BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan data penginderaan jauh saat ini berkembang cepat seiring meningkatnya kebutuhan pemenuhan data spasial di Indonesia. Data penginderaan jauh berupa citra digital sangat banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik pemerintah maupun non-pemerintah. Ketersediaan data spasial saat ini sangat banyak tetapi belum semua memiliki kualitas data yang baik. Hasil perekaman satelit berupa citra belum dapat dimanfaatkan secara langsung karena masih memiliki beberapa gangguan. Lembaga pemerintahan yang berwenang menangani data penginderaan jauh saat ini dari akuisisi data, pra-pengolahan hingga pemanfaatan data adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Produk citra penginderaan jauh cukup banyak jenisnya dan sering dibedakan berdasarkan resolusi spasialnya. Landsat 8 adalah citra satelit yang sering dimanfaatkan karena kemudahan perolehan data yang bersifat gratis. Citra Landsat 8 saat ini memiliki level 1T yaitu sudah terkoreksi geometri oleh sistem sehingga tidak perlu dilakukan kalibrasi geometri akan tetapi perlu dicek kembali untuk memastikan keakuratan geometri terhadap titik ikat geodetik di permukaan bumi. Data citra satelit awal yang belum diolah biasanya mengandung noise/gangguan yang ditimbulkan oleh sistem. Beberapa noise dapat ditimbulkan karena perbedaan posisi matahari pada saat data diakuisisi, perbedaan arah datang gelombang pantul dari permukaan bumi, serta gangguan atmosfer. Untuk menghilangkan noise akibat posisi matahari dapat digunakan koreksi TOA (Top of Atmosphere), akibat perbedaan arah datang gelombang pantul digunakan koreksi BRDF (Bidirectional Reflectance Distribution Function), serta koreksi atmosfer untuk gangguan atmosfer. Nilai pantulan citra awal masih berupa nilai digital maka perlu dikonversi ke nilai radian atau nilai reflektan melalui koreksi radiometri. Nilai pantulan citra yang belum dikoreksi akan mempengaruhi pemrosesan digital karena tidak menampilkan nilai pantulan sebenarnya sehingga diperlukan perbaikan nilai piksel. Gangguan/ noise dapat menambah atau 1 mengurangi nilai reflektan objek di permukaan bumi sehingga diperlukan koreksi radiometri untuk memperbaiki pantulan spektrumnya. Gangguan atmosfer sangat berpengaruh terhadap pantulan saluran biru (0,452 – 0,512µm) karena panjang gelombang saluran biru mudah terganggu oleh keadaan atmosfer seperti haze, aerosol, awan tipis, dan sejenisnya. Pada kondisi normal, nilai pantulan saluran biru relatif lebih rendah daripada saluran hijau untuk objek vegetasi. Koreksi atmosfer yang dilakukan menggunakan metode 6S (Second Simulation of a Satellite Signal in the Solar Spectrum – Vector) yaitu dengan cara memodelkan/simulasi model keadaan atmosfer di atas wilayah kajian guna menentukan koefisien koreksi. Software yang digunakan merupakan software bersifat open source dari NASA yang bekerja sama dengan beberapa universitas luar negeri untuk koreksi atmosfer yang dapat diakses secara online maupun offline. Penelitian ini menggunakan software berbasis web yang diakses melalui http://6s.ltdri.org/. Kurva pantulan spektral objek permukaan bumi yang normal mengacu pada kurva pantulan objek sebenarnya dimana masing-masing objek memiliki karakteristik pola pantulan yang berbeda. Pantulan spektral air dicirikan oleh grafik yang terus menurun dari spektrum biru hingga inframerah dekat. Nilai pantulan air pada spektrum inframerah hampir mendekati nol karena hampir seluruh energi pada spektrum tersebut terserap oleh air. Nilai pantulan spektral dipengaruhi oleh kedalaman air serta keberadaan dan tingkat konsentrasi kandungan suspensi material organik dan anorganik pada air. Pada bagian spektrum tampak, vegetasi memiliki nilai pantulan relatif rendah pada spektrum biru dan merah dengan puncak minor pada spektrum hijau (Mather, 2004 dalam Budiyanto, 2014). Pantulan spektral yang rendah pada spektrum biru dan merah disebabkan karena vegetasi menyerap banyak energi pada kedua spektrum tersebut. Pantulan spektral pada spektrum biru dan merah relatif lebih rendah dibandingkan pada spektrum hijau sehingga memberi efek visualisasi warna hijau pada daun. Karakteristik dari pantulan spektral tanah memiliki bentuk yang berbalik dengan pantulan spektral air. Kurva pantulan tanah selalu naik dari spektrum biru hingga spektrum infra merah. 2 1.2 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana proses koreksi atmosfer citra Landsat 8 menggunakan metode 6S (Second Simulation of a Satellite Signal in the Solar Spectrum – Vector)? 2. Bagaimana perbandingan hasil koreksi TOA BRDF dengan hasil koreksi atmosfer? 3. Bagaimana pola spektral objek vegetasi, air, dan tanah setelah koreksi TOA BRDF dan koreksi atmosfer?. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Melakukan koreksi atmosfer citra Landsat 8 menggunakan metode 6S (Second Simulation of a Satellite Signal in the Solar Spectrum – Vector) 2. Membandingkan citra hasil koreksi TOA BRDF dengan hasil koreksi atmosfer 3. Membandingkan pola spektral objek vegetasi, air, dan tanah setelah koreksi TOA BRDF dan koreksi atmosfer. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Dapat melakukan koreksi atmosfer citra Landsat 8 menggunakan metode 6S (Second Simulation of a Satellite Signal in the Solar Spectrum – Vector) 2. Mengetahui perbandingan pola spektral citra terkoreksi TOA BRDF dan terkoreksi atmosfer 3. Mengetahui pola spektral objek vegetasi, air, dan tanah setelah koreksi TOA BRDF dan koreksi atmosfer. 1.5 Ruang Ligkup Penelitian Penelitian ini mengkaji 1 scene citra Landsat 8 TIRS path 119 row 65 tanggal 13 Oktober 2015 yang merekam sebagian Wilayah Jawa Timur, Wilayah Jawa Tengah, dan DIY. Kegiatan penelitian ini meliputi tahapan pra-pengolahan citra satelit yaitu koreksi TOA dan BRDF serta koreksi atmosfer menggunakan metode 6S. Pra-pengolahan citra Landsat 8 dilakukan dari data level 1T hingga koreksi atmosfer untuk mengubah nilai digital menjadi nilai reflektan, membandingkan pola spektral koreksi TOA BRDF dan koreksi atmosfer, serta analisis pola spektral objek vegetasi, air, dan tanah. 3