PREFERENSI SERANGGA NOKTURNAL TERHADAP WARNA LAMPU LIGHT TRAP DI KEBUN JERUK SIEM Lupita Oktaviona1, Agus Dharmawan2, dan Sofia Ery Rahayu3 Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang Email: [email protected] ABSTRAK: Produktivitas jeruk salah satunya dipengaruhi oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Serangga hama memiliki kemampuan menemukan tanaman inang melalui isyarat visual yaitu warna. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui respon serangga terhadap warna lampu, distribusi temporalnya, dan hubungan antara faktor abiotik dengan rerata cacah individu serangga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari–Mei 2016 di kebun jeruk siem Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Warna lampu yang diuji putih, merah, kuning, biru, dan hijau. Pengambilan data dilakukan pada pukul 18.0019.00, 19.00-20.00 dan 20.00-21.00 WIB, serta diulang 6 kali. Data preferensi serangga terhadap warna lampu dianalisis menggunakan Anava Ganda dan hubungan antara faktor abiotik (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dengan rerata cacah individu serangga dianalisis menggunakan Regresi Berganda. Hasil penelitian serangga yang tertangkap terdiri dari 5 ordo, 17 famili, dan 19 genus. Respon serangga tertinggi pada lampu warna putih pada pengambilan pukul 18.00-19.00 WIB. Distribusi temporal serangga tidak merata pada semua warna lampu. Ada hubungan antara suhu dan kelembapan udara dengan rerata cacah individu serangga yang tertangkap. Kata kunci : preferensi serangga, serangga nokturnal, light trap ABSTRACT: The citrus productivities is influenced by many factors, one of them is pests attack. Pests in the term of nocturnal insects have the ability to detect host plant by visual signals in the form of colours. The objective of this study are to evaluate the insects response toward the light, to describe the insects temporal distribution, and to explain correlation between abiotic factors and insect individual mean number. This study was conducted in February- May 2016, in citrus farm Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. The colours of light used in this study are white, red, yellow, blue and green. This sampling period is divided are three major periods at 06.00-07.00, 07.00-08.00, and 08.00-09.00 pm, as well as it’s repeated 6 times. The insects preference data is analysed by Anova, and correlation abiotic factors (temperature, humidity, and wind speed) with individual insect of mean number using Multiple Analysis Regression. The result suggest that the insect citrus farm consists of 5 ordos, 7 families, 18 genera. The respon of the insects to 5 colours suggest that white colours is the highest number in genera, during period at 06.00-07.00 pm. The insects temporal distribution is uneven in every colours of light. There is a correlation between temperature and humidity with insect individual mean number. Keywords: insects preference, nocturnal insects, light trap PENDAHULUAN Badan Pusat Statistik (2012) melaporkan peningkatan impor jeruk tahun 2009 mencapai 19.586 ton sedangkan tahun 2010 peningkatan sebesar 31.344 ton. Data 1 Kementrian Pertanian (2015) menyebutkan produksi jeruk tahun 2014 sebanyak 2.243.837 ton. Produktivitas jeruk salah satunya dipengaruhi oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Marpaung et al. (2014) menjelaskan bahwa lalat buah menjadi ancaman tanaman jeruk di daerah Karo, Provinsi Sumatera Utara. Balitjestro (2016) menjelaskan kerusakan yang ditimbulkan oleh larva lalat buah akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan. Serangga hama memiliki kemampuan untuk menemukan tanaman inang. Menurut Sunarno (2011) kesesuaian isyarat visual maupun isyarat kimia akan menyebabkan serangga lebih tertarik menemukan inangnya. Respon dapat berupa gerak mendekat, menjauh maupun mematikan serangga secara perlahan (Shimoda & Honda, 2013). Respon tersebut dijadikan landasan oleh para peneliti untuk mengendalikan serangga hama di pertanian. Bentuk pengendalian hama yaitu sticky trap, yellow trap, light trap, pemanfaatan senyawa atraktan, repelen dan feromon, dan insektisida nabati maupun kimia. Hasil wawancara kepada petani pada bulan Januari 2016 di Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang menunjukkan sebagian besar petani jeruk menggunakan insektisida kimia dalam mengendalikan serangan hama. Mereka menganggap insektisida kimia lebih efektif menurunkan serangan hama. Penggunaan insektisida kimia dalam skala panjang berdampak pada ekosistem bersangkutan. Menurut Kasumbogo (2006) penggunaan insektisida kimia organik sintetis secara kontinyu akan menyebabkan ketahanan hama terhadap insektisida, meningkatnya populasi hama yang semula tidak berbahaya bagi musuh alaminya, munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan, dan keracunan bagi organisme lain. Oleh karena itu, pengendalian hayati dapat menjadi solusi dalam menjaga kelestarian ekosistem. Salah satu bentuk pengendalian hayati yaitu light trap. Light trap sudah diterapkan di pertanian untuk menurunkan serangan OPT. Penggunaan cahaya lampu dalam mengendalikan hama berdasarkan fotorespon serangga nokturnal terhadap cahaya. Menurut Shimoda & Honda (2013) cahaya kuning pada lampu efektif mengendalikan aktivitas moth. Dengan mengetahui respon serangga terhadap cahaya lampu pada warna yang berbeda, diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengendalian serangga yang merugikan tanaman jeruk. 2 METODE Penelitian ini bersifat deskriptif ekploratif. Penelitian dilakukan di kebun jeruk siem Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang pada bulan Januari-Mei 2016. Pengambilan data menggunakan light trap dengan memberi perlakuan warna lampu yaitu putih, merah, kuning, hijau, dan biru. Luas kebun jeruk yang digunakan sekitar 2.743 m2. Setiap light trap diletakkan di tengah plot. Satu plot berukuran 3x3 m yang terdiri dari 4 pohon jeruk dan jarak antar plot 10 m. Pengambilan data dilakukan pada pukul 18.00-19.00, 19.00-20.00, dan 20.0021.00 WIB. Serangga yang terjebak pada corong aluminium akan jatuh ke dalam botol yang telah diletakkan di bawah corong. Jenis lampu yang digunakan light emitting diode (LED) dengan merek Kyouku KK-29. Sumber energi berasal dari aki. Pengukuran faktor abiotik (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dilakukan satu kali pada setiap pengambilan data. Serangga yang tertangkap diidentifikasi hingga tingkat genus di Laboratorium Ekologi 109, Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang. Data preferensi serangga nokturnal menggunakan data rerata cacah individu serangga yang tertangkap. Data rerata cacah individu pada setiap genus serangga yang tertangkap dan waktu pengambilan data selanjutnya dianalisis menggunakan Anava Ganda untuk mengetahui warna lampu yang paling berpengaruh. Data faktor abiotik dianalisis menggunakan Regresi Berganda untuk melihat hubungan antara faktor abiotik dengan rerata cacah individu serangga yang tertangkap. Kedua analisis tersebut menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Package for Service Solution) 16. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Respon Serangga terhadap Warna Lampu yang Diuji pada Light Trap Serangga yang tertangkap terdiri dari 5 ordo, 17 famili, dan 19 genus. Ordo yang tersebut yaitu Hemiptera, Coleoptera, Hymenoptera, Diptera, dan Lepidoptera. Famili terbanyak ditemukan pada ordo Hemiptera dan Hymenoptera sebanyak 5 famili. Data genus serangga yang tertangkap pada setiap warna lampu disajikan pada Tabel 1. 3 Tabel 1. Genus Serangga yang Ditemukan pada Kelima Warna Lampu Light Trap No. Genus Warna Lampu Putih Merah Kuning Biru Hijau 1 Homaemus √ √ 2 Pachnaeus √ √ √ 3 Sceliphron √ √ √ √ 4 Geotrupes √ √ √ √ 5 Phriophorus √ √ √ √ 6 Fabricus √ √ √ √ √ 7 Menochilus √ √ √ √ 8 Leptormenis √ √ √ √ √ 9 Pangeus √ √ √ 10 Carpelimus √ √ 11 Bactrocera √ √ √ √ √ 12 Drosophilla √ √ √ 13 Isodontia √ √ √ 14 Trechus √ √ 15 Muscidia √ √ √ 16 Poecillus √ √ √ 17 Artipus √ √ 18 Triozidae √ √ 19 Petagenia √ √ √ √ √ 20 Diaphorina √ √ √ √ √ Total Genus 13 13 16 12 15 Total Hama 9 10 12 7 10 Total Predator 4 2 3 4 4 Total Parasitoid 0 1 1 1 1 Berpotensi Hama Hama Predator Hama Parasitoid Hama Hama Hama Hama Hama Hama Hama Predator Predator Hama Predator Hama Hama Predator Hama − − − − Berdasarkan data pada Tabel 1, serangga yang tertangkap terdiri dari 5 predator, 1 parasitoid , dan 14 hama. Jumlah genus tertinggi ditemukan pada lampu warna kuning yang terdiri dari 1 parasitoid, 3 predator, dan 12 hama. Lampu warna kuning paling banyak menarik genus yang berpotensi sebagai hama, yaitu 12 hama. Lampu warna merah paling sedikit menarik serangga yang berperan sebagai agen pengendali hayati, dengan rincian 1 parasitoid dan 2 predator. Berdasarkan data pada Tabel 1, 5 genus yang ditemukan di semua warna yaitu Fabricius, Leptormenis, Bactrocera, Petagenia, dan Diaphorina. Petagenia berpotensi sebagai predator sedangkan genus lainnya berperan sebagai hama. Bactrocera atau lalat buah merupakan hama utama pada saat pengambilan data yang memasuki musim buah. Sunarno (2011) yang menyatakan serangan Bactrocera banyak ditemukan pada buah yang hampir masak. Data rerata cacah individu serangga pada setiap pengambilan data di semua warna disajikan pada Tabel 2. 4 Tabel 2. Rerata Cacah Individu Serangga pada Setiap Waktu Pengambilan Sampel Warna Lampu No. Genus Putih J1 Merah Kuning J2 J3 J1 J2 J3 J1 J2 Biru J3 J1 J2 Hijau J3 J1 J2 J3 1 Homaemus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 2 Pachnaeus 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,17 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Sceliphron 0,33 0,33 0,00 0,17 0,00 0,00 0,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 4 Geotrupes 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,17 0,00 0,17 0,33 0,00 0,17 0,17 0,00 0,17 5 Priophorus 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 6 Fabricius 8,33 4,83 2,33 2,17 0,50 0,17 11,50 4,00 2,17 1,50 0,33 0,17 0,33 0,17 0,17 7 Menochilus 0,50 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 0,00 0,00 8 Leptormenis 13,80 10,33 4,67 3,17 0,67 0,17 9,33 5,67 2,83 5,17 1,83 0,83 1,17 0,33 0,17 9 Pangaeus 0,00 0,17 0,00 0,00 0,50 0,17 0,33 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10 Carpelimus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 Bactrocera 0,83 0,00 0,17 0,00 0,00 0,17 0,50 0,67 0,33 0,33 0,00 0,00 0,83 0,33 0,00 12 Drosophilla 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,17 0,17 0,00 13 Isodontia 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,17 0,00 14 Trechus 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 0,00 0.33 0,00 0,00 15 Muscidia 0,67 0,33 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,50 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 16 Poecillus 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0.33 0,00 0,17 17 Artipus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 0,00 18 Triozidae 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 19 Petagenia 3,17 2,67 1,67 1,17 0,17 0,17 0,83 0,67 1,00 1.5 1,00 0,17 0,83 0,33 0,00 20 Diaphorina TOTAL 3,00 1,83 2,50 1,00 0,17 0,17 1,50 2,50 0.667 0.833 0.833 0,50 0.67 0,50 0,33 31,30 20,50 12,28 9,00 2,18 1,19 24,66 15,01 8,35 10,17 4,16 2,51 6,67 2,50 1,01 Keterangan : J1: pengambilan data pukul 18.00-19.00; J2 : pengambilan data pukul 19.00-20.00; J3 : pengambilan data pukul 20.00-21.00. 5 Jumlah rerata cacah individu tertinggi (Tabel 2) di semua waktu pengambilan yaitu pada lampu warna putih, masing-masing sebesar 31,30; 20,50 dan 12,28. Respon serangga paling tinggi berdasarkan Tabel 2 yaitu pada lampu warna putih di semua waktu pengambilan data. Genus dengan rerata cacah individu tertinggi adalah Leptormenis di semua waktu pengambilan data. Sel fotoreseptor pada organ penglihatan mempengaruhi serangga dalam menerima warna tertentu. Pengujian warna bertujuan untuk melihat warna yang paling berpengaruh terhadap preferensi serangga nokturnal. Shimoda & Honda (2013) menyatakan sel fotoreseptor memiliki kemampuan menerima sinar Ultraviolet (UV) yang lebih luas jangkauannya. Hal tersebut diperkuat penelitian Bishop tahun 1974 dalam Cruz & Lidner (2011) yang mendeteksi adanya reseptor sinar UV pada lebah madu. Respon serangga terhadap warna putih paling tinggi karena cahaya yang dipancarkan merupakan sinar UV. Sinar UV tersusun atas cahaya monokromatik yaitu biru, hijau, kuning, dan merah. Oleh karena itu, radiasi sinar UV pada lampu warna putih yang diuji juga menarik serangga dengan kepekaan warna yang beragam sehingga serangga yang tertangkap lebih banyak. B. Distribusi Temporal Serangga yang Terperangkap Melalui Variasi Warna Lampu Light Trap Hasil analisis Anava Ganda menunjukkan ada pengaruh waktu pengambilan terhadap rerata cacah individu yang serangga. Hasil uji lanjut dengan Uji BNJ(0.1) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Uji BNJ(0.1) Waktu N Putih 18.00-19.00 6 1058,33e Merah 109,67ab Rata-rata Kuning 726,50d Biru 62,83ab Hijau 135,50ab 19.00-20.00 6 513,33c 10,83a 258,33b 14,50a 15,17a ab a ab a 20.00-21.00 6 187,33 5,17 93,83 4,33 35,83a Keterangan: Notasi yang sama menunjukan tidak ada beda nyata, sedangkan notasi berbeda menunjukan ada beda nyata. Hasil Uji BNJ(0.1) pada lampu warna putih menunjukkan waktu pengambilan pukul 18.00-19.00 berbeda nyata dengan pukul 19.00-20.00 dan 20.00-21.00. Waktu pengambilan pukul 18.00-19.00 memiliki respon serangga tertinggi terhadap cahaya lampu warna putih. 6 Pengaruh faktor abiotik mempengaruhi preferensi serangga. Salah satu faktor abiotik yang mendukung tingginya preferensi serangga pada pukul 18.00-19.00 yaitu suhu. Nilai rerata suhu pada pukul 18.00-19.00 sekitar 24,83 oC. Menurut Jumar (2010) suhu yang efektif untuk perkembangan serangga yaitu 15°C untuk suhu minimum, 25°C untuk suhu optimum, 45°C untuk suhu maksimum. Hal ini diperkuat pendapat Syarkawi et al. (2015) yang menyebutkan rentangan suhu kopulasi Penggerek Batang Kakao (PBK) pada malam hari sekitar 26-28°C. Thomson et al. (2010) dalam Syarkawi et al. (2015) menyatakan serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk perkembangan dan proses fisiologisnya. Pada suhu tertentu aktivitas serangga mengalami peningkatan dan mengalami penurunan pada suhu yang lebih rendah. Distribusi temporal serangga tidak merata pada semua lampu. Semakin malam, rerata serangga yang tertangkap mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya suhu lingkungan di kebun jeruk. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) (2013) menyatakan perbedaan suhu yang nyata karena ketinggian tempat sehingga mempengaruhi aktivitas serangga yang hidup di sana. Jumar (2010) menambahkan suhu yang tidak mendukung akan memperpendek umur serangga. Hasil pengukuran suhu menunjukkan terjadi penurunan sekitar 0,50-1oC pada setiap jam. Berdasarkan data Tabel 1, lampu warna kuning dapat dijadikan alternatif dalam mengontrol hama. Hasil analisis menunjukkan warna tersebut paling banyak menangkap serangga yang berpotensi sebagai hama. Penelitian yang dilakukan Yaze et al. tahun 1997 dalam Simoda & Honda (2013) menyatakan penggunaan lampu pijar dengan warna kuning efektif mencegah serangan ulat Helicoverpa armigera pada bunga krisan dan anyelir. C. Hubungan Faktor Abiotik yang Diukur terhadap Rerata Cacah Individu Serangga yang Tertangkap Faktor abiotik yang diukur yaitu suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Data pengukuran faktor abiotik dengan rerata cacah individu serangga pada semua warna lampu dianalisis dengan Regresi Berganda. Hasil analisis disajikan pada Tabel 4. 7 Tabel 4. Ringkasan Nilai Signifikasi Faktor Abiotik terhadap Rerata Cacah Individu Serangga Unstandardized Coefficients Model Konstanta Suhu Kelembaban udara Kecepatan angin B 336,33 3,56 -2,96 19,35 Standard Error 150,55 1,89 1,27 25,23 Signification 0,05 0,09 0,04 0,46 Berdasarkan Tabel 4, nilai signifikasi suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin sebesar 0,09; 0,04 dan 0,46. Nilai signifikasi suhu dan kelembaban udara kurang dari 0,10 yang menunjukkan ada hubungan antara suhu dan kelembaban udara dengan rerata cacah individu serangga. Faktor abiotik yang paling dominan terhadap aktivitas serangga yaitu suhu dan kelembaban udara. Serangga merupakan hewan poikiloterm. Suhu tubuh pada hewan poikiloterm mengikuti suhu lingkunganya. Dharmawan, et al. (2005) menjelaskan suhu lingkungan menentukan suhu tubuh hewan poikiloterm sehingga berdampak pada kerja enzim di dalam tubuhnya. Hal ini diperkuat pendapat Wijaya et al. (2010) bahwa kopulasi serangga dewasa Diaphorina.citri berkisar antara 19,50–31,50oC. Balitjestro (2014) menambahkan Bactrocera sp. berkembang optimal pada suhu 26oC dengan kelembaban sekitar 70 %. Pendapat tersebut sesuai dengan kisaran hasil pengukuran suhu lingkungan tempat pengambilan data yaitu antara 26-24oC. Hasil analisis pada Tabel 4 digunakan untuk menentukan bentuk kurva dan persamaan dari variabel suhu dan kelembaban udara. Kurva yang menunjukkan hubungan antara variabel suhu (X) dengan rerata cacah individu (Y) disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Kurva menunjukkan hubungan antara suhu dengan rerata cacah individu serangga. 8 Kurva pada Gambar 1 menunjukkan regresi linier yang bernilai positif. Pada kurva tersebut perubahan variabel X (suhu) dengan variabel Y (rerata cacah individu) cenderung berubah secara bersamaan dalam arah yang sama. Berdasarkan kurva tersebut, semakin tinggi suhu lingkungan maka rerata cacah individu serangga yang tertangkap semakin meningkat. Persamaan regresi yang menunjukkan hubungan antara suhu dengan rerata cacah individu serangga yaitu Y= 336,33 + 3,56X. Kurva yang menunjukkan hubungan antara kelembaban udara (X) dengan rerata cacah individu (Y) disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Kurva menunjukkan hubungan antara kelembaban udara dengan rerata cacah individu serangga Kurva pada Gambar 2 menunjukkan regresi non linier yang bernilai negatif. Bentuk kurva tersebut menunjukkan perubahan variabel X (kelembaban udara) dengan variabel Y (rerata cacah individu) cenderung berubah dalam arah yang berlawanan. Pada kurva tersebut semakin tinggi kelembaban udara maka rerata cacah individu serangga semakin menurun. Persamaan yang menunjukkan kurva pada Gambar 2 yaitu Y= 336,33 – 2,96X. KESIMPULAN DAN SARAN Respon serangga paling tinggi yaitu pada lampu warna putih di semua waktu pengambilan. Distribusi temporal serangga tidak merata pada semua warna lampu. Ada hubungan antara faktor suhu dan kelembaban udara dengan rerata cacah individu serangga yang tertangkap, sedangkan faktor kecepatan angin tidak menunjukkan hubungan dengan rerata cacah individu serangga yang tertangkap. 9 Saran yang direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya yaitu pelaksanaan penelitian pada musim kemarau, pengembangan modifikasi light trap yang dibuat, dan efektifitas pemilihan lampu warna kuning pada light trap terhadap pengendalian hama. DAFTAR JUKAN Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri. (Online),. (http://www.microdata.bps.go.id), diakses 16 Januari 2016. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPTP). 2013. Pengaruh Iklim terhadap Persebaran Serangga (online) , diakses pada 23 Juni 2016. Balitjestro. 2014. Panduan Teknis: Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk. Batu: Kementrioan Pertanian. Balitjestro. 2016. Serangan Lalat Buah pada Jeruk. (Online), (http://www.balitjestro.litbang.pertanian.go.id), diakses 16 Juni 2016. Cruz, M.S. & Lindner, R. 2011. Insect Vision: Ultraviolet, Color, and LED Light. Department of Entomology. University of Georgia. Dharmawan, A., Ibrohim. Tuarita, H., & Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press. Jumar. 2010. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta. Kasumbogo, U. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian (RESTRA) Tahun 2015-2019. tidak diterbitkan. Kementrian Pertanian. Marpaung, A.Y., Atmyanti, P., Yuswani, P. & Iskandar, M. 2014. Survei Pengendalian Hama Terpadu Hama Lalat Buah Bactrocera spp. pada Tanaman Jeruk di Tiga Kecamatan Kabupaten Karo. Argoteknologi, 2 (4): 1316-1323. Shimoda, M., & Honda, K. I. 2013. Review: Insect Reaction to Light and Its Applications to Pest Management. Springer. APPL entomol Zool, (48):413-421. Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah terhadap Berbagai Papan Perangkap Berwarna sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Politeknik Perdamaian Halmahera-Tobelo. Agroforestri, 4 (2): 131-136. Syarkawi. H. & Sayuthi, M. 2015. Pengaruh Tinggi Tempat terhadap Tingkat Serangan Hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) di Kabupaten Pidie. Floratek, 10 (2): 52-60. Wijaya, I.N., Adiartayasa, W., Sritamin, M. & Yuliadhi, K.A. 2010. Dinamika Populasi Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae) dan Deteksi CVPD dengan Teknik PCR. Entomologi Indonesia, 7 (2): 78-87. 10