1 PREFERENSI SERANGGA NOKTURNAL

advertisement
PREFERENSI SERANGGA NOKTURNAL TERHADAP WARNA LAMPU LIGHT
TRAP DI KEBUN JERUK SIEM
Lupita Oktaviona1, Agus Dharmawan2, dan Sofia Ery Rahayu3
Jurusan Biologi
Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK: Produktivitas jeruk salah satunya dipengaruhi oleh serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Serangga hama memiliki kemampuan menemukan tanaman
inang melalui isyarat visual yaitu warna. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui respon
serangga terhadap warna lampu, distribusi temporalnya, dan hubungan antara faktor abiotik
dengan rerata cacah individu serangga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari–Mei 2016
di kebun jeruk siem Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Warna lampu yang
diuji putih, merah, kuning, biru, dan hijau. Pengambilan data dilakukan pada pukul 18.0019.00, 19.00-20.00 dan 20.00-21.00 WIB, serta diulang 6 kali. Data preferensi serangga
terhadap warna lampu dianalisis menggunakan Anava Ganda dan hubungan antara faktor
abiotik (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dengan rerata cacah individu serangga
dianalisis menggunakan Regresi Berganda. Hasil penelitian serangga yang tertangkap terdiri
dari 5 ordo, 17 famili, dan 19 genus. Respon serangga tertinggi pada lampu warna putih pada
pengambilan pukul 18.00-19.00 WIB. Distribusi temporal serangga tidak merata pada semua
warna lampu. Ada hubungan antara suhu dan kelembapan udara dengan rerata cacah individu
serangga yang tertangkap.
Kata kunci : preferensi serangga, serangga nokturnal, light trap
ABSTRACT: The citrus productivities is influenced by many factors, one of them is pests
attack. Pests in the term of nocturnal insects have the ability to detect host plant by visual
signals in the form of colours. The objective of this study are to evaluate the insects response
toward the light, to describe the insects temporal distribution, and to explain correlation
between abiotic factors and insect individual mean number. This study was conducted in
February- May 2016, in citrus farm Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. The
colours of light used in this study are white, red, yellow, blue and green. This sampling period
is divided are three major periods at 06.00-07.00, 07.00-08.00, and 08.00-09.00 pm, as well as
it’s repeated 6 times. The insects preference data is analysed by Anova, and correlation abiotic
factors (temperature, humidity, and wind speed) with individual insect of mean number using
Multiple Analysis Regression. The result suggest that the insect citrus farm consists of 5 ordos,
7 families, 18 genera. The respon of the insects to 5 colours suggest that white colours is the
highest number in genera, during period at 06.00-07.00 pm. The insects temporal distribution is
uneven in every colours of light. There is a correlation between temperature and humidity with
insect individual mean number.
Keywords: insects preference, nocturnal insects, light trap
PENDAHULUAN
Badan Pusat Statistik (2012) melaporkan peningkatan impor jeruk tahun 2009
mencapai 19.586 ton sedangkan tahun 2010 peningkatan sebesar 31.344 ton. Data
1
Kementrian Pertanian (2015) menyebutkan produksi jeruk tahun 2014 sebanyak 2.243.837
ton. Produktivitas jeruk salah satunya dipengaruhi oleh serangan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Marpaung et al. (2014) menjelaskan bahwa lalat buah menjadi ancaman
tanaman jeruk di daerah Karo, Provinsi Sumatera Utara. Balitjestro (2016) menjelaskan
kerusakan yang ditimbulkan oleh larva lalat buah akan menyebabkan gugurnya buah
sebelum mencapai kematangan yang diinginkan.
Serangga hama memiliki kemampuan untuk menemukan tanaman inang. Menurut
Sunarno (2011) kesesuaian isyarat visual maupun isyarat kimia akan menyebabkan
serangga lebih tertarik menemukan inangnya. Respon dapat berupa gerak mendekat,
menjauh maupun mematikan serangga secara perlahan (Shimoda & Honda, 2013). Respon
tersebut dijadikan landasan oleh para peneliti untuk mengendalikan serangga hama di
pertanian. Bentuk pengendalian hama yaitu sticky trap, yellow trap, light trap, pemanfaatan
senyawa atraktan, repelen dan feromon, dan insektisida nabati maupun kimia. Hasil
wawancara kepada petani pada bulan Januari 2016 di Desa Selokerto, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang menunjukkan sebagian besar petani jeruk menggunakan insektisida
kimia dalam mengendalikan serangan hama. Mereka menganggap insektisida kimia lebih
efektif menurunkan serangan hama.
Penggunaan insektisida kimia dalam skala panjang berdampak pada ekosistem
bersangkutan. Menurut Kasumbogo (2006) penggunaan insektisida kimia organik sintetis
secara kontinyu akan menyebabkan ketahanan hama terhadap insektisida, meningkatnya
populasi hama yang semula tidak berbahaya bagi musuh alaminya, munculnya hama
sekunder, pencemaran lingkungan, dan keracunan bagi organisme lain. Oleh karena itu,
pengendalian hayati dapat menjadi solusi dalam menjaga kelestarian ekosistem.
Salah satu bentuk pengendalian hayati yaitu light trap. Light trap sudah diterapkan
di pertanian untuk menurunkan serangan OPT. Penggunaan cahaya lampu dalam
mengendalikan hama berdasarkan fotorespon serangga nokturnal terhadap cahaya. Menurut
Shimoda & Honda (2013) cahaya kuning pada lampu efektif mengendalikan aktivitas moth.
Dengan mengetahui respon serangga terhadap cahaya lampu pada warna yang berbeda,
diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengendalian serangga yang
merugikan tanaman jeruk.
2
METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif ekploratif. Penelitian dilakukan di kebun jeruk
siem Desa Selokerto, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang pada bulan Januari-Mei 2016.
Pengambilan data menggunakan light trap dengan memberi perlakuan warna lampu yaitu
putih, merah, kuning, hijau, dan biru. Luas kebun jeruk yang digunakan sekitar 2.743 m2.
Setiap light trap diletakkan di tengah plot. Satu plot berukuran 3x3 m yang terdiri dari 4
pohon jeruk dan jarak antar plot 10 m.
Pengambilan data dilakukan pada pukul 18.00-19.00, 19.00-20.00, dan 20.0021.00 WIB. Serangga yang terjebak pada corong aluminium akan jatuh ke dalam botol
yang telah diletakkan di bawah corong. Jenis lampu yang digunakan light emitting diode
(LED) dengan merek Kyouku KK-29. Sumber energi berasal dari aki. Pengukuran faktor
abiotik (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dilakukan satu kali pada setiap
pengambilan data.
Serangga yang tertangkap diidentifikasi hingga tingkat genus di Laboratorium
Ekologi 109, Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang. Data preferensi serangga
nokturnal menggunakan data rerata cacah individu serangga yang tertangkap. Data rerata
cacah individu pada setiap genus serangga yang tertangkap dan waktu pengambilan data
selanjutnya dianalisis menggunakan Anava Ganda untuk mengetahui warna lampu yang
paling berpengaruh. Data faktor abiotik dianalisis menggunakan Regresi Berganda untuk
melihat hubungan antara faktor abiotik dengan rerata cacah individu serangga yang
tertangkap. Kedua analisis tersebut menggunakan bantuan software SPSS (Statistical
Package for Service Solution) 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Respon Serangga terhadap Warna Lampu yang Diuji pada Light Trap
Serangga yang tertangkap terdiri dari 5 ordo, 17 famili, dan 19 genus. Ordo yang
tersebut yaitu Hemiptera, Coleoptera, Hymenoptera, Diptera, dan Lepidoptera. Famili
terbanyak ditemukan pada ordo Hemiptera dan Hymenoptera sebanyak 5 famili. Data genus
serangga yang tertangkap pada setiap warna lampu disajikan pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Genus Serangga yang Ditemukan pada Kelima Warna Lampu Light Trap
No.
Genus
Warna Lampu
Putih
Merah
Kuning
Biru
Hijau
1
Homaemus
√
√
2
Pachnaeus
√
√
√
3
Sceliphron
√
√
√
√
4
Geotrupes
√
√
√
√
5
Phriophorus
√
√
√
√
6
Fabricus
√
√
√
√
√
7
Menochilus
√
√
√
√
8
Leptormenis
√
√
√
√
√
9
Pangeus
√
√
√
10
Carpelimus
√
√
11
Bactrocera
√
√
√
√
√
12
Drosophilla
√
√
√
13
Isodontia
√
√
√
14
Trechus
√
√
15
Muscidia
√
√
√
16
Poecillus
√
√
√
17
Artipus
√
√
18
Triozidae
√
√
19
Petagenia
√
√
√
√
√
20
Diaphorina
√
√
√
√
√
Total Genus
13
13
16
12
15
Total Hama
9
10
12
7
10
Total Predator
4
2
3
4
4
Total Parasitoid
0
1
1
1
1
Berpotensi
Hama
Hama
Predator
Hama
Parasitoid
Hama
Hama
Hama
Hama
Hama
Hama
Hama
Predator
Predator
Hama
Predator
Hama
Hama
Predator
Hama
−
−
−
−
Berdasarkan data pada Tabel 1, serangga yang tertangkap terdiri dari 5 predator, 1
parasitoid , dan 14 hama. Jumlah genus tertinggi ditemukan pada lampu warna kuning yang
terdiri dari 1 parasitoid, 3 predator, dan 12 hama. Lampu warna kuning paling banyak
menarik genus yang berpotensi sebagai hama, yaitu 12 hama. Lampu warna merah paling
sedikit menarik serangga yang berperan sebagai agen pengendali hayati, dengan rincian 1
parasitoid dan 2 predator.
Berdasarkan data pada Tabel 1, 5 genus yang ditemukan di semua warna yaitu
Fabricius, Leptormenis, Bactrocera, Petagenia, dan Diaphorina. Petagenia berpotensi
sebagai predator sedangkan genus lainnya berperan sebagai hama. Bactrocera atau lalat
buah merupakan hama utama pada saat pengambilan data yang memasuki musim buah.
Sunarno (2011) yang menyatakan serangan Bactrocera banyak ditemukan pada buah yang
hampir masak. Data rerata cacah individu serangga pada setiap pengambilan data di semua
warna disajikan pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Rerata Cacah Individu Serangga pada Setiap Waktu Pengambilan Sampel
Warna Lampu
No.
Genus
Putih
J1
Merah
Kuning
J2
J3
J1
J2
J3
J1
J2
Biru
J3
J1
J2
Hijau
J3
J1
J2
J3
1
Homaemus
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
2
Pachnaeus
0,00
0,33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,17
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
3
Sceliphron
0,33
0,33
0,00
0,17
0,00
0,00
0,50
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
4
Geotrupes
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,17
0,00
0,17
0,33
0,00
0,17
0,17
0,00
0,17
5
Priophorus
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
6
Fabricius
8,33
4,83
2,33
2,17
0,50
0,17
11,50
4,00
2,17
1,50
0,33
0,17
0,33
0,17
0,17
7
Menochilus
0,50
0,00
0,00
0,33
0,00
0,00
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,50
0,00
0,00
8
Leptormenis
13,80
10,33
4,67
3,17
0,67
0,17
9,33
5,67
2,83
5,17
1,83
0,83
1,17
0,33
0,17
9
Pangaeus
0,00
0,17
0,00
0,00
0,50
0,17
0,33
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
10
Carpelimus
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
11
Bactrocera
0,83
0,00
0,17
0,00
0,00
0,17
0,50
0,67
0,33
0,33
0,00
0,00
0,83
0,33
0,00
12
Drosophilla
0,67
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,33
0,00
0,00
0,00
0,00
1,17
0,17
0,00
13
Isodontia
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
0,17
0,00
14
Trechus
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,67
0,00
0,00
0,00
0.33
0,00
0,00
15
Muscidia
0,67
0,33
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,50
0,67
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
16
Poecillus
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0.33
0,00
0,17
17
Artipus
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
18
Triozidae
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
19
Petagenia
3,17
2,67
1,67
1,17
0,17
0,17
0,83
0,67
1,00
1.5
1,00
0,17
0,83
0,33
0,00
20
Diaphorina
TOTAL
3,00
1,83
2,50
1,00
0,17
0,17
1,50
2,50
0.667
0.833
0.833
0,50
0.67
0,50
0,33
31,30
20,50
12,28
9,00
2,18
1,19
24,66
15,01
8,35
10,17
4,16
2,51
6,67
2,50
1,01
Keterangan : J1: pengambilan data pukul 18.00-19.00; J2 : pengambilan data pukul 19.00-20.00; J3 : pengambilan data pukul 20.00-21.00.
5
Jumlah rerata cacah individu tertinggi (Tabel 2) di semua waktu pengambilan yaitu
pada lampu warna putih, masing-masing sebesar 31,30; 20,50 dan 12,28. Respon serangga
paling tinggi berdasarkan Tabel 2 yaitu pada lampu warna putih di semua waktu
pengambilan data. Genus dengan rerata cacah individu tertinggi adalah Leptormenis di
semua waktu pengambilan data.
Sel fotoreseptor pada organ penglihatan mempengaruhi serangga dalam menerima
warna tertentu. Pengujian warna bertujuan untuk melihat warna yang paling berpengaruh
terhadap preferensi serangga nokturnal. Shimoda & Honda (2013) menyatakan sel
fotoreseptor memiliki kemampuan menerima sinar Ultraviolet (UV) yang lebih luas
jangkauannya. Hal tersebut diperkuat penelitian Bishop tahun 1974 dalam Cruz & Lidner
(2011) yang mendeteksi adanya reseptor sinar UV pada lebah madu.
Respon serangga terhadap warna putih paling tinggi karena cahaya yang
dipancarkan merupakan sinar UV. Sinar UV tersusun atas cahaya monokromatik yaitu biru,
hijau, kuning, dan merah. Oleh karena itu, radiasi sinar UV pada lampu warna putih yang
diuji juga menarik serangga dengan kepekaan warna yang beragam sehingga serangga yang
tertangkap lebih banyak.
B. Distribusi Temporal Serangga yang Terperangkap Melalui Variasi Warna Lampu
Light Trap
Hasil analisis Anava Ganda menunjukkan ada pengaruh waktu pengambilan
terhadap rerata cacah individu yang serangga. Hasil uji lanjut dengan Uji BNJ(0.1) disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Uji BNJ(0.1)
Waktu
N
Putih
18.00-19.00
6
1058,33e
Merah
109,67ab
Rata-rata
Kuning
726,50d
Biru
62,83ab
Hijau
135,50ab
19.00-20.00
6
513,33c
10,83a
258,33b
14,50a
15,17a
ab
a
ab
a
20.00-21.00
6
187,33
5,17
93,83
4,33
35,83a
Keterangan: Notasi yang sama menunjukan tidak ada beda nyata, sedangkan notasi berbeda menunjukan ada
beda nyata.
Hasil Uji BNJ(0.1) pada lampu warna putih menunjukkan waktu pengambilan pukul
18.00-19.00 berbeda nyata dengan pukul 19.00-20.00 dan 20.00-21.00. Waktu pengambilan
pukul 18.00-19.00 memiliki respon serangga tertinggi terhadap cahaya lampu warna putih.
6
Pengaruh faktor abiotik mempengaruhi preferensi serangga. Salah satu faktor
abiotik yang mendukung tingginya preferensi serangga pada pukul 18.00-19.00 yaitu suhu.
Nilai rerata suhu pada pukul 18.00-19.00 sekitar 24,83 oC. Menurut Jumar (2010) suhu
yang efektif untuk perkembangan serangga yaitu 15°C untuk suhu minimum, 25°C untuk
suhu optimum, 45°C untuk suhu maksimum. Hal ini diperkuat pendapat Syarkawi et al.
(2015) yang menyebutkan rentangan suhu kopulasi Penggerek Batang Kakao (PBK) pada
malam hari sekitar 26-28°C. Thomson et al. (2010) dalam Syarkawi et al. (2015)
menyatakan serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk perkembangan dan proses
fisiologisnya. Pada suhu tertentu aktivitas serangga mengalami peningkatan dan mengalami
penurunan pada suhu yang lebih rendah.
Distribusi temporal serangga tidak merata pada semua lampu. Semakin malam,
rerata serangga yang tertangkap mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal tersebut
disebabkan oleh menurunnya suhu lingkungan di kebun jeruk. Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) (2013) menyatakan perbedaan suhu yang nyata
karena ketinggian tempat sehingga mempengaruhi aktivitas serangga yang hidup di sana.
Jumar (2010) menambahkan suhu yang tidak mendukung akan memperpendek umur
serangga. Hasil pengukuran suhu menunjukkan terjadi penurunan sekitar 0,50-1oC pada
setiap jam.
Berdasarkan data Tabel 1, lampu warna kuning dapat dijadikan alternatif dalam
mengontrol hama. Hasil analisis menunjukkan warna tersebut paling banyak menangkap
serangga yang berpotensi sebagai hama. Penelitian yang dilakukan Yaze et al. tahun 1997
dalam Simoda & Honda (2013) menyatakan penggunaan lampu pijar dengan warna kuning
efektif mencegah serangan ulat Helicoverpa armigera pada bunga krisan dan anyelir.
C. Hubungan Faktor Abiotik yang Diukur terhadap Rerata Cacah Individu Serangga
yang Tertangkap
Faktor abiotik yang diukur yaitu suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin.
Data pengukuran faktor abiotik dengan rerata cacah individu serangga pada semua warna
lampu dianalisis dengan Regresi Berganda. Hasil analisis disajikan pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Ringkasan Nilai Signifikasi Faktor Abiotik terhadap Rerata Cacah Individu Serangga
Unstandardized Coefficients
Model
Konstanta
Suhu
Kelembaban udara
Kecepatan angin
B
336,33
3,56
-2,96
19,35
Standard Error
150,55
1,89
1,27
25,23
Signification
0,05
0,09
0,04
0,46
Berdasarkan Tabel 4, nilai signifikasi suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin
sebesar 0,09; 0,04 dan 0,46. Nilai signifikasi suhu dan kelembaban udara kurang dari 0,10
yang menunjukkan ada hubungan antara suhu dan kelembaban udara dengan rerata cacah
individu serangga. Faktor abiotik yang paling dominan terhadap aktivitas serangga yaitu
suhu dan kelembaban udara.
Serangga merupakan hewan poikiloterm. Suhu tubuh pada hewan poikiloterm
mengikuti suhu lingkunganya. Dharmawan, et al. (2005) menjelaskan suhu lingkungan
menentukan suhu tubuh hewan poikiloterm sehingga berdampak pada kerja enzim di dalam
tubuhnya. Hal ini diperkuat pendapat Wijaya et al. (2010) bahwa kopulasi serangga dewasa
Diaphorina.citri berkisar antara 19,50–31,50oC. Balitjestro (2014) menambahkan
Bactrocera sp. berkembang optimal pada suhu 26oC dengan kelembaban sekitar 70 %.
Pendapat tersebut sesuai dengan kisaran hasil pengukuran suhu lingkungan tempat
pengambilan data yaitu antara 26-24oC.
Hasil analisis pada Tabel 4 digunakan untuk menentukan bentuk kurva dan
persamaan dari variabel suhu dan kelembaban udara. Kurva yang menunjukkan hubungan
antara variabel suhu (X) dengan rerata cacah individu (Y) disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva menunjukkan hubungan antara suhu dengan rerata cacah
individu serangga.
8
Kurva pada Gambar 1 menunjukkan regresi linier yang bernilai positif. Pada kurva
tersebut perubahan variabel X (suhu) dengan variabel Y (rerata cacah individu) cenderung
berubah secara bersamaan dalam arah yang sama. Berdasarkan kurva tersebut, semakin
tinggi suhu lingkungan maka rerata cacah individu serangga yang tertangkap semakin
meningkat. Persamaan regresi yang menunjukkan hubungan antara suhu dengan rerata
cacah individu serangga yaitu Y= 336,33 + 3,56X. Kurva yang menunjukkan hubungan
antara kelembaban udara (X) dengan rerata cacah individu (Y) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva menunjukkan hubungan antara kelembaban udara dengan
rerata cacah individu serangga
Kurva pada Gambar 2 menunjukkan regresi non linier yang bernilai negatif. Bentuk
kurva tersebut menunjukkan perubahan variabel X (kelembaban udara) dengan variabel Y
(rerata cacah individu) cenderung berubah dalam arah yang berlawanan. Pada kurva
tersebut semakin tinggi kelembaban udara maka rerata cacah individu serangga semakin
menurun. Persamaan yang menunjukkan kurva pada Gambar 2 yaitu Y= 336,33 – 2,96X.
KESIMPULAN DAN SARAN
Respon serangga paling tinggi yaitu pada lampu warna putih di semua waktu
pengambilan. Distribusi temporal serangga tidak merata pada semua warna lampu. Ada
hubungan antara faktor suhu dan kelembaban udara dengan rerata cacah individu serangga
yang tertangkap, sedangkan faktor kecepatan angin tidak menunjukkan hubungan dengan
rerata cacah individu serangga yang tertangkap.
9
Saran yang direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya yaitu pelaksanaan
penelitian pada musim kemarau, pengembangan modifikasi light trap yang dibuat, dan
efektifitas pemilihan lampu warna kuning pada light trap terhadap pengendalian hama.
DAFTAR JUKAN
Badan
Pusat Statistik. 2012. Statistik Perdagangan Luar Negeri. (Online),.
(http://www.microdata.bps.go.id), diakses 16 Januari 2016.
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPTP). 2013. Pengaruh
Iklim terhadap Persebaran Serangga (online) , diakses pada 23 Juni 2016.
Balitjestro. 2014. Panduan Teknis: Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit
Tanaman Jeruk. Batu: Kementrioan Pertanian.
Balitjestro.
2016.
Serangan
Lalat
Buah
pada
Jeruk.
(Online),
(http://www.balitjestro.litbang.pertanian.go.id), diakses 16 Juni 2016.
Cruz, M.S. & Lindner, R. 2011. Insect Vision: Ultraviolet, Color, and LED Light.
Department of Entomology. University of Georgia.
Dharmawan, A., Ibrohim. Tuarita, H., & Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM
Press.
Jumar. 2010. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.
Kasumbogo, U. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian (RESTRA) Tahun
2015-2019. tidak diterbitkan. Kementrian Pertanian.
Marpaung, A.Y., Atmyanti, P., Yuswani, P. & Iskandar, M. 2014. Survei Pengendalian
Hama Terpadu Hama Lalat Buah Bactrocera spp. pada Tanaman Jeruk di Tiga
Kecamatan Kabupaten Karo. Argoteknologi, 2 (4): 1316-1323.
Shimoda, M., & Honda, K. I. 2013. Review: Insect Reaction to Light and Its Applications
to Pest Management. Springer. APPL entomol Zool, (48):413-421.
Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah terhadap Berbagai Papan
Perangkap Berwarna sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Politeknik
Perdamaian Halmahera-Tobelo. Agroforestri, 4 (2): 131-136.
Syarkawi. H. & Sayuthi, M. 2015. Pengaruh Tinggi Tempat terhadap Tingkat Serangan
Hama Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) di Kabupaten
Pidie. Floratek, 10 (2): 52-60.
Wijaya, I.N., Adiartayasa, W., Sritamin, M. & Yuliadhi, K.A. 2010. Dinamika Populasi
Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae) dan Deteksi CVPD dengan
Teknik PCR. Entomologi Indonesia, 7 (2): 78-87.
10
Download