Efikasi Minyak Beriodium Dosis Rendah Ditambah

advertisement
119
VI. PEMBAHASAN
A. Pengaruh Variabel Perancu
1. Sosial-Ekonomi, Budaya, Asupan Zat Gizi, Kurang Energi Kronis dan
Kepatuhan Mengkonsumsi Suplemen
Pada awal penelitian kecukupan energi, protein, besi dan seng ditemukan
mencapai ≤ 60% dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan (Gambar 14).
Kondisi tersebut dipicu oleh ibu hamil yang menderita morning sicknes, akibat
meningkatnya sekresi hormon estrogen dari plasenta, yang ditandai oleh mual dan
muntah (nausea) serta nafsu makan menurun (Guyton 1982).
Pada akhir penelitian (masa nifas) kecukupan energi, protein, besi dan seng
masih dibawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (Gambar 15). Belum
terpenuhinya asupan zat gizi dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat untuk
menghindari mengkonsumsi makanan tertentu (food avoidance) selama masa
nifas (Tabel 16). Makanan yang dihindari merupakan makanan sumber energi,
protein dan vitamin mineral. Makanan tersebut dipercaya bila dikonsumsi akan
berpengaruh kepada bayi yang akan disusui dan hasil penelitian ini sejalan dengan
temuan Pool (1986) yang mempelajari food avoidance pada masyarakat India.
Kurangnya konsumsi makanan seperti itu menyebabkan kebutuhan tubuh akan zat
gizi sulit dipenuhi.
Rendahnya tingkat kecukupan energi, protein dan mineral pada contoh pada
awal dan akhir penelitian diduga dipengaruhi pula oleh faktor kemiskinan.
Indikator kemiskinan seperti pengeluaran sebagai proxi pendapatan, kepemilikan
barang berharga (aset), keadaan perumahan, dan indikator lain tidak diteliti dalam
penelitian ini kecuali pendidikan contoh dan suami yang terbanyak berpendidikan
sekolah dasar.
Fokus penelitian ini adalah mempelajari efek pemberian ketiga suplemen
terhadap perubahan parameter biokimia darah dan urin pada ibu dan perubahan
paramter biokimia darah dan status gizi bayi yang dilahirkan.
Tingkat kecukupan vitamin A pada contoh tiga kelompok pada awal sebesar
83-87% sedangkan pada akhir penelitian diatas 90% (Gambar 14 dan 15).
Kecukupan vitamin A hampir mencapai angka kecukupan gizi yang dianjurkan
120
disebabkan karena tingginya konsumsi sayuran berdaun hijau. Sayuran merupakan
sumber vitamin A yang murah dan mudah di dapat di desa. Pada akhir penelitian
(nifas) konsumsi sayuran meningkat karena ibu nifas percaya (food belief) sayuran
dapat meningkatkan produksi ASI. Peningkatan konsumsi sayuran antara lain
daun singkong dapat meningkatkan asupan sianida pada semua kelompok
penelitian, tetapi rerata asupan sianida tersebut belum melebihi ambang batas
normal asupan sianida maksimum 10 mg (Gambar 19). Pemberian suplemen
iodium yang diterima ibu hamil cukup untuk mencegah effek negatif dari zat
goitrogenik seperti sianida (Gaitan 1986).
Lebih dari 80% contoh pada tiga kelompok baik pada awal dan akhir
penelitian mengetahui manfaat garam beriodium. Dibandingkan dengan data BPS
maka proporsi contoh yang mengetahui manfaat garam beriodium lebih tinggi
(BPS 2000). Hal ini mungkin disebabkan karena daerah penelitian ini telah
terpapar penelitian tentang GAKI yang dilakukan dari Balai GAKI, Magelang,
Universitas Diponegoro, Universitas Gajah Mada maupun dari instansi
pemerintah lainnya.
Walaupun mengetahui manfaat garam beriodium dalam praktek kehidupan
sehari-hari ditemukan sebanyak 60-70% ibu hamil dari tiga kelompok pada awal
dan 62%-67% ibu dari tiga kelompok pada akhir penelitian mengkonsumsi garam
yang memenuhi syarat (30-80 ppm) (Gambar 18). Dengan demikian target
Universal Salt Iodization (USI) belum tercapai. Disamping itu ditemukan
sebanyak 2% contoh pada kelompok dosis tinggi masih mengkonsumsi garam
curah (krosok) yang tak mengandung iodium. Pengetahuan GAKI contoh tiga
kelompok masih kurang (Tabel 18). Oleh karena itu perlu upaya untuk melakukan
penyuluhan tentang GAKI dan manfaat garam beriodium berkesinambungan
dengan cara melalui posyandu
Faktor sosial-ekonomi yang dikaji dari pendidikan dan pekerjaan contoh dan
suami tidak berbeda secara signifikan antara tiga kelompok (p>0.05) (Tabel 11).
Faktor budaya juga tidak berpengaruh dalam penelitian ini karena hampir seluruh
contoh merupakan penduduk asli setempat yang tinggal di dataran tinggi. Rerata
asupan zat gizi makro (energi, protein) dan mikro (vitamin A, besi dan seng) dari
makanan sehari-hari pada awal (trimester 1) dan akhir penelitian (nifas)
121
ditemukan juga tidak signifikan antara tiga kelompok (p>0.05)(Tabel 14 dan15).
Berdasarkan uji proporsi kurang energi kronis (KEK) contoh pada tiga kelompok
pada awal dan akhir penelitian tidak berbeda bermakna (p>0.05)(Tabel 13).
Kepatuhan mengkonsumsi suplemen minyak iodium dan beta karoten contoh
selama penelitian mencapai 100%. Asupan iodium dari bahan makanan, garam
dan total pada awal dan akhir penelitian pada tiga kelompok tidak signifikan
(p>0.05)(Gambar 16). Uji proporsi pengetahuan GAKI contoh baik pada awal
atau akhir penelitian ditemukan tidak bermakna (p>0.05)(Tabel 18).
Berdasarkan pengujian tersebut variabel-variabel perancu sosial-ekonomi,
budaya, asupan zat gizi makro (energi, protein) dan asupan zat gizi mikro
(vitamin A, zat besi, seng) dalam makanan sehari, asupan iodium dari bahan
makanan dan garam, asupan sianida dari bahan makanan, dan kepatuhan
mengkonsumsi suplemen minyak iodium dan beta karoten, kurang energi kronis,
pengetahuan GAKI tidak berpengaruh nyata dalam penelitian ini antara tiga
kelompok suplemen. Dengan demikian variabel perancu ini dapat diabaikan
pengaruhnya
sehingga
tidak
mengganggu
efektiftas
suplemen
dalam
meningkatkan sekresi hormon tiroid ibu hamil.
2. Hasil Analisis Bivariat Beberapa Variabel
Dengan uji proporsi dan uji beda telah dibuktikan bahwa faktor sosialekonomi, budaya, asupan zat gizi termasuk iodium, asupan sianida dan
pengetahuan GAKI tidak berbeda nyata (p>0.05). Dengan uji bivariat untuk
melihat faktor risiko ternyata hanya variabel suplemen yang mempunyai p value
< 0.25 (Tabel 32). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa contoh diberi
minyak iodium dosis rendah+beta karoten terlihat risiko untuk mendapatkan bayi
dengan TSH neonatal (blood spot) tidak normal lebih rendah yang bermakna
dibandingkan contoh yang diberi dosis tinggi (p<0.05; OR=0.31; 95%Cl OR
0.11-0.86). Sementara pada contoh yang diberi minyak iodium dosis rendah
terlihat risiko untuk mendapatkan bayi dengan TSH tidak normal juga rendah
namun tidak bermakna dibandingkan contoh yang diberi dosis tinggi
(p>0.05)(Tabel 33).
122
B. Perubahan Status Biokimia Darah dan Urin Ibu Hamil Sampai Nifas
1. Serum TSH
Dengan uji statistik ternyata rerata serum TSH pada akhir penelitian (nifas)
yang berbeda secara signifikan antar tiga kelompok perlakuan (p<0.05)(Tabel 20).
Lebih lanjut dengan uji Multiple Comparison LSD ditemukan kelompok yang
berbeda bermakna adalah kelompok dosis tinggi terhadap dosis rendah dan
kelompok dosis tinggi terhadap dosis rendah+beta karoten (p>0.05)(Tabel 21).
Artinya pemberian minyak iodium dosis rendah dan dosis rendah+beta karoten
mempunyai perbedaan yang bermakna dalam menurunkan hormon TSH
dibandingkan dengan dosis tinggi pada akhir penelitian. Namun penurunan serum
TSH sampai masa nifas terbesar pada kelompok minyak iodium dosis
rendah+beta karoten sebesar 52% dan penurunan kadar serum TSH nifas ini
ternyata 3% lebih tinggi dari pada kelompok dosis rendah dan 14% lebih tinggi
dari pada kelompok dosis tinggi.
Berdasarkan cut-off serum TSH ≥ 5.0 μU/ml (Hartono 2001), proporsi
contoh kelompok dosis tinggi yang berisiko sebesar 9% dan tidak ditemukan
contoh kelompok dosis rendah dan dosis rendah+beta karoten yang berisiko
(Tabel 22).
2. EIU
Suplemen yang diberikan meningkatkan asupan iodium selama hamil
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22 sehingga dapat memproteksi ibu akan
kekurangan iodium selama hamil. Pada kelompok suplemen iodium dosis tinggi
setelah sebulan intervensi dengan nilai EIU sebesar 506 μg/L, terlihat sebagian
besar iodium (99.75%) dibuang melalui urin. Kemudian 5-6 bulan intervensi
(trimester 3) turun menjadi 234 μg/L, akhirnya pada nifas nilai EIU turun
mencapai 88 μg/L mendekati nilai EIU awal penelitian.
Pola nilai EIU kelompok dosis tinggi yakni sejak 1 bulan intervensi terus
menurun sampai akhirnya nilai EIU pada masa nifas kembali seperti semula pada
awal penelitian. Effect ini disebut Burst Effect yaitu pembuangan iodium melalui
urin dalam jumlah besar, selanjutnya pembuangan iodium dalam urin dalam
jumlah kecil sampai kembali mencapai titik awal.
123
Permaesih et al. (1996) menemukan ibu nifas yang diberi kapsul minyak
iodium 200 mg (yodiol) pola pembuangan urin serupa dengan pola diatas, sebulan
intervensi iodium yang dibuang melalui urin sebesar 99.79% kemudian nilai EIU
turun terus sampai mencapai nilai awal setelah 6 bulan intervensi.
Sedangkan pola EIU dari kelompok minyak iodium dosis rendah dan
kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten mempunyai efek kumulatif
yaitu pemberian minyak iodium dosis yang rendah setiap bulan akan
meningkatkan nilai EIU dan nilai EIU akan turun apabila pemberian minyak
iodium dihentikan. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian ini yakni pemberian
minyak iodium dosis rendah dan minyak iodium dosis rendah+beta karoten
meningkatkan nilai EIU 1 bulan sebesar 203 μg/L dan 223 μg/L (p<0.05). Pada
5-6 bulan intervensi (trimester 3) kadar EIU menjadi sebesar 210 μg/L dan 276
μg/L (p>0.05). Setelah enam bulan intervensi pemberian minyak iodium dosis
rendah dan dosis rendah+beta karoten dihentikan, maka nilai EIU turun menjadi
126 μg/L dan 119 μg/L pada masa nifas (p>0.05). Setelah 6 bulan intervensi, pada
masa nifas kadar EIU kelompok minyak iodium dosis rendah dan minyak iodium
dosis rendah+beta karoten meningkat sebesar 27% dan 21% dibandingkan nilai
EIU pada awal penelitian. Pola yang serupa ditemukan juga oleh Glinoer et al.
(1995) yang melakukan penelitian pada ibu hamil yang diberikan suplemen
iodium dan hormon tiroksin setiap hari sampai melahirkan.
Ekskresi Iodium Urin merupakan salah satu indikator yang disarankan oleh
WHO untuk mempelajari dampak GAKI karena EIU sangat sensitif untuk
perubahan asupan iodium terkini (WHO 2001). Selain itu EIU merupakan
indikator biokimia yang non invasive dan lebih murah dibandingkan indikator
biokimia darah. Pada penelitian ini indikator EIU belum dapat secara siknifikan
mendeteksi perubahan asupan iodium yang terjadi pada 5-6 bulan intervensi
(trimester 3) dan pada akhir penelitian (masa nifas) pada
ketiga suplemen
(Gambar 22).
3. TSH Neonatal
Proporsi TSH neonatal dengan kadar 5-9 uU/ml ditemukan tertinggi pada
kelompok minyak iodium dosis tinggi (82%) sedangkan pada dosis rendah dan
124
dosis rendah+beta karoten sebesar 65% dan 59%. Tidak ditemukan kasus bayi
neonatal yang dicurigai mengalami kongenital hipotiroid dengan TSH neonatal >
20 μU/ml (Gambar 25). Hasil ini serupa dengan temuan dari penelitian Chaouki &
Benmiloud (1994) yang telah memberikan kapsul lipiodol 240 mg pada ibu hamil
di Aljazair. Serum TSH bayi neonatal merupakan indikator yang disarankan oleh
WHO (2001) untuk mendeteksi baik hipotiroid maupun hipertiroid.
Dengan uji ANOVA ditemukan perbedaan TSH neonatal bayi antar
kelompok (p<0.05). Dengan uji Multiple Comparison LSD ditemukan rerata TSH
neonatal yang berbeda bermakna adalah kelompok minyak iodium dosis tinggi
dan kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten (p<0.05)(Tabel 25).
4. Serum Retinol
Kadar serum vitamin A meningkat pada ibu nifas (Tabel 19 dan 20).
Peningkatan tersebut diduga disebabkan pada ibu nifas lebih banyak
mengkonsumsi sayuran untuk memperbanyak produksi ASI. Desa penelitian
merupakan daerah penghasil sayuran yang akan dikirim ke kota besar. Kandungan
beta karoten dan retinol dalam darah ibu menyusui yang tinggal di daerah
penghasil sayuran sudah dibuktikan lebih tinggi dari pada ibu menyusui yang
tinggal didaerah bukan penghasil sayuran (Pambudi et al. 2001). Peningkatan
pada kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten lebih besar dari
kelompok lainnya, hal ini di duga disebabkan karena ibu selama hamil
mendapatkan suplementasi beta karoten. Namun dengan uji statistik tidak
ditemukan ada perbedaan rerata serum retinol antara tiga kelompok (p>0.05).
5. Free T4 dan Hemoglobin
Rerata serum FT4 pada awal dan akhir penelitian diatas 1.0 ng/dl hal ini
menunjukkan bahwa rerata serum FT4 masih dalam batas ambang normal. Tidak
ada perbedaan rerata serum FT4 pada awal dan akhir penelitian (p<0.05)(Tabel 19
dan 20). Tidak ditemukan ada kasus yang hipertiroid secara biokimia.
Rerata kadar hemoglobin pada awal dan akhir contoh pada tiga kelompok
relatif sama. Penelitian ini tidak melarang contoh mendapatkan tablet besi dari
bidan, karena tablet besi dibagikan merupakan Program Pemerintah dalam
125
Penanggulangan anemia karena kekurangan zat gizi besi. Walaupun tidak
dikumpulkan kadar hemoglobin pada akhir kehamilan, diperkirakan proporsi
anemia contoh kelompok yang diberi iodium dosis rendah+beta karoten akan
lebih rendah dari pada 2 kelompok lainnya. Hal ini didukung dari hasil penelitian
Zimmermann et al. (2005) dan Saidin et al. (2002) bahwa pemberian iodium
bersama vitamin A dan tablet besi lebih dapat meningkatkan kadar hemoglobin
dibandingkan pemberian iodium tunggal. Peningkatan proporsi
anemia pada
akhir penelitian (nifas) terjadi pada tiga kelompok diduga disebabkan zat besi
banyak hilang melalui persalinan dan pada masa nifas ibu tidak mengkonsumsi
tablet besi. Bagaimanapun juga peningkatan proporsi anemia tetap tertinggi pada
kelompok dosis tinggi (16%), terendah kelompok dosis rendah dan dosis
rendah+beta karoten sebesar 6% dan 7%.
C. Tumbuh Kembang Bayi
1. Status Gizi Bayi
Proporsi bayi BBLR pada dosis tinggi sebesar 13%, dosis rendah sekitar
9% dan pada dosis rendah+beta karoten tidak ditemukan bayi BBLR (Gambar
23). Pengukuran status gizi bayi neonatal, ditemukan masing-masing 3% pada
kelompok dosis tinggi dan dosis rendah menderita gizi buruk sedangkan
kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten tidak ditemukan kasus
buruk.
Pengukuran kembali status gizi bayi pada usia 3-4 bulan ditemukan kasus
gizi buruk sebesar 4% pada dosis tinggi. Kasus gizi kurang ditemukan sebesar
4%; 6% dan 3% pada kelompok dosis tinggi; kelompok dosis rendah dan
kelompok dosis rendah+beta karoten. Peningkatan status gizi hanya terjadi pada
kelompok minyak iodium dosis rendah dan kelompok dosis rendah+beta karoten .
Peningkatan status gizi sampai bayi pada usia 3-4 bulan terbesar pada
kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten (Z-skor 0.50) diikuti oleh
kelompok minyak iodium dosis rendah (Z-skor 0.3) dan pada kelompok minyak
iodium dosis tinggi tidak tampak peningkatan (Gambar 26).
Tampak status gizi bayi sampai usia 3-4 bulan dilihat dari peningkatan
status gizi dan jumlah kasus gizi buruk dan kurang yang terjadi, ternyata lebih
126
baik pada kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten kemudian diikuti
oleh kelompok minyak iodium dosis rendah.
Pengamatan dengan menggunakan indeks hipotiroid tidak ditemukan
satupun kasus bayi hipotiroid (skor≥5) secara klinis. Indeks hipotiroid dengan
skor 2- < 4 ditemukan masing-masing 9% pada tiap kelompok (Tabel 26).
2. Perkembangan Bayi
Perkembangan bayi yang dipantau hanya sekali saja yaitu pada usia 3-4
bulan. Pada usia 3-4 bulan ditemukan adanya keterlambatan perkembangan
motorik kasar (Gambar 27). Hal ini dapat dilihat pada kelompok minyak iodium
dosis tinggi dimana bayi yang dapat melakukan lima gerakan (penuh) sebanyak
85% dan yang hanya dapat tiga atau empat gerakan sebanyak 15%.
Pada
kelompok minyak iodium dosis rendah, bayi yang dapat melakukan lima gerakan
sebanyak 88% dan yang dapat melakukan tiga atau empat gerakan hanya 12%.
Pada kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten, bayi yang dapat
melakukan lima gerakan sebanyak 92% dan yang dapat melakukan tiga gerakan
atau empat gerakan sebanyak 8%.
Adapun gerakan motorik kasar yang diamati meliputi apakah bayi sudah
bisa mengangkat kepala pada saat telungkup; kepala tertinggal di belakang pada
penarikan untuk posisi
duduk; bayi sudah bisa menggenggam mainan yang
disentuhkan pada telapak tangannya; bayi bisa mengikuti gerakan obyek 180
derajat dan bayi sudah bisa membalas senyuman.
Perkembangan bayi sampai usia 3-4 bulan pada kelompok minyak iodium
dosis rendah dan kelompok minyak iodium dosis rendah+beta karoten tampak
lebih baik dibandingkan dengan kelompok minyak iodium dosis tinggi hal ini
yang sejalan dengan peningkatan status gizinya.
Dalam hal pola asuh, di semua kelompok > 60% pengasuhan dilakukan oleh
ibu sedangkan sisanya dilakukan oleh anggota keluarga lain seperti ayah, nenek,
kakak. Proporsi bayi yang mempunyai alat permainan di rumah hanya sekitar
54%-71%.
Permainan
perkembangan bayi.
di
rumah
merupakan
alat
bantu
menstimulasi
127
3. Makanan Bayi
Makanan pralaktasi diketahui telah diperkenalkan kepada bayi 2 jam setelah
lahir berupa madu, air putih atau air kopi tanpa gula. Sampai bayi usia 4 bulan
ASI masih diberikan kepada ≥ 97% bayi. Namun ibu juga telah memberikan
makanan padat sejak usia dini yaitu usia bayi 1 hari, rinciannya yaitu kurang dari
10% pada tiga kelompok. Sekitar 10% dikenalkan makanan padat pada usia 2-7
hari. Sampai usia 4 bulan hanya sepertiga bayi yang belum diberi makanan padat
dan hal ini menunjukkan bahwa ASI eksklusif pada contoh tiga kelompok masih
rendah (Tabel 31).
Hampir semua bayi usia 3-4 bulan yang ditimbang di posyandu (≥94%).
Tingginya persentase penimbangan bayi di posyandu belum menjamin ibu bayi
mendapat informasi ASI eksklusif. Selain itu tingginya proporsi ibu yang telah
memberikan makanan padat pada usia dini menunjukkan penyuluhan tentang
makanan bayi dan ASI kurang diberikan oleh kader.
D. Efek Samping Pemberian Suplemen Minyak Iodium dengan 3 Dosis
Pengaruh pemberian suplemen iodium dosis tinggi pada profil biokimia
darah TSH nifas yaitu ditemukan 1 orang ibu nifas yang mempunyai kadar
TSH=5.34 μU/ml dengan FT4 = 0.9 ng/ml sedangkan 3 orang lainnya mempunyai
TSH nifas dengan rentangan antara 5-5.79 μU/ml. Tidak ditemukan ibu nifas dari
tiga kelompok yang mengalami hipertiroid dari pemeriksaan serum FT4.
Penelitian ini tidak menemukan satupun bayi yang mempunyai kadar TSH
neonatal diatas 20 uU/ml. Namun penelitian ini menemukan bayi BBLR pada
kelompok minyak iodium dosis tinggi sebanyak 4 orang (9%) dan kelompok
minyak iodium dosis rendah sebanyak tiga orang (8%).
E. Interaksi Iodium, Vitamin A dan Zat Besi
Pemberian minyak iodium dosis rendah+beta-karoten memberikan efek
positif yaitu dapat memperbaiki serum TSH dan EIU (selama hamil dan nifas)
serta TSH neonatal (p<0.05). Ibu hamil mendapat tablet besi dari bidan desa.
Dampak positif tersebut disebabkan adanya interaksi peranan iodium dalam
128
minyak, vitamin A dan pengaruh zat besi dari tablet besi tersebut. Penelitian
epidemiologis telah membuktikan bahwa pemberian multigizi iodium, vitamin A
dan zat besi menunjukkan efek sinergis terhadap perbaikan hormon tiroid (Saidin
et al. 2004; Zimmerman et al. 2005; Wijaja-Erhardt et al. 2007).
Zat besi merupakan komponen penting bagi ensim thyroperoxidase dan
ensim ini sebagai katalisator terhadap sintesis hormon tiroid (Beard et al. 1998).
Dengan demikian pemberian zat besi dapat meningkatkan kosentrasi T4 dan T3
plasma dan meningkatkan konversi T4 menjadi T3 (Beard et al. 1998; Beard &
Borel 1990; Dillman et al. 1980).
Sedangkan vitamin A dari prekursornya (beta karoten) merupakan
komponen yang mempunyai ikatan rangkap. Ikatan rangkap inilah yang
mencirikan adanya sifat antioksidan (Berdanier 2000) sehingga diduga dapat
menjaga stabilitas minyak beriodium serta meningkatkan metabolisme iodium.
Beta karoten dari suplemen didalam usus akan diubah oleh enzim 15.15 βkarotenoid dioxygenase menjadi retinol yang kemudian masuk dalam peredaran
darah. Selanjutnya retinol disimpan di dalam hati dan diangkut oleh RBP ke
jaringan tepi. Kemudian, retinol akan berikatan dengan RBP dan membentuk
kompleks dengan prealbumin (transthyretin) dan mengikat hormon T4 (Berdanier
2000).
Retinol yang keluar dari hati dan retinoic acid (RA) dari dalam plasma
memasuki target sel. Ditingkat seluler, RA dan dua isomernya yaitu all transretinoic acid dan 9-cis-retinoic acid yang bekerja seperti hormon akan
mengaktifkan reseptor vitamin A (RAR dan RXR) pada sel nukleus. Peran
reseptor vitamin A ini adalah dalam mediasi kerja vitamin A, mengatur ekspresi
gen dan mempengaruhi sintesa protein tertentu, mempertahankan kesehatan dan
mencegah penyakit (Blaner 1998).
Iodium dari suplemen setelah dicerna dan diserap kemudian memasuki
sirkulasi darah dalam bentuk iodida (I-). Kelenjar tiroid menangkap iodida untuk
memproduksi dan mensekresi hormon tiroid (T4 dan T3). Hormon tiroid dalam
sirkulasi darah sampai di jaringan akan mengalami monodeiodinase menjadi
triiodotironin (T3) yang secara biologis lebih aktif dari T4. Triiodotironin (T3)
merupakan hormon yang memediasi kerja hormon tiroid pada tingkat sel dengan
129
cara T3 berikatan dengan reseptor nukleus yang spesifik yaitu reseptor tiroid (TR)
yang menginisiasi transkripsi mRNA untuk memproduksi protein baru (Lazarus
1993).
Reseptor tiroid (TR), RXR, RAR termasuk dalam anggota keluarga SteroidThyroid-Retinoid Nuclear Receptor Superfamily untuk mengatur aktivitas gen.
Nuclear reseptor ini harus membentuk pasangan (heterodimer) dengan RXR agar
dapat lebih aktif (Blanner 1998). Kelompok yang diberi minyak iodium dosis
tinggi ditambah beta karoten terjadi penurunan TSH nifas yang lebih besar pada
akhir penelitian dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya (Tabel 21). Tiroid
Reseptor (TR) yang membentuk heterodimer dengan RXR dapat mempengaruhi
transkripsi gen TSHß sehingga menurunkan sekresi serum TSH (Wolf G 2002).
Janin pada trimester 2 sudah mulai mensekresi hormon tiroid sendiri namun
masih membutuhkan suplai hormon tiroid dari ibu melalui plasenta sampai ibu
melahirkan. Selain itu, vitamin A, hormon TSH dan vitamin-mineral lainnya juga
melintasi plasenta memasuki jaringan janin. Hormon T3 di plasenta dihasilkan
dari konversi T4 menjadi T3 oleh ensim deiodinase-5’ (tipe 3) dan disuplai dari
ibu lewat plasenta. Tiroid reseptor (TR) muncul sebelum tiroid janin berfungsi
dan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan sekresi hormon tiroid janin.
Reseptor tiroid (TR) lebih memilih heterodimer dengan RXR yang sering
menghasilkan aktifasi lebih efektif. Pada penelitian dengan tikus percobaan
TSHß gen ekspresi diatur oleh hormon T3 dan RA melalui TR-RXR dan RARRXR heterodimer (Howdesthell 2002).
Peranan RA (retinoic acid) menekan transkripsi TSH gen sehingga sekresi
TSH berkurang (Oba 1980; Wolf 2002). Sekresi hormon TSH yang berkurang
dari kelenjar pituitari merefleksikan rendahnya kadar hormon TSH dalam sirkulasi
darah janin yang ditunjukkan dengan kadar TSH bayi neonatal yang rendah.
Fenomena ini terjadi pada kelompok minyak iodium ditambah beta karoten yang
pada akhir penelitian TSH bayi neonatal ditemukan lebih rendah dari pada kedua
kelompok perlakuan yang lain. Dengan demikian, pemberian minyak beriodium
dosis rendah mempunyai pengaruh yang tinggi dengan pemberian vitamin A
(dalam bentuk beta karoten) dan zat besi yang diperoleh dari program.
130
F. Implikasi Studi
Risiko pemberian minyak iodium dosis rendah+beta-karoten setiap bulan
untuk mendapatkan TSH bayi neonatal yang tidak normal lebih rendah
dibandingkan dengan pemberian minyak iodium dosis tinggi pada ibu hamil di
daerah endemik GAKI. Perkembangan terbaru dalam penanggulangan GAKI
yaitu tidak menggunakan lagi minyak iodium dosis tinggi di berbagai negara lain
di dunia (Atmawikarta 2007, komunikasi pribadi). Pertemuan tentang eliminasi
GAKI di Beijing tahun 2003 yang diselenggarakan oleh Pemerintah China
bekerjasama dengan Unicef dan WHO
mencapai kesepakatan untuk
menggunakan USI dalam penanggulangan GAKI (Wright 2004), namun
pencapaian USI di Indonesia termasuk juga hasil dalam penelitian ini baru
mencapai 60-70 % rumah tangga yang menggunakan garam beriodium sesuai
kadar yang dianjurkan. Masih ada sekitar 30-40 % ibu hamil di daerah endemik
GAKI berisiko untuk melahirkan bayi hipotiroid yang tidak terpapar dengan
garam beriodium yang memenuhi kadar yang ditentukan sehingga untuk daerah
ini penanggulangan GAKI dalam jangka pendek dengan menggunakan minyak
iodium dosis rendah merupakan pilihan yang tepat.
Pemberian minyak dosis rendah+beta karoten dapat diimplementasikan di
daerah endemik GAKI tidak dapat dilakukan secara blanket approach seperti
distribusi kapsul minyak iodium dosis tinggi yang selama ini dilakukan dalam
program penanggulangan GAKI tetapi risiko tersebut harus ditanggulangi dengan
secara terseleksi (targetted approach) melalui pemilihan ibu hamil dengan serum
TSH yang tinggi.
Pemberian minyak iodium dosis rendah+beta karoten mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya (1) dapat memperbaiki fungsi tiroid ibu hamil, (2) tidak
memberikan efek samping, (3) meningkatkan kualitas bayi lahir, (4) tatap muka
pemberian suplemen selama kehamilan memberikan kesempatan dalam
memonitor keadaan ibu hamil dilapangan, (5) meningkatkan kesempatan dalam
membantu ibu hamil dengan segala permasalahan dalam program gizi, mengingat
jumlah program dalam rangka peningkatan gizi ibu hamil cukup banyak
diantaranya kapsul iodium, tablet besi dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
multi gizi mikro mempunyai pengaruh lebih baik bagi status gizi ibu dan bayi.
131
Pemberian suplemen iodium dosis rendah+beta karoten tiap bulan akan merubah
sistem distribusi suplemen dari tahunan menjadi bulanan melalui posyandu.
Asupan zat gizi makro dan mineral ibu hamil di daerah penelitian lebih
rendah dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Pola kegiatan ibu hamil
didaerah GAKI sangat produktif karena sebagian besar ibu juga bekerja sebagai
petani. Dengan demikian, pemberian makanan tambahan sebagai wahana untuk
suplementasi memenuhi kebutuhan zat gizi selama kehamilan perlu perhatian.
Pengetahuan GAKI ibu hamil yang kurang memadai pada semua kelompok
perlakuan akan berpengaruh terhadap kepatuhan mengkonsumsi suplemen
iodium, penggunaan garam beriodium dan cara mendeteksi garam beriodium.
Peningkatan pengetahuan GAKI dapat dilakukan melalui penyuluhan yang
berkesinambungan melalui posyandu setiap bulan.
Monitoring tidak saja dilakukan pada distribusi suplemen iodium dosis
rendah+beta karoten selama hamil tetapi juga pada tumbuh kembang bayi yang
dilahirkan. Dengan demikian dapat dieliminasi timbulnya bayi yang mengalami
hipotiroid kongenital.
Download