kekerasan terhadap anak, bukan budaya kita

advertisement
17
KEKERASAN TERHADAP
ANAK, BUKAN BUDAYA KITA
Sidang Jum’at rahimakumullah!
Marilah kita selalu memperbanyak tahmid, ucapan
alhamdulillah, sebagai bentuk pujian kita kepada Allah SWT.
atas semua nikmat yang Dia anugerahkan kepada kita, baik
nikmat yang terkait dengan fisik kita, seperti kesehatan,
kebugaran, makanan, minuman, peluang dan kesempatan
maupun nikmat yang terkait dengan psikis kita, seperti
kebutuhan spiritual, yaitu kita menjadi seorang mu’min. Allah
SWT. berfirman dalam surat Ibrahim (14) ayat 34:
Artinya:”Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu)
dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan
jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim
dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS. Ibrahim (14): 34).
157
Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah SWT. dengan
berupaya menjabarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya dalam
perilaku kehidupan; dengan ungkapan lain, bagaimana jiwa
taqwallah menjadi pendorong bagi kita untuk melaksanakan
ajaran Allah dan jiwa taqwa itu pula menjadi penghambat diri
kita untuk terjebak dalam pelanggaran terhadap ketentuan
Allah. Dan marilah kita istiqamah dengan taqwallah ini sampai
akhir hayat kita. Allah SWT. berfirman dalam surat Ali Imran
93) ayat 102:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekalikali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
(QS. Ali-Imran [3]: 102).
Jama’ah Jum’at rahimakumullah!
Dalam kesempatan Jum’at saat ini, saya mengajak kita semua
untuk menjadikan taqwallah sebagai penyatu pandangan
dan perilaku kita dalam melihat persoalan yang menimpa dan
menindih sebagian dari anak-anak kita --yang sampai saat
ini nasib mereka masih sangat memprihatinkan. Marilah kita
sadari bahwa perkembangan Islam dan umat Islam, bahkan
perkembangan bangsa ke depan tergantung juga kepada
kualitas anak-anak kita saat ini.
Di sinilah kita tidak hanya berpikir dan berbicara soal anak
kandung kita sendiri yang mungkin sudah terpenuhi hak dan
kebutuhannnya. Akan tetapi, kita berbicara soal anak umat
yang sebagian mereka (sekali lagi) masih bernasib sangat
memprihatinkan; kekerasan demi kekerasan secara fisik
maupun psikis masih menimpa dan menindih mereka.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah!
Marilah kita memandang anak-anak kita sesuai dengan
bimbingan dan pandangan Islam.
1. Anak sebagai buah hati
Allah Yang Maha Suci memiliki rasa kasih sayang yang
begitu besar dan agung dan Ia limpahkan rasa kasih
sayang di hati semua makhluknya.Seekor gajah dan
binatang lainnya akan mengangkat kakinya di kala kakinya
akan menginjak anaknya. Hal itu bagian dari tetesan rahmat
kasih sayang Allah. Seorang ibu tidak akan mengenal jera
dalam hamil, bahkan hamil itu begitu berat sampai-sampai
al-Qur’an mengistilahkan “wahnan ‘ala wahnin” (susah
di atas susah). Setelah seorang anak lahir, seorang ibu
rela mengorbankan segala-galanya untuk si anak. Itu pun
bagian dari tetesan rahmat Allah. Dengan demikian, kasih
sayang kepada anak adalah sesuatu yang fitrah. Sangat
tepat apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW,
Artinya:”Anak adalah buah hati (bagi orangtua), ia selalu
membuat orangtua khawatir, membikin orangtua jadi kikir,
membikin orangtua jadi susah.” (HR. Abu Ya’la).
Dalam riwayat Thabrani dikatakan:
Artinya: “Bau anak itu dari bau sorga.” (HR. at-Thabrani).
2. Anak sebagai harapan masa depan
Sudah menjadi sunnatullah bahwa manusia memiliki
keterbatasan, baik keterbatasan dalam kekuatan fisik yang
bisa mengalami penurunan bersamaan dengan menuanya
159
usia, maupun keterbatasan umur yang berakhirnya tidak
ada seorang pun yang tahu selain Allah SWT. Keterbatasanketerbatasan tersebut menjadi penyebab manusia tidak
mungkin akan bisa menata kehidupan untuk kehidupan
abadi di dunia ini. Hal itu berarti manusia tidak akan pernah
sampai kepada puncak/akhir cita-cita dalam kehidupan,
sementara kehidupan terus dinamis. Di sinilah manusia
berkewajiban mempersiapkan generasi penerus sebagai
pemilik masa depan bangsa. Rasulullah SAW. dengan tegas
mengatakan ;
Artinya:”Didiklah anak-anak kalian, sebab sesungguhnya
mereka diciptakan untuk zaman mereka, bukan zaman
kalian.”
Ada dua isyarat singkat dari hadits tersebut, yakni: (1)
Kewajiban memenuhi hak anak, yaitu pendidikan, (2) Anak
adalah pemilik masa depan.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah!
Bimbingan serta pandangan Islam yang sudah dipaparkan di
atas itulah yang menjadi dasar budaya kita umat Islam dalam
memperlakukan anak. Saat ini hal tersebut penting menjadi
renungan kita kembali dalam melihat apa yang menimpa
anak-anak kita saat ini.
Anak-anak kita saat ini sebagian masih terlihat di beberapa
pusat keramaian/perdagangan. Mereka keluyuran berkeliaran
pada saat anak-anak sebaya sedang belajar di sekolah. Di
antara mereka ada yang menjadi korban dari kehancuran
rumah tangga orangtuanya. Ada juga sebagian dari anakanak tersebut yang keluyuran di tempat-tempat kerja, di pasar,
atau di SAWah. Mereka terpaksa harus bekerja, ikut berusaha
160
meringankan beban kehidupan keluarga. Mereka menjadi
pekerja berat di usia sekolah.
Bisakah kita berharap lahirnya generasi ke depan yang
tangguh dan berkualitas, baik ilmu, keimanan, maupun amal
saleh? Padahal melahirkan generasi saleh yang memiliki
ketangguhan dan kekuatan iman adalah amanah dari Allah
SWT. Dalam surat an-Nisa’ (4) ayat 9 dijelaskan:
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.” (QS. an-Nisa’ [4]: 9).
Jama’ah Jum’at rahimakumullah!
Dewasa ini, ada fenomena mengerikan; kita sering melihat
tindak kekerasan fisik menimpa anak-anak dalam berbagai
bentuk. Dari pembuangan bayi sampai pembunuhan dengan
cara mencekik atau menanam hidup-hidup. Hampir setiap hari
menjadi lembaran berita koran maupun televisi.
Budaya Jahiliyah mulai hidup di tengah-tengah kehidupan
modern, dengan latar belakang yang berbeda. Pantaslah Allah
berfirman dalam surat at-Takwir (81) ayat 8-9:
Artinya:”Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hiduphidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. atTakwir [81]: 8-9).
161
Tidak jarang terjadi anak-anak menjadi sasaran pelampiasan
kemarahan, bahkan sudah mulai sering terjadi pemerkosaan
terhadap anak-anak. Lebih bejat lagi kekerasan sampai
kepada pemerkosaan justru sering dilakukan oleh orangtua
kandung sendiri. Sungguh kekerasan terhadap anak sangat
tidak sesuai dengan budaya kita yang berlandaskan Islam
yang menyebarkan kasih sayang.
Rasulullah SAW. bersabda,
Artinya:”Barangsiapa yang tidak memberikan kasih sayang
pada orang lain, ia tidak akan dikasihsayangi (oleh Allah).”
162
18
URGENSI PENCATATAN
KELAHIRAN
Sidang Jum’at rahimakumullah!
Allah SWT. menurunkan syari’at Islam dengan tujuan untuk
merealisasikan kemaslahatan manusia, yakni kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, sebagaimana diungkapkan dalam surat
al-Anbiya’ ayat 107:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”. (Qs. [21]: 107).
Kemaslahatan terealisasi dengan terpenuhinya hak-hak
manusia yang merupakan hak asasinya. Dalam Islam, hak-hak
tersebut mengacu pada pemeliharaan dan perlindungan 5
(lima) hal pokok (al-kulliyat al-khams) yang meliputi pertama,
pemeliharaan dan perlindungan agama (keyakinan) (hifzh
al-din); kedua, pemeliharaan dan perlindungan jiwa (hidup)
(hifzh al-nafs); ketiga, pemeliharaan dan perlindungan akal
(hifzh al-aql); keempat, pemeliharaan dan perlindungan
keturunan (hifzh al-nasl); dan kelima, pemeliharaan dan
perlindungan harta (hifz al-mal).
165
Sidang Jum’at rahimakumullah!
Hak-hak itu tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa, tetapi
anak pun memiliki hak-hak tersebut. Dalam hal pemeliharaan
dan perlindungan agama, anak berhak untuk memeluk
agama dan beribadah menurut agamanya. Dia berhak
untuk mendapatkan pembinaan dan pembimbingan ajaran
agama serta pengamalannya. Hak-hak anak dalam kaitannya
dengan pemeliharaan dan perlindungan jiwa (hidup) berupa
hak keselamatan, hak pelayanan kesehatan, hak bebas dari
kekerasan dan ancaman. Berkenaan dengan pemeliharaan
dan perlindungan akal, anak berhak untuk mendapatkan
pengajaran dan pendidikan dalam pengembangan tingkat
kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dia
berhak untuk berpendapat, berhak untuk menerima dan
menyampaikan informasi, dan berhak untuk berkumpul dan
berserikat. Terkait dengan pemeliharaan dan perlindungan
keturunan, anak berhak untuk mengetahui orang tuanya.
Dia berhak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri. Dalam hal pemeliharaan dan perlindungan harta, anak
berhak atas jaminan sosial.
Hak-hak yang dimiliki anak diperoleh dari orangtua (keluarga),
masyarakat, dan negara. Orangtua (keluarga), masyarakat,
dan negara bertanggung jawab atas hak-hak anak. Mereka
berkewajiban memenuhi dan melindungi hak-hak anak.
Meskipun demikian, hak-hak anak hanya akan diperoleh dan
dilindungi dengan sempurna kalau identitas eksistensi anak
jelas dan diakui. Anak yang tidak jelas asal-usulnya akan sulit
mendapatkan hak-hak yang sebenarnya dimilikinya.
Pengakuan eksistensi manusia dilakukan sejak
kemunculannya di dunia. Islam mengajarkan bahwa seorang
anak yang baru lahir secepatnya diberikan nama dengan
disertai acara perayaan aqiqah (menyembelih kambing pada
166
hari ketujuh dari kelahiran anak), sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW. sebagai berikut:
Dari Samurah, bahwasanya Nabi SAW. bersabda, “Setiap anak
digadaikan dengan aqiqah-nya, dia disembelihkan kambing
pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama”. (H.R.
Ahmad).
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa seorang manusia
yang lahir harus dilakukan pengakuan akan eksistensinya
di dunia dengan cara memberikan nama (identitas) dan
memberitahukan kepada masyarakat akan keberadaannya
dan asal-usulnya (melalui perayaan aqiqah). Dengan
demikian, anak yang baru lahir diakui di masyarakat sehingga
hak-hak yang dimilikinya dapat ditegakkan dan dilindungi.
Sidang Jum’at yang mulia!
Apakah pengakuan atas identitas keberadaan anak harus
dilakukan dengan pencatatan kelahiran yang berupa akta
kelahiran? Berkenaan dengan catat-mencatat, dalam al-Qur’an
terdapat ayat yang berisi perintah untuk mencatat. Perintah
mencatat itu hanya berkenaan dengan mu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan. Perintah tersebut
tertuang dalam surat al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut:
167
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis…” (Qs. alBaqarah [2]: 282).
Perintah mencatat dalam “mu’amalah tidak secara tunai”,
utang piutang misalnya, dalam ayat tersebut dimaksudkan
untuk merealisasikan kemaslahatan, yakni mengambil
manfa’at (jalb al-manafi’) dan menolak kerusakan (dar almafasid). Melalui catatan (bukti tertulis), seseorang yang
telah memberi utang dan seseorang yang berutang dapat
dilindungi hak-haknya dan keduanya dapat terhindar dari
hal-hal yang tidak diinginkan keduanya, seperti salah satunya
melakukan pelanggaran atau pengingkaran di kemudian
hari. Seseorang tidak bisa mengelak apa yang sebenarnya
telah terjadi dan apa yang menjadi tanggungannya
sehingga dia tidak akan melalaikan hak-hak orang lain.
Kalau dia melalaikannya, dia dapat dituntut berdasarkan
bukti tertulis tersebut. Dengan demikian, bukti tertulis yang
dapat menunjukkan dan melindungi hak-hak sangat penting
keberadaannya.
Walaupun perintah mencatat hanya ditujukan untuk
“mu’amalah tidak secara tunai”, perintah mencatat dalam
surat al-Baqarah ayat 282 dapat juga diberlakukan dalam hal
kelahiran. Tujuan perintah mencatat dalam “mu’amalah tidak
secara tunai” adalah untuk kemaslahatan, yakni melindungi
hak seseorang; demikian halnya dalam pencatatan kelahiran,
tujuannya adalah kemaslahatan juga, yaitu perlindungan
hak anak manusia. Oleh karena itu, pencatatan kelahiran
diperintahkan dalam Islam.
168
Pencatatan kelahiran yang berbentuk akta kelahiran
merupakan alat (sarana) untuk mengetahui hal-hal yang
menyangkut warga negara. Akta kelahiran sebagai data
warga negara diperlukan berkenaan dengan tanggung jawab
negara (pemerintah) terhadap warganya. Dengan adanya
data tersebut, negara dapat menjamin seberapa jauh hak-hak
warganya dapat dipenuhi. Tanpa adanya pencatatan (akta)
kelahiran sebagai alat untuk mencapai tujuan utama, maka
perlindungan hak-hak warga yang menjadi tujuan utamanya
sulit, bahkan tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, pencatatan
kelahiran harus dilakukan dan hukumnya wajib. Dalam kaidah
fiqh disebutkan:
“Sesuatu yang menjadi mutlak adanya bagi terlaksananya suatu
kewajiban, maka sesuatu itu wajib hukumnya”.
Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Pencatatan kelahiran merupakan manifestasi dari hak asasi
manusia. Dengan adanya pencatatan kelahiran, identitas
eksistensi anak (seseorang) diakui, baik dari keabsahan
legalitas (status legal) maupun kewarganegaraan seseorang.
Adanya keabsahan legalitas dan kewarganegaraan, dengan
akta kelahiran, menjadikan seseorang berhak mendapatkan
perlindungan dan jaminan hak-haknya dari negara.
Sebaliknya, seseorang yang tidak diakui keberadaannya
secara legal tidak akan memperoleh hak-hak dasarnya
sebagai warga negara. Negara hanya akan memberikan
dan menjamin hak-hak warganya kalau dapat dibuktikan
keberadaannya secara legal. Bukti autentik tentang asal-usul
seseorang sebagai prasyarat kewarganegaraan tidak lain
adalah akta kelahiran.
169
Pencatatan kelahiran (akta kelahiran) sangat diperlukan dalam
hal keperdataan anak. Seperti dalam kasus sengketa waris,
bukti autentik kelahiran (akte kelahiran) pasti dibutuhkan
untuk menentukan status anak di depan hukum. Kalau
status anak tidak bisa dibuktikan, sudah bisa dipastikan
bahwa seorang anak tidak akan mendapatkan hak-haknya
yang seharusnya ia terima dalam persoalan waris. Selain itu,
pencatatan kelahiran (akta kelahiran) dapat digunakan untuk
menghindari pengingkaran keabsahan anak. Kalau terjadi
pengingkaran keabsahan anak dan tidak ada bukti autentik
(akta kelahiran), maka anak akan dirugikan dan hak-hak anak
tidak akan diperolehnya. Jadi, seorang anak yang memiliki
identitas keberadaannya, melalui akta kelahiran, berarti ia
memiliki nilai hukum, sosial, ekonomi, dan politik.
Pencatatan kelahiran (akta kelahiran) bisa dimanfaatkan untuk
membantu upaya-upaya negara dalam menyelenggarakan
kebijakan-kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan
anak. Di samping itu, akta kelahiran juga dibutuhkan sebagai
salah satu prasyarat pada waktu seseorang mau melamar
pekerjaan, masuk sekolah, studi ke luar negeri, atau mau
melangsungkan perkawinan.
Demikianlah khotbah singkat yang dapat saya sampaikan
pada kesempatan ini. Semoga kita semua yang hadir di sini
dapat menjadi orangtua yang baik yang menunaikan hak-hak
anak terutama hak untuk mendapatkan pencatatan kelahiran.
Amin ya rabb al-alamin.•
170
19
PORNOGRAFI DAN
PORNOAKSI MENGANCAM
MORALITAS ANAK
Kaum muslimin rahimakumullah!
Sebagai hamba Allah, marilah kita senantiasa meningkatkan
rasa syukur dan terima kasih kepada-Nya. Atas izin dan taqdirNya lah kita dapat menikmati kehidupan pada zaman ini, yaitu
zaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami
peningkatan (kemajuan) yang luar biasa dibandingkan
dengan zaman sebelumnya. Salah satu kemajuan luar biasa
itu adalah kemampuan manusia dalam bidang informasi
dan komunikasi sehingga zaman ini pun disebut dengan era
globalisasi informasi dan komunikasi.
Era globalisasi informasi dan komunikasi ditandai oleh
kemampuan manusia untuk mengirim dan menerima informasi
dalam rentang waktu yang begitu cepat dan langsung,
melampaui batas-batas negara dan sekat-sekat nilai budaya
dan nilai-nilai agama. Sebagai contoh, peristiwa pembunuhan
sadis yang terjadi di ujung dunia paling Barat, dalam waktu
singkat dapat diketahui oleh manusia-manusia yang hidup
di ujung dunia paling timur. Lebih dari itu, pertandingan tinju
Tyson dan Lenox levis yang terjadi di Amerika dan olimpiade
Athena dapat kita saksikan secara langsung, pada waktu yang
173
bersamaan. Sekali lagi kita bersyukur kepada Allah SWT.,
karena kita telah diantar oleh-Nya untuk hidup di zaman yang
sangat luar biasa ini.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Media informasi dan komunikasi sudah sangat berjasa kepada
kita, umat manusia, yang hidup saat ini, karena telah terbukti
mampu memberikan kemudahan-kemudahan bagi kita untuk
mengakses informasi, data, dan berita dengan mudah dan
cepat. Namun, satu hal yang perlu kita perhatikan dan kita
waspadai bahwa informasi, data, dan berita yang dimuat
oleh berbagai media informasi dan komunikasi dewasa ini,
baik itu televisi, radio, internet, koran, majalah, dan lain-lain,
tidak semuanya bernilai positif bagi kita, lebih-lebih bagi
perkembangan mental dan moralitas anak-anak kita. Tidak
semua isi dan muatan berita dan informasi tersebut sesuai
dengan nilai budaya, nilai-nilai agama, dan keyakinan kita.
Tidak sedikit anak-anak kita, bahkan orangtua di kalangan
kita ini terjerumus dalam perilaku dan kebiasaan buruk.
Kebanyakan hal itu terjadi setelah mereka menikmati suguhan
media informasi berupa film porno, gambar porno, dan berita
porno dari berbagai media informasi yang ada. Di daerah kita,
koran-koran lokal sudah puluhan kali memuat berita tentang
peristiwa pemerkosaan dan pencabulan yang dilakukan oleh
anak-anak karena mereka tergiur dan terangsang akibat
media porno. Yang lebih memprihatinkan bahwa anak-anak
yang menjadi pelaku tersebut tidak hanya anak yang berusia
SMA, tetapi juga anak-anak berusia sekolah dasar.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Kasus-kasus yang menimpa anak-anak tersebut merupakan
peringatan kepada kita sebagai orangtua. Anak-anak kita
174
hari ini dan ke depan akan menghadapi aneka permasalahan
moral yang sangat luar biasa, apabila kita sebagai orangtua
mengabaikan mereka, yakni membiarkan mereka tumbuh
dan berkembang alamiah tanpa bimbingan dan pendidikan
yang baik. Mereka akan mengalami nasib yang sangat
menyedihkan.
Anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada setiap
orangtua. Dalam diri setiap anak terdapat dua potensi yang
saling bertarung untuk mendapatkan posisi dominan, yaitu
potensi baik dan potensi buruk. Potensi mana yang akan
unggul sepenuhnya tergantung pada rangsangan yang
diterima anak dalam interaksi kehidupannya. Apabila anak
banyak mendapatkan rangsangan yang positif, maka potensi
positif lah yang akan unggul. Bila ini yang terjadi, maka anak,
insya Allah, akan menjadi anak yang baik.
Sebaliknya, apabila anak terus menerus mendapatkan
rangsangan negatif, maka potensi negatif lah yang akan
dominan dalam dirinya. Bila hal itu terjadi, maka anak akan
cenderung berkembang menjadi anak yang berperilaku
menyimpang. Anak yang berperilaku menyimpang dapat
menimbulkan bahaya bukan hanya bagi dirinya sendiri,
tetapi juga bagi orangtua, keluarga dan masyarakatnya.
Sesungguhnya dalam diri anak terdapat citra diri orangtua,
keluarga, dan masyarakat.
Kita yakin dan percaya bahwa tidak seorang pun dari
orangtua yang menginginkan anak-anaknya berperilaku
menyimpang, sama halnya tidak seorang anakpun yang
ingin disebut atau dicap dengan anak nakal. Namun, realitas
membuktikan bahwa tidak sedikit di antara kita, orangtua,
memiliki anak yang berperilaku menyimpang. Perilaku
menyimpang dari anak-anak kita tidak hanya membuat kita
sebagai orangtua dan kita yang memiliki keluarga pusing
175
tujuh keliling, tetapi juga meresahkan masyarakat di sekitar
kita.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Anak-anak dilahirkan oleh setiap orangtua dalam keadaan
tidak mengetahui apa-apa. Dia baru mengetahui apa-apa
justru setelah dia besar, setelah tumbuh dan berkembang,
dan mampu berinteraksi dengan manusia lain. Anak-anak kita
yang pada hari ini berperilaku amoral, asusila, dan asosial,
dahulunya adalah anak-anak yang tidak mengetahui dan tidak
mampu melakukan apa-apa. Rasulullah SAW. mengingatkan
kita bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan (suci,
bersih, Islam, berperilaku positif), kedua orang tuanya lah
yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal itu
dituangkan dalam sabdanya berikut ini:
Artinya:“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam),
maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.”
Hadits di atas merupakan isyarat bagi kita, orangtua, bahwa
di balik penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
anak-anak kita hari ini, terdapat citra diri kita sebagai orangtua.
Kita sebagai orangtua terlalu lemah dan tidak berdaya
untuk mempertahankan kemurnian dan kesucian anak kita,
sebagaimana keadaannya pada saat dilahirkan. Mengapa
semua ini terjadi? Ini terjadi karena adanya kelalaian dan
kesalahan dari kita sebagai orangtua. Kita sebagai orangtua
tidak mampu memberikan hak-hak yang seharusnya diterima
oleh anak-anak kita. Selama ini kita hanya memberi makan
dan minum jasmani mereka, tetapi kita lupa memberi makan
176
dan minum terhadap jiwa dan rohani mereka. Akibatnya,
jadilah mereka generasi yang sehat badanya, tetapi rapuh
jiwanya dan tumpul pikirannya.
Oleh karena itu, marilah kita membangun kembali moralitas
anak-anak kita dengan senantiasa memberikan pengawasan
dan bimbingan yang utuh selama mereka berada bersama
kita. Kita selamatkan jiwa dan pikirannya dengan senantiasa
mendidik dan memperkenalkan nilai-nilai moral budaya dan
nilai-nilai moral agama yang sangat agung yang kita miliki.
Kita sebagai masyarakat yang beradab, berbudaya, dan
beragama, seyogyanya mengarahkan perkembangan anakanak kita agar pikiran, hati nurani, perilaku, dan tutur kata
mereka sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut.
Kita jangan melarang anak-anak kita untuk nonton televisi,
Video, atau bermain internet, karena tontonan tersebut
merupakan hiburan dan sumber pengetahuan bagi mereka.
Akan tetapi, marilah kita senantiasa melakukan pendampingan
dan menyeleksi akses informasi yang diterima anak-anak kita
karena tidak semua informasi yang disuguhkan radio, televisi,
surat kabar, dan majalah diperuntukkan bagi anak-anak.
Ada informasi-informasi penting dari media tersebut yang
perlu diketahui oleh kita, orang dewasa, tetapi belum perlu
diketahui oleh anak-anak kita. Bahkan tidak sedikit informasi
yang disuguhkan oleh media dewasa ini yang sangat
membahayakan moralitas kita semua, baik sebagai orangtua
lebih-lebih anak-anak. Sikap hati-hati dan selektif ini penting
kita miliki dengan harapan agar anak-anak kita menjadi
anak-anak yang kuat dan tangguh, tidak hanya secara fisik
jasmaniah, tetapi juga secara psikis rohaniah. Allah SWT.
mengamanatkan dalam Al-Qur’an:
177
Artinya:“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka.” (QS. al-Nisa’ [4]: 9).
178
20
ANAK : SELAMATKAN AKU
DARI BAHAYA MIRAS
Sidang Jum’at rahimakumullah!
Marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa
kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya, dengan jalan
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghindarkan diri
dan keluarga kita dari segala larangan-Nya. Shalawat dan
salam kita persembahkan kepada Rasulullah, Muhammad
SAW. Shalawat dan salam kita persembahkan pula kepada
keluarga dan sahabat-sahabatnya. Mereka merupakan
contoh teladan yang sangat baik bagi kita. Semoga arwah
mereka mendapat tempat yang terhormat di sisi Allah SWT.,
sebagaimana yang dijanjikan oleh-Nya kepada mereka. Amin.
Sidang Jum’at rahimakumullah!
Minuman keras, dalam bahasa al-Qur’an, disebut dengan
istilah khamr, yaitu sejenis minuman yang memabukkan.
Minuman ini sangat membahayakan kesehatan, dapat
merusak jaringan otak, dan jaringan kesadaran manusia.
Karena membahayakan, manusia dilarang oleh Allah SWT.
untuk meminum minuman yang dikategorikan khamr,
sebagaimana firman-Nya:
181
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.alMaidah [5]: 90).
Dalam ayat di atas, Allah SWT. menyamakan khamr (minuman
yang memabukkan) setara dengan berjudi, berhala, dan
undian sebagai sesuatu yang najis yang termasuk dalam
kategori perbuatan dilarang (perbuatan syetan). Dalam
syari’at Islam, suatu perbuatan apabila dinisbatkan kepada
perbuatan syetan, maka perbuatan tersebut hukumnya jelas,
yaitu haram. Perbuatan haram adalah perbuatan yang apabila
dilaksanakan akan menimbulkan dosa dan malapetaka,
sedangkan apabila ditinggalkan akan menghasilkan pahala.
Malapetaka yang ditimbulkan akibat seseorang meminum
minuman keras bukan hanya menimpa dirinya secara fisik
dan kejiwaan, tetapi juga dapat merusak orang lain. Dari segi
kesehatan fisik, setiap cairan alkohol yang baru saja diteguk
oleh si peminum, secepatnya akan bereaksi dan efeknya
langsung menyerang akal dan perasaan. Yakni, setelah
alkohol itu dituangkan ke bibir, masuk ke dalam aliran darah
melalui perut, usus halus, dan lambung, lalu menerobos
ke jaringan otak yang segera mendatangkan efek linglung,
teler, dan mabuk. Apalagi kalau alkoholnya berkadar tinggi,
seperti jenever, whiski, dan brandi, akan lebih ganas dan lebih
cepat gerakannya ke semua organ vital dalam tubuh, untuk
memberikan bahaya keracunan terutama meracuni otak, liver,
jantung, dan paru-paru. Dapat diduga bahwa untuk kelas
182
peminum berat, biasanya sehabis minum ia akan mengalami
koma dan tidak jarang langsung meninggal.
Dari segi kejiwaan, para ahli jiwa menyatakan bahwa
orang yang mabuk pada prinsipnya sama dengan orang
yang terkena gangguan jiwa. Pada saat ia mabuk, jiwanya
menjadi labil, mudah tersinggung, dan jalan pikirannya
kacau disebabkan oleh rusaknya sistem kerja syaraf otak.
Gejala-gejalanya tampak dari cara bicaranya yang tidak
karuan, agresivitanya yang tinggi, dan lupa diri. Tidak perlu
heran, dalam kondisi seperti itu, pemabuk tidak bisa lagi
mengendalikan emosinya.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Fenomena meminum minuman keras, sekarang ini,
merupakan fenomena yang tidak hanya dapat kita lihat di
kota-kota, tetapi di desa-desa dan pelosok-pelosok pun
sering kali kita saksikan. Dia bukan lagi menjadi kebiasaan
yang hanya dilakukan orang dewasa di bar-bar, diskotek,
dan night club, tetapi sudah menjadi kebiasaan anak-anak
muda di warung-warung kaki lima, pinggir-pinggir jalan,
dan perempatan-perempatan jalan. Sekarang ini terasa sulit
ditemukan kelompok-kelompok anak muda yang berkumpul
malam hari, yang tidak mengkonsumsi minuman haram
tersebut. Dampak yang ditimbulkannya pun sangat terasa,
yaitu banyaknya kelompok anak muda yang teler dan mabuk.
Ketika teler dan mabuk itulah, maka mereka sering kali
berulah dengan mengganggu dan mengancam orang-orang
yang lewat di jalan, sehingga pengguna jalan merasa tidak
aman. Tidak hanya itu, bahkan kita juga menyaksikan banyak
sekali peristiwa pemerkosaan, perkelahian, dan pembunuhan
yang dilakukan oleh anak-anak muda dewasa ini yang
dilatarbelakangi dan dipicu oleh minuman keras. Perkelahian
antarpersonal, kadang-kadang menjadi perkelahian
183
antarkelompok, antarkampung, bahkan antaretnis. Kalau
sudah seperti itu, maka keluarga, masyarakat, dan bangsa
kita akan segera mengalami kerugian fisik material dan
mental spiritual yang tidak sedikit. Inilah yang dikhawatirkan
Rasullullah SAW. dengan sabdanya sebagai berikut:
Artinya: “Janganlah kamu minum khamr karena ia kunci dari
segala keburukan.” (HR.Ibnu Majah).
Lebih jauh Rasulullah SAW. memberikan peringatan bahwa
pecandu minum khamr tidak akan masuk surga, sebagaimana
sabdanya berikut ini:
Artinya:“Tidaklah akan masuk surga pecandu minuman keras.”
(HR.Ibnu Majah).
Kaum muslimin rahimakumullah!
Seseorang, terutama kalangan remaja, mengenal dan
merasakan minuman keras biasanya karena ajakan teman,
demi gengsi, atau karena hanyut dalam pergaulan bebas, atau
juga disebabkan kondisi pribadi yang sedang labil; bisa juga
karena orangtua kurang perhatian terhadap perkembangan
jiwa anak-anaknya, kurangnya pembinaan agama, dan
pembinaan akhlak dalam keluarga. Ada pula sebagian remaja
yang ikut-ikutan minum sekedar untuk mendapatkan citra
idola masa kini. Seakan-akan brandi, whiski, dan sejenisnya
itu adalah lambang kemodernan dan dianggapnya sebagai
simbol pergaulan anak muda yang tidak ketinggalan zaman.
Padahal anggapan itu jelas salah dan menyesatkan.
184
Banyak dalih yang dicari-cari oleh para peminum, baik
yang tergolong peminum berat maupun kategori pemula.
Misalnya, orang meminum khamr, sejenis whiski, brandi, atau
lainnya, dengan alasan menghangatkan badan. Ada lagi yang
beralasan bahwa rasa percaya dirinya baru timbul setelah ia
minum dan mabuk. Selain itu, ada sebagian pemabuk yang
beranggapan bahwa minuman keras bisa mengendorkan
tekanan batin atau menghilangkan stress. Dengan kata lain,
orang yang menenggak minuman beralkohol itu dengan
dalih untuk menghilangkan rasa kecewa, frustrasi, atau
kesumpekan yang dialami dalam hidupnya.
Sebagian orang yang sedang mengalami kegelisahan atau
kehilangan kepercayaan diri sering kali menjadikan minuman
keras sebagai pelarian untuk memasuki dunia khayal dan
kehidupan semu. Ia minum hanya sekedar untuk mabuk,
agar kepahitan hidup yang melilitnya hilang seketika, padahal
itu hanya bersifat sementara dan problem pun tidak hilang
dengan sendirinya.
Mungkin dari sekian banyak alasan yang diada-adakan
oleh para penggemar khamr itu, meski sedikit, bisa jadi ada
yang benar. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa efek-efek
buruk kecanduan minuman beralkohol jauh lebih besar
dari pada semua alasan yang dianggap bermanfaat dan
menguntungkan itu. Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai
berikut:
Artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar daripada manfaatnya.” (QS. al-Baqarah [2]: 219).
185
Kaum muslimin rahimakumullah!
Menyadari efek negatif minuman keras, sudah menjadi
keharusan kita untuk selalu berusaha membentengi diri
dan keluarga kita, terutama anak-anak kita, agar tidak
terjerumus dalam kebiasaan yang sangat berbahaya
tersebut. Sebagai orangtua, kita harus lebih meningkatkan
pengawasan terhadap pergaulan anak-anak kita, agar mereka
tidak dipengaruhi pergaulan yang mengakibatkan mereka
mengenal minuman keras apalagi menjadi pecandu minuman
keras. Bagi orangtua yang memiliki anak yang sudah terlanjur
terjerumus dalam minuman keras, marilah kita segera
mencarikan jalan keluar dengan berkonsultasi dengan ahli
agama, ahli kesehatan, dan ahli jiwa agar anak tersebut dapat
segera kita selamatkan. Semoga dengan cara itu, kita dapat
menyelamatkan diri dan keluarga kita dari siksaan api neraka,
sebagaimana firman Allah SWT. Berikut ini:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.” (QS. al-Tahrim [66]: 6).
186
21
KEKERASAN PADA ANAK DAN
DAMPAK PADA PERILAKUNYA
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!
Diceritakan dalam suatu riwayat, “Suatu hari Rasulullah
didatangi oleh seorang ibu (Sa’idah binti Jahzi) yang
membawa serta anaknya yang baru berumur kurang lebih
satu setengah tahun. Kemudian anak tersebut diminta oleh
Rasulullah dan dipangkunya. Tatkala berada di pangkuan
Rasululah, anak kecil tersebut kencing/ngompol. Karena
mungkin segan anaknya telah mengotori pakaian Nabi, ibu
tersebut dengan agak kasar menarik anaknya dari pangkuan
Nabi. Nabi menasehati ibu tersebut, “Dengan air satu gayung,
bajuku yang najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan,
tetapi luka hati anakmu karena teriakan kasarmu dari
pangkuanku tidak bisa kamu obati dengan bergayung-gayung
air.”
Dalam riwayat yang lain dikemukakan, “Suatu hari Rasulullah
sedang memimpin shalat jama’ah dengan para sahabatnya,
salah satu sujud dalam shalat yang dia lakukan cukup lama
waktunya, sehingga mengundang keheranan sahabatsahabatnya. Setelah shalat jama’ah selesai, salah seorang
sahabatnya bertanya, “Mengapa begitu lama Rasulullah
189
bersujud?” Jawab Rasulullah, “Di atas punggungku sedang
bermain cucuku, Hasan dan Husein, kalau aku tegakkan
punggungku, maka mereka akan terjatuh. Oleh karena itu, aku
tunggu mereka turun dari punggungku, baru aku cukupkan
sujudku.”
Cerita populer di atas memberi pelajaran pada kita sebagai
berikut:
1. Perlakuan kasar pada anak, baik dalam bentuk tindakan
maupun ucapan, berdampak buruk pada perkembangan
kepribadian anak di kemudian hari.
2. Rasulullah mengajarkan berperilaku lemah-lembut dan
sayang kepada anak-anak karena Rasulullah sangat
mengetahui bahwa tindakan kasar kepada anak berakibat
buruk pada perilaku anak tersebut di kemudian hari.
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!
Beberapa tahun lalu kita dikejutkan oleh berita surat kabar
ibu kota tentang penemuan mayat anak-anak yang mati
karena tindakan kekerasan. Mayat anak-anak tersebut
memiliki ciri-ciri: Rusak duburnya dan ada bekas sayatan di
beberapa bagian tubuhnya. Berkat tindakan polisi yang cukup
sigap, beberapa bulan kemudian tertangkap pembunuh
anak-anak tersebut, yaitu Robot Gedek. Setelah yang
bersangkutan menjalani pemeriksaan polisi dan psikiater
kepolisian terungkap tentang latar belakang kehidupan Robot
Gedek di waktu kecil yang penuh dengan kekerasan dan
ketidakbahagiaan.
Kehidupan masa kecil Robot Gedek penuh dengan
pengalaman pahit. Cacian, penghinaan, pukulan, dan
tendangan dari orang tuanya dan orang dewasa lain yang
ada di sekitarnya. Akibatnya, pertumbuhan kepribadian Robot
Gedek menjadi tidak normal. Pada satu sisi perilakunya
190
kelihatan cuek namun, pada sisi yang lain perilakunya sadis,
terutama kepada orang yang secara fisik dan kedudukan lebih
rendah dari dirinya.
Fenomena Robot Gedek tersebut bisa terjadi pada anak siapa
saja, termasuk anak kita, apabila anak-anak tersebut sejak
masa kanak-kanak telah mendapatkan perlakuan buruk dari
orang tuanya, orang dewasa lain, maupun masyarakat yang
ada di sekitarnya. Akibatnya, setelah mereka dewasa, anakanak memiliki perilaku menyimpang (split personality) dengan
gradasi yang berbeda-beda.
Hasil penelitian Martha F. Erickson, yang dimuat dalam Jurnal
Psikologi “Maltreatment” yang diterbitkan oleh Cambridge
University, menemukan bahwa; 50 % ibu-ibu yang sadis
pada anak-anaknya pada masa kecilnya diperlakukan secara
sadis oleh orang tuanya. John Kaufman, dalam penelitiannya
menemukan bahwa 30 % ayah yang berperilaku sadis pada
anak-anaknya, pada masa kecilnya, diperlakukan sadis
oleh orang tuanya. Judith Herman dalam penelitiannya
menemukan bahwa 15 % pembunuh berdarah dingin
yang ada di penjara Amerika, pada masa kecilnya, sering
mendapatkan perlakuan kasar dari orang tuanya. Hasil
penelitian di atas menunjukkan pada kita bahwa perlakuan
buruk pada anak bisa berakibat buruk pada kehidupan
dewasa anak-anak tersebut nantinya.
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!
Islam mengajarkan kepada kita bahwa anak adalah amanat
Tuhan yang wajib dipelihara dan dididik dengan cara yang
baik dan benar. Kehadiran seorang anak, yang digambarkan
dalam sebuah hadits dalam keadaan suci dan bersih, akan
dilukisi dan dicoreti oleh orang tuanya dengan gambar dan
warna tinta yang beraneka ragam. Semuanya tergantung
191
kepada orangtua karena orangtua adalah pendidik yang
utama dan pertama pada anak-anaknya.
Orangtua yang beriman dan berilmu akan mengajari anaknya
dengan cara memberi contoh dan teladan yang mulia, baik
dalam ucapan dan tingkah laku. Mereka menyadari bahwa
mengajar anak tidak cukup hanya memerintah dan melarang,
tetapi yang lebih tepat adalah memberi contoh, sebagaimana
Rasulullah mendidik umatnya. Rasulullah lebih banyak
memberi contoh daripada memberi nasehat; dia lebih banyak
melakukan daripada menganjurkan, sehingga umatnya
dapat menirunya dengan tepat. Namun, sayang, keutamaan
perilaku Rasulullah yang demikian tidak banyak dicontoh dan
diteladani oleh umat Islam saat ini.
Fenomena orangtua saat ini, dalam mendidik anak, tidak
banyak mencontoh Nabi yang memperlakukan anak-anak
dengan kasih dan perhatian, melindungi mereka, mendidiknya
dengan cara memberi contoh yang baik dan benar, sehingga
anak-anak tumbuh menjadi individu yang berakhlak mulia,
terampil, dan berkepribadian mandiri. Orangtua saat ini
banyak yang memperlakukan anaknya seperti bawahannya
di kantor, anak buahnya di barak, ataupun buruhnya di pabrik
atau sawah. Kata-kata yang diucapkannya hanya perintah dan
larangan, sulit memberikan kata-kata pujian, penghargaan
apalagi sanjungan. Komunikasi timbal-balik jarang dilakukan:
dialog tidak pernah dibangun dalam interaksi dengan anggota
keluarganya.
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!
Akibat dari cara mendidik anak sebagaimana dikemukakan
di atas adalah munculnya anak-anak muda yang menyukai
kekerasan dalam menyelesaikan masalah, mengedapankan
pukulan daripada dialog, mengedepankan cacian daripada
192
pujian dalam menghadapi masalah. Akhirnya, saat ini, dapat
disaksikan orang saling membunuh gara-gara uang
Rp. 1000,-, bahkan gara-gara rebutan tempat ibadah pun
orang saling serang dan saling bacok.
Berlaku kasar dan emosional sebagaimana digambarkan di
atas, di antaranya diakibatkan oleh cara mendidik mereka
yang salah di waktu kecil. Mereka hanya dijejali doktrin
dan dalil, tanpa diberi kesempatan untuk merenungkan,
memikirkan dan mendialogkan tentang kebenaran dokrin dan
dalil tersebut. Selain itu, mereka juga sudah mulai banyak
memilih tokoh, pemimpin yang dapat dicontoh dan diteladani.
Setiap hari anak-anak disodori oleh contoh-contoh pribadi
yang hipokrit: pejabat yang mengkorup fasilitas dinas, wakil
rakyat yang menerima suap, ilmuwan yang melacurkan
idealisme akademiknya demi uang, kiai atau tuan guru yang
menjadi makelar Kredit Usaha Tani (KUT) dan berbagai contoh
lain yang menunjukkan ketidakkonsistenan antara ucapan
dan tindakan. Semua itu membuat pikiran anak-anak menjadi
pusing, bingung, dan ruwet. Akhirnya, anak-anak menjadi
anak-anak yang cuek, masa bodoh, dan tidak peduli, baik
terhadap diri sendiri maupun lingkungannya.
Akhirnya, anak-anak lari pada dunia maya yang menjanjikan
keenakan sesaat, seperti narkotika, minuman keras, dan
obat-obatan psikotropika yang lain. Hal itu adalah salah satu
contoh cara anak-anak tersebut tidak mempedulikan diri
dan lingkungannya sebagai akibat dari perlakuan orangtua
yang hipokrit dan mau menang sendiri. Kalau sudah
seperti itu semua lepas tanggung jawab, saling tuding dan
menyalahkan, tidak mau merenungkan diri bahwa orangorang tualah yang ikut andil berbuat salah dalam mendidik
anak-anak.
193
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!
Piaget mengemukakan bahwa cara berpikir anak-anak
konkret. Anak akan mudah belajar tentang sesuatu apabila
ada modelnya/contohnya. Contoh konkret bagi mereka
adalah orang tuanya, yaitu individu yang setiap waktu dan
hari berdekatan dengan mereka, baru setelah itu guru dan
masyarakat sekitarnya.
Mengingat cara berpikir anak itu konkret, sebagaimana
dikemukakan di atas, maka cara mengajar mereka yang
paling tepat adalah memberikan contoh. Apabila kita
menginginkan ucapan anak kita lebih lembut, maka bicaralah
dengan mereka secara lembut, apabila kita menginginkan
mereka sopan tingkah lakunya, maka layanilah mereka
dengan sopan santun; apabila kita menginginkan mereka
berpikir rasional, maka tampilkan di hadapan mereka cara
berpikir dan berperilaku rasional, begitu pula pada tingkah
laku positif lain.
Mendidik tidak sama dengan mengajar. Mendidik memerlukan
ketulusan, keseriusan, dan wawasan luas tentang bidang
yang akan dididikkan, sementara mengajar cukup hanya
memerlukan penguasaan materi yang akan diajarkan dan
metodologi mengajarkannya.
Maka dari itu, sebagai orangtua, kita harus berupaya
menyempurnakan peran kita sebagai pendidik pertama dan
utama bagi anak-anak kita. Belajar dan belajar lagi merupakan
cara tepat untuk menyempurnakan cara dan pengetahuan
kita. Adapun belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja,
dan dengan siapa saja, tidak harus duduk di bangku sekolah.
Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!
194
Melalui forum yang mulia ini, marilah kita semua, termasuk diri
saya, mulai mengoreksi diri. Betulkah cara-cara kita mendidik
anak selama ini? Kalau ada yang salah, mari kita koreksi
dan betulkan, kalau sudah benar menurut ajaran Islam dan
pengetahuan, mari kita lanjutkan.
Berikut ini dikutipkan beberapa hadits yang berkaitan dengan
pendidikan anak-anak:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Didiklah putraputrimu dan upayakanlah sebaik-baik pendidikan untuk
mereka.”
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Jabir ibnu Samurah, Rasulullah bersabda, “Sebenarnya
seorang ayah mendidik anaknya adalah lebih baik daripada
dia bersedekah dengan beras (4 liter).”
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu
Umar Ibnu Ash, Rasulullah bersabda, “ Cukup besar dosa
seseorang, jika ia menyia-nyiakan pendidikan orang yang
menjadi tanggungannya.”
4. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hajar dan Baihaqi
dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
sebagian dari hak anak atas orang tuanya ialah memberinya
nama yang baik, mengajarkannya baca-tulis dan
menikahkannya jika sudah dewasa.”
5. Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Harits dan Baihaqi,
“Mengajarlah dan janganlah bersikap bengis, sesungguhnya
pengajar lebih baik daripada pembengis.”
Semoga kita semua menjadi orang-orang yang bertanggung
jawab kepada anak-anak kita. Apabila kita mati nanti
dan menghadap kepada Allah di akhirat dengan bangga
melaporkan diri bahwa kita telah menjalankan tugas
memenuhi amanatnya, mendidik anak-anak titipan Allah,
dengan cara-cara yang baik dan benar sesuai dengan ajaranNya dan teladan Rasul-Nya.
195
196
22
ANAK : AKU INGIN MENJADI
HAMBA ALLAH YANG BAIK
Kaum muslimin rahimakumullah!
Anak dalam rumah tangga, yang merupakan hasil dari
sebuah pernikahan, sangat didambakan oleh sang suami
maupun istri. Sebuah pernikahan yang sering kali banyak
menghabiskan biaya terasa sangatlah gersang jika dalam
perjalanannya tidak membuahkan anak, si buah hati. Hal itu
wajar sekali karena memang pada dasarnya anak, di samping
harta benda, adalah perhiasan hidup manusia di dunia ini.
Sebagaimana firman Allah SWT. Sebagai berikut:
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan.” (QS. al-Kahfi [18]: 46).
Anak yang menjadi perhiasan hidup keluarga tentulah anak
yang membawa keberkatan, ketenangan, dan ketenteraman
kehidupan keluarganya. Anak yang demikian inilah yang
disebut anak saleh, yang selalu taat dan patuh kepada
Tuhannya serta berguna bagi dirinya, keluarganya, dan
masyarakat pada umumnya.
199
Namun, untuk menjadi anak yang saleh tidak segampang
membalikkan telapak tangan. Artinya, menjadikan anak
saleh itu melalui proses yang panjang, berliku-liku, dan harus
melalui tindakan dan perbuatan nyata dari orangtua, yaitu
yang disebut dengan proses pendidikan. Oleh karena itu,
mendidik anak adalah suatu pekerjaan yang sangat mulia
dan wajib dilakukan oleh orang tuanya, baik ibu maupun
bapaknya. Allah SWT. berfirman:
Artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. at-Tahrim [66]: 6).
Dan sabda Rasulullah SAW.
Artinya: “Sesungguhnya orangtua yang mendidik anaknya itu
lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha’.” (HR. atTirmidzi).
Kaum muslimin rahimakumullah!
Anak membutuhkan makanan dan minuman jasmani (materi)
yang bergizi dan berprotein cukup untuk memperkuat tubuh
dan mengembangkannya. Selain itu, ia sangat membutuhkan
makanan dan minuman rohani yang memperkuat mental dan
jiwanya, terutama jika ia sudah menginjak remaja dan dewasa
kelak. Makanan dan minuman yang diperoleh orangtua
dengan cara yang halal banyak mempengaruhi sikap mental
dan akhlak anak. Oleh karena itu, orangtua wajib menjaga
makanan dan minuman anak-anaknya dan menjauhkannya
dari yang haram dan bathil.
Dalam hal makanan dan minuman rohani, pendidikan agama
yang bertumpu pada pendidikan budi pekerti yang mulia
200
(akhlaq karimah) adalah sangat penting untuk dikonsumsi
terlebih dahulu. Mengapa pendidikan itu sangat penting?
Karena agama merupakan sumber moral. Agama adalah
penolong dalam kesusahan. Orang yang menjalankan
agama dengan benar akan tenang hidupnya karena ia selalu
menyandarkannya kepada Allah SWT., baik dalam kondisi
susah maupun senang. Ketika menghadapi kesulitan hidup ia
bersabar, tahan banting, tidak putus asa, dan berkeluh kesah.
Ketika mendapat nikmat ia bersyukur dan selalu menjaga
nikmat itu agar tidak hilang dari tangannya.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Pendidikan agama yang bertumpu pada pendidikan akhlaq
karimah harus ditanamkan sedini mungkin oleh orangtua
si anak, agar si anak kelak di kemudian hari menjadi anak
yang baik (saleh). Pertama-tama orangtua harus menjadi
suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya dalam pergaulan
sehari-hari, dalam beribadah kepada Allah, dalam berlaku jujur
dan adil, dalam bersikap lemah lembut, berkata benar, dan
sebagainya, terutama ketika anak itu masih balita. Pada fase
ini anak belum banyak memahami kata-kata dan simbol yang
abstrak. Anak harus dibiasakan dididik dengan perkataan
dan perbuatan terpuji dan jangan sekali-kali berbuat atau
berkata sebaliknya. Anak akan selalu mengikuti orang tuanya,
kakaknya, atau orang lain yang lebih tua. Anak pada masa ini
suci (bersih dari dosa). Oleh karena itu, orang tuanya harus
tetap menjaga kesucian anak. Dalam rumah harus diciptakan
suasana agamis yang baik bagi pertumbuhan akhlak anak.
Perlu juga dipahami bahwa anak sangat membutuhkan
rasa kasih sayang dari orang tuanya, tanpa harus dimanjamanjakan, tidak harus ditakut-takuti. Anak butuh harga diri,
tanpa dicaci maki, dan butuh kebebasan, tanpa dikekang, dan
lain-lain.
201
Kaum muslimin rahimakumullah!
Pendidikan agama juga penting diselenggarakan di sekolah
(pendidikan formal). Sekolah harus diupayakan menjadi
lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
mental dan moral anak, di samping sebagai tempat
pemberian ilmu pengetahuan, pengembangan bakat dan
kecerdasan. Apabila pendidikan agama anak diabaian di
sekolah, maka pendidikan agama yang telah diterima di
rumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang,
apalagi jika rumah tangga mengabaikan pendidikan agama
anak itu.
Sekolah harus mampu menciptakan suasana keagamaan
yang kondusif bagi pertumbuhan jiwa dan akhlak anak. Peran
guru di sekolah begitu strategis dan tidak boleh dianggap
enteng. Kerja sama antara rumah, tempat anak itu berasal,
dengan sekolah harus terus diperkuat.
Di samping rumah dan sekolah sebagai pusat pendidikan
agama anak, maka yang tak kalah pentingnya adalah
lingkungan atau masyarakat, tempat anak itu bergaul.
Lingkungan masyarakat yang rusak moralnya (budi
pekertinya) sangat tidak membantu menciptakan anak
menjadi orang yang baik di kemudian hari. Apa yang dilihat,
didengar, dan diketahui di sekitar anak, baik di rumah, di
sekolah, dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh
dalam pertumbuhan mental dan akhlak anak.
Demikianlah, khotbah yang sederhana ini kami sampaikan,
mudah-mudahan ada manfaatnya. •
202
23
MENDIDIK ANAK
MENGHORMATI ORANGTUA
Kaum muslimin rahimakumullah!
Setiap anak manusia yang lahir ke dunia ini, mereka lahir
dari perantaraan kedua orang tuanya (ibu-bapaknya). Ibu
ialah wanita yang melahirkan seseorang. Al-Qur’an telah
mengisahkan derita sengsara ibu dalam mengandung,
melahirkan, menyusui, dan memelihara anaknya. Begitu pula
betapa berat dan susahnya seorang bapak berusaha memberi
nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Semua pengorbanan ini
mengharuskan seseorang untuk memikirkan dan merasakan
betapa perlunya membalas budi kebaikan ibu dan bapak,
sebagaimana firman-Nya dalam surat Luqman (31) ayat 14:
Artinya:”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah
kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14).
205
Bagaiman cara anak berbuat baik dan bertindak beradab
kepada ibu bapaknya? Islam memberikan tuntunan berbuat
baik dan beradab kepada ibu bapak, antara lain sebagai
berikut:
1. Berbicara dengan lemah lembut, dengan muka manis, dan
tutur kata yang baik
2. Mendengarkan nasehat dengan baik dan tidak membuang
muka ketika dinasehati.
3. Segera datang bila dipanggil dan menyahut dengan suara
yang lebih rendah dari suara panggilan ibu bapaknya.
4. Menjalankan perintah ibu dan bapak selama tidak
berlawanan dengan ajaran agama Islam.
5. Minta izin bila hendak bepergian.
6. Menjauhkan segala yang tidak menyenangkan hati atau
larangan ibu bapak selama larangan itu tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.
7. Dengan sabar memelihara ibu bapak dan menjamin
nafkahnya bilamana mereka telah tua atau tidak mampu.
8. Membantu meringankan pekerjaan ibu bapak menurut
kemampuan.
9. Mendoakan kebaikan ibu bapak dan memintakan
ampunan dari segala dosanya kepada Allah.
10. Berlaku baik dan sopan kepada sahabat dan teman-teman
ibu bapak.
11. Meneruskan usaha yang telah dirintis oleh ibu bapak
bilamana ada kemampuan untuk menggantikannya.
12. Bila berhadapan dengan ibu dan bapak tidak berlaku
angkuh, tetapi wajib merendahkan diri.
13. Tidak mengucapkan kata “cih” atau “ah” atau kata lain
yang sinonim kepada ibu bapak, sebab kata-kata seperti
itu berarti menyatakan kebencian.
14. Memperlakukan ibu bapak dengan penuh kesopanan dan
hormat, sekalipun ibu bapak tidak beragama Islam.
206
Kaum muslimin rahimakumullah!
Anak-anak kita adalah manusia yang dilahirkan dalam
keadaan tidak mengetahui apa-apa. Agar mereka mengetahui
hak-hak orangtua dan mampu menunaikannya, maka orang
tualah yang berperan dalam memberikan pendidikan dan
pengajaran. Para orangtua harus mendidik dan mengajarkan
perilaku hormat kepada orangtua seperti tersebut di atas
secara bertahap dan konsisten. Pengajaran dan pendidikan
tersebut bukan hanya bersifat transfer informasi, tetapi sangat
memerlukan contoh-contoh dan ketaladanan dari orangtua.
Sikap dan perilaku orangtua terhadap nenek dan kakeknya
anak-anak, akan menjadi cerminan bagi anak-anak untuk
bersikap terhadap orang tuanya masing-masing.
Ada kemungkinan bahwa anak-anak, karena berbagai
pengaruh yang diperolehnya dari lingkungan, menyebabkan
mereka tidak memenuhi ketentuan berbuat baik kepada
ibu bapak. Untuk menyikapi hal tersebut, maka pertama
kali orangtua harus dengan sabar memberi nasehat dan
peringatan kepada mereka akibat-akibat negatif yang
ditimbulkan bila seorang anak tidak patuh kepada ibu bapak.
Jika tidak mempan, maka demi kebaikan anak, kita perlu
mengajaknya anak-anak kita duduk satu meja, berdialog
lebih dalam, kita mengkomunikasikan kepada mereka
bahwa perilaku mereka sudah di luar kewajaran dan tidak
bisa ditoleransi lagi. Pada kesempatan tersebut, orangtua
dapat menawarkan pilihan-pilihan kepada anak, jika mereka
melakukan pelanggaran lagi, maka mereka akan dikenakan
sanksi. Sebaiknya sanksi tersebut ditentukan oleh anakanak sendiri. Dengan demikian, ketika mereka melanggar
berarti mereka menghukum dirinya sendiri. Orangtua harus
menjalankan pendidikan semacam ini agar kelak anakanaknya benar-benar bisa menjadi anak yang saleh seperti
digariskan oleh agama.
207
Mendidik anak memang tidak bisa hanya dengan nasehat
semata-mata. Oleh karena itu, berbagai metode pendidikan
dan pengajaran harus dicoba diterapkan oleh orangtua
sampai memperoleh hasil yang diinginkan sejalan dengan
ketentuan syari’ah. Tujuan kita mendidik anak agar berlaku
beradab kepada orangtua adalah supaya mereka tidak
durhaka terhadap ibu bapaknya karena perbuatan itu
termasuk dosa besar. Rasulullah SAW. bersabda:
Artinya: ”Inginkah kuberitahukan kepadamu tentang dosadosa besar yang paling besar?” Nabi mengucapkan tiga kali,
Mereka menjawab, “Benar ya Rasulallah”, Nabi bersabda,
“Mempersekutukan Allah, durhaka terhadap ibu bapak,dan
kesaksian palsu.”
Dalam sabdanya yang lain, Nabi bersabda:
Artinya: ”Dua masalah yang disegerakan azabnya di dunia ini
adalah menyekutukan Allah dan durhaka terhadap ibu bapak.”
Kaum muslimin rahimakumullah!
Pada masa hayat Nabi SAW. pernah terjadi seorang sahabat
bernama Alqamah mengalami penderitaan maut yang hebat.
Beberapa hari lamanya ia mengalami koma (tidak sadarkan
diri, tetapi belum mati). Kemudian sahabat-sahabat datang
kepada Nabi dan memberitakan hal tersebut dan Nabi pun
datang menjenguknya. Kemudian Rasulullah menyatakan
bahwa Alqamah sedang mengalami azab karena pernah
menyakiti hati ibunya, sedangkan ibunya belum mau
208
memaafkannya. Kemudian Rasulullah mengundang ibunya,
ketika ibunya datang, Rasulullah bertanya apakah ia mau
memberi maaf kepada anaknya supaya ia dapat segera
melalui sakaratul maut-nya dengan baik. Sang ibu hanya
diam. Kemudian Nabi menyuruh para sahabat mengumpulkan
kayu bakar untuk membakar Alqamah. Ketika sang ibu
mendengar Rasulullah bersabda seperti itu, ia dengan cepat
mengatakan kepada Rasulullah kesediaannya memaafkan
putranya. Setelah sang ibu memberikan maaf kepada
Alqamah, tak lama kemudian ia menghembuskan nafas
terakhirnya. Inilah bukti kebenaran sabda Rasulullah itu.
Agar anak dapat menghayati dengan baik dan menjalankan
ketentuan menghormati orangtua, diperlukan contoh
dari orang tuanya sendiri dalam berperilaku kepada ibu
bapak kandungnya atau nenek kakek dari anak-anak itu.
Dengan menyaksikan secara riil praktek orangtua dalam
menghormati nenek kakek mereka, maka anak-anak akan
mudah melakukan ketentuan menghormati orang tuanya yang
telah ditetapkan oleh Islam itu. Sebaliknya, bila orang tuanya
ternyata tidak menghormati nenek kakek mereka, maka
sulit bagi anak-anak untuk mematuhi perintah yang telah
ditetapkan oleh agama dalam menghormati orang tuanya.
Tegasnya, teladan orangtua dalam menghormati nenek kakek
mereka jauh lebih penting daripada sekedar menyampaikan
petuah-petuah kepada mereka. Bila orangtua mengharapkan
anak-anaknya hidup sebagai anak yang saleh, terutama
sekali semasa orang tuanya masih hidup dapat menikmati
penghormatan dari ank-anaknya sebagai pelaksanaan
pelajaran agama, maka diharapkan orangtua selalu
memberikan segala didikan dan ajaran berdasarkan pada
ketentuan agama. Dengan berpijak pada aturan agama ini,
insya Allah anak-anak akan mudah diajak untuk menghormati
nya. Orangtua yang menyaksikan ketaatan dan kesetiaan
anak-anak kepada diri mereka, niscaya akan merasakan
209
kebahagiaan hidup yang sangat tinggi di dunia. Setiap hari
matanya selalu disejukkan oleh hiasan kehidupan yang indah
di dalam keluarganya.
Semoga khotbah singkat ini bermanfaat bagi kita dalam
menyiapkan anak-anak kita yang taat dan patuh kepada
kedua orangtua yang melahirkanya. Amin. •
210
24
MENDIDIK ANAK
MENGHARGAI SESAMA
MANUSIA
.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Allah menciptakan manusia agar saling berinteraksi
dan bergaul dengan baik, sekalipun berbeda suku dan
bangsanya. Adanya berbagai macam suku dan bangsa sama
sekali tidak berarti bahwa derajat dan harkat manusia itu
berbeda. Semua manusia, yang berkulit hitam maupun putih,
kaya ataupun miskin, bodoh ataupun pandai, semuanya dari
asal yang sama, yaitu berasal dari Nabi Adam AS. Jadi, tidak
ada alasan manusia membanggakan bangsa dan sukunya.
Justru dengan adanya bermacam-macam suku dan bangsa,
Allah menghendaki agar tercipta kompetisi saling mengisi
kelemahan yang satu dengan yang lain, sehingga tercipta
kehidupan dunia yang utuh, bukan untuk saling berperang
atau saling merendahkan. Allah berfirman dalam QS. alHujurat (49) ayat 13:
213
Artinya: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. al-Hujurat [49]: 13).
Karena tugas kita adalah saling menciptakan hubungan
yang harmonis dalam masyarakat, maka sikap-sikap yang
harus ditumbuhkan adalah sikap-sikap yang baik, sedangkan
sikap-sikap yang tercela harus dihindarkan. Pokok terciptanya
keharmonisan dalam masyarakat adalah akhlak yang
baik, sedangkan akhlak yang buruk akan menyebabkan
permusuhan, kebencian, dendam, dan bahkan saling
membunuh. Hal tersebut tidak dibenarkan oleh Alllah dan
Rasul-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah:
Artinya: ”Seorang hamba dengan akhlak baiknya dapat
mencapai derajat tertinggi di akhirat, kedudukan yang
terhormat, sekalipun dia kurang ibadahnya. Sesungguhnya dia
akan mencapai tempat yang paling bawah di neraka Jahannam
karena akhlaknya yang buruk.”
Berperilaku dan berkata buruk terhadap sesama manusia
merupakan akhlak yang tercela yang tidak dibenarkan
oleh agama Islam. Oleh karena itu, setiap orangtua
muslim mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk
menanamkan kepada anak-anaknya sikap hormat kepada
sesama manusia tanpa memandang agama, warna kulit, dan
suku bangsa. Agar para orangtua mampu melaksanakan
214
kewajibannya tersebut, maka mereka sendiri harus
mengetahui secara praktis hal-hal yang menjadi garis ajaran
Islam tentang akhlak yang baik kepada sesama manusia.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Islam sangat menghargai adanya perbedaan keyakinan
manusia. Penghargaan terhadap keyakinan yang
berbeda tersebut tampak dalam ajaran-ajaran Islam yang
terkait dengan akhlak kepada sesama manusia. Dalam
hubungan dengan akhlak terhadap sesama manusia, Islam
membedakan dua jenis akhlak, yaitu akhlak terhadap saudara
sesama muslim (satu agama) dan akhlak terhadap saudara
nonmuslim.
Akhlak terhadap sesama muslim, antara lain (a) memberi
salam bila bertemu dan menjawabnya bila diberi salam,
(b) berjabat tangan, tetapi antara laki-laki dan wanita yang
bukan mahram tidak boleh berjabat tangan walaupun tanpa
disertai nafsu, (c) murah senyum dan berkata dengan lemah
lembut, (d) membantunya bila dalam kesulitan, (e) tidak
menggunjingnya dan mencegah orang lain menggunjingnya,
(f) tidak memakinya atau menjelek-jelekkan keturunannya.
Sesama muslim harus diciptakan adanya kesetiakawanan
atau yang disebut ukhuwah Islamyiyah, yaitu persaudaran
sesama muslim, caranya ialah menjaga ikatan persaudaraan,
saling membantu dan tolong-menolong, menasehati yang
berbuat keliru, tidak menghina, memberikan bantuan
pada saat mereka kesusahan. Dalam kehidupan seharihari, orangtua hendaknya menunjukkan perhatian kepada
sesama muslim sehingga anak-anak merasakan bahwa
pergaulan orang tuanya dengan sesama muslim baik. Anak
juga dijelaskan bahwa antara sesama muslim ada hak dan
kewajiban.
215
Semua orang Islam bertuhan satu, yaitu Allah. Kitab sucinya
satu, yaitu Al-Quran. Rasulnya satu, yaitu Muhammad
Rasulullah. Kiblatnya satu, yaitu Ka’bah di Mekkah. Puasa
wajibnya sama, yaitu pada bulan ramadhan. Shalat wajibnya
sama, yaitu lima waktu. Ibadah hajinya sama-sama di Mekkah.
Oleh karena itu, umat Islam ibarat saudara sekandung. Allah
Berfirman dalam QS.Al-Hujurat (49) ayat 10:
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat.” (QS. al-Hujurat [49]: 10).
Nabi SAW. mengatakan bahwa orang Islam satu dengan
yang lain laksana gigi sisir. Nabi pun mengatakan bahwa
orang beriman satu dengan yang lain ibarat anggota
badan. Kalau salah satu anggota badan sakit, maka seluruh
badan ikut merasakan sakit sehingga tidak bisa tidur pada
malam harinya. Orang Islam di dunia ini berkebangsaan
bermacam-macam, mempunyai warna kulit yang bermacammacam, tetapi mereka ini bersaudara dalam persaudaraan
Islam. Kewajiban orang yang bersaudara adalah menjaga
kehormatannya, tidak saling bermusuhan, tidak mencela,
tidak menyakiti hati, dan tidak saling merugikan. Sikap
umat Islam wajib menjaga hubungan persaudaran dengan
baik, dan tidak boleh sekali-kali memutuskan hubungan
persaudaraan Islam ini.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Terhadap saudara kita yang nonmuslim, Islam mengajarkan
akhlak-akhlak sebagai berikut: (a) tidak menjelek-jelekkan
agamanya, (b) tidak mengganggu ketenangannya beribadah,
216
(c) tidak boleh melontarkan kata-kata permusuhan, (d)
membantu keperluannya sejauh tidak bertentangan dengan
syari’at Islam, (e) menghormati upacara agamanya dengan
cara-cara yang baik sesuai syari’at Islam, (f) menyampaikan
ajaran Islam dengan baik kepada mereka atau berdiskusi
mengenai kebenaran jalan hidup dengan mereka secara arif
dan bijak.
Orangtua seharusnya memberikan contoh bahwa dalam
menghadapi siapa saja selalu menggunakan tutur kata yang
baik dan sikap yang penuh sopan santun. Anak pun dididik
agar tidak membeda-bedakan orang dalam menghadapi
mereka. Sekalipun yang datang seorang miskin berpakaian
compang-camping, janganlah mereka dibentak, apalagi diusir.
Sebaliknya, bila yang datang orang yang kaya, janganlah
menyambutnya dengan sikap merendah, seperti budak
kepada tuannya. Semuanya dihadapi dengan akhlak Islam.
Dalam menghormati sesama manusia, kita tidak boleh
melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan, misalnya karena dia
berpangkat, ketika menghadapnya, kita tunduk seperti orang
sedang ruku’ atau sujud. Sikap semacam ini bertentangan
dengan martabat manusia yang dinyatakan oleh Allah bahwa
manusia itu dijadikan mulia. Karena itu, tidak ada orang yang
boleh kita perlakukan secara berlebih-lebihan walaupun
dia raja atau presiden sekalipun. Cara yang layak ialah
menghadapi setiap orang dengan wajah berseri, senyum,dan
kata-kata yang baik.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Anak-anak kita harus diberi pengertian bahwa tanggung jawab
umum terhadap sesama manusia adalah saling memelihara
keselamatan dan kesejahteraan, untuk menciptakan
kehidupan dunia yang damai. Dengan demikian, kita tidak
217
boleh mengorbankan aqidah dan ibadah agama kita hanya
sekedar untuk menjaga kerukunan dengan orang lain.
Kalau hal itu dilakukan, maka kita termasuk dalam kategori
mencampur kebenaran dengan kebatilan. Hal semacam itu
dilarang keras oleh Allah, sebagaimana yang tercantum dalam
QS. al-Baqarah (2) ayat 42:
Artinya: ”Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak
dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang
hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 42).
Pengertian mencampur aduk yang hak dengan yang batil
pada ayat ini bisa dilihat dari contoh kasus berikut: bila
kita diundang prosesi ritual agama lain, maka kita tidak
boleh mendatanginya. Kita pun harus melarang anak kita
mendatanginya. Insya Allah, dengan mempraktekkan petunjuk
Islam tentang bagaimana menghormati sesama, baik yang
seaqidah maupun yang tidak seaqidah, akan terbentuk
pribadi yang saleh dalam diri anak-anak kita.•
218
25
ETIKA KOMUNIKASI, TUJUAN,
DAN MATERI PENDIDIKAN
ANAK DALAM KELUARGA
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah.
Salah satu hak dasar yang dimiliki anak, menurut Undangundang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang
tersebut, yang menyatakan sebagai berikut: “Setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Sekilas tampak bahwa pernyataan dalam pasal tersebut
cukup sederhana dan jelas, sehingga para penyusun UU
tersebut tidak memandang perlu menyertakan penjelasan
lebih lanjut. Namun, jika ditelaah lebih jauh, sesungguhnya
pernyataan tersebut mengandung spektrum persoalan yang
kompleks. Kompleksitas persoalan itu terutama terletak pada
kata pendidikan. Dari segi jalurnya, pendidikan itu ada yang
formal, yaitu yang ditempuh melalui sekolah-sekolah mulai
dari tingkat dasar (Sekolah Dasar) hingga perguruan tinggi;
jalur non formal, yaitu pendidikan tambahan di luar sekolah
untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu;
221
dan jalur informal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara
alamiah dalam rumah tangga dan masyarakat. Kompleksitas
itu bertambah jika dikaitkan lagi dengan tujuan, materi,
metode, subyek, dan lingkungan pendidikan.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah.
Pada kesempatan khotbah ini saya tidak bermaksud
mengajak jamaah untuk merambah belantara kompleksitas
masalah pendidikan itu secara keseluruhan. Saya hanya
ingin mengajak jamaah untuk merenungkan dan menghayati
pemenuhan hak pendidikan dan pengajaran anak yang dapat
dilaksanakan sendiri oleh setiap orangtua dalam setiap rumah
tangga sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yang bersumber
dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Masalah ini termasuk dalam
lingkup pendidikan informal.
Sehubungan dengan hal ini ada untaian firman Allah dalam AlQur’an yang sangat perlu kita renungkan dan hayati dengan
seksama, yaitu Surat Luqman ayat 13-19.
222
Artinya:
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar”.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
223
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji SAWi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.
Untaian firman Allah di atas mengandung pelajaran tertentu
tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan pemenuhan hak
pendidikan anak dalam rumah tangga.
1. Komunikasi pendidikan orangtua – anak.
Firman Allah di atas mengandung pelajaran bahwa
komunikasi yang harus dikembangkan oleh orangtua dalam
atau ketika mendidik anaknya adalah komunikasi yang
disertai dengan rasa kasih sayang dan cinta. Hal ini tersirat
dalam ungkapan sapaan ayah terhadap anaknya dalam
ayat 13, 16, dan 17 dengan mengunakan kata wahai anakku
(yâ bunayya). Ungkapan wahai anakku tidak mungkin dapat
keluar dari mulut sang ayah jika jiwanya tidak diliputi rasa
kasih sayang dan cinta yang dalam pada anaknya. Oleh
karena itu, dapat kita tarik pelajaran bahwa pendidikan yang
dilakukan orangtua terhadap anaknya haruslah dilakukan
224
dengan disertai rasa sayang dan cinta. Hal ini merupakan
penolakan terhadap pola kekerasan dalam proses pendidikan
dan penegakkan disiplin pada diri anak. Sayangnya hingga
saat ini masih banyak orangtua yang tega melakukan
berbagai kekerasan terhadap anak (child abuse), seperti
bentakan, pemukulan, dan penyiksaaan.
2. Tujuan pendidikan orangtua terhadap anaknya
Pendidikan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya,
khususnya pada tahap-tahap awal perkembangan sang
anak, hendaknya lebih ditujukan kepada penanaman
tauhid (keimanan kepada Allah), ketaatan beribadah, dan
keluhuran budi pekerti (akhlâq al-karîmah). Penanaman
tauhid itu diarahkan pada pengenalan akan prinsip
keesaan Allah (ayat 13) dan ke-Maha Hadiran-Nya (ayat
16) sedemikian rupa sehingga sang anak senantiasa
merasakan diawasi oleh Allah di segala waktu dan
tempat. Rasa diawasi oleh Allah ini pada gilirannya akan
membentengi setiap anak dari kehendak untuk melakukan
perbuatan yang terlarang.
Penekanan tujuan pendidikan masa kanak-kanak pada
tauhid, ibadah dan akhlak ini sangat sesuai dengan
kedaan diri anak yang belum jauh beranjak dari kondisi
fitrah kelahirannya. Hal ini tidak berarti bahwa tujuan
yang lain tidak penting, seperti pengetahuan umum dan
keterampilan. Islam pun sangat memandang penting
kepada dua hal terakhir ini sebagaimana tersirat dari
sanjungan Al-Qur’an terhadap orang-orang yang kuat dan
berilmu sebagai orang-orang yang derajatnya tinggi di sisi
Allah. Namun demikian, dua hal terakhir ini dapat diperoleh
melalui dan disediakan oleh berbagai lembaga pendidikan
baik formal maupun nonformal secara lebih professional
disertai dengan fasilitas yang memadai dan metode yang
efektif.
225
3. Materi pendidikan orangtua terhadap anak.
Sesuai dengan tujuan pendidikan seperti tersebut di atas,
maka materi pendidikan orang terhadap anaknya haruslah
tentang ketauhidan, ibadah dan akhlak. Sumber belajar
dapat berupa wahyu, dapat pula berupa fenomena alam
semesta yang dalam ayat-ayat di atas disimbolkan dengan
langit dan bumi beserta material yang ada di dalamnya,
juga berupa kehidupan manusia itu sendiri, baik dalam
lingkup kecil keluarga maupun masyarakat.
Pergaulan kehidupan manusia itu sendiri, baik dalam
lingkup kecil keluarga maupun masyarakat merupakan
laboratorium bagi anak untuk mempelajari, menghayati, dan
mempraktekkan budi pekerti luhur, yang dalam ayat-ayat di
atas disimbolkan dengan berbakti kepada kedua orangtua
dan larangan berlaku sombong terhadap sesame manusia.
Demikianlah khotbah singkat yang dapat saya sampaikan
pada kesempatan ini. Semoga kita semua yang hadir di sini
dapat menjadi orangtua yang baik yang menunaikan hak
pendidikan anak dalam rumah tangga. Amin ya rabb alalamin.
226
CONTOH KHOTBAH II
227
228
229
230
231
Download