiah langsung dalam kemasan serta upaya perhatian berbagai perangkat promosi penjualan tersebut. Peran penting lain dari periklanan adalah membantu perwakilan penjualan. Iklan mengawali proses penjualan produk-produk perusahaan dan memberikan pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga sebelum melakukan kontak personal dengan para pelanggan yang prospektif. 8 2.2.2 Elemen Iklan Televisi Beberapa tokoh memberikan paparan informasi elemen iklan televisi sebagai berikut: Berdasarkan Wells William, dkk (1998:451) elemen dalam iklan televisi yaitu: 1. Video Video merupakan keseluruhan unsur visual yang mendominasi terhadap persepsi dari sebuah pesan yang diiklankan televisi. Unsur-unsur video mencakup semua hal yang terlihat pada layar televisi. Video juga menggandung rangkaian adegan, yang berupa gerakan kata-kata yang menceritakan sesuatu, selain itu emosi akan lebih menyakinkan apabila diekspresikan melalui raut wajah, gerak badan, ataupun bahasa tubuh lainnya. 2. Audio Iklan televisi merupakan media audio-visual sehingga elemen audio menjadi penting. Audio merupakan keseluruhan unsur audio yang ditampilkan pada iklan televisi yang biasa berupa music, voices (suara), sound effect. Dalam dimensi suara, terdapat suatu percakapan atau dialog, tetapi juga narator atau voice over. 3. Talent Talent merupakan pemeran ataupun tokoh-tokoh yang muncul dalam sebuah iklan televisi atau yang sering disebut sebagai bintang iklan. Pada iklan televisi bintang iklan dibutuhkan untuk memerankan adegan yang menunjukkan manfaat, cara kerja, kehebatan, dan lain sebagainya agar khalayak mendapat informasi yang cukup. 4. Props Props merupakan produk yang diiklankan. Suatu iklan seharusnya dapat merefleksikan bagian-bagian terpenting dari produk yang diiklankan. Bagian- 9 bagian tersebut biasanya berupa logo dari produk, kemasan produk, cara penggunaan produk, dan sebagainya. 5. Setting Setting merupakan tempat/lokasi dimana adegan dalam iklan diambil baik diluar ruangan atau dalam ruangan. Dalam iklan televisi lokasi digunakan untuk pengambilan adegan. 6. Lighting Lighting merupakan efek pencahayaan yang ditampilkan dalam iklan televisi yang digunakan sebagai pelengkap iklan. Pencahayaan dalam iklan harus tepat agar iklan menarik. Efek dalam pencahayaan dibutuhkan untuk memberi penekanan pada adegan/lokasi. 7. Graphics Graphics merupakan keseluruhan efek grafis yang ada pada sebuah iklan televisi yang dapat berupa tulisan (misalkan tagline, info produk, dsb), desain grafis aatu ilustrasi foto. Beberapa graphics dibuat dengan menggunakan teknologi komputer agar tampilan iklan lebih baik. 8. Pacing Pacing merupakan kecepatan dari setiap frame atau adegan yang ditampilkan dalam sebuah iklan televisi. Kecepatan dalam adegan merupakan faktor yang sangat penting dalam tayangan iklan. Pacing menggambarkan seberapa cepat atau lambatnya sebuah adegan iklan berlangsung. Sikap terhadap iklan bekerja melalui sebuah proses tanggapan atau reaksi pemirsa terhadap elemen-elemen (stimuli-stimuli) periklanan. Tanggapan dan reaksi ini dapat diartikan pada saat pemirsa sedang melihat, mendengar, atau berpikir tentang suatu iklan. RossiterdanPercy(1997:209) menyatakan adanya,―Six stimulus of ad:heard and sound effect, music, words, pictures, colour, and movements.” Enam stimuli iklan itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Heard and sound effect (kata-kata/suara yang terdengar) 10 Heard and sound effect adalah kata-kata/suara yang terdengar, maksudnya adalah karakter dan penekanan suara didukung dengan gaya penyampaian dalam kata-kata yang terdengar, merupakan elemen iklan yang penting, karena mengandung arti emosional dan dapat menimbulkan pesan-pesan dalam pikiran pemirsa. Penilaian heard and sound effect, merupakan persepsi pemirsa terhadap kata-kata atau suara yang terdengar pada saat iklan ditayangkan di media elektronik (Televisi atau radio). Heard and sound effect dapat berupa pesan yang dikomunikasikan. Suara yang jelas, enak di dengar, berisi pesan yang jujur, menghindari sloganslogan yang tak berarti akan mudah diingat oleh pemirsa dan sangat efektif membentuk brand awareness (kesadaran merek). 2. Musik Music (Music) adalah alunan lagu yang berirama, baik dari suara manusia maupun dari alat-alat. Musik dapat berupa jingle (bunyi-bunyian) atau musik latar belakang. Penilaian music merupakan persepsi pemirsa terhadap irama atau lagu yang di perdengarkan pada saat iklan di tayangkan di media elektronik (Televisi atauradio). Nyanyian membuat kata-kata lebih mudah diingat, karena iramanya. Musik dan lagu telah menjadi komponen penting dalam dunia periklanan hampir sejak suara direkam pertama kali. Musik latar, jingle, lagu-lagu dan aransemen klasik digunakan untuk menarik perhatian, menyalurkan pesan-pesan penjualan, menentukan tekanan emosional, dan pendengar. Musik membentuk mempengaruhi berbagai suasana hati fungsi komunikasi yang meliputi cara untuk menarik perhatian, menjadikan konsumen berada dalam perasaan positif, membuat konsumen lebih dapat menerima pesanpesan dalam iklan, dan bahkan mengomunikasikan arti produk yang diiklankan. Fungsi lagu pada prinsipnya adalah pendukung komunikasi. Cara berkomunikasi dalam iklan televisi bisa secara audio-visual. Disinilah lagu-lagu berperan, sebagai salah satu unsur penting dalam menyampaikan pesan kepada audiens dan membangun brand personality 11 (kepribadian merek) suatu produk. Lagu itu sendiri juga bisa menjadi ―bahasa visual‖ karena bisa menggambarkan mood maupun feeling. Lagu yang dipakai dalam iklan, biasanya diaransemen ulang, dengan pertimbangan aransemen ulang ini tergantung lagu aslinya seperti apa, selanjutnya disesuaikan dengan tema komunikasi iklan.―Lagu terkenal dalam iklan dapat membantu menarik perhatian dan mengembalikan ingatan,serta menjadikan merek mudah diingat‖ (Sutherland dan Sylvester, 2004:139). 3. Words atauSeenword(kata-katayangterlihat) Words (seenword) atau kata-kata yang terlihat berbentuk tulisan, yang dapat dibaca, diingat, dan akan melekat dalam ingatan pemirsa, sehingga mampu mendukung manfaat produk yang diiklankan. Penilaian words (kata-kata) merupakan persepsi pemirsa terhadap katakata atau tulisan yang ditampilkan pada saat iklan ditayangkan di televisi,yang mampu mendukung manfaat produk. Tulisan kata-kata yang terlalu panjang dan tidak jelas,tidak akan mampu dibaca bahkan tidak akan mampu dipahami dengan baik oleh pemirsa. Hal tersebut menyebabkan iklan tidak efektif. Kata-kata yang ditulis hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan wajar, tetapi dapat mengungkapkan pesan, sehingga tidak terlalu memancing imajinasi pemirsa. Manusia atau pemirsa menghendaki gagasan yang wajar tetapi cerdas, sehingga mudah diingat dan menarik perhatian. 4. Pictures(Gambar) Pictures adalah gambar dalam suatu tayangan iklan yang dilihat pemirsa atau masyarakat, yang meliputi obyek figur, lokasi,dan latarbelakang yang dipakai. Penilaian pictures(gambar) merupakan persepsi pemirsa terhadap gambar atau obyek yang ditampilkan pada saat iklan ditayangkan, baik pada media cetak maupun media elektronik (Televisi atauWeb iklan 12 diinternet). Televisi merupakan media audio-visual, yaitu media yang sanggup mengomunikasikan kepada pemirsa suara dan gambar dari suatu pesan atau beberapa pesan pada saat bersamaan (pada detik yang sama). Kelebihan tersebut hendaknya dimanfaatkan untuk menampilkan citra citra produk dan jasa secara luar biasa, untuk menarik perhatian pemirsa yang sebelumnya tidak pernah terfikir dalam benak pemirsa. Gambar dengan tayangan iklan di televisi harus di buat semenarik mungkin agar menimbulkan kesan dihati pemirsa atau masyarakat. Gambar degan tayangan iklan hendak nyaman pun memberikan informasi pesan iklan dengan baik. 5. Warna Colour (Warna), yang dimaksud dengan warna adalah komposisi warna dan keserasian warna dari gambar dan tulisan, termasuk pengaturan cahaya yang terdapat dalam tayangan iklan. Penilaian colours (warna) merupakan persepsi pemirsa terhadap warna- warna dari gambar atau obyek yang ditampilkan pada saat iklan ditayangkan di televisi atau media cetak lain. Warna dominan merupakan suatu indikasi untuk membedakan suatu produk dengan produk yang lain. Biasanya warna-warna yang ditayangkan dalam iklan diserasikan dengan warna dominan produk, agar produk yang ditayangkan mudah diingat. Disamping warna dominan, tayangan iklan di t e l e v i s i hendaknya juga dibuat kaya warna, dan perpaduan warna tayangan iklan harus serasi dengan background (latarbelakang). 6.Gerakan Movements (Gerakan) adalah adegan yang disajikan dalam tayangan iklan, yang digunakan dengan tujuan memperjelas maksud dari iklan tersebut, sesuai dengan suara dan irama atau lagu yang diperdengarkan. Penilaian movement (gerakan) merupakan persepsi pemirsa terhadap gerakan dari setiap adegan yang ditampilkan pada saat iklan ditayangkan. 13 Movement iklan hendaknya kaya gerakan yang mampu melahirkan semangat pada diri pemirsa, sesuai dengan musik yang disajikan atau sesuai dengan suara (heard and sound effect) yang diperdengarkan. Sesuai dengan yang dikemukakan pada sub-sub bab di muka, gerak irama yang cepat dengan banyak potongan dana neka scenario memberi dampak gairah (semangat) yang besar, misalnya cocok untuk iklan restoran cepat saji, minuman kesehatan, multivitamin. Sebaliknya gerak irama yang lebih lamban mungkin lebih sesuai untuk produk alat-alat kecantikan, bahanbahan masakan. Iklan televisi harus mengomunikasikan perbedaan produk, manfaat produk, dan alasan konsumen untuk membeli. Itulah sebabnya, perbedaan konsep tersebut hendaknya dapat diwujudkan dalam gerakan yang ditampilkan pada iklan di televisi, agar mampu mendongkrak omzet penjualan produk dan jasa dengan menguntungkan produsen. Dalam penelitian ini elemen yang dimaksudkan adalah audio dan video, talent, props,words (seenword),colour. 2.3 Representasi Stuart Hall (1997:15) mengemukakan definisi representasi sebagai berikut: “Representation means using language to say something meaningful about, or to represent, the word meaningfully, to other people. ...Representation is an essential part of the process by which meaning is produced and exchanged between members of a culture. It does involve the use of language, of signs and images which stand for or represent things.” Kutipan di atas menjelaskan bahwa representasi merupakan bagian dari proses produksi dan pertukaran makna. Melalui bahasalah, proses produksi dan pertukaran makna tersebut dilakukan. Selain bahasa, tanda/simbol juga dapat merepresentasikan suatu makna dan melalui tanda/simbol juga terjadi proses pertukaran makna. Menurut Stuart hall (1997:17). ada dua proses representasi, yakni: 14 1. Representasi mental. Representasi mental yaitu konsep tentang ‗sesuatu‘ yang ada di kepala/pikiran kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengonstruksi antara sesuatu dengan sistem 'peta konseptual' kita. Konsep dari sesuatu hal yang kita miliki dalam pikiran kita, membuat kita mengetahui makna dari hal tersebut. Sebagai contoh sederhana, kita mengenal konsep ‗piring‘ dan mengetahui maknanya. Kita tidak akan dapat mengomunikasikan makna dari ‗piring‘ yaitu benda yang digunakan orang untuk makan, jika kita tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain. 2. Bahasa. Bahasa berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam 'bahasa' yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu. Dalam proses kedua, kita mengonstruksi antara 'peta konseptual' dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara 'sesuatu', ‗peta konseptual', dan 'bahasa/simbol' adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Jadi makna tidak dapat dikomunikasikan tanpa bahasa. Proses yang menghubungkan ‗sesuatu‘, ‗peta konseptual‘, ‗bahasa/simbol‗ secara bersama-sama itulah yang kita namakan: representasi. Yang terpenting dalam sistem representasi ini bahwa kelompok yang dapat berproduksi dan bertukar makna dengan baik adalah kelompok tertentu yang memiliki suatu latar belakang pengetahuan yang sama sehingga dapat menciptakan suatu pemahaman yang hampir sama. Dalam proses pembentukan realitas, ada dua titik perhatian Stuart Hall (Eriyanto, 2001:29-31): Pertama, Bahasa. Bahasa sebagaimana dipahami oleh 15 kalangan strukturalis, merupakan sistem penandaan. Realitas dapat ditandakan secara berbeda pada peristiwa yang sama. Makna yang berbeda dapat dilekatkan pada peristiwa yang sama. Bagaimana proses pemberian makna tersebut dibentuk? Kalau pemaknaan atas suatu realitas bisa memungkinkan banyak perbedaan penafsiran, kenapa hanya satu makna yang akhirnya kita terima? Bagaimana satu makna bisa memenangkan dan lebih diterima dibandingkan dengan pemaknaan lain? Menurut Hall, makna itu timbul dari proses pertarungan sosial, di mana masing-masing pihak atau kelompok saling mengajukan klaim kebenarannya sendiri yang diartikulasikan lewat bahasa. Bahasa dianggap sebagai arena pertarungan sosial dan bentuk pendefinisian realitas. Kenapa A harus kita tafsirkan seperti ini bukan seperti itu? Dikarenakan lewat pertarungan sosial dalam memperebutkan dan memperjuangkan makna, pada akhirnya penafsiran atau pemaknaan tertentu yang menang dan lebih diterima. Kedua, Politik penandaan yakni bagaimana praktik sosial dalam membentuk makna, mengontrol, dan menentukan makna. Titik perhatian Hall disini adalah peran media dalam menandakan peristiwa atau realitas dalam pandangan tertentu dan menunjukkan bagaimana kekuasaan idelogi disini berperan, ideologi menjadi bidang di mana pertarungan dari kelompok yang ada dalam masyarakat. Akan tetapi, posisi demikian juga menunjukkan bahwa ideologi melekat dalam produksi sosial, produksi media dan sistem budaya. Setiap budaya memberikan bentuk episode pemikiran tertentu, dan menyediakan anggota dari komunitas tersebut sebuah pemikiran atau gagasan tertentu sehingga mereka tinggal menerima dalam pengetahuan mereka. Gambaran bagaimana sesuatu ditandakan untuk kita, tergantung pada proses penandaan itu sendiri. Efek dari ideologi dalam media itu adalah menampilkan pesan dan realitas hasil konstruksi tersebut tampak seperti nyata, natural, dan benar. Pengertian tentang realitas itu tergantung pada bagaimana sesuatu tersebut ditandakan dan dimaknai. Stuart Hall (1997:25-26) mencoba melengkapi pengertian representasi melalui Theory of Representation. Terdapat tiga pendekatan untuk menjelaskan bagaimana representasi dari bahasa menghasilkan sebuah makna. Ketiga 16 pendekatan tersebut adalah the reflective (reflektif), the intentional (intensional), dan the constructionis (konstruksionis), berikut ini penjelasannya: Pendekatan reflektif, menyatakan makna dipahami terletak dalam objek, orang, gagasan atau kejadian di dalam dunia nyata, dan bahasa berfungsi seperti sebuah cermin, untuk memantulkan makna-makna yang sesungguhnya karena makna-makna itu telah ada di dunia ini. Dalam pendekatan ini bahasa bekerja dengan refleksi atau peniruan sederhana tentang kebenaran yang telah ada. Pendekatan intensional, pendekatan ini menyatakan bahwa penutur (komunikator), penulislah yang memberlakukan makna uniknya pada dunia melalui bahasa. Ada beberapa poin untuk argumen ini karena kita semua, sebagai individu, menggunakan bahasa untuk menyampaikan atau mengomunikasikan hal-hal yang bersifat khusus atau unik kepada kita, kepada cara kita melihat dunia. Namun pendekatan ini juga memiliki cacat. Kita tidak bisa menjadi satu-satunya sumber unik makna di dalam bahasa, karena itu akan berarti bahwa kita bisa mengekspresikan diri kita sendiri dalam bahasa yang sepenuhnya bersifat pribadi. Karena hakikat bahasa adalah komunikasi dan ini selanjutnya tergantung pada konvensi-konvensi linguistik dan persamaan aturan. Bahasa tidak sepenuhnya bersifat pribadi, betapa pun pribadi menurut kita, harus memasuki aturan, kode dan konvensi bahasa yang harus sama-sama dimiliki dan dipahami. Bahasa adalah benar-benar sebuah sistem sosial. Pendekatan konstruksionis, pendekatan ini mengakui bahwa benda-benda itu sendiri maupun pengguna bahasa individual bisa melekatkan makna di dalam bahasa. Benda-benda tidak berarti: kita menyusun makna, menggunakan sistem representasi—konsep dan tanda. Menurut pendekatan ini, kita tidak boleh mengacaukan dunia material, di mana benda dan manusia eksis, dan praktik praktik dan proses-proses simbolis melalui mana representasi, makna dan bahasa bekerja. Konstruktifis tidak menolak eksistensi dunia material. Namun demikian, bukan dunia material yang menyampaikan makna: sistem bahasa atau sistem apa pun yang sedang kita gunakan untuk representasi konsep-konsep kita. Para aktor 17 sosiallah yang menggunakan sistem konseptual budaya mereka dan sistem linguistik dan sistem lain untuk menyusun makna, untuk membuat dunia bermakna dan untuk berkomunikasi tentang dunia secara bermakna dengan orang lain. Tentu saja, tanda-tanda bisa juga memiliki dimensi material. Sistem representasi terdiri dari suara-suara aktual yang kita buat dengan pita suara kita, gambaran-gambaran yang kita buat tentang kertas sensitif cahaya dengan kamera, tanda-tanda yang kita buat dengan cat pada kanvas, impuls digital yang kita kirimkan secara elektronis.Representasi adalah sebuah praktik sejenis ‘kerja‘, yang menggunakan objek-objek dan efek material. Tetapi makna tergantung, tidak pada kualitas material tanda, melainkan pada fungsi simbolisnya. Ini karena suara atau kata khusus mewakili, menyimbolkan atau merepresentasikan bentuk konsep sehingga kata bisa berfungsi, di dalam bahasa sebagai sebuah tanda dan menyampaikan makna—atau, seperti yang dikatakan oleh kaum konstruktivis, memberikan arti penting (sign-i-fy). Untuk mengeksplorasi bagaimana representasi mengenai pleasure seekers dalam iklan magnum gold berlangsung, penulis menggunakan dasar Theories of Representation dengan pendekatan konstruksionis (constructionist approach). Dengan menggunakan pendekatan konstruksionis, Hall (1997:28) menyimpulkan bahwa representasi adalah memproduksi makna melalui bahasa. Bahasa menggunakan simbol, tanda untuk mewakili atau merujuk pada tidak hanya objek – objek, orang – orang, dan peristiwa pada dunia nyata tetapi bahasa juga dapat merujuk pada hal – hal yang imajinari dan dunia fantasi sehingga bahasa tidak bekerja seperti cermin yang merefleksikan realitas. Makna diciptakan dalam bahasa melalui sistem representasi yang berdasarkan konvensi linguistik suatu masyarakat. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang beragam sehingga melahirkan konvensi linguistik yang beragam pula. Dari kebudayaan yang beragam lah tercipta banyak bahasa di dunia. 18 Representasi juga berkaitan dengan produksi simbolik—pembuatan tandatanda dalam kode-kode di mana kita mencipta makna-makna. Dengan mempelajari representasi kita mempelajari pembuatan, konstruksi makna. Karenanya, representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali (representing): bukan gagasan asli atau objek fisikal asli, melainkan sebuah representasi atau versi yang dibangun darinya Graeme Burton (2007 : 42-43). 2.4 Gaya hidup Gaya hidup menurut Kotler (2002:192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan ―keseluruhan diri seseorang‖ dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Secara umum gaya hidup dapat diartikan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktifitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2002:282), gaya hidup menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pendapatan ekonomi yang tinggi, melainkan suatu gejala yang timbul dari diri manusia untuk mencapai kepuasan batin terhadap benturan tuntutan di masyarakat. Misalnya, Hand Phone merupakan alat komunikasi langsung, juga adanya kepuasan batin agar tidak dikatakan ketinggalan zaman, begitu juga Mc. Donald‘s yang mengangkat tuntutan psikologis bagi yang membelinya (Pujiyanto 2003:103). Menurut Chaney (dalam Subandy, 1997), ada beberapa bentuk gaya hidup, antara lain : a. Industri Gaya Hidup 19 Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi, "estetisisasi kehidupan sehari-hari" dan bahkan tubuh/diri pun justru mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. "Kamu bergaya maka kamu ada!" adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan. b. Iklan Gaya Hidup Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi, individu-individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat. c. Public Relations dan Jurnalisme Gaya Hidup Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran "aksesori fashion". Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak E-Generation, menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired identity), cara mereka berselancar di dunia maya (Internet), cara mereka gontaganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas. d. Gaya Hidup Mandiri 20 Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk menyusun strategi. Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan memahami betuk setiap risiko yang akan terjadi serta siap menanggung risiko dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut. e. Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan melalui media iklan, modeling dari artis yang diidolakan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata, sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya. 2.5 Pleasure Seekers Penayangan iklan Walls Magnum Gold pada media Youtube akan berdampak pada pembentukan gaya hidup pleasure seekers. apa itu pleasure seekers dapat dilihat melalui survei Lowe Indonesia yang mencoba menggambarkan tipikal konsumen Indonesia. Salah satunya adalah Networking Pleasure Seeker, berikut gambaran nilai-nilai dan gaya hidup yang mutlak diperlukan produsen dan biro iklan: 21 Pleasure Seeker menurut survei yang dilakukan oleh Lowe Indonesia dilakukan pada November – Desember 2004 yang melibatkan 2086 responden, laki-laki dan perempuan, dari seluruh Indonesia (perkotaan dan pedesaan) dari 63 daerah perkotaan di Indonesia terpilih secara acak 9 kota dan 78 daerah pedesaan terpilih secara acak 8 wilayah (SWA, Maret 2005 : 31) adalah tipikal konsumen yang justru sangat terbuka, suka bergaul dan penuh gairah. Umumnya juga didominasi wanita usia matang, tetapi mereka tinggal di daerah perkotaan dengan tingkat sosial-ekonomi A+. Di Indonesia, kelas sosial ekonomi A+ merupakan kelas atas – atas. Pembagian kelas sosial ini biasanya disertai dengan pengelompokkan berdasarkan daya beli (penghasilan) individu yang disandang masing - masing kelas (Kasali, 2007:212). Mereka sangat materialistis, dan bagi mereka, memiliki (harta/benda) adalah puncak kebahagiaan hidup. Apalagi, mereka merasakan sukses yang mereka capai itu tidak diperoleh dari pendidikan formal. Sisi menarik kelompok ini percaya bahwa pertemanan adalah investasi. Di mata mereka, pertemanan lebih seperti membuat jejaring daripada membangun ikatan. Sehingga buat mereka, pengakuan diri itu ada jika sangat diterima oleh lingkungan pergaulannya. Menurut mereka, teman (relasi/kerabat) adalah pendukung kesuksesan mereka (SWA, Maret 2005 : 30). Tabel 2.5The Networking Pleasure Seeker KEMASAN Unik dengan warna mencolok, konten harus jelas, bersifat impulse, elegan, menonjolkan merek dan logo, trendy dan terkesan mahal. KOMUNIKASI Menonjolkan functional &emotional benefit dan value oriented, proporsi above the line (ATL) dan below the line (BTL) = 80:20 MEDIA TV (khususnya RCTI, SCTV, METRO, Indosiar, Trans), radio, surat kabar nasional & lokal, majalah. IKLAN Unik, melibatkan emosi, endorser merupakan tokoh public figur dari SES atas yang sedang naik daun/artis asing, berbau asing, menimbulkan rasa bangga bila menggunakan produk 22 tersebut, menonjolkan merek dan keunggulan produk. Sumber: SWA 06/XXI/17-30 Maret 2005 hal 48 Berdasarkan arti kata nya, Pleasure berarti kesenangan (Peter Salim, 2006:1712). Seekers berarti orang yang mencoba untuk menemukan atau mendapatkan hal yang disebutkan (Peter Salim, 2006:2075). 2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian menggunakan teori Representasi Stuart Hall sudah pernah dilakukan oleh: Penelitian dengan menggunakan Teori representasi Stuart Hall sudah pernah dilakukan oleh Puti Parameswari (2012) yang berjudul MEMBACA MAKNA DI BALIK TIGA IKLAN PRODUK PENCOKLAT KULIT NIVEA: REPRESENTASI KECANTIKAN PEREMPUAN DI JERMAN.Teori yang digunakan Teori representasi Stuart Hall, Teori identitas Stuart Hall, Circuit of culture Stuart Hall. Dalam menganalisis iklan tiga unsur Circuit of culture yaitu representasi, identitas dan konsumsi menjadi bagian yang penting. Ketiga hal ini memiliki hubungan timbal balik dua arah yang saling mempengaruhi. Dengan melihat ketiga hal tersebut, maka dapat dilihat sebenarnya pesan apa yang ingin disampaikan oleh iklan, representasi apa yang dimuat oleh iklan, identitas apa, konsumsi apa yang terlihat dalam iklan dimana konsumsi merupakan salah satu kegiatan penting dalam gaya hidup masyarakat. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Dalam menganalisis dan meneliti menggunakan studi pustaka, analisis deskriptif dengan menjelaskan data secara faktual dan objektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi kecantikan perempuan di jerman sekarang sudah berubah. Representasi kecantikan sekarang mengalami pergeseran, dimana kulit cokelat yang dulu dipandang sebagai kulit yang tidak menarik justru kini dinilai lebih cantik dibanding kulit berwarna putih. Kegiatan konsumsi tidak hanya sebatas pemakaian benda, namun menjadi budaya. Konsumen tidak hanya mengonsumsi produk yang diiklankan namun juga mengonsumsi tanda, simbol 23 dan makna dalam iklan. Kegiatan konsumsi terhadap produk membuat konsumen memberikan penilaian dan identitas terhadap dirinya. Melalui barang – barang yang dikonsumsinya, terlihat identitas yang dimiliki konsumen tersebut. Kajian lainnya mengenai representasi juga pernah diteliti oleh Nurul Hasfi dalam Jurnal Komunikasi Massa vol 4 No 2 Juli 2011 dengan judul: Representasi Perempuan Pelaku Kejahatan (Women Offender) di Media Massa: Analisis Pemberitaan Kasus Melinda Dee. Analisis menggunakan teori representasi Stuart Hall, feminism perspective dalam konteks media, crime, gender milik Yvonne Jewkes, konsep-konsep kekerasan simbolik (symbolic violence) milik Pierre Bourdieu. Dengan menggunakan metode Kualitatif, media massa telah melakukan proses representasi atas obyek yang ditampilkan di dalam acara tersebut dengan menggunakan alat yang disebut bahasa (language). Bahasa sendiri terdiri dari simbol dan sign ini yang bisa diamati dari narasi, gambar, foto, karikatur, dan lain-lain. Posisi suatu obyek akan bisa diketahui dari analisis terhadap sign dan simbol tersebut yang artinya kekerasan simbolik yang berlangsung sangat halus dan di bawah kesadaran objek penderita akan dapat dikenali dengan metode ini. Dengan menganalisa secara kritis atas teks yang ada, maka akan terbaca bagaimana kecenderungan media dalam merepresentasikan perempuan. Representasi itu bisa dilihat dari produksi stereotype dan labeling atas Malinda Dee seperti yang akan menjadi bahasan. Hasilnya menunjukkan bahwa Dalam kasus Malinda Dee, Majalah Tempo menggunakan konteks budaya barat dalam menyimbolkan Malinda dengan tokoh seperti Medusa dan Monalisa. Pemberitaan ini mencoba mengajak pembaca untuk merealisasikan imajinasi bahwa inilah Medusa yang hidup di dunia nyata. Pemberitaan Malinda Dee hanyalah satu diantara ratusan berita bias gender yang masih dipraktekkan jurnalisme di Indonesia. Malinda Dee yang dalam hal ini menjadi obyek kekerasan simbolik dengan munculnya stereotype dan label yang merepresentasikan dirinya sebagai bentuk kekerasan simbolik yang dilakukan oleh media massa. Berdasarkan pengamatan penulis, hampir semua media massa memberitakan dengan style yang sama dimana pemberitaan keluar dari konteks permasalahan yaitu kasus penipuan yang dilakukan Malinda Dee. Yang menjadi sorotan justru sosok Malinda Dee 24 yang terangkum dalam beberapa frame seperti perempuan sebagai monster mistik (Mythical Monster), pemfokusan pada daya tarik fisik, dll. Kajian mengenai representasi dalam film pernah diteliti oleh Inge Agustin pada Juli 2010 dengan judul: Representasi Rote Armee Fraktion Dan Generasi 68 Dalam Film DIE FETTEN JAHRE SIND VORBEI. Analisis skripsi menggunakan teori representasi Stuart Hall, Identitas Budaya dan Difference. Dengan menggunakan metode Kualitatif, Metode Kepustakaan dan menggunakan teori representasi dan identitas dari Stuart Hall. Hasilnya menunjukkan bahwa film ini berusaha untuk merepresentasikan inti dari perjuangan kelompok RAF yaitu penghapusan sistem kelas sosial dan juga keadilan sosial bagi semua masyarakat. Dengan representasi seperti ini dapat disimpulkan juga bahwa film ini memposisikan dirinya kontra dengan media – media Jerman yang sebelumnya telah lebih dahulu merepresentasikan RAF hanya sebagai kelompok teroris semata. Kajian mengenai representasi dalam forum pernah diteliti oleh Nina Farlina, Tesis Juli 2012 dengan judul: Representasi Identitas Betawi Dalam Forum Betawi Rempug. Analisis skripsi menggunakan teori semiotika Roland Barthes, konsep representasi dan identitas Stuart Hall. Dengan menggunakan metode Kualitatif pendekatan analisis tekstual dan visual dari Teori semiotika Roland Barthes, konsep representasi dan identitas Stuart Hall. Hasilnya menunjukkan bahwa Identitas betawi yang diusung bukan bersifat instan tapi diupayakan atau dinegosiasikan. Melalui organisasi FBR, makna dapat diproduksi. Makna didapatkan melalui analisis visual dan tekstual dengan menggunakan pendekatan tekstual semiotika Barthes. FBR dan media yang merepresentasikan identitas betawi berbeda-beda dan selalu berubah sesuai dengan posisi dan kepentingan masing-masing. Akan tetapi penelitian yang menelaah bagaimana sesungguhnya elemen iklan televisi Walls Magnum Gold merepresentasikan gaya hidup pleasure seekers belum pernah ada. Perbedaan di dalam penelitian ini dibandingan dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah penulis mengambil objek iklan Walls Magnum Gold, dengan menggunakan Konsep proses representasi Stuart Hall 25 dalam pendekatan konstruksionis, sumber data primer berupa video iklan Walls Magnum Gold kemudian data sekunder menggunakan studi pustaka, pengumpulan data menggunakan studi pustaka, dokumentasi, wawancara. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis ini merupakan penelitian pertama mengenai proses representasi dalam pendekatan konstruksionis menurut Stuart Hall. 26 2.7 KERANGKA PIKIR Gambar 2.7 Model Kerangka Pemikiran Iklan Walls Magnum Gold Pleasure Seekers Elemen Iklan modifikasi dari Wells William (1998:451) dan Rossiter (1997:209): audio video talent props seenword colour Proses Representasi menurut Stuart Hall Mental Bahasa Konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita, masih berbentuk abstrak Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita diterjemahkandalam bahasa Representasi Gaya Hidup Pleasure Seekers dalam elemen iklan Walls Magnum Gold 27 Berdasarkan gambar 2.7 yang merupakan model kerangka pemikiran di atas, maka alur proses representasi gaya hidup pleasure seekers dalam elemen iklan Walls Magnum Gold sebagai berikut: Iklan televisi Walls Magnum Gold pada kolom kerangka pikir yang pertama menjelaskan bahwa, perusahaan PT Unilever Indonesia, Tbk bertindak sebagai komunikator yang menggunakan media Youtube untuk mengiklankan produk Walls Magnum Gold. Di mana kekuatan iklan dapat menggiring pikiran khalayak untuk mau mengikuti bujukan, anjuran, himbauan dalam teks dan makna media melalui suatu kemasan pencitraan yang telah dikonstruksi. Kolom kerangka pikir yang kedua menjelaskan bahwa, iklan televisi Walls Magnum Gold ditujukan untuk Pleasure Seekers di mana Pleasure Seekers merupakan sebutan bagi penggemar Magnum, target pasar untuk usia 25 – 35 tahun yang mewakili generasi produktif dan aktif. Kolom kerangka pikir yang ketiga menjelaskan bahwa, dalam menyampaikan pesan nya kepada khalayak,sikap terhadap iklan bekerja melalui sebuah proses tanggapan atau reaksi pemirsa terhadap elemen-elemen (stimulistimuli) periklanan. Dalam iklan Walls Magnum Gold yang ditampilkan youtube memenuhi kriteria dari kedua pendapat baik Wells William (1998:451) maupun Rossiter (1997:209), sehingga penulis memilih beberapa elemen iklan yang dianggap penting untuk dianalisis, yakni: audio, video, talent, props, seenword, colour. Analisis Representasi Stuart Hall pada kolom kerangka pikir yang keempat menjelaskan bahwa, Iklan Walls Magnum Gold merupakan bentuk komunikasi antara PT Unilever Indonesia, Tbk. untuk memperkenalkan produk terbaru dari Walls yaitu Magnum Gold kepada khalayak. Dalam menghadirkankembali suatu realitas dalam iklan Walls Magnum Gold, realitas yang tampak tersebut tidaklah semata-mata menghadirkan realitas sebagaimana adanya. Dengan kreativitas tinggi dalam memvisualisasikannya yang dikemas secara menakjubkan dalam alur dramatiknya sebuah cerita dalam iklan Magnum Gold mampu menghadirkan suatu realitas dunia imajinasi semata di mana bahasa menggunakan simbol, tanda untuk mewakili atau merujuk pada tidak hanya 28 objek-objek, orang-orang dan peristiwa pada dunia nyata tetapi bahasa juga dapat merujuk pada hal-hal yang imajinari dan dunia fantasi. Maka apapun yang ditampilkan oleh iklan merupakan hasil dari proses pemaknaan oleh creative department serta klien nya yaitu PT Unilever Indonesia, Tbk. dan secara otomatis menciptakan sistem jaringan pemaknaan pada tingkat kelompok, sehingga dapat dibayangkan kerumitan negosiasi antarindividu untuk menciptakan representasi yang disepakati bersama dalam proses itu. Menarik untuk diperhatikan, fenomena yang terjadi saat ini, bagaimana seseorang dilatih untuk terobsesi dengan persoalan gaya hidup oleh karena dasyatnya pengaruh iklan televisi terhadap pencitraan gaya hidup seseorang, hingga seseorang mau mengeluarkan segala macam kemampuan untuk mengikuti tren gaya hidup yang sudah menjadi bagian penting dalam masyarakat modern. Lalu gambaran gaya hidup Pleasure seekers yang seperti apa yang direpresentasikan dalam elemen iklan Walls Magnum Gold? Hal tersebut dapat terjawab melalui keseluruhan script iklan Walls Magnum Gold dengan mengkaji elemen – elemen iklan tersebut menggunakan analisis representasi Stuart Hall di mana fokus perhatian Stuart Hall adalah media cenderung sensitif pada gaya hidup kelas menengah ke atas, mayoritas masyarakat yang sudah teratur. Maka dari sinilah akan tergambarkan bagaimana Pleasure seekers dikenal dan diakui keberadaannya oleh masyarakat. Wujud pengakuan ini dapat berupa apresiasi terhadap aspek-aspek simbolik yang melekat pada Pleasure seekers. Oleh karena sedemikian besarnya apresiasi masyarakat pada aspek-aspek simbolik, maka gaya hidup sebagai perwujudan Pleasure seekers di dalam lingkungannya menjadi alat untuk menentukan dari golongan manakah ia berasal, kesan apa yang ingin ditampilkan ketika mengonsumsi es krim Magnum Gold, pihak dominan yang berkuasa dalam mengembangkan perusahaannya. Untuk mendukung hal ini, penggunaan barang-barang sebagai pendukung identitas diri melalui penampilan dan apa yang dikonsumsi misalnya, menjadi pilihan untuk mengapresiasikan diri. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan gaya hidup apa saja yang disajikan elemen iklan Walls Magnum Gold bagi Pleasure seekers? 29