BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Menjadi

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Menjadi seorang guru merupakan sebuah panggilan bagi sebagian
orang yang mengambil jalan sebagai seorang pengajar. Tidak semudah
yang dilihat, menjadi seorang pengajar memiliki tanggung jawab moral
yang cukup berat. Karena ditangan mereka akan terbentuk pribadi-pribadi
yang sangat beragam. Mereka bekerja menghadapi manusia dengan
berbagai macam karakter yang harus mereka bentuk menjadi lebih baik.
Menjadi pengajar anak usia dini, taman kanak-kanak khususnya,
menjadi dasar pengajaran di tingkat berikutnya. Apabila dari dasarnya
pondasi yang diberikan tidak benar, maka hal tersebut akan terus melekat
pada anak sepenjang waktu kedepannya. Dari hal tersebut maka
pengajaran yang benar perlu diterapkan sejak usia sedini mungkin.
Menjadi tugas guru/pengajar taman kanak-kanak untuk membangun
pondasi yang benar dan kuat dalam diri anak-anak, baik dalam hal kognisi
maupun sosio emosional/karakter anak.
Persaingan yang cukup berat pada masa kini membutuhkan
pribadi-pribadi yang percaya diri untuk mengemukakan pendapat dan
menunjukkan dirinya secara positif di hadapan orang lain, dengan
memiliki kepercayaan diri yang matang maka orang tersebut akan dapat
lebih mudah menjalani kompetisi. Rasa kepercayaan diri tersebut tidak
63
64
datang dengan sendirinya, melainkan membutuhkan penanaman dan
pembiasaan sejak usia dini agar rasa kepercayaan diri anak dapat tumbuh
secara lebih alami.
Inilah salah satu pondasi penting yang harus ditanamkan oleh
pengajar anak usia dini, kepercayaan diri, sebagai seseorang yang
berinteraksi dengan anak dalam tahun-tahun pertamanya. Seorang
pengajar perlu memiliki teknik dan strategi komunikasi yang benar untuk
membangun kepercayaan diri anak.
Di awal pengajaran pada anak usia dini, kita dapat melihat potensi
bawaan yang mereka miliki dari tipe pembelajaran dan pembiasaan di
rumah. Tidak semua anak dibiasakan untuk mengeksplorasi dirinya dan
berani mengungkapkan pendapatnya secara terbuka. Ada anak yang
memiliki kepercayaan diri yang cukup baik sehingga dengan mudah dia
dapat menyatakan pendapatnya pada orang lain. Namun adapula anak
yang sebenarnya memiliki kemampuan kognitif yang baik namun rasa
percaya diri yang kurang sehingga mereka hanya dapat memikirkannya
dalam hati dan tidak mampu mengeluarkannya, menyampaikan pada orang
lain. Untuk menghadapi karakter anak yang demikian beragam,
memerlukan perlakuan guru yang beragam pula agar anak dapat
mengembangkan diri dan memperoleh perlakuan sesuai dengan bekal awal
yang mereka miliki dan kekurangan yang mereka butuhkan.
Dalam penelitian ini peneliti mengamati tentang fenomena
komunikasi guru dengan anak TK-B Taman Kanak-Kanak Kristen 10
65
Penabur Pantai Indah Kapuk. Disini peneliti mengambil guru TK-B (anak
usia 5-6 tahun) sebagai subjek penelitian. Dimana dalam hal ini guru-guru
TK-B TKK 10 Penabur memiliki tantangan untuk menghadapi anak-anak
yang memiliki latar belakang kebudayaan, status sosial, dan ekonomi yang
hampir sama. Namun memiliki karakter bawaan yang cukup beragam.
Fenomena komunikasi guru untuk membangun kepercayaan diri
anak menjadi cukup penting untuk dicermati, mengingat saat ini sangat
penting bagi setiap orang untuk memiliki kepercayaan diri dan itu perlu
dipupuk sejak dini. Namun tidak banyak guru /pengajar yang mengerti
cara menangani anak-anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang
beragam. Tidak semua guru mengerti strategi komunikasi yang baik dalam
mengajar dan membangun motivasi dalam diri anak. Dan di TKK 10
Penabur ini dapat ditemukan guru-guru yang mampu membangun
kepercayaan diri anak dengan baik sehingga dapat menelurkan anak-anak
berprestasi baik di usia taman kanak-kanaknya maupun di pendidikan
lanjutannya. Untuk itu penelitian dilakukan di tempat ini. Dalam penelitian
ini peneliti melakukan penelitian terhadap komunikasi 3 orang guru TK-B
di dalam kelas.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai bagaimana
komunikasi guru TK-B TKK 10 Penabur dalam membangun kepercayaan
diri anak, akan lebih baik bila kita mengenal mengenai TKK 10 Penabur
itu sendiri yang memiliki program-program pembiasaan karakter untuk
membentuk karakter positif pada anak. Agar kita memperoleh gambaran
66
menyeluruh mengenai integrasi antara sekolah dengan pengajarnya.
Berikut ini adalah profil mengenai TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk.
4.1.1. Sejarah TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk
TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk sebagai salah satu lembaga
pendidikan Kristen yang berada dibawah naungan BPK PENABUR
Jakarta, BPK PENABUR menyadari panggilannya dalam hal pendidikan
berkualitas, yaitu menjadi sekolah yang berprestasi yang unggul dalam
iman, ilmu dan pelayanan.
Oleh karena itu, pada tanggal 9 Januari 1978 TKK 10 dibuka di Jl.
Muara Karang Blok Z3S, Kompleks Garuda Penjaringan, Jakarta Utara.
Yang telah dibimbing oleh beberapa kepala sekolah sebagai berikut :
1978 – 1983 oleh Ibu Yenny S.
1984 – 1999 oleh Ibu Lianny Solihin
2000 – 2002 oleh Ibu Susanawati Yunus
2002 – 2006 oleh Ibu Marti Wahyu Harpendes
2006 – sekarang oleh Ibu Ratna Setyowati
Setelah bertahun – tahun dilihat dari jumlah anak – anak yang
meningkat maka jenjang TK dimulai 1 November 2007 dipindahkan ke
67
kompleks Pantai Indah Kapuk yang beralamat di Jl. Layar Permai 6 Blok
SD – 2 .
Program bilingual mulai dilakukan secara bertahap sejak tahun
2008 yang diawali dari jenjang jenjang Toddler, Play Group, Kindergarten
1 dan Kindergarten 2.
Upaya membantu mengembangkan seluruh potensi anak secara
optimal dilakukan melalui kegiatan yang meliputi pengembangan
pembiasaan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar seperti fisik,
bahasa, kognitif, seni dan social – emosional.
Bagi anak PG, K1 dan K2 anak akan mendapatkan pengajaran
bahasa Inggris yang disajikan oleh Penutur Asli atau Native seminggu
sekali, sementara bahasa Mandarin akan diajarkan seminggu dua kali oleh
Lao Shi. Pembelajaran komputer akan diajarkan seminggu sekali kepada
anak K1 dan anak K2.
4.1.2. Visi Misi
Sebagai lembaga pendidikan anak usia dini yang berkompeten dan
berpikiran kedepan, TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk memiliki visi
dan misi yang akan membawa sekolah ini ke arah yang lebih baik. Visi
dan misi yang dimiliki oleh TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk adalah
sebagai berikut:
68
a. Visi
Menjadi Taman Kanak – Kanak Kristen Unggul dalam Iman, Ilmu
dan Pelayanan
b. Misi
Mengembangkan seluruh potensi anak didik secara optimal melalui
kegiatan pembelajaran yang sesuai berdasarkan nilai – nilai Kristiani
c. Motto
Iman, Ilmu dan Pelayanan
4.1.3. Struktur Organisasi
Dalam mengemban tugas pendidikannya sekolah TK Kristen 10
Penabur memiliki struktur organisasi yang berada langsung di bawah
kepengurusan BPK Penabur Jakarta. Struktur organisasi TK Kristen 10
Penabur dapat dilihat dalam bagan Struktur Organisasi berikut:
69
Pengurus Harian
BPK Penabur
Jakarta
Sekertariat BPK
Penabur Jakarta
Kepala Jenjang TK
Kepala Jenjang SD
Kepala Jenjang
SMP
Kepala Jenjang
SMA
Kepala Sekolah TK
Kristen 10 PIK
Tata Usaha
Koordinator
Jenjang Toddler
Koordinator
Jenjang Play
Group
Pustakawan
Koordinator
Jenjang
Kindergarten 1
Koordinator
Jenjang
Kindergarten 2
Guru Kognitif
Guru Kognitif
Guru Kognitif
Guru Kognitif
Guru Agama dan
Bahasa Indonesia
Guru Agama dan
Bahasa Indonesia
Guru Agama dan
Bahasa Indonesia
Guru Agama dan
Bahasa Indonesia
Guru Bahasa
Inggris
Guru Bahasa
Inggris
Guru Bahasa
Inggris
Guru Bahasa
Inggris
Guru Komputer,
Native Speaker,
Lao Shi
Bagan 1. Struktur Organisasi TK Kristen 10 Penabur Pantai Indah Kapuk
4.1.4. Deskripsi Operasi Sekolah
TK Kristen 10 Penabur PIK merupakan sebuah lembaga
pendidikan anak usia dini yang membentuk dan meningkatkan potensi
dasar anak. TK Kristen 10 Penabur PIK memiliki 4 jenjang pendidikan
yang dimulai dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Jenjang tersebut adalah:
70
a. Toddler
Merupakan jenjang terkecil yang anak didiknya berusia antara
2-3 tahun. Pembelajaran pada tahap ini lebih banyak menggali pada
motorik anak. Hal tersebut adalah sebagai pondasi kemantapan fisik
anak yang pada usia tersebut masih cukup lemah dan rentan.
b. Play Group
Anak didik pada jenjang ini adalah anak yang berada pada
rentang usia 3-4 tahun. Anak pada jenjang ini sudah mulai disiapkan
untuk menghadapi jenjang yang lebih tinggi sehingga pembelajarannya
sudah menggali potensi akademik anak seperti pengetahuan huruf dan
angka. Selain itu juga kemampuan memcahkan masalah juga sudah
dikembangkan pada jenjang ini. Pada jenjang ini anak-anak juga
diberikan program pembiasaan. Program pembiasaan di jenjang
Kelompok Bermain (Play Group) adalah START:
S - Speak Softly
: Berbicara dengan suara perlahan
T - Throw rubbish to rubbish : Membuang sampah di tempatnya
bin
A - Ask permission when going : Meminta ijin bila ingin keluar
out
berbicara
71
R - Raise hand before talking
: Mengangkat
tangan
sebelum
kembali
setelah
berbicara
T - Tidy up after working
: Merapikan
beraktifitas
c. Kindergarten 1
Anak-anak yang ada pada jenjang ini sudah semakin
dimantapkan
masalahnya,
dalam
kemampuan
anak-anak
dibiasakan
akademik
untuk
dan
mandiri
pemecahan
dan
dapat
memecahkan masalah yang mereka hadapi. Seperti halnya pada
jenjang Play Group, pada jenjang Kindergarten 1 dan Kindergarten 2
juga diberikan program pembiasaan. Di jenjang TK A (Kindergarten
1) dan TK B (Kindergarten 2) adalah SPARK:
S - Speaks Properly
: Berbicara sebagaimana mestinya
P - Praise God all the time
: Memuji Tuhan senantiasa
A - be Attentive
: Penuh perhatian
R - be
Responsible
Respectful
K - be Kind
and : Bertanggungjawab
menghormati
: Ramah
dan
Saling
72
d. Kindergarten 2
Sebagai tahap akhir pada tingkat pendidikan taman kanakkanak, pada jenjang ini anak sudah disiapkan untuk memasuki
pembelajaran yang akan mereka temui di tingkat selanjutnya yaitu
sekolah dasar.
Pembelajaran akademik seperti membaca dan menulis juga
berhitung sudah mulai dibiasakan dengan pengemasan dalam dunia
anak agar anak bisa terbiasa dan dapat menhadapi pembelajaran yang
akan mereka terima kemudian. Belajar memakai logika dan menarik
kesimpulan
dari
suatu
permasalahan
sederhana
sudah
mulai
dibiasakan.
Sebagai salah satu upaya mewujudkan pendidikan berkualitas, TK
Kristen 10 Penabur PIK memiliki kurikulum pendidikan nasional plus
yaitu menggunakan kurikulum TK Bilingual. Program TKK Bilingual
bertujuan untuk memperkenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa dunia
kepada anak-anak dalam usia sedini mungkin dengan cara yang interaktif,
menyenangkan dan sesuai tingkat perkembangan anak (developmentally
appropriate).
73
Kurikulum
nasional yang dikembangkan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak seutuhnya dalam aspek
perilaku dan kemampuan dasar. Aspek perilaku meliputi pengembangan
moral, sosial dan emosional. Sedangkan aspek kemampuan dasar meliputi
pengembangan fisik, kognitif, bahasa (termasuk phonics) dan seni. Anakanak belajar semua aspek pengembangan melalui kegiatan belajar sambil
bermain. Kurikulum program TKK bilingual didesain khusus dan
dikembangkan terus menerus sehingga optimalisasi pencapaian indikator
hasil belajar pada anak dapat tercapai secara integratif.
Pengembangan moral, sosial, emosional membantu anak-anak
berinteraksi dengan lingkungannya, memilih dan menunjukkan reaksi
emosi yang bisa diterima, misalnya berdoa, memuji Tuhan lewat lagulagu, mengenal dan mencintai makhluk ciptaan Tuhan, menghormati orang
lain, bertanggung jawab, menunjukkan percaya diri, mentaati aturan
sekolah, menguasai emosi diri serta berinteraksi sewajarnya.
Pengembangan fisik membantu anak-anak berlatih menggerakkan
seluruh anggota tubuh melalui latihan kelenturan otot tubuh, kaki, tangan
dan jari, misalnya melompat, menendang, membungkuk, menarik garis
dan meronce.
Pengembangan bahasa tercapai secara bertahap saat anak-anak
berkomunikasi lisan dengan orang lain menggunakan kalimat-kalimat
sederhana. Anak-anak akan memahami bahasa tubuh dan kalimat yang
74
diucapkan orang lain (misalnya perintah sederhana ”Ambillah kaos
kakimu dan letakkan di keranjang”). Anak-anak belajar mengemukakan
keinginan melalui kalimat-kalimat sederhana (misalnya dalam menjawab
ya/tidak). Anak-anak memahami arti berlawanan (misalnya panas/dingin,
keluar/masuk). Anak-anak belajar mengenal alphabet sebagai dasar belajar
berbahasa Inggris melalui pengajaran phonic (Phonic Time), melalui lagu
dan bermain (Song and Games) dan melalui program permainan komputer
yang interaktif dan khusus didesain untuk anak-anak; yang sekaligus
bertujuan memperkenalkan penggunaan komputer. Selain itu, untuk
menghadapi era globalisasi anak-anak mendapatkan 30 menit sesi
berbahasa Inggris langsung dengan native speaker dan 30 menit sesi
bahasa Mandarin.
Pengembangan kognitif membantu anak-anak mengenal dan
mengetahui konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
angka, warna, bentuk dan waktu.
Pengembangan seni membantu anak-anak menggerakkan tubuh
yang diselaraskan dengan irama musik,
menyanyikan
lagu-lagu,
memainkan alat musik sederhana dan membuat hasil karya sederhana.
75
4.2. Hasil Penelitian
Komunikasi guru TK-B TKK 10 Penabur PIK dengan anak dalam
membangun kepercayaan diri
Dalam kegiatan di kelas dirancang sedemikian rupa sehingga anak
dapat mengungkapkan pendapatnya secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran.
Setiap
anak memiliki
kesempatan
untuk
menyatakan
pendapatnya kepada guru, dan menunjukkan rasa kepercayaan dirinya
dihadapan orang lain. Sekolahpun memberikan wadah untuk anak bisa unjuk
gigi menunjukkan kemampuannya kepada orang lain, seperti story telling,
lomba menyanyi, lomba puisi baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia.
Di dalam pembelajaran di kelas anak-anak dilatih untuk dapat
bereksplorasi baik melalui gambar maupun tulisan, ataupun secara lisan
kepada guru atau teman-teman mereka. Untuk menghadapi beberapa even
khusus anak-anak diberi kesempatan untuk melakukan simulasi pertunjukan di
hadapan teman-temannya. Seperti contohnya adalah saat akan menghadapi
lomba bercerita (story telling), anak-anak sudah dipersiapkan berbulan-bulan
sebelumnya. Lomba bercerita merupakan acara rutin tahunan yang diadakan
khusus untuk anak-anak TK-B. Ini merupakan acara khusus yang diadakan
oleh perpustakaan TKK 10 Penabur untuk membangkitkan beberapa aspek
dalam diri anak yaitu, kecintaan terhadap buku, keberanian, dan kepercayaan
diri. Untuk menghadapi acara yang biasa dilakukan antara bulan April dan
Mei tiap tahunnya, anak-anak sudah dipersiapkan sejak bulan Agustus.
76
Persiapan yang dilakukan adalah dengan memberi materi kepada anak dengan
jalan memberikan cerita yang dapat diceritakan ulang oleh anak, kemudian
akan dilakukan simulasi pertunjukan di atas panggung kecil yang ada di dalam
perpustakaan dengan disaksikan oleh teman-teman satu kelasnya. Untuk anakanak yang masih kurang berani maka akan dilakukan pendekatan secara
pribadi oleh guru untuk memberikan motivasi kepada mereka.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ms. Stephanie, Ms. Susi, dan
Ms. Rini dan juga pengamatan peneliti mengenai bagaimana komunikasi
untuk membangun kepercayaan diri anak melalui kegiatan belajar dalam
kelompok belajarnya kita mengetahui beberapa hal yang dapat dikaitkan
dengan fokus penelitian kali ini yaitu,
1. Bentuk komunikasi guru dengan anak saat membangun kepercayaan diri
anak.
Bentuk komunikasi guru dengan anak dalam upayanya untuk
membangun kepercayaan diri anak menurut hasil wawancara dan
observasi adalah bahwa komunikasi dalam membangun kepercayaan diri
anak dapat dilakukan dalam dua bentuk komunikasi. Komunikasi yang
dimaksud adalah komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok.
Hampir sebagian besar anak lebih efektif saat dilakukan
komunikasi antarpribadi untuk membangkitkan kepercayaan diri mereka.
Hal ini terlihat saat anak diharuskan untuk tampil bercerita di depan
teman-teman yang lain, ada beberapa anak yang masih kurang percaya diri
77
dan malu-malu. Untuk membangkitkan kepercayaan diri guru kemudian
memanggil mereka dan mengajak mereka berbincang berkomunikasi
secara tatap muka hanya antara anak tersebut dengan gurunya. Setelah
memberikan
beberapa
nasehat
dan
meyakinkan
anak-anak
dan
membesarkan hati mereka maka akhirnya mereka mau bercerita walaupun
ini dilakukan secara bertahap mulai dari bercerita kepada guru mereka
baru kemudian kepada teman-teman mereka.
Selain komunikasi antarpribadi adapula anak-anak yang akan lebih
efektif apabila guru menyampaikan motivasi dan membangun kepercayaan
diri mereka dengan komunikasi kelompok. Hal ini dilakukan untuk anakanak yang akan lebih percaya diri setelah melihat temannya mampu juga
melakukan hal yang diminta gurunya. Anak tersebut menjadi yakin dan
percaya diri saat sebagian besar temannya mendukungnya. Untuk
menghadapi anak yang demikian biasanya guru akan memotivasi dan
membangun kepercayaan mereka dalam kelompok, sehingga teman-teman
yang lain juga dapat memberikan tambahan dukungan. Di dalam kelas ada
seorang anak yang akan dengan mudah menuangkan pemikirannya dalam
tulisan, secara akademis diapun baik. Namun apabila guru memberikan
tugas untuk tampil di depan orang lain dia akan langsung kehilangan
semangat dan malu-malu. Untuk menghadapi anak yang demikianlah
komunikasi kelompok diperlukan untuk memotivasi dia agar dia bisa
yakin bahwa teman-temannya yang lain juga mendukungnya.
78
Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Ms. Stephanie tentang
anak didiknya, saat peneliti memberikan pertanyaan mengenai mengapa
ada anak yang pandai secara akademis namun tidak mau tampil di depan
orang banyak. Ms. Stephanie mengatakan
“Anak yang sudah matang secara kognitif akan mampu berpikir
lebih maju daripada teman-temannya. Dia sudah mampu berpikir
mengenai pendapat/pandangan orang terhadap dirinya saat dia tampil di
depan orang lain. Dia akan mempertimbangkan apakah orang lain setuju
dengan hal yang dia lakukan atau tidak. Untuk menghadapi anak seperti
ini
maka
kita
perlu
meyakinkan
dia
bahwa
teman-temannya
mendukungnya.”
2. Cara guru membangun kepercayaan diri anak dalam kelompok belajarnya.
Untuk membangun kepercayaan diri pada anak, maka guru akan
memperbanyak eksplorasi dan komunikasi dengan anak di dalam kelas,
misalnya
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan ringan yang
dilontarkan pada anak. Beberapa pertanyaan tersebut diantaranya seperti
saat mereview pelajaran tentang tanaman obat di perpustakaan dan
menunjukkan video tentang pembuatan jamu maka guru akan bertanya
jawab,
“Teman-teman kira-kira ibu ini akan membuat apa ya?” tanya
guru Ms. Stephanie saat terlihat seorang ibu yang sedang menghaluskan
beberapa rempah dan tanaman obat.
79
Atau pertanyaan yang dilontarkan oleh Ms. Susi saat anak-anak
berwisata di hutan mangrove dan bertemu dengan tanaman lidah buaya
“Teman-teman ini namanya tanaman apa ya? Siapa yang ingat?”
tanya Ms. Susi, dan saat anak-anak menjawab bahwa tanaman tersebut
adalah tanaman lidah buaya Ms.Susi kemudian bertanya lagi “Tanaman
lidah buaya untuk mengobati apa ya?” dan anak-anak pun kemudian
akan kembali menjawab “Untuk mengobati luka, untuk panas dalam,” dan
sebagainya. Anak-anak tersebut dapat menjawab karena di kelas , guru
telah mengajarkan dan menunjukkan lidah buaya dan fungsi-fungsinya.
Guru biasanya akan menyelipkan beberapa pertanyaan selama dia
menyampaikan materi pelajaran pada anak sebagai salah satu bentuk
interaksi terhadap anak. Bahkan bila memungkinkan dan ada kesempatan,
guru akan melontarkan pertanyaan di luar kelas dalam kegiatan apapun
yang dapat dihubungkan dengan pembelajaran, seperti contohnya saat
berada di perpustakaan dan berwisata seperti yang telah dijelaskan diatas.
Apabila anak sudah sering melakukan hal tersebut bersama
gurunya yang sudah dia anggap dekat, maka lama-kelamaan dia akan
menjadi terbiasa untuk menghadapi pertanyaan dari siapapun, dan dapat
dengan penuh percaya diri mengungkapkan perasaan dan pengetahuan
yang dia miliki pada orang lain.
Di dalam kelas pun ada kalanya guru akan mengeksplorasi
pemikiran anak. Untuk anak-anak yang memang sudah memiliki
kepercayaan diri yang tinggi akan dengan mudah mengeluarkan hasil
80
pemikiran mereka secara lisan atau tulisan. Sedangkan untuk anak-anak
yang masih kurang percaya diri maka guru akan memberikan pancingan
berupa pertanyaan secara pribadi kepada anak tersebut dan membantunya
dalam bereksplorasi. Pertanyaan tersebut biasanya mengandung komponen
apa, mengapa, bagaimana, siapa, kapan, dsb.
Hal tersebut seperti saat Ms. Rini mengajarkan tentang bau-bauan
pada anak-anak didiknya, Ms. Rini memanggil anak-anak yang kurang
percaya diri satu persatu dan menghadapinya satu persatu secara
bergantian. Ms. Rini kembali mengulang pertanyaan-pertanyaan yang
sebelumnya pernah dilontarkannya di depan kelas dan dibahas bersamasama di depan kelas.
“Nah, sekarang coba kamu cium dulu. Coba kamu ingat, ini bau
tanaman apa ya?” tanya Ms.Rini pada salah satu anak sambil
menyodorkan sepotong jahe pada anak untuk dicium. Saat anak telah
mampu menjawabnya maka Ms.Rini akan berpindah pada tanaman lain
seperti bawang merah, dan kunyit. Apabila anak telah berhasil menjawab
semuanya maka Ms.Rini kemudian akan memberikan penguatan pada
anak untuk meyakinkan bahwa di depan kelaspun dia juga bisa menjawab
seperti teman-temannya. “Nah, tuh kamu bisa........ Ms.Rini tahu kalau
kamu pasti bisa, lain kali kalu Ms. Rini tanya di depan kelas kamu jawab
ya.... kamu kan pintar.” Kata Ms. Rini menguatkan.
Selain itu guru juga dapat mengeksplorasi anak melalui gambar
terlebih dahulu. Guru meminta anak didiknya untuk menggambar lalu
81
kemudian baru memintanya untuk menguraikan secara verbal baik lisan
maupun tulisan. Misalnya setelah diajak melihat bentuk tanaman obat
secara nyata, maka guru akan meminta anak didiknya untuk menggambar
dan menceritakan tentang gambarnya. Untuk mengeksplore hal tersebut
pertanyaan yang di lontarkan guru seperti
“Ini gambar apa Dante?” tanya Ms.Susi pada salah satu anak
didiknya, dan saat Dante menjawab bahwa itu adalah tanaman jahe, karena
yang dia lihat dan dia gambar memang jahe, Ms.Susi bertanya lagi “Oh
jahe ya...... jahe biasanya digunakan untuk apa ya? Bagaimana caranya
biar bisa jadi obat?” tanya Ms.Susi kemudian.
3. Isi komunikasi saat guru membangun kepercayaan diri kepada anak-anak
di dalam kelompok belajarnya.
Dalam membangun kepercayaan diri pada anak-anak didiknya
guru-guru biasanya akan memberikan ucapan-ucapan yang positif yang
memotivasi kepada anak tersebut.
Misalnya “Bagus, kira-kira apalagi ya?” atau “Itu juga bisa,
kamu punya jawaban lain lagi? Ada yang tahu yang lain lagi tidak ya?”
Untuk anak yang ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat maka
guru akan meyakinkan bahwa yang dia lakukan baik dan benar,
”Betul, itu juga boleh,yang lainnya ada yang tahu jawaban lain?”
atau “Nah itu benar........ Ms. Tahu kamu pasti bisa......... Hebat!” dan
masih banyak lagi kalimat positif yang bisa di ucapkan.
82
Guru akan melakukan komunikasi yang santai dan memberikan
kenyamanan pada anak. Sehingga anak menjadi merasa lebih nyaman dan
yakin dengan apa yang dia lakukan. Untuk itulah salah satu penyebab
mengapa guru memanggil anak-anak didiknya dengan sapaan “Temanteman” yaitu untuk memberikan nuansa kebersamaan dan keakraban
layaknya dengan seorang teman.
Guru-guru akan melontarkan percakapan ringan dalam memancing
pemikiran anak untuk mengeluarkan pemikirannya,seperti saat membahas
tentang jeruk nipis, Ms.Stephanie bertanya sebagai pembuka
“Teman-teman pernah lihat tidak di dapur mama ada benda
seperti ini?” tanya Ms.Stephanie sambil menunjukkan sebuah jeruk nipis,
“Betul, ini namanya jeruk nipis. Biasanya mama pake buat masak. Tapi
tahu tidak teman-teman, jeruk nipis ini juga bisa dipake jadi obat lho.
Jeruk nipis bisa dijadikan obat batuk, jeruknya dicampur kecap lalu
dipanaskan, nah nanti bisa jadi obat batuk.” Kata Ms. Stephanie.
Pada awalnya berhubungan dengan hal-hal pribadi yang biasa dia
lakukan, lalu mulai mengerucut terfokus pada tujuan yang diingin kan
oleh gurunya.
Ms. Susi mengatakan bahwa “Biasanya anak akan dengan mudah
mengungkapkan pendapatnya saat dia merasa aman dan nyaman dengan
kita, jadi kita harus bisa membuat anak tersebut nyaman terhadap kita
terlebih dahulu, tidak merasa diintimidasi, diinterogasi, maupun dibawah
83
tekanan, maka pasti anak itu akan bisa dengan percaya diri
mengungkapkan pendapatnya.”
Hal tersebut didukung oleh Ms. Stephanie yang juga mengatakan
bahwa “ Anak-anak akan secara polos mengeluarkan pemikiran mereka,
dan saat mereka menyampaikan hal tersebut kita tidak boleh membatasi
mereka,
karena
mereka
kemudian
dapat
menjadi
takut
untuk
mengungkapkan pendapat dikemudian hari karena mereka menjadi tidak
nyaman dengan kita karena mengira kita akan menyalahkannya lagi. Jadi
intinya adalah harus membuat mereka merasa nyaman.”
Dengan demikian kita dapat mengetahui bahwa isi komunikasi
dengan anak harus menimbulkan rasa nyaman dalam diri mereka agar
mereka dengan pemikiran polosnya dapat tetap berkembang. Dan mau
mengungkapkannya dengan penuh percaya diri.
4. Cara guru menanggapi respon anak tentang materi yang telah disampaikan
di dalam kelas. Umpan balik guru terhadap respon anak.
Dalam membangun kepercayaan diri anak kita juga perlu
memberikan umpan balik terhadap apa yang telah dilakukan anak. Dengan
memberikan umpan balik kita perlu berhati-hati. Umpan balik yang kita
berikan harus bersifat membangun dengan bahasa yang mudah dicerna
anak dan tidak berpotensi mematikan kepercayaan diri anak.
Seperti yang di sampaikan Ms. Stephanie yang telah disampaikan
dalam point ketiga bahwa “ Anak-anak akan secara polos mengeluarkan
84
pemikiran mereka, dan saat mereka menyampaikan hal tersebut kita tidak
boleh membatasi mereka.”
Hal tersebut senada dengan pendapat Ms. Rini dan Ms. Susi yang
mengatakan hal yang serupa. Ms. Rini mengatakan “Dalam membangun
kepercayaan
pendapatnya
diri
anak,
mengenai
biarlah
hal
anak
yang
mengungkapkan
sedang
dibahas.
apapun
Jangan
menyalahkannya.”
“Anak-anak membutuhkan kenyamanan untuk bisa tampil percaya
diri. Kalau kita langsung menyalahkan jawaban atau pendapatnya dia
akan cenderung memilih diam kalau kita tanya lagi. Dan menunggu
jawaban kita terlebih dahulu.” Ms. Susi menambahkan pendapat yang
lainnya.
Pertanyaan kita kemudian tentunya adalah bagaimana jika
pendapat anak tersebut memang benar-benar salah? Untuk situasi
demikian Ms. Stephanie mengatakan bahwa “Kita harus mengajarkan hal
yang benar tetapi jangan merubah sikap dasar mereka yaitu kepolosan
mereka. Jangan sampai kita langsung menyalahkan pendapat mereka
tersebut. Contohnya saat kita membahas tentang jamu, yaitu beras kencur.
Waktu saya tanyakan kembali hari berikutnya anak-anak mengatakan itu
“beras kencing” bukan “beras kencur” karena kata-kata itu lebih familiar
di telinga mereka jadi mereka lebih mudah mengingat beras kencing
daripada beras kencur yang masih terasa asing ditelinga mereka. Kalau
demikian kita harus membetulkannya, tapi jangan mengubah prinsip
85
dasar pemikiran mereka. Kita memberi tahu mereka kalau itu beras
kencur. Dengan kalimat yang lebih enak untuk mereka terima kita
munculkan kembali ingatan mereka tentang pelajaran di hari sebelumnya
dan membiarkan anak menemukan sendiri dengan jawaban yang benar.
Misalnya dengan memberi pancingan seperti, coba ada yang ingat tidak
ya, kemarin Ms. Bilang ini namanya apa? Menurut temen-temen ini beras
kencing apa beras kencur ya?”
Dengan menggunakan strategi yang digunakan Ms. Stephanie kita
bisa membetulkan konsep anak dengan tetap enjoy karena anak
menemukan jawaban yang benar melalui pemikiran mereka sendiri.
Rasa kepercayaan diri bisa didapatkan ketika anak merasa berada
dalam posisi yang nyaman. Perasaan nyaman tersebut bisa juga didapatkan
dengan mendampingi anak dan memberikan komunikasi nonverbal yang
berisi dukungan terhadap anak, seperti yang tergambar dalam Gambar 1.
berikut ini.
86
Gambar 1.
Pada Gambar 1. ini Ms.Stephanie terlihat sedang memberikan
contoh pada anak-anak TK-B dalam acara Graduation Anak-Anak TKK
10 Penabur di Muara karang pada akhir Juni lalu. Untuk memberikan
dukungan pada anak-anak didiknya Ms. Stephanie ikut menari di bawah
panggung dan dari mimik muka, secara nonverbal bisa kita lihat bahwa
Ms. Stephanie terus memberikan dukungan dengan menunjukkan
kemantapan di wajahnya. Dengan demikian maka anak-anak menjadi lebih
merasa nyaman karena merasa didukung saat mereka harus tampil.
87
5.
Interaksi antara anak dengan guru dalam mengkaji materi pembelajaran.
Melalui
proses
pengamatan,
interaksi
anak
dengan
guru
berlangsung secara santai dan melalui proses yang nyaman anak-anak
dapat menjadi lebih percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya.
Hal tersebut dimaksudkan untuk membangun sebuah relationship
building yang berkualitas antara guru dengan anak didiknya. Guru lebih
sering menerapkan konsep komunikasi dua arah dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan baik yang memerlukan jawaban panjang maupun
jawaban singkat. Hal ini dilakukan untuk membiasakan anak agar selalu
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya adalah saat guru dan anak
membahas tentang jamu sebelumnya guru memberikan wujud asli dari
tanaman-tanaman herbal yang mudah ditemui anak dan menjelaskan
fungsi dan kegunaannya, guru menunjukkan bawang merah pada anakanak, guru kemudian melontarkan pertanyaan “Siapa yang tahu ini apa?”
atau “Siapa yang pernah lihat ini di dapur?” pertanyaan-pertanyaan
tersebut menunjukkan kalau anak-anak sebenarnya telah akrab dengan
tanaman itu, guru hanya berusaha untuk mengeluarkan memori yang ada
dalam otak anak. Ada anak yang tahu namun ada juga anak yang masih
belum tahu. Setelah anak memberikan jawaban mereka, maka guru
kemudian dapat melanjutkan penjelasan dengan menanggapi jawaban
anak. Misalnya seperti yang dilakukan Ms. Rini di dalam kelas “Betul
88
Callista, ini bawang merah. Ini apa? Bawang merah. Biasanya dipakai
buat apa ya? Iya biasanya dipakai untuk bumbu masakan. Tapi tementemen tahu tidak, selain untuk bumbu masak, ini juga bisa digunakan
untuk obat lho. Ini bisa digunakan untuk obat masuk angin. Biasanya
kalau temen-temen masuk angin atau adik bayi yang masuk angin, mama
bisa memarut bawang merah ini dan membalurkannya di perut tementemen.”
Bisa dilihat bahwa setelah anak-anak memberikan jawaban mereka
guru dapat mengulang kembali pertanyaan tersebut agar anak yang lain
juga ikut menjawab. Baru kemudian guru dapat melanjutkan penjelasan
dengan fungsi dan cara pemakaian obat tersebut. Saat menjelaskan nya ada
beberapa anak yang bertanya pada gurunya kata-kata yang tidak mereka
mengerti maksudnya seperti memarut dan membalurkan. Apabila ada
kata-kata yang susah untuk dimengerti oleh anak, seperti memarut dan
membalurkan, guru-guru dapat menjelaskannya kembali dengan bahasa
anak-anak. Ms. Rini menjelaskan kata tersebut dengan langsung
mempraktekanya “Temen-temen memarut
itu begini, kita ambil parut
(sambil menunjukkan parut) kemudian kita gerakkan bawang merah ke
kanan dan ke kiri bolak-balik. Nanti jadinya halus seperti ini.” Dan untuk
menjelaskan kata membalurkan, Ms. Rini menjelaskannya dengan “Kalau
membalurkan itu bawang merah yang sudah halus ditempelkan di perut
temen-temen, di letakkan diatas perut agar perut temen-temen jadi
hangat.”
89
Selain itu interaksi guru dan anak di dalam kelas juga dapat berupa
bermain peran yang berhubungan dengan materi pembelajaran tertentu.
Gambar 2.
Gambar 3.
90
Dalam gambar 2 dan gambar 3. Diatas bisa terlihat interaksi
langsung guru dengan anak. Ms. Stephanie terlihat sedang bersama-sama
bermain peran yang mengandung pembelajaran karakter bagi anak.
Karakter yang di tanamkan saat itu adalah karakter tentang mau berbagi
dan belajar menerima perbedaan.
Menurut Ms. Stephanie, karakter apapun bisa juga ditanamkan
melalui interaksi pembelajaran dalam bentuk bermain peran seperti ini.
Termasuk juga diantaranya kepercayaan diri. Bermain karakter seperti ini
juga berguna untuk membiasakan diri anak untuk bermain peran maupun
drama, sehingga saat mereka harus mengikuti lomba-lomba tertentu yang
berhubungan dengan hal tersebut maka anak sudah merasa terbiasa.
Demikian interaksi yang terjadi antara guru dengan anak di dalam
kelas terjadi secara dua arah dengan menuntut partisipasi aktif anak.
Sebagai pendukung data, peneliti juga mewanwancarai orangtua
murid tentang perkembangan karakter percaya diri dalam diri anaknya.
Menurut hasil wawancara dengan orangtua Claudia, peneliti mengetahui
bahwa dengan yang kegiatan yang dilakukan guru maka anaknya menjadi
lebih berani dan lebih percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya. Di
rumah anak-anak menjadi lebih banyak bertanya tentang segala hal,
“Anak-anak memang seorang peniru, di rumah dia jadi lebih banyak
bertanya, awalnya memang cukup kesusahan untuk menjawab hal-hal
yang cukup sulit, tapi setelah tahu bahwa demikianlah proses belajar di
91
sekolah, dan diterangkan oleh gurunya bahwa itu merupakan sebuah
proses penarikan ilmu pengetahuan dan proses pembentukan kepercayaan
diri maka saya mulai membiasakannya.” Kata ibu Sari.
Mendukung pernyataan guru, ibu Sari juga menyatakan bahwa
“Untuk tampil percaya diri anak perlu merasa nyaman. Bila dengan
orang yang baru ditemuinya dia akan merasa malu-malu pada awalnya.
Namun itu tidak lama, setelah dia merasa nyaman dengan orang tersebut
maka dia akan muncul sebagai dirinya sendiri. Sebaliknya bila dia tidak
menemukan kenyamanan itu dia tetap akan malu-malu, menghindar, atau
bahkan malah menangis.”
Apabila dia mendapat intervensi/merasa terpojokkan maka anakanak akan merasa tidak nyaman. Hal ini seperti yang diungkapkan ibu Sari
“Anak saya tahu harapan saya. Namun apabila dia merasa tertekan
dengan keinginan saya maka dia akan merasa kurang percaya diri. Itu
sebabnya beberapa kali waktu saat mengkuti lomba saya sengaja tidak
menonton karena dia akan merasa tidak nyaman dan justru tidak dapat
tampil dengan baik.”
4.3. Pembahasan
Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan beberapa uraian data analisa
dari data-data hasil penelitian yang diangkat tentang “komunikasi guru
TK-B TKK 10 Penabur Pantai Indah Kapuk dengan anak dalam
membangun kepercayaan diri”. Pengumpulan data ini dilakukan dengan
92
teknik wawancara dan observasi guru dan anak TK-B di TKK 10 Penabur
secara langsung yang melakukan kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan selama bulan Juni 2013.
Wawancara dilakukan dengan mengambil objek penelitian dari
guru TK-B yang kesehariannya mengajar dan berinteraksi dengan anak.
Lokasi untuk mengambil data dan wawancara dilakukan di sekolah TKK
10 Penabur di Pantai Indah Kapuk. Berdasarkan hasil penelitian ini
komunikasi yang dilakukan guru dengan anak dalam membangun
kepercayaan diri anak berjalan cukup efektif. Hal tersebut bisa dilihat dari
interaksi antara guru dengan anak dalam kegiatan belajar mengajar
maupun saat anak melakukan pertunjukan maupun latihan untuk beberapa
acara perlombaan. Hanya ada satu dua anak yang masih enggan untuk
maju kedepan kelas. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh
Santoso Sastropoetro bahwa “Berkomunkasi efektif berarti bahwa
komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama
tentang suatu pesan, atau sering disebut dengan “the communication is in
tune”. Hal tersebut dilihat dari tersampaikannya pesan dan harapan
komunikator terhadap komunikannya. Harapan guru sebagai komunikator
terpenuhi dengan aktifnya anak sebagai komunikan dalam kegiatan belajar
mengajar maupun tumbuhnya rasa percaya diri anak dalam tampil di
depan orang lain.
Komunikasi instruksional atau komuniksai pendidikan seperti yang
dikutip dari Sardiman AM yaitu, “Interaksi yang dilakukan secara sadar
93
dan mempunyai tujuan untuk mendidik, dalam rangka mengantar peserta
didik ke arah kedewasaannya. Pembelajaran merupakan proses yang
berfungsi membimbing para peserta didik di dalam kehidupannya, yakni
membimbing mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan
yang harus dijalani.” Dapat dilihat dari interaksi guru yang memiliki
tujuan untuk mengembangkan dan membangun kepercayaan diri anak agar
dapat digunakan sebagai bekal dalam waktu selanjutnya. Guru sebagai
seorang pengajar harus memiliki tujuan dalam kegiatan belajar
mengajarnya. Sebagai pengajar anak usia dini, guru TK-B memiliki tugas
membangun pondasi karakter anak salah satunya adalah kepercayaan diri.
Dengan demikian dalam kegiatan belajarnya dilakukanlah interaksi
komunikasi yang mengandung unsur membangun kepercayaan diri anak.
Seperti mengajak anak berlatih tampil bercerita dihadapan temantemannya. Memberikan pancingan-pancingan pertanyaan terbuka pada
anak untuk membentuk interaksi antara dan guru agar anak mau dan
terbiasa mengungkapkan pendapatnya.
Komunikasi antarpribadi yang merupakan komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun
nonverl berlangsung dalam kegiatan memotivasi anak-anak tertentu yang
merasa malu apabila dibahas di depan orang lain. Dalam hasil penelitian
kita menemukan ada beberapa anak yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, guru memerlukan perlakuan yang berbeda pula agar anak-
94
anak tersebut bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Guru akan memotivasi anak didiknya secara tatap muka berdua saja
dengan menggali lebih dalam dan terjadi kontak pribadi bagi anak-anak
yang memiliki kecenderungan malu apabila dia diekspor di depan temantemannya.
Untuk menghadapi anak uyang demikian kita
perlu
memberikan pengertian dan pendekatan secara pribadi terlebih dahulu agar
anak merasa nyaman dan tidak merasa dipojokkan seperti yang
diungkapkan oleh IGAK Wardani bahwa kita tidak boleh membuat anak
merasa terpojok.
Tindakan guru terhadap anak yang pemalu untuk membuat anak
mau menjawab pertanyaan-pertanyaan guru di depan kelas bisa dikatakan
sebagai sebuah tindakan yang memojokkan anak. Anak bisa menjadi
merasa trauma dan tertekan. Seperti yang diungkapkan Erikson bahwa
pada usia ini anak harus mengalami menjadi orang seperti apa dia. Bila
anak enggan untuk membuka diri di hadapan orang lain maka biarkanlah
anak tersebut melakukannya, yang perlu dilakukan kemudian oleh seorang
guru adalah dengan memberi dorongan dan motivasi secara bertahap dan
perlahan-lahan, dimulai dengan komunikasi antarpribadi antara guru
dengan anak tersebut. Baru kemudian secara bertahap mendorong dan
mengajak mereka sedikit demi sedikit maju seraya terus memberikan katakata positif yang memotivasi anak.
Selama penelitian berlangsung peneliti juga menemukan bahwa
selain komunikasi antarpribadi, guru juga menggunakan komunikasi
95
kelompok. Komunikasi seperti yang diutarakan Unong Uchjana yang
memaparkan
komunikasi
kelompok
merupakan
komunikasi
yang
berlangsung dalam sekelompok orang yang berjumlah lebih dari satu
orang hanya dengan satu komunikator saja. Dalam hasil penelitian hal ini
ditemukan pada saat guru membangun kepercayaan diri anak-anak yang
memiliki konsep pemikiran bahwa mereka lebih nyaman untuk mendengar
pendapat orang lain atau komentar orang lain terhadap pernyataan maupun
penampilan mereka. Saat anak tersebut mendapat sambutan positif dari
teman-temannya yang lain, maka timbulah keyakinan dalam diri mereka
bahwa apa yang mereka lakukan adalah baik dan benar, sehingga mereka
kemudian mau melanjutkan apa yang memang seharusnya dia kerjakan.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa di TKK 10
Penabur PIK selalu menggunakan kata “teman-teman” sebagai sapaan
kepada anak-anak didiknya. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk
keakraban antara pengajar dengan anak-anak didiknya. Tentunya ini akan
cukup mendukung proses pembelajaran yang membuat anak merasa tidak
digurui dan merasa seperti bersama dengan teman-teman mereka saja
mengingat TK adalam tahap awal anak memasuki dunia sekolah, sehingga
kita harus memberikan susana yang akrab agar tidak membentuk anggapan
pada diri anak bahwa sekolah itu menyeramkan dan membosankan.
Hasil wawancara ini bila dikaitkan dengan yang disampaikan oleh
Sokolove bahwa pengajar harus mampu mengungkapkan perasaan siswa
adalah dengan membuat suasana nyaman yang tidak memojokkan anak
96
didik. Suasana tersebut dapat dilakukan dengan jalan . Memberi dorongan
positif, seperti yang telah dilakukan oleh guru-guru yang selalu
memberikan dorongan positif dan umpan balik yang mengandung
dorongan positif dan memberikan pertanyaan ringan yang dan umpan
balik yang tidak memojokkan anak. Untuk dapat menimbulkan perasaan
nyaman tersebut, guru juga melakukan komunikasi
yang dapat
menimbulkan rasa nyaman seperti misalnya dengan menggunakan kata
sapaan “teman-teman” dalam menyapa anak didiknya, hal ini membuat
anak merasa guru adalah teman mereka, sehingga mereka tidak perlu takut
pada guru.
Dalam desain pesan dalam pembelajaran seperti yang diungkapkan
oleh Abdul Gaffur diantaranya adalah dengan melakukan pengulangan dan
menarik partisipasi aktif siswa dan memberikan umpan balik. Hal tersebut
memang benar halnya. Anak-anak khususnya usia 5-6 tahun yang masih
terbatas cara berpikirnya memerlukan proses pengulangan dan untuk
pembentukan karakter proses pengulangan tersebut baiknya terus
dikembangkan hingga membentuk sebuah pembiasaan, sehingga anak
dapat merasa hal-hal tersebut terasa lebih mudah dilakukan karena sudah
biasa. Kita juga bisa ingat tentang pepatah bisa karena terbiasa,
demikianlah yang berlaku cukup efektif bagi anak-anak ini. Partisipasi
aktif anak didik diperlukan dalam hal mengajak anak untuk terbiasa
mengungkapkan pendapat, dan selain itu ini juga dapat membantu anak
dalam hal berkonsentrasi, karena anak-anak cenderung memiliki tingkat
97
konsentrasi yang tidak terlalu lama. Partisipasi aktif anak membuat mereka
tidak mudah bosan sehingga mereka dapat berkonsentrasi lebih lama pula.
Untuk umpan balik seperti yang diungkapkan oleh Schunk dan
kawan-kawan motivasi juga memiliki beberapa jenis yang intinya adalah
umpan balik tersebut haruslah memberikan jalan keluar yang lebih baik
bagi anak namun tidak memojokkan mereka hal ini sekali lagi seperti yang
dikatakan oleh Sokolove. Dengan memproses pesan menjadi lebih mudah
diterima oleh anak didik maka anak didik tidak akan merasa didikte dan
dipojokkan.
Semua hal diatas memiliki tujuan untuk membentuk iklim interaksi
komunikasi dalam kelas yang menyenangkan tetap mengarah pada tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dengan harapan bahwa tujuan
bisa dicapai dengan hasil yang memuaskan.
Download