indica L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus

advertisement
FORMULASI DEODORAN ROLL ON EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea
indica L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus
epidermidis
Nian Rizqiyana1), Oom Komala2) dan Ike Yulia W. 3)
1, 3)
2)
Program Studi Farmasi. FMIPA Universitas Pakuan, Bogor.
Program Studi Biologi. FMIPA Universitas Pakuan, Bogor.
ABSTRAK
Daun Beluntas (Pluchea indica L.) merupakan salah satu tanaman yang mengandung
senyawa aktif yaitu saponin, tannin, alkaloid dan flavonoid. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun beluntas memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dengan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak 20%.
Penelitian ini bertujuan membuat dan menguji stabilita formula sediaan deodoran roll on yang
mengandung ekstrak daun beluntas dan menguji efektivitasnya sebagai antibakteri terhadap
Staphylococcus epidermidis. Pengujian KHM ekstrak daun beluntas dilakukan dengan
konsentrasi ekstrak 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Pengujian
stabilitas sediaan deodoran roll on empat formula dengan konsentrasi yang berbeda disimpan
pada suhu 28-30oC selama 8 minggu meliputi pengamatan organoleptik yaitu warna, aroma
dan kehomogenan sediaan, uji iritasi, uji pH, viskositas dan berat jenis. Hasil penelitian
menunjukkan nilai KHM ekstrak daun beluntas pada konsentrasi ekstrak 3%. Uji KHM pada
sediaan deodoran roll on menunjukkan formula 1 (ekstrak 0%) tidak memiliki efektifitas
sebagai antibakteri, sedangkan formula 2 (ekstrak 3%), formula 3 (ekstrak 4%) dan formula 4
(ekstrak 5%) mempunyai efek antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis. Uji stabilita
sediaan deodoran roll on yang disimpan pada suhu 28-30oC selama 8 minggu relatif stabil
untuk warna, aroma dan kehomogenan. Sediaan mempunyai pH 4,52-5,53, viskositas 331,8340,8 cP, berat jenis 1,0107-1,0397 gr/ml, serta tidak menimbukan adanya iritasi.
Kata kunci: Daun Beluntas, antibakteri, Staphylococcus epidermidis, deodoran roll on.
ABSTRACT
Beluntas leaf (Pluchea indica L.) is one of the plants that contain compounds such as
saponin, tannin, alkaloid and flavonoid. The Previous research have indicated that ethanolic
extract of beluntas leaf showed antibacterial activity against Staphylococcus aureus with
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 20%. This research aims to make stability and
formula of roll on deodorant of beluntas leaf extract and to test the stability and effectiveness
as antibacterial against Staphylococcus epidermidis. MIC testing of beluntas leaf extract was
done with extract concentraction of 0,5%,1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10%, 15%, 20% and 25%.
The stability testing of four formulas roll on deodorant with different concentration were
stored at temperature of 28-30oC for eight weeks. The test included organoleptic observation
such as colour, aroma and homogeneity of preparation, irritation test, pH test, viscosity and
specific gravity. The result showed MIC beluntas leaf extract occurred at concentration 3%.
MIC testing of roll on deodorant preparation indicated formula 1 (0% extract) did not have
effectiveness as antibacterial activity, while formula 2 (3% extract), formula 3 (4% extract)
and formula 4 (5% extract) have effectiveness as antibacterial activity against Staphylococcus
epidermidis. Roll on deodorant preparations were stored at 28-30oC for 8 weeks of relatively
stable for colour, aroma and homogeneity. The preparations have pH 4,52-5,53, viscosity
331,8-340,8 cP, specific gravity 1,0107-1,0397 gr/ml and did not irritate skin.
Keywords: Beluntas leaf, antibacterial, Staphylococcus epidermidis, roll on deodorant.
1
beluntas (Pluchea indica L.) terhadap
Staphylococcus epidermidis, membuat sediaan
deodoran bentuk roll on sebagai antibakteri
Staphylococcus epidermidis penyebab bau
badan, serta menentukan formula yang
memiliki efektivitas paling baik dari sediaan
deodoran roll on ekstrak daun beluntas
(Pluchea indica L.) sebagai antibakteri
Staphylococcus epidermidis penyebab bau
badan.
PENDAHULUAN
Kulit adalah selubung elastik pelindung
tubuh dari pengaruh lingkungan, gangguan
dan rangsangan luar. Perlindungan ini terjadi
melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus
menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel
kulit ari yang sudah mati), pengaturan suhu
tubuh, produksi sebum dan keringat serta
pembentukan
pigmen
melanin
untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet
(Tranggono dan Latifah, 2007).
Kulit terus menerus kontak dengan
lingkungan sekitarnya sehingga mudah
terpapar
mikroorganisme,
beberapa
mikroorganisme yang umumnya terdapat pada
kulit adalah Staphylococcus epidermidis, S.
aureus, Sarcina sp., Mycobacterium dan
Acinetobacter. Bakteri-bakteri yang dapat
menimbulkan bau badan yaitu Staphylococcus
epidermidis, S. aureus, S. pyogenes, C. acne
(difteroid), dan Pseudomonas aeruginosa.
Staphylococcus
epidermidis
merupakan
bakteri flora normal yang dominan terdapat
pada kulit, terutama kulit ketiak yang
menimbulkan bau badan (Jawetz et al., 1996).
Sediaan kosmetika deodoran adalah suatu
bahan atau campuran bahan yang dapat
digunakan
untuk
menghilangkan
atau
mengurangi bau badan yang kurang enak.
Pada umumnya deodoran yang sering
digunakan adalah bentuk cairan (liquid),
misalnya bentuk roll on (Mitsui, 1997).
Deodoran umumnya mengandung zat aktif
antibakteri yang dapat berasal dari alam
maupun bahan sintesis. Daun beluntas
(Pluchea indica L.) memiliki sifat antibakteri
dan khasiat daun beluntas ini diduga diperoleh
dari kandungan senyawa yang berada di
dalamnya yaitu alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin dan asam klorogenat (Dalimartha,
1999).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sulistiyaningsih (2009), diketahui bahwa
ekstrak etanol daun beluntas mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus dengan nilai konsentrasi hambat
minimum (KHM) pada konsentrasi ekstrak
20%. Pada penelitian ini diharapkan sediaan
deodoran roll on ekstrak daun beluntas
(Pluchea indica L.) dapat berfungsi sebagai
antibakteri
Staphylococcus
epidermidis
penyebab bau badan.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan antara lain Daun
beluntas (Pluchea indica L.) yang didapat
dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Aromatik (BALITTRO), Bogor. Bakteri
Staphylococcus epidermidis, asam klorida
pekat, asam klorida 2 N, larutan gelatin 1%,
larutan natrium klorida 10%, pereaksi
Bouchardat, Dragendorf, Mayer, serbuk
Magnesium, methanol, etanol 95%, HPC-m
(Hydroxy Prophyl Cellulose - medium),
propilen
glikol,
BHT
(Butylated
Hidroxytoluene), Natrium metabisulfit, etanol
96%, parfum, air suling, media nutrient agar,
natrium klorida (NaCl) fisiologis.
Alat yang digunakan oven, timbangan
digital (Mettler Toledo), grinder, ayakan mesh
40, botol coklat, kain batis, tabung reaksi,
cawan krus, tanur (Vulcan A-550 Ney®),
desikator, moisture balance (AND MX-50®),
vacum evaporator (OGAWA®), ose, kapas
steril, cawan petri, autoklaf, nefrometer
diagnostic (Phoenix Spec), mikropipet,
inkubator (LEEC compact incubator), vorteks,
laminar
air
flaw
(LAF),
waterbath
(Kotterman), homogenizer, botol deodoran
roll on, piknometer, viskometer Brookfield
(DV-I Prime®), pH meter (Hanna Instrument
pH 211 Microprocessor pH meter).
Metode Penelitian
1. Pembuatan Simplisia
Pengambilan cuplikan dipetik pada pagi
hari, dipilih daun yang cukup tua dan sehat
(tidak terkena hama). Daun beluntas segar
dikumpulkan dan dibersihkan dari kotorankotoran yang menempel, dicuci dengan air
mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan
untuk membebaskan daun dari sisa-sisa air
cucian, selanjutnya dikeringkan di oven
dengan pengaturan suhu sekitar 40-500C
sampai kering (± 24 jam), lalu dibersihkan
kembali dari kotoran yang mungkin tertinggal
saat pencucian, setelah bersih dari kotoran
simplisia kering digrinder dan diayak dengan
menggunakan ayakan mesh 40 sehingga
diperoleh serbuk simplisia daun beluntas dan
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
konsentrasi hambat minimum (KHM) dan
mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun
2
disimpan dalam wadah bersih dan tertutup
rapat.
Penentuan Kadar Air Serbuk
Prosedur penentuan kadar air simplisia
dilakukan menggunakan alat moisture
balance. Sebanyak 1 gram (akurasi rendah)
atau 5 gram (akurasi sedang) simplisia
disimpan di atas punch, diratakan sampai
menutupi permukaan punch lalu ditutup, pada
suhu 1050C setelah 10 menit proses selesai
maka persen kadar air dari simplisia akan
tertera secara otomatis, penetapan kadar air ini
dilakukan sebanyak dua kali untuk mencari
nilai rata-ratanya.
didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya buih yang mantap selama tidak
kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10
cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2
N buih tidak hilang (DepKes, 1995).
b.
Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dimasukkan
dalam tabung reaksi, dilarutkan dengan sedikit
aquades kemudian dipanaskan di atas
penangas air lalu diteteskan dengan larutan
gelatin 1% dan natrium klorida 10% (1:1).
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya
endapan putih (Tiwari et al., 2011).
Penentuan Kadar Abu
Sebanyak 2-3 gram simplisia ditimbang
dan dimasukkan ke dalam krus platina atau
krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara,
diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga
arang habis, didinginkan lalu ditimbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
ditambahkan air panas, disaring melalui kertas
saring bebas abu. Dipijarkan sisa dan kertas
saring dalam krus yang sama. Dimasukkan
filtrat ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan
hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar
abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara. Syarat kadar abu untuk simplisia daun
beluntas tidak lebih dari 9% (DepKes RI,
2000).
c.
Uji Flavonoid
Ekstrak kental 50 mg dilarutkan dalam
5 ml etanol 95%, diambil 2 ml larutan ekstrak
dan ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium,
kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida
pekat, dikocok perlahan. Warna merah jingga
hingga merah ungu yang terbentuk
menunjukan positif adanya flavonoid, jika
terjadi warna kuning jingga menunjukan
adanya flavon, kalkon dan auron (DepKes RI,
1995).
d. Uji Alkaloid
Ekstrak kental 50 mg dilarutkan dengan 9
ml air suling dan 1 ml HCl 2 N, kemudian
dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit
lalu didinginkan, selanjutnya disaring dan
filtrat digunakan sebagai larutan percobaan
yang akan digunakan dalam pengujian berikut:
 Sejumlah 1 ml filtrat pada kaca arloji,
ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP. Hasil
positif ditujukan dengan adanya endapan
coklat hitam.
 Sejumlah 1 ml filtrat pada kaca arloji,
ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Hasil
positif ditujukan dengan adanya endapan
putih atau kuning yang larut dalam
methanol P.
 1 ml filtrat pada kaca arloji ditambahkan 2
tetes Dragendorff LP. Hasil positif
ditujukan dengan adanya endapan jingga
coklat. (DepKes RI, 1995).
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun
Beluntas
Ekstrak daun beluntas dibuat dengan
metode maserasi dengan cara sebanyak 1500
gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 15
liter pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan
dalam 3 buah botol coklat, masing-masing
selama 3 hari dengan merendam 500 gram
serbuk simplisia dengan 5 liter etanol 96%
sampai terendam, lalu botol dilapisi dengan
alumunium foil, dikocok selama 15 menit
setiap 6 jam sekali. Setelah perendaman
selama
3
hari,
kemudian
disaring
menggunakan kain batis. Digabungkan filtrat
yang didapat dan dipekatkan dengan vakum
evaporator sampai diperoleh ekstrak kental.
3. Pengujian
Aktivitas
Ekstrak Daun Beluntas
Antibakteri
Pembuatan Media Nutrient Agar
Serbuk nutrient agar sebanyak 23 gram
dilarutkan dalam 1000 ml air suling, kemudian
dipanaskan hingga mendidih selama 10–15
menit sampai terbentuk larutan sempurna.
Larutan disterilkan dalam autoklaf pada suhu
Analisis Fitokimia Ekstrak Etanol Daun
Beluntas
a. Uji Saponin
50 mg ekstrak dimasukan kedalam tabung
reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas,
3
121°C selama 15 menit dengan tekanan 1 atm
sebelum media digunakan.
Pembuatan tabung agar miring untuk
kultur
stok
dilakukan
dengan
cara
menuangkan 5 ml media yang masih cair
kedalam tabung reaksi steril secara aseptis
yang diletakan pada posisi miring (sudut
kemiringan kurang lebih 15°) kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37°C
(Larassaty, 2008).
4. Formulasi Sediaan Deodoran Ekstrak
Daun Beluntas
Deodoran roll on dibuat dengan 4 formula
dimana formula 1 adalah formula tanpa
penambahan ekstrak daun beluntas, sedangkan
formula 2, 3 dan 4 menggunakan ekstrak
dengan konsentrasi yang berbeda sesuai
dengan hasil uji KHM.
Formula Sediaan Deodoran
Bahan
Penyiapan Isolat Bakteri
Bakteri
Staphylococcus
epidermidis
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Pada pengujian antibakteri ini digunakan
bakteri dengan konsentrasi standar 0,5
McFarland dengan cara diambil 1 ose koloni
bakteri
Staphylococcus
epidermidis,
digoreskan secara zigzag dalam 1 tabung agar
miring. Dibuat 5 tabung untuk kultur stok
Staphylococcus epidermidis. Diinkubasi 24
jam pada suhu 35 - 37°C.
Untuk mendapatkan/menghitung suspensi
bakteri uji yang akan digunakan, diambil 1
(atau lebih) koloni bakteri dari stok agar
miring, dilarutkan dalan 5 ml NaCl fisiologis
0,9%, divorteks dan diukur kekeruhan
menggunakan nefrometer diagnostic hingga
sesuai dengan standar 0.5 McFarland
(Hadioetomo, 1985).
F1
(blanko)
Formula (%)
F2
F3
F4
Ekstrak
Daun
0
3*
4*
5*
Beluntas
HPC-m
(Hydroxy
3
3
3
3
Prophyl
Cellulosemedium)
Propilen
Glikol
15
15
15
15
BHT
(Butylated
0,1
0,1
0,1
0,1
hidroxy
toluene)
Natrium
metabisulfit
0,1
0,1
0,1
0,1
Etanol 96%
40
40
40
40
Parfum
(Aroma
0,5
0,5
0,5
0,5
Apel)
Air Suling
ad
100
100
100
100
*Keterangan: ekstrak yang ditambahkan pada
formula merupakan konsentrasi setelah didapatkan
nilai Konsentrasi Hambat Minimun (KHM) ekstrak.
Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Ekstrak Daun Beluntas
Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) ekstrak daun beluntas dengan metode
dilusi agar dilakukan sebanyak 2 kali ulangan.
Sebanyak 23 g serbuk nutrient agar
dilarutkan dalam 1 L akuades, kemudian
dididihkan dan disterilisasi dalam autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit, dituang
sebanyak masing-masing 15 ml ke dalam
setiap cawan petri. Dibuat konsentrasi ekstrak
0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 10%, 15%, 20%
dan 25%.
Ditambahkan 1 ml ekstrak daun beluntas
dengan masing-masing konsentrasi tersebut
dan 0,2 ml bakteri uji yang berkonsentrasi 0,5
McFarland, diaduk hingga homogen dan
dibiarkan sampai mengeras. Diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 35-37°C.
Dilihat dan diamati adanya pertumbuhan
bakteri atau tidak. Konsentrasi terendah dari
ekstrak daun beluntas yang tidak terjadi
pertumbuhan bakteri pada cawan petri
merupakan konsentrasi hambat minimum
(KHM) untuk ekstrak (Hadioetomo, 1985).
Deodoran roll on dibuat dengan cara
melarutkan komponen yang larut dalam
alkohol dan komponen yang larut dalam air.
Sediaan dibuat dengan tiga formula, masingmasing mempunyai konsentrasi yang berbeda
dimulai dari konsentrasi terendah ekstrak
daun beluntas yang sudah menghasilkan KHM
(Konsentrasi Hambat Minimum), selanjutnya
ditingkatkan.
HPC-m dikembangkan dalam sebagian
etanol 96% dan didiamkan selama 24 jam.
Dilarutkan BHT ke dalam etanol, ekstrak daun
beluntas ke dalam etanol dan Natrium
metabisulfit ke dalam air. Dibuat pelarut
campur yang terdiri dari campuran air,
propilen glikol dan etanol. Dicampurkan
larutan BHT ke dalam ekstrak dalam beaker
glass, diaduk hingga homogen, ditambahkan
larutan Natrium metabisulfit, kemudian
dilarutkan dalam pelarut campur. Campuran
ditambahkan ke dalam HPC-m yang telah
4
dikembangkan selama 24 jam kemudian
campuran dihomogenkan, dimasukkan ke
dalam kemasan untuk kemudian dilakukan
pengujian (Jellineck, 1970).
buffer pH 4,02. Layar muncul call not ready
buffer 2, ditunggu hingga menjadi ready CFM
kemudian ditekan CFM dan muncul pH 4,02.
Elektroda dimasukkan ke dalam sampel
tunggu hingga angka pH meter stabil. Setiap
pergantian larutan, elektroda dibilas dengan
air suling (Rowe et al., 2009).
5. Evaluasi Sediaan Deodoran Roll On
Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Sediaan
Sebanyak 23 g serbuk nutrient agar
dilarutkan dalam 1 L akuades, kemudian
dididihkan dan disterilisasi dalam autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit, dituang
sebanyak masing-masing 15 ml ke dalam
setiap cawan petri. Ditambahkan 1 ml sediaan
deodoran roll on masing-masing formula.
Ditambahkan 0,2 ml bakteri uji yang
berkonsentrasi 0,5 McFarland, diaduk hingga
homogen dan dibiarkan sampai mengeras.
Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35-37°C.
Dilihat dan diamati adanya pertumbuhan
bakteri atau tidak.
Uji Viskositas
Penentuan viskositas bertujuan untuk
mengetahui adanya perbedaan kekentalan
pada tiap formula deodoran roll on. Penentuan
viskositas dilakukan dengan mengamati angka
pada skala viskometer Brookfield dengan
kecepatan dan waktu tertentu. Sediaan
deodoran diletakkan pada wadah berupa
tabung silinder kaca atau gelas piala lalu
dipasang spindle pada tuasnya kemudian
spindle diputar dengan kecepatan tertentu
sampai jarum viskometer menunjukkan pada
skala yang konstan (Martin et al., 2008).
Penentuan Berat Jenis
Berat jenis dari sediaan deodoran roll on dapat
ditentukan dengan piknometer. Piknometer
yang digunakan dalam percobaan adalah
piknometer 10 ml, dimana berat kosong
piknometer ditimbang terlebih dahulu sampai
berat konstan. Lalu berat piknometer beserta
isinya yang berupa sediaan deodoran
ditimbang juga sampai berat konstan. Berat
sediaan deodoran dalam volume 10 ml adalah
berat piknometer beserta isi dikurangi berat
piknometer kosong. Berat jenis adalah
perbandingan antara berat (gram) dan volume
(ml).
Uji Iritasi
Uji iritasi adalah uji kepekaan kulit dengan
maksud untuk mengetahui apakah sediaan uji
dapat menimbulkan iritasi atau kepekaan pada
kulit atau tidak (Voigt, 1995). Pengujian
dilakukan langsung terhadap sepuluh orang
sukarelawan pria dan wanita dengan cara uji
tempel dimana sediaan uji lebih kurang 0,1
gram dioleskan pada lengan bagian dalam
dengan diameter 2 cm, kemudian ditutup
dengan kain kasa (DepKes RI, 1985). Setelah
24 jam diamati gejala yang timbul. Berikut ini
interpretasi hasilnya:
Berat Jenis =
Interpretasi hasil uji iritasi
Reaksi
Hasil
Tidak timbul reaksi
(–)
Kulit memerah
(+)
Kulit memerah dan gatal
(++)
Kulit membengkak
(+++)
(𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑖𝑠𝑖)− (𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜
= 𝑔/𝑚𝑙
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Pemeriksaan
Karakteristik
Serbuk Simplisia Daun Beluntas
Karakteristik serbuk simplisia daun
beluntas yang dihasilkan berupa serbuk halus,
warna hijau tua kekuningan, berbau khas dan
rasanya agak kelat. Serbuk simplisia yang
diperoleh sebanyak 2.155 gram dari 10.000
gram daun segar yang sudah disortasi
sehingga diketahui persen rendemen simplisia
daun beluntas adalah 21,55%.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik terhadap suatu sediaan
deodoran
meliputi warna, bau dan
kehomogenan sediaan (Rowe et al., 2009).
Uji pH
Pengukuran dilakukan menggunakan pH
meter dengan cara dimasukkan elektroda ke
dalam buffer pH 7 kemudian tekan call dan
layar muncul call not ready buffer 1, ditunggu
hingga menjadi ready CFM. Setelah ready
CFM ditekan CFM dan muncul pH 7,
kemudian dimasukkan elektroda ke dalam
Kadar Air Simplisia Serbuk
Ulangan
Hasil
Rata-rata
1
4,74%
4,725%
2
4,71%
5
Hambat Minimum (KHM) ekstrak etanol daun
beluntas berada pada konsentrasi ekstrak 3%.
Menurut Purnomo (2001) flavonoid dalam
daun beluntas memiliki aktivitas antibakteri
terhadap
Staphylococcus
sp,
Propionobacterium sp dan Corynebacterium.
Di dalam flavonoid mengandung suatu
senyawa fenol yang merupakan suatu alkohol
bersifat asam disebut juga asam karbolat.
Sebagian besar struktur dinding sel dan
sitoplasma bakteri mengandung protein dan
lemak, dengan adanya zat antibakteri seperti
flavonoid yang mampu mendenaturasikan
protein dan merusak membran sel maka
terdapatnya lapisan protein pada permukaan
bakteri menyebabkan zat antibakteri dapat
melakukan penetrasi ke dalam sel bakteri
Staphylococcus epidermidis.
Kadar Abu Simplisia Serbuk
Ulangan
Bobot Krus
Kosong (g)
Bobot
Sampel
(g)
Kadar
Abu
(%)
1
41,6418
2,0015
7,52
2
38,2456
2,0014
7,47
Ratarata
7,5%
2. Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun
Beluntas
Ekstrak daun beluntas berupa padatan
lengket, berbau khas dan memiliki warna hijau
kecoklatan diperoleh dari hasil ekstraksi
dengan proses maserasi yaitu sebanyak
229,907 gram dari 1.500 gram serbuk
simplisia yang dimaserasi dengan 15 L etanol
96%, sehingga dapat diketahui rendemen
ekstrak sebesar 15,33%.
Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Beluntas
Identifikasi
Senyawa
Parameter
Hasil
analisis
Kesimpulan
Saponin
Tanin
Busa stabil
Endapan
putih
Merah-merah
ungu/kuning
jingga
Endapan
coklat hitam
Busa stabil
Endapan
putih
Kuning
jingga
+
+
Endapan
coklat
hitam
Endapan
Putih
+
Endapan
jingga coklat
+
Flavonoid
Alkaloid
Bouchardat
Mayer
Dragendorf
Endapan
Putih/kuning
larut
Endapan
jingga coklat
0.5%
1%
2%
3%
4%
5%
10%
15%
20%
25%
+
+
Keterangan: (+) Ada senyawa, (-) Tidak ada
senyawa
3. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Beluntas
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan pada konsentrasi 0,5%, 1%, 2%,
3%, 4%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%
menunjukkan pada konsentrasi 0,5% masih
terdapat pertumbuhan bakteri, hal ini
menunjukkan ekstrak daun beluntas tersebut
tidak memberikan daya hambat terhadap
bakteri Staphylococcus epidermidis. Pada
konsentrasi 1% dan 2% ekstrak daun beluntas
sudah menunjukkan daya hambatnya ditandai
dengan pertumbuhan bakteri yang lebih jarang
dibandingkan dengan konsentrasi 0,5%, hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun
beluntas tersebut memiliki sifat bakteriostatik
yaitu mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Pada konsentrasi diatas 3% ekstrak
daun beluntas menunjukkan daya hambat
cukup besar yang ditandai dengan tidak
adanya pertumbuhan bakteri pada konsentrasi
tersebut, hal ini berarti bahwa ekstrak daun
beluntas dengan konsentrasi tersebut memiliki
sifat bakterisidal. Sehingga Konsentrasi
Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) Ekstrak Daun Beluntas terhadap
Bakteri Staphylococcus epidermidis
6
Staphylococcus epidermidis, hal ini berarti
bahwa sediaan deodoran roll on yang tidak
mengandung ekstrak daun beluntas tidak
memiliki efektivitas sebagai antibakteri
4. Hasil Pembuatan Sediaan Deodoran
Roll On Ekstrak Daun Beluntas
Sediaan deodoran roll on ekstrak daun
beluntas dibuat dengan menambahkan
konsentrasi ekstrak yang berbeda sesuai
dengan hasil uji KHM ekstrak, yaitu
konsentrasi ekstrak 0% (F1), 3% (F2), 4%
(F3), 5% (F4). Pelarut yang digunakan untuk
melarutkan zat aktif adalah etanol 96%.
Parfum yang digunakan adalah aroma buah
apel, BHT dan natrium metabisulfit digunakan
sebagai antioksidan dan pengawet, sedangkan
air suling, propilen glikol dan HPC-m sebagai
pelarut campur untuk sediaan. Hasil dari
keempat formula yang telah dibuat,
menunjukkan adanya hubungan konsentrasi
ekstrak dengan warna sediaan, dimana
semakin tinggi konsentrasi ekstrak (zat aktif)
maka warna yang dihasilkan pada sediaan
semakin pekat. Formula yang paling pekat
adalah formula 4 dengan konsentrasi ekstrak
5%.
F1
F2
F3
terhadap Staphylococcus epidermidis.
F1 = Ekstrak 0%
F2 = Ekstrak 3%
F2
F3
F4
Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Sediaan Deodoran Roll On Ekstrak Daun Beluntas
Terdapat senyawa flavonoid dalam ekstrak
etanol daun beluntas dan di dalam flavonoid
tersebut mengandung suatu senyawa fenol
yang merupakan suatu alkohol bersifat asam
sehingga disebut juga asam karbolat.
Pertumbuhan sel bakteri dapat terganggu
karena adanya suatu senyawa fenol yang
terkandung dalam ekstrak etanol daun
beluntas. Kondisi asam oleh adanya fenol
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis. Fenol memiliki
kemampuan mendenaturasikan protein dan
merusak membran sel, fenol berikatan dengan
protein melalui ikatan hidrogen sehingga
mengakibatkan struktur protein menjadi rusak.
Tidak stabilnya dinding sel dan membran
sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi
permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan
aktif, pengendalian susunan protein dari sel
bakteri
menjadi terganggu. Gangguan
integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya
makromolekul dan ion dari sel, sel bakteri
menjadi kehilangan bentuknya dan terjadilah
lisis (Pelczar dan Chan, 1988). Kematian sel
bakteri berarti hilangnya kemampuan bakteri
bereproduksi (tumbuh dan membelah). Pada
media nutrient agar yang tidak ditemukan
pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus
epidermidis menunjukkan bahwa ekstrak
etanol daun beluntas
dapat bersifat
bekterisidal.
F4
Sediaan Deodoran Roll On Ekstrak Daun Beluntas
Keterangan:
F1
F3 = Ekstrak 4%
F4 = Ekstrak 5%
5. Hasil Evaluasi Sediaan Deodoran Roll
On
Hasil Uji KHM Sediaan
Uji KHM dilakukan pada sediaan untuk
mengetahui apakah potensi suatu sediaan
memberikan hasil yang berbeda terhadap
bakteri uji, hal ini untuk menguji mutu sediaan
apakah masih mempunyai efek terhadap
bakteri uji. Sediaan deodoran roll on diujikan
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
penyebab bau badan. Hasil pengamatan uji
KHM sediaan menunjukkan bahwa sediaan
deodoran roll on yang mengandung ekstrak
daun beluntas 3% (formula 2), 4% (formula 3)
dan 5% (formula 4) tidak terlihat adanya
pertumbuhan bakteri, berdasarkan hasil
tersebut
diketahui
sediaan
deodoran
mempunyai efektivitas sebagai antibakteri
terhadap
Staphylococcus
epidermidis.
Sedangkan formula 1 yang tidak mengandung
ekstrak daun beluntas ditumbuhi bakteri
Uji Iritasi
Panelis uji iritasi meliputi manusia sehat
yang berusia antara 20-30 tahun, sehat
jasmani, tidak memiliki riwayat penyakit
7
alergi atau penyakit yang erat kaitannya
dengan reaksi alergi dan telah menyatakan
kesediaannya menjadi panelis. Reaksi yang
diamati adalah alergi khas pada daerah uji
yaitu lengan bagian dalam, dengan gejala kulit
kemerahan, gatal-gatal dan kulit membengkak.
Hasil Uji Organoleptik Sediaan Deodoran
Roll On
Hasil Uji Iritasi Sediaan Deodoran Roll On
Keterangan:
Keterangan:
-
= Tidak timbul reaksi
+
= Kulit memerah
++
= Kulit memerah dan gatal
+++
= Kulit membengkak
W
●
●●
●●●
●●●
●
H
♦
♦♦
= Warna
= Putih
= Hijau Muda
= Hijau Hijau Tua
=
Hijau
Kecoklatan
= Kehomogenan
= Tidak Homogen
= Homogen
A
+
++
+++
= Aroma Apel
= Aroma Lemah
= Aroma Sedang
= Aroma Kuat
Uji pH
Kulit ketiak memiliki pH yang berbeda
dengan pH fisiologis kulit pada umumnya
dimana pH fisiologis kulit sekitar 4,5-6,5
sedangkan pH kulit ketiak yaitu 4-6,8
(Stawiski, 1994).
Hasil pemeriksaan pH sediaan deodoran
roll on menunjukkan bahwa pH pada keempat
formula berbeda-beda, dimana formula 2,
formula 3 dan formula 4 yang ditambahkan
ekstrak etanol daun beluntas memiliki pH
yang lebih rendah karena ekstrak etanol daun
beluntas mengandung senyawa alkohol dan
fenol
yang merupakan senyawa asam,
sehingga semakin banyak ekstrak yang
ditambahkan maka akan semakin rendah
(semakin asam) pH sediaan. Selama masa
penyimpanan 8 minggu pH sediaan diamati
pada suhu kamar (28-30oC) berkisar antara
4,52-5,53 yang berarti bahwa pH sediaan
deodoran roll on ekstrak daun beluntas masih
berada dalam kisaran pH kulit ketiak yaitu
4,0-6,8 sehingga dapat aman digunakan.
Uji Organoleptik
Penentuan organoleptik terhadap
suatu produk merupakan penilaian dengan
menggunakan alat indra yaitu indra
penglihatan, indra perasa ataupun indra
pembau.
Pada penentuan ini, warna dari setiap
formula sediaan yang disimpan dari minggu
ke 0 sampai minggu ke 8 relatif stabil tidak
terjadi perubahan warna pada masing-masing
formula dimana formula 1 berwarna putih,
formula 2 berwarna hijau muda, formula 3
berwarna hijau tua dan formula 4 berwarna
hijau kecoklatan. Perbedaan warna dari
keempat formula tersebut karena perbedaan
konsentrasi ekstrak daun beluntas yang
digunakan pada masing-masing formula.
Selain parameter warna, parameter lain
yang juga stabil yaitu aroma. Hasil
pengamatan dari uji organoleptik parameter
aroma sediaan yang disimpan hingga 8
minggu relatif stabil. Baik formula 1, formula
2, formula 3 dan formula 4 mempunyai aroma
tetap stabil yaitu aroma buah apel.
Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan
baik formula 1, formula 2, formula 3 maupun
formula 4 mulai dari minggu awal
terbentuknya sediaan hingga selama masa
penyimpanan sampai minggu ke-8 yang
disimpan pada suhu kamar (28-30oC) adalah
homogen tetap stabil, tidak terjadi pemisahan
antara komponen pada sediaan.
8
relatif stabil.
Uji Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan
dari suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi
viskositas, akan makin besar tahanannya
(Martin et al., 2008). Viskositas diukur
menggunakan viskometer Brookfield dengan
spindle 2 pada RPM 100, torsi 85,2%.
Pengujian viskositas dari sediaan deodoran
roll on dilakukan untuk mengetahui
konsistensi sediaan selama 8 minggu
penyimpanan pada suhu kamar.
Viskositas sediaan berkisar 331,8-340,8
cP. Hasil evaluasi viskositas pada formula 1,
2, 3 dan 4 mengalami penurunan yang tidak
terlalu signifikan setiap minggunya, hal ini
terjadi karena thickening agent yang
digunakan dalam formula yaitu HPC-m
inkompatibel dengan derivat fenol yang
terkandung dalam ekstrak daun beluntas
sehingga viskositas yang dihasilkan pada
sediaan berangsur-angsur turun selama masa
penyimpanan. Viskositas yang menurun ini
sesuai dengan hukum Arrhenius yang
menyebutkan bahwa semua sediaan yang
disimpan selama periode waktu tertentu maka
akan mengalami penurunan viskositas
sehingga semakin lama masa penyimpanan
maka sediaan semakin encer (Martin et al.,
2008). Sediaan deodoran roll on yang
mengalami penurunan tidak terlalu signifikan
menunjukkan bahwa sediaan mempunyai
kondisi baik dan relatif stabil.
Kesimpulan
Ekstrak daun beluntas memiliki aktivitas
antibakteri
terhadap
Staphylococcus
epidermidis dengan nilai Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) 3%
dan dapat
diformulasikan menjadi sediaan deodoran
bentuk roll on yang memiliki aktivitas
aktibakteri untuk mengatasi masalah bau
badan. Formula 2 sediaan deodoran roll on
dengan penambahan ekstrak daun beluntas 3%
merupakan formula yang paling baik dan
efektif dibanding dengan formula yang lain.
Saran
Perlu dilakukan metode ekstraksi lain pada
daun beluntas untuk menghasilkan sediaan
deodoran roll on dengan tampilan visual yang
lebih menarik. Perlu dilakukan pengujian
kestabilan terhadap kadar senyawa aktif yang
ada di dalam sediaan deodoran roll on
sehingga dapat ditentukan daya simpannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia Jilid 1. Pustaka Bunda.
Jakarta.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.1995.
Materia
Medika
Indonesia Jilid VI. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
_____. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan,
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia. Jakarta.
Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi Dasar
Dalam Praktek Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. PT Gramedia.
Jakarta.
Jawetz, Melnick dan Adelberg’s. 2013.
Medical Microbiology 26th Edition.
McGraw-Hill ompanies. USA.
Jellineck, J. S. 1970. Formulation and
Function of Cosmetics, Diterjemahkan
dari Jerman Oleh G.L. Fenton. New
Penentuan Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan bobot
suatu bahan dengan air pada volume dan suhu
yang sama dengan menggunakan piknometer.
Pengukuran berat jenis dilakukan untuk
mengetahui perubahan berat jenis pada saat
penyimpanan selama 8 minggu pada suhu
kamar
(28-30oC).
Berdasarkan
hasil
pengukuran berat jenis, pada awal dan akhir
penyimpanan mengalami kenaikkan dan
penurunan berat jenis tetapi nilai penurunan
atau kenaikkan tidak berbeda jauh sehingga
dapat disimpulkan hasil pengukuran berat
jenis sediaan selama penyimpanan 8 minggu
9
Excipients
6th
Edition.
The
Pharmaceutical Press. London.
Stawiski, M. A. 1994. Patofisiologi Struktur
dan Fungsi Kulit Edisi IV. EGC.
Jakarta.
Sulistiyaningsih. 2009. Potensi Daun Beluntas
(Pluchea indica L.) sebagai Inhibitor
terhadap Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus
aureus.
Fakultas
Farmasi
Universitas
Padjadjaran.
Bandung.
Tiwari, P., B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur dan
H.
Kaur.
2011.
Phytochemical
Screening And Extraction: A Review.
Internationale Pharmaceutica Sciencia.
1 (1): 98-106.
Tranggono, R. I., dan F. Latifah. 2007. Buku
Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi Edisi V. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
York: John Willey and Sons,
Intersciences. 302 (3) : 295-96.
Larassaty, D. 2008. Uji Aktivitas Ekstrak
Etanol Buah Adas dalam Menghambat
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus
dan
Escherichia
coli.
Universitas Pakuan. Bogor.
Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata.
2008. Farmasi Fisika Dasar-Dasar
Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmaseutik
Edisi 3. UI Press. Jakarta.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science.
Elsevier. Amsterdam.
Pelczar, J. M. dan E. C. S. Chan. 1998. DasarDasar Mikrobiologi 2. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Purnomo, M. 2001. Isolasi Flavonoid dari
Daun Beluntas (Pluchea indica L.)
yang Mempunyai Aktivitas Antimikroba
(Thesis). Universitas Airlangga.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, dan M. E. Quinn.
2009. Handbook of Pharmaceutical
10
Download