1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007). Pada dasarnya
bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, dan tanah longsor (UU No. 24 Tahun 2007).
Gunung Merapi terletak ± 39 km disebelah utara Yogyakarta dan mencakup 2
(dua) wilayah administrasi propinsi yaitu Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Gunung Merapi dengan ketinggian ± 2.968 m dpal (diatas
permukaan air laut) merupakan salahsatu dari 129 gunung api yang ada di Indonesia
yang sering menimbulkan bencana alam berupa letusan. Letusan Gunung Merapi
dikenal dengan Letusan Tipe Merapi karena disertai dengan keluarnya awan panas
dengan suhu ± 900o Celcius.
Aktivitas Gunung Merapi yang masih aktif, bagi masyarakat yang tinggal
dilereng Gunung Merapi masih menyimpan potensi bencana alam berupa letusan,
aliran lava, aliran awan panas, dan aliran lahar dingin. Bencana tersebut telah terjadi
1
sejak masalalu dengan frekuensi kejadian bencana yang bervariasi dengan periode
letusan antara 3 sampai 7 tahun, tetapi aktifitas kecil terjadi hampir sepanjang tahun.
Aktivitas harian menghasilkan kubah lava dengan kecepatan pembentukan bisa
mencapai ± 500.000 m3. Kubah lava ini merupakan material yang sangat labil, mudah
longsor oleh berat sendiri atau pengaruh alam lainnya. Dampak letusan yang pernah
terjadi, tahun 1672 mengakibatkan 3000 jiwa meninggal dan kerusakan sarana
lainnya.
Berdasarkan aktivitas Gunung Merapi tersebut, baik yang memberikan
dampak manfaat atau yang mengakibatkan bencana, kedua dampak tersebut perlu
dijadikan pertimbangan dalam rangka mitigasi bencana. Kondisi aktivitas Gunung
Merapi tersebut, mitigasi bencana dikawasan rawan bencana perlu memperhatikan
keberadaan masyarakat setempat sebagai suatu upaya perlindungan terhadap
masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku (subyek) bekerjasama
dengan pihak instansi terkait. Upaya mengembangkan pemberdayaan masyarakat
agar dapat tumbuh sebagai kekuatan internal yang ikut berperan sejak perencanaan
sampai pelaksanaan mitigasi bencana, merupakan salahsatu modal dasar didalam
kerangka mitigasi bencana berbasis masyarakat.
Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah melalui Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dengan JICA telah dilakukan R/D
ksepakatan kerjasama untuk ”Integrated Sediment-related Disaster Management
Project for Vulcanic Area” (ISDM) sehingga Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
2
mengemban tugas untuk melaksanakan kegiatan ISDM tersebut. Hal yang
melatarbelakangi pembentukan ISDM tersebut adalah :
1.
Rekayasa tehnologi mitigasi bencana sedimen (terutama terhadap
aliran lahar) telah mulai berkembang sejak 1970 dengan Tehnologi
Sabo.
2.
Meskipun secara fungsional struktural, bangunan pengendali sedimen
(Dam Sabo) telah nyata mampu menjalankan fungsinya dengan baik,
akan tetapi aspek pemanfaatan banguna secara optimal terintegrasi
dengan keperluan lain didalam menunjang program pengembangan
daerah setempat belum optimal.
3.
Dalam era baru saat ini, perlu orientasi baru dalam penerapan
tehnologi sabo yaitu tidak hanya berorientasi pada pengamanan
manusia dan harta bendanya, akan tetapi harus mempertimbangkan
aspek pemanfaatan lainnya.
4.
Perlunya aspek peranan dan keterlibatan masyarakat sejak dini dalam
setiap
kegiatan
mitigasi
secara
non-struktural
dalam
aspek
pemberdayaan masyarakat.
Aspek keterlibatan masyarakat sejak dini didalam proses mitigasi bencana
dilakukan dengan menumbuhkan semangat kepedulian masyarakat setempat didalam
memahami arti penting dari upaya mitigasi. Persepsi masyarakat setempat terhadap
upaya mitigasi telah tumbuh seiring dengan kondisi lokasi setempat yang berada
didalam area bahaya Gunung Merapi. Pada dasarnya masyarakat juga telah sadar
3
akan arti pentingnya sebuah kelembagaan/komunitas yang dapat berperan aktif dalam
upaya
mitigasi.
Upaya
fasilitasi
pembentukan
terhadap
pentingnya
kelembagaan/komunitas ini telah dilakukan oleh Sabo Technical Centre/STC
terhadap masyarakat setempat dengan terbentuknya Komunitas Sabo di daerah
setempat dalam Konteks ISDM.
Pengurangan resiko akibat dampak bencana alam dalam konsep ISDM ini
lebih menitikberatkan pada
konsep keterpaduan (integrated) antara Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat dan aspek keterlibatan
masyarakat dikawasan Gunung Merapi. Berbagai institusi pemerintah maupun nonpemerintah tumbuh sangat subur dengan berbagai aktivitas yang pada umumnya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat diwilayah Gunung Merapi. Kehadiran
berbagai institusi tersebut belum terasa optimal karena masih banyak yang tumpang
tindih dan belum sepenuhnya memberikan manfaat kepada masyarakat. Pemilihan
dan pengembangan daerah model, berdasarkan kawasan yang dianggap rawan
terhadap bencana alam khususnya dikawasan Gunung Merapi dilakukan dengan
konsep keterpaduan (integrated).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut dapat dilihat bahwa upaya
mitigasi bencana aliran lahar Gunung Merapi dapat dilakukan dengan adanya peranan
komunitas lokal berbasis masyarakat yang dapat memantau aktivitas Gunung Merapi
4
secara visual. Permasalahan yang akan dicoba untuk dijawab melalui penelitian ini
adalah
”Bagaimana peranan aktivitas yang dilakukan oleh Komunitas Sabo dalam
mitigasi bencana ?”
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas Komunitas Sabo dalam
mitigasi bencana di tingkat desa.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan
bagi pengambil kebijakan terkait dengan upaya mitigasi nonstruktural bencana aliran
lahar melalui peranan dan penguatan institusi kemasyarakatan.
E.
Batasan Penelitian
Lokasi penelitian difokuskan di Desa Kepuharjo dan Desa Wukirsari,
Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
ruang lingkup pembahasan adalah kajian peranan Komunitas Sabo dalam mitigasi
bencana oleh masyarakat Desa Kepuharjo dan Desa Wukirsari.
5
F.
Keaslian Penelitian
Kajian mengenai peranan Komunitas Sabo dalam mitigasi bencana oleh masyarakat
Desa Kepuharjo dan Desa Wukirsari sebagai suatu bentuk upaya mitigasi
nonstruktural bencana aliran lahar belum pernah dilakukan sebelumnya.
6
Download