BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu Hartono dan Chendrawati (1999) melakukan penelitian dengan judul “ROA and EVA: A Comparative Emperical Study” terhadap perusahaan yang terdaftar dalam kategori LQ45 pada Bursa Efek Jakarta untuk periode 1994 – 1996, diperoleh hasil bahwa ROA memiliki korelasi yang lebih kuat terhadap tingkat pengembalian saham dibandingkan dengan EVA. EVA secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam menjelaskan tingkat pengembalian saham. Hal tersebut terjadi bisa disebabkan oleh kenyataan bahwa EVA belum digunakan dan dilaporkan di dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga investor belum menggunakannya untuk pengambilan keputusan. Panggabean (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Korelasi EVA dan ROE terhadap Harga Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta” membuktikan bahwa EVA mempunyai korelasi yang signifikan terhadap harga saham, sedangkan ROE tidak mempunyai korelasi yang signifikan terhadap harga saham. Sedangkan Waluja (2005) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Return on Assets (ROA) dan Economic Value Added (EVA) terhadap Tingkat Pengembalian Saham (Rate of Stock Return)”, yang dilakukan terhadap saham yang masuk kategori indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian Universitas Sumatera Utara tahun 2001 – 2003, ditemukan bahwa ROA dan EVA secara bersama-sama maupun secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham. Berikut review penelitian terdahulu: Tabel 2.1. Review Peneltian Terdahulu (Theoretical Mapping) No 1 Nama Peneliti & Tahun Jogiyanto Hartono dan Chendrawati (1999) 2 J. Panggabean (2005) 3 Purwatmo Hadi Waluja (2005) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil dari Penelitian ROA and EVA : A Comparative Empirical Study ROA, EVA dan tingkat pengembalian saham Analisis Perbandingan Korelasi EVA dan ROE terhadap Harga Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta Pengaruh Return on Assets (ROA) dan Economic Value Added (EVA) terhadap Tingkat Pengembalian Saham (Rate of Stock Return) EVA, ROE harga saham ROA memiliki korelasi yang lebih kuat terhadap tingkat pengembalian saham dibandingkan EVA, EVA secara statistik tidak memiliki pengaruh yang signifikan. EVA mempunyai korelasi yang signifikan terhadap harga saham, ROE tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap harga saham. dan ROA, EVA dan Rate of Stock Return ROA dan EVA secara bersamasama maupun secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham. II.2. Economic Value Added (EVA) Istilah EVA (Economic Value Added) pertama kali dipopulerkan oleh Stern Steward Management Service yang merupakan perusahaan konsultan dari Amerika Serikat. Ukuran kinerja ini pertama kali diperkenalkan oleh George Bennet Steward III dan Joel M Stern yang merupakan analis keuangan Stern Steward (Utama, 1997). Universitas Sumatera Utara EVA sendiri dapat didefinisikan sebagai: “Keuntungan operasional setelah pajak (after tax operating income) dikurangi dengan total biaya modal (total cost of capital) dari seluruh modal yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut” (Mirza, 1999). Economic Value Added (EVA) adalah laba operasional setelah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal dari investasi atau modal yang digunakan. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur laba yang diperoleh perusahaan dari operasi berjalan. Biaya modal sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan dikalikan rata-rata tertimbang (weighted average) dari biaya modal (WACC). WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal – utang jangka pendek, utang jangka panjang dan ekuitas pemegang saham – ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Menurut Young dan O’Byrne (2001), perhitungan EVA adalah sebagai berikut: Penjualan Bersih - Biaya Operasi = Laba Operasi (atau pendapatan sebelum bunga dan pajak, EBIT) - Pajak = Laba Operasi setelah pajak (NOPAT) - Biaya modal (modal yang diinvestasikan x WACC) = EVA EVA = NOPAT – Cost of Capital EVA = NOPAT – (k x Capital) EVA = NOPAT – (WACC x Capital Invested), atau EVA = (ROA – WACC) x Capital Invested Universitas Sumatera Utara Langkah-langkah yang digunakan dalam menghitung EVA (Economic Value Added) secara lebih detail adalah sebagai berikut (Roussana, 1997): a. Menghitung Biaya Hutang Biaya hutang (cost of debt) atau kd merupakan rate yang harus dibayar perusahaan di dalam pasar pada saat ini untuk mendapatkan hutang jangka panjang baru. Perusahaan memiliki beberapa paket surat hutang dengan beban bunga yang beragam dan cara tepat menghitungnya adalah secara tertimbang (Weight). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak (PKP), maka kd harus dikoreksi dengan faktor tersebut (1-T) dengan T = tingkat pajak yang dikenakan. Berdasarkan Undang-Undang perpajakan pada periode penelitian laba perusahaan sebelum pajak (earning before tax) akan dikenakan tarif pajak progresif sebesar 10%, 15 % dan 30%, sehingga dapat dirumuskan menjadi: Menurut Brigham, (2001) biaya hutang berasal dari biaya hutang setelah pajak, kd (1- T). Biaya hutang ini merupakan biaya yang relevan dari hutang baru, mengingat kemampuan bunga mengurangi pajak digunakan untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC). Perhitungan ini sama dengan kd dikalikan dengan (1-T), di mana T merupakan tarif pajak marjinal perusahaan. Biaya komponen hutang setelah pajak = Suku bunga - Penghematan pajak = kd - kdT = kd( 1-T ) Universitas Sumatera Utara Alasan penggunaan biaya hutang setelah pajak dalam menghitung biaya modal rata-rata tertimbang adalah sebagai berikut. Nilai saham perusahaan, yang ingin dimaksimumkan, bergantung pada arus kas setelah pajak. Karena bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan, maka bunga menghasilkan penghematan pajak yang mengurangi biaya hutang bersih, yang membuat biaya hutang setelah pajak lebih kecil dari biaya hutang sebelum pajak. Biaya hutang adalah suku bunga atas hutang baru, bukan atas hutang yang masih beredar, dengan kata lain biaya yang diperlukan adalah biaya hutang marjinal. b. Menghitung Biaya Modal Sendiri Biaya modal sendiri sering disebut cost of equity. Bila para investor menyerahkan dananya berupa ekuitas kepada perusahaan, maka mereka berhak untuk mendapatkan pembagian deviden di masa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial dari perusahaan tersebut. Besarnya deviden tidak ditentukan pada saat investor menyerahkan dananya, akan tetapi bersifat tidak tetap tergantung kepada kinerja perusahaan di masa mendatang (perolehan retained earning). Hal ini berbeda dengan modal hutang karena pada hutang telah ada kepastian terhadap tingkat bunga. Untuk menghitung ke digunakan pendekatan berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan bukan nilai buku. Menurut Brigham dan Gapenski (2006) terdapat beberapa pendekatan untuk menentukan nilai ke antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model) Model yang populer digunakan adalah dengan menggunakan penetapan harga aktiva modal atau CAPM. Metode tersebut dapat dirumuskan: ke = = di mana : kRF Risk free rate + Risk premium kRF + âi( kM- kRF) = Tingkat hasil pengembalian bebas resiko (risk free rate), kM = Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan di pasar, dan âi = Koefisien Beta saham yang merupakan Indeks resiko saham perusahaan ke i. Komponen biaya ekuitas: a. Risk Free Rate = kRF Adalah tingkat bunga bebas resiko, di mana penanaman modal pada instrumen bisnis yang mempunyai tahun bunga bebas resiko. Ini akan dapat dipastikan memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan. Sebagai ukuran dipakai tingkat suku bunga obligasi dalam hal ini adalah Sertifikat Bank Indonesia. Data ini diperoleh dari jurnal statistik keuangan dan pasar modal. b. Market Return = kM Adalah tingkat keuntungan portfolio pasar atau nilai keseluruhan pasar. Sebagai pengukur dipakai tingkat keuntungan rata-rata seluruh kesempatan investasi yang tersedia di indeks pasar. Indeks pasar yang dipakai adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Data diperoleh dari Capital Market Direktory (CMD). Cara Universitas Sumatera Utara memperolehnya adalah dengan mengumpulkan nilai IHSG bulanan. Kemudian dihitung sebagai berikut: Return pasar (kM)= (Indeksbulan i – indeksbulan i-1)/ indeks bulan i-1 c. Beta = â Beta suatu saham adalah suatu ukuran volatilitas saham tersebut terhadap rata-rata pasar saham. Hal tersebut mencerminkan resiko pasar sebagai lawan resiko spesifik perusahaan yang dapat dikurangi dengan diversifikasi. Historikal beta ini diperoleh dengan melakukan regresi linier antara tingkat pengembalian (stock return) saham atau excess return saham yang akan dicari nilai betanya terhadap excess return portofolio pasar/indeks pasar (dalam hal ini indeks yang digunakan adalah IHSG). Y=â.X Di mana: Y = Excess return saham individual (kRI – kRF) X = Excess return portofolio pasar (kM – kRF) Yang dimaksud excess return adalah selisih antara tingkat keuntungan dengan tingkat bebas resiko. 2. Pendekatan Discounted Cash Flow (DCF) Model Model ini melihat ke sebagai nilai deviden atau harga saham ditambah dengan persentase pertumbuhan dari deviden tersebut (asumsi pertumbuhan konstan). ke = Dividend Yield + g ke = Dividend Yield + (plowback ratio x r) ke = Dividend Yield + [(1 – Dividend Payout) x r] Universitas Sumatera Utara di mana : ke = Biaya modal sendiri g = Tingkat pertumbuhan yang diharapkan r = Tingkat pengembalian 3. Pendekatan Bond Yield Plus Risk Premium Memperkirakan tingkat return yang akan diperoleh dengan menambahkan premi resiko pada obligasi, di mana company bond yield diperoleh dari perusahaan yang memiliki obligasi (kd) dan risk premium pada pendekatan ketiga ini adalah premi yang diharapkan melebihi nilai bond yield perusahaan (kd) dengan maksud menarik investor untuk investasi pada obligasi yang lebih beresiko. ke = Company own bond Yield + Risk Premium c. Menghitung Struktur Permodalan dari Neraca Keputusan mengenai struktur modal menurut Brigham dan Gapenski adalah hal yang sangat penting dalam menghitung biaya rata-rata tertimbang dari modal. Adanya perubahan struktur modal perusahaan akan mempengaruhi resiko yang terkandung pada saham biasa perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham dan biaya laba yang ditahan. Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antarrisiko dan tingkat pengembalian. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Perusahaan dengan menetapkan struktur modal yang optimal akan menghasilkan keseimbangan antara resiko dan tingkat pengembalian sehingga akan Universitas Sumatera Utara memaksimumkan harga saham. Faktor yang mempengaruhi keputusan sehubungan dengan struktur modal, diantaranya: 1. Risiko bisnis perusahaan yang terkandung pada aktiva perusahaan jika tidak menggunakan hutang. 2. Posisi pajak perusahaan. Perusahaan menggunakan hutang dalam operasionalnya karena biaya bunga yang dibayarkan dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak (tax deduxtible) sehingga menurunkan biaya hutang sesungguhnya. 3. Fleksibilitas keuangan yang merupakan kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang logis. Struktur permodalan yang dipakai adalah proporsi hutang dan proporsi modal sendiri dalam bentuk prosentase dari jumlah hutang dan modal sendiri. Proporsi hutang (WD) diperoleh dengan membagi utang perusahaan dengan jumlah utang dan modal sendiri kemudian dikalikan 100%. Proporsi ekuitas (WE) diperoleh dengan membagi modal sendiri dengan jumlah hutang dan modal sendiri. d. Menghitung NOPAT Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak merupakan penyesuaian dari laba setelah pajak. Besar laba operasi setelah Universitas Sumatera Utara pajak tidak memberi dampak pada profitabilitas ataupun resiko dari bisnis yang sekarang. Dengan kata lain baik perusahaan dibiayai dengan hutang maupun dengan modal sendiri nilai NOPAT-nya akan identik. Net Operating After Tax sama dengan laba bersih/Earnings After Tax (EAT) yang dijumlahkan dengan Interest After Tax (IAT). Pada perhitungan NOPAT ini diasumsikan telah dilakukan penyesuaianpenyesuaian dengan menambahkan perubahan periodik ekuivalen ekuitas pada laba. Hal ini disebabkan tidak tersedianya cukup data dan waktu serta kendala rumitnya untuk mendapatkan faktor-faktor penyesuaian lainnya. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: NOPAT = EAT + IAT. EAT = Laba bersih (Earnings After Tax). IAT = Interest After Tax. e. Menghitung Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (c*) Perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost ofCapital) atau c* menggunakan penjumlahan hasil kali antara bobot tertimbang atas komponen hutang dan komponen modal ekuitas perusahaan dari keseluruhan struktur modal perusahaan dengan persentase biaya hutang dan biaya modal ekuitas yang perumusannya sebagai berikut: WACC = kd (1-T) .Wd + ke .We Di mana T = Pajak yang dikenakan pemerintah pada perusahaan kd = Biaya hutang ke = Biaya modal sendiri Universitas Sumatera Utara Wd = Proporsi hutang We = Proporsi ekuitas g. Menghitung EVA (Economic Value Added) EVA= NOPAT – c* x capital, atau EVA= (r-c*) x Capital Di mana: r = Tingkat pengembalian c* = Biaya rata-rata tertimbang Capital = merupakan jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai usahanya, yang merupakan penjumlahan dari total hutang dan modal saham. Untuk menilai perusahaan, perhitungan EVA tidak hanya pada periode masa kini tetapi juga mencakup periode yang akan datang. Hal ini disebabkan karena EVA pada suatu tahun tertentu menunjukkan besarnya penciptaan nilai pada tahun tersebut. Sedangkan nilai perusahaan menunjukkan nilai sekarang dari total penciptaan nilai selama umur perusahaan tersebut. Menurut Wijayanto (1993) penilaian EVA dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Apabila EVA > 0, berarti nilai EVA positif yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan. 2. Apabila EVA = 0 menunjukkan posisi impas atau Break Event Point. 3. Apabila EVA <0, yang berarti EVA negatif menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah. Universitas Sumatera Utara Sehingga hal tersebut diatas akan lebih mudah diterjemahkan sebagai berikut: Tabel 2.2. Tolok Ukur EVA Nilai EVA EVA > 0 EVA = 0 EVA < 0 Pengertian Laba Perusahaan Ada nilai ekonomis lebih, setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya. Tidak ada nilai ekonomis lebih, tetapi perusahaan mampu membayarkan semua kewajibannya pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya. Perusahaan tidak mampu membayarkan kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana nilai yang diharapkan ekspektasi rate of return tidak dapat tercapai. Positif Positif Tidak dapat ditentukan, namun jika pun ada laba, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari uraian singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya pendekatan EVA (Economic Value Added) berfungsi sebagai: 1. Indikator tentang adanya penciptaan nilai dari sebuah investasi. 2. Indikator kinerja sebuah perusahaan dalam setiap kegiatan operasional ekonomisnya. 3. Pendekatan baru dalam pengukuran kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil para penyandang dana atau pemegang saham. Adapun keunggulan EVA (Economic Value Added) adalah sebagai berikut: 1. Penilaian EVA (Economic Value Added) di masa yang akan datang mengakibatkan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur modal. 2. EVA (Economic Value Added) membantu manajemen puncak untuk memfokuskan kegiatan usaha mereka, yaitu memperoleh EVA setinggi mungkin Universitas Sumatera Utara agar para pemegang saham mendapatkan penghasilan yang maksimal. Fokus ini akan membantu mengurangi konflik yang terjadi antara pihak manajemen dengan pemilik perusahaan. 3. EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan mempertimbangkan beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi. 4. EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa membutuhkan data pembanding seperti standar industri atau perusahaan sejenis. 5. Penggunaan EVA meminimalisir terjadinya missleading dalam membuat kesimpulan atas kondisi perusahaan yang sesungguhnya, karena adanya pertimbangan atas tingkat pertumbuhan usaha dan faktor penghambat bagi investor untuk memperoleh deviden. Dengan berbagai keunggulannya EVA juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Nilai suatu perusahaan adalah merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan. Dengan demikian bisa saja suatu perusahaan mempunyai EVA pada tahun berlaku yang positif tetapi nilai perusahaan tersebut rendah karena EVA di masa datangnya yang negatif. Dengan demikian, dalam menggunakan EVA untuk menilai kinerja kita harus melihat EVA masa kini dan masa datang. Jadi kelemahan yang dimiliki EVA adalah: a. EVA hanya mengukur hasil akhir (result), tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat resensi konsumen. Universitas Sumatera Utara b. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan. c. EVA tergantung transparansi internal. Kenyataannya perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya. II.3. Rasio Profitabiltas Menurut Helfert (2000) manfaat yang sebenarnya dari tiap rasio sangat ditentukan oleh tujuan spesifik analisis. Terdapat tiga kelompok yang paling berkepentingan dengan rasio-rasio finansial yaitu: para pemegang saham (dan calon pemegang saham), kreditur (dan calon kreditur) serta manajemen perusahaan (the firm's own management). Pada dasarnya ada dua cara yang dapat dilakukan di dalam membandingkan rasio finansial perusahaan yaitu: "cross sectional approach" dan "time series analysis". Yang dimaksud dengan cross sectional approach adalah suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan. Dengan pendekatan ini dapat diketahui seberapa baik atau buruk suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya. Perbandingan dengan cross sectional approach ini juga dapat dilakukan dengan membandingkan rasio finansial Universitas Sumatera Utara perusahaan dengan rasio rata-rata industri (the firm's ratio to industry average). Time series analysis dilakukan dengan jalan membandingkan rasio finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Pembandingan antara rasio yang dicapai saat ini dengan rasio pada masa lalu akan memperlihatkan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran. Perkembangan perusahaan akan dapat dilihat pada trend dari tahun ke tahun, sehingga dengan melihat perkembangan ini perusahaan dapat membuat rencana untuk masa depannya. Tersirat dalam pengertian ini bahwa perkembangan suatu perusahaan haruslah dibandingkan dengan masa lalunya. Setiap perkembangan yang tidak diinginkan harus segera diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan. Time series analysis juga sangat membantu dalam menilai kewajaran (reasonableness) dari laporan-laporan keuangan yang diproyeksikan. Daya tarik utama bagi pemegang saham (investor) dalam suatu perusahaan adalah keuntungan/profitabilitas. Dalam konteks ini, profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen atas dana yang diinvestasikan. Investor juga tertarik pada pembagian laba yang menjadi haknya yaitu, seberapa banyak yang diinvestasikan kembali dan seberapa banyak yang dibayarkan sebagai deviden kepada mereka. Selanjutnya mereka juga berkepentingan dengan dampak yang ditimbulkan oleh hasil usaha perusahaan terhadap nilai pasar investasi mereka, khususnya jika saham dijual kepada umum. Kemudian Helfert (2000) mengatakan bahwa para pemegang saham (dan calon pemegang saham) menaruh perhatian utama pada tingkat keuntungan, baik Universitas Sumatera Utara yang sekarang maupun kemungkinan tingkat keuntungan pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting bagi para pemegang dan calon pemegang saham karena keuntungan ini akan mempengaruhi harga saham yang mereka miliki. Hubungan laba yang diperoleh dengan investasi yang ditetapkan pemegang saham diamati dengan cermat oleh komunitas keuangan. Analis menelusuri beberapa ukuran pokok yang menggambarkan kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan kepentingan investor. Ada beberapa analisis/pengukuran tingkat profitabilitas perusahaan di mana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat laba (earning) dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Fokus pada profitabilitas, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen akan berusaha meningkatkan keuntungan, karena disadari betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahaan. II.3.1. Return on Assets (ROA) Return on Assets (ROA) yaitu rasio antara laba setelah pajak (net income after tax) dengan total assets. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan tingkat keuntungan dengan keseluruhan aktiva yang tersedia dalam perusahaan, mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan dari Universitas Sumatera Utara investasi total. Laba bersih setelah pajak (Net Incomeafter Tax) adalah laba bersih setelah pajak yang dihasilkan oleh perusahaan, di mana data yang digunakan adalah data yang tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Total Assets adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan yang tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan. II.3.2. Return on Equity (ROE) Rasio ini berguna untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini bisa dihitung dengan membagi laba bersih dengan jumlah ekuitas perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Dengan demikian, semakin tinggi ROE, kinerja perusahaan semakin efektif. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan. Peningkatkan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak bahwa return saham dari perusahaan tersebut di pasar Modal juga akan semakin meningkat. Dengan kata lain, ROE berpengaruh terhadap Return Saham perusahaan. Universitas Sumatera Utara II.3.3. Earning per Share (EPS) Menurut Mamduh dan Hanafi (2005), salah satu angka yang dipertimbangkan oleh analis adalah Earningper Share (EPS). Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang perusahaan. Besarnya EPS suatu perusahaan bisa diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan. Meskipun tidak semua perusahaan mencantumkan besarnya EPS perusahaan bersangkutan dalam laporan keuangannya, besarnya EPS dapat dihitung berdasarkan laporan neraca dan laba rugi perusahaan. Menurut Gitman (2003), rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut: II.4. Return Saham Return saham dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu return realisasi dan return ekspektasi (Jogiyanto, 2000). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting sebagai dasar pengukuran kinerja perusahaan, serta sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan resiko di masa mendatang. Sedangkan return ekspektasi merupakan return yang diharapkan terjadi di masa mendatang dan bersifat tidak pasti (belum terjadi). ROR (Rate of Return) adalah tingkat pengembalian saham atas investasi yang dilakukan oleh investor. Komposisi penghitungan rate of return (return total) adalah Universitas Sumatera Utara capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan selisih laba/rugi yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham relatif lebih tinggi atau rendah dibandingkan harga saham periode sebelumnya. Sedangkan yield merupakan persentase penerimaan kas secara periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari sebuah investasi. Untuk saham, yield merupakan persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya. Untuk obligasi, yield merupakan persentase bunga pinjaman yang diperoleh terhadap harga obligasi sebelumnya (Jogiyanto, 2000). Dalam menghitung rate of return dapat digunakan rumus sebagai berikut: Keterangan: Pt = Harga saham sekarang Pt-1 = Harga saham periode lalu t−1 Dt Deviden yang dibayarkan sekarang = Analisis investasi saham merupakan hal yang mendasar yang seharusnya diketahui oleh para investor dalam menentukan berapa perkiraan harga saham yang wajar, sebab tanpa analisis yang baik dan rasional para investor akan mengalami kerugian. Tingkat pengembalian saham yang diharapkan dari para investor yang utama adalah kenaikan harga saham itu sendiri dan pembagian deviden. Keputusan Universitas Sumatera Utara membeli saham terjadi apabila nilai perkiraan suatu saham di atas harga pasar, sebaliknya keputusan menjual saham terjadi jika nilai perkiraan suatu saham di bawah harga pasar. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik (Intrinsik Value) suatu saham, kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (Current Market Price) saham tersebut. Nilai Intrinsik (NI) menunjukkan nilai sekarang (present value) arus kas yang diharapkan dari harga saham tersebut. 1. Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai under valued (harganya terlalu rendah), dan karenanya seharusnya dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki. 2. Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai over valued (harganya terlalu mahal), dan karenanya harus dijual. 3. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan. Selanjutnya Tandellin (2001) mengatakan bahwa nilai suatu saham sama dengan nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang akan diterima oleh investor pada masa yang akan datang. Selanjutnya formula yang digunakan sebagai model dasar penilaian saham adalah Dari pandangan beberapa ahli tersebut dapat dikatakan bahwa dalam menilai suatu surat berharga hendaknya para investor dapat menilai berbagai saham yang ada di bursa efek guna menentukan portofolio yang dapat memberikan tingkat return Universitas Sumatera Utara yang optimal. Model penilaian menurut Husnan (1998) adalah merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan (atau yang diamati) menjadi perkiraan tentang harga saham.Variabel ekonomi yang dimaksud seperti laba perusahaan, deviden yang dibagikan, variabilitas laba dan sebagainya. Model penilaian saham yang sering digunakan untuk analisis sekuritas adalah nilai sekarang (present value - PV) dan price earning ratio (PER). Pendekatan dengan nilai sekarang (present value) mencoba menaksir PV, dengan menggunakan tingkat bunga tertentu, dengan manfaat yang diharapkan akan diterima oleh pemilik saham. Berdasarkan pendekatan tersebut maka nilai saat ini suatu saham adalah sama dengan nilai sekarang (present value) arus kas yang diharapkan akan diterima oleh pemilik saham tersebut. Rumusan formalnya adalah: Dalam formula itu r merupakan tingkat bunga atau keuntungan yang dipandang layak bagi suatu investasi. Tingkat bunga bagi perusahaan merupakan cost of equity, karena merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri. Untuk menaksir r tersebut dapat dilakukan dengan model-model equilibrium, seperti Capital Asset Pricing Model (CAPM) maupun Arbitrage Pricing Theory (APT). Untuk menaksir tingkat keuntungan yang dipandang layak, analis perlu memasukkan faktor resiko.Semakin besar resiko yang ditanggung pemodal semakin Universitas Sumatera Utara tinggi tingkat keuntungan yang dipandang layak. Dengan kata lain terdapat hubungan yang positif antara resiko dan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal. Oleh sebab itu nilai r akan dipengaruhi oleh tingkat keuntungan bebas resiko ditambah dengan premi untuk resiko. Apabila hasil penjualan saham lebih tinggi dari harga belinya, maka pemodal akan memperoleh capital gains, dan sebaliknya jika pemodal memperoleh hasil penjualan saham lebih rendah dari harga belinya maka pemodal akan menderita capital loss. Selanjutnya untuk melakukan analisis saham dan memilih saham, Husnan (1998) mengatakan bahwa ada dua pendekatan dasar yaitu: (1) Analisis Fundamental dan (2) Analisis Teknikal. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham yang akan datang dengan (1) mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, (2) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Dalam membuat model peramalan harga saham, langkah yang penting adalah mengidentifikasi faktor fundamental seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan deviden dan sebagainya yang diperlukan mempengaruhi harga saham. Pendekatan analisis fundamental didasarkan pada suatu anggapan bahwa saham memiliki nilai intrinsik. Nilai Intrinsik merupakan suatu fungsi dari variabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu return yang diharapkan dan suatu resiko yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik kemudian dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang (current market price). Universitas Sumatera Utara Ada dua pendekatan yang biasa digunakan dalam penilaian saham yaitu pertama, pendekatan laba (price earning ratio approach) dan kedua, pendekatan nilai sekarang (present valueapproach). Pendekatan yangpertama menilai saham atas dasar hasil yang diharapkan per lembar saham pada masa yang akan datang. Pendekatan yang kedua, menegaskan bahwa nilai suatu saham diestimasikan dengan cara mengkapitalisasi pendapatan, oleh sebab itu disebut Capitalization Income Methode. Analisis Teknikal dilakukan untuk saham-saham individual ataupun untuk kondisi pasar secara keseluruhan dengan menggunakan grafik. Analisis teknikal pada dasarnya merupakan upaya untuk menentukan kapan akan membeli atau menjual saham, dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis seperti moving average, new highs and loss, volume perdagangan, dan short interest ratio serta menggunakan analisis grafik. Sunariyah (2000) selanjutnya mengatakan bahwa analisis teknikal merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Pendekatan analisis ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan seperti: harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham gabungan dan individu, serta faktor lain yang bersifat teknis. Dari pandangan tersebut tampak jelas bahwa saham mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi, sebab sedikit saja terjadi perubahan internal perusahaan ataupun faktor eksternal akan berakibat pada berubahnya harga saham. Universitas Sumatera Utara Edward dan Magee dalam Tandellin (2001) menyatakan bahwa asumsi dasar yang berlaku dalam analisis teknis ialah: 1. Harga pasar ditentukan oleh interaksi supply dan demand. 2. Supply dan demand dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupun irasional. 3. Fluktuasi harga mengikuti trend tertentu yang bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. 4. Trend tersebut dapat berubah karena bergesernya supply dan demand. 5. Sebenarnya pergeseran supply dan demand dapat dideteksi dengan melihat diagram dari perilaku pasar. 6. Pola diagram cenderung berulang-ulang. Berdasarkan pandangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa harga saham perusahaan sangat terpengaruh oleh adanya kekuatan penawaran dan permintaan baik yang rasional maupun yang irasional di bursa efek. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan tidak terpengaruh sama sekali. Sebaliknya, jika perusahaan berjalan tersendat-sendat, maka hak pemberi hutang akan didahulukan, sedangkan nilai saham perusahaan akan menurun drastis. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan inilah maka tujuan manajemen keuangan seringkali dinyatakan dalam bentuk memaksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau singkatnya memaksimalisasi harga saham. Universitas Sumatera Utara