BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab. Secara umum, upaya untuk menjawab pertanyaan tersebut dinamakan kosmologi. Kosmologi merupakan kajian mengenai asal mula, perkembangan, dan akhir alam semesta. Masa sekarang ini, upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai alam semesta dibingkai di dalam fisika. Tidak ketinggalan pula, kosmologi menjadi salah satu dari sekian banyak cabang di dalam fisika. Kosmologi yang menjadi cabang dari fisika adalah kosmologi yang bersesuaian dengan prinsip-prinsip fisika. Sejauh ini, model kosmologis yang umum digunakan dalam menjelaskan kelahiran alam semesta adalah Teori Ledakan Besar (TLB). Menurut TLB, seluruh ruang alam semesta awalnya adalah sebuah titik yang pada suatu ketika “meledak” dan terus mengembang sampai sekarang. Dalam perkembangannya, dari pengamatan ditemukan banyak keadaan alam semesta yang tidak dapat dijelaskan menggunakan TLB, antara lain adalah yang disebut masalah cakrawala dan masalah kedataran. Salah satu upaya yang dilakukan para fisikawan untuk menjelaskannya adalah dengan mengajukan gagasan tentang inflasi. Inflasi adalah pengembangan ruang yang sangat cepat yang terjadi ketika alam semesta masih berusia dini. Teori inflasi muncul sekitar tahun 1980-an dengan pelopornya adalah A. Guth, A. Linde, dan P. Steinhardt. Setelah lebih dari 30 tahun dikembangkan, teori inflasi mendapat angin segar dengan teramatinya jejak gelombang gravitasi primordial. Pada bulan Maret 2014, tim BICEP2 yang meneliti polarisasi radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik (CMB) melaporkan hasil pengamatan terhadap jejak gelombang gravitasi primordial pada polarisasi mode-B CMB [BICEP2 Collaboration, 2014]. Kemudian pada bulan Oktober 2014, tim POLARBEAR yang juga meneliti polarisasi mode-B CMB melaporkan hal yang serupa [POLARBEAR Collaboration, 2014]. Gelombang gravitasi primordial muncul dari fluktuasi yang terjadi akibat inflasi di alam semesta dini. Dalam penyebarannya ke seluruh bagian alam semesta, gelombang gravitasi primordial berinteraksi dengan CMB dan meninggalkan jejak pada polarisasi mode-B CMB. 1 2 Gelombang gravitasi adalah salah satu dari beberapa ramalan yang diajukan untuk menguji Teori Relativitas Umum (TRU) Einstein. Gelombang gravitasi dapat dibayangkan sebagai riak yang menjalar di dalam struktur ruangwaktu. Secara umum, setiap benda bermassa yang bergerak dengan percepatan dapat menimbulkan gelombang gravitasi. Secara matematis, gelombang gravitasi merupakan hasil pendekatan teori gangguan di dalam TRU. Teori gangguan diungkapkan melalui anggapan bahwa metrik ruangwaktu dapat diuraikan menjadi metrik latar ditambah dengan suatu gangguan kecil. Bukti keberadaan gelombang gravitasi telah cukup lama diketahui oleh para fisikawan, tetapi bukti secara tidak langsung, sedangkan bukti secara langsung saat ini belum diperoleh. Bukti secara tidak langsung yang pertama adalah pada tahun 1974 R. Hulse dan J. Taylor menemukan sebuah sistem bintang ganda yang periode orbitnya semakin lama semakin meningkat. Perilaku tersebut sesuai dengan ramalan perhitungan menggunakan TRU. Dari perubahan periode orbit tersebut, diduga bahwa sebagian tenaga sistem bintang ganda berubah menjadi gelombang gravitasi. Memasuki abad ke-21 gelombang gravitasi semakin menjadi bagian penting kajian kosmologi dan astrofisika dalam memberikan pandangan yang lebih mendalam mengenai gravitasi. Gelombang gravitasi dapat memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa di alam semesta yang tidak dapat diperoleh melalui pengamatan gelombang elektromagnetik. Secara khusus, gelombang gravitasi primordial merupakan informasi paling awal tentang alam semesta dini yang dapat diamati pada masa sekarang. Fokus utama skripsi ini adalah membahas gelombang gravitasi yang terbentuk dari fluktuasi yang terjadi pada masa inflasi. Fluktuasi tersebut dikaji menggunakan teori gangguan di dalam Relativitas Umum. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada Latar Belakang, dirumuskan beberapa permasalahan yang disajikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan inflasi dan bagaimana mekanisme terjadinya inflasi di alam semesta dini? 2. Bagaimana perumusan untuk memperoleh parameter-parameter gelombang gravitasi primordial yang dapat dibandingkan dengan pengamatan? 3 1.3 Batasan Masalah Untuk mempertegas pembahasan di dalam kajian yang dilakukan, permasalahan dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Geometri ruangwaktu bermetrik FLRW datar. 2. Materi dan tenaga dimodelkan dengan zat alir ideal. 3. Teori gangguan hanya sampai gangguan orde pertama (linear). 4. Inflasi terjadi melalui mekanisme slow-roll. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dari kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami inflasi dan menjelaskan mekanisme terjadinya inflasi di alam semesta dini. 2. Memperoleh perumusan bagi parameter-parameter gelombang gravitasi yang dapat dibandingkan dengan pengamatan. 1.5 Tinjauan Pustaka Teori Relativitas Umum yang diajukan oleh Einstein pada tahun 1916 memberikan pandangan baru tentang gravitasi setelah lebih dari 200 tahun orang-orang mengikuti pandangan Newton. Salah satu ramalan yang diberikan oleh TRU adalah adanya gelombang gravitasi. Gagasan tentang gelombang gravitasi timbul dari upaya Einstein dalam mencari selesaian eksak bagi linearisasi persamaan medan. Ada dua cara untuk melihat fenomena yang terjadi ketika suatu sumber meradiasikan gelombang gravitasi: yang pertama dengan mengukur gelombang yang menjalar meninggalkan sumber, dan yang kedua dengan mengamati perubahan gerak sumber itu sendiri. Selama tahun 1930-1960-an terjadi banyak perbedaan pendapat tentang keberadaan gelombang gravitasi terkait dua cara tersebut. Salah satunya adalah kemungkinan sistem bintang ganda meradiasikan gelombang gravitasi dan mengalami perubahan periode orbit [Kennefick, 2007]. Pada tahun 1974, melalui teleskop radio Arecibo di Puertco Rico, Hulse dan Taylor [1975] menemukan sebuah sistem 4 bintang ganda yang periode orbitnya semakin meningkat sesuai dengan perhitungan mengunakan TRU. Penemuan tersebut kemudian disusul oleh penemuan sistemsistem bintang ganda yang lain. Penemuan-penemuan tersebut mengakibatkan para fisikawan sepakat tentang keberadaan gelombang gravitasi. Pendeteksian gelombang gravitasi menjadi tantangan besar bagi fisikawan. Akibat lemahnya gravitasi, agar gelombang gravitasi dapat terdeteksi, pengamatan dilakukan terhadap sumber-sumber dengan massa sangat besar seperti tabrakan bintang netron, tabrakan lubang hitam, supernova, atau inflasi alam semesta dini. Pada tahun 1967, pendeteksian yang pertama dilaporkan oleh J. Weber. Detektor yang digunakan adalah batang berbentuk silinder terbuat dari logam dengan panjang 2 meter dan garis tengah 1 meter. Prinsip kerja yang mendasari adalah ketika gelombang gravitasi melintas dengan frekuensi sama dengan frekuensi batang, batang akan ikut beresonansi. Sayangnya, penemuan Weber tidak dapat diulangi oleh fisikawan lain dan akhirnya diragukan [Collins, 2004]. Akan tetapi, metode Weber tetap digunakan oleh para fisikawan untuk membuat detektor resonan lain yang lebih peka, salah satunya adalah MiniGrail yang berbentuk bola dengan garis tengah 0,7 meter. Metode deteksi yang lebih sensitif yang sekarang banyak digunakan adalah interferometri laser. Sinar laser koheren dilewatkan di dalam dua buah tabung panjang yang saling tegak lurus. Prinsip kerja yang mendasari adalah ketika gelombang gravitasi melintas, akan terjadi pebedaan panjang antara kedua sinar yang dapat dilihat pada pola interferensi. Contoh detektor yang telah dibangun adalah LIGO yang menggunakan interferometer sepanjang 4 km [Collins, 2004]. Selain dibangun di atas permukaan bumi, dibangun juga detektor di luar angkasa. Detektor luar angkasa yang akan dibangun dalam waktu dekat ini adalah LISA. Metode deteksi lainnya adalah pulsar timing array (PTA), yaitu dengan mengamati pengaruh gelombang gravitasi terhadap waktu tiba dari 50-an pulsar yang telah diketahui. Prinsip kerjanya adalah ketika gelombang gravitasi melintasi bumi, waktu tiba pulsar-pulsar tersebut akan bergeser. Menurut cara pandang Newton, alam semesta bersifat statis dan kekal. Pada tahun 1826, H. Olber mengajukan pendapat bahwa langit malam yang gelap tidak sesuai dengan anggapan bahwa alam semesta statis dan kekal, yang dikenal dengan sebutan paradoks Olber. Menurut Olber, di malam hari seharusnya langit tidak gelap karena setiap mengarahkan pandangan ke suatu titik di langit akan terlihat cahaya bintang yang ketika dijumlahkan untuk seluruh bola langit akan menghasilkan total cahaya yang terang benderang. Pemecahan paradoks tersebut mengarahkan ke pandangan 5 bahwa alam semesta mengembang. Pada tahun 1922, A. Friedmann mengajukan selesaian bagi persamaan medan Einstein (PME) untuk alam semesta yang mengembang, yang kemudian disebut metrik FLRW. Kemudian pada tahun 1929, melalui teleskop Hooker, E. Hubble menemukan bahwa alam semesta tidak hanya terdiri atas galaksi Bimasakti saja dan galaksi-galaksi lain bergerak menjauh dengan kelajuan sebanding dengan jaraknya dari bumi. Pandangan bahwa alam semesta statis dan kekal mulai ditinggalkan dan digantikan oleh pandangan bahwa alam semesta bersifat dinamis, yang diwakili oleh TLB. Menjelang tahun 1970, ditemukan beberapa masalah yang tidak dapat dijelaskan menggunakan TLB. Masalah yang pertama adalah masalah kedataran (flatness problem) yang diungkapkan pertama kali oleh R. Dicke pada tahun 1969 [Guth, 1997]. Masalah kedataran berasal dari fakta bahwa geometri alam semesta masa sekarang yang hampir datar mengindikasikan bahwa di masa awal geometri alam semesta sangat mendekati datar, atau dengan kata lain kerapatan awal alam semesta memiliki nilai yang sangat spesifik yang tidak dijelaskan oleh TLB. Masalah berikutnya adalah masalah cakrawala (horizon problem) yang pertama kali diungkapkan oleh Misner [1969]. Masalah cakrawala berasal dari fakta adanya keseragaman suhu di seluruh bagian alam semesta temasuk antara bagian-bagian yang terpisah oleh jarak yang lebih lama dari usia alam semesta. Teori Ledakan Besar tidak mempunyai mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya keseragaman suhu tersebut. Masalah lainnya adalah kelimpahan partikel monopol magnet yang terbentuk pada masa GUT yang tidak sesuai dengan hasil pengamatan [Liddle, 2003]. Gagasan tentang inflasi pertama kali diajukan oleh Guth [1981]. Masalahmasalah di atas dapat dipecahkan dengan diajukannya gagasan bahwa pada masa dini evolusi alam semesta terjadi pengembangan ruang yang sangat cepat yang menurut perhitungan sekitar orde 1027 . Kerapatan tenaga vakum alam semesta adalah tetap, sedangkan kerapatan tenaga materi lain menurun karena alam semesta yang mengembang memiliki kerapatan tenaga total yang menurun, maka jika ada suatu kerapatan tenaga vakum yang positif secara alamiah akan menyebabkan adanya inflasi. Akan tetapi, diperlukan mekanisme yang dapat mengakhiri inflasi dan menghasilkan materi di alam semesta. Oleh sebab itu, dimodelkan bahwa inflasi dibangkitkan oleh medan homogen yang memiliki kerapatan tenaga hampir tetap selama proses inflasi yang di akhir masa inflasi medan tersebut meluruh menghasilkan partikel-partikel yang ada di alam semesta sekarang. Kemungkinan yang paling sederhana adalah bahwa medan tersebut merupakan suatu medan skalar [Gorbunov dan Rubakov, 2011b]. 6 Model pertama yang menggunakan medan skalar diajukan oleh A. Guth, yang kemudian disebut model old inflation. Model ini didasarkan pada medan skalar yang mempunya dua titik minimum yaitu pada tenaga nol yang sama dengan vakum di masa sekarang dan vakum semu dengan kerapatan tenaga positif. Model old inflation diajukan dengan asumsi bahwa pada awalnya alam semesta berada pada vakum semu. Vakum semu ini tidak stabil dan meluruh melalui proses terobosan kuantum nukleasi gelembung (bubble nucleation) lalu alam semesta mengalami pemanasan kembali (reheating) akibat tumbukan antar gelembung. Akan tetapi model ini gagal karena kemungkinan terjadinya tumbukan sangat kecil dan alam semesta tidak akan terbentuk menjadi seperti yang ada sekarang. Model yang memperbaiki model old inflation adalah model yang diajukan oleh Linde [1982] dan Albrecht dan Steinhardt [1982], yang kemudian disebut new inflation. Di dalam model ini tidak terjadi terobosan vakum, inflasi terjadi karena medan skalar yang menuruni lereng tenaga potensial. Ketika medan bergerak jauh lebih lambat dibandingkan dengan pengembangan alam semesta, inflasi terjadi. Kemudian, ketika lereng semakin curam, inflasi berhenti dan terjadi proses pemanasan kembali (reheating). Mekanisme ini disebut slow-roll. Banyak model-model lain yang diajukan, tetapi melalui mekanisme yang secara umum sama dengan model new inflation, yang berbeda adalah bentuk potensialnya, misalnya: model small field inflation, model large field inflation, dan model hybrid inflation yang menggunakan lebih dari satu medan skalar. Inflasi mengakibatkan terjadinya fluktuasi pada alam semesta dini. Kajian mengenai fluktuasi dilakukan melalui teori gangguan kosmologis. Fluktuasi ini yang menyebabkan terbentuknya struktur alam semesta yang sekarang. Selain itu, fluktuasi tersebut juga mengakibatkan terjadinya polarisasi pada CMB. Polarisasi inilah yang diamati untuk meneliti keberadaan gelombang gravitasi primordial. Parameter penting yang diperoleh dari pengamatan terhadap CMB berkaitan dengan gelombang gravitasi primordial adalah parameter yang disebut nisbah tensor-skalar (r) yakni nisbah antara spektrum tenaga mode tensor dengan spektrum tenaga mode skalar dari gelombang gravitasi primordial. Pada bulan Maret 2014, untuk pertama kalinya, dilaporkan nilai parameter r dari pengukuran polarisasi mode-B CMB. Tim BICEP2 yang melakukan pengamatan di Kutub Selatan melaporkan bahwa nisbah tensor-skalar adalah pada nilai r = 0, 20+0,07 −0,05 [BICEP2 Collaboration, 2014]. Sayangnya, nilai ini melebihi constraint yang ditetapkan dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh tim Planck sebelumnya 7 yang menyatakan bahwa r < 0, 11 [Planck Collaboration, 2013] dan setelah dilakukan pembandingan data diperoleh kesimpulan bahwa kemungkinan besar parameter r yang dilaporkan oleh tim BICEP2 bukan berasal dari gelombang gravitasi melainkan berasal dari dust. Kemudian pada bulan Oktober 2014, tim POLARBEAR yang melakukan pengamatan di Chili melaporkan hasil berupa parameter amplitudo ABB pada nilai ABB = 1, 12±0, 61 [POLARBEAR Collaboration, 2014] dengan ABB = 1 adalah nilai pembanding yang berasal dari WMAP [WMAP-9 Collaboration, 2013a]. Pengukuran ini terbebas dari dust karena hanya dalam rentang frekuensi yang sempit, di luar wilayah frekuensi dust. Berdasarkan uraian di atas, kajian mengenai inflasi dan gelombang gravitasi primordial telah banyak dilakukan dan di sini ditegaskan bahwa yang dikerjakan oleh penulis adalah penyampaikan ulang kajian-kajian yang telah ada secara rinci dan dirangkai dengan bahasa yang lebih sederhana agar mudah dipahami. Dengan demikian, diharapkan hasil kajian ini dapat membantu pihak berikutnya yang ingin mendalami dan mengembangkan kajian mengenai gelombang gravitasi, khususnya gelombang gravitasi yang berasal dari inflasi. 1.6 Metode Penelitian Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan metode kajian teoretis melalui kajian literatur dan perhitungan matematis. Teori yang menjadi landasan adalah Teori Relitivitas Umum yang kemudian diterapkan ke kosmologi. Model kosmologis yang digunakan untuk menjelaskan evolusi alam semesta adalah Teori Ledakan Besar, di dalam kajian ini secara khusus model yang digunakan adalah model ΛCDM. Alam semesta digambarkan menggunakan metrik FLRW yang setelah diterapkan ke dalam PME menghasilkan persamaan Friedmann. Teori Relativitas Umum kemudian dikembangkan ke teori gangguan linear. Di dalam teori gangguan, digunakan dua konsep alam semesta, yakni alam semesta latar dan alam semesta yang ada gangguannya, dan metrik yang menggambarkan alam semesta diuraikan menjadi dua, yakni metrik latar dan metrik gangguan. Di dalam teori gangguan linear, dapat dilakukan pemisahan metrik latar menjadi bagian skalar, vektor, dan tensor yang persamaan evolusi bagi masing-masing bagian diperoleh dari Persaman Medan Einstein (PME) yang dilinearkan. Persamaan evolusi bagian tensor adalah bagian yang paling penting di dalam kajian ini karena merupakan persamaan evolusi bagi gelombang gravitasi. 8 Inflasi dibahas secara lengkap mulai dari latar belakang diajukannya gagasan tentang inflasi, mekanisme terjadinya inflasi, sampai analisis fluktuasi akibat inflasi. Selama inflasi, alam semesta berevolusi dengan kerapatan tenaga yang menyerupai vakum. Karena inflasi disebabkan oleh suatu medan skalar, persamaan gerak yang banyak digunakan adalah persamaan Klein-Gordon. Agar ramalan dari model inflasi dapat dibandingkan dengan pengamatan, dirumuskan juga parameter-parameter yang menjadi ciri bagi gelombang gravitasi primordial. 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ini tersusun atas 7 bab. Kandungan masing-masing bab dijabarkan sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan. Bab ini memuat informasi umum mengenai kajian yang dilakukan. Bab I meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab II Teori Relativitas Umum dan Kosmologi. Bab ini memuat dua konsep dasar yang melandasi kajian pada bab-bab berikutnya. Konsep yang pertama adalah TRU yang berangkat dari anggapan bahwa gravitasi merupakan perwujudan dari kelengkungan ruangwaktu yang disebabkan oleh sebaran materi. Persamaan utama di dalam TRU adalah PME yang mengaitkan kelengkungan ruangwaktu dengan sebaran materi. Kelengkungan ruangwaktu digambarkan dengan tensor metrik. Bagian kedua dalam bab ini adalah terapan TRU ke alam semesta keseluruhan. Alam semesta yang mengembang digambarkan dengan metrik yang khusus, yakni metrik FLRW, dan materi-tenaga dimodelkan sebagai zat alir ideal. Dengan digunakannya metrik FLRW, maka PME tersusutkan menjadi persamaan Friedmann. Persamaan inilah yang mengatur evolusi alam semesta. Di dalam model ini dianggap bahwa pengembangan alam semesta disebabkan oleh berbagai kerapatan tenaga: materi, radiasi, vakum, materi gelap, dan tenaga gelap, yang disebut model ΛCDM. 3. Bab III Teori Gangguan Kosmologis. Bab ini memuat dua bagian. Bagian pertama adalah konsep tentang teori gangguan bagi relativitas umum, khususnya bagi metrik yang digunakan di dalam kosmologi. Pembahasan bagian pertama meliputi alih ragam tera yang dilakukan di ruangwaktu latar, pemisahan bagian 9 metrik, tensor tenaga yang ada gangguannya, dan tera yang biasa digunakan di dalam kajian kosmologi. Metrik yang diganggu diuraikan mengikuti penguraian 3 + 1. Selanjutnya gangguan metrik diuraikan lagi menjadi bagian gangguan skalar, vektor, dan tensor. Hal ini dimungkinkan karena gangguan hanya sampai orde pertama. Tera yang diterapkan dalam kajian ini adalah tera h01 = 0 dan dihasilkan persamaan medan yang dilinearkan Bagian kedua adalah gangguan primordial yang menggambarkan evolusi masing-masing mode gangguan. Pada bagian ini dikenalkan konsep tentang rezim evolusi. Bahasan diakhiri dengan konsep tentang spektrum primordial yang bertujuan diperoleh besaran-besaran gangguan yang dapat dibandingkan dengan hasil pengamatan. 4. Bab IV Inflasi. Bab ini merupakan bagian utama yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini. Bab ini diawali dengan uraian tentang masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh model ΛCDM yang melatarbelakangi diajukannya gagasan tentang inflasi, terutama masalah cakrawala dan masalah kedataran. Bahasan dilanjutkan dengan syarat yang diperlukan agar masalah-masalah tersebut dapat terpecahkan, yakni jumlah e-folding minimal. Selanjutnya mekanisme inflasi beserta parameter-parameter yang diperlukan. Mekanisme yang dimaksud adalah mekanisme slow-roll yang ditandai dengan medan inflaton menuruni lereng tenaga potensial selama proses inflasi. Bentuk potensial inilah yang membedakan antara model inflasi yang satu dengan yang lain. Bahasan selanjutnya adalah analisis fluktuasi medan inflaton yang menghasilkan amplitudo gangguan, baik gangguan skalar maupun tensor. Amplitudo inilah yang menjadi ciri inflasi, tepatnya nisbah antara spektrum daya tensor dan spektrum daya skalar r. Inflasi juga dicirikan oleh kemiringan spekrum ns . Setiap model inflasi selalu memberikan ramalan nilai r dan ns . 5. Bab V Model Inflasi: Higgs Inflation. Bab ini memuat contoh potensial bagi medan skalar sebagai penyebab inflasi. Medan skalar yang digunakan adalah medan Higgs. Di dalam bab ini diberikan penurunan bentuk potensial yang diperoleh dari lagrangean bagi medan Higgs yang tergandeng tidak secara minimal kemudian digunakan analisis slow-roll untuk memperoleh parameter nisbah tensor-skalar r dan kemiringan spektrum ns bagi potensial tersebut. 6. Bab VI Penutup. Bab ini memuat simpulan yang diberikan sebagai hasil penulisan skripsi ini dan saran untuk pengembangan penelitian berikutnya. 10 7. Lampiran. Lampiran terdiri atas empat bagian. Bagian pertama memuat rincianrincian bagi TRU yang tidak diberikan pada Bab I mulai dari aturan alih ragam tensor, pergeseran paralel, sampai penurunan persamaan medan. Bagian kedua memuat perumusan bagi persamaan medan yang dilinearkan, yakni persamaan medan dengan metrik yang diberi gangguan kecil sampai orde pertama. Di dalam bagian kedua ini dihasilkan persamaan medan bagi gangguan skalar, vektor, dan tensor. Persamaan yang paling penting adalah persamaan gangguan tensor yang merupakan persamaan bagi gelombang gravitasi. Bagian ketiga memuat konsep dasar tentang peubah dan medan acak gaussan. Fluktuasi medan skalar penyebab inflasi dianggap mengikuti distribusi gaussan. Informasi penting tentang medan acak gaussan terangkum dalam spektrum daya. Bagian keempat memuat penurunan persamaan-persamaan dan perhitungan-perhtungan panjang yang tidak langsung disertakan pada subbab yang terkait.