BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Menjadi seorang guru merupakan sebuah panggilan bagi sebagian orang yang mengambil jalan sebagai seorang pengajar. Tidak semudah yang dilihat, menjadi seorang pengajar memiliki tanggung jawab moral yang cukup berat. Karena ditangan mereka akan terbentuk pribadi-pribadi yang sangat beragam. Mereka bekerja menghadapi manusia dengan berbagai macam karakter yang harus mereka bentuk menjadi lebih baik. Menjadi pengajar anak usia dini, taman kanak-kanak khususnya, menjadi dasar pengajaran di tingkat berikutnya. Apabila dari dasarnya pondasi yang diberikan tidak benar, maka hal tersebut akan terus melekat pada anak sepenjang waktu kedepannya. Dari hal tersebut maka pengajaran yang benar perlu diterapkan sejak usia sedini mungkin. Menjadi tugas guru/pengajar taman kanak-kanak untuk membangun pondasi yang benar dan kuat dalam diri anak-anak, baik dalam hal kognisi maupun sosio emosional/karakter anak. Persaingan yang cukup berat pada masa kini membutuhkan pribadi-pribadi yang percaya diri untuk mengemukakan pendapat dan menunjukkan dirinya secara positif di hadapan orang lain, dengan memiliki kepercayaan diri yang matang maka orang tersebut akan dapat lebih mudah menjalani kompetisi. Rasa kepercayaan diri tersebut tidak 63 64 datang dengan sendirinya, melainkan membutuhkan penanaman dan pembiasaan sejak usia dini agar rasa kepercayaan diri anak dapat tumbuh secara lebih alami. Inilah salah satu pondasi penting yang harus ditanamkan oleh pengajar anak usia dini, kepercayaan diri, sebagai seseorang yang berinteraksi dengan anak dalam tahun-tahun pertamanya. Seorang pengajar perlu memiliki teknik dan strategi komunikasi yang benar untuk membangun kepercayaan diri anak. Di awal pengajaran pada anak usia dini, kita dapat melihat potensi bawaan yang mereka miliki dari tipe pembelajaran dan pembiasaan di rumah. Tidak semua anak dibiasakan untuk mengeksplorasi dirinya dan berani mengungkapkan pendapatnya secara terbuka. Ada anak yang memiliki kepercayaan diri yang cukup baik sehingga dengan mudah dia dapat menyatakan pendapatnya pada orang lain. Namun adapula anak yang sebenarnya memiliki kemampuan kognitif yang baik namun rasa percaya diri yang kurang sehingga mereka hanya dapat memikirkannya dalam hati dan tidak mampu mengeluarkannya, menyampaikan pada orang lain. Untuk menghadapi karakter anak yang demikian beragam, memerlukan perlakuan guru yang beragam pula agar anak dapat mengembangkan diri dan memperoleh perlakuan sesuai dengan bekal awal yang mereka miliki dan kekurangan yang mereka butuhkan. Dalam penelitian ini peneliti mengamati tentang fenomena komunikasi guru dengan anak TK-B Taman Kanak-Kanak Kristen 10 65 Penabur Pantai Indah Kapuk. Disini peneliti mengambil guru TK-B (anak usia 5-6 tahun) sebagai subjek penelitian. Dimana dalam hal ini guru-guru TK-B TKK 10 Penabur memiliki tantangan untuk menghadapi anak-anak yang memiliki latar belakang kebudayaan, status sosial, dan ekonomi yang hampir sama. Namun memiliki karakter bawaan yang cukup beragam. Fenomena komunikasi guru untuk membangun kepercayaan diri anak menjadi cukup penting untuk dicermati, mengingat saat ini sangat penting bagi setiap orang untuk memiliki kepercayaan diri dan itu perlu dipupuk sejak dini. Namun tidak banyak guru /pengajar yang mengerti cara menangani anak-anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang beragam. Tidak semua guru mengerti strategi komunikasi yang baik dalam mengajar dan membangun motivasi dalam diri anak. Dan di TKK 10 Penabur ini dapat ditemukan guru-guru yang mampu membangun kepercayaan diri anak dengan baik sehingga dapat menelurkan anak-anak berprestasi baik di usia taman kanak-kanaknya maupun di pendidikan lanjutannya. Untuk itu penelitian dilakukan di tempat ini. Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian terhadap komunikasi 3 orang guru TK-B di dalam kelas. Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai bagaimana komunikasi guru TK-B TKK 10 Penabur dalam membangun kepercayaan diri anak, akan lebih baik bila kita mengenal mengenai TKK 10 Penabur itu sendiri yang memiliki program-program pembiasaan karakter untuk membentuk karakter positif pada anak. Agar kita memperoleh gambaran 66 menyeluruh mengenai integrasi antara sekolah dengan pengajarnya. Berikut ini adalah profil mengenai TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk. 4.1.1. Sejarah TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk sebagai salah satu lembaga pendidikan Kristen yang berada dibawah naungan BPK PENABUR Jakarta, BPK PENABUR menyadari panggilannya dalam hal pendidikan berkualitas, yaitu menjadi sekolah yang berprestasi yang unggul dalam iman, ilmu dan pelayanan. Oleh karena itu, pada tanggal 9 Januari 1978 TKK 10 dibuka di Jl. Muara Karang Blok Z3S, Kompleks Garuda Penjaringan, Jakarta Utara. Yang telah dibimbing oleh beberapa kepala sekolah sebagai berikut : 1978 – 1983 oleh Ibu Yenny S. 1984 – 1999 oleh Ibu Lianny Solihin 2000 – 2002 oleh Ibu Susanawati Yunus 2002 – 2006 oleh Ibu Marti Wahyu Harpendes 2006 – sekarang oleh Ibu Ratna Setyowati Setelah bertahun – tahun dilihat dari jumlah anak – anak yang meningkat maka jenjang TK dimulai 1 November 2007 dipindahkan ke 67 kompleks Pantai Indah Kapuk yang beralamat di Jl. Layar Permai 6 Blok SD – 2 . Program bilingual mulai dilakukan secara bertahap sejak tahun 2008 yang diawali dari jenjang jenjang Toddler, Play Group, Kindergarten 1 dan Kindergarten 2. Upaya membantu mengembangkan seluruh potensi anak secara optimal dilakukan melalui kegiatan yang meliputi pengembangan pembiasaan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar seperti fisik, bahasa, kognitif, seni dan social – emosional. Bagi anak PG, K1 dan K2 anak akan mendapatkan pengajaran bahasa Inggris yang disajikan oleh Penutur Asli atau Native seminggu sekali, sementara bahasa Mandarin akan diajarkan seminggu dua kali oleh Lao Shi. Pembelajaran komputer akan diajarkan seminggu sekali kepada anak K1 dan anak K2. 4.1.2. Visi Misi Sebagai lembaga pendidikan anak usia dini yang berkompeten dan berpikiran kedepan, TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk memiliki visi dan misi yang akan membawa sekolah ini ke arah yang lebih baik. Visi dan misi yang dimiliki oleh TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk adalah sebagai berikut: 68 a. Visi Menjadi Taman Kanak – Kanak Kristen Unggul dalam Iman, Ilmu dan Pelayanan b. Misi Mengembangkan seluruh potensi anak didik secara optimal melalui kegiatan pembelajaran yang sesuai berdasarkan nilai – nilai Kristiani c. Motto Iman, Ilmu dan Pelayanan 4.1.3. Struktur Organisasi Dalam mengemban tugas pendidikannya sekolah TK Kristen 10 Penabur memiliki struktur organisasi yang berada langsung di bawah kepengurusan BPK Penabur Jakarta. Struktur organisasi TK Kristen 10 Penabur dapat dilihat dalam bagan Struktur Organisasi berikut: 69 Pengurus Harian BPK Penabur Jakarta Sekertariat BPK Penabur Jakarta Kepala Jenjang TK Kepala Jenjang SD Kepala Jenjang SMP Kepala Jenjang SMA Kepala Sekolah TK Kristen 10 PIK Tata Usaha Koordinator Jenjang Toddler Koordinator Jenjang Play Group Pustakawan Koordinator Jenjang Kindergarten 1 Koordinator Jenjang Kindergarten 2 Guru Kognitif Guru Kognitif Guru Kognitif Guru Kognitif Guru Agama dan Bahasa Indonesia Guru Agama dan Bahasa Indonesia Guru Agama dan Bahasa Indonesia Guru Agama dan Bahasa Indonesia Guru Bahasa Inggris Guru Bahasa Inggris Guru Bahasa Inggris Guru Bahasa Inggris Guru Komputer, Native Speaker, Lao Shi Bagan 1. Struktur Organisasi TK Kristen 10 Penabur Pantai Indah Kapuk 4.1.4. Deskripsi Operasi Sekolah TK Kristen 10 Penabur PIK merupakan sebuah lembaga pendidikan anak usia dini yang membentuk dan meningkatkan potensi dasar anak. TK Kristen 10 Penabur PIK memiliki 4 jenjang pendidikan yang dimulai dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Jenjang tersebut adalah: 70 a. Toddler Merupakan jenjang terkecil yang anak didiknya berusia antara 2-3 tahun. Pembelajaran pada tahap ini lebih banyak menggali pada motorik anak. Hal tersebut adalah sebagai pondasi kemantapan fisik anak yang pada usia tersebut masih cukup lemah dan rentan. b. Play Group Anak didik pada jenjang ini adalah anak yang berada pada rentang usia 3-4 tahun. Anak pada jenjang ini sudah mulai disiapkan untuk menghadapi jenjang yang lebih tinggi sehingga pembelajarannya sudah menggali potensi akademik anak seperti pengetahuan huruf dan angka. Selain itu juga kemampuan memcahkan masalah juga sudah dikembangkan pada jenjang ini. Pada jenjang ini anak-anak juga diberikan program pembiasaan. Program pembiasaan di jenjang Kelompok Bermain (Play Group) adalah START: S - Speak Softly : Berbicara dengan suara perlahan T - Throw rubbish to rubbish : Membuang sampah di tempatnya bin A - Ask permission when going : Meminta ijin bila ingin keluar out berbicara 71 R - Raise hand before talking : Mengangkat tangan sebelum kembali setelah berbicara T - Tidy up after working : Merapikan beraktifitas c. Kindergarten 1 Anak-anak yang ada pada jenjang ini sudah semakin dimantapkan masalahnya, dalam kemampuan anak-anak dibiasakan akademik untuk dan mandiri pemecahan dan dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi. Seperti halnya pada jenjang Play Group, pada jenjang Kindergarten 1 dan Kindergarten 2 juga diberikan program pembiasaan. Di jenjang TK A (Kindergarten 1) dan TK B (Kindergarten 2) adalah SPARK: S - Speaks Properly : Berbicara sebagaimana mestinya P - Praise God all the time : Memuji Tuhan senantiasa A - be Attentive : Penuh perhatian R - be Responsible Respectful K - be Kind and : Bertanggungjawab menghormati : Ramah dan Saling 72 d. Kindergarten 2 Sebagai tahap akhir pada tingkat pendidikan taman kanakkanak, pada jenjang ini anak sudah disiapkan untuk memasuki pembelajaran yang akan mereka temui di tingkat selanjutnya yaitu sekolah dasar. Pembelajaran akademik seperti membaca dan menulis juga berhitung sudah mulai dibiasakan dengan pengemasan dalam dunia anak agar anak bisa terbiasa dan dapat menhadapi pembelajaran yang akan mereka terima kemudian. Belajar memakai logika dan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan sederhana sudah mulai dibiasakan. Sebagai salah satu upaya mewujudkan pendidikan berkualitas, TK Kristen 10 Penabur PIK memiliki kurikulum pendidikan nasional plus yaitu menggunakan kurikulum TK Bilingual. Program TKK Bilingual bertujuan untuk memperkenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia kepada anak-anak dalam usia sedini mungkin dengan cara yang interaktif, menyenangkan dan sesuai tingkat perkembangan anak (developmentally appropriate). 73 Kurikulum nasional yang dikembangkan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak-anak seutuhnya dalam aspek perilaku dan kemampuan dasar. Aspek perilaku meliputi pengembangan moral, sosial dan emosional. Sedangkan aspek kemampuan dasar meliputi pengembangan fisik, kognitif, bahasa (termasuk phonics) dan seni. Anakanak belajar semua aspek pengembangan melalui kegiatan belajar sambil bermain. Kurikulum program TKK bilingual didesain khusus dan dikembangkan terus menerus sehingga optimalisasi pencapaian indikator hasil belajar pada anak dapat tercapai secara integratif. Pengembangan moral, sosial, emosional membantu anak-anak berinteraksi dengan lingkungannya, memilih dan menunjukkan reaksi emosi yang bisa diterima, misalnya berdoa, memuji Tuhan lewat lagulagu, mengenal dan mencintai makhluk ciptaan Tuhan, menghormati orang lain, bertanggung jawab, menunjukkan percaya diri, mentaati aturan sekolah, menguasai emosi diri serta berinteraksi sewajarnya. Pengembangan fisik membantu anak-anak berlatih menggerakkan seluruh anggota tubuh melalui latihan kelenturan otot tubuh, kaki, tangan dan jari, misalnya melompat, menendang, membungkuk, menarik garis dan meronce. Pengembangan bahasa tercapai secara bertahap saat anak-anak berkomunikasi lisan dengan orang lain menggunakan kalimat-kalimat sederhana. Anak-anak akan memahami bahasa tubuh dan kalimat yang 74 diucapkan orang lain (misalnya perintah sederhana ”Ambillah kaos kakimu dan letakkan di keranjang”). Anak-anak belajar mengemukakan keinginan melalui kalimat-kalimat sederhana (misalnya dalam menjawab ya/tidak). Anak-anak memahami arti berlawanan (misalnya panas/dingin, keluar/masuk). Anak-anak belajar mengenal alphabet sebagai dasar belajar berbahasa Inggris melalui pengajaran phonic (Phonic Time), melalui lagu dan bermain (Song and Games) dan melalui program permainan komputer yang interaktif dan khusus didesain untuk anak-anak; yang sekaligus bertujuan memperkenalkan penggunaan komputer. Selain itu, untuk menghadapi era globalisasi anak-anak mendapatkan 30 menit sesi berbahasa Inggris langsung dengan native speaker dan 30 menit sesi bahasa Mandarin. Pengembangan kognitif membantu anak-anak mengenal dan mengetahui konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari, misalnya angka, warna, bentuk dan waktu. Pengembangan seni membantu anak-anak menggerakkan tubuh yang diselaraskan dengan irama musik, menyanyikan lagu-lagu, memainkan alat musik sederhana dan membuat hasil karya sederhana. 75 4.2. Hasil Penelitian Komunikasi guru TK-B TKK 10 Penabur PIK dengan anak dalam membangun kepercayaan diri Dalam kegiatan di kelas dirancang sedemikian rupa sehingga anak dapat mengungkapkan pendapatnya secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Setiap anak memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapatnya kepada guru, dan menunjukkan rasa kepercayaan dirinya dihadapan orang lain. Sekolahpun memberikan wadah untuk anak bisa unjuk gigi menunjukkan kemampuannya kepada orang lain, seperti story telling, lomba menyanyi, lomba puisi baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia. Di dalam pembelajaran di kelas anak-anak dilatih untuk dapat bereksplorasi baik melalui gambar maupun tulisan, ataupun secara lisan kepada guru atau teman-teman mereka. Untuk menghadapi beberapa even khusus anak-anak diberi kesempatan untuk melakukan simulasi pertunjukan di hadapan teman-temannya. Seperti contohnya adalah saat akan menghadapi lomba bercerita (story telling), anak-anak sudah dipersiapkan berbulan-bulan sebelumnya. Lomba bercerita merupakan acara rutin tahunan yang diadakan khusus untuk anak-anak TK-B. Ini merupakan acara khusus yang diadakan oleh perpustakaan TKK 10 Penabur untuk membangkitkan beberapa aspek dalam diri anak yaitu, kecintaan terhadap buku, keberanian, dan kepercayaan diri. Untuk menghadapi acara yang biasa dilakukan antara bulan April dan Mei tiap tahunnya, anak-anak sudah dipersiapkan sejak bulan Agustus. 76 Persiapan yang dilakukan adalah dengan memberi materi kepada anak dengan jalan memberikan cerita yang dapat diceritakan ulang oleh anak, kemudian akan dilakukan simulasi pertunjukan di atas panggung kecil yang ada di dalam perpustakaan dengan disaksikan oleh teman-teman satu kelasnya. Untuk anakanak yang masih kurang berani maka akan dilakukan pendekatan secara pribadi oleh guru untuk memberikan motivasi kepada mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ms. Stephanie, Ms. Susi, dan Ms. Rini dan juga pengamatan peneliti mengenai bagaimana komunikasi untuk membangun kepercayaan diri anak melalui kegiatan belajar dalam kelompok belajarnya kita mengetahui beberapa hal yang dapat dikaitkan dengan fokus penelitian kali ini yaitu, 1. Bentuk komunikasi guru dengan anak saat membangun kepercayaan diri anak. Bentuk komunikasi guru dengan anak dalam upayanya untuk membangun kepercayaan diri anak menurut hasil wawancara dan observasi adalah bahwa komunikasi dalam membangun kepercayaan diri anak dapat dilakukan dalam dua bentuk komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Hampir sebagian besar anak lebih efektif saat dilakukan komunikasi antarpribadi untuk membangkitkan kepercayaan diri mereka. Hal ini terlihat saat anak diharuskan untuk tampil bercerita di depan teman-teman yang lain, ada beberapa anak yang masih kurang percaya diri 77 dan malu-malu. Untuk membangkitkan kepercayaan diri guru kemudian memanggil mereka dan mengajak mereka berbincang berkomunikasi secara tatap muka hanya antara anak tersebut dengan gurunya. Setelah memberikan beberapa nasehat dan meyakinkan anak-anak dan membesarkan hati mereka maka akhirnya mereka mau bercerita walaupun ini dilakukan secara bertahap mulai dari bercerita kepada guru mereka baru kemudian kepada teman-teman mereka. Selain komunikasi antarpribadi adapula anak-anak yang akan lebih efektif apabila guru menyampaikan motivasi dan membangun kepercayaan diri mereka dengan komunikasi kelompok. Hal ini dilakukan untuk anakanak yang akan lebih percaya diri setelah melihat temannya mampu juga melakukan hal yang diminta gurunya. Anak tersebut menjadi yakin dan percaya diri saat sebagian besar temannya mendukungnya. Untuk menghadapi anak yang demikian biasanya guru akan memotivasi dan membangun kepercayaan mereka dalam kelompok, sehingga teman-teman yang lain juga dapat memberikan tambahan dukungan. Di dalam kelas ada seorang anak yang akan dengan mudah menuangkan pemikirannya dalam tulisan, secara akademis diapun baik. Namun apabila guru memberikan tugas untuk tampil di depan orang lain dia akan langsung kehilangan semangat dan malu-malu. Untuk menghadapi anak yang demikianlah komunikasi kelompok diperlukan untuk memotivasi dia agar dia bisa yakin bahwa teman-temannya yang lain juga mendukungnya. 78 Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Ms. Stephanie tentang anak didiknya, saat peneliti memberikan pertanyaan mengenai mengapa ada anak yang pandai secara akademis namun tidak mau tampil di depan orang banyak. Ms. Stephanie mengatakan “Anak yang sudah matang secara kognitif akan mampu berpikir lebih maju daripada teman-temannya. Dia sudah mampu berpikir mengenai pendapat/pandangan orang terhadap dirinya saat dia tampil di depan orang lain. Dia akan mempertimbangkan apakah orang lain setuju dengan hal yang dia lakukan atau tidak. Untuk menghadapi anak seperti ini maka kita perlu meyakinkan dia bahwa teman-temannya mendukungnya.” 2. Cara guru membangun kepercayaan diri anak dalam kelompok belajarnya. Untuk membangun kepercayaan diri pada anak, maka guru akan memperbanyak eksplorasi dan komunikasi dengan anak di dalam kelas, misalnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan ringan yang dilontarkan pada anak. Beberapa pertanyaan tersebut diantaranya seperti saat mereview pelajaran tentang tanaman obat di perpustakaan dan menunjukkan video tentang pembuatan jamu maka guru akan bertanya jawab, “Teman-teman kira-kira ibu ini akan membuat apa ya?” tanya guru Ms. Stephanie saat terlihat seorang ibu yang sedang menghaluskan beberapa rempah dan tanaman obat. 79 Atau pertanyaan yang dilontarkan oleh Ms. Susi saat anak-anak berwisata di hutan mangrove dan bertemu dengan tanaman lidah buaya “Teman-teman ini namanya tanaman apa ya? Siapa yang ingat?” tanya Ms. Susi, dan saat anak-anak menjawab bahwa tanaman tersebut adalah tanaman lidah buaya Ms.Susi kemudian bertanya lagi “Tanaman lidah buaya untuk mengobati apa ya?” dan anak-anak pun kemudian akan kembali menjawab “Untuk mengobati luka, untuk panas dalam,” dan sebagainya. Anak-anak tersebut dapat menjawab karena di kelas , guru telah mengajarkan dan menunjukkan lidah buaya dan fungsi-fungsinya. Guru biasanya akan menyelipkan beberapa pertanyaan selama dia menyampaikan materi pelajaran pada anak sebagai salah satu bentuk interaksi terhadap anak. Bahkan bila memungkinkan dan ada kesempatan, guru akan melontarkan pertanyaan di luar kelas dalam kegiatan apapun yang dapat dihubungkan dengan pembelajaran, seperti contohnya saat berada di perpustakaan dan berwisata seperti yang telah dijelaskan diatas. Apabila anak sudah sering melakukan hal tersebut bersama gurunya yang sudah dia anggap dekat, maka lama-kelamaan dia akan menjadi terbiasa untuk menghadapi pertanyaan dari siapapun, dan dapat dengan penuh percaya diri mengungkapkan perasaan dan pengetahuan yang dia miliki pada orang lain. Di dalam kelas pun ada kalanya guru akan mengeksplorasi pemikiran anak. Untuk anak-anak yang memang sudah memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan dengan mudah mengeluarkan hasil 80 pemikiran mereka secara lisan atau tulisan. Sedangkan untuk anak-anak yang masih kurang percaya diri maka guru akan memberikan pancingan berupa pertanyaan secara pribadi kepada anak tersebut dan membantunya dalam bereksplorasi. Pertanyaan tersebut biasanya mengandung komponen apa, mengapa, bagaimana, siapa, kapan, dsb. Hal tersebut seperti saat Ms. Rini mengajarkan tentang bau-bauan pada anak-anak didiknya, Ms. Rini memanggil anak-anak yang kurang percaya diri satu persatu dan menghadapinya satu persatu secara bergantian. Ms. Rini kembali mengulang pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya pernah dilontarkannya di depan kelas dan dibahas bersamasama di depan kelas. “Nah, sekarang coba kamu cium dulu. Coba kamu ingat, ini bau tanaman apa ya?” tanya Ms.Rini pada salah satu anak sambil menyodorkan sepotong jahe pada anak untuk dicium. Saat anak telah mampu menjawabnya maka Ms.Rini akan berpindah pada tanaman lain seperti bawang merah, dan kunyit. Apabila anak telah berhasil menjawab semuanya maka Ms.Rini kemudian akan memberikan penguatan pada anak untuk meyakinkan bahwa di depan kelaspun dia juga bisa menjawab seperti teman-temannya. “Nah, tuh kamu bisa........ Ms.Rini tahu kalau kamu pasti bisa, lain kali kalu Ms. Rini tanya di depan kelas kamu jawab ya.... kamu kan pintar.” Kata Ms. Rini menguatkan. Selain itu guru juga dapat mengeksplorasi anak melalui gambar terlebih dahulu. Guru meminta anak didiknya untuk menggambar lalu 81 kemudian baru memintanya untuk menguraikan secara verbal baik lisan maupun tulisan. Misalnya setelah diajak melihat bentuk tanaman obat secara nyata, maka guru akan meminta anak didiknya untuk menggambar dan menceritakan tentang gambarnya. Untuk mengeksplore hal tersebut pertanyaan yang di lontarkan guru seperti “Ini gambar apa Dante?” tanya Ms.Susi pada salah satu anak didiknya, dan saat Dante menjawab bahwa itu adalah tanaman jahe, karena yang dia lihat dan dia gambar memang jahe, Ms.Susi bertanya lagi “Oh jahe ya...... jahe biasanya digunakan untuk apa ya? Bagaimana caranya biar bisa jadi obat?” tanya Ms.Susi kemudian. 3. Isi komunikasi saat guru membangun kepercayaan diri kepada anak-anak di dalam kelompok belajarnya. Dalam membangun kepercayaan diri pada anak-anak didiknya guru-guru biasanya akan memberikan ucapan-ucapan yang positif yang memotivasi kepada anak tersebut. Misalnya “Bagus, kira-kira apalagi ya?” atau “Itu juga bisa, kamu punya jawaban lain lagi? Ada yang tahu yang lain lagi tidak ya?” Untuk anak yang ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat maka guru akan meyakinkan bahwa yang dia lakukan baik dan benar, ”Betul, itu juga boleh,yang lainnya ada yang tahu jawaban lain?” atau “Nah itu benar........ Ms. Tahu kamu pasti bisa......... Hebat!” dan masih banyak lagi kalimat positif yang bisa di ucapkan. 82 Guru akan melakukan komunikasi yang santai dan memberikan kenyamanan pada anak. Sehingga anak menjadi merasa lebih nyaman dan yakin dengan apa yang dia lakukan. Untuk itulah salah satu penyebab mengapa guru memanggil anak-anak didiknya dengan sapaan “Temanteman” yaitu untuk memberikan nuansa kebersamaan dan keakraban layaknya dengan seorang teman. Guru-guru akan melontarkan percakapan ringan dalam memancing pemikiran anak untuk mengeluarkan pemikirannya,seperti saat membahas tentang jeruk nipis, Ms.Stephanie bertanya sebagai pembuka “Teman-teman pernah lihat tidak di dapur mama ada benda seperti ini?” tanya Ms.Stephanie sambil menunjukkan sebuah jeruk nipis, “Betul, ini namanya jeruk nipis. Biasanya mama pake buat masak. Tapi tahu tidak teman-teman, jeruk nipis ini juga bisa dipake jadi obat lho. Jeruk nipis bisa dijadikan obat batuk, jeruknya dicampur kecap lalu dipanaskan, nah nanti bisa jadi obat batuk.” Kata Ms. Stephanie. Pada awalnya berhubungan dengan hal-hal pribadi yang biasa dia lakukan, lalu mulai mengerucut terfokus pada tujuan yang diingin kan oleh gurunya. Ms. Susi mengatakan bahwa “Biasanya anak akan dengan mudah mengungkapkan pendapatnya saat dia merasa aman dan nyaman dengan kita, jadi kita harus bisa membuat anak tersebut nyaman terhadap kita terlebih dahulu, tidak merasa diintimidasi, diinterogasi, maupun dibawah 83 tekanan, maka pasti anak itu akan bisa dengan percaya diri mengungkapkan pendapatnya.” Hal tersebut didukung oleh Ms. Stephanie yang juga mengatakan bahwa “ Anak-anak akan secara polos mengeluarkan pemikiran mereka, dan saat mereka menyampaikan hal tersebut kita tidak boleh membatasi mereka, karena mereka kemudian dapat menjadi takut untuk mengungkapkan pendapat dikemudian hari karena mereka menjadi tidak nyaman dengan kita karena mengira kita akan menyalahkannya lagi. Jadi intinya adalah harus membuat mereka merasa nyaman.” Dengan demikian kita dapat mengetahui bahwa isi komunikasi dengan anak harus menimbulkan rasa nyaman dalam diri mereka agar mereka dengan pemikiran polosnya dapat tetap berkembang. Dan mau mengungkapkannya dengan penuh percaya diri. 4. Cara guru menanggapi respon anak tentang materi yang telah disampaikan di dalam kelas. Umpan balik guru terhadap respon anak. Dalam membangun kepercayaan diri anak kita juga perlu memberikan umpan balik terhadap apa yang telah dilakukan anak. Dengan memberikan umpan balik kita perlu berhati-hati. Umpan balik yang kita berikan harus bersifat membangun dengan bahasa yang mudah dicerna anak dan tidak berpotensi mematikan kepercayaan diri anak. Seperti yang di sampaikan Ms. Stephanie yang telah disampaikan dalam point ketiga bahwa “ Anak-anak akan secara polos mengeluarkan 84 pemikiran mereka, dan saat mereka menyampaikan hal tersebut kita tidak boleh membatasi mereka.” Hal tersebut senada dengan pendapat Ms. Rini dan Ms. Susi yang mengatakan hal yang serupa. Ms. Rini mengatakan “Dalam membangun kepercayaan pendapatnya diri anak, mengenai biarlah hal anak yang mengungkapkan sedang dibahas. apapun Jangan menyalahkannya.” “Anak-anak membutuhkan kenyamanan untuk bisa tampil percaya diri. Kalau kita langsung menyalahkan jawaban atau pendapatnya dia akan cenderung memilih diam kalau kita tanya lagi. Dan menunggu jawaban kita terlebih dahulu.” Ms. Susi menambahkan pendapat yang lainnya. Pertanyaan kita kemudian tentunya adalah bagaimana jika pendapat anak tersebut memang benar-benar salah? Untuk situasi demikian Ms. Stephanie mengatakan bahwa “Kita harus mengajarkan hal yang benar tetapi jangan merubah sikap dasar mereka yaitu kepolosan mereka. Jangan sampai kita langsung menyalahkan pendapat mereka tersebut. Contohnya saat kita membahas tentang jamu, yaitu beras kencur. Waktu saya tanyakan kembali hari berikutnya anak-anak mengatakan itu “beras kencing” bukan “beras kencur” karena kata-kata itu lebih familiar di telinga mereka jadi mereka lebih mudah mengingat beras kencing daripada beras kencur yang masih terasa asing ditelinga mereka. Kalau demikian kita harus membetulkannya, tapi jangan mengubah prinsip 85 dasar pemikiran mereka. Kita memberi tahu mereka kalau itu beras kencur. Dengan kalimat yang lebih enak untuk mereka terima kita munculkan kembali ingatan mereka tentang pelajaran di hari sebelumnya dan membiarkan anak menemukan sendiri dengan jawaban yang benar. Misalnya dengan memberi pancingan seperti, coba ada yang ingat tidak ya, kemarin Ms. Bilang ini namanya apa? Menurut temen-temen ini beras kencing apa beras kencur ya?” Dengan menggunakan strategi yang digunakan Ms. Stephanie kita bisa membetulkan konsep anak dengan tetap enjoy karena anak menemukan jawaban yang benar melalui pemikiran mereka sendiri. Rasa kepercayaan diri bisa didapatkan ketika anak merasa berada dalam posisi yang nyaman. Perasaan nyaman tersebut bisa juga didapatkan dengan mendampingi anak dan memberikan komunikasi nonverbal yang berisi dukungan terhadap anak, seperti yang tergambar dalam Gambar 1. berikut ini. 86 Gambar 1. Pada Gambar 1. ini Ms.Stephanie terlihat sedang memberikan contoh pada anak-anak TK-B dalam acara Graduation Anak-Anak TKK 10 Penabur di Muara karang pada akhir Juni lalu. Untuk memberikan dukungan pada anak-anak didiknya Ms. Stephanie ikut menari di bawah panggung dan dari mimik muka, secara nonverbal bisa kita lihat bahwa Ms. Stephanie terus memberikan dukungan dengan menunjukkan kemantapan di wajahnya. Dengan demikian maka anak-anak menjadi lebih merasa nyaman karena merasa didukung saat mereka harus tampil. 87 5. Interaksi antara anak dengan guru dalam mengkaji materi pembelajaran. Melalui proses pengamatan, interaksi anak dengan guru berlangsung secara santai dan melalui proses yang nyaman anak-anak dapat menjadi lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk membangun sebuah relationship building yang berkualitas antara guru dengan anak didiknya. Guru lebih sering menerapkan konsep komunikasi dua arah dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan baik yang memerlukan jawaban panjang maupun jawaban singkat. Hal ini dilakukan untuk membiasakan anak agar selalu berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya adalah saat guru dan anak membahas tentang jamu sebelumnya guru memberikan wujud asli dari tanaman-tanaman herbal yang mudah ditemui anak dan menjelaskan fungsi dan kegunaannya, guru menunjukkan bawang merah pada anakanak, guru kemudian melontarkan pertanyaan “Siapa yang tahu ini apa?” atau “Siapa yang pernah lihat ini di dapur?” pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan kalau anak-anak sebenarnya telah akrab dengan tanaman itu, guru hanya berusaha untuk mengeluarkan memori yang ada dalam otak anak. Ada anak yang tahu namun ada juga anak yang masih belum tahu. Setelah anak memberikan jawaban mereka, maka guru kemudian dapat melanjutkan penjelasan dengan menanggapi jawaban anak. Misalnya seperti yang dilakukan Ms. Rini di dalam kelas “Betul 88 Callista, ini bawang merah. Ini apa? Bawang merah. Biasanya dipakai buat apa ya? Iya biasanya dipakai untuk bumbu masakan. Tapi tementemen tahu tidak, selain untuk bumbu masak, ini juga bisa digunakan untuk obat lho. Ini bisa digunakan untuk obat masuk angin. Biasanya kalau temen-temen masuk angin atau adik bayi yang masuk angin, mama bisa memarut bawang merah ini dan membalurkannya di perut tementemen.” Bisa dilihat bahwa setelah anak-anak memberikan jawaban mereka guru dapat mengulang kembali pertanyaan tersebut agar anak yang lain juga ikut menjawab. Baru kemudian guru dapat melanjutkan penjelasan dengan fungsi dan cara pemakaian obat tersebut. Saat menjelaskan nya ada beberapa anak yang bertanya pada gurunya kata-kata yang tidak mereka mengerti maksudnya seperti memarut dan membalurkan. Apabila ada kata-kata yang susah untuk dimengerti oleh anak, seperti memarut dan membalurkan, guru-guru dapat menjelaskannya kembali dengan bahasa anak-anak. Ms. Rini menjelaskan kata tersebut dengan langsung mempraktekanya “Temen-temen memarut itu begini, kita ambil parut (sambil menunjukkan parut) kemudian kita gerakkan bawang merah ke kanan dan ke kiri bolak-balik. Nanti jadinya halus seperti ini.” Dan untuk menjelaskan kata membalurkan, Ms. Rini menjelaskannya dengan “Kalau membalurkan itu bawang merah yang sudah halus ditempelkan di perut temen-temen, di letakkan diatas perut agar perut temen-temen jadi hangat.” 89 Selain itu interaksi guru dan anak di dalam kelas juga dapat berupa bermain peran yang berhubungan dengan materi pembelajaran tertentu. Gambar 2. Gambar 3. 90 Dalam gambar 2 dan gambar 3. Diatas bisa terlihat interaksi langsung guru dengan anak. Ms. Stephanie terlihat sedang bersama-sama bermain peran yang mengandung pembelajaran karakter bagi anak. Karakter yang di tanamkan saat itu adalah karakter tentang mau berbagi dan belajar menerima perbedaan. Menurut Ms. Stephanie, karakter apapun bisa juga ditanamkan melalui interaksi pembelajaran dalam bentuk bermain peran seperti ini. Termasuk juga diantaranya kepercayaan diri. Bermain karakter seperti ini juga berguna untuk membiasakan diri anak untuk bermain peran maupun drama, sehingga saat mereka harus mengikuti lomba-lomba tertentu yang berhubungan dengan hal tersebut maka anak sudah merasa terbiasa. Demikian interaksi yang terjadi antara guru dengan anak di dalam kelas terjadi secara dua arah dengan menuntut partisipasi aktif anak. Sebagai pendukung data, peneliti juga mewanwancarai orangtua murid tentang perkembangan karakter percaya diri dalam diri anaknya. Menurut hasil wawancara dengan orangtua Claudia, peneliti mengetahui bahwa dengan yang kegiatan yang dilakukan guru maka anaknya menjadi lebih berani dan lebih percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya. Di rumah anak-anak menjadi lebih banyak bertanya tentang segala hal, “Anak-anak memang seorang peniru, di rumah dia jadi lebih banyak bertanya, awalnya memang cukup kesusahan untuk menjawab hal-hal yang cukup sulit, tapi setelah tahu bahwa demikianlah proses belajar di 91 sekolah, dan diterangkan oleh gurunya bahwa itu merupakan sebuah proses penarikan ilmu pengetahuan dan proses pembentukan kepercayaan diri maka saya mulai membiasakannya.” Kata ibu Sari. Mendukung pernyataan guru, ibu Sari juga menyatakan bahwa “Untuk tampil percaya diri anak perlu merasa nyaman. Bila dengan orang yang baru ditemuinya dia akan merasa malu-malu pada awalnya. Namun itu tidak lama, setelah dia merasa nyaman dengan orang tersebut maka dia akan muncul sebagai dirinya sendiri. Sebaliknya bila dia tidak menemukan kenyamanan itu dia tetap akan malu-malu, menghindar, atau bahkan malah menangis.” Apabila dia mendapat intervensi/merasa terpojokkan maka anakanak akan merasa tidak nyaman. Hal ini seperti yang diungkapkan ibu Sari “Anak saya tahu harapan saya. Namun apabila dia merasa tertekan dengan keinginan saya maka dia akan merasa kurang percaya diri. Itu sebabnya beberapa kali waktu saat mengkuti lomba saya sengaja tidak menonton karena dia akan merasa tidak nyaman dan justru tidak dapat tampil dengan baik.” 4.3. Pembahasan Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan beberapa uraian data analisa dari data-data hasil penelitian yang diangkat tentang “komunikasi guru TK-B TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk dengan anak dalam membangun kepercayaan diri”. Pengumpulan data ini dilakukan dengan 92 teknik wawancara dan observasi guru dan anak TK-B di TKK 10 Penabur secara langsung yang melakukan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan selama bulan Juni 2013. Wawancara dilakukan dengan mengambil objek penelitian dari guru TK-B yang kesehariannya mengajar dan berinteraksi dengan anak. Lokasi untuk mengambil data dan wawancara dilakukan di sekolah TKK 10 Penabur di Pantai Indah Kapuk. Berdasarkan hasil penelitian ini komunikasi yang dilakukan guru dengan anak dalam membangun kepercayaan diri anak berjalan cukup efektif. Hal tersebut bisa dilihat dari interaksi antara guru dengan anak dalam kegiatan belajar mengajar maupun saat anak melakukan pertunjukan maupun latihan untuk beberapa acara perlombaan. Hanya ada satu dua anak yang masih enggan untuk maju kedepan kelas. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Santoso Sastropoetro bahwa “Berkomunkasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan, atau sering disebut dengan “the communication is in tune”. Hal tersebut dilihat dari tersampaikannya pesan dan harapan komunikator terhadap komunikannya. Harapan guru sebagai komunikator terpenuhi dengan aktifnya anak sebagai komunikan dalam kegiatan belajar mengajar maupun tumbuhnya rasa percaya diri anak dalam tampil di depan orang lain. Komunikasi instruksional atau komuniksai pendidikan seperti yang dikutip dari Sardiman AM yaitu, “Interaksi yang dilakukan secara sadar 93 dan mempunyai tujuan untuk mendidik, dalam rangka mengantar peserta didik ke arah kedewasaannya. Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalani.” Dapat dilihat dari interaksi guru yang memiliki tujuan untuk mengembangkan dan membangun kepercayaan diri anak agar dapat digunakan sebagai bekal dalam waktu selanjutnya. Guru sebagai seorang pengajar harus memiliki tujuan dalam kegiatan belajar mengajarnya. Sebagai pengajar anak usia dini, guru TK-B memiliki tugas membangun pondasi karakter anak salah satunya adalah kepercayaan diri. Dengan demikian dalam kegiatan belajarnya dilakukanlah interaksi komunikasi yang mengandung unsur membangun kepercayaan diri anak. Seperti mengajak anak berlatih tampil bercerita dihadapan temantemannya. Memberikan pancingan-pancingan pertanyaan terbuka pada anak untuk membentuk interaksi antara dan guru agar anak mau dan terbiasa mengungkapkan pendapatnya. Komunikasi antarpribadi yang merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun nonverl berlangsung dalam kegiatan memotivasi anak-anak tertentu yang merasa malu apabila dibahas di depan orang lain. Dalam hasil penelitian kita menemukan ada beberapa anak yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, guru memerlukan perlakuan yang berbeda pula agar anak- 94 anak tersebut bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Guru akan memotivasi anak didiknya secara tatap muka berdua saja dengan menggali lebih dalam dan terjadi kontak pribadi bagi anak-anak yang memiliki kecenderungan malu apabila dia diekspor di depan temantemannya. Untuk menghadapi anak uyang demikian kita perlu memberikan pengertian dan pendekatan secara pribadi terlebih dahulu agar anak merasa nyaman dan tidak merasa dipojokkan seperti yang diungkapkan oleh IGAK Wardani bahwa kita tidak boleh membuat anak merasa terpojok. Tindakan guru terhadap anak yang pemalu untuk membuat anak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan guru di depan kelas bisa dikatakan sebagai sebuah tindakan yang memojokkan anak. Anak bisa menjadi merasa trauma dan tertekan. Seperti yang diungkapkan Erikson bahwa pada usia ini anak harus mengalami menjadi orang seperti apa dia. Bila anak enggan untuk membuka diri di hadapan orang lain maka biarkanlah anak tersebut melakukannya, yang perlu dilakukan kemudian oleh seorang guru adalah dengan memberi dorongan dan motivasi secara bertahap dan perlahan-lahan, dimulai dengan komunikasi antarpribadi antara guru dengan anak tersebut. Baru kemudian secara bertahap mendorong dan mengajak mereka sedikit demi sedikit maju seraya terus memberikan katakata positif yang memotivasi anak. Selama penelitian berlangsung peneliti juga menemukan bahwa selain komunikasi antarpribadi, guru juga menggunakan komunikasi 95 kelompok. Komunikasi seperti yang diutarakan Unong Uchjana yang memaparkan komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang berlangsung dalam sekelompok orang yang berjumlah lebih dari satu orang hanya dengan satu komunikator saja. Dalam hasil penelitian hal ini ditemukan pada saat guru membangun kepercayaan diri anak-anak yang memiliki konsep pemikiran bahwa mereka lebih nyaman untuk mendengar pendapat orang lain atau komentar orang lain terhadap pernyataan maupun penampilan mereka. Saat anak tersebut mendapat sambutan positif dari teman-temannya yang lain, maka timbulah keyakinan dalam diri mereka bahwa apa yang mereka lakukan adalah baik dan benar, sehingga mereka kemudian mau melanjutkan apa yang memang seharusnya dia kerjakan. Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa di TKK 10 Penabur PIK selalu menggunakan kata “teman-teman” sebagai sapaan kepada anak-anak didiknya. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk keakraban antara pengajar dengan anak-anak didiknya. Tentunya ini akan cukup mendukung proses pembelajaran yang membuat anak merasa tidak digurui dan merasa seperti bersama dengan teman-teman mereka saja mengingat TK adalam tahap awal anak memasuki dunia sekolah, sehingga kita harus memberikan susana yang akrab agar tidak membentuk anggapan pada diri anak bahwa sekolah itu menyeramkan dan membosankan. Hasil wawancara ini bila dikaitkan dengan yang disampaikan oleh Sokolove bahwa pengajar harus mampu mengungkapkan perasaan siswa adalah dengan membuat suasana nyaman yang tidak memojokkan anak 96 didik. Suasana tersebut dapat dilakukan dengan jalan . Memberi dorongan positif, seperti yang telah dilakukan oleh guru-guru yang selalu memberikan dorongan positif dan umpan balik yang mengandung dorongan positif dan memberikan pertanyaan ringan yang dan umpan balik yang tidak memojokkan anak. Untuk dapat menimbulkan perasaan nyaman tersebut, guru juga melakukan komunikasi yang dapat menimbulkan rasa nyaman seperti misalnya dengan menggunakan kata sapaan “teman-teman” dalam menyapa anak didiknya, hal ini membuat anak merasa guru adalah teman mereka, sehingga mereka tidak perlu takut pada guru. Dalam desain pesan dalam pembelajaran seperti yang diungkapkan oleh Abdul Gaffur diantaranya adalah dengan melakukan pengulangan dan menarik partisipasi aktif siswa dan memberikan umpan balik. Hal tersebut memang benar halnya. Anak-anak khususnya usia 5-6 tahun yang masih terbatas cara berpikirnya memerlukan proses pengulangan dan untuk pembentukan karakter proses pengulangan tersebut baiknya terus dikembangkan hingga membentuk sebuah pembiasaan, sehingga anak dapat merasa hal-hal tersebut terasa lebih mudah dilakukan karena sudah biasa. Kita juga bisa ingat tentang pepatah bisa karena terbiasa, demikianlah yang berlaku cukup efektif bagi anak-anak ini. Partisipasi aktif anak didik diperlukan dalam hal mengajak anak untuk terbiasa mengungkapkan pendapat, dan selain itu ini juga dapat membantu anak dalam hal berkonsentrasi, karena anak-anak cenderung memiliki tingkat 97 konsentrasi yang tidak terlalu lama. Partisipasi aktif anak membuat mereka tidak mudah bosan sehingga mereka dapat berkonsentrasi lebih lama pula. Untuk umpan balik seperti yang diungkapkan oleh Schunk dan kawan-kawan motivasi juga memiliki beberapa jenis yang intinya adalah umpan balik tersebut haruslah memberikan jalan keluar yang lebih baik bagi anak namun tidak memojokkan mereka hal ini sekali lagi seperti yang dikatakan oleh Sokolove. Dengan memproses pesan menjadi lebih mudah diterima oleh anak didik maka anak didik tidak akan merasa didikte dan dipojokkan. Semua hal diatas memiliki tujuan untuk membentuk iklim interaksi komunikasi dalam kelas yang menyenangkan tetap mengarah pada tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dengan harapan bahwa tujuan bisa dicapai dengan hasil yang memuaskan.