II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman dan Bunga Kenanga (Canangium odorotum Baill) 1. Tanaman Kenanga Gambar 1. Tanaman Kenanga di Boyolali Tanaman kenanga termasuk dalam familia Annonacea dan tanaman ini sudah dibudidayakan. Kenanga termasuk dalam genus Canangium dan memiliki nama spesies Canangium odorotum Baill ( Steenis, 1992). Tanaman kenanga ini berbentuk pohon atau perdu dan dibudidayakan untuk diambil bunganya. Bunganya hijau kekuningan (ada juga yang semu dadu, tetapi jarang), menggelung seperti bentuk bintang laut, dan mengandung minyak kenanga berbau wangi. Umumnya bunga kenanga ini digunakan dalam upacara-upacara khusus misalnya untuk bunga tabur dalam pemakaman dan upacara perkawinan karena baunya yang wangi. Pohon kenanga ini tumbuh dengan cepat hingga lebih dari 5 meter per tahun dan mencapai tinggi rata-rata 12 meter (Sunanto, 1993). Dalam perdagangan dikenal dua jenis tanaman kenanga yaitu tanaman kenanga (Canangium odoratum baill forma Macropylla), dan tanaman ylang-ylang (Canangium odoratum baill forma Genuina). Jenis pertama dianggap sebagai tanaman asli Indonesia, termasuk tanaman tahunan dengan tinggi bisa mencapai 30 meter. Tanaman ylang-ylang juga termasuk tanaman tahunan dengan tinggi setengah tinggi pohon kenanga. Tanaman kenanga bisa mencapai tinggi 38 m, daunnya berbentuk agak bulat dan ujungnya meruncing, bertulang menyirip, bersisi merata. Bunga berbentuk bintang, berwarna hijau pada waktu masih muda dan berwarna kuning setelah masak (tua). Bunga berbau wangi, berada tunggal atau berkelompok pada tangkai bunga dengan jumlah 3-4 kuntum, bagian kelopak bunga berjumlah 3 berbentuk lidah yang bertaut pada dasarnya, setelah tua mahkota umumnya berjumlah 6 kadang 8-9 berbentuk pita, berdaging, terlepas satu sama lain dan tersusun dalam 2 lingkaran yang masing-masing biasanya berjumlah 3. Benang sari berjumlah banyak bertangkai pendek dan tersusun dalam gulungan spiral, kotak sari berbentuk tiang terdiri 2 sel, bersifat menempel dan membelah memanjang. Bakal buah bersifat sinkarpus. Bakal biji berjumlah banyak dan menyebar pada sisi-sisinya. Putik pendek, berkepala bundar dan berlendir. Buah berbentuk oval, berdaging tebal, berwarna hijau ketika masih muda dan menjadi hitam ketika sudah tua pada umumnya mengelompok 6-10 buah pada 1 tangkai utama, tiap buah mempunyai 8-12 biji, berbentuk pipih, berkulit keras, berwarna coklat (Sunanto, 1993). Tanaman kenanga tumbuh dengan baik di seluruh nusantara dengan ketinggian daerah di bawah 1200 m (dpl). Tanaman ini semula hanya tumbuh di hutan-hutan tapi kini sudah banyak dibudidayakan. Tentu saja tanaman ini dapat tumbuh lebih baik jika kondisi tanahnya subur terutama tanah jenis alluvial, dan dapat berbunga lebat jika ketinggian antara 20-700 meter (dpl) yang beriklim panas dan lembab (Sunanto, 1993) dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 200 meter (dpl) (Steenis, 1992). 2. Pemanenan Bunga Kenanga Waktu pemanenan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya, yang tergantung keadaan iklim di daerah tempat tumbuh tanaman. Perbedaan waktu panen mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Umumnya panen pada musim kering akan menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih tinggi. Selain itu, harus diperhatikan pula bahwa pemanenan sebaiknya jangan dilakukan pada siang hari, karena kadar minyak dalam bunga lebih kecil daripada malam hari. Akan tetapi, karena panen pada malam hari tidak mungkin dilakukan, maka waktu panen paling baik adalah sebelum jam 09.00 pagi. Pemanenan dapat dilakukan dengan menggunakan galah atau dengan cara memetik langsung atau dipanjat (Ketaren, 1985). Pada umur 4-5 tahun tanaman kenanga jenis pohon berbunga, sedangkan jenis kenanga perdu pada umur kurang dari 4 tahun sudah mulai berbunga. Musim berbunga tanaman kenanga berbeda-beda tergantung pada daerah tempat tumbuhnya. Produksi bunga kenanga tergantung pada umur tanaman. Pada umur 4 sampai 8 tahun setiap pohon kenanga dapat menghasilkan bunga segar sebanyak 5-15 kg setiap musim, sedangkan menjelang umur 25 tahun, dapat menghasilkan 50-70 kg bunga segar setiap musim, kemudian setelah berumur lebih dari 50 tahun tanaman sudah mulai tidak produktif (produksi bunganya semakin menurun) sehingga sudah waktunya untuk melakukan peremajaan (Sunanto, 1993). 3. Bunga Kenanga Bunga kenanga berbentuk bintang, berwarna hijau pada waktu masih muda dan berwarna kuning setelah masak (tua). Bunga berbau harum, berada tunggal atau berkelompok pada tangkai bunga dengan jumlah 3-4 kuntum, bagian kelopak bunga berjumlah 3 berbentuk lidah yang bertaut pada dasarnya, setelah tua mahkota umumnya berjumlah 6 kadang 8-9 berbentuk pita, berdaging, terlepas satu sama lain dan tersusun dalam 2 lingkaran yang masing-masing biasanya berjumlah 3 (Sunanto, 1993). Ylang-ylang (Cananga odorata forma genuina, Hook Fil. Et Thompson) termasuk famili anonaceae dan berkeluarga dekat dengan tanaman kenanga (Cananga odorata forma macrophylla, Hook Fil. Et Thompson) (Mauludi et al.1990). Tanaman Cananga odorata asli dari asia tenggara dan menyebar secara alamiah ke seluruh Asia Tenggara, Australia dan beberapa pulau di lautan pasifik. Penanaman secara komersial untuk menghasilkan tanaman ylang-ylang pertama kali dilakukan di Filipina. Saat ini daerah pengekspor utama minyak ylangylang adalah pulau Nossi-Be Madagaskar, Pulau Comoro, Pulau Reunion, Filipina dan Indonesia (Yusuf dan Sinohin, 1999). Bunga ylang-ylang berbentuk bintang, berwarna hijau pada waktu masih muda dan berwarna kuning setelah tua. Komposisi bunga mengelompok pada tangkai bunga yang terdiri dari 2-20 dan terkadang lebih (Guenther, 1952). Kelopak bunga berjumlah 3, berbentuk lidah yang bertaut pada dasarnya, berbulu, berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna kuning setelah tua. Mahkota bunga pada umumnya berjumlah 6, namun kadang-kadang berjumlah 8-9, berbentuk pita berdaging terlepas satu sama lainnya dan tersusun dalam 2 lingkaran yang masing-masing biasanya berjumlah 3. Dasar bunganya berbentuk bundar pipih dan menggembung (Sunanto,1993). Morfologi tanaman ylang-ylang memiliki habitus lebih ramping dan batangnya relatif kecil, cabang-cabang agak jarang, sehingga daunnya kurang rimbun. Bentuk daun berbeda pada perbandingan panjang dan lebar daun, sehingga daun kenanga lebih besar dari daun ylang-ylang. Urat daun ylang-ylang lebih besar sehingga nampak lebih kaku, permukaan keriput warnanya hijau tua (Hobir et al 1990). B. Penyulingan Minyak Kenanga 1. Perajangan Menurut Ketaren (1985), bahan berupa bunga (mawar, kenanga, melati) dan daun (nilam, kayu putih) tidak berserat, dapat disuling langsung tanpa dirajang terlebih dahulu. Perajangan juga akan menurunkan mutu minyak. Jadi sebaiknya bahan tidak perlu dirajang terlebih dahulu apalagi kalau tidak segera disuling. Sebelum bunga disuling, terlebih dahulu dirajang, jika tidak dirajang penyulingan bunga tersebut tidak menghasilkan minyak karena menggunakan alat yang kuno dengan proses pendinginan yang tidak sempurna. Proses perajangan tersebut akan menurunkan rendemen dan mutu minyak, sehingga hal ini merupakan salah satu sebab, bunga yang diolah tanpa dirajang menghasilkan mutu minyak yang lebih baik (Ketaren, 1985). Menurut Guenther (1949), penyusutan minyak yang disebabkan karena proses penguapan dan oksidasi sebelum penyulingan terutama terjadi pada bahan yang sedang dirajang, terlebih lagi apabila perajangan dilakukan dengan penghancuran dan penggilingan dengan alat yang berputar cepat. Besarnya kehilangan minyak tergantung dari besarnya kecepatan sirkulasi udara dalam sistem, kemudian suhu akibat adanya gesekan alat giling dan daya tahan minyak atsiri tersebut terhadap proses oksidasi. Selama perajangan, akan terjadi penguapan komponen minyak bertitik didih rendah, yang apabila dibiarkan maka akan terjadi penyusutan bahan sekitar 0,5 % akibat penguapan minyak. Oleh sebab itu, apabila diinginkan rendemen dan mutu minyak yang baik, maka hasil rajangan harus segera dimasukkan ke dalam ketel suling. Kelemahan bahan yang dirajang adalah karena jumlah total minyak dalam bahan yang berkurang akibat adanya penguapan selama perajangan serta adanya perubahan komposisi kimia dan akan mempengaruhi bau minyak atsiri yang dihasilkan setelah proses ekstraksi. Kedua hal ini terutama terjadi pada minyak yang mengandung komponen mudah menguap dalam jumlah yang cukup besar (Ketaren, 1985). Menurut Ketaren (1985), proses perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, dan untuk mengurangi sifat kamba bahan olah. Kelemahan bahan yang dirajang adalah karena : • Jumlah total minyak berkurang, akibat penguapan selama perajangan • Komposisi minyak akan berubah, dan akan mempengaruhi baunya. 2. Metode Penyulingan Metode penyulingan yang umumnya digunakan pada penyulingan minyak kenanga di Indonesia adalah metode penyulingan rebus. Alat penyulingan yang digunakan antara lain ketel suling, kondensor dan receiver (separator). Menurut Guenther (1947), pada awal penyulingan komponen yang lebih mudah menguap mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dalam uap, sedangkan komponen yang lebih sulit menguap terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi pada cairan. Uap yang dihasilkan dikondensasikan kembali untuk mendapatkan komponen yang lebih mudah menguap. Proses penyulingan memanfaatkan perbedaan titik didih masing-masing komponen. 5) Penyulingan cara rebus (water distillation) Cara penyulingan seperti ini disebut dengan direct distillation karena penguapan air dan minyak atsiri berlangsung bersamaan. Bahan baku yang digunakan biasanya dari bunga atau daun yang mudah bergerak dalam air dan tidak mudah rusak oleh panas uap air. Prinsip kerja penyulingan dengan air adalah sebagai berikut: Ketel penyulingan diisi air sampai volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan kedalam ketel penyulingan. Dengan demikian penguapan air dan minyak atsiri berlangsung bersamaan. 6) Penyulingan cara kukus (water and steam distillation) Cara penyulingan seperti ini paling banyak digunakan oleh para petani atsiri di Indonesia. Cara penyulingan seperti ini disebut dengan indirect distillation karena bahan baku diletakan diatas saringan sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Prinsip kerja penyulingan dengan air dan uap adalah sebagai berikut: Ketel penyulingan diisi air sampai pada batas saringan . Bahan baku diletakkan di atas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. 7) Penyulingan dengan uap (steam distillation) Cara penyulingan ini hampir sama dengan cara indirect distillation, namun antara ketel uap dan ketel penyulingan terpisah. Ketel uap yang berisi air dipanaskan kemudian uapnya akan mengalir ke dalam ketel yang berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak pada bahan baku terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat pendingin itulah terjadi pengembunan sehingga uap air yang bercampur minyak akan mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya, dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak atsiri dari air. Menurut Ketaren (1985), sistem penyulingan uap baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi, misalnya minyak cengkeh, kayu manis, akar wangi, ketumbar, sereh, minyak “boise de dose”, “sassafras”, “cumin”, “cedar wood”, kamfer, kayu putih, “pimento”, “eucalyptus” dan jenis minyak lainnya yang bertitik didih tinggi. Kelemahan dari penyulingan ini adalah karena tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air. 8) Penyulingan Minyak Kenanga di Boyolali Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan (Yuniarti, 2008) kapasitas bahan yang disuling tergantung dari ketel suling yang digunakan. Penyulingan minyak kenanga di Boyolali kapasitas ketel suling yang digunakan ada 1 ton, 4 kwintal dan 0,5 ton. Kepadatan bahan yang digunakan umumnya 1 kg bahan/liter air, sedangkan laju destilat yang keluar adalah 520 cc/menit/ton. Bunga dengan lama penyulingan sekitar 72 jam. Bahan baku yang digunakan adalah bunga kenanga yang masih muda maupun tua, yang sudah mekar ataupun masih kuncup atau bisa dikatakan bahwa bunga kenanga yang akan digunakan untuk penyulingan tanpa melalui proses penyortiran bunga terlebih dahulu. Pemanenan bunga kenanga dilakukan setelah tanaman kenanga sudah berusia sekitar 3 tahun, dan dipanen pada pagi hari sekitar pukul 05.0010.00. Rendemen minyak kenanga yang dihasilkan ± 1,5 %. Penentuan mutu minyak kenanga di lapangan umumnya masih dilakukan secara organoleptik dengan menilai bau. Jika minyak memiliki aroma gosong dan warna kuning kecoklatan maka harganyapun akan turun karena mutunya dianggap rendah. Kelemahan penyulingan cara rebus adalah ekstraksi minyak atsiri tidak dapat berlangsung secara sempurna, walaupun bahan dirajang. Selain itu beberapa jenis ester, misalnya linalil asetat akan terhidrolisa sebagian. Persenyawaan yang peka seperti aldehid, akan mengalami polimerisasi karena pengaruh air mendidih. Penyulingan air memerlukan ketel suling yang lebih besar, ruangan yang lebih luas dan jumlah bahan bakar yang lebih banyak. Kelemahan lainnya adalah akibat komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap. Menurut Ketaren (1985), dibandingkan dengan penyulingan rebus, maka sistem penyulingan kukus lebih unggul karena proses dekomposisi minyak lebih kecil (hidrolisa ester). Sistem penyulingan kukus lebih efisien daripada metode penyulingan rebus, karena jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih kecil, penyulingan lebih singkat, dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar. Kelemahan dari metode penyulingan kukus adalah karena jumlah uap yang dibutuhkan cukup besar dan waktu penyulingan lebih lama. Dalam proses ini sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman, sehingga bahan bertambah basah dan mengalami aglutinasi. 3. Kepadatan Bahan Kepadatan bahan berhubungan dengan pengaturan pengisian bahan dalam ketel suling. Menurut Guenther (1972), tingkat kepadatan bahan berhubungan erat dengan besar ruangan antar bahan. Kepadatan bahan yang terlalu tinggi dan tidak merata menyebabkan terjadinya jalur uap yang dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak. Semakin tinggi bahan dalam ketel, akan makin rendah rendemen, karena makin tinggi bahan dalam ketel, akan semakin besar jarak yang ditempuh dan halangan yang dialami uap air. Pertambahan jarak dan benturan yang dialami uap air akan mengakibatkan semakin rendahnya kecepatan penyulingan dan dengan sendirinya makin kecil rendemen yang diperoleh (Rusli dan Hasanah, 1977). C. Minyak Kenanga Tumbuhan kenanga merupakan tumbuhan asli di Indonesia dan Filipina, dan lazim ditanam di Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia. Di Indonesia minyak kenanga umumnya berasal dari pulau Jawa antara lain berasal dari daerah Cirebon, Blitar, Banten dan Boyolali. 1. Komposisi Kimia Menurut Ketaren (1985), minyak kenanga diperoleh dari hasil penyulingan bunga tanaman kenanga. Minyak tersebut mengandung ester, benzyl alcohol, benzyl asetat, benzyl format, benzyl benzoate, metil salisilat, geraniol, geraniol asetat, linalool, eugenol, iso-eugenol, metil eugenol dan metil iso-eugenol. Tabel 1. Komponen minyak kenanga menurut Bucellato (1999) Nama komponen β-kariofilen Farnesene α-kariofilen gama cadinene teta cadinene benzil benzoat geranil asetat Linalool p-cresil methyl ehter (Z,E) farnesol Nerolidol Geraniol benzil salysilat komposisi 37% 12,2 % 10,5% 7,6 % 5,4 % 2,9 % 1,8 % 1,7 % 1,1 % 1,1 % 1% 0,6 % 0,1 % Komponen utama yang terdapat pada minyak kenanga adalah β Kariofilen, α Terpineol, Borneol, Benzil asetat dan Benzil alkohol. Dari hasil analisis kromatografi gas menurut Masada (1947), diketahui bahwa di dalam minyak kenanga terdapat juga komponen-komponen lain seperti α Pinen, Kampene, β Pinen, Mirsen, Limonen, Benzaldehid, Linalool, Metil salisilat, Geranil asetat, Safrol, Eugenol, Timol, Karvakrol, dan isoeugenol. Semua komponen kimia yang terdapat dalam minyak ylang-ylang, juga terdapat dalam minyak kenanga, hanya berbeda jumlahnya. Minyak kenanga terutama banyak mengandung seskuiterpen dan seskuiterpen alkohol, tetapi lebih sedikit mengandung ester jika dibandingkan dengan minyak ylang-ylang. Minyak kenanga banyak mengandung seskuiterpen terutama kadinene. Ester yang terdapat dalam minyak merupakan ester dari asam format, asetat, volerat, asam dengan C5, C6, C8, C10, dan asam benzoat. Jenis ester yang terpenting adalah benzil asetat dan benzil benzoat (Ketaren, 1985). Menurut Poucher (1974), komponen penyusun minyak kenanga adalah linalool, geraniol, paracreasol metil ether, cadinene, safrole, nerol, farnesol, eugenol, iso-eugenol, metil-eugenol, benzil asetat dan benzil benzoat, metil salisilat, dan antranilat. Beberapa senyawa penyusun minyak kenanga, antara lain : a. Kadinene Kadinene termasuk dalam golongan seskuiterpen, dan banyak ditemukan di dalam beberapa jenis minyak atsiri, diantaranya savin, kamfer. Karakteristik kadinene meliputi bobot jenis pada 15,5 ºC yaitu 0,922, indeks bias pada 20 ºC adalah 1,5070, putaran optik dari (-105 º) – (- 111 º ), dan nilai titik uap adalah 271 ºC - 275 ºC. Kadinene bersifat sangat stabil, dan bila dipanaskan dibawah tekanan pada suhu 330 ºC tidak akan berubah (Parry and Guenther, 1972). Kadinene, hexahydro-4-iso-profil-1, 6- dimetil naptalena digunakan dalam ramuan parfum (Poucher, 1974). Gambar 2. Kadinene (C15H24) jarang b. Benzil Alkohol Benzil alkohol adalah komponen dasar dari pembentuk aroma dalam berbagai minyak atsiri. Benzil alkohol banyak ditemukan terikat dalam bentuk benzil asetat, benzil benzoat dan benzil cinamat, dalam berbagai minyak dari bunga-bungaan, seperti melati dan ylang-ylang. Komponen ini banyak digunakan pada berbagai industri pembuatan parfum. Baunya tidak terlalu kuat, tetapi sangat wangi (Parry and Guenther, 1972). c. Benzil Asetat Karakteristik dari benzil asetat, CH3COOCH2C6H5, adalah berupa cairan tidak berwarna dan memiliki aroma bunga-bungaan. Indeks bias pada 20 ºC adalah 1,5015-1,5035. Bobot jenis pada 20 ºC adalah 1,052-1,056. Bilangan asam maksimal 1,0. Bilangan ester minimum 98 persen, dan kandungan klorin negatif (Bedoukian, 1967). Gambar 3. Benzil asetat d. Benzil Benzoat Benzil benzoat, COOCH2(C6H5)2, dalam keadaan murni berupa padatan, tapi untuk tujuan komersial biasanya berupa cairan. Cairan ini bersifat sangat kental dan memiliki aroma samar, serta banyak digunakan di bidang obat-obatan. Dalam pembuatan parfum digunakan secara luas sebagai pelarut dan juga sebagai pengikat berbagai komponen parfum. Ester ini mempunyai bobot molekul besar (Poucher, 1974). Karakteristik benzil benzoat meliputi titik penguapan (B.p) yaitu 323 ºC -324 ºC, bobot jenis pada 18 ºC adalah 1,114, indeks bias pada 21 ºC adalah 1,5681, dan titik nyala 147 ºC (Bedoukian, 1967). Gambar 4. Benzil benzoat e. Antranilat Antranilat (O-Aminobenzoic Acid), NH2C6H4COOCH3, memiliki karakteristik berupa kristal berwarna kuning pucat. Antranilat sedikit larut dalam air dingin, serta mudah larut dalam air panas dan alkohol (Poucher, 1974). f. Geraniol Geraniol (trans-3, 7-dimetil okta-2, 6-dien-1, ol), ((CH3)2C=CHCH2–CH2CCCH3)=CHCH2OH, merupakan cairan tidak berwarna dengan aroma wangi yang menyenangkan seperti mawar. Berada di alam secara luas, kadang-kadang dalam bentuk geraniol bebas atau dalam bentuk ester. Di dalam minyak atsiri yang mengandung alkohol ini, geraniol akan berisomerisasi dengan linalool (Poucher, 1974). Geraniol adalah terpen alkohol primer tidak jenuh yang terdiri dari dua rantai etilen. Isomer dari linalool C10H18O, geraniol berbeda dari linalool pada titik didih yang lebih tinggi dan bobot jenis yang lebih tinggi (Guenther, 1952). Gambar 5. Geraniol g. Linalool Linalool 3,7 dimetol okta-1,6-dien-3-ol), (CH3)2C=CHCH2CH2– C(CH3)(OH)CH=CH2, merupakan isomer dari geraniol dan nerol. Karakteristik dari linalool meliputi titik penguapan (B.p.) 83/10 ; 116/50 dan bobot jenis pada 15 ºC 0,8700 (Poucher, 1974). Linalool dan esternya merupakan sumber wangi-wangian yang tidak dapat diberikan oleh komponen lain. Linalool dengan kualitas baik memiliki bau harum yang lembut dan berbeda dari isomerny yaitu geraniol dan citronellol. Lagipula mempunyai titik penguapan yang lebih rendah daripada bentuk alkoholnya. Linalool banyak digunakan sebagai top note dalam parfum. Esternya, terutama asetat merupakan komponen utama dalam minyak atsiri seperti bergamot, lavender, dan petitgrain. Linalool berupa larutan yang stabil dan tidak berwarna (Bedoukian, 1967). Gambar 6. Linalool h. Nerol Nerol, C10H17OH3, (cis-3, 7-dimetilokta-2, 6-dien-1-ol), ditemukan dalam bentuk neral bebas atau sebagai ester pada beberapa minyak atsiri. Nerol dapat ditemukan sebagai komponen dari ylang-ylang. Nerol merupakan cairan tidak berwarna dengan aroma harum bunga mawar(Poucher, 1974). Gambar 7. Nerol i. Metil salisilat Metil salisilat, HOC6H4COOCH3, (metil o-hidroksi benzoat), merupakan aroma penting dalam industri obat-obatan, khususnya untuk produk kesehatan gigi (Poucher, 1974). Gambar 8. Metil salisilat j. p-Kresil metil eter p-Kresil metil eter (metil p-tolyl eter), C7H7OCH3 merupakan larutan tidak berwarna dengan suatu karakteristik wangi tertentu. Secara alami dapat ditemukan dalam minyak ylang-ylang. Komponen ini banyak digunakan untuk pembuatan parfum-parfum sintesis, seperti parfum jonquille (Poucher, 1974). Gambar 9. p-Kresil metil eter k. Eugenol Eugenol (4 alil 2 metoksi phenol), C10H12O, merupakan cairan kental berwarna kuning, dan berasal dari pemisahan alkali. Eugenol digunakan dalam pembuatan parfum sabun, tapi memiliki kecenderungan untuk berubah menjadi gelap, sehingga biasanya digunakan dalam jenis sabun berwarna coklat kekuningan. Karakteristik dari eugenol meliputi titik didih (B.p.) yaitu 255 ºC, titik cair (m.p.) adalah -92 ºC, dan bobot jenis pada 20 ºC 1,066 (Poucher, 1974). Gambar 10. Eugenol l. Iso-eugenol Iso-eugenol (4 propenil-2-metoksi penol), CH3CHCHC6H3– (OCH3)OH, secara komersial digunakan dalam bentuk cairan kental berwarna kuning terang, mempunyai bau menyerupai clove pink, dan sebagai bahan baku pembuatan produksi vanili. Iso-eugenol sebagian besar digunakan sebagai dasar parfum carnation. Karakteristik isoeugenol meliputi titik didih 267,5 ºC, titik cair (m.p.) adalah -10 ºC, dan bobot jenis adalah 1,0839 (Poucher, 1974). Gambar 11. Iso eugenol m. Eugenil metil ester Eugenil metil ester (4-alil-1, 2-metoksi benzen), CH2=CHCH2C6H3(OCH3)2, merupakan larutan kental berwarna kuning dengan aroma menyerupai eugenol tapi kurang menyengat. Senyawa ini terdapat dalam beberapa minyak atsiri, komponen ini memiliki titik didih (B.p.) yaitu 248 ºC, serta bobot jenis pada 15 ºC adalah 1,005 (Poucher, 1974). n. Farnesol Farnesol (trans:trans-3,7,11-tri metidodeca-2,6,10,trien-1-ol), C15H26O, tidak dipergunakan secara luas dalam pembuatan parfum (Poucher, 1974). Gambar 12. Farnesol o. Safrole Safrole (3,4-metil dioksialil benzen), CH2O2C6H3CH2CH=CH2, dalam kadar tinggi terdapat dalam minyak sassafras, ylang-ylang dan lainnya. Pada temperatur normal, safrole berupa cairan tidak berwarna dengan aroma menyenangkan, sedang pada suhu rendah berupa padatan kristal putih. Karakteristik safrole meliputi titik didih 233 ºC, titik cair 11,2 ºC, dan bobot jenis 1,1004 (Poucher, 1974). Gambar 13. Safrole p. Kariofilen Kariofilen merupakan seskuiterpen yang terdapat dalam banyak minyak atsiri. β-Kariofilen memiliki bobot molekul 204.36 dan bobot jenis 0.908. Rumus molekul β-Kariofilen adalah C15H24 (Guenther, 1949). Gambar 14. Kariofilen 2. Sifat Fisiko-Kimia Komponen kimia minyak kenanga dari suatu daerah dengan daerah lain sangat bervariasi, sehingga menyebabkan perbedaan sifat fisiko-kimia minyak yang dihasilkan. Sifat fisiko-kimia minyak kimia yang dihasilkan di daerah Cirebon, Boyolali, dan standar yang berlaku di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Sifat Fisiko kimia minyak kenanga di Cirebon Karakteristik Bobot jenis (15 ºC) Putaran optik Indeks bias (20 ºC) Kelarutan dalam alkohol 95 persen (20 ºC) Sumber : Guenther, 1952 I 0.921 -29º58’ 1.5018 - II 0.923 -26º55’ 1.5030 1:0.5 Larut, seterusnya keruh Tabel 3. Hasil uji minyak kenanga Perusahaan Sido Mulyo di Boyolali Jenis uji Warna Bobot jenis 20ºC / 20 ºC Indeks bias nD20 Putaran optik Sisa penyulingan uap % (v/v) Bilangan ester Kelarutan dalam etanol 95% Hasil uji Kuning muda 0,906 1,498 -26 4 18 1:0,5 jernih seterusnya jernih Sumber : Pengujian Laboratorium Mutu Barang Semarang Tabel 4. Standar pengujian mutu minyak kenanga yang berlaku di Indonesia adalah SNI 06-3949-1995: Jenis uji Warna Bobot jenis 20ºC / 20 ºC Indeks bias nD20 Putaran optic Sisa penyulingan uap % (v/v) Bilangan ester Kelarutan dalam etanol 95% Zat asing : • Lemak • Alkohol tambahan • Minyak pelikan • Minyak kruing Sumber : SNI 06-3949-1995 Hasil uji Kuning muda-tua 0,906-0,920 1,495-1,504 (-15)-(-30) Maksimal 5 15-35 1:0,5 jernih seterusnya jernih Negatif Negatif Negatif Negatif 3. Kegunaan Minyak Kenanga Minyak kenanga dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam pembuatan produk misalnya bahan baku ramuan parfum, kosmetika, sabun dan produk-produk rumah tangga lain misalnya sebagai pewangi pembersih lantai. Selain bunganya sebagai sumber minyak kenanga, bagian lain dari tanaman kenanga ini juga dapat dimanfaatkan untuk sumber obat, sumber kayu, dan sebagai tanaman hias (Sunanto, 1993). Tanaman kenanga memiliki berbagai macam kegunaan. Kegunaan tanaman kenanga dapat dilihat dari bunga, kayu dan kulit batang tanaman kenanga. Bunga kenanga memiliki nilai guna sebagai bahan campuran untuk pewangi tembakau. Ekstrak bunga kenanga berfungsi sebagai obat malaria. Bunga kenanga digunakan sebagai pewangi minyak klentik yang umumnya digunakan sebagai minyak rambut. Kayu kenanga kebanyakan digunakan untuk batang korek api, sebagai bahan perahu (sampan), pembuatan payung, tangkai sapu ijuk dan juga dapat digunakan untuk pembuatan drum kayu. Selain bunga dan kayu dari tanaman kenanga, kulit batang kenanga yang digulung dapat digunakan sebagai tempat menyimpan ikan oleh nelayan dan untuk membuat tali. Selain itu kulit batang kenanga dapat digunakan untuk membuat salep penyakit kudis, mengobati busung air, dan pembesaran limfa (Sunanto, 1993).