BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laporan Keuangan Menurut Baridwan (2004), ”laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan atau merupakan suatu ringkasan dari transaksi – transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan”. Harahap (2007) menyebutkan bahwa ”laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dari hasil usaha perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu”. Dalam buku Standar Akuntansi Keuangan (2002) disebutkan bahwa tujuan umum laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan – keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggung jawaban manajemen atas penggunaan sumber – sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan perusahaan merupakan hasil dari sebuah proses sistem informasi yang berasal dari kejadian – kejadian ekonomi yang meliputi revenue cycle, expense cycle, financial cycle yang dicatat dan diproses sesuai dengan prinsipprinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini dipertegas lagi oleh Diamond (1987) sebagai berikut: “Financial Statements are the principal product of the accounting information system. The four required financial statement are the balance sheet, the income statement, the statement of changes in owner’s equity, and the statement of changes in financial position. These statements communicate to external users information concerning the enterprise’s financial position, strength, liquidity, and profitability, and significant changes in its resources and obligations”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil dari sebuah sistem informasi akuntansi, sebagai media komunikasi bagi pemakai informasi untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan baik dari sisi likuiditas maupun profitabilitasnya, serta perubahan yang signifikan terhadap sumber daya yang dimiliki. Definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa diantara berbagai laporan keuangan yang biasanya disajikan oleh perusahaan, maka ada empat diantaranya merupakan laporan keuangan utama yang lazim digunakan yaitu: laporan neraca, laporan laba – rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas. Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (Progress Report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report, laporan keuangan terdiri dari data – data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara fakta yang telah dicatat, prinsip dan kebiasaan – kebiasaan di dalam akuntansi serta pendapat pribadi. 2.2 Jenis Laporan Keuangan Harahap (2007) menyebutkan bahwa jenis laporan keuangan utama dan pendukung laporan keuangan terdiri atas: - Daftar Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu. - Perhitungan Laba/Rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya dan laba/rugi perusahaan pada suatu periode tertentu. - Laporan Sumber dan Penggunaan dana yang memuat sumber dan pengeluaran perusahaan selama satu periode. - Laporan Arus Kas yang menggambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode. - Laporan Harga Pokok Produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang. - Laporan Laba Ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan kepada pemilik saham. - Laporan Perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham dalam Perseroan Terbatas atau Modal dalam perusahaan perseroan. Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan (2002) menyebutkan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen – komponen berikut ini: - Neraca - Laporan laba/rugi - Laporan perubahan ekuitas - Laporan arus kas - Catatan atas laporan keuangan Dari beberapa jenis laporan keuangan tersebut diatas akan diuraikan sebagai berikut: 2.2.1 Laporan Neraca Laporan neraca disebut juga laporan posisi keuangan perusahaan yang menggambarkan posisi aktiva, kewajiban, dan modal pada saat tertentu. Laporan ini bisa disusun setiap saat dan merupakan gambaran situasi posisi keuangan pada saat itu. Isi atau komponen laporan neraca terdiri atas: a. Aktiva (Asset) Aktiva adalah harta yang dimiliki perusahaan yang berperan dalam operasional perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak terwujud, dan lain-lain. Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2002) “aktiva adalah manfaat ekonomi yang mungkin diperoleh di masa depan, atau dikendalikan oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian di masa lalu”. Sedangkan Financial Accounting Standarts Board, FASB (1990) memberikan definisi “aktiva adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai di masa yang akan datang oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang sudah berlalu”. Berdasarkan pengertian dapat disimpulkan bahwa aktiva adalah sarana yang dimiliki oleh perusahaan yang harus dikelola dengan baik agar mendapat keuntungan atau di masa yang akan datang diharapkan dapat memberikan net cash inflow yang positif kepada perusahaan. Secara umum aktiva adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai di masa yang akan datang oleh lembaga tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang sudah berlalu. Aktiva dapat diklasifikasikan menjadi aktiva lancar, aktiva tetap, dan aktiva lain-lain. Aktiva lancar merupakan sumber daya ekonomis yang diharapkan dapat dicairkan menjadi kas, dijual atau dipakai habis dalam satu periode akuntansi. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2002:16.2) “aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun“. Aktiva tetap berwujud meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dipakai secara aktif dalam operasi perusahaan dan mempunyai masa kegunaan relatif permanen. Aktiva tetap berwujud yang mempunyai masa kegunaan yang terbatas harus didepresiasi selama masa kegunaannya dan disajikan dalam neraca sebesar nilai bukunya. Yang termasuk dalam golongan aktiva ini adalah bangunan, mesin dan alat – alat pabrik, alat-alat kantor, kendaraan dan alat – alat transport, alat kerja bengkel dan lainnya. Untuk aktiva tetap berwujud yang mempunyai masa kegunaan tidak terbatas disajikan di dalam neraca sebesar harga perolehan. Sedangkan aktiva tetap tidak berwujud meliputi hak – hak preferensi (istimewa) yang dijamin oleh undang – undang, kontrak, perjanjian –perjanjian dan mempunyai masa manfaat dalam waktu relatif permanen. b. Kewajiban/Hutang (Liabilities) Definisi yang diberikan oleh Kieso et al. (2002) bahwa “hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa depan yang berasal dari kewajiban berjalan entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lainnya di masa depan seabgai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu“. Kewajiban jika dikategorikan sesuai dengan jangka waktunya, maka terdapat kewajiban jangka pendek (Current liabilities) dan kewajiban jangka panjang (Long-term liabilities). Menurut Munawir (2004), “hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca yang meliputi hutang obligasi, hutang hipotek dan pinjaman jangka panjang lainnya“. Dalam kegiatan operasi perusahaan, hutang jangka panjang merupakan salah satu sumber permodalan yang mengandung resiko, karena memiliki komitmen untuk melakukan pembayaran sesuai jumlah yang disepakati, meski perusahaan dalam keadaan rugi sekalipun, sehingga hutang dapat saja menanggung resiko melebihi jumlah modal sendiri. Semakin besar proporsi hutang di dalam struktur permodalan perusahaan, akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya ketidak mampuan untuk membayar kembali hutang beserta bunganya pada tanggal jatuh temponya. Pernyataan tersebut berarti bahwa bagi para kreditur bahwa kemungkinan turut sertanya dana yang mereka tanamkan di dalam perusahaan, untuk dipertaruhkan pada resiko kerugian juga semakin besar. Sedangkan bagi para pemilik khususnya pemegang saham biasa, adanya hutang di dalam perusahaan merupakan suatu resiko tersendiri terhadap kemungkinan rugi yang dihadapi dari dana yang mereka tanamkan. Tetapi resiko itu juga diimbangi adanya harapan untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi (profitabilitas) sebagai akibat penggunaan modal asing. c. Modal Pemilik (Owner’s Equity) Menurut Badriwan (2004) “ekuitas adalah perbedaan antara aktiva dengan utang dan merupakan kewajiban perusahaan kepada pemilik”. Kategori modal bagi setiap perusahaan dapat berbeda yaitu pada perusahaan perseorangan nilai modal ini merupakan modal pemiliknya sendiri. Sedangkan dalam perusahaan perseroan terdiri dari modal setor dan modal dari pendapatan (retained earnings). 2.2.2 Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi merupakan laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode tertentu. Di dalam laporan ini akan tergambar kelebihan/defisit penghasilan diatas biaya selama satu periode. Menurut Munawir (2004:26) ”laporan laba/rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, laba rugi, yang diperoleh selama periode tertentu”. Isi/komponen laporan laba rugi terdiri atas: a. Pendapatan/hasil (Revenue) Pendapatan/hasil (revenue) merupakan hasil penjualan/penyerahan jasa oleh perusahaan kepada langganan atau penerima jasa. Harahap (2007) mengemukakan bahwa: “suatu penghasilan akan diakui sebagai pendapatan pada periode kapan kegiatan utama yang perlu untuk menciptakan dan menjual barang dan jasa itu telah selesai.” Definisi tersebut memberi penekanan pengakuan pendapatan dari sisi waktu. Ditinjau dari sisi waktu maka pengakuan pendapatan tersebut dapat digunakan alternatif yaitu selama produksi, pada saat proses produksi selesai, pada saat penjualan/penyerahan jasa, dan pada saat penagihan kas. b. Biaya (Expense) FASB (1990) mendefinisikan “biaya sebagai arus keluar aktiva, penggunaan aktiva atau munculnya kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa, atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan”. Penggolongan biaya terdiri atas biaya yang dihubungkan dengan penghasilan pada periode itu, biaya yang dihubungkan dengan periode tertentu yang tidak dikaitkan dengan penghasilan dan biaya yang karena alasan praktis tidak dapat dikaitkan dengan periode manapun. c. Laba rugi Insidentil Menurut FASB (1990) “laba adalah naiknya nilai ekuitas dari transaksi yang sifatnya insidentil dan bukan kegiatan utama serta dari transaksi atau kejadian lainnya yang mempengaruhi selama satu periode tertentu kecuali yang berasal dari hasil atau investasi dari pemilik”. Sedangkan menurut FASB (1990) “rugi adalah turunnya ekuitas dari transaksi yang sifatnya insidentil dan bukan kegiatan utama serta dari seluruh transaksi kejadian lainnya yang mempengaruhi selama periode tertentu kecuali yang berasal dari biaya atau pemberian kepada pemilik”. d. Pos Luar Biasa Pos Luar Biasa merupakan kejadian atau transaksi yang mempengaruhi secara materiil yang tidak diperkirakan terjadi berulang kali dan tidak dianggap merupakan hal yang berulang dalam proses operasi yang biasa dari suatu perusahaan. Kriteria pos luar biasa ini adalah bersifat tidak normal (tidak biasa), artinya memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak berhubungan dengan aktivitas normal perusahaan dan tidak sering terjadi atau tidak diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Pelaporan pos luar biasa ini harus dipisahkan dari hasil usaha sehari – hari dan ditunjukkan secara terpisah dalam perhitungan laba rugi disertai pengungkapan mengenai sifat dan jumlahnya. 2.3 Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan pada dasarnya dapat dilihat dari dua perspektif utama yaitu perspektif keuangan dan non – keuangan, akan tetapi sehubungan dengan topik yang telah dikemukakan penulis pada latar belakang masalah, maka akan difokuskan pada kinerja perusahaan ditinjau dari perspektif keuangan. Istilah kinerja keuangan ini telah banyak dikenal oleh masyarakat pelaku ekonomi. Kinerja keuangan merupakan tingkat prestasi (performance) yang dicapai oleh perusahaan, sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja memiliki beberapa pengertian yaitu sesuatu yang dicapai, prestasi yang dihasilkan dan kemampuan kerja. Sedangkan Simamora (2003) mengemukakan bahwa “kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas – tugas yang membentuk sebuah pekerjaan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan.” Kinerja perseorangan maupun kinerja perusahaan bukan hanya dapat dilihat dari sisi hasil kerja yang dicapai, akan tetapi kesesuaian akan tanggung jawab, norma – norma, serta peraturan – peraturan yang telah ditetapkan dalam lingkup internal maupun yang ditetapkan oleh lingkungan eksternal. Kinerja perusahaan (corporate performance) sangat ditentukan oleh seluruh komponen yang terkait terutama karyawan sebagai salah satu unsur sumber daya yang dimiliki perusahaan. Ini berarti bahwa kinerja baik yang ditunjukkan oleh para karyawan merupakan indikator penting pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Disamping aspek penting yang dikemukakan di atas, berikut ini dipertegas oleh Mulyadi (2007) bahwa: “kinerja perusahaan adalah keberhasilan personil, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan”. Hal lain yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah pencapaian kinerja organisasi perusahaan melalui peningkatan kekayaan perusahaan dengan cara penempatan leverage kepada sumber daya manusia guna membangun keunggulan kompetitif melalui peningkatan human capital. Jadi kemampuan organisasi perusahaan dalam mengelola intangible asset akan menjadikan perusahaan menjadi lebih sukses. Intangible asset yang dimaksud mencakup pengembangan hubungan dengan pelanggan, pengenalan produk baru, kemampuan menghasilkan produk jasa dengan kualitas tinggi dengan biaya yang minimal, kemampuan meningkatkan skills dan pemberian motivasi kepada karyawan, serta pengembangan teknologi informasi. Penilaian kinerja perusahaan seperti yang dikemukakan pada uraian tersebut diatas merupakan penilaian kinerja berdasarkan aspek keuangan dan non – keuangan yang dikenal dengan istilah balanced scorecard. Meskipun penilaian kinerja dapat dilakukan dari kedua aspek tersebut, dalam penelitian ini akan difokuskan pada kinerja Perusahaan XYZ ditinjau dari aspek keuangan, dengan sasaran umum penilaian kinerja berdasarkan likuiditas, profitabilitas, solvabilitas dan aktivitas usaha. 2.4 Pengukuran Kinerja Perusahaan XYZ Kinerja keuangan merupakan suatu hal yang penting untuk diketahui oleh berbagai pihak, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan terutama terkait dengan pengambilan keputusan oleh kedua pihak tersebut. Kinerja keuangan meliputi tiga keputusan utama yaitu Investment decision, keputusan yang berhubungan dengan struktur keuangan dan struktur modal, Financial decision yaitu kemampuan untuk menentukan struktur keuangan dan struktur modal keuangan yang optimal, dan kekayaan para pemegang saham atau pemilik perusahaan, serta deviden decision yaitu keputusan yang berhubungan dengan pembagian keuntungan terhadap pemegang saham dan laba yang di tahan. Meskipun terdapat beberapa kelemahan pada analisa laporan keuangan yaitu seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi ekonomi yang sesungguhnya, karena laporan keuangan adalah hasil pencatatan masa lalu dari aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan, maka fokus analisis akan diarahkan pada hubungan dan indikator keuangan pokok yang memungkinkan analis dapat menilai kinerja masa lampau, sekarang, dan melakukan proyeksi masa yang akan datang. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan melalui teknik analisa laporan keuangan, maka terdapat banyak teknik yang dapat dipakai. Teknik ini merupakan cara bagaimana kita melakukan analisa. Sebelum mengadakan analisa terhadap suatu laporan keuangan, penganalisa harus benar – benar memahami laporan keuangan tersebut. Penganalisa harus dapat menggambarkan aktifitas – aktifitas perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Dengan kata lain bahwa agar dapat menganalisa laporan keuangan dengan hasil yang memuaskan maka perlu mengetahui latar belakang dari data keuangan tersebut. Penganalisa juga harus mempunyai kemampuan atau kebijaksanaan yang cukup di dalam mengambil suatu kesimpulan, disamping harus memperhatikan dan mempertimbangkan perubahan – perubahan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Oleh karena itu sebelum melakukan perhitungan – perhitungan, analisa dan interpretasi terhadap laporan keuangan penganalisa harus mempelajari atau mereview secara menyeluruh atau bila dipandang perlu dapat diadakan penyusunan kembali (reconstruction) dari data – data sesuai dengan prinsip – prinsip yang berlaku dan tujuan analisa. Setelah mempelajari secara menyeluruh laporan keuangan, maka analisa dan interpretasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik analisa yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan analisa. Analisa laporan keuangan terdiri dari penelaahan atau mempelajari hubungan dan tendensi atau kecenderungan untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan kinerja keuangan perusahaan yang bersangkutan. Metode dan teknik analisa digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos – pos yang ada dalam laporan, sehingga diketahui perubahan – perubahan dari masing – masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu. Tujuan yang hendak dicapai dari setiap metode dan teknik analisa adalah untuk menyederhanakan data sehingga lebih dimengerti. Ada dua metode analisa yang dapat digunakan yaitu analisa horisontal dan analisa vertikal. Analisa horisontal adalah analisa dengan melakukan perbandingan laporan keuangan beberapa periode sehingga akan diketahui perkembangannya dan disebut dengan metode analisa dinamis. Sedangkan analisa vertikal yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisa hanya meliputi satu periode saja, yaitu dengan membandingkan antara pos – pos yang satu dengan pos lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasional perusahaan saat itu saja dan analisa seperti ini disebut metode analisa statis. Analisa hubungan berbagai pos dalam suatu laporan keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat menginterpretasikan kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Dengan menggunakan laporan yang dibandingkan, termasuk data tentang perubahan – perubahan yang terjadi dalam jumlah rupiah, persentase serta trendnya, penganalisa menyadari bahwa beberapa rasio secara individu membantu dalam menganalisa dan menginterpretasikan posisi dan kinerja keuangan suatu perusahaan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan memberikan gambaran tentang baik atau buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan. Penggolongan angka rasio dapat ditinjau dari dua sisi yaitu berdasarkan sumber data keuangan yang merupakan unsur atau elemen dari angka rasio tersebut dan penggolongan yang kedua adalah didasarkan pada tujuan penganalisa. Berdasarkan sumber datanya maka angka rasio terdiri dari rasio – rasio neraca (balance sheet ratios) yaitu rasio yang semua datanya diambil atau bersumber dari neraca, rasio – rasio laporan rugi laba (income statement ratio) yaitu angka – angka rasio yang semua datanya diambil dari laporan rugi laba, rasio – rasio antar laporan (interstatement ratios), yaitu semua angka rasio yang datanya berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan rugi laba. Sedangkan menurut tujuannya, rasio keuangan khususnya perusahaan dikelompokkan menjadi lima kategori sebagai berikut yaitu rasio – rasio untuk mengukur likuiditas, rasio – rasio untuk mengukur profitabilitas, rasio – rasio resiko usaha, rasio – rasio permodalan dan rasio – rasio efisiensi usaha. Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapat diperoleh. Rasio – rasio yang tergolong dalam rasio likuiditas ini adalah current ratio, quick ratio dan cash ratio. Masing – masing rasio ini mempunyai perspektif yang berbeda dalam mengukur tingkat likuiditas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Current ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan asumsi bahwa semua aktiva lancarnya dikonversi menjadi kas. Quick ratio/acid test ratio mempunyai tujuan yang sama dengan current ratio, akan tetapi dalam perspektif yang lebih cepat yakni rasio ini tidak memperhitungkan persediaan, karena memerlukan waktu yang relatif lama untuk dikonversi menjadi uang kas. Sehingga dengan demikian rasio ini lebih tajam dari current ratio. Cash ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan memperhitungkan aktiva yang paling likuid. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen dalam mengelola perusahaan. Efektifitas yang dimaksud adalah meliputi kegiatan fungsional manajemen yang terdiri dari keuangan, pemasaran, sumber daya manusia dan operasional. Efektifitas pada faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan atau penurunan laba bagi perusahaan. Yang tergolong dalam rasio ini adalah Net Profit Margin (NPM), Return on Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE). Penurunan laba yang berlangsung terus menerus akan mengarah pada kebangkrutan perusahaan. Rasio permodalan/solvabilitas digunakan untuk menggambarkan apakah permodalan perusahaan telah mencukupi untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilakukan secara efisien, apakah permodalan tersebut akan mampu untuk menyerap kerugian – kerugian yang tidak dapat dihindarkan, apakah kekayaan (kekayaan pemegang saham) semakin besar atau semakin kecil. Rasio efisiensi usaha, digunakan untuk mengukur kinerja manajemen apakah telah menggunakan semua faktor – faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna. 2.5 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-100/MBU/2002 Penilaian tingkat kesehatan BUMN ditetapkan oleh Menteri BUMN dengan surat No.Kep-100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 dalam rangka mendorong perusahaan BUMN menjadi perusahaan yang tumbuh dan berkembang ke arah peningkatan efisiensi dan daya saing dimana perkembangan dunia usaha dalam situasi perekonomian yang semakin terbuka. Dalam keputusan tersebut tingkat kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian: aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi. Keputusan ini berlaku bagi seluruh seluruh BUMN yang dibagi menjadi BUMN non jasa keuangan dan maupun BUMN jasa keuangan kecuali Persero Terbuka (PT) dan BUMN yang dibentuk dengan Undang – undang tersendiri. BUMN non jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dibidang infrastruktur dan non infrastruktur sedangkan BUMN jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dalam bidang usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan dan jasa penjaminan. BUMN infrastruktur adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat luas, yang bidang usahanya meliputi: - Pembangkitan, transmisi atau pendistribusian tenaga listrik - Pengadaan dan atau pengoperasian sarang pendukung pelayanan angkutan barang atau penumpang baik laut, udara atau kereta api. - Jalan dan jembatan tol, dermaga, pelabuhan laut, atau sungai atau danau, lapangan terbang dan bandara. - Bendungan dan irigasi Sedangkan BUMN non infrastruktur adalah BUMN yang bidang usahanya diluar bidang usaha BUMN infrastruktur. Penilaian tingkat kesehatan BUMN digolongkan menjadi a. SEHAT, yang terdiri dari: AAA apabila total (TS) lebih besar dari 95 AA apabila 80 < TS < =95 A apabila 65 < TS <=80 b. KURANG SEHAT, yang terdiri dari: BBB apabila 50 < TS <=65 BB apabila 40 < TS <=50 B apablia 30 < TS <=40 c. TIDAK SEHAT, yang terdiri dari: CCC apabila 20 < TS <=30 CC apabila 10 < TS <=20 C apabila TS <= 10 Berdasarkan Kepmen tersebut diatas, tata cara penilaian tingkat kesehatan BUMN harus dilihat dari aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi yang masing – masing aspek memiliki bobot nilai yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan. Untuk BUMN non infrastruktur telah ditetapkan oleh Kepmen diatas bahwa aspek keuangan memiliki bobot nilai 70, aspek operasional memiliki bobot nilai 15 dan aspek administrasi memiliki bobot nilai 15. Indikator – indikator dalam aspek keuangan yang memiliki pengaruh terbesar dalam penilaian tingkat kesehatan dan merupakan pokok pembahasan dalam penelitian ini bisa dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Indikator Aspek Keuangan No. Indikator Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 Return On Equity (ROE) 20 Return On Investment (ROI) 15 Cash Ratio 5 Current Ratio 5 Collection Periods 5 Inventory Turnover 5 Total Asset Turnover 5 Equity to Total Asset Ratio 10 Jumlah 70 Sumber: Kepmen BUMN No.Kep-100/MBU/2002 Kedelapan rasio tersebut masing – masing digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas usaha. Rasio likuiditas, rasio aktifitas dan solvabilitas terutama untuk mengukur resiko sedangkan rasio profitabilitas mengukur tingkat pengembalian. Dalam jangka pendek, unsur terpenting adalah likuiditas, aktifitas dan profitabilitas karena memberikan informasi penting untuk operasi jangka pendek perusahaan. Rasio solvabilitas terutama digunakan jika diyakini bahwa perusahaan akan berhasil dalam operasi jangka pendek. 2.6 Definisi Operasional Variabel Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dikemukakan bahwa kinerja keuangan Perusahaan XYZ berdasarkan indikator yang terdapat pada Kepmen BUMN No. Kep-100/MBU/2002 dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Dari faktor – faktor tersebut bila diidentifikasi lebih jauh maka terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan Perusahaan XYZ, akan tetapi sesuai dengan uraian pada perumusan masalah dan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka beberapa faktor tersebut dapat diidentifikasi kedalam variabel – variabel yang akan menjadi bahan penelitian sebagai berikut : 1. Dependent Variabel (variabel terikat), yaitu kinerja keuangan Perusahaan XYZ yang ditunjukkan oleh tingkat perolehan Laba/Rugi. 2. Independent variabel (variabel bebas), yaitu Pendapatan, Bunga Bank, Aktiva Tetap, Ekuitas dan Hutang Jangka Pendek Perusahaan XYZ. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka identifikasi variabel dapat ditunjukkan sebagai berikut : Variabel Y = Laba/Rugi (kinerja keuangan) Variabel X1 = Pendapatan Variabel X2 = Bunga Bank Variabel X3 = Aktiva Tetap Variabel X4 = Ekuitas Variabel X5 = Hutang Jangka Pendek a. Laba/Rugi (Y) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat perolehan laba yang menunjukkan kinerja keuangan Perusahaan XYZ yang jika dihubungkan dengan delapan indikator kinerja keuangan BUMN pada Kepmen BUMN No. Kep-100/MBU/2002 maka terkait dengan ROE dan ROI periode tahun 2003 – 2009 dengan sebaran data penelitian 14 semester (n=14). Pemilihan indikator kinerja keuangan berupa kemampuan untuk menghasilkan laba ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa bobot maksimum dari kedua indikator kinerja keuangan tersebut sebesar 35 Point (50%) dari bobot kinerja aspek keuangan standar BUMN non – infrastruktur yang tertera dalam Kepmen BUMN No. Kep100/MBU/2002. b. Pendapatan (X1) adalah jumlah pendapatan yang diperoleh Perusahaan XYZ periode tahun 2003 – 2009 (14 semester). c. Bunga Bank (X2) adalah jumlah bunga bank yang dibebankan kepada Perusahaan XYZ periode tahun 2003 – 2009 (14 semester). d. Jumlah Aktiva Tetap (X3) adalah jumlah aktiva tetap yang dimiliki oleh Perusahaan XYZ periode tahun 2003 – 2009 (14 semester). e. Ekuitas (X4) adalah jumlah modal saham ditambah atau dikurangi laba/rugi Perusahaan XYZ periode tahun 2003 – 2009 (14 semester). f. Hutang Jangka Pendek (X5) adalah jumlah hutang jangka pendek yang dimiliki oleh Perusahaan XYZ periode tahun 2003 – 2009 (14 semester).